PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB PAJAK
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB
(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)
Oleh
Laily Fauziyah
Nim : 203082001902
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB PAJAK
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB
(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh Laily Fauziyah Nim : 203082001902
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM Muhammad Yani, SE., MM
NIP : 130 676 334
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Hari ini Senin Tanggal 12 Bulan November Tahun Dua Ribu Tujuh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Laily Fauziyah NIM : 203082001902
dengan judul skripsi “PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB
PAJAK TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selamaujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 November 2007
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA Amilin, SE., Ak., M. Si
Ketua Sekretaris
Hari ini Selasa Tanggal 18 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Laily Fauziyah NIM : 203082001902 dengan judul
skripsi “PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB PAJAK
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selamaujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Maret 2008
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, MM Muhammad Yani, SE., MM
Pembimbing I Pembimbing II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Laily Fauziyah
Nim : 203082001902
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Oktober 1986
Alamat : Jl. H. Mandor II Rt.05/02 No. 46 Cilandak Barat
Jakarta Selatan 12430
Nomor Telepon : 021-92225680
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1991-1997 : MI AL-ANWAR Cilandak
Tahun 1997-2000 : MTsN 3 Pondok Pinang
Tahun 2000-2003 : MAN 4 Pondok Pinang
The Influence Tax Payers Characteristic Toward The PBB Income
Success
(Case Study at KP PBB Jakarta Selatan Satu)
ABSTRACT
The main purpose of this research is to know how much the image tax payer characteristic influence PBB income success. The research focused on two variables. They are independent variable such as taxation consciousness (X1), the understanding of the tax payers towards the PBB regulations (X2), the perceptions of tax payers on the implementation of the PBB fines (X3), the attitude of the tax payers towards tax function (X4) and PBB income success (Y) as dependent variable.
In getting data, researcher took 100 tax payer as the respondent. In this research primary data was used which were acquired by spreading the quisioners to the tax payers who paid their tax at the KP PBB Jakarta Selatan Satu, while the analysis method and hypothesis was using the linier regression.
Pengaruh Karakteristik Pada Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan
Penerimaan PBB
(Studi Kasus Pada KP PBB Jakarta Selatan Satu)
.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh karakteristik wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan PBB. Variabel yang menjadi fokus penelitian ini adalah kesadaran perpajakan (X1), pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan (X2), persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan denda PBB (X3), sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak (X4) sebagai variabel bebas, dan keberhasilan penerimaan PBB sebagai variabel terikat.
Untuk memperoleh data dari variabel tersebut diambil sebanyak 100 responden. Pada penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada wajib pajak yang melakukan kewajibannya di KP PBB Jakarta Selatan Satu. Sedangkan untuk metode analisis dan uji hipotesis menggunakan regresi linier berganda.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, rasa syukur yang tiada terkira kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya dan berkat petunjuk serta pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Karakteristik Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB (Studi Kasus Pada KP PBB
Jakarta Selatan Satu)” Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. yang selalu berjuang tanpa kenal lelah untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan, walaupun halangan dan rintangan diterimanya dalam memperjuangkan agama yang Haq.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga tak luput dari berbagai masalah dan menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya tanpa ada bimbingan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktu hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mama dan Bapak Qu yang telah memberiQu kasih sayang berlimpah, mengorbankan banyak hal demi terwujudnya impian Qu dan dukungan, semangat serta do’a yang tiada henti-hentinya demi suksesnya kehidupanQu. Begitu pula Dengan Nenek Qu makasih Dah Selalu Doain Qu, Juga dengan kakak Qu tersayang Nurul, untuk adik Qu tercinta Syifa Mahmudah (Jangan Maen truz ‘n Rajin Belajar), dan keponakan kecil Qu Rezky Aditya PutRa (cepet gede ya…) do’a dan dukungan dari kalian sudah cukup berarti bagi Qu. 2. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku pembimbing I yang bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Moh. Faisal Badroen, MBA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Ketua Jurusan Akuntansi, dan Bapak Amilin, SE., Ak., M. Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Segenap Dosen dan seluruh staf FEIS atas semua curahan ilmu, bantuan dan pelayanannya.
7. Seluruh staf KP PBB Jakarta Selatan Satu, terutama Seksi Pelayanan Satu Tempat Pak Tumar, Mas Tri, Pak Zein, Mas Rama, Seksi Data dan Informasi Mas Troy, Mas Roni, Mas Doni. Terima kasih telah membantu penulis dalam memperoleh data selama penelitian.
8. My Best friend Yura kehadiranmu membuat banyak perubahan dalam hidup Qu, Makasih untuk motivasi, semangat, dukungan, dan bantuannya selama ini. Thanks udah selalu memberiQu masukan dan menenangkan hati Qu di kala hati Qu gundah… ‘n semua sahabat-sahabat Qu di Fresh Up Thanks ya… 9. Keluarga besar Akuntansi A angkatan 2003 teRima kaSih bwT
kebeRsamaanNya seLama iNi... Specially my Best FrienD Lia, Sherra, Ti2.’n seMuanya kaLian adaLah SahabaT2 Qu yang Terbaik mo9a persahabaTan Qta abaDi...amien
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, masih perlu banyak masukan dan perbaikan sehingga skripsi ini dapat mendekati sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, bagi pembaca maupun pihak-pihak yang berkepentingan.
