AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR DAN TOKSISITAS AKUT
EKSTRAK AKAR ALANG-ALANG (
Imperata cylindrica
)
RINI ARIANTI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
RINI ARIANTI. Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar
Alang-Alang (
Imperata cylindrica
). Dibimbing oleh WARAS NURCHOLIS.
ABSTRACT
RINI ARIANTI
.
Activity of Hepatoprotector and Acute Toxicity of Cagon Grass
(
Imperata cylindrica
) Root Extract. Under the direction of WARAS
NURCHOLIS.
Cagon grass (
Imperata cylindrica
), a wild plant, is one of the herbs plant
that has been used traditionally to threat fever, cough, hypertensi, and acute
hepatitis. This research was designed to study the safety level by acute toxicity
test and analyze hepatoprotector activity of ethanol extract from root of
Imperata
cylindrica
in Wistar rats induced by paracetamol. Hepatoprotector activity was
measured by using biochemical parameters such as alanine amino transferase
(ALT) and aspartate amino transferase (AST) and observation of histopathology.
Root of
Imperata cylindrica
that extracted by using ethanol 70% gave rendement
about 12.48%. Phytochemical test shows that ethanol extract from root of
Imperata cylindrica
contains alkaloid and triterpenoid. Acute toxicity test shows
that ethanol extract from root of
Imperata cylindrica
is practically nontoxic
because its LD
50is higher than 15000 mg/Kg BB. Transaminase anzyme serum
AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR DAN TOKSISITAS AKUT
EKSTRAK AKAR ALANG-ALANG (
Imperata cylindrica
)
RINI ARIANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
JudulSkripsi
: Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar
Alang-Alang (
Imperata cylindrica
).
Nama
: Rini Arianti
NIM
: G84080075
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus:
Waras Nurcholis, S.Si, M.Si.
Ketua
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sampai akhir zaman sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Aktivitas
Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Alang-Alang (
Imperata
cylindrica
). Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Juni
2012, bertempat di Laboratorium Departemen Biokimia FMIPA IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada Waras Nurcholis, S.Si, M.Si
selaku pembimbing yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta
orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi,
kepercayaan, dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tak
lupa pula ucapan terima kasih kepada Nikita, Luke, Reviona, Edo, Yodi, Hendra,
Tata, Mawaddah, Chrisye, dan Chika, sahabat-sahabat yang selalu memberikan
dukungan dan doa.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan selama penelitian
Didit Haryadi atas saran, perdebatan, bantuan, dan motivasi yang diberikan.
Selain itu kepada rekan Biokimia 45, 46, 44, Dian, Iqbal Syukri, Faris, Rian,
Aros, Yoan, Kak Iie, Kak Ayu, Kak Berry, Kak Udin, Kak Iqbal, dan Kak Ismi
yang telah memberikan bantuan, kritik, dan saran bagi penulis. Semoga penelitian
ini mampu memberikan informasi dan manfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangkalpinang, Bangka Belitung pada tanggal 18
Mei 1991 dari ayah Markoriansyah dan ibu Hoziah. Penulis merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara.
Pendidikan penulis dimulai dari SD Muhammadiyah dan melanjutkan
pendidikan ke SMPN 2 Pangkalpinang. Penulis lulus tahun 2008 dari SMAN 1
Kota Metro dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih mayor
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biokimia Umum, Biokimia Klinis, dan Struktur Fungsi Biomolekuler. Penulis
pernah melakukan Praktik Lapangan (PL) di Balai Pengkajian Bioteknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kompleks PUSPIPTEK, Serpong,
Tangerang selama periode Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan judul Validasi
Metode Analisis Gula: Glukosa, Maltosa, Maltotriosa, dan Maltoheksosa.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...vi
DAFTAR LAMPIRAN ...vi
DAFTAR TABEL ...vi
PENDAHULUAN... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Alam Sebagai Hepatoprotektor ... 1
Alang-Alang (
Imperata cylindrica
) ... 2
Fisiologi dan Fungsi Hati ... 2
Parasetamol sebagai Hepatotoksik ... 3
Enzim Transaminase ALT dan AST ... 4
Uji Toksisitas Akut ... 4
BAHAN DAN METODE
Alat dan bahan ... 5
Metode ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia... 6
Toksisitas Akut ... 7
Uji Aktivitas ALT dan AST ... 8
Gambaran Histopatologi Hati ...10
SIMPULAN DAN SARAN ...10
Simpulan ...11
Saran ...11
DAFTAR PUSTAKA ...11
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kelas toksisitas per oral ... 5
2 Hasil uji fitokimia ... 7
3 Bobot badan mencit pada uji toksisitas akut ekstrak etanol akar alang-alang
(
Imperata cylindrica
) ... 7
4 Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar alang-alang tehadap aktivitas ALT
dan AST ... 9
5 Skoring hasil uji histopatogi... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gambar akar alang-alang ... 2
2 Gambaran sel hati Mencit ... 8
3 Gambaran sel hati Tikus... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ... 15
2 Rancangan perlakuan hewan coba ... 16
3 Uji aktivitas ALT dan AST ... 17
4 Perhitungan dosis pemberian parasetamol, Curliv, dan ekstrak etanol akar
alang-alang ... 18
5 Pengamatan bobot badan tikus pada masa adaptasi ... 19
6 Pengamatan bobot badan tikus pada masa perlakuan ... 20
7 Hasil pengukuran enzim ALT dan AST... 22
8 Pengolahan data statistik data ALT... 23
PENDAHULUAN
Penyakit akibat gangguan fungsi hati (hepatitis) merupakan permasalahan besar dalam dunia kesehatan. Sampai saat ini penderita hepatitis di dunia telah mencapai 2 miliar penduduk dengan jumlah kematian lebih dari 350 ribu penduduk per tahun. Penderita hepatitis ini juga memiliki resiko cukup tinggi mengalami gangguan fungsi hati yang lebih serius seperti sirosis dan kanker hati (WHO 2011). Di Indonesia, pravelensi hepatitis mencapai 0.6% dari total penduduk Indonesia. Penyakit ini menjadi permasalahan serius karena penderitanya sebagian besar adalah penduduk usia produktif (20.7%) (Kementrian Kesehatan 2010). Pengobatan hepatitis menggunakan obat sintetik menjadi permasalahan karena harganya yang relatif mahal sehingga tidak bisa terjangkau oleh semua kalangan.
Pengobatan menggunakan bahan alam (tanaman obat) dapat digunakan dalam
mengatasi dan mengobati hepatitis.
Pengobatan dengan cara ini memiliki
beberapa keuntungan seperti harganya yang relatif murah dan efek samping yang
ditimbulkan sedikit. Indonesia dengan
kekayaan biodiversitas memiliki banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tanaman obat. Departemen Perdagangan Indonesia (2011) menyebutkan Indonesia memiliki sebanyak 30.000 tanaman obat dari total 40.000 tanaman obat di dunia. Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan salah satu tanaman yang secara tradisional sudah dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan tradisional. Alang-alang berkhasiat sebagai pembersih darah, penambah nafsu makan, radang ginjal akut, demam, batuk, darah tinggi, demam, mimisan, kencing darah, dan hepatitis akut (Djauhariya dan Hernani 2004).
Penelitian mengenai potensi akar alang-alang telah cukup banyak dilakukan, seperti akar alang-alang sebagai antiinflamasi (Park
2004), penghambat urinasi pada tikus
(Sripanidkulchai et al. 2001), antidiuretik
(Kanchanapee 1967), dan aktivitas
antioksidan (Khaerunnisa 2009). Berbagai manfaat farmakologi ini ditimbulkan oleh kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada akar alang-alang seperti sterol, senyawa
golongan flavon (flavonoid, isoflavon,
flavonol), kumarat, asam malat, asam asetat, asam oksalat, kalsium, femenol, isoarbinol, dan katekol (Mazlan 1993).
Terkait potensi akar alang-alang sebagai obat hepatitis akut disebabkan oleh senyawa
bioaktif yang terdapat pada akar alang-alang
yang berperan sebagai hepatoprotektor
(Dalimartha 2005). Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid yang terdapat pada akar
alang-alang (Khaerunnisa 2009) dapat
dikaitkan dengan potensi hepatoprotektor
alang-alang. Sulistiyani et al (2004)
melaporkan bahwa senyawa metabolit
sekunder ekstrak mahkota dewa yang
berpotensi sebagai antioksidan (flavonoid dan fenolik) dapat menekan pembentukan lipid peroksida darah tikus yang dirusak fungsi hatinya menggunakan parasetamol.
