I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata
pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang
bekerja di sektor pertanian sebesar 41.49 juta jiwa yang merupakan urutan pertama
dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2006-2010
No. Lapangan Pekerjaan Jumlah Tenaga Kerja (Juta Jiwa) 2006 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 40.14 41.21 41.33 41.61 41.49 2. Pertambangan 0.92 0.99 1.07 1.16 1.25 3. Industri Pengolahan 11.89 12.37 12.55 12.84 13.82 4. Listri, Gas, dan Air 0.23 0.17 0.20 0.22 0.23 5. Bangunan 4.70 5.25 5.44 5.49 5.59 6. Perdagangan dan Hotel 19.22 20.55 21.22 21.95 22.49 7. Angkutan dan Komunikasi 5.66 5.96 6.18 6.12 5.62 8. Keuangan, dan Persewaan 1.35 1.40 1.46 1.49 1.74 9. Jasa-Jasa 11.36 12.02 13.10 14.00 15.96 Total 95.46 99.93 102.55 104.87 108.21
Sumber : BPS, 2010
Oleh karena itu, sektor pertanian bagi Indonesia memiliki peranan yang cukup penting
dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian bermanfaat dalam proses
pembangunan Indonesia antara lain mencakup (1) penyediaan kebutuhan pangan
untuk penduduk yang semakin bertambah (2) penyediaan kesempatan kerja dan
menghasilkan pendapatan bagi penduduk (3) penyediaan bahan mentah untuk
agroindustri (4) menghasilkan devisa untuk negara, dan (5) menciptakan kelestarian
lingkungan hidup (Amang, 1999). Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari
kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang cukup besar
2
Tabel 2. Kontribusi Setiap Sektor terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2006-2010 (%)
No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 13.00 13.70 14.46 15.29 15.90
2 Pertambangan 11.00 11.20 10.92 10.54 11.10
3 Industri Pengolahan 27.50 27.10 27.89 26.38 25.20 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.90 0.90 0.82 0.83 0.80
5 Konstruksi 7.50 7.70 8.48 9.89 10.10
6 Perdagangan, dan Restoran 15.00 14.90 13.97 13.37 13.80 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.90 6.70 6.31 6.28 6.20
8 Keuangan dan Real Estat 8.10 7.70 7.43 7.20 7.10
9 Jasa-jasa 10.10 10.10 9.73 10.22 9.80
Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS, 2010
Produksi komoditas pertanian di Indonesia belum mencukupi kebutuhan
permintaan dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan perdagangan yang terkait
dengan komoditas pertanian untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Negara yang
produksi pertaniannya surplus dapat mengekspor produk pertaniannya ke negara yang
membutuhkan, sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak. Perkembangan
perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau hukum
yang tertulis dan berlaku universal, maka dibentuk Asean FreeTrade Area (AFTA) untuk perdagangan bebas di antara negara-negara Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN). Hubungan ekonomi antara negara-negara ASEAN yang digariskan oleh Masyarakat Ekonomi ASEAN dan merupakan hasil dari Visi ASEAN 2020 yang
berisi berbagai langkah yang telah diambil oleh ASEAN untuk tujuan integrasi
ekonomi.
Tujuan dasar ekonomi negara-negara ASEAN adalah untuk menciptakan
stabilitas dan kemakmuran ekonomi secara keseluruhan. Negara-negara ASEAN juga
ingin menciptakan zona ekonomi dimana penyediaan barang, investasi, dan jasa tanpa
hambatan. Negara-negara ASEAN ingin memastikan bahwa tingkat kesenjangan
3 mendapatkan keragaman regional negara-negara anggotanya, dapat saling melengkapi
satu sama lain dan menciptakan peluang bisnis. Salah satu kebijakan dari ASEAN
yaitu melalui AFTA dapat menempatkan ASEAN sebagai salah satu nama besar
dalam rantai pasokan dunia1.
Partisipasi Indonesia dalam perdagangan bebas AFTA disadari sebagai upaya
untuk memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tersebut. Hal ini
disebabkan karena produk Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan
mekanisme melakukan ekspor-impor komoditas menjadi lebih mudah dan
menguntungkan akibat adanya penurunan tarif ekspor. Namun, muncul berbagai
kekhawatiran akan kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas.
Kekhawatiran tersebut berupa masuknya barang-barang impor yang lebih murah
dengan kualitas yang sama yang menjadi ancaman bagi produk lokal. Hal ini dapat
ditunjukan pada kasus beras impor dari Thailand dan Vietnam yang harganya lebih
murah dan berkualitas tinggi, kondisi tersebut menjadi ancaman bagi petani padi di
domestik.
Beras merupakan komoditas pertanian yang diperdagangkan di dalam
perdagangan bebas AFTA. Beras memiliki peran yang strategis dan politis karena
komoditas ini menjadi makanan pokok bagi 90 persen rakyat Indonesia sehingga
perlu mendapat perhatian khusus. (Firdaus et al. 2008). Peran pemerintah dalam pemantapan ketahanan pangan telah diatur di dalam Undang-Undang No.7 Tahun
1966 tentang pangan. Sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan terutama beras
di Indonesia, maka diperlukan peran pemerintah dalam meningkatkan
produktivitas padi. Adapun perkembangan laju pertumbuhan luas areal panen,
1 http://www.depdag.go.id/files/publikasi/djkipi/afta.htm diakses pada tanggal 23
4 produktivitas, dan produksi padi di Indonesia pada periode 1984-1997 (Orde
Baru) dan 1998-2010 (Orde Reformasi) ditunjukan pada Tabel 3. Laju
pertumbuhan produksi padi pada orde baru 2.86 persen pada periode tahun
1984-1990, tetapi pada periode tahun 1991-1997 laju pertumbuhan produksi padi
menjadi 1.93 persen disebabkan laju pertumbuhan produktivitas padi yang lebih
rendah pada periode 1991-1997. Orde reformasi laju pertumbuhan produksi padi
1.60 persen per tahun dalam periode 1998-2004 dan menjadi sebesar 4.29 persen
per tahun dalam periode 2005-2010, hal ini disebabkan laju pertumbuhan luas
panen dan produktivitas meningkat.
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1984-1990, 1991-1997, 1998-2004, dan 2005-2010.
No. Uraian 1984-1990
(%) 1991-1997 (%) 1998-2004 (%) 2005-2010 (%) 1. 2. 3.
Luas Areal Panen Produktivitas Produksi 0.80 1.60 2.86 1.42 0.32 1.93 0.29 1.31 1.60 2.28 1.86 4.29
Sumber : Kementrian Pertanian (diolah), 2010
Perdagangan bebas AFTA yang sudah diterapkan saat ini mempengaruhi
penjualan beras domestik karena harus bersaing dengan beras impor dari
negara-negara ASEAN seperti beras dari Thailand dan Vietnam. Harga beras dunia saat
ini sekitar Rp 6,500/kg-Rp 7,500/kg seperti beras Vietnam seharga Rp 6,400/kg
dan Thailand Rp 6,500/kg-Rp 7,500/kg, sedangkan di Indonesia harganya
mencapai Rp 7,000/kg-Rp 8,500/kg. Di tingkat mikro, produsen padi domestik
merasakan dampak langsung dengan adanya penurunan tarif impor beras sebagai
salah satu implikasi perdagangan bebas AFTA. Beras lokal yang umumnya masih
belum berdaya saing tinggi harus menghadapi beras impor yang lebih murah,
5 domestik, hal ini sangat merugikan karena mereka harus menjual beras dengan
harga yang lebih rendah dari beras impor. Hal itu terjadi karena petani domestik
harus menjual dengan harga yang setara dengan harga beras impor agar laku
terjual, akibatnya dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas padi domestik.
