• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh karateristik pada wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan pbb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh karateristik pada wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan pbb"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB PAJAK

TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)

Oleh

Laily Fauziyah

Nim : 203082001902

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB PAJAK

TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih gelar Sarjana

Ekonomi

Oleh Laily Fauziyah Nim : 203082001902

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja, MM Muhammad Yani, SE., MM

NIP : 130 676 334

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Hari ini Senin Tanggal 12 Bulan November Tahun Dua Ribu Tujuh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Laily Fauziyah NIM : 203082001902

dengan judul skripsi “PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB

PAJAK TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selamaujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 November 2007

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA Amilin, SE., Ak., M. Si

Ketua Sekretaris

(4)

Hari ini Selasa Tanggal 18 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Laily Fauziyah NIM : 203082001902 dengan judul

skripsi “PENGARUH KARAKTERISTIK PADA WAJIB PAJAK

TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PBB (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan PBB Jakarta Selatan Satu)” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selamaujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Maret 2008

Tim Penguji Ujian Skripsi

Dr. Yahya Hamja, MM Muhammad Yani, SE., MM

Pembimbing I Pembimbing II

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Laily Fauziyah

Nim : 203082001902

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Oktober 1986

Alamat : Jl. H. Mandor II Rt.05/02 No. 46 Cilandak Barat

Jakarta Selatan 12430

Nomor Telepon : 021-92225680

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1991-1997 : MI AL-ANWAR Cilandak

Tahun 1997-2000 : MTsN 3 Pondok Pinang

Tahun 2000-2003 : MAN 4 Pondok Pinang

(6)

The Influence Tax Payers Characteristic Toward The PBB Income

Success

(Case Study at KP PBB Jakarta Selatan Satu)

ABSTRACT

The main purpose of this research is to know how much the image tax payer characteristic influence PBB income success. The research focused on two variables. They are independent variable such as taxation consciousness (X1), the understanding of the tax payers towards the PBB regulations (X2), the perceptions of tax payers on the implementation of the PBB fines (X3), the attitude of the tax payers towards tax function (X4) and PBB income success (Y) as dependent variable.

In getting data, researcher took 100 tax payer as the respondent. In this research primary data was used which were acquired by spreading the quisioners to the tax payers who paid their tax at the KP PBB Jakarta Selatan Satu, while the analysis method and hypothesis was using the linier regression.

(7)

Pengaruh Karakteristik Pada Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan

Penerimaan PBB

(Studi Kasus Pada KP PBB Jakarta Selatan Satu)

.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh karakteristik wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan PBB. Variabel yang menjadi fokus penelitian ini adalah kesadaran perpajakan (X1), pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan (X2), persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan denda PBB (X3), sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak (X4) sebagai variabel bebas, dan keberhasilan penerimaan PBB sebagai variabel terikat.

Untuk memperoleh data dari variabel tersebut diambil sebanyak 100 responden. Pada penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada wajib pajak yang melakukan kewajibannya di KP PBB Jakarta Selatan Satu. Sedangkan untuk metode analisis dan uji hipotesis menggunakan regresi linier berganda.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, rasa syukur yang tiada terkira kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya dan berkat petunjuk serta pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Karakteristik Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB (Studi Kasus Pada KP PBB

Jakarta Selatan Satu)” Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. yang selalu berjuang tanpa kenal lelah untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan, walaupun halangan dan rintangan diterimanya dalam memperjuangkan agama yang Haq.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga tak luput dari berbagai masalah dan menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya tanpa ada bimbingan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktu hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Mama dan Bapak Qu yang telah memberiQu kasih sayang berlimpah, mengorbankan banyak hal demi terwujudnya impian Qu dan dukungan, semangat serta do’a yang tiada henti-hentinya demi suksesnya kehidupanQu. Begitu pula Dengan Nenek Qu makasih Dah Selalu Doain Qu, Juga dengan kakak Qu tersayang Nurul, untuk adik Qu tercinta Syifa Mahmudah (Jangan Maen truz ‘n Rajin Belajar), dan keponakan kecil Qu Rezky Aditya PutRa (cepet gede ya…) do’a dan dukungan dari kalian sudah cukup berarti bagi Qu. 2. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku pembimbing I yang bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi ini.

(9)

4. Bapak Drs. Moh. Faisal Badroen, MBA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Ketua Jurusan Akuntansi, dan Bapak Amilin, SE., Ak., M. Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap Dosen dan seluruh staf FEIS atas semua curahan ilmu, bantuan dan pelayanannya.

7. Seluruh staf KP PBB Jakarta Selatan Satu, terutama Seksi Pelayanan Satu Tempat Pak Tumar, Mas Tri, Pak Zein, Mas Rama, Seksi Data dan Informasi Mas Troy, Mas Roni, Mas Doni. Terima kasih telah membantu penulis dalam memperoleh data selama penelitian.

8. My Best friend Yura kehadiranmu membuat banyak perubahan dalam hidup Qu, Makasih untuk motivasi, semangat, dukungan, dan bantuannya selama ini. Thanks udah selalu memberiQu masukan dan menenangkan hati Qu di kala hati Qu gundah… ‘n semua sahabat-sahabat Qu di Fresh Up Thanks ya… 9. Keluarga besar Akuntansi A angkatan 2003 teRima kaSih bwT

kebeRsamaanNya seLama iNi... Specially my Best FrienD Lia, Sherra, Ti2.’n seMuanya kaLian adaLah SahabaT2 Qu yang Terbaik mo9a persahabaTan Qta abaDi...amien

Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, masih perlu banyak masukan dan perbaikan sehingga skripsi ini dapat mendekati sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, bagi pembaca maupun pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Januari 2008 Wassalam

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Riwayat Hidup ... i

Abstract ... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel... xiii

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Devisa Negara... 7

B. Dasar-dasar Perpajakan... 9

C. Pajak Bumi dan Bangunan... 16

D. Karakteristik Wajib Pajak ... 30

E. Penelitian Sebelumnya... 32

F. Kerangka Pemikiran ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... 35

B. Metode Penentuan Sampel... 35

C. Metode Pengumpulan Data... 36

D. Metode Analisis... 36

(11)

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum KP PBB Jakarta Selatan Satu

1. Sejarah Singkat KP PBB... 50

2. Tugas dan Fungsi KP PBB... 50

3. Visi dan Misi KP PBB ... 51

4. Struktur Organisasi ... 51

B. Analisis dan Pembahasan 1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53

C. Hasil Kuisioner... 56

D. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Data ... 84

2. Uji Heterokedastisitas ... 85

3. Uji Multikolinearitas... 86

E. Uji Regresi Linier Berganda 1. Uji Determinasi ... 87

2. Uji t ... 88

3. Uji F ... 89

4. Persamaan Regresi Linier Berganda... 89

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 92

B. Implikasi... 93

DAFTAR PUSTAKA………. 95

(12)