Jakarta, Januari 2008 Wassalam
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Riwayat Hidup ... i
Abstract ... ii
Abstrak ... iii
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi... vi
Daftar Tabel... xiii
Daftar Gambar ... x
Daftar Lampiran... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Devisa Negara... 7
B. Dasar-dasar Perpajakan... 9
C. Pajak Bumi dan Bangunan... 16
D. Karakteristik Wajib Pajak ... 30
E. Penelitian Sebelumnya... 32
F. Kerangka Pemikiran ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... 35
B. Metode Penentuan Sampel... 35
C. Metode Pengumpulan Data... 36
D. Metode Analisis... 36
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum KP PBB Jakarta Selatan Satu
1. Sejarah Singkat KP PBB... 50
2. Tugas dan Fungsi KP PBB... 50
3. Visi dan Misi KP PBB ... 51
4. Struktur Organisasi ... 51
B. Analisis dan Pembahasan 1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53
C. Hasil Kuisioner... 56
D. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Data ... 84
2. Uji Heterokedastisitas ... 85
3. Uji Multikolinearitas... 86
E. Uji Regresi Linier Berganda 1. Uji Determinasi ... 87
2. Uji t ... 88
3. Uji F ... 89
4. Persamaan Regresi Linier Berganda... 89
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 92
B. Implikasi... 93
DAFTAR PUSTAKA………. 95
DAFTAR TABEL
4.6 Hasil Pengisian SPOP Harus Sesuai Dengan Objek Pajak 58
4.7 Hasil Melaporkan SPOP Hanya Merupakan Beban 58
4.8 Hasil Pengetahuan Dan Pemahaman Wajib Pajak 59
4.9 Hasil Ketetapan Waktu Membayar Pajak 59
4.10 Hasil Ketetapan Waktu Membayar PBB 60
4.11 Hasil Menjalankan Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak 60
4.12 Hasil Tidak Mempunyai Tunggakan 61
4.13 Hasil Undang-undang PBB 62
4.14 Hasil UU PBB Cukup Jelas Dan Singkat 62
4.15 Hasil Menghitung Pajak Sesuai Dengan Undang-undang 63
4.16 Hasil Pemahaman Undang-undang PBB 63
4.17 Hasil Penjelasan SPPT Terhadap Hak-Hak Wajib Pajak 64 4.18 Hasil Penjelasan SPPT Terhadap Kewajiban Wajib Pajak 64
4.19 Hasil PBB Untuk Pembangunan Daerah 65
4.20 Hasil Objek PBB 65
4.21 Hasil Dasar Pengenaan PBB 66
4.22 Hasil Mengajukan Keberatan 66
4.23 Hasil Mengajukan Pengurangan 67
4.24 Hasil Membayar PBB 67
4.25 Hasil Denda PBB 2% 68
4.26 Hasil Sanksi Pelaksanaan Denda Bunga 68
4.27 Hasil Pembayaran Pajak Sebelum Jatuh Tempo 69
4.28 Hasil Perhitungan Pelaksanaan Sanksi Denda 69
4.29 Hasil Membayar PBB Terlambat 70
4.30 Hasil Membayar Denda 70
4.31 Hasil Membayar PBB Tepat Waktu 71
4.32 Hasil Pajak Tidak Memberatkan 71
4.33 Hasil Tujuan Pembangunan 72
4.34 Hasil Tugas Pemerintah 73
4.35 Hasil Pemerintah Memerlukan Dana 73
4.36 Hasil Pembangunan Tanggung Jawab Bersama 74
4.38 Hasil PBB Adalah Iuran Rakyat 75 4.39 Hasil Dalam Menstabilkan Pembangunan Pemerintah
Memerlukan Dana 75
4.40 Hasil Pajak Adalah Sumber Dana 75
4.41 Hasil Transparansi Pemerintah 76
4.42 Hasil Berpartisipasi Melaksanakan Pembangunan 77
4.43 Hasil Pembangunan Negara 77
4.44 Hasil Dana Dari Pajak 78
4.45 Hasil Pembayaran PBB Dengan Tepat waktu 78
4.46 Hasil Penerimaan Pajak Terhambat 79
4.47 Hasil Pemungutan PBB 79
4.48 Hasil Pembagian Hasil Penerimaan PBB 80
4.49 Hasil Merasakan Hasil Penerimaan PBB 80
4.50 Hasil Sarana Dan Layanan Gratis 81
4.51 Hasil Pelayanan Fasilitas 81
4.52 Hasil Tidak Merasakan Manfaat Pajak 82
4.53 Hasil Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak 82
4.54 Hasil Pembangunan Semakin Baik 83
4.55 Hasil Uji Multikolinearitas 86
4.56 Hasil Uji Determinasi 87
4.57 Hasil Uji t 88
4.58 Hasil Uji F 89
DAFTAR GAMBAR
B. No. Keterangan
Halaman
4.1 Grafik Normalitas Probability Plot 84
DAFTAR LAMPIRAN
C. No. Keterangan
Halaman
1. Hasil Uji Statistik 97
2. Kuisioner 99
3. Jawaban Kuisioner 103
4. Bagan Struktur Organisasi KP PBB 114 Jakarta Selatan Satu
5. Tabel Nilai Distribusi t 115
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Cadangan minyak dan gas bumi yang sebelumnya dijadikan salah satu
sumber penerimaan Negara sudah mulai menipis, maka kini salah satu sumber
penerimaan Negara dan menjadi tumpuan penerimaan Negara untuk membiayai
pembangunan nasional adalah dari sektor pajak. Dalam struktur penerimaan
Negara, penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan dalam negeri.
Penerimaan pajak dari dalam negeri terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB). Dan juga pajak yang bersumber dari Perdagangan
Internasional yaitu, Bea Masuk dan Pajak Ekspor.
Berdasarkan wewenang pemungutnya pajak dibagi dua yaitu, Pajak Pusat
dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada
pada pemerintah pusat, sedangkan pajak daerah adalah pajak yang wewenang
pemungutannya ada pada pemerintah daerah (pemda). Yang termasuk Pajak Pusat
yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan
Bea Materai.
Pajak tidak hanya dirasakan manfaatnya bagi kepentingan nasional oleh
pemerintah pusat, melainkan juga dirasakan begitu besar manfaatnya bagi daerah.
Bumi dan Bangunan (PBB). PBB ini dikenakan pada bumi dan bangunan yang
masih berada di wilayah Indonesia baik didarat maupun di perairan (daerah
pabean).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan terhadap bumi dan
bangunan menjangkau semua lapisan masyarakat dengan stratifikasi sosial yang
beragam. Oleh karenanya berbagai ketentuan di dalam PBB harus diciptakan
dengan mempertimbangkan pula kepentingan dan kondisi masyarakat selaku
wajib pajak. Yang diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12
Tahun 1994.
Membayar pajak merupakan bukti keikutsertaan masyarakat dalam
pembiayaan dan pembangunan negara, juga digunakan untuk pemerataan
kesejahteraan bangsa. Saat ini pajak merupakan sumber utama bagi penerimaan
negara, dan juga sebagai alat kebijakan ekonomi dan keuangan negara.
Melihat hampir dari seluruh rakyat Indonesia adalah wajib pajak bumi dan
bangunan hal ini menunjukan bahwa tidak sedikit pendapatan negara berasal dari
sektor pajak tersebut, yang beberapa persen diantaranya akan diberikan kepada
pemerintah daerah yang dipergunakan untuk peningkatan pembangunan daerah.