1.2. Perumusan Masalah
Manfaat adanya AFTA adalah untuk memudahkan perdagangan bebas antar
negara ASEAN sehingga setiap negara anggota ASEAN akan memperoleh
keuntungan pasar yang semakin luas. Perdagangan bebas AFTA juga dapat menjadi
ancaman bagi Indonesia jika tidak mampu mengontrol produk impor yang masuk.
Selain itu dengan adanya AFTA produsen domestik juga akan menghadapi
kompetitor-kompetitor besar dari negara-negara ASEAN.
Dalam perdagangan bebas AFTA terdapat skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) adalah pengurangan tarif regional dan menghapus hambatan non-tarif selama 15 tahap yang dimulai pada 1 Januari 1993. Produk CEPT
meliputi seluruh produk industri yang termasuk di dalamnya produk olahan hasil
pertanian dan produk lainnya. Berdasarkan CEPT Produk List komoditas beras
termasuk ke dalam high sensitive list, jadi komoditas tersebut termasuk dalam skema penurunan tarif dan hambatan non-tarif dalam jangka waktu yang lebih lama daripada
CEPT Produk List yang lain. Adanya skema CEPT-AFTA membuat produk-produk
pertanian dari negara-negara ASEAN memiliki pangsa pasar yang semakin luas, tetapi
produk lokal harus bersaing dengan produk impor. Permasalahan yang dikhawatirkan
terjadi dengan adanya AFTA, jika pada akhirnya tarif impor beras menuju nol yang
akan menyebabkan harga beras impor lebih murah daripada harga beras domestik dan
6 Pada penelitian ini akan dianalisis apakah dengan adanya AFTA tingkat
kesejahteraan petani padi di indonesia akan menurun atau meningkat. Hal tersebut
karena produk pertanian (beras) Indonesia akan bersaing dengan produk impor
negara-negara ASEAN.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah :
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di
Indonesia?
2. Bagaimana dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka secara
spesifik tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras
di Indonesia.
2. Mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan
baik bagi penulis sendiri maupun bagi kepentingan orang lain.
2. Dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengkaji dampak AFTA terhadap sektor
7 3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan pada
instansi yang terkait seperti Badan Urusan Logistik (BULOG).
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran beras di Indonesia kemudian mengestimasi perubahan
kesejahteraan petani padi di Indonesia akibat adanya AFTA. Data yang digunakan
dalam penelitian ini dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009. Karena keterbatasan
data, maka untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini dibangun suatu model yang
merefleksikan fenomena ekonomi dengan keterbatasan yaitu :
1. Permintaan beras domestik tidak dilakukan pemisahan berdasarkan jenis beras.
Demikian juga penawaran dan permintaan beras domestik tidak didisagregasi
berdasarkan wilayah tetapi secara agregasi nasional.
2. Jenis dan harga beras impor yang digunakan adalah beras Thailand patahan 25
persen yang merupakan jenis beras yang paling banyak diimpor indonesia. Harga
beras Thailand patahan 5 persen menjadi acuan dalam perdagangan internasional
beras.
3. Beras domestik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beras eceran kualitas
medium varietas beras IR 64 II. Pemilihan varietas tersebut berdasarkan
pertimbangan bahwa varietas tersebut menghasilkan jenis beras yang paling
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia
Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi
berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi, konsumsi, stok beras,
jumlah penduduk, dan impor beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan
sebagai berikut.
2.1.1. Produksi
Menurut Putong (2003), produksi adalah menambah nilai guna suatu barang,
proses produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk
melakukan proses produksi. Dalam pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Produksi padi nasional
ditentukan oleh luas areal panen dan tingkat produktivitasnya. Adapun perkembangan
luas areal panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2006-2010
Tahun Luas Areal Produktivitas Produksi Laju Pertumbuhan
Panen (Ha) (Ton/Ha) (Ton) Produksi (%)
2006 11,786,430 4.62 54,454,937 0.56 2007 12,147,637 4.71 57,157,435 4.96 2008 12,327,425 4.89 60,325,925 5.54 2009 12,883,576 5.00 64,398,890 6.75 2010 13,244,184 5.01 66,411,469 3.13
Rata-Rata Laju Pertumbuhan Produksi (%) 4.19
Sumber : Kementrian Pertanian (diolah) 2010
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas areal panen padi dan produksi
padi dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat. Tingkat
9 padi dan produksi padi yang cenderung meningkat dari tahun 2006 sampai dengan
2010, mengakibatkan produktivitas padi meningkat.
2.1.2. Konsumsi
Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi 90 persen penduduk
Indonesia (Firdaus et al., 2008), hal ini menyebabkan beras menjadi bahan makanan yang superior daripada bahan makanan lainnya. Hal itu dapat terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Konsumsi Beberapa Macam Bahan Makanan di Indonesia Tahun 2007-2010
(Kg/Kap/Tahun)
Jenis Makanan 2007 2008 2009 2010
Beras 90.73 93.70 91.51 90.36
Jagung 3.13 2.29 1.83 1.56
Ketela Pohon 6.99 7.67 5.53 5.06
Ketela Rambat 2.40 2.66 2.24 2.29
Ikan dan Udang 13.56 13.71 12.98 14.13
Daging Sapi 0.42 0.37 0.31 0.37
Daging Ayam 4.12 3.81 3.60 4.17
Telur Ayam 6.36 6.00 6.05 10.43
Tahu 8.50 7.14 7.04 6.99
Tempe 7.93 7.25 7.04 6.94
Kacang Kedelai 0.10 0.05 0.05 0.05
Sumber : BPS, 2010
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui konsumsi bahan makanan di Indonesia yang
paling banyak adalah beras daripada bahan makanan yang lain. Data tahun 2007-2010,
menunjukan bahwa pada tahun 2007 konsumsi beras perkapita di Indonesia sebesar
90.73 kg, kemudian pada tahun 2008 konsumsi beras meningkat menjadi 93.70 kg.
Tingginya konsumsi beras daripada bahan makanan lain dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya rasa beras yang lebih enak, mudah diolah, kandungan gizi beras,
rendahnya pengembangan teknologi pengolahan, sosialisasi pangan non beras masih
10
2.1.3. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras
Pengelolaan stok, pengadaan, dan penyaluran beras yang dilakukan oleh
lembaga pemerintah melalui lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG), bertujuan
menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan. Kemampuan pengadaan beras
yang dilakukan BULOG ditentukan oleh dua variabel penting yaitu selisih harga dasar
dan market clearing. Semakin tinggi selisih harga dasar dengan market clearing maka akan memberikan insentif bagi petani untuk menjual gabah atau berasnya ke
pemerintah (BULOG).
Tugas BULOG berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI (Permendag)
No.22/M-DAG/PER/10/2005 tentang penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP)
untuk pengendalian gejolak harga. (1) CBP adalah sejumlah tertentu beras milik
pemerintah pusat yang pengadaannya didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sebagai cadangan stok beras nasional dan dikelola oleh BULOG
dengan arah penggunaan untuk penanggulangan keadaan darurat, kerawanan pangan
pasca bencana, pengendalian gejolak harga beras, dan untuk memenuhi kesepakatan
Cadangan Beras Darurat. (2) gejolak harga beras adalah kenaikan harga beras
ditingkat konsumen mencapai lebih dari 25 persen dari harga normal dan berlangsung
selama seminggu. (3) harga normal adalah harga rata-rata beras kualitas medium di
tingkat konsumen yang telah berlangsung selama tiga bulan sebelum terjadinya
gejolak harga beras. (4) beras kualitas medium adalah dengan kualitas yang setara
dengan CBP.