DAFTAR TABEL

4.6 Hasil Pengisian SPOP Harus Sesuai Dengan Objek Pajak 58

4.7 Hasil Melaporkan SPOP Hanya Merupakan Beban 58

4.8 Hasil Pengetahuan Dan Pemahaman Wajib Pajak 59

4.9 Hasil Ketetapan Waktu Membayar Pajak 59

4.10 Hasil Ketetapan Waktu Membayar PBB 60

4.11 Hasil Menjalankan Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak 60

4.12 Hasil Tidak Mempunyai Tunggakan 61

4.13 Hasil Undang-undang PBB 62

4.14 Hasil UU PBB Cukup Jelas Dan Singkat 62

4.15 Hasil Menghitung Pajak Sesuai Dengan Undang-undang 63

4.16 Hasil Pemahaman Undang-undang PBB 63

4.17 Hasil Penjelasan SPPT Terhadap Hak-Hak Wajib Pajak 64 4.18 Hasil Penjelasan SPPT Terhadap Kewajiban Wajib Pajak 64

4.19 Hasil PBB Untuk Pembangunan Daerah 65

4.20 Hasil Objek PBB 65

4.21 Hasil Dasar Pengenaan PBB 66

4.22 Hasil Mengajukan Keberatan 66

4.23 Hasil Mengajukan Pengurangan 67

4.24 Hasil Membayar PBB 67

4.25 Hasil Denda PBB 2% 68

4.26 Hasil Sanksi Pelaksanaan Denda Bunga 68

4.27 Hasil Pembayaran Pajak Sebelum Jatuh Tempo 69

4.28 Hasil Perhitungan Pelaksanaan Sanksi Denda 69

4.29 Hasil Membayar PBB Terlambat 70

4.30 Hasil Membayar Denda 70

4.31 Hasil Membayar PBB Tepat Waktu 71

4.32 Hasil Pajak Tidak Memberatkan 71

4.33 Hasil Tujuan Pembangunan 72

4.34 Hasil Tugas Pemerintah 73

4.35 Hasil Pemerintah Memerlukan Dana 73

4.36 Hasil Pembangunan Tanggung Jawab Bersama 74

(13)

4.38 Hasil PBB Adalah Iuran Rakyat 75 4.39 Hasil Dalam Menstabilkan Pembangunan Pemerintah

Memerlukan Dana 75

4.40 Hasil Pajak Adalah Sumber Dana 75

4.41 Hasil Transparansi Pemerintah 76

4.42 Hasil Berpartisipasi Melaksanakan Pembangunan 77

4.43 Hasil Pembangunan Negara 77

4.44 Hasil Dana Dari Pajak 78

4.45 Hasil Pembayaran PBB Dengan Tepat waktu 78

4.46 Hasil Penerimaan Pajak Terhambat 79

4.47 Hasil Pemungutan PBB 79

4.48 Hasil Pembagian Hasil Penerimaan PBB 80

4.49 Hasil Merasakan Hasil Penerimaan PBB 80

4.50 Hasil Sarana Dan Layanan Gratis 81

4.51 Hasil Pelayanan Fasilitas 81

4.52 Hasil Tidak Merasakan Manfaat Pajak 82

4.53 Hasil Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak 82

4.54 Hasil Pembangunan Semakin Baik 83

4.55 Hasil Uji Multikolinearitas 86

4.56 Hasil Uji Determinasi 87

4.57 Hasil Uji t 88

4.58 Hasil Uji F 89

(14)

DAFTAR GAMBAR

B. No. Keterangan

Halaman

4.1 Grafik Normalitas Probability Plot 84

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

C. No. Keterangan

Halaman

1. Hasil Uji Statistik 97

2. Kuisioner 99

3. Jawaban Kuisioner 103

4. Bagan Struktur Organisasi KP PBB 114 Jakarta Selatan Satu

5. Tabel Nilai Distribusi t 115

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Cadangan minyak dan gas bumi yang sebelumnya dijadikan salah satu

sumber penerimaan Negara sudah mulai menipis, maka kini salah satu sumber

penerimaan Negara dan menjadi tumpuan penerimaan Negara untuk membiayai

pembangunan nasional adalah dari sektor pajak. Dalam struktur penerimaan

Negara, penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan dalam negeri.

Penerimaan pajak dari dalam negeri terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh),

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN),

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB). Dan juga pajak yang bersumber dari Perdagangan

Internasional yaitu, Bea Masuk dan Pajak Ekspor.

Berdasarkan wewenang pemungutnya pajak dibagi dua yaitu, Pajak Pusat

dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada

pada pemerintah pusat, sedangkan pajak daerah adalah pajak yang wewenang

pemungutannya ada pada pemerintah daerah (pemda). Yang termasuk Pajak Pusat

yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan

Bea Materai.

Pajak tidak hanya dirasakan manfaatnya bagi kepentingan nasional oleh

pemerintah pusat, melainkan juga dirasakan begitu besar manfaatnya bagi daerah.

(17)

Bumi dan Bangunan (PBB). PBB ini dikenakan pada bumi dan bangunan yang

masih berada di wilayah Indonesia baik didarat maupun di perairan (daerah

pabean).

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan terhadap bumi dan

bangunan menjangkau semua lapisan masyarakat dengan stratifikasi sosial yang

beragam. Oleh karenanya berbagai ketentuan di dalam PBB harus diciptakan

dengan mempertimbangkan pula kepentingan dan kondisi masyarakat selaku

wajib pajak. Yang diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak

Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12

Tahun 1994.

Membayar pajak merupakan bukti keikutsertaan masyarakat dalam

pembiayaan dan pembangunan negara, juga digunakan untuk pemerataan

kesejahteraan bangsa. Saat ini pajak merupakan sumber utama bagi penerimaan

negara, dan juga sebagai alat kebijakan ekonomi dan keuangan negara.

Melihat hampir dari seluruh rakyat Indonesia adalah wajib pajak bumi dan

bangunan hal ini menunjukan bahwa tidak sedikit pendapatan negara berasal dari

sektor pajak tersebut, yang beberapa persen diantaranya akan diberikan kepada

pemerintah daerah yang dipergunakan untuk peningkatan pembangunan daerah.

Seiring dengan meningkatnya pendapatan pajak PBB akan membawa

keberhasilan penerimaan PBB.

Salah satu ukuran keberhasilan perpajakan yang sesuai dengan fungsi

budgetair adalah keberhasilan penerimaan pajak atau collection rate. Sebagai

(18)

pokok ketetapannya pada tahun yang bersangkutan, semakin tinggi tingkat

kepatuhan wajib pajak semakin tinggi tingkat keberhasilan perpajakan.