Seiring dengan meningkatnya pendapatan pajak PBB akan membawa
keberhasilan penerimaan PBB.
Salah satu ukuran keberhasilan perpajakan yang sesuai dengan fungsi
budgetair adalah keberhasilan penerimaan pajak atau collection rate. Sebagai
pokok ketetapannya pada tahun yang bersangkutan, semakin tinggi tingkat
kepatuhan wajib pajak semakin tinggi tingkat keberhasilan perpajakan.
Faktor atau karakteristik yang mempengaruhi keberhasilan perpajakan
adalah faktor tax payer yaitu faktor pada wajib pajak yang terdiri dari tingkat
kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan
perpajakan PBB, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB,
sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak. Pengetahuan tentang faktor pada wajib
pajak merupakan input penting bagi fiskus, dan sangat berperan penting dalam
setiap upaya peningkatan keberhasilan pajak, baik pajak pusat maupun daerah.
Keberhasilan didalam perpajakan juga menjadi hal yang mesti
mendapatkan perhatian yang memadai. Berbagai upaya terus dilakukan oleh
pemerintah, akan tetapi satu hal yang perlu untuk dipahami bahwa tanpa disertai
pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama memberikan
dukungan, tentu tidak akan dapat membuahkan hasil yang optimal.
Sikap merupakan cermin dari pengetahuan dan pandangan seseorang
terhadap sesuatu. Misalnya Katz sebagaimana dikutip Bimo Walgito
mengemukakan bahwa salah satu fungsi sikap adalah fungsi pengetahuan, dimana
bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan
tentang pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan.(Katz
dalam Bimo Walgito:2000) Dengan demikian sikap seseorang terhadap suatu
objek dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh pengetahuan seseorang
mengatakan bahwa objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi
akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan.
Dalam mempersepsi objek sikap, individu akan dipengaruhi oleh
pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini
merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap. (Ma’rat
dalam Bimo Walgito, 2000:17). Pengetahuan dari wajib pajak mengenai waktu
pembayaran dapat digunakan untuk melihat sikap mereka mengenai bagaimana
mereka membayar pajak. Namun seberapa besar pengaruh faktor atau
karakteristik pada wajib pajak belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk itu penulis mencoba memilihnya
dalam sebuah skripsi yang berjudul ”Pengaruh Karakteristik Wajib Pajak
Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB (Studi Kasus Pada Kantor
Pelayanan PBB Jakarta Selatan satu)”
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Umi
Khodijah (2005) mengenai pengaruh faktor-faktor yang melekat pada wajib pajak
terhadap keberhasilan penerimaan perpajakan. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara faktor-faktor yang melekat pada
wajib pajak dengan keberhasilan penerimaan pajak.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
1. Apakah faktor-faktor karakteristik pada wajib pajak seperti kesadaran
perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan
perpajakan PBB, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda
PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan PBB?
2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor karakteristik pada wajib pajak
seperti kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak
terhadap peraturan perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi
pajak, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB
terhadap keberhasilan penerimaan PBB?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan pelaksanaan
penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor karakteristik pada wajib pajak
seperti kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak
terhadap peraturan perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi
pajak, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB dapat
mempengaruhi keberhasilan penerimaan pajak PBB.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor karakteristik
pada wajib pajak seperti kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman
terhadap fungsi pajak, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi
denda PBB terhadap keberhasilan penerimaan pajak PBB.
D. Manfaat penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukannya, yaitu:
1. Bagi Penulis
a. Penulis dapat mengetahui mengenai PBB dan karakteristik pada wajib
pajak PBB yang akan berpengaruh pada keberhasilan penerimaan PBB
b. Untuk memenuhi salah satu prasyarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai PBB
dan karakteristik pada wajib pajak PBB.
2. Bagi Pihak Lain
a. Sebagai sumber bacaan bagi pihak yang membutuhkan tambahan
pengetahuan dan informasi tentang PBB, terutama tentang
karakteristik pada wajib pajak PBB
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Devisa Negara
Penerimaan negara yang disebut sebagai devisa negara merupakan sumber
utama untuk membelanjai aktifitas pemerintah, selain digunakan untuk
membelanjai pengeluaran rutin, pendapatan yang diharapkan dapat digunakan
untuk membelanjai pengeluaran pembangunan. Apabila pendapatan negara hanya
cukup atau tidak cukup untuk membelanjai pengeluaran rutin, itu berarti anggaran
defisit dan ditutupi dengan pinjaman. (Siregar, 2000:317)
Penerimaan negara atau devisa negara terbagi kepada 2:
1). Ekspor
Ekspor sesuatu negara biasanya terdiri dari barang dan jasa yang
dihasilkan di dalam negeri, oleh sebab itu nilainya harus dihitung kedalam
pendapatan nasional. Pemerintah di dalam meningkatkan pendapatan berupa
devisa negara adalah dengan mengurangi impor dan menggalakan ekspor dengan
salah satu atau gabungan. Langkah-langkah berikut:
a. Memperkenalkan atau mempertinggi pajak impor. Pajak impor adalah
pungutan yang dikenakan pemerintah keatas barang-barang yang
diimpor. Pungutan yang terutama adalah tarif. Salah satu tujuan
pemerintah untuk mengenakan tarif adalah memperoleh pendapatan.
b.Menentukan quota atas barang-barang tertentu. Quota adalah kebijakan
membatasi impor dai luar negeri dengan menentukan jumlah barang
dilaksanakan dalam bentuk menentukan jumlah sesuatu barang yang
dapat diimpor dalam suatu waktu tertentu.
c. Mengawasi penggunaan valuta asing yang dimiliki. Dalam kebijakan ini
pemerintah secara cermat mengawasi cara-cara masyarakat
menggunakan valuta asing yang dimilikinya. Basanya
peraturan-peraturan akan dibuat yang tujuannya adalah untuk menjamin agar
devisa yang dimiliki yang biasanya sangat tidak mencukupi jumlahnya
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga penggunaannya
mencapai efisiensi yang tinggi.
Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung kepada kemampuan barang dalam
negeri untuk bersaing di pasaran luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan
daya saing adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil.
Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga dan upah.
Selanjutnya adalah melakukan devaluasi, untuk menaikan daya persaingan barang
dalam negeri, menyebabkan harga ekspor bertambah murah dan impor bertambah
mahal. Oleh sebab itu devaluasi akan menambah ekspor dan mengurangi impor.