Pengadaan beras nasional yang dibeli pemerintah dari petani disimpan dan
disalurkan pada gudang-gudang BULOG. Apabila pengadaan dalam negeri tidak
11 (impor). Saat musim paceklik, BULOG melaksanakan operasi pasar murni (penjualan
beras ke pasar) untuk mengurangi laju kenaikan harga sehingga tidak melampaui batas
tertinggi dan mengatasi fluktuasi antar musim. Hal ini bertujuan untuk menjamin
pasokan pangan yang cukup pada tingkat harga yang wajar sebagai unsur penting
dalam pengamanan pangan nasional. Pengadaan pangan dalam negeri diharapkan
dapat meningkatkan produksi beras melalui jaminan harga yang memadai bagi petani
(Amang, 1999).
Tabel 6. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras di Indonesia Tahun 2005-2009
(Ton)
Tahun Stok Beras Pengadaan Beras Penyaluran Beras
2005 1,470,502 1,529,718 2,233,216
2006 1,093,370 1,434,127 1,842,680
2007 1,274,048 1,765,987 2,934,449
2008 1,443,936 2,931,776 3,757,111
2009 1,912,413 3,611,695 3,613,321
Rata-Rata Laju Pertumbuhan (%) 9.32 26.52 16.49 Sumber : BULOG, 2010
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan stok beras 9.32 persen,
pengadaan beras 26.52 persen dan penyaluran beras 16.49 persen.
2.1.4. Jumlah Penduduk
Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai
penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditas ekspor, sedangkan
penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi
domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu
komoditas (Salvatore, 1997).
Adapun perkembangan jumlah penduduk di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 7. Jumlah penduduk Indonesia yang cenderung meningkat dengan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1.54 persen. Jumlah penduduk yang
12
Tabel 7. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005 - 2010
Tahun Penduduk Laju Pertumbuhan
(juta jiwa) Penduduk (%)
2005 219.85 1.40
2006 222.74 1.32
2007 225.64 1.30
2008 228.52 1.28
2009 231.37 1.25
2010 237.64 2.71
Rata - Rata Laju Pertumbuhan Penduduk 1.54
Sumber : BPS (diolah) 2010
2.1.5. Impor Beras
Impor beras dilakukan di setiap negara untuk memenuhi permintaan beras di
dalam negeri. Produksi beras domestik yang belum dapat mencukupi kebutuhannya,
menyebabkan pemerintah perlu mengimpor beras. Adapun perkembangan impor beras
di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun 2006-2010
Tahun Volume (Ton) Nilai 000 (US$)
2006 439,782 133,905
2007 482,103 157,772
2008 289,274 123,783
2009 250,276 107,955
2010 687,582 360,790
Sumber : Kementrian Pertanian, 2010
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah Impor beras nasional terkecil
terdapat pada tahun 2009 sebesar 250,276 ton, sedangkan jumlah impor beras nasional
terbesar pada tahun 2010 sebesar 687,582 ton. Jumlah impor beras dari tahun 2007
sampai 2009 cenderung menurun tetapi pada tahun 2010 jumlah impor beras
13
2.2. Peran Beras
Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Menurut
Suryana dan Mardianto (2001) beras mempunyai peran yang strategis dalam
memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan stabilitas politik nasional.
Masyarakat masih tetap menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil,
tersedia sepanjang waktu terdistribusi secara merata dan dengan harga terjangkau.
Kondisi ini menunjukan bahwa beras masih menjadi komoditas strategis secara politis.
Menurtut Suryana dan Mardianto (2001) Beras memiliki karakteristik menarik
antara lain: (1) 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia (2) pasar
beras dunia sangat rendah, yaitu hanya empat sampai dengan lima persen dari total
produksi, berbeda dengan komoditas tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung
dan kedelai yang masing-masing mencapai 20 persen, 15 persen, dan 30 persen dari
total produksi : (3) harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk lainnya (4)
80 persen perdagangan beras dikuasai oleh enam negara, yaitu Thailand, Amerika
Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina, dan Myanmar (5) struktur pasar oligopolistik (6)
Indonesia merupakan negara net importir sejak tahun 1998 dan (7) sebagian besar
negara di Asia umumnya beras diperlakukan sebagai wage goods dan political goods. 2.3. Kebijakan Beras Nasional
Menurut Firdaus et al. (2008) kebijakan adalah suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan yang berguna untuk mempengaruhi
suatu keadaan. Kebijakan berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan
dalam mempengaruhi perubahan secara sektoral pada masyarakat, begitu pula
14 No.2/2005 kebijakan perberasan di Indonesia terbagi menjadi kebijakan produksi,
kebijakan harga, kebijakan distribusi, dan kebijakan impor.
2.3.1. Kebijakan Produksi
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa program kebijakan produksi padi
nasional diawali dengan dikeluarkannya program padi sentra tahun 1959.
Tabel 9. Perkembangan Kebijakan Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Tahun 1959-2007
Program Tahun Hard Soft
Technology Technology
Padi Sentra 1959 Varietas Si, Gadis, Jelita Komando operasi
Dara gerakan makmur
BIMAS 1965 Varietas Si, Gadis, Jelita Perbaikan kelembagaan
Dara dan kredit
Inmas 1968 Varietas PB5 Perbaikan kelembagaan
dan PB 8(IRRI) BIMAS
1969 Penggunaan varietas PB5 Penguatan kelembagaan
Gotong Royong dan PB 8 modal swasta
Insus 1979 Panca Usahatani Pembentukan
kelompok tani
Supra Insus 1987 Sapta Usahatani
Penguatan kelompok tani
SUTPA 1995 Varietas Cibodas Diversfikasi Pertanian
dan Membramo
INBIS 1997 Varietas Cibodas Pendampingan Pertanian
dan Membramo
Gama Palagung 1998 Sapta Usahatani Kredit Usaha Tani Corparate
2000 Varietas Cibodas Konsolidasi petani
Farming dan Membramo sehamparan dan dana
PTT 2001 Perpaduan Sumberdaya Kelompok agrbisnis dan
penguatan modal
P2BN 2007
Bantuan benih, perbaikan Pengendalian OPT, irigasi dan pupuk
bersubsidi Manajamen pascapanen
Sumber : Firdaus etal. (2008)
Program ini dilakukan dengan dua paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan
15 kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi padi. Kemudian pemerintahan
orde baru mengeluarkan berbagai paket teknologi seperti Bimbingam Massal
(BIMAS) tahun 1965, Intensifikasi Khusus (Insus) tahun 1979, dan Supra insus
pada tahun 1987. Indonesia dapat mencapai swasembada beras pada tahun 1984
melalui teknologi pasca usahatani. Kebijakan produksi UU No.7 Tahun. 1996
tentang pangan untuk mendorong peningkatan produksi beras nasional. Kebijakan
tersebut memiliki dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi
dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman. Ekstensifikasi
kebijakan produksi pangan melalui Inpres No.9 Tahun 2002 tentang dukungan
dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Kebijakan produksi
yang berlaku saat ini dikenal dengan sebutan Program Peningkatan Beras
Nasional (P2BN) yang dimulai sejak awal tahun 2007.