Faktor atau karakteristik yang mempengaruhi keberhasilan perpajakan

adalah faktor tax payer yaitu faktor pada wajib pajak yang terdiri dari tingkat

kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan

perpajakan PBB, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB,

sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak. Pengetahuan tentang faktor pada wajib

pajak merupakan input penting bagi fiskus, dan sangat berperan penting dalam

setiap upaya peningkatan keberhasilan pajak, baik pajak pusat maupun daerah.

Keberhasilan didalam perpajakan juga menjadi hal yang mesti

mendapatkan perhatian yang memadai. Berbagai upaya terus dilakukan oleh

pemerintah, akan tetapi satu hal yang perlu untuk dipahami bahwa tanpa disertai

pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama memberikan

dukungan, tentu tidak akan dapat membuahkan hasil yang optimal.

Sikap merupakan cermin dari pengetahuan dan pandangan seseorang

terhadap sesuatu. Misalnya Katz sebagaimana dikutip Bimo Walgito

mengemukakan bahwa salah satu fungsi sikap adalah fungsi pengetahuan, dimana

bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan

tentang pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan.(Katz

dalam Bimo Walgito:2000) Dengan demikian sikap seseorang terhadap suatu

objek dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh pengetahuan seseorang

(19)

mengatakan bahwa objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi

akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan.

Dalam mempersepsi objek sikap, individu akan dipengaruhi oleh

pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini

merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap. (Ma’rat

dalam Bimo Walgito, 2000:17). Pengetahuan dari wajib pajak mengenai waktu

pembayaran dapat digunakan untuk melihat sikap mereka mengenai bagaimana

mereka membayar pajak. Namun seberapa besar pengaruh faktor atau

karakteristik pada wajib pajak belum diketahui secara pasti.

Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk itu penulis mencoba memilihnya

dalam sebuah skripsi yang berjudul ”Pengaruh Karakteristik Wajib Pajak

Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB (Studi Kasus Pada Kantor

Pelayanan PBB Jakarta Selatan satu)”

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Umi

Khodijah (2005) mengenai pengaruh faktor-faktor yang melekat pada wajib pajak

terhadap keberhasilan penerimaan perpajakan. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara faktor-faktor yang melekat pada

wajib pajak dengan keberhasilan penerimaan pajak.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

(20)

1. Apakah faktor-faktor karakteristik pada wajib pajak seperti kesadaran

perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan

perpajakan PBB, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda

PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak berpengaruh terhadap

keberhasilan penerimaan PBB?

2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor karakteristik pada wajib pajak

seperti kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak

terhadap peraturan perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi

pajak, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB

terhadap keberhasilan penerimaan PBB?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan pelaksanaan

penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor karakteristik pada wajib pajak

seperti kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak

terhadap peraturan perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi

pajak, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB dapat

mempengaruhi keberhasilan penerimaan pajak PBB.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor karakteristik

pada wajib pajak seperti kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman

(21)

terhadap fungsi pajak, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi

denda PBB terhadap keberhasilan penerimaan pajak PBB.

D. Manfaat penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak

yang memerlukannya, yaitu:

1. Bagi Penulis

a. Penulis dapat mengetahui mengenai PBB dan karakteristik pada wajib

pajak PBB yang akan berpengaruh pada keberhasilan penerimaan PBB

b. Untuk memenuhi salah satu prasyarat memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai PBB

dan karakteristik pada wajib pajak PBB.

2. Bagi Pihak Lain

a. Sebagai sumber bacaan bagi pihak yang membutuhkan tambahan

pengetahuan dan informasi tentang PBB, terutama tentang

karakteristik pada wajib pajak PBB

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Devisa Negara

Penerimaan negara yang disebut sebagai devisa negara merupakan sumber

utama untuk membelanjai aktifitas pemerintah, selain digunakan untuk

membelanjai pengeluaran rutin, pendapatan yang diharapkan dapat digunakan

untuk membelanjai pengeluaran pembangunan. Apabila pendapatan negara hanya

cukup atau tidak cukup untuk membelanjai pengeluaran rutin, itu berarti anggaran

defisit dan ditutupi dengan pinjaman. (Siregar, 2000:317)

Penerimaan negara atau devisa negara terbagi kepada 2:

1). Ekspor

Ekspor sesuatu negara biasanya terdiri dari barang dan jasa yang

dihasilkan di dalam negeri, oleh sebab itu nilainya harus dihitung kedalam

pendapatan nasional. Pemerintah di dalam meningkatkan pendapatan berupa

devisa negara adalah dengan mengurangi impor dan menggalakan ekspor dengan

salah satu atau gabungan. Langkah-langkah berikut:

a. Memperkenalkan atau mempertinggi pajak impor. Pajak impor adalah

pungutan yang dikenakan pemerintah keatas barang-barang yang

diimpor. Pungutan yang terutama adalah tarif. Salah satu tujuan

pemerintah untuk mengenakan tarif adalah memperoleh pendapatan.

b.Menentukan quota atas barang-barang tertentu. Quota adalah kebijakan

membatasi impor dai luar negeri dengan menentukan jumlah barang

(23)

dilaksanakan dalam bentuk menentukan jumlah sesuatu barang yang

dapat diimpor dalam suatu waktu tertentu.

c. Mengawasi penggunaan valuta asing yang dimiliki. Dalam kebijakan ini

pemerintah secara cermat mengawasi cara-cara masyarakat

menggunakan valuta asing yang dimilikinya. Basanya

peraturan-peraturan akan dibuat yang tujuannya adalah untuk menjamin agar

devisa yang dimiliki yang biasanya sangat tidak mencukupi jumlahnya

dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga penggunaannya

mencapai efisiensi yang tinggi.

Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung kepada kemampuan barang dalam

negeri untuk bersaing di pasaran luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan

daya saing adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil.

Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga dan upah.

Selanjutnya adalah melakukan devaluasi, untuk menaikan daya persaingan barang

dalam negeri, menyebabkan harga ekspor bertambah murah dan impor bertambah

mahal. Oleh sebab itu devaluasi akan menambah ekspor dan mengurangi impor.

2). Pajak

Pajak atau tax dalam buku Teori Ekonomi Makro biasanya dimaksudkan

sebagai uang atau daya beli yang diserahkan oleh masyarakat kepada pemerintah

dimana terhadap penyerahan uang atau daya beli tersebut pemerintah tidak

memberikan balas jasa yang langsung. Jadi, penyerahan uang dari masyaakat

kepada pemerintah berupa pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak warisan,

(24)

Pajak adalah sumber yang dapat diandalkan pemerintah untuk

memperbesar penerimaan negara. Salah satu jenis pajak yang berperan besar

dalam penerimaan negara adalah pajak penghasilan.