2). Pajak
Pajak atau tax dalam buku Teori Ekonomi Makro biasanya dimaksudkan
sebagai uang atau daya beli yang diserahkan oleh masyarakat kepada pemerintah
dimana terhadap penyerahan uang atau daya beli tersebut pemerintah tidak
memberikan balas jasa yang langsung. Jadi, penyerahan uang dari masyaakat
kepada pemerintah berupa pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak warisan,
Pajak adalah sumber yang dapat diandalkan pemerintah untuk
memperbesar penerimaan negara. Salah satu jenis pajak yang berperan besar
dalam penerimaan negara adalah pajak penghasilan.
B. Dasar-dasar Perpajakan
1. Definisi Pajak
a. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dipergunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo,2003:1)
b. Menurut S. I. Djajadiningrat
Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Tetapi, tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. (Siti Resmi, 2003:1)
Waluyo dan Wirawan B. llyas (2001:5) ciri-ciri pajak yang melekat pada
pengertian pajak, adalah :
a. Pajak dapat dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang bersifat dapat dipaksakan.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
d Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
e Pajak dapat pula mempunyai tujuan budgeter, yaitu pendanaan.
2. Azas-Azas Pemungutan Pajak
Azas-azas pemungutan pajak sebagaimana yang telah disebutkan oleh
Adam Smith dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into The Natura And
Causes Of The Wealth Of Nations menyatakan bahwa sebaiknya pemungutan
pajak didasarkan pada 4 hal dasar.
Apabila keempat hal yang termasuk dalam azas-azas pemungutan pajak
tersebut dapat dipenuhi, berarti proses pemungutan pajak, mulai dari pendaftaran,
pembayaran, sampai dengan pelaporan, di suatu negara telah terselenggarakan
dengan baik.
Pemerintah dapat memungut bermacam-macam pajak. Asalkan
berdasarkan undang-undang. Adam Smith (1723-1790) memberikan empat asas
pemungutan pajak, "the four maxims" sebagai pedoman bagi suatu pemerintah
dalam menetapkan pajak yang akan dipungut. (Achyar Rusli. 2003)
Keempat hal dasar yang dimaksud Adam Smith dalam bukunya tersebut
adalah sebagai berikut :
a.Asas persamaan, “equality”
Maksudnya pemungutan pajak harus didasarkan pada prinsip adil dan
merata sehingga pajak tersebut dikenakan pada orang pribadi sesuai
yang diterima. Tidak boleh adanya diskriminasi di antara sesama wajib
pajak. Dalam keadaan atau objek yang sama para wajib pajak harus
dikenakan pajak yang sama pula.
Penerapan tarif pajak progresif adalah contoh penerapan azas ini di
Indonesia. Dengan tarif progresif, wajib pajak yang berpenghasilan tinggi
dikenakan pajak dengan tarif lebih tinggi pula. Sebaliknya, wajib pajak
yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak yang tarifnya lebih rendah.
Sehingga pajak yang berlaku sesuai dengan kemampuan masing-masing
individu untuk membayar.
b.Asas kepastian hukum, "certainty”
Wajib pajak harus mengetahui dengan pasti dan jelas mengenai jumlah
pajak yang terutang, kapan harus bayar, serta batas waktu pembayarannya.
Implikasinya, penetapan pajak tidak boleh dilakukan secara
sewenang-wenang melainkan harus ditetapkan terlebih dahulu sesuai dengan
mekanisme yang ditetapkan. Agar wajib pajak mengetahui mekanisme
perpajakan yang berlaku, pemerintah yang terkait melakukan sosialisasi
Undang-Undang kepada masyarakat umum. Pajak yang harus dibayar oleh
seseorang harus terang dan jelas.
c.Kenyamanan “Convenience”
Secara umum, convenience artinya kenyamanan. Terkait dengan
perpajakan, sebaiknya kewajiban membayar pajak jatuh pada saat-saat
Contoh yang paling umum dipakai untuk menggambarkan implementasi
azas ini adalah metode pay as you earn atau pemungutan pajak saat wajib
pajak mendapat penghasilan dengan cara dipotong. Cara seperti ini tidak
menyulitkan wajib pajak sebab wajib pajak tidak merasa terbebani dengan
kewajibannya tersebut. Jadi, Dipungut pada saat yang tepat dan paling
baik bagi wajib pajak.
d.Economy
Maksudnya biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh
wajib pajak juga harus diusahakan seminimal mungkin secara ekonomis.
Implikasinya, pemerintah yang bertindak sebagai fiskus harus seoptimal
mungkin mengusahakan cara-cara pembayaran yang mudah dan murah.
Contoh implikasinya antara lain pembayaran melalui Electonic Fund
Transfer (EFT). Dengan cara ini, wajib pajak dapat menghemat waktu
dan biaya dalam memenuhi kewajiban perpajakannya karena pembayaran
dilakukan melalui transfer ke bank-bank yang telah menjalin kerjasama
dengan fiskus. Pelaksanaan cara ini adalah salah satu usaha untuk
mewujudkan azas economy. Jadi, Biaya pemungutan harus sehemat
mungkin jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih tinggi dari
jumlah pajak yang akan dipungut.
3. Fungsi pajak
Sebagaimana ciri-ciri yang melekat pada pajak, menurut Mardiasmo
a. Fungsi penerimaan (Budgetair) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Contohnya
adalah dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam
negeri
b. Fungsi mengatur (regulated) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial atau
ekonomi. Contoh : pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras
untuk mengurangi konsumsi minuman keras, begitu juga dengan
barang-barang mewah.
Sedangkan menurut Richard Burton dan Wirawan B. Ilyas (2001 : 8) bahwa
dalam perkembangannya kedua fungsi pajak yang telah disebutkan di atas dapat
dikembangkan menjadi 2 (dua) fungsi lagi (selain budgetair dan regulated) yaitu
fungsi demokrasi dan fungsi distribusi. Fungsi demokrasi menurutnya pada masa
sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh
pelayanan dari pemerintah. Sedangkan fungsi distribusi yaitu yang lebih
menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan masyarakat.
4. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem penetapan pajak sebagai subsitem dari sistem administrasi
perpajakan, kiranya juga harus mendapatkan perhatian lebih dalam rangka
penyempurnaan sistem administrasi perpajakan. Sebagaimana diketahui, sistem
a. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang.
b. Official Assessment System
Suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah atau
aparat pajak (fiskus) untuk menetapkan besarnya pajak terutang.