2.3.2. Kebijakan Harga
Kebijakan pengendalian harga dilakukan dengan tujuan untuk melindungi
petani dan konsumen beras melalui mekanisme stabilisasi harga. Guna melindungi
petani, sejak tahun 1970 pemerintah mengeluarkan harga dasar (floorprice) gabah dan beras. Tujuannya untuk memberikan jaminan kepada petani bahwa hasil
produksinya akan dibeli sesuai harga yang ditetapkan pemerintah agar dapat
merangsang peningkatkan produksi. Guna melindungi konsumen, pemerintah
menerapkan harga konsumen (ceilling price), yaitu harga tertinggi yang boleh diterapkan pedagang kepada konsumen. Ceilling price digunakan untuk menjamin harga pasar masih dalam jangkauan daya beli konsumen sehingga seluruh lapisan
16 Melalui Inpres No.9 Tahun 2002, pemerintah merubah Harga Dasar Gabah
(HDG) menjadi Harga Dasar Gabah Pembelian Pemerintah (HDGP) atau lebih
dikenal dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kebijakan HPP hanya
menjamin harga gabah pada tingkat tertentu di lokasi yang telah ditetapkan, tetapi
tidak menjamin harga dasar gabah minimum di tingkat petani. HPP juga berlaku
di gudang BULOG, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG.
Bentuk kebijakan harga yang lain pada beras yang masih berlaku hingga
saat ini adalah Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK).
OPM digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi akibat adanya excess demand
di pasar. OPM dilakukan dengan cara pemotongan harga sekitar 10 sampai 15
persen di bawah harga pasar. OPK adalah penyaluran bantuan pangan pada
masyarakat miskin yang rawan pangan. Sejak tahun 2002, OPK diubah namanya
menjadi Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin). Program Raskin juga masih terus
dilakukan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang volumenya semakin
meningkat dari tahun ke tahun karena adanya kecenderungan kenaikan harga
beras di tingkat konsumen.
2.3.3. Kebijakan Distribusi
Tujuan kebijakan distribusi adalah untuk menjamin ketersediaan pangan
sepanjang tahun secara merata dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sejak
tahun 1967 pemerintah menunujuk BULOG untuk mengatur penyediaan beras
dalam negeri dan menstabilkan harga. Proses distribusi beras di Indonesia
dilakukan dengan dua cara yaitu melalui BULOG dan mekanisme pasar. BULOG
hanya menguasai sekitar 10 persen dari pangsa pasar nasional, sedangkan sisanya
17 gudang-gudang (divre dan subdivre) di seluruh provinsi Indonesia, untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan.
2.3.4. Kebijakan Impor
Kebijakan impor bertujuan untuk menekan jumlah dan mengurangi tingkat
ketergantungan impor beras Indonesia. Kebijakan impor diimplementasikan
melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan kuota tarif. Tahun 2000,
pemerintah mengeluarkan kebijakan protektif dengan menetapkan tarif impor
spesifik sebesar Rp 430 per kg (setara dengan ad valorem 30 persen). Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp
450 per kg yang berlaku pada awal tahun 2005.
Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan ketentuan impor beras dalam SK
Menperindag No.9/MPP/Kep/1/2004. SK ini menyangkut beberapa ketentuan
penting adalah (1) bahwa impor beras hanya dapat dilakukan oleh importir yang
telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Beras (IP) dan importir
yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Terdaftar Beras (IT Beras) (2)
pelarangan impor selama 1 bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua
bulan setelah panen raya (sekitar bulan Januari-Juni) (3) pelaksanaan importisasi
beras oleh IT beras hanya dapat dibongkar di pelabuhan yang tujuan sesuai
dengan persetujuan impor yang diberikan oleh direktorat Jenderal Perdagangan
Luar Negeri dan (4) beras yang diimpor oleh IP beras hanya boleh digunakan
sebagai bahan baku untuk proses industri yang dimilikinya dan dilarang
18
2.4. Perdagangan Internasional
Indonesia termasuk negara berkembang yang berani dalam mengarahkan
kebijakan perdagangan sesuai dengan tuntutan mekanisme pasar. Indonesia terikat
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang telah disepakati
dalam perundingan General Agreement on Tariffs and trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). Ketentuan-ketentuan tersebut memberikan pengaruh terhadap sistem dan pranata hukum nasional di sektor perdagangan.
Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi
terhadap Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement on Establishing WTO. Indonesia wajib mematuhi semua perjanjian yang ada di dalamnya termasuk perjanjian pertanian (Agreement on Agriculture/AOA). Perjanjian ini bertujuan untuk melancarkan liberalisasi perdagangan dunia termasuk produk
pertanian. Perjanjian ini terdapat tiga pilar utama yaitu: (1) akses pasar (Market Access) (2) subsidi domestik (Domestic Support) (3) subsidi export (export Subsidies).
Keikutsertaannya membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal.
Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO. Keikutsertaan
Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional baik pada global (GATT-WTO)
maupun regional (Asean Free Trade Area, Asia Pacific Economic Cooperation, dan
19
2.5. ASEAN Free Trade Area (AFTA)
Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi
perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan
dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk nol sampai dengan lima persen) maupun
hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN.
AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Awalnya ada
enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun
1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997 kemudian Kamboja pada tahun
1999.
Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara
ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk
menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam
kesepakatan, AFTA direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2008 namun dalam
perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003.
Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff”(CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya
40 persen kandungan lokal akan dikenai tarif hanya nol sampai dengan lima
persen. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga
kategori :
1. Pengecualian sementara
20 3. Pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN, 2004)
Pada kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada
akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni nol sampai
dengan lima persen. Adapun untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai
2010. Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara
ASEAN diharapkan mencapai titik nol persen.
AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada
Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama di
bawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi empat program, yaitu :
1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara
negara ASEAN hingga mencapai nol sampai dengan lima persen.
2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non-tarif (non-tariff barriers).
3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan
terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas.
4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen.
2.5.1. Common Effective Preferential Tarif (CEPT)
Common Effective Preferential Tarif (CEPT) dalam kerangka kesepakatan AFTA adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan
non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Maka dalam
melakukan pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu ditekan
sehingga akan menguntungkan. Ada empat klasifikasi produk yang termasuk
21 1. Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Jadwal penurunan tarif
b. Tidak ada pembatasan kuantitatif
c. Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu lima tahun.
2. General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan
keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia,
binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis.
Ketentuan mengenai General Exceptions dalam perjanjian CEPT konsisten dengan Artikel dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT).
3. Temporary Exclusions List (TEL). yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk
TEL barang manufaktur harus dimasukkan ke dalam IL paling lambat 1 Januari
2002. Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari
negara anggaota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya sama
sekali dengan produk-produk yang tercakup dalam ketentuan General Exceptions. 4. Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan
(Unprocessed Agricultural Products = UAP).
a. Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku pertanian dan
22 b. Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk
asalnya.
Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka waktu untuk
masing-masing negara sebagai berikut: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan Thailand tahun 2003; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun
2015; Kamboja tahun 2017. Negara anggota juga menyetujui untuk membagi produk
kategori sensitif menjadi (1) sensitif, dan (2) sangat sensitif. Indonesia memasukkan
beras dan gula pasir sebagai produk yang sangat sensitif (highly sensitive). CEPT-AFTA untuk komoditas beras secara ringkas diuraikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Common Effective Preferential Tarif for Asean Free Trade Area (CEPT- AFTA) untuk Komoditas Beras
CC AHTN 2007 DESCRIPTION
OF GOODS Status
MFN Tariff
Indicative CEPT Rates
2008 2009 2010
10.06 Rice.
ID 1006.10.00.00 Rice in the husk
(paddy or rough) HSL
Rp
450/kg 30 30 30
1006.20 Husked (brown) rice :
ID 1006.20.10.00 Thai Hom Mali
rice HSL
Rp
450/kg 30 30 30
ID 1006.20.90.00 Other HSL Rp
450/kg 30 30 30
1006.30 Fragrant rice ID 1006.30.15.00 Thai Hom Mali
rice HSL
Rp
450/kg 30 30 30
ID 1006.30.19.00 Other HSL Rp
450/kg 30 30 30
ID 1006.30.20.00 Parboiled rice HSL Rp
450/kg 30 30 30
ID 1006.30.30.00 Glutinous rice
(pulot) HSL
Rp
450/kg 30 30 30
ID 1006.30.90.00 Other HSL Rp
450/kg 30 30 30
ID 1006.40.00.00 Broken Rice HSL Rp
450/kg 30 30 30
23
2.6. Penelitian Terdahulu
Menurut Widya (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran beras di Indonesia, yaitu (1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi
oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan bertas sebelumnya;
(2) penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras,
dan stok beras tahun sebelumnya; (3) harga riil gabah tingkat petani secara nyata
dipengaruhi oleh harga riil pemebelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah
tingkat petani tahun sebelumnya, dan (4) harga riil beras Indonesia secara nyata
dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah. Beberapa alternatif kebijakan
pemerintah dalam penelitian, pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan
subsidi pupuk, meningkatkan harga pembelian terhadap harga gabah dan beras,
mendorong peningkatkan produksi beras melalui program intensifikasi.
Andriana (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah
penawaran impor beras dunia terhadap Indonesia semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya produksi beras dunia. Peningkatan tersebut dikarenakan dukungan
pemerintah negara eksportir pada petani melalui pemberian insentif untuk
meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Selain itu harga beras impor relatif lebih
murah dibanding dengan harga beras domestik. Jumlah impor beras Indonesia
cenderung menurun karena adanya peningkatan produksi dalam negeri dan
menurunnya konsumsi beras per kapita.
Beberapa kebijakan pemerintah sudah dilakukan untuk melindungi petani
maupun konsumen beras. Namun, kebijakan pemerintah untuk melindungi petani
maupun konsumen belum berjalan dengan efektif, karena Harga Pembelian
24 Situmorang (2005) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia menunjukan jumlah penggunaan
urea dan lag produktivitas berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Jumlah impor
beras Indonesia dipengaruhi oleh harga impor beras, produksi beras, jumlah penduduk,
nilai tukar rupiah terhadap dollar dan lag impor beras Indonesia. Variabel harga beras
yang berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras Indonesia. Harga impor beras
Indonesia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tarif impor, dan lag harga impor. Semua
variabel berpengaruh nyata terhadap harga beras impor Indonesia kecuali variabel tarif
impor.
Sitepu (2002) melakukan penelitian tentang dampak kebijakan ekonomi dan
liberalisasi perdagangan terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia
menunjukan bahwa respon produksi terhadap harga inelastis, baik jangka panjang
maupun jangka pendek. Hal ini menunjukan bahwa harga bukanlah faktor utama
dalam peningkatan produksi, karena luas areal panen dan produktivitas padi sudah
mendekati batas maksimum. Permintaan beras untuk konsumsi dipengaruhi nyata oleh
perubahan harga beras eceran dan harga jagung, namun respon inelastis artinya
perubahan harga beras dan harga jagung hanya berdampak kecil pada permintaan
beras. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan beras adalah besarnya jumlah
penduduk Indonesia, responnya inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam
jangka panjang.
2.4. Kebaruan Penelitian
Penelitian ini memiliki kesamaan dan juga kebaruan dibandingkan
penelitian Widya (2011), Adriana (2007), Situmorang (2005), dan Sitepu (2002).
25 metode analisis datanya dengan menggunakan persamaan simultan, lokasi
penelitian di Indonesia, dan sama-sama mengunakan software analisis data aplikasi SAS, sedangkan perbedaannya terletak pada jumlah persamaan
simultannya dimana dalam penelitian ini persamaan dan variabel yang digunakan
lebih banyak. Selain itu perbedaan terletak pada tahun penelitian, jumlah
persamaan model, dan simulasi. Tahun penelitian ini periode 1980 sampai 2009,
sedangkan tahun penelitian Widya (2011) periode 1971 sampai 2008. Model yang
digunakan dalam penelitian ini lebih banyak yaitu 11 persamaan, sedangkan
Widya (2011) memiliki 10 persamaan. Simulasi model yang digunakan dalam
penelitian ini tentang dampak AFTA, sedangkan penelitian Widya (2011) simulasi
model tentang kebijakan pemerintah.
Penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan penelitian Adriana (2007)
yaitu sama-sama membahas permintaan dan penawaran beras Indonesia dan
lokasi penelitian di Indonesia. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian
Adriana (2007) adalah dalam hal metode analisis. Penelitian Adriana (2007)
hanya menggunakan metode analisis data secara kualitatif, sedangkan dalam
penilitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif dan kuantitatif.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Situmorang (2005) dalam
komoditas beras dan lokasi penelitian di Indonesia, sedangkan perbedaannya
ditunjukkan oleh tahun penelitian dan software yang digunakan untuk mengolah datanya. Tahun penelitian ini periode 1980-2009, sedangkan tahun penelitian
Situmorang (2005) periode 1980-2003. Selain itu perbedaannya terletak pada
26 Penelitian ini memiliki persamaan dengan Sitepu (2002) dalam
penggunaan metode analisis datanya dengan menggunakan persamaan simultan,
sama-sama membahas perdagangan beras dan lokasi penelitian di Indonesia.
Perbedaannya penelitian ini dengan Sitepu (2002) adalah jumlah persamaan
simultan yang digunakan Sitepu (2002) lebih banyak daripada penelitian ini.
Selain itu perbedaannya terletak pada simulasinya.
Penelitian terdahulu menjadi masukan untuk kesempurnaan penelitian ini.
Tabel 11 berikut menunjukkan persamaan dan perbedaan antara penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya.
Tabel 11. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Analisis Dampak Skema CEPT-AFTA’’ terhadap Kesejahteraan Produsen Padi di Indonesia Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan
Widya (2011) 1.Metode Analisis 1.Jumlah Persamaan Simultan 2.Software Analisis Data 2.Tahun Penelitian
3.Lokasi Penelitian 3.Simulasi Model Adriana (2007) 1.Komoditas Beras 1.Tahun Penelitian
2.Lokasi Penelitian 2.Metode Analisis Data Situmorang (2005) 1.Lokasi Penelitian 1.Tahun Penelitian
2.Komoditas Beras 2.Software Analisis Data Sitepu (2002) 1.Metode Analisis Data 1.Jumlah Persamaan Simultan
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi.
Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu
variabel endogen. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi produksi dan penawaran,
fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.