Penggunaan akar alang-alang secara
tradisional sebagai obat hepatitis masih bersifat empiris dan belum ada penelitian ilmiah terkait potensinya sebagai obat hepatitis. Pengobatan dengan menggunakan akar alang-alang sering dianggap tidak
memiliki efek samping seperti yang
ditimbulkan oleh obat sintetik. Hal ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar ilmiah mengenai khasiat dan keamanan penggunaannya sebagai obat. Tingkat toksik suatu tanaman obat yang dimungkinkan adanya senyawa toksik dalam tumbuhan perlu dilakukan untuk mengetahui dosis aman yang dapat digunakan oleh manusia dalam pengobatan.
Penelitian ini bertujuan mempelajari
tingkat keamanan ekstrak etanol akar alang-alang melalui uji toksisitas akut pada mencit
percobaan dan mengkaji khasiat
hepatoprotektor ekstrak akar alang-alang pada tikus galur Wistar yang dirusak fungsi hatinya menggunakan parasetamol. Analisis dilakukan pada nilai alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) sebagai parameter untuk mengevaluasi fungsi hati. Hipotesis penelitian ini adalah kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam akar
alang-alang memiliki aktivitas
hepatoprotektor terhadap hati tikus yang dirusak fungsinya menggunakan parasetamol.
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Alam sebagai Hepatoprotektor
gandarusa, daun sendok, wortel, lidah buaya, akar kuning, temulawak dan kunyit. Namun, masih sedikit diantara tumbuhan tersebut yang telah dibuktikan secara ilmiah kebenarannya.
Di Indonesia, penelitian mengenai
tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat hepatitis telah banyak dilakukan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Hardian (2008) terhadap ekstrak sapogenin akar kuning (Arcangelisia flava) dapat mencegah kerusakan hati mencit yang diinduksi parasetamol. Penelitian Amalia
(2008) membuktikan daun ceplukan (Physalis
angulata L.) memiliki aktivitas hepatoprotektor terhadap hati mencit jantan yang terinduksi parasetamol. Batubara (2003) dan Adji (2004) berhasil membuktikan aktivitas ekstrak saponin akar kuning sebagai hepatoprotektor. Panjaitan (2008) menguji aktivitas hepatoprotektor ekstrak akar pasak bumi. Sulistiyani et al (2004) membuktikan aktivitas hepatoproteksi ekstrak buah mahkota dewa terhadap kerusakan hati tikus yang diinduksi parasetamol.
Beberapa zat aktif yang telah berhasil diisolasi dan terbukti memiliki aktivitas
hepatoprotektor adalah kurkumin dari
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhizol) dan kunyit (Curcuma domestica). Selain itu, filantin dari herba meniran (Phylanthus spp),
silymarin dari biji widuran (Silybum
marianum), aukobosida dari herba daun sendok (Plantago mayor), minyak atsiri dari bawang putih (Allium sativum), gingerol dari
rimpang jahe (Zingiber officinalis),
wedelolakton dari herba urang-aring (Eclipta alba), serta andrografolid dari herba sambiloto (Andrographis paniculata) juga telah berhasil diisolasi (Dalimartha 2005). Dilihat dari
strukturnya, senyawa yang bersifat
hepatoprotektor meliputi senyawa golongan fenil propanoid, kumarin, lignan, minyak atsiri, terpenoid, saponin, flavonoid, alkaloid, dan xantin (Patrick 1999).
Alang-alang (Imperata cylindrica)
Alang-alang merupakan tumbuhan yang tergolong ke dalam marga Imperata, suku
Gramineae, dengan habitus semak. Di beberapa daerah di Indonesia alang-alang dikenal dengan nama ilalang. Alang-alang merupakan tumbuhan menahun dengan tinggi 1 sampai 1.5 meter. Alang-alang tumbuh liar di lahan terbuka atau sedikit terlindung, seperti ladang atau perkebunan.Alang-alang banyak terdapat di pulau jawa dengan ketinggian tempat tumbuh dari 0-2700 mdpl
(Djauhariya dan Hernani 2009). Alang-alang dapat mempengaruhi tanaman kultivasi lain karena kebutuhan natrium yang relatif tinggi. Alang-alang dapat menurunkan pH tanah. Besarnya penurunan pH dan hambatan terhadap proses nitritifikasi menunjukkan korelasi positif dengan pertumbuhan alang-alang (Santoso 1990).
Alang-alang sering dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat sebagai herbal. Bagian alang-alang yang sering digunakan sebagai obat adalah akar (rimpang). Akar alang-alang secara tradisional sudah sering digunakan sebagai obat-obatan tradisional, diantaranya adalah sebagai obat pembersih darah, radang ginjal akut, demam, batuk, darah tinggi, sesak napas, muntah darah, kencing nanah, mimisan, dan gangguan fungsi hati (sakit kuning atau hepatitis) (Djauhariya dan Hernani 2004). Bagian tumbuhan alang-alang yang lain juga dapat digunakan sebagai makanan hewan, bahan kertas, dan untuk mengobati kurap (Heyne 1987).
Akar alang-alang memiliki banyak
kandungan senyawa bioaktif. Akar alang-alang mengandung senyawa golongan sterol, arundoin, fermenol, isoarborinol, katekol, kumarat, asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan kalsium. Akar dan daun alang-alang mengandung beberapa turunan flavonoid, yaitu 3,4,7-trihidroksi flavon, 2,3-dihidroksi kalkon, flavonol tersubstitusi, 6-hidroksi flavanol. Fraksi etil asetat akar alang-alang mengandung flavonoid yang termasuk ke dalam golongan flavon, flavonol, tersubstitusi pada 3-OH, isoflavon. Dalam fraksi air terkandung flavonoid golongan flavon tanpa OH bebas, flavon, flavonol tersubstitusi pada 3-OH, dan isoflavon (Mazlan 1993). Gambar akar alang-alang yang telah dibersihkan ditunjukkan pada Gambar 1.
Fisiologi dan Fungsi Hati
Hati merupakan organ tubuh yang besar,
berwarna coklat kemerah-merahan, dan
berbobot sekitar 1.4 kg pada manusia dewasa. Organ ini terletak di dalam rongga perut kanan atas, di bawah diafragma kanan, dan dilindungi tulang iga kanan bawah. Hati terbagi menjadi dua lobus, lobus kanan besarnya enam kali bagian kirinya. Setiap lobus terdiri atas ribuan lobulus yang merupakan unit fungsional. Setiap lobulus terdiri atas sel-sel hepatosit yang berbentuk kubus dan tersusun melingkar mengelilingi vena sentralis. Di antara lobulus (interlobular)
terdapat saluran empedu dan kapiler
(sinusoid) yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel
Kupffer yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan mempunyai fungsi serupa dengan sel makrofag (Stockham dan Scott 2002).
Hati melakukan berbagai aktivitas
metabolik yang penting, seperti detoksifikasi, sekresi, penyimpanan cadangan makanan, hematologis, proteksi, dan juga berperan
dalam proses metabolisme biomolekul
(karbohidrat, lipid, asam amino, hormon dan bilirubin). Pada metabolisme tubuh, hati berperan dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid yang dikirim oleh vena porta setelah diabsorbsi dari usus. Hati dapat mensintesis lebih dari 1000 protein plasma, seperti albumin dan globulin secara de novo dari asam amino esensial dan non esensial. Hati juga dapat mensintesis asam lemak,
trigliserida, kolesterol, apolipoprotein,
lipoprotein, dan kolesterol ester dalam fosfolipid. Beberapa bahan hasil metabolisme ini dapat tersimpan dalam hati, seperti glikogen, trigliserida, Fe, dan Cu.
Fungsi hati lainnya adalah detoksifikasi toksin dan radikal bebas, yaitu melalui reaksi konjugasi dengan beberapa senyawa yang dihasilkan di dalam hati, seperti glutation, asam glukoronat, glisin, dan asetat. Hati juga berfungsi sebagai organ pertahanan tubuh, yaitu dengan adanya sel Kupffer yang mempunyai kemampuan fagositosis sel-sel tua, partikel atau benda asing, sel tumor, bakteri, virus, dan parasit di dalam hati. Hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, yaitu hanya dengan 10% - 20% jaringan hati yang masih berfungsi ternyata sudah cukup untuk
mempertahankan hidup pemiliknya
(Stockham dan Scott 2002).