Ciri-ciri sistem official assessment adalah sebagai berikut :
1) Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terutang berada pada
fiskus
2) Wajib pajak bersifat pasif
3) Utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan ketetapan pajak oleh
fiskus
c. Witholding System adalah dimana perhitungan besarnya pajak yang
terhitung oleh wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga
Di masa lalu, pemerintah pernah menerapkan sistem official assessment.
Setelah memasuki era reformasi perpajakan tahun 1983 pemerintah menerapkan
sistem self assessment, bukan berarti sistem tersebut lantas benar-benar
dihapuskan. Walaupun pemberlakuan sistem self assessment, lebih mengemuka,
ternyata ada jenis pajak yang tetap menerapkan sistem official assessment dalam
penetapan pajaknya, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mungkin karena
dan pengawasannya, maka pajak ini tetap mempertahankan sistem lama tersebut
dalam administrasinya. (Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol 4, No.8, Mei 2005)
5. Jenis Pajak
Jenis pajak yang berlaku di Indonesia bermacam-macam dan dapat
digolongkan menurut sifat, golongan, atau pemungutnya :
Menurut sifatnya, pajak dibedakan menjadi :
a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dan wajib pajak. Contoh :
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
Menurut golongannya, pajak dibedakan menjadi :
a. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung
wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
Menurut pemungutnya, pajak dibedakan menjadi :
a. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak
penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah,
b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut pemerintah dareah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak
Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Restoran.
C. Pajak Bumi dan Bangunan
1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan
besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau
bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar
pajak.
2. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu jenis pajak objektif.
Menurut Undang-undang PBB, Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang
dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan atau bangunan.
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan, antara lain:
a.Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
b.Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang penetapan besarnya
Nilai Jual Kena Pajak untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan
c.Keputusan Pemerintah No. 16 Tahun 2000 tentang pembagian hasil
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara pemerintah pusat dan
d.Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK.04/1998 tentang klasifikasi
dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Bumi
dan Bangunan
e.Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2000 tentang penetapan
besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 16/PJ.6/1998 tentang pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan
3. Sejarah Berlakunya Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan mulai berlaku sejak Januari 1986 berdasarkan
Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1994. Jenis pajak
ini bukanlah tergolong jenis pajak baru karena pada dasarnya terdapat jenis pajak
yang memiliki kesesuaian dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah
lama dikenal dan dikenakan jauh sebelum diundangkannya Undang-undang No.
12 Tahun 1985.
Secara umum latar belakang sejarah PBB tebagi menjadi tiga bagian yaitu
masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan. Pada masa
sebelum penjajahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan
Hindu berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar
di masa lalu Mataram, dalam sejarah disebutkan telah menerapkan tanah pertanian
sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain di
Jawa, di kerajaan Aceh dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal
Pada masa penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi yang disebut Land
Rent. Jenis pajak ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles, seorang Gubernur
Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Land
Rent dikenakan terhadap semua jenis tanah produktif dan wajib pajaknya adalah
desa (kepala desa) bukan perseorangan, karena pala kepala desa dianggap sebagai
penyewa yang harus membayar sewa tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi
antara 20% hingga 50% dari hasil produksi pertanian tergantung pada jenis
produksinya. Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap
dipertahankan dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif
juga diubah menjadi 20% dari produksi pertanian. Selanjutnya pada masa
pemerintahan Jepang di Indonesia (1942-1945), nama Land Rent atau Landrente
diubah menjadi Land Tax. (S. Munawir, 2000)
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land
Tax atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai
dengan 1959 nama jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan
Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan
mengeluarkan surat pendaftaran sementara bagi tanah-tanah milik yang terdaftar.
Dengan berlakunya Undang-undang No. 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil
Bumi, terhadap tanah yang tunduk kepada hukum adat dipungut pajak yang
dikenal sebagai Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda). Selain Ipeda, pada masa itu
dipungut pula 6 (enam) pajak kekayaan dan pungutan lain atas tanah dan
bangunan yang menimbulkan tumpang tindih antara satu pajak dengan pajak
Dengan adanya reformasi perpajakan pada tahun 1983, antara lain dengan
penyederhanaan jumlah dan jenis pajak atas tanah dan bangunan melalui
pengundangan Undang-undang No. 12 Tahun 1985, maka 7 (tujuh) jenis pajak
kebendaan dan kekayaan atas tanah dan bangunan disederhanakan menjadi PBB.
Dasar hukum pelaksanaan ketujuh jenis pajak tersebut yang dicabut dengan
Undang-undang No. 12 Tahun 1985 meliputi:
a. Ordinasi Pajak Rumah Tangga 1908
b. Ordinasi Verponding Indonesia 1923
c. Ordinasi Verponding 1928
d. Ordinasi Pajak Kekayaan 1932
e. Ordinasi Pajak Jalan 1942
f. Undang-undang Darurat Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak
Daerah, Pasal 14 huruf j, k, dan l
g. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi
Pemberlakuan Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan didasari pemikiran antara lain bahwa bumi dan bangunan
memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat
darinya, oleh sebab itu wajar apabila kepada mereka diwajibkan memberikan
sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui
pajak.
Kesederhanaan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan antara lain tercemin
jenis, yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Pelaksanaan reformasi di bidang pajak
atas tanah dan bangunan disamping berupaya menyederhanakan berbagai
pungutan pajak atas tanah dan bangunan yang juga memberikan tekanan terhadap
upaya untuk meningkatkan penerimaan dan memperhatikan aspek keadilan serta
meminimalkan dampak terhadap distorsi kegiatan ekonomi dan sosial mengingat
PBB merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap hampir seluruh lapisan
masyarakat.
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sumber utama
penerimaan daerah mengingat PBB adalah penerimaan pajak pusat yang hasil
terbesar dari pajak ini dikembalikan kepada daerah. Dalam APBD, penerimaan
PBB tersebut dimasukan dalam kelompok penerimaan bagian Daerah dari bagi
hasil pajak. Namun demikian, PBB termasuk jenis pajak yang sulit dalam
pengadministrasiannya dan mempunyai efisiensi pemungutan yang rendah karena
jumlah objek pajak yang cukup banyak, mencapai kurang lebih 78 (tujuh puluh
delapan) juta objek pajak.
4. Objek PBB dan Pengecualian dari Objek PBB
a. Objek Pajak PBB
Menurut Pasal 2 Undang-undang No. 12 Tahun 1994, yang menjadi objek
pajak PBB adalah bumi dan atau bangunan.
Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang
ada dibawahnya. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah pekarangan, tambang, dan
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara
tetap pada tanah dan atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contoh: rumah
tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan,
jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dan lain-lain.
b. Pengecualian Objek Pajak PBB
Objek yang dikecualikan dari Pajak Bumi dan Bangunan antara lain:
1) Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani
kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
untuk kebudayaan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak
memperoleh keuntungan
2) Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum,
peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu seperti museum
3) Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman
nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah
Negara yang belum dibebani sesuatu hak
4) Tanah atau bangunan yang digunakan untuk perwakilan diplomatik
atau konsulat berdasarkan atas perlakuan timbal balik. Artinya bila
tanah atau gedung perwakilan Republik Indonesia di Negara tertentu
tidak dikenai PBB. Hal yang sama kita perlakukan terhadap tanah atau
gedung Negara tersebut yang ada di Negara kita.
5) Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan. Contoh: WHO,
5. Subjek Pajak PBB
Yang menjadi subjek pajak PBB menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang
tentang PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
a. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
b. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
c. Memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;
d. Memperoleh manfaat atas bangunan
6. Penilaian
Kegiatan penilaian pada dasarnya ditujukan untuk melakukan estimasi dan
memprediksi nilai pasar dari suatu barang dengan tujuan mendapatkan perkiraan
nilai. Dalam PBB, kegiatan penilaian dilakukan untuk menentukan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) yang akan digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, penentuan NJOP dilakukan dengan 3
(tiga) pendekatan penilaian sebagai berikut:
a. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
Pendekatan data pasar dilakukan dengan cara membandingkan objek pajak
yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang sejenis yang nilai jualnya sudah
diketahui dengan melakukan penyesuaian yang dipandang perlu. Persyaratan
utama yang harus dipenuhi dalam penerapan pendekatan ini adalah tersedianya
diterapkan untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi dan untuk
objek tertentu dapat pula dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.
b. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Pendekatan biaya digunakan untuk menentuan NJOP bangunan yang
dilakukan dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan untuk membuat
bangunan baru dari objek bersangkutan (reproduction cost new) dikurangi dengan
penyusutan. Perkiraan biaya dihitung dari setiap komponen utama bangunan,
material, dan fasilitas lainnya.
c. Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan (Income Capitalization Approach)
Pendekatan kapitalisasi pendapatan dilakukan dengan cara menghitung
atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa atau penjualan dalam satu tahun
dari suatu objek dikurangi dengan biaya operasi yang selanjutnya dikapitalisasi
dengan suatu tingkat bunga tertentu. Pendekatan ini pada umumnya digunakan
khusus untuk objek komersial yang dibangun untuk menghasilkan keuntungan,
seperti hotel, apartemen, perkantoran, pelabuhan udara dan laut, tempat rekreasi,
dan sebagainya. Dalam penentuan NJOP, pendekatan ini dipakai juga sebagai alat
penguji terhadap nilai yang dihasilkan dengan pendekatan lain.
Mengingat jumlah objek PBB yang sangat banyak dan menyebar di
seluruh wilayah Indonesia, sedangkan di lain pihak jumlah tenaga penilai dan
waktu penilaian tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan penilaian dilakukan
dengan 2 (dua) cara, yaitu penilaian misal dan penilaian individual.
Dalam penilaian misal, NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi
NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan
(DBKB). Perhitungan penilaian misal dilakukan dengan menggunakan Computer
Assisted Valuation (CAV). CAV adalah salah satu cara penilaian untuk
menentukan besarnya NJOP dengan menggunakan bantuan komputer berdasarkan
kriteria yang sudah ditentukan
Penilaian individual diterapkan untuk objek pajak yang bernilai tinggi
(tertentu), baik objek pajak khusus maupun objek pajak umum yang telah dinilai
dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya krena
keterbatasan aplikasi program. Pelaksanaan penilaian individual dilakukan dengan
memperhitungkan seluruh karakteristik dari objek pajak tersebut. Dalam penilaian
individual, pelaksanaan pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran SPOP (LSPOP) serta Lembar
Kertas Kerja Objek Khusus (LKOK) untuk data tambahan atau informasi
tambahan.
Setiap penilaian memperhatikan tanggal penilaian yang menjadi dasar
ketetapan PBB yaitu per tanggal 1 Januari tahun pajak yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang tentang Pajak Bumi
dan Bangunan. Dengan demikian, walaupun pendataan tidak dilakukan tepat pada
tanggal 1 Januari, analisis penilaian harus disesuaikan dengan keadaan objek
7. Unsur Untuk Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan
a. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru
Untuk mempermudah cara penghitungan PBB, sesuai Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB, hasil penilaian diklasifikasikan dan
digolongkan berdasarkan besarnya NJOP per m2. Untuk bumi terdapat 50 (lima
puluh) klasifikasi sedangkan untuk bangunan terdapat 20 (dua puluh) klasifikasi.
b. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual
yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak yaitu suatu persentase
tertentu dari nilai jual sebenarnya.
Pengenaan adalah kegiatan penghitungan, penetapan, pembebanan pajak
terutang dengan unsur pokok yaitu tarif dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Tarif
dalam pengenaan PBB merupakan jenis tarif tunggal dan ditetapkan sebesar 0,5%,
sedangkan NJKP atau assessed ratio merupakan dasar penghitungan pajak.
Besarnya NJKP untuk ketetapan PBB tahun 2001 sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 tentang penetapan besarnya NJKP
untuk penghitungan PBB adalah sebagai berikut:
2) Objek pajak perhutanan sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP
3) Objek pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP
4) Objek pajak lainnya:
(a) Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP apabila NJOP sama
dengan atau lebih besar Rp 1 miliar (satu miliar rupiah)
(b)Sebesar 20% dari NJOP apabila NJOP lebih kecil Rp 1 miliar (satu
miliar rupiah)
c. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Dalam pengenaan PBB, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan dasar
pengenaan PBB dan terhadap setiap wajib pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor
201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian besarnya NJOPTKP sebagai dasar
perhitungan PBB, mulai tahun 2001 NJOPTKP ditetapkan setinggi-tingginya RP
12 juta (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, minimal 8 juta (delapan
juta). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, besarnya NJOPTKP untuk
setiap daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
Pemerintah Daerah setempat.
d. Dasar pengenaan Pajak, Tarif, Tempat dan Saat Pajak Terutang PBB
1) Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak PBB adalah sebesar 0,5 (lima
puluh persen) PBB = Tarif x NJKP
Hasil penghitungan, penetapan, dan pembebanan pajak terutang
dituangkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang berisikan
antara lain; nama serta alamat wajib pajak, besarnya pajak terutang, dan data
mengenai objek pajak. Daluarsa pengenaan PBB adalah setelah 10 (sepuluh)
tahun pajak. Jumlah pajak terutang yang ditetapkan dalam SPPT secara
keseluruhan akan menghasilkan pokok ketetapan PBB.