3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran
Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam
transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan antara input dengan output (Doll dan Orazem, 1984). Secara umum hubungan antara
input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditas pertanian (Y) secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3, X4) ……….(γ.1)
Y = Output (Kg/Ha)
X1 = Luas areal produksi (Ha)
X2 = Modal (Rp/Ha)
X3 = Tenaga Kerja (HOK/Ha) X4 = Faktor produksi lainnya
Produsen yang rasional berusaha memaksimumkan keuntungannya pada
tingkat produksi optimal dengan tingkat harga tertentu. Produksi optimal harus
memenuhi syarat FOC (First Order Condition) dan SOC (Second Order Condition). Syarat pertama yang harus dipenuhi apabila turunan pertama dari fungsi
keuntungan sama dengan nol, yang berarti nilai produk marginal faktor produksi sama
dengan harga faktornya, sedangkan syarat kedua yang harus dipenuhi yaitu, jika
produksinya cembung, dan nilai determinan Hessian lebih besar dari nol. Jika
28
Y= f ( A, P, L) ………...(γ.β)
Keterangan :
Y= Produksi padi (Ton) A= Luas areal produksi (Ha) P= Jumlah pupuk (Kg/Ha) L= Tenaga kerja (HOK/Ha)
Sehingga fungsi keuntungan produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = HY * f (A, P, L) – HA * A – HP * P – HL * L ………(3.3)
Keterangan :
π = Keuntungan (Rp) HY = Harga output (Rp/Kg) HA = Harga sewa lahan (Rp/Ha) HP = Harga pupuk (Rp/Kg)
HL = Upah tenaga kerja (Rp/HOK)
Fungsi keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari fungsi keuntungan
sama dengan nol dengan turunan keduanya mempunyai nilai Hessian Determinan
lebih besar dari nol. Dengan melakukan prosedur penurunan secara matematis dari
persamaan 3.3 maka diperoleh:
………....(3.4)
………...(3.5)
……….(3.6) Dimana , , dan
adalah produk marginal dari masing-masing faktor produksi.
Keuntungan maksimum diperoleh jika produk marginal sama dengan rasio harga
faktor produksi terhadap harga produk (gabah). Dari persamaan 3.4, 3.5, dan 3.6
fungsi permintaan faktor produksi oleh petani dirumuskan sebagai berikut :
A = g (HA, HY, HL, HP) ………..(3.7)
29
L = i (HL, HY, HA, HP) ………(3.9)
Persamaan 3.7, 3.8, dan 3.9 disubstitusikan ke persamaan 3.2 maka diperoleh
fungsi penawaran padi sebagai berikut :
Qs = qs(HY, HA, HP, HL) ………..(γ.10)
Menurut Dolan (1974), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu
komoditas, yaitu harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain (sebagai
substitusinya), biaya faktor produksi, biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat
teknologi, pajak, subsidi, harapan harga, dan keadaan alam.
3.1.2. Fungsi Permintaan
Secara umum, fungsi permintaan konsumen terhadap suatu barang diturunkan
dari fungsi utilitas konsumen. Diasumsikan fungsi utilitas konsumen adalah :
U = u (Cb, Cn) ……….(3.11)
Dimana U adalah total utilitas konsumen dari konsumsi beras (Cb) dan komoditas lain
(Cn). Konsumen yang rasional akan berupaya memaksimumkan utilitas pada tingkat
harga yang berlaku dan sesuai dengan kendala pendapatan (I).
Pb * Cb + Pn * Cn = I………(3.12)
atau Pb * Cb + Pn * Cn – I = 0
dimana Pb adalah harga beras dan Pn adalah harga komoditas lain. Dengan pendekatan
Lagrangian Multipliers, persoalan maksimisasi berkendala di atas dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Maksimum : U = u (Cb, Cn)
Kendala : Pb * Cb + Pn * Cn = I
Fungsi komposit berupa gabungan dari kedua fungsi di atas atau disebut
30 U = u (Cb, Cn) + (Pb * Cb + Pn * Cn – I) ………....(3.13)
Dimana persamaan 3.13 adalah lagrange Multiplier, jika syarat pertama dan kedua
terpenuhi maka fungsi utilitas dapat dirumuskan sebagai berikut :
⁄ ⁄ ………...(3.14)
⁄ ⁄ ………...(3.15)
⁄ ( – ) ………..(3.16)
Dari persamaan (3.14), (3.15), dan (3.16) di atas diperoleh :
⁄ ……….(3.17)
⁄ ……….(γ.18)
–
……….(γ.19)
Sedangkan ⁄ dan ⁄ maka :
λ = MUb/Pb = MUn/Pn ………...(γ.β0)
dan MUb/MUn = Pb/Pn = MRSs,n………(γ.β1)
yang merupakan bahwa kepuasan konsumen akan maksimum pada kondisi dimana
rasio marjinal utilitas terhadap harga sama untuk semua komoditas, yaitu sebesar
koefisien pengganda Lagrangian (λ).
Penyelesaian Pb dan Pn pada persamaan (3.21) dan kemudian substitusikan ke
dalam persamaan (3.19), maka dapat diperoleh fungsi permintaan terhadap
beras, yaitu :
31 yang menyatakan bahwa konsumsi atau permintaan konsumen terhadap beras
ditentukan oleh harga beras itu sendiri, harga komoditas alternatif, dan pendapatan
konsumen.
Dengan asumsi permintaan tersebut bersifat dinamis maka elastisitas
permintaan beras terhadap harga beras, harga komoditas lain, dan terhadap pendapatan
dapat dihitung, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Dolan,
(1974) permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang
lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk, dan harapan harga.
3.1.3. Model Persamaan Simultan
Menurut Gujarati (1978) sistem persamaan simultan dapat memberikan
gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan model persamaan
tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam persamaan satu dengan
lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama lain. Persamaan simultan tidak
hanya memiliki satu persamaan yang menghubungkan antara satu variabel endogen
tunggal dengan sejumlah variabel eksogen non stokastik atau didistribusikan secara
bebas dari unsur gangguan stokastik. Suatu ciri unik dari persamaan simultan adalah
variabel endogen dari satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang
menjelaskan (eksogen) dalam persamaan lain dari sistem. Bentuk umum dari
persamaan simultan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y1i= 10+ 12 Y2i+ 11 X1i + u1i ………..(3.23)
Y2i= 20+ 21 Y1i+ 21 X1i + u2i ………..(3.24)
Dimana Y1 dan Y2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat endogen,
dan Xt merupakan variabel yang bersifat eksogen, dimana u1 dan u2 adalah unsur
32 yang akan digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia.
3.1.4. Elastisitas
Konsep elastisitas digunakan untuk mendapatkan nilai kuantitatif dari respon
suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Model yang dinamis
dapat dihitung elastisitas jangka pendek dan jangka panjang. Adapun rumus untuk
mendapatkan nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang sebagai berikut :
Elastisitas Jangka Pendek (ESR)
…….………..(3.25)
Elastisitas Jangka Panjang (ELR)
………....(3.26)
Keterangan :
b = Parameter dugaan dari peubah eksogen blag = Parameter dugaan dari lag endogen
= rata-rata peubah eksogen
= rata-rata peubah endogen (mean predicted hasil validasi model)
3.1.5. Surplus Produsen
Kebijakan harga dasar untuk melindungi produsen dan harga batas tertinggi
dilakukan untuk melindungi konsumen sementara dalam hal perdagangan dunia,
pemerintah dapat melindungi produsen maupun konsumen domestik berupa kebijakan
tarif, dan kuota. Dampak yang ditimbulkan dapat diketahui dengan menggunakan
pendekatan teori ekonomi kesejahteraan (welfare economics), yaitu dengan konsep pengukuran surplus konsumen (consumer’s surplus) dan surplus produsen (producer’s
33 Surplus konsumen dapat didefinisikan dengan kesedian membayar dikurangi
jumlah yang sebenarnya dibayarkan konsumen untuk mempeoleh suatu komoditas.
Adapun surplus produsen adalah jumlah pembayaran yang diterima penjual dikurangi
biaya dalam memproduksi suatu komoditas (Mankiw, 2000).
Menurut Vesdapunt (1984) menyatakan ada tiga dasar yang penting dalam
penggunaan surplus produsen dan surplus konsumen untuk mengukur kesejahteraan
yaitu : (1) permintaan merupakan refleksi dari keinginan untuk membayar, (2)
penawaran merupakan refleksi dari biaya marginal (marginal cost) dan (3) perubahan pendapatan individu bersifat penambahan (additive). Secara matematis, surplus produsen diukur dengan mengintegralkan fungsi penawaran (Chiang, 1984).
∫ ...……….(3.27)
dimana :
QS = Fungsi Penawaran
PS = Surplus produsen (Rp) Pe = Harga keseimbangan (Rp)
Pm = Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional secara ringkas disajikan pada Gambar 1.
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian
di sektor pertanian. Sektor pertanian bagi Indonesia merupakan salah satu faktor
penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Beras merupakan
komoditas pertanian yang memiliki peran strategis karena menjadi makanan pokok
bagi 90 persen rakyat Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan
kebutuhan beras nasional mendorong usaha pemerintah untuk terus meningkatkan
34 Guna memenuhi kebutuhan beras dalam negeri maka pemerintah melakukan
impor beras. Beras merupakan komoditas pertanian yang termasuk ke dalam
perdagangan Asean Free Trade Area (AFTA). Perdagangan bebas AFTA yang sudah diterapkan saat ini mempengaruhi penjualan beras domestik karena harus bersaing
dengan beras impor dari negara-negara ASEAN seperti beras dari Thailand dan
Vietnam. Melihat perkembangan produksi, konsumsi, dan perdagangan beras, maka
perlu dilakukan penelitian mengenai dampak kebijakan AFTA terhadap permintaan
35
Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia
Pertambahan jumlah penduduk
à
peningkatan
kebutuhan beras
Impor beras meningkat disertai implementasi AFTA
Permintaan dan penawaran beras di Indonesia
Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran
beras di Indonesia
à
Model Persamaan
Simultan
Menganalisis dampak perubahan variabel
eksogen terhadap variabel endogen
dengan simulasi
à
Analisis Simulasi
Rekomendasi Kebijakan
Keterangan :
= Hubungan satu arah = Respon Positif
[image:35.595.102.499.74.760.2]Sumber : Peneliti, 2011
36 Permintaan dan penawaran atas suatu komoditas produk berkaitan erat dengan
perkembangan harga komoditas tersebut. Menurut teori ekonomi, apabila penawaran
meningkat maka harga akan turun dan jika penawaran turun maka harga akan naik.
Adapun jumlah yang diminta akan meningkat jika harga turun dan jumlah yang
diminta akan menurun jika harga naik. Guna menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, serta mengevaluasi
dampak AFTA terhadap kesejahteraan petani padi di Indonesia dengan menggunakan
salah satu model ekonometrika yaitu model persamaan simultan. Model persamaan
simultan tersebut kemudian diestimasi dan divalidasi.
Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model
tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi terhadap variabel endogen dan
eksogen. Simulasi ini betujuan untuk melihat adanya perubahan variabel yang
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah
Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dan
mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap kesejahteraan petani padi di Indonesia.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dengan rentang waktu (data time series) dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009. Adapun data sekunder yang digunakan adalah data luas areal panen padi,
produktivitas padi, produksi padi, harga gabah tingkat petani, harga jagung tingkat
petani, harga beras Thailand broken 5 persen, harga beras Thailand broken 25
persen, harga beras eceran tingkat konsumen, harga pembelian pemerintah
terhadap gabah, harga pupuk urea, indeks harga konsumen, nilai tukar rupiah
terhadap dollar, GDP Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, curah hujan, total
kredit usahatani, stok beras, jumlah impor beras, dan tarif impor. Data sekunder
diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia (BPS-RI), Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, dan Badan
Urusan Logistik (BULOG). Selain itu, referensi diambil juga dari jurnal-jurnal,
internet, dan perpusatakaan IPB.
4.3. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif dan
38 model yang terkait erat dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan
model ekonometrika untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu model sistem
persamaan simultan. Model ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari 11
persamaan simultan yang terdiri dari tujuh persaman struktural (luas areal panen
padi, produktivitas padi, harga riil gabah tingkat petani, permintaan beras, harga
riil beras Indonesia, harga riil beras impor Indonesia, dan jumlah impor beras
Indonesia) dan empat persamaan identitas (produksi padi, produksi beras,
penawaran beras, pemasaran beras). Data sekunder kemudian dianalisis dengan
menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2010 dan SAS 9.2 untuk mengolah data mentah yang diperoleh dari berbagai sumber.
4.3.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap
perkembangan permintaan dan penawaran beras dan dampak AFTA terhadap
kesejahteraan produsen padi di Indonesia. Selain itu, analisis deskriptif juga akan
memberikan penjelasan dari hasil analisis kuantitatif yang telah diolah untuk
melihat seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen.
4.3.2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar
faktor-faktor yang telah mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia,
serta dampak AFTA terhadap kesejahteraan produsen padi di Indonesia. Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia
tidak bisa diselesaikan dengan model persamaan tunggal, sehingga dalam
penelitian ini menggunakan persamaan simultan yang diselesaikan dengan metode
39
4.4. Perumusan Model
Guna menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran beras di Indonesia, serta mengevaluasi dampak AFTA terhadap
kesejahteraan produsen padi di Indonesia dengan menggunakan salah satu model
ekonometrika yaitu model persamaan simultan. Terdapat empat tahapan dalam
membangun model ekonometrika yaitu: (1) spesifikasi, (2) pendugaan, (3)
evaluasi parameter estimasi, dan (4) evaluasi peramalan model (Koutsoyiannis,
1977). Spesifikasi model merupakan tahapan yang paling penting karena pada
tahap ini model yang digunakan dalam penelitian atas dasar gambaran ekonomi,
teknis, dan kelembagaan dari fenomena ekonomi yang dipelajari ke dalam
hubungan matematik dan statistik.
Tahapan spesfikasi model menurut Koutsoyiannis (1977) meliputi
penentuan (1) variabel dependen dan variabel penjelas yang akan dimasukkan ke
dalam model, (2) harapan teoritis apriori mengenai tanda dan besaran parameter
dari setiap persamaan. Dasar apriori adalah pengetahuan mengenai teori, logika,
dan fakta empiris yang ada dalam hubungan ekonomi antar variabel dependen dan
penjelas (3) bentuk matematis dari model (linier atau non linier, jumlah
persamaan).