B. Dasar-dasar Perpajakan

1. Definisi Pajak

a. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dipergunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo,2003:1)

b. Menurut S. I. Djajadiningrat

Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Tetapi, tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. (Siti Resmi, 2003:1)

Waluyo dan Wirawan B. llyas (2001:5) ciri-ciri pajak yang melekat pada

pengertian pajak, adalah :

a. Pajak dapat dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya yang bersifat dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah

(25)

d Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang

bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai public investment.

e Pajak dapat pula mempunyai tujuan budgeter, yaitu pendanaan.

2. Azas-Azas Pemungutan Pajak

Azas-azas pemungutan pajak sebagaimana yang telah disebutkan oleh

Adam Smith dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into The Natura And

Causes Of The Wealth Of Nations menyatakan bahwa sebaiknya pemungutan

pajak didasarkan pada 4 hal dasar.

Apabila keempat hal yang termasuk dalam azas-azas pemungutan pajak

tersebut dapat dipenuhi, berarti proses pemungutan pajak, mulai dari pendaftaran,

pembayaran, sampai dengan pelaporan, di suatu negara telah terselenggarakan

dengan baik.

Pemerintah dapat memungut bermacam-macam pajak. Asalkan

berdasarkan undang-undang. Adam Smith (1723-1790) memberikan empat asas

pemungutan pajak, "the four maxims" sebagai pedoman bagi suatu pemerintah

dalam menetapkan pajak yang akan dipungut. (Achyar Rusli. 2003)

Keempat hal dasar yang dimaksud Adam Smith dalam bukunya tersebut

adalah sebagai berikut :

a.Asas persamaan, “equality”

Maksudnya pemungutan pajak harus didasarkan pada prinsip adil dan

merata sehingga pajak tersebut dikenakan pada orang pribadi sesuai

(26)

yang diterima. Tidak boleh adanya diskriminasi di antara sesama wajib

pajak. Dalam keadaan atau objek yang sama para wajib pajak harus

dikenakan pajak yang sama pula.

Penerapan tarif pajak progresif adalah contoh penerapan azas ini di

Indonesia. Dengan tarif progresif, wajib pajak yang berpenghasilan tinggi

dikenakan pajak dengan tarif lebih tinggi pula. Sebaliknya, wajib pajak

yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak yang tarifnya lebih rendah.

Sehingga pajak yang berlaku sesuai dengan kemampuan masing-masing

individu untuk membayar.

b.Asas kepastian hukum, "certainty”

Wajib pajak harus mengetahui dengan pasti dan jelas mengenai jumlah

pajak yang terutang, kapan harus bayar, serta batas waktu pembayarannya.

Implikasinya, penetapan pajak tidak boleh dilakukan secara

sewenang-wenang melainkan harus ditetapkan terlebih dahulu sesuai dengan

mekanisme yang ditetapkan. Agar wajib pajak mengetahui mekanisme

perpajakan yang berlaku, pemerintah yang terkait melakukan sosialisasi

Undang-Undang kepada masyarakat umum. Pajak yang harus dibayar oleh

seseorang harus terang dan jelas.

c.Kenyamanan “Convenience”

Secara umum, convenience artinya kenyamanan. Terkait dengan

perpajakan, sebaiknya kewajiban membayar pajak jatuh pada saat-saat

(27)

Contoh yang paling umum dipakai untuk menggambarkan implementasi

azas ini adalah metode pay as you earn atau pemungutan pajak saat wajib

pajak mendapat penghasilan dengan cara dipotong. Cara seperti ini tidak

menyulitkan wajib pajak sebab wajib pajak tidak merasa terbebani dengan

kewajibannya tersebut. Jadi, Dipungut pada saat yang tepat dan paling

baik bagi wajib pajak.

d.Economy

Maksudnya biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh

wajib pajak juga harus diusahakan seminimal mungkin secara ekonomis.

Implikasinya, pemerintah yang bertindak sebagai fiskus harus seoptimal

mungkin mengusahakan cara-cara pembayaran yang mudah dan murah.

Contoh implikasinya antara lain pembayaran melalui Electonic Fund

Transfer (EFT). Dengan cara ini, wajib pajak dapat menghemat waktu

dan biaya dalam memenuhi kewajiban perpajakannya karena pembayaran

dilakukan melalui transfer ke bank-bank yang telah menjalin kerjasama

dengan fiskus. Pelaksanaan cara ini adalah salah satu usaha untuk

mewujudkan azas economy. Jadi, Biaya pemungutan harus sehemat

mungkin jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih tinggi dari

jumlah pajak yang akan dipungut.

3. Fungsi pajak

Sebagaimana ciri-ciri yang melekat pada pajak, menurut Mardiasmo

(28)

a. Fungsi penerimaan (Budgetair) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Contohnya

adalah dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam

negeri

b. Fungsi mengatur (regulated) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial atau

ekonomi. Contoh : pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras

untuk mengurangi konsumsi minuman keras, begitu juga dengan

barang-barang mewah.

Sedangkan menurut Richard Burton dan Wirawan B. Ilyas (2001 : 8) bahwa

dalam perkembangannya kedua fungsi pajak yang telah disebutkan di atas dapat

dikembangkan menjadi 2 (dua) fungsi lagi (selain budgetair dan regulated) yaitu

fungsi demokrasi dan fungsi distribusi. Fungsi demokrasi menurutnya pada masa

sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh

pelayanan dari pemerintah. Sedangkan fungsi distribusi yaitu yang lebih

menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan masyarakat.

4. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem penetapan pajak sebagai subsitem dari sistem administrasi

perpajakan, kiranya juga harus mendapatkan perhatian lebih dalam rangka

penyempurnaan sistem administrasi perpajakan. Sebagaimana diketahui, sistem

(29)

a. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,

tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,

membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang.

b. Official Assessment System

Suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah atau

aparat pajak (fiskus) untuk menetapkan besarnya pajak terutang.

Ciri-ciri sistem official assessment adalah sebagai berikut :

1) Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terutang berada pada

fiskus

2) Wajib pajak bersifat pasif

3) Utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan ketetapan pajak oleh

fiskus

c. Witholding System adalah dimana perhitungan besarnya pajak yang

terhitung oleh wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga

Di masa lalu, pemerintah pernah menerapkan sistem official assessment.

Setelah memasuki era reformasi perpajakan tahun 1983 pemerintah menerapkan

sistem self assessment, bukan berarti sistem tersebut lantas benar-benar

dihapuskan. Walaupun pemberlakuan sistem self assessment, lebih mengemuka,

ternyata ada jenis pajak yang tetap menerapkan sistem official assessment dalam

penetapan pajaknya, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mungkin karena

(30)

dan pengawasannya, maka pajak ini tetap mempertahankan sistem lama tersebut

dalam administrasinya. (Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol 4, No.8, Mei 2005)

5. Jenis Pajak

Jenis pajak yang berlaku di Indonesia bermacam-macam dan dapat

digolongkan menurut sifat, golongan, atau pemungutnya :

Menurut sifatnya, pajak dibedakan menjadi :

a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti

memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dan wajib pajak. Contoh :

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.

Menurut golongannya, pajak dibedakan menjadi :

a. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung

wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

Menurut pemungutnya, pajak dibedakan menjadi :

a. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak

penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah,

(31)

b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut pemerintah dareah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak

Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Restoran.

C. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan

besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau

bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar

pajak.

2. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu jenis pajak objektif.

Menurut Undang-undang PBB, Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang

dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan atau bangunan.

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan, antara lain:

a.Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

b.Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang penetapan besarnya

Nilai Jual Kena Pajak untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan

c.Keputusan Pemerintah No. 16 Tahun 2000 tentang pembagian hasil

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara pemerintah pusat dan

(32)

d.Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK.04/1998 tentang klasifikasi

dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Bumi

dan Bangunan

e.Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2000 tentang penetapan

besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 16/PJ.6/1998 tentang pengenaan

Pajak Bumi dan Bangunan

3. Sejarah Berlakunya Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan mulai berlaku sejak Januari 1986 berdasarkan

Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1994. Jenis pajak

ini bukanlah tergolong jenis pajak baru karena pada dasarnya terdapat jenis pajak

yang memiliki kesesuaian dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah

lama dikenal dan dikenakan jauh sebelum diundangkannya Undang-undang No.

12 Tahun 1985.

Secara umum latar belakang sejarah PBB tebagi menjadi tiga bagian yaitu

masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan. Pada masa

sebelum penjajahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan

Hindu berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar

di masa lalu Mataram, dalam sejarah disebutkan telah menerapkan tanah pertanian

sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain di

Jawa, di kerajaan Aceh dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal

(33)

Pada masa penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi yang disebut Land

Rent. Jenis pajak ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles, seorang Gubernur

Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Land

Rent dikenakan terhadap semua jenis tanah produktif dan wajib pajaknya adalah

desa (kepala desa) bukan perseorangan, karena pala kepala desa dianggap sebagai

penyewa yang harus membayar sewa tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi

antara 20% hingga 50% dari hasil produksi pertanian tergantung pada jenis

produksinya. Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap

dipertahankan dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif

juga diubah menjadi 20% dari produksi pertanian. Selanjutnya pada masa

pemerintahan Jepang di Indonesia (1942-1945), nama Land Rent atau Landrente

diubah menjadi Land Tax. (S. Munawir, 2000)

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land

Tax atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai

dengan 1959 nama jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan

Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan

mengeluarkan surat pendaftaran sementara bagi tanah-tanah milik yang terdaftar.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil

Bumi, terhadap tanah yang tunduk kepada hukum adat dipungut pajak yang

dikenal sebagai Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda). Selain Ipeda, pada masa itu

dipungut pula 6 (enam) pajak kekayaan dan pungutan lain atas tanah dan

bangunan yang menimbulkan tumpang tindih antara satu pajak dengan pajak

(34)

Dengan adanya reformasi perpajakan pada tahun 1983, antara lain dengan

penyederhanaan jumlah dan jenis pajak atas tanah dan bangunan melalui

pengundangan Undang-undang No. 12 Tahun 1985, maka 7 (tujuh) jenis pajak

kebendaan dan kekayaan atas tanah dan bangunan disederhanakan menjadi PBB.

Dasar hukum pelaksanaan ketujuh jenis pajak tersebut yang dicabut dengan

Undang-undang No. 12 Tahun 1985 meliputi:

a. Ordinasi Pajak Rumah Tangga 1908

b. Ordinasi Verponding Indonesia 1923

c. Ordinasi Verponding 1928

d. Ordinasi Pajak Kekayaan 1932

e. Ordinasi Pajak Jalan 1942

f. Undang-undang Darurat Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak

Daerah, Pasal 14 huruf j, k, dan l

g. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi

Pemberlakuan Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi

dan Bangunan didasari pemikiran antara lain bahwa bumi dan bangunan

memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi

orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat

darinya, oleh sebab itu wajar apabila kepada mereka diwajibkan memberikan

sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui

pajak.

Kesederhanaan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan antara lain tercemin

(35)

jenis, yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Pelaksanaan reformasi di bidang pajak

atas tanah dan bangunan disamping berupaya menyederhanakan berbagai

pungutan pajak atas tanah dan bangunan yang juga memberikan tekanan terhadap

upaya untuk meningkatkan penerimaan dan memperhatikan aspek keadilan serta

meminimalkan dampak terhadap distorsi kegiatan ekonomi dan sosial mengingat

PBB merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap hampir seluruh lapisan

masyarakat.

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sumber utama

penerimaan daerah mengingat PBB adalah penerimaan pajak pusat yang hasil

terbesar dari pajak ini dikembalikan kepada daerah. Dalam APBD, penerimaan

PBB tersebut dimasukan dalam kelompok penerimaan bagian Daerah dari bagi

hasil pajak. Namun demikian, PBB termasuk jenis pajak yang sulit dalam

pengadministrasiannya dan mempunyai efisiensi pemungutan yang rendah karena

jumlah objek pajak yang cukup banyak, mencapai kurang lebih 78 (tujuh puluh

delapan) juta objek pajak.

4. Objek PBB dan Pengecualian dari Objek PBB

a. Objek Pajak PBB

Menurut Pasal 2 Undang-undang No. 12 Tahun 1994, yang menjadi objek

pajak PBB adalah bumi dan atau bangunan.

Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang

ada dibawahnya. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah pekarangan, tambang, dan

(36)

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara

tetap pada tanah dan atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contoh: rumah

tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan,

jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dan lain-lain.

b. Pengecualian Objek Pajak PBB

Objek yang dikecualikan dari Pajak Bumi dan Bangunan antara lain:

1) Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani

kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan

untuk kebudayaan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak

memperoleh keuntungan

2) Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum,

peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu seperti museum

3) Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman

nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah

Negara yang belum dibebani sesuatu hak

4) Tanah atau bangunan yang digunakan untuk perwakilan diplomatik

atau konsulat berdasarkan atas perlakuan timbal balik. Artinya bila

tanah atau gedung perwakilan Republik Indonesia di Negara tertentu

tidak dikenai PBB. Hal yang sama kita perlakukan terhadap tanah atau

gedung Negara tersebut yang ada di Negara kita.

5) Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi

internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan. Contoh: WHO,

(37)

5. Subjek Pajak PBB

Yang menjadi subjek pajak PBB menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang

tentang PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

a. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

b. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

c. Memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;

d. Memperoleh manfaat atas bangunan

6. Penilaian

Kegiatan penilaian pada dasarnya ditujukan untuk melakukan estimasi dan

memprediksi nilai pasar dari suatu barang dengan tujuan mendapatkan perkiraan

nilai. Dalam PBB, kegiatan penilaian dilakukan untuk menentukan Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) yang akan digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun

1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, penentuan NJOP dilakukan dengan 3

(tiga) pendekatan penilaian sebagai berikut:

a. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)

Pendekatan data pasar dilakukan dengan cara membandingkan objek pajak

yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang sejenis yang nilai jualnya sudah

diketahui dengan melakukan penyesuaian yang dipandang perlu. Persyaratan

utama yang harus dipenuhi dalam penerapan pendekatan ini adalah tersedianya

(38)

diterapkan untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi dan untuk

objek tertentu dapat pula dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.

b. Pendekatan Biaya (Cost Approach)

Pendekatan biaya digunakan untuk menentuan NJOP bangunan yang

dilakukan dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan untuk membuat

bangunan baru dari objek bersangkutan (reproduction cost new) dikurangi dengan

penyusutan. Perkiraan biaya dihitung dari setiap komponen utama bangunan,

material, dan fasilitas lainnya.

c. Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan (Income Capitalization Approach)

Pendekatan kapitalisasi pendapatan dilakukan dengan cara menghitung

atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa atau penjualan dalam satu tahun

dari suatu objek dikurangi dengan biaya operasi yang selanjutnya dikapitalisasi

dengan suatu tingkat bunga tertentu. Pendekatan ini pada umumnya digunakan

khusus untuk objek komersial yang dibangun untuk menghasilkan keuntungan,

seperti hotel, apartemen, perkantoran, pelabuhan udara dan laut, tempat rekreasi,

dan sebagainya. Dalam penentuan NJOP, pendekatan ini dipakai juga sebagai alat

penguji terhadap nilai yang dihasilkan dengan pendekatan lain.

Mengingat jumlah objek PBB yang sangat banyak dan menyebar di

seluruh wilayah Indonesia, sedangkan di lain pihak jumlah tenaga penilai dan

waktu penilaian tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan penilaian dilakukan

dengan 2 (dua) cara, yaitu penilaian misal dan penilaian individual.

Dalam penilaian misal, NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi

(39)

NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan

(DBKB). Perhitungan penilaian misal dilakukan dengan menggunakan Computer

Assisted Valuation (CAV). CAV adalah salah satu cara penilaian untuk

menentukan besarnya NJOP dengan menggunakan bantuan komputer berdasarkan

kriteria yang sudah ditentukan

Penilaian individual diterapkan untuk objek pajak yang bernilai tinggi

(tertentu), baik objek pajak khusus maupun objek pajak umum yang telah dinilai

dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya krena

keterbatasan aplikasi program. Pelaksanaan penilaian individual dilakukan dengan

memperhitungkan seluruh karakteristik dari objek pajak tersebut. Dalam penilaian

individual, pelaksanaan pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat

Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran SPOP (LSPOP) serta Lembar

Kertas Kerja Objek Khusus (LKOK) untuk data tambahan atau informasi

tambahan.

Setiap penilaian memperhatikan tanggal penilaian yang menjadi dasar

ketetapan PBB yaitu per tanggal 1 Januari tahun pajak yang bersangkutan

sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang tentang Pajak Bumi

dan Bangunan. Dengan demikian, walaupun pendataan tidak dilakukan tepat pada

tanggal 1 Januari, analisis penilaian harus disesuaikan dengan keadaan objek

(40)

7. Unsur Untuk Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

a. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang

terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli NJOP

ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai

perolehan baru

Untuk mempermudah cara penghitungan PBB, sesuai Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB, hasil penilaian diklasifikasikan dan

digolongkan berdasarkan besarnya NJOP per m2. Untuk bumi terdapat 50 (lima

puluh) klasifikasi sedangkan untuk bangunan terdapat 20 (dua puluh) klasifikasi.

b. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual

yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak yaitu suatu persentase

tertentu dari nilai jual sebenarnya.

Pengenaan adalah kegiatan penghitungan, penetapan, pembebanan pajak

terutang dengan unsur pokok yaitu tarif dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Tarif

dalam pengenaan PBB merupakan jenis tarif tunggal dan ditetapkan sebesar 0,5%,

sedangkan NJKP atau assessed ratio merupakan dasar penghitungan pajak.

Besarnya NJKP untuk ketetapan PBB tahun 2001 sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 tentang penetapan besarnya NJKP

untuk penghitungan PBB adalah sebagai berikut:

(41)

2) Objek pajak perhutanan sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP

3) Objek pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP

4) Objek pajak lainnya:

(a) Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP apabila NJOP sama

dengan atau lebih besar Rp 1 miliar (satu miliar rupiah)

(b)Sebesar 20% dari NJOP apabila NJOP lebih kecil Rp 1 miliar (satu

miliar rupiah)

c. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Dalam pengenaan PBB, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan dasar

pengenaan PBB dan terhadap setiap wajib pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak

Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor

201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian besarnya NJOPTKP sebagai dasar

perhitungan PBB, mulai tahun 2001 NJOPTKP ditetapkan setinggi-tingginya RP

12 juta (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, minimal 8 juta (delapan

juta). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, besarnya NJOPTKP untuk

setiap daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat

Pemerintah Daerah setempat.

d. Dasar pengenaan Pajak, Tarif, Tempat dan Saat Pajak Terutang PBB

1) Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak PBB adalah sebesar 0,5 (lima

puluh persen) PBB = Tarif x NJKP

(42)

Hasil penghitungan, penetapan, dan pembebanan pajak terutang

dituangkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang berisikan

antara lain; nama serta alamat wajib pajak, besarnya pajak terutang, dan data

mengenai objek pajak. Daluarsa pengenaan PBB adalah setelah 10 (sepuluh)

tahun pajak. Jumlah pajak terutang yang ditetapkan dalam SPPT secara

keseluruhan akan menghasilkan pokok ketetapan PBB.

2) Dasar Pengenaan PBB

Dasar yang digunakan sebagai pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek

Pajak (NJOP) yang ditetapkan setiap tiga (3) tahun oleh Menteri Keuangan.

Pengertian NJOP sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 33 UU No. 12

Tahun 1994 adalah harga rata-ata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang

terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli maka NJOP

ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau Nilai

Jual Objek Pajak Pengganti. Sedangkan dasar perhitungan pajak PBB adalah Nilai

Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan

setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Besarnya persentase NJKP yang telah ditetapkan

dengan PP No. 48 tahun 1997 yaitu:

(a). 40% yang diperuntukan bagi:

(1) Objek pajak perumahan yang wajib pajak perseoangan dengan

NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp. 1

Miliar

(2) Objek pajak perkebunan yang luas lahannya sama atau lebih

(43)

BUMN, badan swasta, maupun berdasarkan kerjasama

operasional antara pemerintah dan pihak swasta

(3) Objek pajak kehutanan, tetapi tidak termasuk areal blok

tabungan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemegang

hak pengusahaan lahan

(b). 20% untuk objek pajak lainnya

3). Tempat dan Saat PBB Terutang

Pengertian tahun pajak dalam PBB adalah jangka waktu 1 (satu) tahun

takwim (1 Januai s/d 31 Desember) sedangkan yang menentukan saat pajak

terutang PBB adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari, sebagai

contoh objek pajak yang dimiliki wajib ajak per 1 Januari 1999 berupa tanah dan

bangunan. Selanjutnya pada tanggal 15 Januari 1999 bangunan tersebut terbakar,

maka objek pajak yang digunakan sebagai dasar menghitung PBB terutang tetap

berdasakan keadaan pada tanggal 1 Januari 1999 (sebelum terbakar).

Pengaturan penetapan tempat PBB terutang yang meliputi letak objek

pajak sebagai berikut:

(a).Untuk daerah Jakarta, diwilayah DKI Jakarta

(b).Untuk daerah lainnya, di wilayah kabupaten daerah tingkat II atau

(44)

e. Menghitung PBB

Contoh 1:

1). Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp. 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual

Kena pajak misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak adalah

20% x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 200.000,00

2). Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp. 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual

Kena Pajak misalnya 50% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak adalah

50% x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 500.000,00

Contoh 2:

Wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa:

Tanah seluas 800m2 dengan harga jual Rp. 300.000,00/m2

Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp. 350.000,00/m2

Taman mewah seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp. 50.000,00/m2

Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan

nilai jual Rp. 175.000,00/m2

Persentase Nilai Jual Kena Pajak misalnya 20%. Besarnya pajak yang

terhutang adalah sebagai berikut:

1). Nilai jual tanah:

800 x Rp. 300.000 = Rp. 240.000.000

Nilai jual bangunan:

a). Rumah dan garasi

(45)

b). Taman mewah

200 x Rp. 50.000 = Rp. 10.000.000

c). Pagar mewah

(120 x 1,5) x Rp. 175.000 = Rp. 31.500.000

Rp. 181.500.000

Batas nilai jual bangunan tidak kena pajak (Rp. 2.000.000)

Nilai jual bangunan Rp. 179.500.000

Nilai jual tanah dan bangunan Rp. 419.500.000

2). Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang:

a). Atas tanah: 0,5 x 20% x Rp. 240.000.000 = Rp. 240.000

b). Atas bangunan: 0,5 x 20% x Rp. 179.500 = Rp. 179.500

jumlah pajak yang terhutang Rp. 419.500

D. Karakteristik Wajib Pajak

1. Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak

Aspek pengetahuan mempengaruhi aspek sikap, aspek sikap

mempengaruhi aspek niat, aspek niat mempengaruhi aspek perilaku, akhirnya

aspek perilaku mempengaruhi aspek pengetahuan, dan berawal lagi aspek

pengetahuan mempengaruhi aspek sikap.

Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap fungsi pajak yang

berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan

fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak

(46)

perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan

tepat jumlah.

2. Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Peraturan Perpajakan PBB

Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan

Menteri Keuangan, dan Surat Edaran Dirjen Pajak yang secara jelas mengatur

perhitungan PBB, pemerintah telah melakukan perubahan peraturan PBB dalam

hal untuk penyederhanaan maupun penyesuaian perhitungannya agar wajib pajak

dapat lebih memahami dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Oleh karena

itu, diperlukan pengetahuan yang cukup agar wajib pajak dapat lebih memahami

semua tentang peraturan perpajakan PBB.

3. Sikap Wajib Pajak

Perilaku wajib pajak terhadap kesederhanaan dan daya jangkau hukum

pajak akan mempengaruhi perilaku atau sikap wajib pajak dan keberhasilan

perpajakan. Peraturan perpajakan PBB berfungsi penting, karena ini merupakan

sikap wajib pajak terhadap Undang-undang dan peraturan perpajakan PBB, dan

sikap wajib pajak mempengaruhi perilaku perpajakan wajib pajak, dan akhirnya

perilaku perpajakan mempengaruhi keberhasilan perpajakan.

4. Persepsi Wajib Pajak

Agar masyarakat memiliki kesadaran tinggi dalam melaksanakan

kewajiban perpajakan, masyarakat harus mengetahui dahulu tentang pajak.

Mengetahui apa itu pajak, mengetahui mengapa harus membayar pajak,

mengetahui sifat dari pajak, mengetahui ketentuan perundang-undangan

(47)

membayar pajak, mengetahui sanksinya jika tidak membayar pajak. Namun, tidak

berarti bahwa tidak semua masyarakat harus menjadi ahli perpajakan, tetapi

minimal harus mengetahui hal-hal yang mendasar tentang perpajakan.

Setelah mengetahui hal-hal yang mendasar mengenai perpajakan,

selanjutnya diharapkan akan tambah kesadaran didalam masyarakat untuk

membayar pajak. Karena ada sebagian wajib pajak yang tidak membayar pajak,

tetapi belum tentu wajib pajak tersebut tidak mau membayar pajak bisa jadi wajib

pajak tidak mengetahui bagaimana cara menghitungnya. Hal itu karena pengaruh

dari tingkat pendidikan pajak wajib pajak dan persepsi wajib pajak tentang pajak.

E. Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Umi

Khadijah (2005). Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa faktor-faktor

yang melekat pada wajib pajak PBB (wiraswasta dan non wiraswasta)

berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan penerimaan PBB. Dalam

penelitian sebelumnya variabel yang diteliti adalah faktor kesadaran perpajakan

wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap Undang-undang dan peraturan

perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan pemerintah,

pendidikan wajib pajak, dan lama tinggal wajib pajak di lokasi objek pajak PBB.

Sedangkan variabel yang penulis teliti adalah kesadaran perpajakan wajib pajak,

pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan PBB, persepsi wajib pajak

(48)

Penelitian sebelumnya dilakukan di Jakarta Barat, sedangkan penelitian

yang penulis lakukan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta

Selatan Satu.

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang

berisikan tentang rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan

dalam penelitian ini, dimana dalam kerangka pemikiran ini diberikan skema

singkat tentang alur penilitian yang menggambarkan proses penelitian yang

dimulai dari penentuan ruang lingkup penelitian, kemudian variabel penelitian

disertai teori dan Undang-undang yang melandasi penentuan variabel tersebut,

metode analisa yang digunakan hingga hasil penemuan atas jawaban dari

permasalahan masalah yang dibuat.

Karakteristik pada wajib pajak dalam penelitian ini merupakan variabel

bebas (independent variable). Faktor atau karakteristik pada wajib pajak terdiri

dari: kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak terhadap

peraturan perpajakan PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak, dan persepsi

wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB. Sedangkan variabel tidak

bebas (dependent variable) dari penelitian ini adalah keberhasilan penerimaan

(49)

Tabel 2.1

Kerangka Pemikiran

Karakteristik Pada Wajib Pajak

Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)

Uji asumsi Klasik a. Normalitas b. Multikolinearitas c. Heterokedastisitas

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji Koefisien Determinasi Uji F Hitung

Uji t Hitung Kesadaran

Perpajakan Wajib Pajak

(X1)

Pemahaman Wajib Pajak

(X2)

Persepsi Wajib Pajak

(X3)

Sikap Wajib Pajak (X4)

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah wajib pajak

PBB yang menjadi wajib pajak efektif di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan Jakarta Selatan Satu. Ruang lingkupnya membahas seberapa jauh

pengaruh karakteristik wajib pajak yang terdiri dari: kesadaran perpajakan wajib

pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan PBB, persepsi wajib pajak

terhadap pelaksanaan sanksi denda PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak

terhadap keberhasilan penerimaan PBB

Penelitian dilakukan pada KP PBB Jakarta Selatan Satu yang berlokasi di Jl.

Raya Pasar Minggu No.11 Jakarta 12780.

B. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini metode penentuan sampel yang digunakan adalah

metode convenience sampling yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil

berdasarkan kemudahan memperoleh data yang dibutuhkan.

Menurut Abdul hamid (2005:24) convenience sampling adalah istilah

umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden.

convenience sampling berarti unit sampel yang mudah ditarik, mudah dihubungi,

tidak menyusahkan, mudah diukur, dan bersifat kooperatif.

Penetapan ukuran sampel yang dipakai dihitung dengan menggunakan

(51)

n = N 1 + N (e²)

83.914 = 99,88 1 + 83.914(0,1²)

Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = kelonggaran ketelitian, karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, penulis melakukan pengumpulan data

dengan cara:

1.Data Primer

Data ini diperoleh dengan cara kuisioner. Kuisioner ini digunakan untuk

memperoleh data primer, kuisioner disebarkan kepada wajib pajak di

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Selatan Satu

2. Data Sekunder

Yaitu data yang didapat penulis dengan membaca, mendalami dan

menelaah berbagai buku, jurnal dan peraturan perpajakan yang berkaitan

dengan penerimaan PBB, dan karakteristik wajib pajak

D. Metode Analisis

Dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis kuantitatif

(52)

memberikan gambaran yang nyata mengenai bagaimana hubungan dan pengaruh

antara variabel X dan Y.

Pengukuran tingkat kepentingan atas unsur kesadaran perpajakan wajib

pajak, pemahaman wajib pajak terhadap peraturan PBB, persepsi wajib pajak

terhadap pelaksanaan sanksi denda PBB, sikap wajib pajak terhadap fungsi pajak

terhadap keberhasilan penerimaan PBB dilakukan dengan menggunakan skala

likert. Instrument pertanyaan ini akan menghasilkan total skor bagi tiap anggota

sampel yang diwakili oleh setiap nilai skor seperti yang tercantum dibawah ini:

Tabel 3.1 Skala Likert

Skala Likert Bobot

Sangat Tidak Setuju 1

Tidak Setuju 2

Ragu 3

Setuju 4

Sangat Setuju 5

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi suatu tes atau

instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat

tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai

(53)

relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas

rendah

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan, suatu

instrument dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.

(Sugiyono, 2006:267) Pengujian validitas tiap butir pertanyaan dengan skor

pertanyaan secara keseluruhan. Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien

korelasi, item yang memiliki korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta

korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item ini mempunyai validitas yang tinggi

pula jika r = positif (+), sedangkan r = negative (-) maka butir dalam instrument

tersebut dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid maka tahap

berikutnya adalah mengukur reliabilitas dari alat sehingga ukuran yang

menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain

kesempatan.

Untuk melihat reliabilitas, maka dihitung cronbach alpha masing-masing

instrument variabel. Variabel-variabel tersebut dikatakan reliabel bila cronbach

alphanya memiliki nilai lebih besar dari 0,60. Uji reliabilitas bertujuan untuk

melihat konsistensi alat ukur yang akan digunakan yakni apakah alat ukur yang

tersebut akurat, stabil dan konsisten. Teknik yang digunakan untuk menguji

(54)

r11= [ k ] [1- ²b]

k-1 ²1

Dimana:

r 11 = Reliabilitas instrument

k = Banyak butir pertanyaan

²1 = Varians total

²b = Jumlah varians butir

Rumus reliabilitas ini dapat diselesaikan dengan menggunkan SPSS versi

12.0 for windows.

3. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pengujian

atas data yang didapat. Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut ;

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya mempunyai

distribusi normal atau tidak, model regresi yang baik adalah memiliki distribusi

data normal atau mendekati normal.

Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik-titik) pada

sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya jika data menyebar

disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi

memenuhi asumsi normalitas, sedangkan jika data menyebar jauh dari garis

diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak

Gambar

Tabel 2.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 4.2 Hasil Try Out item Instrumen Pengaruh
Tabel 4.4 Pengisian SPOP
Tabel 4.6 Pengisian SPOP Harus Sesuai Dengan Objek Pajak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam pembangunan sosial dan budaya adalah sebagian keluarga terutama yang tergolong Pra-Keluarga Sejahtera (Pra-KS) dan SejahteraI (KS I), belum berdaya

Baris pertama berjarak 1 cm dari margin kiri rata kanan, diikuti baris seterusnya dari margin kiri.Subbab dengan penomoran menggunakan 2 angka.. Setelah Anak Subbab

Oleh karena USG hanya menilai sesaat (pada waktu diperiksa), maka mungkin saja tidak setiap kelainan dapat dideteksi.. Hal ini penting untuk dipahami oleh pasien dan

Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa KICKFEST telah lahir dan menjadi pioneer yang berhasil menginspirasi banyak orang untuk terjun di industri ini atau untuk mengadakan

Skripsi ini membahas tentang Pandangan Hakim Terhadap Perbandingan Pembagian Harta Warisan Antara Fikih Mawaris Dengan Kompilasi Hukum Islam di Kabupaten Wajo (Studi

Pada halaman beranda admin terdapat header , menu-menu yang terdiri dari beranda admin, forum tanya jawab, pesan, permintaan anggota, data anggota, lihat edisi lama, tambah

Dengan melihat hasil estimasi ketidakpastian dan relatif deviasi hasil pengukuran tersebut, maka metoda teknik spektrometri gamma untuk

Pengujian dilakukan pada 5 spesimen dan setiap spesimen di tekan pada 5 titik yang berbeda, yaitu pada bagian atas, tengah, bawah. Pada uji kekerasan kali ini menggunakan gaya