2) Dasar Pengenaan PBB
Dasar yang digunakan sebagai pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) yang ditetapkan setiap tiga (3) tahun oleh Menteri Keuangan.
Pengertian NJOP sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 33 UU No. 12
Tahun 1994 adalah harga rata-ata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli maka NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau Nilai
Jual Objek Pajak Pengganti. Sedangkan dasar perhitungan pajak PBB adalah Nilai
Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan
setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Besarnya persentase NJKP yang telah ditetapkan
dengan PP No. 48 tahun 1997 yaitu:
(a). 40% yang diperuntukan bagi:
(1) Objek pajak perumahan yang wajib pajak perseoangan dengan
NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp. 1
Miliar
(2) Objek pajak perkebunan yang luas lahannya sama atau lebih
BUMN, badan swasta, maupun berdasarkan kerjasama
operasional antara pemerintah dan pihak swasta
(3) Objek pajak kehutanan, tetapi tidak termasuk areal blok
tabungan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemegang
hak pengusahaan lahan
(b). 20% untuk objek pajak lainnya
3). Tempat dan Saat PBB Terutang
Pengertian tahun pajak dalam PBB adalah jangka waktu 1 (satu) tahun
takwim (1 Januai s/d 31 Desember) sedangkan yang menentukan saat pajak
terutang PBB adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari, sebagai
contoh objek pajak yang dimiliki wajib ajak per 1 Januari 1999 berupa tanah dan
bangunan. Selanjutnya pada tanggal 15 Januari 1999 bangunan tersebut terbakar,
maka objek pajak yang digunakan sebagai dasar menghitung PBB terutang tetap
berdasakan keadaan pada tanggal 1 Januari 1999 (sebelum terbakar).
Pengaturan penetapan tempat PBB terutang yang meliputi letak objek
pajak sebagai berikut:
(a).Untuk daerah Jakarta, diwilayah DKI Jakarta
(b).Untuk daerah lainnya, di wilayah kabupaten daerah tingkat II atau
e. Menghitung PBB
Contoh 1:
1). Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp. 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual
Kena pajak misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak adalah
20% x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 200.000,00
2). Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp. 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual
Kena Pajak misalnya 50% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak adalah
50% x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 500.000,00
Contoh 2:
Wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa:
Tanah seluas 800m2 dengan harga jual Rp. 300.000,00/m2
Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp. 350.000,00/m2
Taman mewah seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp. 50.000,00/m2
Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan
nilai jual Rp. 175.000,00/m2
Persentase Nilai Jual Kena Pajak misalnya 20%. Besarnya pajak yang
terhutang adalah sebagai berikut:
1). Nilai jual tanah:
800 x Rp. 300.000 = Rp. 240.000.000
Nilai jual bangunan:
a). Rumah dan garasi
b). Taman mewah
200 x Rp. 50.000 = Rp. 10.000.000
c). Pagar mewah
(120 x 1,5) x Rp. 175.000 = Rp. 31.500.000
Rp. 181.500.000
Batas nilai jual bangunan tidak kena pajak (Rp. 2.000.000)
Nilai jual bangunan Rp. 179.500.000
Nilai jual tanah dan bangunan Rp. 419.500.000
2). Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang:
a). Atas tanah: 0,5 x 20% x Rp. 240.000.000 = Rp. 240.000
b). Atas bangunan: 0,5 x 20% x Rp. 179.500 = Rp. 179.500
jumlah pajak yang terhutang Rp. 419.500
D. Karakteristik Wajib Pajak
1. Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak
Aspek pengetahuan mempengaruhi aspek sikap, aspek sikap
mempengaruhi aspek niat, aspek niat mempengaruhi aspek perilaku, akhirnya
aspek perilaku mempengaruhi aspek pengetahuan, dan berawal lagi aspek
pengetahuan mempengaruhi aspek sikap.
Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap fungsi pajak yang
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan
fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak
perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan
tepat jumlah.
2. Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Peraturan Perpajakan PBB
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan
Menteri Keuangan, dan Surat Edaran Dirjen Pajak yang secara jelas mengatur
perhitungan PBB, pemerintah telah melakukan perubahan peraturan PBB dalam
hal untuk penyederhanaan maupun penyesuaian perhitungannya agar wajib pajak
dapat lebih memahami dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Oleh karena
itu, diperlukan pengetahuan yang cukup agar wajib pajak dapat lebih memahami
semua tentang peraturan perpajakan PBB.
3. Sikap Wajib Pajak
Perilaku wajib pajak terhadap kesederhanaan dan daya jangkau hukum
pajak akan mempengaruhi perilaku atau sikap wajib pajak dan keberhasilan
perpajakan. Peraturan perpajakan PBB berfungsi penting, karena ini merupakan
sikap wajib pajak terhadap Undang-undang dan peraturan perpajakan PBB, dan
sikap wajib pajak mempengaruhi perilaku perpajakan wajib pajak, dan akhirnya
perilaku perpajakan mempengaruhi keberhasilan perpajakan.
4. Persepsi Wajib Pajak
Agar masyarakat memiliki kesadaran tinggi dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan, masyarakat harus mengetahui dahulu tentang pajak.
Mengetahui apa itu pajak, mengetahui mengapa harus membayar pajak,
mengetahui sifat dari pajak, mengetahui ketentuan perundang-undangan
membayar pajak, mengetahui sanksinya jika tidak membayar pajak. Namun, tidak
berarti bahwa tidak semua masyarakat harus menjadi ahli perpajakan, tetapi
minimal harus mengetahui hal-hal yang mendasar tentang perpajakan.