Model yang digunakan dalam penelitian ini disebut model permintaan dan
penawaran di Indonesia. Model tersebut terdiri dari atas tujuh persamaan
40
4.4.1. Luas Areal Panen Padi
Luas areal panen padi merupakan fungsi dari harga riil gabah tingkat
petani, harga riil jagung di tingkat petani, total kredit usahatani, harga riil pupuk
urea t-1, curah hujan, dan luas areal panen padi t-1. Persamaan luas areal panen
padi dirumuskan sebagai berikut :
LAPt = α0+ α1HRGTPt+ α2HRJTPt + α3TKUt + α4LHRPUKt + α5CRAHt
+ α6LLAPt+ ε1………..(4.1)
dimana :
LAPt = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha)
HRGTPt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg)
HRJTPt = Harga riil jagung tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg)
TKUt = Total kredit usahatani padi tahun ke-t (Rp)
LHRPUKt = Harga riil pupuk ureatahun ke-t-1 (Rp/Kg)
CRAHt = Curah hujan tahun ke-t (mm/tahun)
LLAPt = Luas areal panen padi tahun ke-t-1 (Ha)
ε1 =Standar error
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah α1, α3, α5> 0 ; α2,
α4< 0 ,dan 0 < α6 < 1.
4.4.2. Produktivitas Padi
Produktivitas padi dipengaruhi oleh harga riil gabah di tingkat petani,
perubahan penggunaan pupuk, luas areal irigasi sawah, total kredit usahatani, dan
produktivitas padi t-1. Persamaan produktivitas padi adalah sebagai berikut :
PRDVt = b0 + b1HRGTPt + b2STPPUKt + b3LAIt + b4TKUt + b5LPRDVt
+ ε2 ………(4.2)
dimana :
PRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t (Ton/Ha)
HRGTPt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg)
STPPUKt = Perubahan penggunaan pupuk tahun ke-t (Kg/Ha)
LAIt = Luas areal irigasi sawah tahun ke-t (Ha)
TKUt = Total kredit usahatani padi tahun ke-t (Rp)
LPRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t-1(Ton/Ha)
ε2 =Standar error
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : b1, b2, b3,b4> 0 ;
41
4.4.3. Produksi Padi
Produksi padi merupakan hasil perkalian antara luas areal panen padi
dengan produktivitas padi. Secara matematis produksi padi dapat dirumuskan
sebagai berikut :
TPPt = LAPt * PRDVt………(4.3)
dimana :
TPPt = Total produksi padi tahun ke-t (Ton)
LAPt = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha)
PRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t (Ton/Ha)
4.4.4. Produksi beras
Produksi beras diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi dengan
faktor konversi. Berdasarkan hal tersebut, maka produksi beras dapat dirumuskan
sebagai berikut :
PBt = TPPt * FKt ………(4.4)
dimana :
PBt = Produksi beras tahun ke-t (Ton)
TPPt = Total produksi padi tahun ke-t (Ton)
FKt = Faktor Konversi (0,63)
4.4.5. Harga Riil Gabah Tingkat Petani
Harga riil gabah di tingkat petani merupakan fungsi dari harga riil
pembelian pemerintah, total produksi padi, harga riil beras impor Indonesia dan
harga riil gabah di tingkat petani t-1. Secara matematis harga riil gabah di tingkat
petani dapat dirumuskan sebagai berikut :
HRGTPt = c0 + c1HRPPt + c2TPPt + c3HRIMBt + c4LHRGTPt +ε3…..(4.5)
dimana :
HRGTPt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg)
HRPPt = Harga riil pembelian pemerintah tahun ke-t (Rp/Kg)
42 HRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (US$/Ton)
LHRGTPt =Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg)
ε3 =Standar error
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan yakni : c1, c3> 0 ; c2 < 0
dan 0 < c4< 1.
4.4.6. Permintaan Beras
Menurut Dolan (1974) permintaan terhadap suatu komoditas akan
dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain, selera,
pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk, dan harapan harga.
Berdasarkan studi ini persamaan permintaan beras dipengaruhi oleh rasio harga
riil beras Indonesia dengan harga riil gandum, pendapatan riil perkapita Indonesia,
jumlah penduduk Indonesia, dan permintaan beras t-1. Secara matematis
persamaan permintaan beras dapat dirumuskan sebagai berikut :
QDBRt = d0 + d1RHBRGDt + d2 PPRIt + d3JPIt + d4LQDBRt+ ε4…..(4.6)
dimana :
QDBRt = Permintaan beras indonesia tahunke-t (Kg)
RHBRGDt = Rasio harga riil beras Indonesia dengan harga riil gandum tahun
ke-t (Rp/Kg)
PPRIt = Pendapatan perkapita riil penduduk Indonesia tahun ke-t (Rp)
JPIt = Jumlah penduduk Indonesia tahun ke-t (Jiwa)
LQDBRt = Permintaan beras tahun ke-t-1 (Ton)
ε4 =Standar error
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : d1< 0 ; d2, d3 > 0
dan 0 < d4<1
4.4.7. Penawaran Beras
Penawaran beras merupakan fungsi dari produksi beras, jumlah impor
beras Indonesia, stok beras, dan stok beras t-1. Persamaan penawaran beras dapat
dirumuskan sebagai berikut :
43 dimana :
QSBRt = Penawaran beras tahun ke-t (Ton)
PBt = Produksi beras tahun ke-t (Ton)
JIMBt = Jumlah impor beras Indonesia tahun ke-t (Ton)
STOKt = Stok beras tahun ke-t (Ton)
LSTOKt = Stok beras tahun ke-t-1 (Ton)
4.4.8. Harga Riil Beras Indonesia
Harga riil beras Indonesia dipengaruhi oleh penawaran beras dan tren
waktu. Persamaan harga riil beras Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut :
HRBERt = e0 + e1QSBRt + e2TRENt + ε5………..(4.8)
dimana :
HRBERt = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg)
QSBRt = Penawaran beras tahun ke-t (Ton)
TRENt = Tren waktu
ε5 =Standar error
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : e1< 0 dan e2 > 0
4.4.9. Harga Riil Beras Impor Indonesia
Harga riil beras impor dipengaruhi oleh harga riil beras dunia, tarif impor
nilai tukar riil, tren waktu, dan harga riil beras impor Indonesia t-1. Secara
matematis harga riil beras impor Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut :
HRIMBt = f0 + f1HRBDt + f2TRIFt + f3EXCTt + f4TRENt + f5LHRIMBt
+ ε6………...(4.9)
dimana :
HRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (US$/Ton)
HRBDt = Harga riil beras dunia tahun ke-t (US$/Ton)
TRIFt = Tarif impor beras tahun ke-t (Rp/Kg)
EXCTt = Nilai tukar riil (Rp/US$)
TRENt = Tren waktu
LHRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t-1 (US$/Ton)
ε6 =Standar error
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f1,f2 > 0; f3,f4 < 0,
44
4.4.10. Jumlah Impor Beras Indonesia
Model jumlah impor beras Indonesia merupakan fungsi dari harga riil
beras impor Indonesia, nilai tukar riil, stok beras t-1, jumlah penduduk Indonesia
dan jumlah impor beras Indonesia t-1. Fungsi dari persamaan jumlah impor beras
Indonesia adalah sebagai berikut :
JIMBt = g0 + g1HRIMBt + g2EXCTt + g3LSTOKt + g4JPIt +
g5LJIMBt + ε7 ………..(4.10)
dimana :
JIMBt = Jumlah impor beras Indonesia tahun ke-t (Ton)
HRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (US$/Ton)
EXCTt = Nilai tukar riil tahun ke-t (Rp/US$)
LSTOKt = Stok beras tahun ke-t-1 (Ton)
JPIt = Jumlah penduduk Indonesia tahunke-t (Jiwa)
LJIMBt = Jumlah impor beras Indonesia tahun ke-t-1 (Ton)
ε7 =Standar error
Tanda dan besaran parameter dugaan yang