Kemampuan regenerasi jaringan yang mati cukup besar sehingga akan cepat digantikan dengan yang baru (Dalimartha 2005). Hati
merupakan organ yang paling sering mengalami kerusakan. Ada dua alasan mengapa hati mudah terkena racun dan kemudian mengalami kerusakan. Alasan pertama, hati menerima lebih dari 80% suplai darah dari vena porta. Vena tersebut membawa zat-zat toksik dari tumbuhan, fungi, bakteri, logam mineral, dan zat-zat kimia lain yang diserap di usus ke darah portal untuk ditransportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim biotransformasi untuk berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi di dalam tubuh. Proses ini mungkin juga mengaktifkan beberapa zat menjadi bentuk lebih toksik dan dapat menyebabkan terjadinya perlukaan hati
(Casarett dan Doull’s 1986).
Parasetamol sebagai Hepatotoksin
Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada jaringan hati. Hepatotoksin mempunyai efek toksik terhadap hati dengan dosis berlebihan atau dalam jangka waktu yang lama. Hepatotoksin dapat menyebabkan gangguan pada jaringan hati tergantung pada dosis pemberian, interval
waktu pemberian yang singkat antara
pencernaan obat dan reaksi melawan, serta kemampuan untuk menimbulkan perubahan yang sama pada jaringan hati (Gibson 1991).
Berdasarkan mekanismenya terhadap
perusakan hati, hepatotoksin dibagi menjadi dua macam, yaitu hepatotoksin intrinsik dan ekstrinsik. Hepatotoksin intrinsik merupakan
hepatotoksin yang dapat diprediksi,
tergantung pada dosis dan melibatkan
mayoritas individu yang menggunakan obat dalam jumlah tertentu. Rentang waktu antara mulainya dan timbulnya kerusakan hati sangat bervariasi, dari beberapa jam sampai beberapa
minggu. Salah satu contohnya adalah
parasetamol yang menyebabkan nekrosis hati yang dapat diprediksi pada pemberian over
dosis. Hepatotoksin ekstrinsik atau
idiosinkratik merupakan hepatotoksim yang tidak dapat diprediksi. Hepatotoksin ini terkait
dengan hipersensitivitas atau kelainan
metabolisme (Gibson 1991).
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat yang berkhasiat analgetik
antipiretik turunan para aminofenol.
Parasetamol bersifat aman jika dikonsumsi pada dosis terapi, sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis pada hati tikus, mencit, dan manusia. Parasetamol cepat
diserap secara sempurna oleh saluran
terjadi di dalam hati. Sebagian besar akan terkonjugasi dengan asam glukoronat dan
asam sulfat, sedangkan sisanya akan
dioksidasi oleh sistem P-450 mikrosomal sehingga terbentuk metabolit
N-asetil-p-benzokuinon (NAPKI). Senyawa ini
merupakan bentuk peralihan yang bersifat reaktif dan toksik, serta mudah bereaksi dengan membran sel protein dan asam nukleat sehingga dapat merusak sel (Casarett dan
Doull’s 1986). Parasetamol merupakan salah
satu obat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, dapat menyebabkan kerusakan hati jika dikonsumsi 7.5 gram sekaligus, dan pada pemakaian 15 gram sekaligus akan menyebabkan nekrosis atau kematian sel hati. Dosis parasetamol untuk merusak hati tikus galur wistar adalah 750 mg/kg BB (Murugesh
et al. 2005).
Enzim Transaminase ALT dan AST
Sel hati mengandung enzim-enzim
transaminase dalam jumlah besar. Jika sel hati mengalami kerusakan atau nekrosis, enzim-enzim tersebut akan keluar dari sel hati sehingga kadarnya akan meningkat di dalam darah. Enzim yang dapat dijadikan indikator kerusakan hati adalah alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST). Kedua enzim ini merupakan indikator terbaik untuk mengidentifikasi kerusakan hati karena peningkatan kedua enzim ini terjadi lebih awal dan umumnya peningkatannya lebih drastis dari enzim lainnya (Girindra 1989).
Enzim ALT atau disebut juga glutamat piruvat transaminase (GPT) terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh tetapi enzim ini paling banyak ditemukan di sel-sel hati dan terikat dalam sitoplasma. Enzim ini berperan dalam mengatalisis pemindahan gugus amino dari alanin ke asam α-ketoglutarat membentuk asam glutamat dan asam piruvat. Enzim ALT merupakan indikator terbaik dalam melihat kerusakan hati karena bersifat khas dan spesifik. Pada umumnya konsentrasi ALT lebih tinggi dibandingkan konsentrasi AST pada penyakit hati yang parah karena enzim ALT proporsinya lebih banyak pada organ hati dibandingkan organ tubuh lain (Kaplan dan Pesce 1998).
Enzim AST atau disebut juga glutamat oksaloasetat transaminase (GOT) merupakan
enzim mitokondria yang berfungsi
mengatalisis pemindahan bolak-balik gugus
amino dari asam aspartat ke asam α
-oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Enzim AST tidak spesifik sebagai indikator disfungsi hati karena banyak
ditemukan pada otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal. Kadar enzim AST akan meningkat apabila terjadi kerusakan sel yang akut seperti
nekrosis hepatoseluler seperti gangguan
fungsi hati dan saluran empedu, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan fungsi ginjal dan pankreas (Kaplan & Pesce 1998).
Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut penting dilakukan untuk mengetahui dosis yang aman digunakan oleh manusia bagi pengobatan secara umum atau pun pengobatan terhadap gangguan fungsi hati secara khusus. Dosis aman perlu diketahui karena mengingat adanya senyawa toksik pada tumbuhan yang dapat menyebabkan keracunan jika dikonsumsi melebihi takaran.
Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek toksik atau racun yang terdapat dalam suatu sediaan atau campuran bahan. Uji toksisitas akut adalah uji yang dilakukan untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan pada 24 jam pertama setelah perlakuan dan
dilakukan hanya satu kali. Tujuan
dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan coba (Lu 1995).
Data yang dikumpulkan dalam uji
toksisitas akut adalah data kuantitatif berupa kisaran dosis letal dan data kualitatif yang berupa gejala klinis. Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji toksisitas akut yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun tidak ada aturan tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan coba, yang lazim digunakan pada uji toksisitas akut adalah tikus, mencit, marmut, kelinci,
babi, anjing, monyet. Pada awalnya,
pertimbangan dalam memilih hewan coba hanya berdasarkan ketersediaan, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun, seiring perkembangan zaman, tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut diperhatikan dan dipertimbangkan. Hewan yang paling sering digunakan adalah mencit dan tikus, sedangkan untuk uji toksisitas akut dermal hewan yang sering digunakan adalah kelinci
(Casarett dan Doull’s 1986).
Dosis letal 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik untuk menyatakan
dosis tunggal sesuatu senyawa yang
diperkirakan dapat mematikan atau
coba setelah perlakuan. Dosis letal 50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis
letal. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, galur, jenis kelamin, umur, berat badan, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil,
yaitu meliputi waktu pemberian, suhu
lingkungan, kelembaban dan sirkulasi udara. Selain itu, kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil sehingga faktor-faktor ini
harus diperhatikan sebelum penelitian
dimulai. Casarett dan Doull’s (1986) membagi tingkat ketoksikan akut per oral ke dalam beberapa kelas seperti tertera pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Kelas toksisitas per oral
Kelas LD50
(mg/Kg BB)
Super toksik ≤ 5
Ekstrem toksik 5-50
Sangat toksik 50-500
Cukup toksik 500-5000
Sedikit toksik 5000-15000
Secara praktis nontoksik >15000
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah akar alang-alang (Imperata
cylindrica), mencit (bobot badan 15-35 gram dan usia 2 bulan), tikus jantan galur Wistar (bobot badan 130-240 gram dan usia 2-3 bulan), pakan tikus, serbuk kayu, aquades, etanol 70%, etanol 30%, alkohol medis,
kapas, alumunium foil, NaOH, H2SO4,
kloroform, amonia, perekasi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, FeCl3,
pereaksi Lieberman Buchard, hematoksilin-eosin, parasetamol, curliv, buffer Tris pH 7.8,
L-aspartat, 2-oksoglutarat, laktat
dehidrogenase, malat dehidrogenase, NADH, dan L-alanin.
Alat-alat yang digunakan adalah oven, blender, neraca analitik, neraca kasar, kertas saring Whatman No. 1, pot plastik 20 cc dan 100 cc, rotavapor, tabung Effendorf, kandang tikus, pisau bedah, gunting, pinset, pot plastik, sarung tangan, masker, pipet mikro, sentrifus mikro Beckman, syringe, sonde, kotak pendingin, photometer 5030, dan alat-alat gelas.
Metode
Ekstraksi Akar Alang-alang
Akar alang-alang dicuci sampai bersih, kemudian diangin-anginkan di udara terbuka. Pengeringan selanjutnya dalam oven pada suhu 40°C lalu dibuat serbuk dengan penggilingan. Serbuk kering akar alang-alang sebanyak 1 kg diekstraksi menggunakan 7 L pelarut etanol 70% secara maserasi selama 2 hari dengan sesekali dilakukan pengadukan.
Hasil maserasi disaring dengan kertas
Whatmann No. 1 (sambil dilakukan
penyedotan dengan pompa vakum) dan filtratnya ditampung dalam wadah plastik. Perlakuan maserasi diulang hingga 2 kali dengan menggunakan pelarut yang sama. Hasil maserasi dipekatkan dengan rotavapor hingga didapat ekstrak yang kental. Ekstrak kemudian diukur berat bersihnya.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.
Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya dibagi 2, yang satu ditambah NaOH sebanyak 3 tetes 10% (b/v) dan filtrat satunya lagi ditambahkan H2SO4
sebanyak 3 tetes. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan
adanya senyawa fenolik hidrokuinon,
sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
adanya flavonoid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 10 mL kloroform ditambah dengan ekstrak sampel 0.1 g dan beberapa tetes ammonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil kemudian
ditambahkan dengan pereaksi Dragendorf 3 tetes, Meyer sebanyak 3 tetes, dan Wagner sebanyak 3 tetes. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, endapan putih oleh pereaksi Meyer, dan endapan coklat oleh pereaksi Wagner.
Uji Tanin. Sebanyak 1 g serbuk bahan
ditambah 10 mL akuades kemudian
dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin, campuran disaring dan filtratnya ditambah FeCl3 1% sebanyak 5 mL (b/v). Warna biru
tua atau hitam menunjukkan adanya tanin.
kemudian dikocok. Timbulnya busa selama ± 10 menit menunjukkan adanya saponin.
Uji Triperpenoid dan Steroid. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol 30% kemudian dipanaskan dan disaring. Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan eter sebanyak 1 mL. Lapisan eter ditambah dengan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2S04
pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan
adanya triterpenoid dan warna hijau
menunjukkan adanya steroid.
Uji Toksisitas Akut (OEDC 200I)
Mencit percobaan diadaptasikan selama satu minggu di kandang biokimia dan ditimbang bobot badan 3 hari sekali. Dalam penentuan LD50 akan digunakan 5 kelompok
dosis ( 10 mencit/kelompok), yaitu 2000, 5000, 10000, 15000, dan 20000 mg/kg BB. Satu kelompok lainnya sebagai kontrol dan hanya akan dicekok akuades. Semua hewan pada setiap kelompok hanya menerima ekstrak satu kali untuk setiap dosis yang telah ditentukan (dosis tunggal), lalu hewan diamati dan dicatat tingkat kematiannya pada 24 jam pertama untuk menentukan kisaran dosis yang tidak menimbulkan kematian dan dosis yang menimbulkan kematian guna memperoleh LD50. Pengamatan dilanjutkan hingga hari ke
14, pengamatan meliputi gejala klinis seperti nafsu makan, bobot badan, serta tingkah laku.
Perlakuan Hewan Coba dan Rancangan Percobaan (Singh dan Gupta 2011)
Tikus yang digunakan adalah tikus wistar berkelamin jantan berusia 2-3 bulan dengan
bobot badan 130-240 gram. Tikus
diadaptasikan selama satu bulan untuk menyeragamkan pola hidup dan mencegah terjadinya stres. Selama masa adaptasi tikus diberi pakan standar dan minum secara ad-libitum. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor.Perlakuan dilakukan selama 14 hari.
Tikus kelompok I merupakan kontrol normal yang diberi akuades dan pakan normal. Tikus kelompok II merupakan kontrol negatif yang diberi parasetamol 750 mg/Kg BB dari hari ke-1 hingga hari ke-14. Kelompok III merupakan kontrol positif yang diberi curliv-plus® 80 mg/Kg BB dan parasetamol 750 mg/Kg BB dari hari ke-1 hingga 14. Kelompok IV, V, VI merupakan kelompok yang akan diberi ekstrak etanol akar alang-alang dengan dosis 250, 500, dan
750 mg/Kg BB dan parasetamol 750 mg/Kg BB. Kelompok III, IV, V, dan VI akan dicekok parasetamol 4 jam setelah pemberian curliv-plus® dan ekstrak etanol akar alang-alang. Pengambilan darah untuk analisis kadar ALT dan AST dilakukan 24 jam setelah pemberian dosis terakhir. Tikus selanjutnya dinekropsi untuk diambil hatinya.
Pengukuran Kadar ALT dan AST (IFCC 2002)
Prinsip pengukuran aktivitas ALT dan AST adalah mengukur laju berkurangnya
jumlah NADH menjadi NAD+ pada reaksi
yang terjadi antara enzim dan substrat yang dapat diukur pada panjang gelombang 340 nm. Sampel darah tikus disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan serumnya. Setelah itu, dilakukan analisis kadar ALT dan AST. Sebanyak 100 µ l serum darah tikus dicampur dengan 1000 µ l reagen, kemudian diukur serapannya
dengan menggunakan photometer pada
panjang gelombang 340 nm.
Pengukuran aktivitas kedua enzim tersebut dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja reagen yang digunakan berbeda. Reagen yang
digunakan dalam pengukuran AST
mengandung buffer Tris pH 7.8 (80 mmol/L), L-aspartat (240 mmol/L), 2-oksoglutarat (12 mmol/L), laktat dehidrogenase (600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L). Sedangkan pereaksi yang
digunakan dalam pengukuran ALT
mengandung buffer Tris (100 mmol/L),L-alanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).
Analisis data
Analisis statistik terhadap kadar enzim
ALT dan AST dilakukan dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yaitu uji analysis of varian (ANOVA) dan uji lanjutan uji Duncan pada tingkat kepercayaan
95% dan taraf α=0.05. Seluruh data tersebut
dianalisis menggunakan program perangkat lunak statistical analysis system (SAS).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
Rendemen ekstrak etanol 70% akar
alang-alang setelah dipekatkan dengan vacuum
rotavapor adalah 12,48%. Penelitian yang dilakukan oleh Chunlaratthanaphorn et al.
menggunakan air mempunyai rendemen empat kali lebih besar, 50.86%. Perbedaan rendemen ekstrak ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti pelarut dan metode ekstraksi yang digunakan.
Setiap pelarut memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda yang akan menentukan selektivitas dalam mengekstrak komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada akar alang-alang. Nilai rendemen ekstraksi ekstrak yang dihasilkan akan menunjukkan sifat kepolaran suatu komponen bioaktif yang terekstrak oleh pelarut yang digunakan. Selain
itu, metode ekstraksi juga sangat
mempengaruhi nilai rendemen ekstraksi yang digunakan. Ekstraksi dengan cara maserasi tanpa pemanasan akan menghasilkan nilai
rendemen ekstraksi yang lebih rendah
dibandingkan maserasi dengan cara
pemanasan. Ekstraksi dengan cara pemanasan
akan meningkatkan kelarutan ekstrak
sehingga bahan yang terekstrak akan lebih
banyak dibandingkan ekstraksi tanpa
pemanasan (Pambayun et al 2007).
Tabel 2 menunjukkan hasil uji fitokimia ekstrak etanol akar alang-alang. Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak etanol akar alang-alang
mengandung alkaloid dan triterpenoid.
Seniwaty et al (2009) melaporkan bahwa akar alang-alang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Pada ekstrak etanol 70% tidak ditemukan senyawa flavonoid seperti yang dilaporkan pada penelitian sebelumnya. Perbedaan hasil uji fitokimia ini dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut yang digunakan. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar dan kelarutannya sangat baik pada pelarut air dibandingkan pelarut etanol yang polaritasnya lebih rendah dibandingkan dengan air (Tiwari et al. 2011).
Senyawa-senyawa fitokimia yang
terkandung dalam tanaman diduga memiliki
efek sinergisme terhadap aktivitas
farmakologi yang ditimbulkan oleh tanaman (Vaghasiya et al. 2011). Senyawa alkaloid dan triterpenoid yang terkandung dalam akar alang-alang ini diharapkan dapat memberikan aktivitas farmakologi, salah satunya sebagai
hepatoprotektor. Alkaloid dilaporkan
memiliki kemampuan antioksidan terkait kemampuannya dalam menangkap senyawa radikal bebas (Benabdesselam et al. 2003) sedangkan triterpenoid dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan (Topcu et al. 2007). Aktivitas antioksidan dan kemampuan dalam menangkap radikal bebas ini sangat berkaitan dengan mekanisme hepatoprotektor yang mungkin ditimbulkan oleh kedua senyawa ini.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia
Senyawa Fitokimia Hasil Uji
Alkaloid ++ Tanin - Saponin - Flavonoid - Steroid - Triterpenoid +++ Keterangan:
+: sedikit terdeteksi, ++:terdeteksi sedang, +++:terdeteksi banyak, -:tidak terdeteksi.
Toksisitas Akut
Pemberian dosis tunggal 2000, 5000, 10000, 15000, dan 20000 mg/Kg BB tidak menyebabkan kematian pada mencit setelah 24 jam pengamatan. Pengamatan bobot badan, setelah perlakuan tidak menunjukkan adanya gejala-gejala toksik yang timbul pada hewan uji. Bobot badan mencit pada semua kelompok mengalami peningkatan (Tabel 3). Peningkatan ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar alang-alang tidak toksik setelah pemberian dosis tertinggi, yaitu 20000 mg/Kg BB. Nilai LD50 tidak dapat ditentukan karena
hingga dosis terbesar, yaitu 20000 mg/Kg BB, tidak menyebabkan kematian pada mencit. Meskipun LD50 tidak dapat ditentukan melalui
penelitian ini, namun dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol akar alang-alang praktis nontoksik berdasarkan klasifikasi toksisitas (Tabel 1).
Berdasarkan uji histopatologi, pemberian dosis 20000 mg/Kg BB menyebabkan
nekrosis pada hati mencit, sedangkan
pemberian dosis di bawah 20000 mg/Kg BB tidak menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap sel hati mencit (Gambar 1). Nekrosis adalah kematian sel akibat perlukaan jaringan yang didahului dengan kerusakan sel-sel hati,
gangguan integritas membran plasma,
keluarnya isi sel, dan timbulnya respon inflamasi yang menyebabkan banyak sel mati. Ciri-ciri nekrosis adalah tampaknya fragmen sel disertai reaksi radang.
Tabel 3 Bobot badan mencit pada uji toksisitas akut ekstrak etanol akar alang-alang.
Dosis (mg/Kg
BB)
Bobot Badan (gram)
H-0 H-7 H-14
Kontrol 29.7±4.56 30.8±4.71 31.3±4.50
2000 28.2±2.90 29.6±3.69 30.8±3.33
5000 27.9±3.14 28.8±2.78 29.9±2.77
10000 32.1±4.56 33.3±4.72 34.1±5.04
15000 30.5±4.86 31.8±4.92 33.0±5.23
a b c
d e f
Gambar 2 Gambaran histopatologi organ hati mencit. Keterangan: a) kelompok normal, b) dosis 2000 mg/kg BB, c) dosis 5000 mg/kg BB, d) dosis 10000 mg/kg BB,
e) Dosis 15000 mg/kg BB, f) dosis 20000mg/kg BB.
Uji Aktivitas ALT dan AST
Hasil uji in vivo menunjukkan ekstrak etanol akar alang-alang dosis 750 mg/Kg BB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus Wistar dari kerusakan akibat parasetamol dengan jumlah enzim ALT dan
AST yang lebih rendah dibandingkan
kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang lainnya (Tabel 4). Jumlah enzim ALT dan
AST ini digunakan sebagai parameter
kerusakan yang terjadi pada organ hati akibat induksi senyawa hepatotoksik parasetamol. Jumlah enzim ALT dan AST kelompok perlakuan dosis ini bahkan lebih kecil dibandingkan jumlah enzim ALT dan AST kelompok normal yang diinduksi curliv (obat yang memberikan aktivitas hepatoprotektor).
Jumlah enzim ALT kelompok tikus yang mendapatkan ekstrak etanol 70% dosis 750 mg/Kg BB adalah sebesar 222.2±109.8 U/L.
Jumlah enzim ALT ini lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB, dosis 250 mg/kg BB, kelompok kontrol positif, dan kelompok kontrol negatif dengan jumlah enzim ALT
masing-masing sebesar 517.40±367.57,
558.4±321.20, 491.20±206.76, dan
555.6±92.40 U/L (Tabel 4). Berdasarkan hasil uji statistik Duncan, kelompok perlakuan dosis 750 mg/kg BB tidak berbeda nyata dengan kelompok normal dengan nilai ALT
68.6±19.05 U/L (Tabel4). Sementara itu, kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB berbeda nyata dengan kelompok perlakuan 750 mg/kg BB dan kelompok normal, serta tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan dosis 750 mg/kg BB memberikan mempunyai efek hepatoprotektor seperti yang terjadi pada kelompok normal, sedangkan kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB tidak memberikan efek hepatoprotektor seperti yang terjadi pada kelompok kontrol negatif.
Hasil uji AST juga menunjukkan
kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang dosis 750 mg/kg BB memiliki jumlah enzim AST yang lebih kecil dibandingkan kelompok perlakuan dosis 250 mg/kg BB, dosis 500 mg/kg BB, kelompok kontrol positif, dan kelompok kontrol negatif dengan jumlah
enzim AST masing-masing sebesar
509.6±159.29, 527.8±356.96, 576.4±206.13, dan 595±276.62 U/L, tetapi masih lebih besar dibandingkan kelompok normal yaitu sebesar 221.2±91.25U/L (Tabel 4). Hasil uji statistik jumlah enzim AST ini berbeda dengan hasil uji statistik pada pengukuran jumlah enzim ALT. Pada pengukuran jumlah enzim AST, semua kelompok perlakuan, kelompok kontrol positif,dan kontrol negatif menghasilkan hasil
uji yang berbeda nyata dengan kelompok normal. Namun, secara deskriftif kelompok perlakuan dosis 750 mg/kg BB merupakan dosis yang paling baik dibandingkan dengan semua kelompok perlakuan lainnya karena jumlah enzim AST nya paling kecil.
Jumlah Enzim ALT dan AST semua kelompok berada di luar batas normal (Tabel 4). Jumlah AST normal pada tikus Wistar adalah 45.7-80.8 U/l, sedangkan jumlah ALT normal adalah 12-45 U/L (Girindra 1989). Tingginya jumlah enzim ALT dan AST pada semua kelompok diduga diakibatkan oleh stres pada saat pengambilan darah. Stres oksidatif dapat menyebabkan penurunan kadar
superoksida dismutase dan peningkatan
pembentukan radikal bebas reactive oxygen species (ROS) sehingga enzim-enzim tertentu seperti ALT dan AST keluar dari membran sel ke darah (Levent et al. 2006). Selain itu, faktor stres ketika pengambilan darah juga mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf simpatik perifer yang berhubungan dengan aktivitas otot rangka sehingga meningkatkan
aktivitas AST (Arakawa et al. 1996).
Walaupun semua kelompok menghasilkan jumlah enzim ALT dan AST diluar batas normal, tetapi secara statistik kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang dosis 750 mg/kg BB memiliki aktivitas hepatoprotektor dibandingkan dengan kelompok normal.
Aktivitas hepatoprotektor yang
ditimbulkan oleh kelompok perlakuan ekstrak alang-alang dosis 750 mg/kg BB diduga diakibatkan oleh senyawa-senyawa fitokimia yang terdapat pada ekstrak akar alang-alang, yaitu alkaloid dan triterpenoid (tabel 2).
Senyawa-senyawa fitokimia ini mampu
memberikan perlindungan terhadap hati tikus yang terpapar oleh senyawa hepatotoksik parasetamol. Senyawa alkaloid dilaporkan dapat dapat mencegah kenaikan jumlah enzim ALT dan AST karena kemampuannya dalam menangkap senyawa radikal bebas. Senyawa radikal bebas ini dapat menyerang sel-sel hati sehingga terjadi kerusakan pada sel hati yang mengakibatkan enzim-enzim yang terdapat di hati keluar dari dalam hati dan masuk ke dalam darah (Benabdesselam et al. 2007).
Senyawa triterpenoid yang terdapat di dalam ekstrak akar alang-alang juga diduga memberikan efek hepatoprotektor. Senyawa-senyawa golongan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas biologis tertentu, seperti antijamur, antibakteri, antivirus, antidiabetes,
dan heaptoprotektor (Robinson 1995).
Senyawa-senyawa golongan triterpenoid yang terkandung pada akar alang-alang diantaranya
adalah arundoin, cylindrin, fernenlo,
isoarbinol, dan simiarenol (Nishimoto et al.
1968). Aktivitas hepatoprotektor senyawa
golongan triterpenoid berkaitan dengan
kemampuannya dalam memelihara stabilitas membran sel hati dan sebagai antioksidan
sehingga memungkinkan senyawa ini
berperan sebagai penangkap radikal bebas. Sementara itu, semua kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang lainnya (dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB), kelompok
kontrol positif, dan kontrol negatif
menghasilkan jumlah enzim ALT dan AST yang lebih besar dibandingkan kelompok normal dan secara statistik nilainya berbeda nyata dengan kelompok normal. Hal ini
menunjukkan tidak ada aktivitas
hepatoprotektor yang ditimbulkan oleh
kelompok perlakuan ini. Pada kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang (dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB), tingginya kadar ALT dan AST diduga karena dosis yang
digunakan terlalu kecil sehingga yang
mengakibatkan kurangnya mekanisme
perlindungan terhadap hati tikus untuk
mengatasi radikal bebas berlebih dari
parasetamol. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok kontrol positif yang diinduksi curliv. Curliv yang mengandung senyawa hepatoprotektor curcuma dan sylimarin (He et al 2009) tidak mampu melindungi hati mencit akibat induksi senyawa parasetamol. Dosis curliv yang digunakan sebagai kontrol positif mungkin terlalu kecil sehingga perusakan hati yang terus berlangsung tidak diimbangi oleh mekanisme pertahanan senyawa bioaktif dalam curliv dalam mengatasi radikal bebas akibat paparan senyawa parasetamol.
Tabel 4 Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar alang-alang tehadap aktivitas ALT dan AST
Kelompok ALT AST
I 68.6±19.05c 221.2±91.25b
II 555.6±92.40a 660.0±54.06a
III 491.2±206.76ab 576.4±206.13a
IV 558.4±321.20a 595±276.62a
V 517.4±367.57ab 527.8±356.96a
VI 222.2±109.89cb 509.6±159.29a
Keterangan :
I (normal), II (kontrol negatif), III (kontrol positif), IV (250 mg/Kg BB), V(500 mg/Kg BB), VI (750 mg/Kg BB).
Huruf berbeda pada kolom yang
Gambaran Histopatologi Hati
Setiap lobus pada hati terdiri atas sekitar
seratus ribu lobulus. Lobulus hampir
menyerupai bentuk heksagonal dan terpisah oleh interlobular septum antara lobulus satu dan lobulus lainnya. Sel-sel hati, atau sering disebut hepatosit, tersusun rapi seperti melingkar menuju vena sentral. Batas antara tiga lobulus yang berdekatan membentuk triad portal yang terdiri atas arteri, cabang vena hepatic, dan empedu. Hasil uji histopatologi menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan hati tikus, terutama pada jaringan hati tikus kelompok IV dan V. Gambaran histopatologi jaringan hati tikus kelompok VI menunjukkan hasil yang sama dengan kelompok I, yaitu tidak adanya kerusakan yang terjadi (gambar 2). Hasil uji ini mendukung hasil uji aktivititas ALT dan AST yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar alang-alang memiliki aktivitas hepatoprotektor.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada jaringan hati tikus kelompok V terjadi proliferasi sel oval, fibrosis, infiltrasi sel radang, degenerasi hepatosit, dan mitosis hepatosit dengan pola acak (random). Begitu pula dengan kelompok
IV, kecuali mitosis hepatosit, semua
parameter kerusakan terjadi dengan pola midzonal (terjadi di tengah-tengah lobus).
Skoring perubahan mikroskopis untuk
kelompok II dan III memiliki hasil yang sama.
Pada kedua kelompok ini
kerusakan-kerusakannya meliputi proliferasi sel oval, fibrosis, dan degenerasi hepatosit dengan pola
sentrilobular (terjadi pada bridging antar vena entral). Gambaran histopatologi kelompok III seharusnya berbeda dengan kelompok II karena tikus pada kelompok III menerima Curliv yang dapat memberikan perlindungan terhadap hati tikus dari kerusakan akibat
parasetamol (agen hepatotoksik). Curliv
mengandung silymarin, schizandrae,
curcuma, radix, kolin bitartrat, dan vitamin B6. Berdasarkan hasil uji aktivitas ALT dan AST, pemberian curliv menunjukkan adanya
mekanisme hepatoprotektor. Namun,
gambaran histopatologi menunjukkan adanya kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh curliv. Hal ini diduga akibat perbaikan hepatosit yang terjadi pada kelompok III tidak begitu berarti.
Proliferasi sel oval akan terjadi jika terjadi kerusakan pada hepatosit. Sel oval merupakan prekursor hepatosit sehingga akan menjadi lebih banyak ketika adanya sinyal kerusakan hati. Fibrosis terjadi ketika adanya peradangan atau luka pada hepatosit akibat virus, konsumsi alkohol berlebihan, trauma, dan zat yang bersifat hepatotoksik. Pada hepatosit normal tidak terdapat jaringan ikat (fibrosa), namun jika terjadi luka pada hepatosit, jaringan ikat akan mengganti sel-sel yang rusak dan bersifat irreversible. Pada sel hati normal, sintesis fibrosa (fibrogenesis) dan penghancuran fibrosa (fibrolisis) terjadi secara seimbang. Fibrosis terjadi jika pembentukan fibrosa lebih cepat dibandingkan proses penghancuran dan pembuangannya dari hati.
Gambar 3 Gambaran histopatologi hati tikus. Keterangan: A) Kelompok normal, B) Kontrol negatif, C) Kontrol positif, D, E, dan F Dosis 250, 500, dan 750 mg/Kg BB.
Tanda lingkaran menunjukkan fibrosis.
F
E
D
C
B
Tabel 5 Skoring hasil uji histopatologi
Kelompok Skoring
Proliferasi sel oval
Fibrosis Inflamasi Degenerasi
Hepatosit
Mitosis Hepatosit
I 0 0 0 0 0
II 2 2 0 2 0
III 2 2 0 2 0
IV 2 2 2 2 0
V 4 4 4 4 4
VI 0 0 0 0 0
Keterangan:
0: tidak ada perubahan ≤ 3 fokus 3: >3Fokus, zona tengah 1: >3 Fokus, bridging interportal 4: >3Fokus, acak 2: >3 Fokus, bridging venacentral 5:Area luas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak etanol 70% akar alang-alang
mengandung alkaloid dan triterpenoid.
Pemberian ekstrak etanol akar alang-alang dapat memberikan perlindungan terhadap hati tikus yang diinduksi parasetamol. Ketiga dosis yang diuji menunjukkan bahwa pada dosis
750 mg/Kg BB memberikan efek
hepatoprotektor yang lebih baik bahkan lebih baik dibandingkan dengan pemberian curliv pada kelompok kontrol positif.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis efektif ekstrak etanol akar alang-alang sehingga dapat digunakan secara optimal untuk melindungi hati darikerusakan. Selain itu perlu dikaji lebih lanjut senyawa
bioaktif yang paling berperan sebagai
hepatoprotektor.
DAFTAR PUSTAKA
Adji P. 2004. Daya antioksidasi saponin akar kuning (Archangelisia flava L. Merr) sebagai mekanisme hepatoproteksi pada
tikus yang diinduksi parasetamol
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Amalia D. 2008.Efek hepatoprotektif ekstrak
etanol 70% daun ceplukan (Physalis
angulata L.) terhadap mencit jantan yang
galur Swiss terinduksi parasetamol
[Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arakawa H, Kodama H, Matsuoka N, Yamaguchi I. 1996. Stress increases plasma activity in rats: differential effects of adrenergic and cholinergic blockades.
J. Pharmacol Experiment Therapeutics. 280:1296-1303.
Batubara I. 2003. Saponin akar kuning (Archangelisia flava L. Merr) sebagai hepatoprotektor: ekstraksi, pemisahan,
dan bioaktivasinya [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Benabdesselam et al. 2007. Antioxidant activities of alkaloid extract of two algerian species of Fumaria: Fumaria capreolata and Fumaria bastardii. Rec Nat Prod 1: 28-35.
Casarett, Doulls. 1986. Toxicology. Toronto: Collier Macmillan Canada.
Chairul et al. 2011.Pengaruh pemberian akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack)
pada fungsi hepar.Majalah Farmasi
Indonesia 22(1): 16-20.
Chunlaratthanaphorn et al. 2007. Acute and subchronic toxicity study of the water extract from root of Imperata cylindrica
(Linn.) Raeusch in rats. J. Sci. Technol. 29:141-155.
Dalimartha S. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta : Penebar Swadaya.
[Depdag]. 2011. Indonesian Herbal : The Traditional Therapy. Jakarta: Ministry of Trade Republic of Indonesia.
Djauhariya E, Hernani. 2004. Gulma
Gibson GG, Sket P. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Aisyah BI, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Drugs Metabolism.
Girindra A. 1989. Biokimia Patologi Hewan. Bogor: IPB Pr.
He Quanren, Kim J, sharma RP. 2004. Sylimarin protects against liver damage in balb/c mice exposed to fumonisin B1 despite increasing accumulation of free sphingoid bases. Toxicological Sciences. 80:335-342.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia.
Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB Pr.
Terjemahan dari: Phytochemical
Methode.
Hardian P. 2008.Ekstrak sapogenin akar kuning sebagai hepatoprotektor pada
mencit yang diinduksi parasetamol
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia Jilid I-IV. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
International Federation of Clinical
Chemistry (IFCC). 2002. Photometric UV-test for Determination of Alanin
Aminotransferase (GPT/ALAT) and
Aspartat Aminotransferase (GOT/ASAT). Jakarta: Rajawali Nusindo.
KanchanapeeP. 1966.Phytochemical and
pharma-cological studies of I. cylindrica
beauv.rhizomes.Bulletin of the
Department of Medical Science: 182-184.
Kaplan LA, Pesce JA. 1998. Clinical Chemistry: Theory Analysis Correlation. Ed ke-3. New York: Mosby Year Book.
[Kementrian Kesehatan]. 2010. Hepatitis masalah kesehatan dunia [terhubung berkala].http://www.depkes.go.id/index.p
hp/berita/press-release/1119-hepatitis-masalah-kesehatan-dunia.html [7
Februari 2012].
Khaerunnisa ST. 2009. Pemanfaatan
senyawa bioaktif dari akar alang-alang (Imperata cylindrica) sebagai bahan anti oksidan.[Skripsi].Surabaya : Departemen Kimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi, Universitas Airlangga
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar; Asas,
Organ Sasaran, dan Penilaian
Resiko.Edisi ke-2. Jakarta: UI Press.
Mazlan C. 1993. Isolasi dan identifikasi
flavonoid dari tumbuhan Imperata
cylindrical Beauv.Var. major Hubb [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.
Murugesh KS, Yeligar VC, Maiti BC, Maiti
TK. 2005. Hepato protective and
antioxidant role of Berberis tinctoria
Lesch leaves on paracetamol induces hepatic damage in rats. IJPT 41: 64-69. Nishimoto K, Ito M, Natori S, Ohmoto T.
1968. The structures of arundoin, cylindrin, and fernenol: triterpenoids of fernane and arborane groups of Imperata cylindrica var. Tetrahedron. 24: 735-752. Organization of Economic Co-operation
and Development (OECD). 2001 The
OECD Guideline for Testing of
Chemical: Acute Oral Toxicity Up and Down Procedure.
Pambayun R, Gardjito M, Sudarmadji S, Kuswanto KR. 2007. Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir
Roxb). Majalah Farmasi Indonesia 3: 141-146
Panjaitan RG. 2008. Pengujian aktivitas
hepatoprotektor akar pasak bumi
(Eurycoma longifolia Jack.)
[Tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Park JH. 2004. Medicinal Plants of Korea. Seoul: Shinil Publishing Co. Patrick L. 1999. Hepatitis C: epidemiology
and review of complementary/alternative
medicine treatments. Alternative
Medicine Review. 4: 220-238.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi Edisi ke-4. Bandung: ITB Pr.
Santoso. 1990. Efek alelopati alang-alang (Imperata cylindrical L.) terhadap aktivitas bakteri nitritifikasi di lahan kering [Laporan Penelitian]. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.
Seniwaty, Raihanah, Nugraheni I K,
corymbosa L.Lamb). Sains dan Terapan Kimia 3 (2):124-133.
Singh D, Gupta RS. 2011. Hepatoprotective activity of methanol extract of Tocomella undulata against alcohol and paracetamol induced hepatotoxicity in rats. J. Life science and Medicine Research. 2011:LSMR-26.
Sripanidkulchai B, Wongpanich V,
Laupattarakasem P, Suwansaksri J, Jirakulsomchok D. 2001. Diuretic effects of selected Thai indigenous medicinal plants in rats.J. Ethnopharmacol.75(2-3): 185-190.
Stockham SL, Scott MA. 2002.
Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. Ed ke-1. Iowa: state Pr. Blackwell Publishing Co.
Sulistiyani, Zuhud Evrizal AM, Hasim. 2004.
Uji toksisitas dan mekanisme
hepatoproteksi ekstrak buah mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa
(Scheff.)Boeri.) [Laporan Penelitian]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Tiwari P, Kumar B, Kaur G, Kaur H, Kaur M.
2011. Phytochemical screening and extraction : A review. J. Int. Pharm. Sci.
Vol 1 : 98-106.
Topcu G, Ertas A, Kolak U, Ozturk M, Ulubelen A. 2007. Antioxidant activity tests on novel triterpenoids from Salvia macrochlons. Arkivoc 7: 195-208. Vaghasiya Y, Dave R, dan Chanda S. 2011.
Phytochemical analysis of some
medicinal plants from western region of india. Research Journal of Medicinal Plants 5 (5): 567-576.
[WHO] World Health Organization. 2011.
World hepatitis day [terhubung
berkala].http://www.who.int/csr/disease/h
epatitis/world_hepatitis_day/en/ [7
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Preparasi akar alang-alang
Ekstrak etanol akar alang-alang
Ekstraksi akar alang-alang
Uji fitokimia
Uji toksisitas akut
Adaptasi tikus galur
wistar
Pemberian dosis parasetamol dan
ekstrak akar alang-alang
Nekropsi
Uji hispatologi
Analisis data
Lampiran 2 Rancangan perlakuan hewan coba
30 tikus
Wistar
umur 2 bulan
dengan bobot 130-240 gram
Adaptasi 1 minggu
6 kelompok
VI Ekstrak Etanol Alang-alang 750 mg/kg BB + parasetamol 750
mg/Kg BB V
Ekstrak Etanol Alang-alang 500 mg/kg BB + parasetamol 750
mg/Kg BB IV
Ekstrak Etanol Alang-alang 250 mg/kg BB + parasetamol 750
mg/Kg BB III
Curliv-plus® 80 mg/Kg BB + parasetamol 750
mg/Kg BB II
Parasetamol 750 mg/Kg BB I
Akuades dan pakan standar
Pengambilan darah melalui ekor
Lampiran 3 Uji aktivitas ALT dan AST
1 ml darah
100 µl
supernatan
(serum)
Disentrifugasi
3000 rpm 15
menit
Pereaksi 1
Pereaksi 2
Dihomogenkan
Diukur aktivitas
menggunakan
photometer
Aktivitas ALT dan
AST (U/L)
Lampiran 4 Perhitungan dosis pemberian parasetamol, Curliv, dan ekstrak akar
alang-alang
Dosis pemberian parasetamol
Dosis yang digunakan : 750 mg/Kg BB
Konversi dosis untuk tikus (ex= 200 g)=
x750 mg/Kg BB = 150 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 150 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram)
Dosis pemberian Curliv
Dosis pengobatan
: 3 x 2 tablet
Bobot 1 tablet
: 0.8 gram
Asumsi bobot badan manusia : 60 Kg
Perhitungan dosis curliv® :
= 80 mg/Kg BB
Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) =
x 80 mg/Kg BB = 16 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 16 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram)
Dosis pemberian ekstrak akar alang-alang 250 mg/Kg BB
Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) :
x 250 mg/Kg BB = 50 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 50 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram)
Dosis pemberian ekstrak akar alang-alang 500 mg/Kg BB
Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) :
x 500 mg/Kg BB = 100 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 100 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram)
Dosis pemberian ekstrak akar alang-alang 750 mg/Kg BB
Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) :
x 750 mg/Kg BB = 150 mg/Kg BB
Lampiran 5 Pengamatan bobot badan tikus pada tahap adaptasi
Kelompok Nomor
Tikus
Bobot Tikus Hari Ke-
0 4 8 12 16 20 24 28
1
7 210 220 253 214 225 238 251 260
18 206 227 242 239 241 260 281 293
22 194 216 219 212 243 278 280 288
24 136 160 180 184 188 228 247 244
30 235 240 261 254 266 290 307 311
Rataan 196,2 212,6 231 220,6 232,6 258,8 273,2 279,2
SD 36,81 30,79 32,60 26,98 28,90 26,10 24,64 26,86
2
4 171 193 219 219 232 234 256 288
14 194 199 224 234 243 246 267 277
15 238 241 261 270 259 258 275 294
19 217 232 240 243 240 261 273 290
27 204 191 190 197 199 213 234 250
Rataan 204,8 211,2 226,8 232,6 234,6 242,4 261 279,8
SD 25,05 23,50 26,30 27,21 22,19 19,60 16,81 17,81
3
2 228 244 261 251 277 281 289 308
10 158 179 197 208 231 235 240 255
11 176 194 220 221 241 259 271 291
13 161 179 169 176 181 211 238 265
21 176 195 221 237 251 258 264 290
Rataan 179,8 198,2 213,6 218,6 236,2 248,8 260,4 281,8
SD 28,20 26,75 33,94 28,81 35,29 26,67 21,57 21,44
4
8 156 165 171 173 175 178 180 195
12 167 192 205 209 218 236 244 255
16 224 223 225 230 231 249 258 263
23 176 210 232 237 247 252 250 249
29 192 211 214 218 218 208 210 213
Rataan 183 200,2 209,4 213,4 217,8 224,6 228,4 235
SD 26,44 22,58 23,82 25,03 26,73 31,32 32,66 29,43
5
1 214 233 253 250 267 277 293 315
5 218 158 171 178 181 197 203 239
6 198 208 207 210 224 238 247 253
20 161 176 191 214 230 226 221 237
28 156 179 203 210 216 237 265 288
Rataan 189,4 190,8 205 212,4 223,6 235 245,8 266,4
SD 29,24 29,63 30,27 25,55 30,81 28,73 35,51 34,00
6
3 157 187 202 193 201 217 228 246
9 182 205 206 217 229 249 255 260
17 163 174 190 185 202 238 244 252
25 158 185 206 202 217 237 259 263
26 180 191 220 206 218 226 231 237
Rataan 168 188,4 204,8 200,6 213,4 233,4 243,4 251,6
Lampiran 6 Pengamatan bobot badan tikus pada tahap perlakuan
Kelompok No.
Tikus
Berat Badan (gram)
H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7 H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14
I
7 283 284 291 294 298 300 298 297 298 298 319 322 332 330
18 302 302 301 281 301 304 301 303 305 301 316 318 319 319
22 304 305 312 308 312 315 312 317 319 312 324 326 334 334
24 270 269 274 280 281 283 281 280 278 281 288 296 302 302
30 334 336 340 344 350 350 350 350 351 353 358 364 366 368
II
4 295 313 308 311 309 307 306 304 298 292 295 302 302 302
14 290 305 294 299 287 282 284 287 289 293 290 298 293 295
15 307 316 290 284 267 256 255 254 251 252 256 251 239 240
19 300 311 318 311 309 310 311 310 312 313 301 303 303 302
27 263 266 247 237 231 233 235 236 240 247 248 250 251 250
III
2 308 330 333 330 320 324 321 323 324 326 323 324 329 310
10 255 263 263 248 249 243 244 240 239 237 235 235 232 227
11 291 295 283 285 284 286 290 292 296 297 299 294 306 303
13 265 263 261 251 256 254 254 258 260 262 271 267 272 271
21 290 315 309 304 313 306 294 298 296 297 292 286 294 295
IV
8 200 209 212 207 207 207 204 204 201 200 203 202 206 202
12 271 278 272 256 259 259 256 255 257 259 261 264 267 262
16 272 254 256 252 247 247 249 240 236 239 238 231 238 238
23 269 289 291 283 288 282 285 288 293 297 296 296 301 296
29 215 215 207 214 210 213 210 213 212 209 212 211 211 209
V
1 315 324 304 308 303 300 304 303 305 306 306 309 316 326
5 239 249 245 249 244 239 240 249 246 245 243 244 250 236
Lampiran 6 lanjutan
Kelompok No.Tikus H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7 H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14
V 20 247 245 266 242 263 267 270 271 277 280 277 281 285 280
28 288 283 277 278 278 276 277 274 276 280 283 282 281 285
VI
3 256 258 259 256 262 254 253 257 261 262 265 264 264 257
9 280 293 291 295 299 294 298 299 300 301 302 311 306 312
17 263 261 252 262 260 262 262 266 268 266 267 272 280 276
25 270 267 256 257 265 258 254 255 257 259 259 265 266 270
26 244 259 254 259 259 256 253 257 257 258 256 251 245 238
Lampiran 7 Hasil pengukuran enzim ALT dan AST
Kelompok Nomor
Tikus
AST/SGOT (U/L)
ALT/SGPT (U/L)
I
30 124 44
24 323 84
18 299 88
22 225 73
7 135 54
II
14 609 510
19 679 568
15 682 596
27 601 429
4 729 675
III
10 262 289
21 671 548
13 725 791
2 475 302
11 749 526
IV
8 291 134
12 485 453
29 489 449
23 689 827
16 1021 929
V
28 813 877
6 194 115
1 142 176
20 937 881
5 553 538
VI
26 417 140
17 274 93
9 598 212
3 650 323
25 609 343
Keterangan:
ALT
: Alanin aminotransferase
AST
: Aspartat aminotransferase
SGOT
: Serum glutamat oksaloasetat transferase
Lampiran 8 Pengolahan data statistik uji ALT
Pengelompokan
Level
Nilai
Perlakuan
6
A B C D E F
Hasil Analisis Ragam
Uji Lanjut Duncan
Pengelompokan
Duncan
Rata-rata
N
Perlakuan
A
558.4
5
D
A
555.6
5
B
B A
517.4
5
E
B A
491.2
5
C
B C
222.2
5
F
C
68.6
5
A
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang sama.
Sumber
DF
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Nilai F
Pr > F
Model
5
1064054.967 212810.993
4.23
0.0067
Galat
24
1208010.400 50333.767
Total
Terkoreksi
Lampiran 9 Pengolahan data statistik uji AST
Pengelompokan
Level
Nilai
Perlakuan
6
A B C D E F
Hasil Analisis Ragam
Uji Lanjut Duncan
Pengelompokan
Duncan
Rata-rata
N
Perlakuan
A
660.0
5
B
A
595.0
5
D
A
576.4
5
C
A
509.6
5
F
A
527.8
5
E
B
221.2
5
A
Sumber
DF
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Nilai F
Pr > F
Model
5
3.95960523 0.79192105
3.41
0.0181
Galat
2