Setelah mengetahui hal-hal yang mendasar mengenai perpajakan,
selanjutnya diharapkan akan tambah kesadaran didalam masyarakat untuk
membayar pajak. Karena ada sebagian wajib pajak yang tidak membayar pajak,
tetapi belum tentu wajib pajak tersebut tidak mau membayar pajak bisa jadi wajib
pajak tidak mengetahui bagaimana cara menghitungnya. Hal itu karena pengaruh
dari tingkat pendidikan pajak wajib pajak dan persepsi wajib pajak tentang pajak.
E. Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Umi
Khadijah (2005). Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa faktor-faktor
yang melekat pada wajib pajak PBB (wiraswasta dan non wiraswasta)
berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan penerimaan PBB. Dalam
penelitian sebelumnya variabel yang diteliti adalah faktor kesadaran perpajakan
wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap Undang-undang dan peraturan
perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan pemerintah,
pendidikan wajib pajak, dan lama tinggal wajib pajak di lokasi objek pajak PBB.
Sedangkan variabel yang penulis teliti adalah kesadaran perpajakan wajib pajak,
pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan PBB, persepsi wajib pajak
Penelitian sebelumnya dilakukan di Jakarta Barat, sedangkan penelitian
yang penulis lakukan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta
Selatan Satu.
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang
berisikan tentang rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan
dalam penelitian ini, dimana dalam kerangka pemikiran ini diberikan skema
singkat tentang alur penilitian yang menggambarkan proses penelitian yang
dimulai dari penentuan ruang lingkup penelitian, kemudian variabel penelitian
disertai teori dan Undang-undang yang melandasi penentuan variabel tersebut,
metode analisa yang digunakan hingga hasil penemuan atas jawaban dari
permasalahan masalah yang dibuat.
Karakteristik pada wajib pajak dalam penelitian ini merupakan variabel
bebas (independent variable). Faktor atau karakteristik pada wajib pajak terdiri
dari: kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap
peraturan perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak, dan persepsi
wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB. Sedangkan variabel tidak
bebas (dependent variable) dari penelitian ini adalah keberhasilan penerimaan
Tabel 2.1
Kerangka Pemikiran
Karakteristik Pada Wajib Pajak
Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)
Uji asumsi Klasik a. Normalitas b. Multikolinearitas c. Heterokedastisitas
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Uji Koefisien Determinasi Uji F Hitung
Uji t Hitung Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak
(X1)
Pemahaman Wajib Pajak
(X2)
Persepsi Wajib Pajak
(X3)
Sikap Wajib Pajak (X4)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah wajib pajak
PBB yang menjadi wajib pajak efektif di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan Jakarta Selatan Satu. Ruang lingkupnya membahas seberapa jauh
pengaruh karakteristik wajib pajak yang terdiri dari: kesadaran perpajakan wajib
pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan PBB, persepsi wajib pajak
terhadap pelaksanaan sanksi denda PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak
terhadap keberhasilan penerimaan PBB
Penelitian dilakukan pada KP PBB Jakarta Selatan Satu yang berlokasi di Jl.
Raya Pasar Minggu No.11 Jakarta 12780.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini metode penentuan sampel yang digunakan adalah
metode convenience sampling yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil
berdasarkan kemudahan memperoleh data yang dibutuhkan.
Menurut Abdul hamid (2005:24) convenience sampling adalah istilah
umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden.
convenience sampling berarti unit sampel yang mudah ditarik, mudah dihubungi,
tidak menyusahkan, mudah diukur, dan bersifat kooperatif.
Penetapan ukuran sampel yang dipakai dihitung dengan menggunakan
n = N 1 + N (e²)
83.914 = 99,88 1 + 83.914(0,1²)
Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketelitian, karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, penulis melakukan pengumpulan data
dengan cara:
1.Data Primer
Data ini diperoleh dengan cara kuisioner. Kuisioner ini digunakan untuk
memperoleh data primer, kuisioner disebarkan kepada wajib pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Selatan Satu
2. Data Sekunder
Yaitu data yang didapat penulis dengan membaca, mendalami dan
menelaah berbagai buku, jurnal dan peraturan perpajakan yang berkaitan
dengan penerimaan PBB, dan karakteristik wajib pajak
D. Metode Analisis
Dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis kuantitatif
memberikan gambaran yang nyata mengenai bagaimana hubungan dan pengaruh
antara variabel X dan Y.
Pengukuran tingkat kepentingan atas unsur kesadaran perpajakan wajib
pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan PBB, persepsi wajib pajak
terhadap pelaksanaan sanksi denda PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak
terhadap keberhasilan penerimaan PBB dilakukan dengan menggunakan skala
likert. Instrument pertanyaan ini akan menghasilkan total skor bagi tiap anggota
sampel yang diwakili oleh setiap nilai skor seperti yang tercantum dibawah ini:
Tabel 3.1 Skala Likert
Skala Likert Bobot
Sangat Tidak Setuju 1
Tidak Setuju 2
Ragu 3
Setuju 4
Sangat Setuju 5
1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi suatu tes atau
instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai
relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas
rendah
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan, suatu
instrument dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
(Sugiyono, 2006:267) Pengujian validitas tiap butir pertanyaan dengan skor
pertanyaan secara keseluruhan. Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien
korelasi, item yang memiliki korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta
korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item ini mempunyai validitas yang tinggi
pula jika r = positif (+), sedangkan r = negative (-) maka butir dalam instrument
tersebut dinyatakan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid maka tahap
berikutnya adalah mengukur reliabilitas dari alat sehingga ukuran yang
menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain
kesempatan.
Untuk melihat reliabilitas, maka dihitung cronbach alpha masing-masing
instrument variabel. Variabel-variabel tersebut dikatakan reliabel bila cronbach
alphanya memiliki nilai lebih besar dari 0,60. Uji reliabilitas bertujuan untuk
melihat konsistensi alat ukur yang akan digunakan yakni apakah alat ukur yang
tersebut akurat, stabil dan konsisten. Teknik yang digunakan untuk menguji
r11= [ k ] [1- ²b]
k-1 ²1
Dimana:
r 11 = Reliabilitas instrument
k = Banyak butir pertanyaan
²1 = Varians total
²b = Jumlah varians butir
Rumus reliabilitas ini dapat diselesaikan dengan menggunkan SPSS versi
12.0 for windows.
3. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pengujian
atas data yang didapat. Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut ;
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak, model regresi yang baik adalah memiliki distribusi
data normal atau mendekati normal.
Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik-titik) pada
sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya jika data menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas, sedangkan jika data menyebar jauh dari garis
diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak