FORMULASI SEDIAAN BEDAK KOMPAK
MENGGUNAKAN SARI WORTEL (
Daucus carota
L.)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
OLEH: MAYA JUSTITIA
NIM 111524024
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI SEDIAAN BEDAK KOMPAK
MENGGUNAKAN SARI WORTEL (
Daucus carota
L.)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: MAYA JUSTITIA
NIM 111524024
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI SEDIAAN BEDAK KOMPAK
MENGGUNAKAN SARI WORTEL (
Daucus carota
L.)
SEBAGAI PEWARNA
OLEH:
MAYA JUSTITIA
NIM 111524024
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 06 Desember 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji:
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001 NIP 195111021977102001
Pembimbing II, Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001 NIP 196106191991031001
Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memformulasikan sediaan bedak dengan menggunakan sari wortel sebagai
pewarna. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya Kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan
Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu, bimbingan dan nasehat dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas
selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Kepada ibu Dra.
Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu
Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Kepada Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku koordinator program
Ekstensi Sarjana Farmasi USU yang telah memberikan arahan kepada penulis
selama ini. Kepada seluruh dosen dan seluruh staf Fakultas Farmasi USU.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Ayahanda Adarimizi dan Ibunda Cut Yunidar atas doa, dorongan dan
sahabat-sahabat saya Dwinanda, Niki, Dina, Kakak Suci, Anita, Andriani,
Erna, Yessy, Ami, Desy, Okti, Andre serta seluruh teman-teman kuliah
angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak
mengurangi arti keberadaan mereka, untuk teman terdekat saya Fandy Utomo
dan sahabat saya Mutia Afriendi yang selalu memberikan semangat dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang
Farmasi.
Medan, Januari 2014
Penulis,
Maya Justitia
FORMULASI SEDIAAN BEDAK KOMPAK MENGGUNAKAN SARI WORTEL (Daucus carota L.)
SEBAGAI PEWARNA ABSTRAK
Sediaan bedak kompak adalah sediaan kosmetika dekoratif dan perawatan kulit yang ditujukan untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit wajah, seperti menutupi bintik-bintik dan noda serta untuk melindungi kulit dari paparan sinar UV matahari. Wortel mengandung beta karoten yang memberikan warna oranye dan dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami pengganti pewarna sintetik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi sediaan bedak kompak menggunakan pewarna alami dari sari wortel.
Zat warna sari wortel diperoleh dari wortel segar dengan menggunakan
juicer kemudian ditambahkan natrium metabisulfit, lalu dikering bekukan hingga diperoleh sari wortel seperti karamel. Formula bedak kompak terdiri dari seng oksida, kaolin, talkum, magnesium karbonat. Sediaan dibuat dengan menggunakan alat pencetak tablet secara manual dengan konsentrasi warna 7,5, 10, 12,5 dan 15%. Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik mencakup pemeriksaan homogenitas, uji poles, daya sebar, uji kekerasan, uji keretakan, uji stabilitas dan juga dilakukan uji angka lempeng total, uji iritasi serta uji kesukaan.
Variasi konsentrasi pewarna sari wortel 7,5, 10, 12,5 dan 15% menghasilkan warna berturut-turut, yaitu krem, oranye lemah, oranye muda dan oranye tua. Hasil uji homogenitas bedak menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat homogen. Sediaan mudah dipoles dengan warna merata, kecuali pada konsentrasi 15% sukar dipoles. Daya sebar sediaan bedak kompak yang dibuat sesuai dengan daya sebar sediaan bedak kompak yang ada dipasaran. Hasil uji kekerasan bedak kompak dengan konsentrasi 7,5, 10, 12,5 dan 15% berturut-turut adalah dengan nilai rata-rata 0,38, 0,44, 0,45 dan 0,70 kg. Semua sediaan yang dibuat tidak mudah remuk dan pecah. Warna semua sediaan yang dibuat tidak mengalami perubahan selama 60 hari, pada hari ke 65 hingga hari ke 90 warna mengalami perubahan (tidak stabil). Bau dan bentuk semua sediaan yang dibuat stabil selama 90 hari. Sediaan tidak memenuhi persyaratan uji angka lempeng total dengan hasil yang diperoleh yaitu 1x105. Sediaan tidak menyebabkan iritasi. Kesimpulan yang diperoleh bahwa sari wortel dapat diformulasikan ke dalam bedak kompak dengan konsentrasi warna yang disukai yaitu konsentrasi 7,5, 10 dan 12,5%.
FORMULATION OF COMPACT POWDER USING CARROT JUICE (Daucus carota L.)
AS A COLOURANT ABSTRACT
The compact powder is a decorative and a skin care cosmetic intended to blot out the flaws on the skin, such as covering dark spots and blemishes and to protect the skin from exposure to UV rays of the sun. Carrot containing beta-carotene which can give away orange colour and can be used as a natural colourant replaces synthetic colourant. Purpose of this research was to formulated a compact powder using colourant from carrot juice.
The colourant of carrot juice was taken from fresh carrot using a juicer and then carrot juice added sodium metabisulfite, then in freeze drying until obtained carrot juice as a caramel. The formula of compact powder consist of zink oxide, light kaolin, talk, magnesium carbonas. The preparation were made by using a tool tablet mold manually with colour concentration of 7.5, 10, 12.5 and 15%. Examination of the preparation made covering physical quality inspection include examination of homogeneity, polishes test, powder spread test, hardness test, fracture test, stability test and well done total plate count test, irritation test and hedonic test.
Variation in the concentration of colourant used carrot juice 7.5, 10, 12.5 and 15% produced colour in a row, that is cream, orange weak, young orange and dark orange. The result of homogeneity of compact powder showing that the compact powder was homogenously well. The compact powder easily smeared with witness colour and didn’t clot when applied except at concentration of 15%, it was not easy smeared. Power spread of compact powder made same with power spread of compact powder on the market. The result of hardness test of compact powder at concentration 7.5, 10, 12.5 and 15% row is with on avarage 0.38, 0.44, 0.45 and 0.70 kg. All the preparation not easily broken and cracked. Colour of all the preparation that had not made difference for 60 days, but on 65 days to 90 day the preparation had made difference (unstable). The smell and all preparation shape are made stable for 90 days. The preparation was not qualify the requirement of total plate count test with the result was 1x105. The preparation didn’t cause irritation. The conclusion is that carrot juice can be formulated into compact powder with the colour preferrred concentration is the concentration of 7.5, 10 and 12.5%.
2.5 Kosmetika Dekoratif ... 9
2.6 Bedak ... 10
2.7 Komponen Utama dalam Sediaan Bedak Kompak ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.4 Pembuatan Bedak Kompak dengan Sari Wortel sebagai Pewarna dalam Berbagai Konsentrasi ... 20
3.4.1 Formula ... 20
3.4.2 Formula yang dimodifikasi ... 20
3.4.3 Prosedur pembuatan pengikat ... 21
3.4.4 Prosedur pembuatan bedak kompak ... 22
3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Bedak Kompak ... 22
3.5.1 Pemeriksaan homogenitas ... 22
3.5.2 Uji poles ... 23
3.5.3 Daya sebar ... 23
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Modifikasi formula sediaan bedak kompak menggunakan
sari wortel sebagai pewarna dalam berbagai konsentrasi ... 21
4.1 Warna yang dihasilkan ... 28
4.2 Data pemeriksaan daya sebar pada sediaan bedak kompak . 30
4.3 Data pemeriksaan kekerasan pada sediaan bedak kompak ... 31
4.4 Data pemeriksaan keretakan pada sediaan bedak kompak .... 32
4.5 Data pengamatan perubahan bentuk, warna dan bentuk
sediaan ... 33
4.6 Data uji iritasi ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 43
2. Bagan alir pembuatan sari wortel ... 44
3. Gambar tumbuhan wortel (Daucus carota L.) ... 45
4. Gambar wortel ... 46
5. Gambar alat freeze dryer ... 47
6. Gambar sari wortel dalam bentuk karamel ... 48
7. Perhitungan bahan ... 49
8. Gambar sediaan bedak kompak tanpa sari wortel ... 50
9. Gambar sediaan bedak kompak menggunakan sari wortel ... 51
10. Gambar warna yang dihasilkan ... 52
11. Gambar hasi uji homogenitas bedak ... 53
12. Gambar hasil uji poles bedak pada punggung tangan ... 54
13. Gambar hasil daya sebar bedak kompak ... 55
14. Gambar alat uji kekerasan ... 56
15. Format formulir uji kesukaan (Hedonict test) ... 57
16. Format surat pernyataan untuk iritasi ... 58
17. Gambar uji iritasi ... 59
18. Perhitungan hasil uji kesukaan (Hedonict test) ... 60
FORMULASI SEDIAAN BEDAK KOMPAK MENGGUNAKAN SARI WORTEL (Daucus carota L.)
SEBAGAI PEWARNA ABSTRAK
Sediaan bedak kompak adalah sediaan kosmetika dekoratif dan perawatan kulit yang ditujukan untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit wajah, seperti menutupi bintik-bintik dan noda serta untuk melindungi kulit dari paparan sinar UV matahari. Wortel mengandung beta karoten yang memberikan warna oranye dan dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami pengganti pewarna sintetik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi sediaan bedak kompak menggunakan pewarna alami dari sari wortel.
Zat warna sari wortel diperoleh dari wortel segar dengan menggunakan
juicer kemudian ditambahkan natrium metabisulfit, lalu dikering bekukan hingga diperoleh sari wortel seperti karamel. Formula bedak kompak terdiri dari seng oksida, kaolin, talkum, magnesium karbonat. Sediaan dibuat dengan menggunakan alat pencetak tablet secara manual dengan konsentrasi warna 7,5, 10, 12,5 dan 15%. Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik mencakup pemeriksaan homogenitas, uji poles, daya sebar, uji kekerasan, uji keretakan, uji stabilitas dan juga dilakukan uji angka lempeng total, uji iritasi serta uji kesukaan.
Variasi konsentrasi pewarna sari wortel 7,5, 10, 12,5 dan 15% menghasilkan warna berturut-turut, yaitu krem, oranye lemah, oranye muda dan oranye tua. Hasil uji homogenitas bedak menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat homogen. Sediaan mudah dipoles dengan warna merata, kecuali pada konsentrasi 15% sukar dipoles. Daya sebar sediaan bedak kompak yang dibuat sesuai dengan daya sebar sediaan bedak kompak yang ada dipasaran. Hasil uji kekerasan bedak kompak dengan konsentrasi 7,5, 10, 12,5 dan 15% berturut-turut adalah dengan nilai rata-rata 0,38, 0,44, 0,45 dan 0,70 kg. Semua sediaan yang dibuat tidak mudah remuk dan pecah. Warna semua sediaan yang dibuat tidak mengalami perubahan selama 60 hari, pada hari ke 65 hingga hari ke 90 warna mengalami perubahan (tidak stabil). Bau dan bentuk semua sediaan yang dibuat stabil selama 90 hari. Sediaan tidak memenuhi persyaratan uji angka lempeng total dengan hasil yang diperoleh yaitu 1x105. Sediaan tidak menyebabkan iritasi. Kesimpulan yang diperoleh bahwa sari wortel dapat diformulasikan ke dalam bedak kompak dengan konsentrasi warna yang disukai yaitu konsentrasi 7,5, 10 dan 12,5%.
FORMULATION OF COMPACT POWDER USING CARROT JUICE (Daucus carota L.)
AS A COLOURANT ABSTRACT
The compact powder is a decorative and a skin care cosmetic intended to blot out the flaws on the skin, such as covering dark spots and blemishes and to protect the skin from exposure to UV rays of the sun. Carrot containing beta-carotene which can give away orange colour and can be used as a natural colourant replaces synthetic colourant. Purpose of this research was to formulated a compact powder using colourant from carrot juice.
The colourant of carrot juice was taken from fresh carrot using a juicer and then carrot juice added sodium metabisulfite, then in freeze drying until obtained carrot juice as a caramel. The formula of compact powder consist of zink oxide, light kaolin, talk, magnesium carbonas. The preparation were made by using a tool tablet mold manually with colour concentration of 7.5, 10, 12.5 and 15%. Examination of the preparation made covering physical quality inspection include examination of homogeneity, polishes test, powder spread test, hardness test, fracture test, stability test and well done total plate count test, irritation test and hedonic test.
Variation in the concentration of colourant used carrot juice 7.5, 10, 12.5 and 15% produced colour in a row, that is cream, orange weak, young orange and dark orange. The result of homogeneity of compact powder showing that the compact powder was homogenously well. The compact powder easily smeared with witness colour and didn’t clot when applied except at concentration of 15%, it was not easy smeared. Power spread of compact powder made same with power spread of compact powder on the market. The result of hardness test of compact powder at concentration 7.5, 10, 12.5 and 15% row is with on avarage 0.38, 0.44, 0.45 and 0.70 kg. All the preparation not easily broken and cracked. Colour of all the preparation that had not made difference for 60 days, but on 65 days to 90 day the preparation had made difference (unstable). The smell and all preparation shape are made stable for 90 days. The preparation was not qualify the requirement of total plate count test with the result was 1x105. The preparation didn’t cause irritation. The conclusion is that carrot juice can be formulated into compact powder with the colour preferrred concentration is the concentration of 7.5, 10 and 12.5%.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Defenisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang notifikasi kosmetika adalah bahan atau
sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (Ditjen POM, 2010).
Kosmetik menjadi suatu kebutuhan yang penting dalam kehidupan
sehari-hari. Banyaknya berbagai macam produk kosmetik yang beredar,
menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan kosmetik. Tujuan awal
penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambah
daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan
cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga terlihat
lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada
(Mitsui, 1997; Wasitaatmadja, 1997).
Bedak termasuk dalam kosmetika dekoratif yang ditujukan untuk
menyembunyikan kekurangan pada kulit wajah, misalnya untuk menutupi kulit
wajah yang mengkilap (skin imperfection and shininess), permukaan kulit yang
powder (bedak bubuk) dan compact powder (bedak padat). Loose powder
(bedak bubuk) adalah bedak berupa bubuk halus, lembut, homogen sehingga
mudah ditaburkan atau disapukan merata pada kulit wajah. Compact powder
(bedak padat) adalah bedak bubuk yang dipres menjadi bentuk cake, lembut,
homogen dan mudah disapukan merata pada kulit dengan spon. Komposisi
bedak padat ini mirip bedak bubuk tetapi ditambahkan bahan pengikat ke
dalam komposisinya. Bahan-bahan pengikatnya (binders) memperbesar
adhesinya pada kulit dan untuk membuat bedak dapat dipres menjadi kompak
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Zat warna dapat digunakan dalam formulasi kosmetik termasuk untuk
sediaan bedak. Semua zat warna harus dipilih dengan hati-hati sebagai
komposisi dalam formula supaya dapat bercampur homogen dengan
bahan-bahan lainnya. Warna bedak harus serasi dengan warna kulit. Warna yang
digunakan untuk bedak muka harus bercahaya dan tetap memberikan hasil
yang bagus. Pewarna sintetis seperti Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi
pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik, berbahaya untuk
sediaan kosmetik. Tahun 2006, pemerintah sudah mengeluarkan peringatan
agar produk kosmetik yang mengandung Rhodamin B itu, tidak dipasarkan lagi
(Young, 1972; Anonim, 2013).
Wortel merupakan sayuran umbi akar berwarna kuning-jingga tua.
Wortel merupakan sumber beta-karoten yang merupakan bahan utama
pembentuk vitamin A di dalam tubuh. Karoten merupakan pigmen yang
jenis gugus karotenoid yang telah ditemukan di alam yang memberikan warna
jingga, kuning atau oranye. Konsentrasi beta-karoten dapat dipengaruhi oleh
kepekatan warna pigmen (Khomsan, 2009; Hidayat dan saati, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti penggunaan zat
warna sari wortel diformulasi sebagai sediaan bedak kompak dengan beberapa
macam konsentrasi.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
a. Apakah zat warna sari wortel dapat dipakai sebagai pewarna dalam
sediaan bedak kompak.
b. Apakah sediaan bedak kompak dengan zat warna sari wortel yang
dibuat, stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar dalam waktu 90 hari.
c. Apakah formulasi sediaan bedak kompak dengan zat warna sari wortel
dapat menyebabkan iritasi saat digunakan.
1.3Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian
ini adalah:
a. Zat warna sari wortel dapat dipakai sebagai pewarna dalam sediaan
b. Sediaan bedak kompak dengan zat warna sari wortel stabil dalam
penyimpanan pada suhu kamar dalam waktu 90 hari.
c. Sediaan bedak kompak dengan zat warna sari wortel tidak menyebabkan
iritasi saat digunakan.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk membuat sediaan bedak kompak dengan memakai zat warna dari
sari wortel.
b. Untuk mengetahui kestabilan sediaan bedak kompak dengan zat warna
sari wortel pada suhu kamar dalam waktu 90 hari.
c. Untuk mengetahui sediaan bedak kompak dengan zat warna sari wortel
tidak menyebabkan iritasi saat digunakan.
1.5 Manfaat Penelitian
Untuk meningkatkan daya guna dari wortel sebagai pewarna alami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wortel
Wortel termasuk tanaman tak berkayu, hidup semusim, tinggi mencapai
1 meter, dapat hidup dengan baik di daerah dingin atau dataran tinggi.
Batangnya pendek, basah, merupakan sekumpulan tangkai daun yang keluar
dari ujung umbi bagian atas. Daun majemuk, tangkai melebar, ujung
meruncing, pangkal berlekuk. Bunga membentuk seperti payung, memiliki
mahkota berbentuk bintang, berwarna putih. Biji kecil, bulat, lonjong, warna
putih. Akarnya akar tunggang menjadi besar berbentuk umbi, berdaging, warna
kuning kemerahan (Sunanto, 2002).
Tumbuhan wortel membutuhkan sinar matahari dan dapat tumbuh pada
semua musim. Bentuk wortel sangat beragam, itu dikarenakan perbedaan iklim
dan kelembaban tanah di berbagai negara berbeda. Cahyono (2002),
membedakan wortel menjadi tiga jenis yaitu, jenis Imperator, jenis Chantenay,
dan jenis Nantes (Dwicahya, 2010).
Pembentukan karoten dipengaruhi oleh suhu dan optimum pada suhu
16-25ºC, dapat lebih rendah pada suhu di bawah atau di atas kisaran tersebut.
Pembentukan pigmen terjadi setelah pertumbuhan umbi sehingga umbi muda
berwarna pucat. Dengan pertumbuhan yang terus berlangsung, karoten
terakumulasi dan mencapai konsentrasi maksimum setelah tanaman berumur
Wortel dapat dipanen setelah 100 hari tergantung dari jenisnya.
Pemanenan tidak boleh terlambat karena umbi akan semakin mengeras
sehingga tidak disukai oleh konsumen. Wortel selain dikenal sebagai tanaman
sayuran, tetapi juga bermanfaat sebagai tanaman berkhasiat obat yang dapat
digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit, tidak hanya itu wortel
juga dapat di gunakan untuk kecantikan (Sunanto, 2002; Tim Penulis PS,
1992).
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Dalam sistematika tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut
(Rukmana, 1995):
2.1.2 Kandungan kimia dan gizi
Wortel merupakan sumber beta-karoten yang merupakan bahan utama
pembentuk vitamin A di dalam tubuh, karena kandungannya mencapai 7.000
mikogram dalam 100 gram wortel. Kadar energi wortel relatif rendah sehingga
baik bagi orang yang berdiet rendah kalori. Kandungan gizi lainnya dalam
besi, natrium, kalium, vitamin A,D,E,K serta vitamin C. Kandungan kimia
umbi akar wortel ini berupa alkaloid daukina, dausina, daukosterina, minyak
atsiri, limonena, pirolidina. Sedangkan bijinya mengandung asam tiglat, azaron
dan bisabol (Khomsan, 2009).
2.2 Beta Karoten
Karoten menghasilkan warna jingga sampai merah. β-karoten
mempunyai sifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak dan pelarut
organik lainnya. Hal ini disebabkan karena karoten mempunyai struktur
nonpolar. β – karoten mempunyai sejumlah keistimewaan diantaranya sebagai
antioksidan yang dapat menyerang radikal bebas. β-karoten berfungsi sebagai
prekursor vitamin A yang disebut sebagai provitamin A yang mempunyai
kemampuan untuk dikonversikan menjadi vitamin A dua kali lebih besar
daripada jenis karoten lainnya. Diketahui bahwa dalam 1 μg karoten wortel
segar terdapat 0,92 μg β-karoten (Hidayat dan Saati, 2006).
2.3 Kulit
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh, meliputi wilayah yang sangat
besar. Kulit memiliki variasi ketebalan di berbagai bagian tubuh. Kulit yang
paling tebal terdapat pada telapak kaki dan telapak tangan. Kulit merupakan
organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan
tertipis terdapat dibagian wajah, hal ini penting diketahui untuk menggunakan
kosmetik (Young, 1972; Wasitaatmadja, 1997).
Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu: 1) Lapis epidermis atau
kutikel; 2) Lapis dermis (korium, kutis vera, true skin); dan 3) Lapis subkutis
(hipodermis). Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang
menarik karena kosmetik dipakai pada epidermis itu. Meskipun ada beberapa
jenis kosmetik yang digunakan sampai ke dermis, namun tetap penampilan
epidermis yang menjadi tujuan utama (Tranggono dan Latifah, 2007;
Wasitaatmadja, 1997).
Dengan kemajuan teknologi, dermis menjadi tujuan dalam kosmetik
medik. Lapisan dermis jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapis subkutis
merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997).
2.4 Kosmetika
Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit, antara lain
(Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit, termasuk
di dalamnya, yaitu: kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser),
kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), kosmetik pelindung
b. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta
menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self
confidence). Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan zat pewangi
sangat besar.
2.5 Kosmetika Dekoratif
Kosmetik dekoratif untuk kulit, rambut dan pelengkap lainnya,
misalnya bibir dan kuku yang ada di pasaran, bertujuan untuk meningkatkan
atau melindungi dan menjaga kesehatan. Berbagai macam persiapan untuk
meningkatkan dan mengubah penampilan serta menutupi cacat. Untuk
kosmetika rias kulit wajah terdiri dari: a) Bedak (skin/face powder); b)
Compact rouge; c) Rouge cream; d) Fluid rouge; dan e) kamuflase (theater).
Perbedaan antara kosmetika tersebut terletak pada bahan dasar dan zat warna.
Konsentrasi zat warna dan bahan dasar akan menentukan bentuk dan daya rias
suatu kosmetika rias (Butler, 2000; Wasitaatmadja, 1997).
Dalam kosmetik dekoratif, peran zat warna dan zat pewangi sangat
besar. Tujuan penggunaan zat warna ini cendrung untuk menutupi hal-hal
yang dapat mengurangi kecantikan, misalnya garis-garis penuaan ditutupi,
rambut putih disemir, warna bibir dipersegar, kuku dicat, alis dan bulu mata
dalam bentuk lipstik, rouge, bedak, maskara dan sebagainya (Tranggono dan
Latifah, 2007).
Sedikit persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah warna
yang menarik, bau yang harum menyenangkan, tidak lengket, tidak
menyebabkan kulit tampak berkilau dan sudah tentu tidak merusak atau
menganggu kulit, rambut, bibir, kuku dan lainnya. Kosmetika dekoratif dapat
dibagi dalam dua golongan besar, yaitu (Tranggono dan Latifah, 1997):
1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, eye-shadow, pemerah
pipi dan lain-lain.
2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu
lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut,
pengriting rambut dan preparat penghilang rambut.
2.6 Bedak
Bedak adalah jenis kosmetik yang telah digunakan sejak lama untuk
tujuan membuat wajah agar lebih menarik dan menutupi bintik-bintik
dan noda. Namun, seiring perkembangan zaman, tujuan utama bedak kini dapat
menghapus kilau minyak karena keringat dan sebum dan menjaga riasan dapat
bertahan lebih lama. Dengan penambahan warna seperti warna merah muda,
bedak juga dapat digunakan untuk memberikan kesan halus untuk warna kulit
Suatu bedak harus mencapai efek cukup buram untuk dapat menutupi
atau menyamarkan kekurangan pada kulit wajah, tapi hal ini tidak harus
memberikan efek seperti topeng. Selain itu, bedak harus bersifat cukup tahan
lama sehingga tidak dibutuhkan pembedakan berulang kali. Hal-hal yang harus
diperhatikan seperti warna dari kulit yang juga menggambarkan aktivitas
biologis dari jaringan epidermis dan dapat merupakan indikasi bagi seorang
wanita yang normal pada umumnya. Hidung yang merah, mungkin merupakan
gambaran dari pembuluh darah. Titik merah pada pipi yang sangat merah,
pancaran wajah yang pucat kekuningan, bintik-bintik hitam di bawah mata
menunjukkan tanda-tanda tak bercahaya dan juga menunjukkan jalan hidup
atau pola hidup dari orang tersebut (Balsam dan Sagarin, 1972).
Hampir semua orang memiliki kerutan dan garis-garis yang
menunjukkan perubahan pada usia, tanda lahir yang kecil, pembesaran
pori-pori, bekas jerawat, luka akibat lesi kulit dan sebagainya.
Kekurangan-kekurangan inilah yang ingin ditutupi oleh seorang wanita agar penampilannya
lebih menarik. Efek penutupan ini dapat dicapai dengan penggunaan bedak
wajah, make-up cair (seperti foundation, blush on, eye shadow) dan tambahan
lainnya (Balsam dan Sagarin, 1972).
Ada dua bentuk bedak wajah, yaitu:
a. Bedak tabur (Loose powder)
Bedak tabur merupakan produk bedak berupa bubuk di mana hampir
semua bahan baku serbuk dan tidak ada minyak digunakan. Bedak tabur dapat
mengurangi rasa lengket pada wajah serta menjaga riasan terlihat tetap baik
dalam waktu lama dengan mengontrol pengeluaran keringat dan sebum di
wajah. Pemakaian bedak tabur menggunakan puff agar bedak dapat tersebar
merata pada wajah. Bahan baku dasar bedak tabur adalah talkum. Selain itu
ditambahkan bahan-bahan lainnya seperti kaolin dan titanium oksida
mempunyai kemampuan menutupi yang baik, zink stearat dan zink miristat
untuk adhesi yang baik, serta kalsium karbonat dan magnesium karbonat untuk
menyerap keringat dan sebum. Pigmen pewarna dan pigmen mutiara biasanya
digunakan untuk meningkatkan warna kulit (Mitsui, 1997).
b. Bedak kompak (Compact powder)
Bedak kompak yang perkenalkan di Amerika pada tahun 1930 telah
mencapai popularitasnya dikarenakan penggunaannya yang sangat mudah dan
penyimpanan yang nyaman. Bedak kompak adalah bubuk yang dikompres
menjadi padatan. Penggunaan bedak kompak biasanya dengan memakai spons
bedak. Bedak kompak harus dapat menempel dengan mudah pada spons bedak
dan padatan bedaknya harus cukup kompak, tidak mudah pecah atau patah
dengan penggunaan normal (Butler, 2000).
Bahan baku dasar bedak kompak sama seperti bahan dasar bedak tabur
namun, pada bedak kompak menggunakan pengikat agar bedak dapat dipress
membentuk sebuah cake. Sifat dari pengikat yaitu, membantu dalam kompresi,
adhesi dan mengembangkan pewarna. Jika tingkat pengikat yang terlalu besar,
bedak akan semakin mengeras sehingga menyebabkan bedak menjadi sukar
hingga 10%, tergantung pada variabel formulasi. Pigmen pewarna dapat
ditambahkan pada bedak kompak (Barel, et al., 2001).
Bentuknya sangat padat, digunakan setelah pemakaian alas bedak.
Bahan-bahan yang terkandung di dalamnya membuat bedak jenis padat ini
cepat menyerap sekaligus mengurangi minyak. Bentuknya beragam, tidak
mudah tumpah hingga praktis dibawa kemanapun. Sebaiknya dioleskan
tipis-tipis saja (Anonim, 2010).
2.7 Komponen Utama dalam Sediaan Bedak Kompak
Pada dasarnya bahan dasar yang terkandung dalam bedak kompak
adalah identik dengan yang digunakan dalam bedak tabur. Namun, terdapat 2
karakteristik untuk bedak kompak yang mana tidak terdapat dalam bedak tabur,
kemampuan mengikat dan mudah lepas. Dasar dari padatan bedak harus dapat
dikempa dengan mudah, kemudian bersatu bersama dan tidak bergelombang
atau retak di bawah kondisi penggunaan yang normal. Untuk mencapai kondisi
ini bahan pengikat dibutuhkan. Bedak kompak juga harus memiliki sifat mudah
lepas ketika digosokkan dengan spons bedak. Tekanan yang terlalu rendah
akan menghasilkan padatan yang sangat mudah hancur; tekanan yang terlalu
besar akan menghasilkan padatan yang keras yang mana tidak mudah terlepas
Komponen bedak yang digunakan adalah (Balsam dan Sagarin, 1972;
Butler, 2000):
a. Talkum
Secara kimiawi, talkum adalah magnesium silikat (3MgO. 4SiO2.H2O).
Ini merupakan bahan dasar dari segala macam formulasi bedak modern, sifat
dari talkum adalah mudah menyebar namun, mempunyai daya menutupi yang
rendah. Untuk bedak wajah talkum harus putih, tidak berbau dan halus serta
sifatnya yang sangat mudah menyebar adalah hal yang sangat dibutuhkan.
Ukuran partikel dari talkum adalah salah satu kriteria untuk standar
kualitasnya. Paling tidak 98% harus dapat melewati ayakan mesh 200 (tidak
lebih besar dari 74 mikro).
b. Kaolin
Kaolin merupakan bahan dasar dari golongan silikiat. Kaolin memiliki
kemampuan menutupi dan adhesi yang baik, dalam jumlah maksimal 25%
kaolin dapat mengurangi sifat kilat talkum. Tidak semua aluminium silikat
dapat diklasifikasikan sebagai kaolin, namun 3 kelompok di bawah ini secara
khusus memiliki formula yang sama (Al2O3. 2SiO2.2H2O) dan dapat disebut
kaolin: nacrite, dickite, dan kaolinite. Karena kaolin higroskopis
penggunaannya pada bedak wajah umumnya tidak melebihi 25%.
c. Zink oksida
Terdapat 2 bahan golongan oksida logam yang biasa digunakan dalam
formulasi bedak wajah: zink oksida dan titanium dioksida. Penggunaan yang
ini tidak diinginkan namun, bila terlalu sedikit membuat bedak tidak dapat
menempel pada tubuh. Diketahui bahwa zink oksida memiliki beberapa sifat
terapeutik dan membantu menutupi kecacatan pada kulit. Namun, penggunaan
yang berlebihan dapat menyebabkan kulit kering. Seng oksida memiliki
kecenderungan untuk mengepalkan partikel, oleh karena itu harus diayak
sebelum pencampuran dengan bahan lain dalam formulasi.
d. Magnesium karbonat
Sifat yang baik dari magnesium karbonat membuat bahan ini biasa
digunakan dalam bahan penyusun bedak. Magnesium karbonat memiliki sifat
absorben yang baik dan terbukti memiliki sifat mendistribusi parfum yang
baik. Penggunaan magnesium karbonat dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan kulit kering.
e. Pengharum
Pengharum merupakan konstituen penting dari kebanyakan bedak
wajah. Tingkat aroma bedak wajah harus tetap rendah. Karena luas permukaan
bedak yang besar, oksidasi produk wewangian dapat sangat mudah terjadi.
Oleh karena itu, penting untuk menggunakan wewangian yang dirancang
khusus mengandung bahan yang tidak mudah teroksidasi.
f. Zat warna
Bahan pewarna adalah dasar dari bedak wajah yang menampilkan
nuansa bayangan yang diinginkan. Pewarna digunakan dalam variasi yang
berbeda baik pigmen organik ataupun anorganik. Jumlah dari pewarna yang
Bahan pengopak dari oksida dan transparansi dari talkum sangat
mempengaruhi jumlah pewarna yang diinginkan.
g. Pengikat
Beberapa jenis bahan pengikat yang digunakan dalam bedak wajah
adalah bervariasi dan banyak. Oleh karena itu, terdapat 5 tipe dasar pengikat
yang digunakan (Balsam dan Sagarin, 1972):
1. Pengikat kering
Penggunaan dari pengikat kering seperti logam stearat (Zink atau
Magnesium stearat) dibutuhkan untuk meningkatkan tekanan bagi
kompaknya bedak kompak.
2. Pengikat minyak
Minyak tunggal, seperti minyak mineral, isopropil miristat dan turunan
lanolin, dapat digunakan untuk dicampurkan dalam formula sebagai
pengikat. Penggunaan pengikat minyak ini banyak digunakan dalam
formula bedak kompak.
3. Pengikat larut air
Pengikat larut air yang biasa digunakan umumnya adalah larutan gum
seperti tragakan, karaya, dan arab. Penambahan pengawet penting
dalam medium gum dan juga dalam semua larutan pengikat dari tipe ini
untuk mengatasi pertumbuhan bakteri.
4. Pengikat tidak larut air
Pengikat tidak larut air digunakan secara luas dalam bedak kompak.
digunakan dan dicampur dengan sejumlah air untuk membantu
pembentukan bedak padat yang halus dan kompak. Penambahan bahan
pembasah akan membantu untuk menyeragamkan distribusi
kelembaban bedak.
5. Pengikat emulsi
Karena kesulitan tercapainya keseragaman penggunaan pengikat tidak
larut air dalam bedak kompak, peneliti telah mengembangkan bahan
pengikat emulsi yang sekarang telah banyak digunakan. Emulsi
memberikan distribusi yang seragam baik pada fase minyak maupun
fase air, dimana hal ini penting dalam pengempaan serbuk. Pengikat
emulsi tidak akan kehilangan kelembaban secepat pengikat tidak larut
air. Penggunaan minyak dalam bentuk emulsi bertujuan untuk
mencegah penggumpalan yang dapat terjadi ketika minyak tunggal
digunakan sebagai pengikat dalam bedak wajah.
h. Pengawet
Tujuan penggunaan pengawet adalah untuk menjaga kontaminasi
produk selama pembuatan dan juga selama digunakan oleh konsumen, dimana
mikroorganisme dapat mengkontaminasi produk setiap kali penggunaannya,
baik dari tangan atau dari alat yang digunakan. Bahan- bahan yang digunakan
harus menunjukkan terbebas dari mikroorganisme. Oleh karena itu,
ditambahkan pengawet untuk menghindari kemungkinan terjadi kontaminasi
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi
penyiapan sampel, pembuatan sari, pembuatan formula sediaan, pemeriksaan
mutu fisik sediaan, uji iritasi terhadap sediaan dan uji kesukaan (Hedonic test)
terhadap variasi sediaan yang dibuat.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: alat-alat gelas laboratorium,
neraca analitis, freeze dryer, mesin pengering, spatula, sudip, kaca objek,
lumpang dan alu porselen, ayakan mesh 60 dan mesh 100, cawan penguap,
tissue, alat pencetak, alat penguji kekerasan (copley) dan wadah bedak
kompak.
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel
(Daucus carota L). Bahan kimia yang digunakan antara lain: akuades, Seng
oksida, kaolin, talkum, magnesium karbonat, oleum citri, nipagin, gliserol dan
3.2 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengumpulan sampel, determinasi
tumbuhan dan pengolahan sampel.
3.2.1 Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah buah
wortel yang masih segar yang terdapat di Desa Sempa Jaya, Kecamatan
Brastagi Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
3.2.2 Determinasi tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, USU.
Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 43.
3.2.3 Pengolahan sampel
Buah wortel yang masih segar dikumpulkan kemudian disortasi, dicuci
hingga bersih, dikikis kulitnya. Setelah itu ditimbang berat wortel seluruhnya.
3.3 Pembuatan Sari Wortel
Buah wortel segar seberat 3 kg yang telah dicuci bersih, kemudian di
juice dengan juicer, didapat 750 ml sari wortel yang kedalamnya ditambahkan
0,1% Natrium metabisulfit di freeze drying selama 24 jam pada suhu -40ºC
3.4 Pembuatan Bedak Kompak dengan Sari Wortel sebagai Pewarna dalam Berbagai Konsentrasi
3.4.1 Formula
Formula dasar yang dipilih pada pembuatan bedak kompak
dalam penelitian ini dengan komposisi sebagai berikut (Formularium
Kosmetika Indonesia, 1985):
R/ Seng oksida 16,7 g
Kaolin 33,5 g
Talkum 33,3 g
Magnesiumkarbonat 16,5 g
Zat warna q.s
Parfum q.s
3.4.2 Formula yang dimodifikasi
Dalam penelitian ini, formula standar dari Formularium Kosmetika
Indonesia setelah dimodifikasi sebagai berikut:
Pengikat gom arab: Gom arab 5%
Gliserol 5%
Air 90%
Keterangan x = 7,5%, 10%, 12,5%, 15%
Konsentrasi sari wortel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
7,5%, 10%, 12,5%, 15% dan blanko (tanpa zat warna). Modifikasi formula
sediaan bedak kompak dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Modifikasi formula sediaan bedak kompak menggunakan sari wortel sebagai pewarna dalam berbagai konsentrasi
Keterangan:
Sediaan 1 : Formula tanpa sari wortel
Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi sari wortel 7,5% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi sari wortel 10% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi sari wortel 12,5% Sediaan 5 : Formula dengan konsentrasi sari wortel 15%
3.4.3 Prosedur pembuatan pengikat
Gom arab dimasukkan ke dalam lumpang, lalu ditambahkan air
sebanyak 1,5 kali dari berat gom arab. Di diamkan beberapa saat, kemudian
digerus kencang sampai terbentuk mucilago. Setelah itu, ditambahkan gliserol
sambil terus digerus. Ditambahkan sisa air lalu, digerus homogen.
3.4.4 Prosedur pembuatan bedak kompak
Seng oksida digerus terlebih dahulu, kemudian diayak dengan
pengayak mesh 60. Dimasukkan magnesium karbonat ke dalam lumpang.
Ditambahkan kaolin dan seng oksida, lalu digerus homogen. Kemudian
ditambahkan nipagin yang telah dihaluskan, digerus homogen (Massa I).
Didalam lumpang yang lain, digerus zat warna sari wortel bersama talkum
(Massa II). Dimasukkan massa II ke dalam massa I, dihomogenkan.
Ditambahkan parfum lalu, digerus perlahan sampai homogen. Kemudian
disemprotkan dengan sejumlah larutan pengikat secara perlahan-lahan dan
digerus hingga homogen. Ayak dengan pengayak mesh 60. Masukkan ke
dalam mesin pengering (dikeringkan kira-kira selama 10-20 menit). Kemudian
diayak kembali dengan pengayak mesh 100. Dikempa lalu dimasukkan ke
dalam wadah.
3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan
Pemeriksaan mutu fisik sediaan dilakukan terhadap masing-masing
sediaan bedak kompak. Pemeriksaan mutu fisik meliputi: pemeriksaan
homogenitas, uji poles, daya sebar, uji kekerasan, uji keretakan dan stabilitas
sediaan yang mencakup pengamatan terhadap perubahan bentuk, warna dan
bau dari sediaan.
3.5.1 Pemeriksaan homogenitas
Pewarna pada bedak wajah harus dapat terdispersi secara homogen
pada bedak. Pemeriksaan homogenitas dapat dilakukan dengan menyebarkan
bedak pada kertas putih dan dilihat homogenitasnya pada kaca pembesar. Jika
warna pada dasar bedak menyebar secara merata, maka bedak dikatakan
homogen (Butler, 2000).
3.5.2 Uji poles
Uji poles dapat dilakukan dengan mempoleskan sediaan bedak kompak
dengan menggunakan aplikator yang benar. Pengompakan yang tidak benar
akan mempengaruhi hasil dari parameter ini. Jika tekanan terlalu besar bedak
kompak yang dihasilkan tidak dapat dipoles dengan mudah dan akan ada gaya
adhesi yang cukup terhadap puff. Jika tekanannya terlalu rendah bedak kompak
akan menjadi kurang kompak dan mempunyai kecendrungan menjadi remuk
dan pecah (Butler, 2000).
3.5.3 Daya sebar
Sediaan dihaluskan terlebih dahulu lalu ditimbang sebanyak 0,5 gram
dan diletakkan ditengah-tengah kaca ditutup dengan kaca lain yang telah
ditimbang beratnya dan dibiarkan selama 1 menit. Kemudian diukur diameter
sebarnya, setelah itu ditambah beban 50 gram dan dibiarkan selama 1 menit,
lalu diukur diameter sebarnya. Dilakukan terus-menerus hingga diperoleh
diameter yang cukup untuk melihat pengaruh beban terhadap perubahan
diameter sebar sediaan (Garg, et al., 2002).
3.5.4 Uji kekerasan
Sediaan yang telah di buat di uji kekerasannya dengan menggunakan
tombol on yang terdapat dibelakang alat. Diletakkan 1 sediaan uji coba terlebih
dahulu lalu ditekan tombol new size, tujuannya agar alat selanjutnya dapat
menyesuaikan ukuran sediaan yang akan diuji kekerasannya. Setelah itu,
dibersihkan guard dengan kuas lalu, diletakkan sediaan yang akan diuji
kekerasannya. Kemudian tekan tombol test, maka alat akan menampilkan nilai
kekerasan dari sediaan.
3.5.5 Uji keretakan
Uji keretakan bedak kompak dilakukan dengan menjatuhkan bedak
kompak pada permukaan kayu beberapa kali (2-3 kali) pada ketinggian 8-10
inci. Jika bedak kompak tidak rusak, menunjukkan bahwa kekompakannya
lulus uji dan dapat disimpan tanpa memberikan hal-hal yang tidak memuaskan
(Butler, 2000).
3.5.6 Uji stabilitas
Uji ini meliputi parameter organoleptik yaitu dilakukan pengamatan
terhadap adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan bedak kompak
dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu
kamar pada hari ke 1, hari ke 7, hari ke 15 dan selanjutnya setiap 5 hari sekali
hingga hari ke 90 (Anvisa, 2005).
3.6 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Setelah dilakukan pengujian kestabilan fisik terhadap sediaan,
kemudian dilanjutkan dengan uji iritasi dan uji kesukaan (Hedonic test)
3.6.1 Uji iritasi
Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan bedak kompak dengan maksud
untuk mengetahui bahwa bedak yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada
kulit atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang
akan segera timbul sesaat setelah terjadi perlekatan atau penyentuhan pada
kulit dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah
penyentuhan atau perlekatan pada kulit (Ditjen POM, 1985).
Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka
(open Test) pada lengan bagian bawah dalam terhadap 10 orang panelis. Uji
tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi
lekatan dengan luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa
yang terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 2-3 kali sehari selama dua hari
berturut-turut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal atau
bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya
eritema diberi tanda (+), eritema dan papula (++), eritema, papula disertai
pembentukan vesikula(+++), edema dan vesikula (++++) dan yang tidak
menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (-) (Tranggono dan Latifah, 2007).
3.6.2 Uji kesukaan (Hedonic test)
Uji kesukaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap sediaan yang dibuat. Jumlah panel uji kesukaaan makin besar semakin
baik. Sebaiknya jumlah itu melebihi 20 orang panelis. Pengujian dilakukan
kompak yang dibuat pada kulit punggung tangannya lalu, memberikan
penilaian terhadap masing-masing bedak kompak berdasarkan tekstur dan
warna.
Parameter pengamatan pada uji kesukaan adalah kemudahan penyapuan
sediaan bedak kompak, homogenitas dan intensitas warna. Menurut Badan
Standarisasi Nasional (2006) data yang diperoleh dari lembar penilaian
ditabulasi dan ditentukan nilai kesukaan setiap sediaan dengan mencari hasil
rerata pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%, menggunakan rumus:
P (
Keterangan: P : tingkat kepercayaan : Nilai rata-rata
1,96 : Koefisien standar deviasi pada taraf 95% S : Simpangan baku
n : Banyaknya panelis
Kriteria panelis (Soekarto, 1981):
1. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil
secara acak sebanyak 30 orang panelis. Jumlah anggota panelis semakin
besar semakin baik.
2. Berbadan sehat.
3. Tidak dalam tekanan.
4. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian
3.7 Uji Angka Lempeng Total
Pengujian angka lempeng total dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, USU.
Sebanyak 1 gram sediaan bedak kompak yang telah dihaluskan
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi 10 ml aquabides steril
(pengenceran 1:10), sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Dipersiapkan 4 buah
tabung reaksi. Dipipet 1 ml pengenceran 10-1 lalu, dimasukkan ke dalam
tabung reaksi I yang telah berisi 9 ml aquabides steril, diperoleh pengenceran
10-2. Kemudian dipipet 1 ml pengenceran 10-2 lalu, dimasukkan ke dalam
tabung reaksi II yang telah berisi 9 ml aquabides steril, diperoleh pengenceran
10-3. Demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran 10-5. Setelah itu,
dipipet 1 ml pengenceran 10-5 kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri.
Lalu ditambahkan 8-10 ml media PCA (Plate Count Agar) yang suhunya
38-40ºC kemudian dihomogenkan. Diinkubasi selama 24-48 jam dengan suhu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Sari Wortel
Hasil sari berupa karamel berwarna orange sebanyak 64,49 gram yang
diperoleh dari 3 kg wortel. Randemen yang diperoleh yaitu 2,15%.
4.2 Hasil Formulasi Sediaan Bedak Kompak
Variasi konsentrasi pewarna sari wortel yang digunakan menghasilkan
perbedaan warna pada sediaan bedak kompak. Bedak kompak dengan
konsentrasi sari wortel 7,5% menghasilkan warna krem dan pada konsentrasi
10% menghasilkan warna oranye lemah, pada konsentrasi 12,5% menghasilkan
warna oranye muda dan konsentrasi 15% menghasilkan warna oranye tua.
Aroma bedak kompak adalah aroma khas dari oleum citri. Warna sediaan
bedak kompak yang ada dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Warna yang dihasilkan
4.3 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Bedak Kompak 4.3.1 Hasil uji homogenitas bedak
Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat
homogen dan tidak ada ditemukan warna yang tidak merata pada saat
ditaburkan pada kertas putih.
4.3.2 Hasil uji poles bedak
Sediaan bedak kompak menghasilkan pengolesan yang baik jika
memberikan warna yang intensif, merata dan homogen saat dipoleskan pada
punggung tangan. Berdasarkan uji poles diperoleh hasil bahwa sediaan yang
menghasilkan pengolesan yang baik adalah sediaan pada konsentrasi sari
wortel 7,5, 10 dan 12,5%. Hal ini ditandai dengan satu sampai dua kali
pengolesan sediaan telah memberikan warna yang intensif dan homogen saat
dipoleskan pada kulit punggung tangan. Sedangkan, sediaan dengan
konsentrasi sari wortel 15% tidak memberikan warna yang intensif dan sukar
dipoleskan di kulit punggung tangan. Hal ini disebabkan tingkat zat warna sari
wortel yang tinggi. Wortel mengandung gula yang cukup tinggi, dimana gula
dapat berfungsi sebagai pengikat. Sehingga ketika ditambahkan pengikat gom
arab membuat sediaan bedak kompak dengan konsentrasi zat warna sari wortel
15% ini semakin mengeras dan sukar dipoleskan pada kulit punggung tangan.
Agar sediaan dapat dipoles maka jumlah pengikat harus diturunkan. Hasil uji
poles dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 54.
4.3.3 Hasil uji daya sebar
membandingkan daya sebar bedak kompak yang menggunakan sari wortel
sebagai pewarna dengan bedak kompak yang beredar dipasaran. Data hasil
pemeriksaan daya sebar dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Data hasil pemeriksaan daya sebar pada sediaan bedak kompak
Sediaan keterangan Perlakuan (cm)
Nilai
Sediaan 1: Formula tanpa sari wortel
Sediaan 2: Formula dengan sari wortel 7,5% Sediaan 3: Formula dengan sari wortel 10% Sediaan 4: Formula dengan sari wortel 12,5% Sediaan 5: Formula dengan sari wortel 15%
Berdasarkan hasil pemeriksaan daya sebar yang telah dilakukan, daya
sebar sediaan bedak kompak menggunakan zat warna sari wortel sesuai dengan
daya sebar sediaan bedak kompak yang beredar di pasaran.
4.3.4 Hasil uji kekerasan
Masing-masing konsentrasi dari bedak kompak diuji kekerasannya
menggunakan alat pengukur kekerasan (copley). Hasil uji kekerasan dapat
dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Data pemeriksaan kekerasan pada sediaan bedak kompak Sediaan Perlakuan ke 1
(kg)
Sediaan 1: Formula tanpa sari wortel
Sediaan 2: Formula dengan sari wortel 7,5% Sediaan 3: Formula dengan sari wortel 10% Sediaan 4: Formula dengan sari wortel 12,5% Sediaan 5: Formula dengan sari wortel 15%
Sediaan 6: Sediaan bedak kompak caring colours martha tilaar (blooming pink)
Hasil uji kekerasan yang didapat terhadap sediaan bedak kompak
dengan konsentrasi 7,5, 10, 12,5 dan 15% menunjukkan hasil yang berbeda.
Semakin tinggi konsentrasi semakin meningkat tingkat kekerasan bedak. Hal
ini disebabkan kandungan gula pada wortel, dimana gula dapat sebagai
pengikat. Sehingga bedak dengan konsentrasi sari wortel tertinggi memiliki
5 di atas kekerasan sediaan yang ada dipasaran. Namun, kekerasan sediaan
yang dibuat ini masih dapat digunakan.
4.3.5 Hasil uji keretakan
Pengujian keretakan sediaan bedak kompak dilakukan untuk
mengetahui kekompakan dari sediaan. Hasil uji keretakan pada setiap sediaan
bedak kompak dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4 Data pemeriksaan keretakan pada sediaan bedak kompak
Sediaan Dijatuhkan pada permukaan kayu dengan ketinggian 8-10 inci sebanyak 3 (tiga) kali
1 Tidak pecah
Sediaan 1: Formula tanpa sari wortel
Sediaan 2: Formula dengan sari wortel 7,5% Sediaan 3: Formula dengan sari wortel 10% Sediaan 4: Formula dengan sari wortel 12,5% Sediaan 5: Formula dengan sari wortel 15%
Menurut Butler (2000), Jika bedak kompak tidak rusak, menunjukkan
bahwa kekompakannya lulus uji dan dapat disimpan tanpa memberikan hal-hal
yang tidak memuaskan. Dari hasil yang diperoleh maka, seluruh sediaan yang
dibuat memenuhi persyaratan uji keretakan.
4.3.6 Hasil uji stabilitas
Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui stabilitas sediaan selama
Tabel 4.5 Data pengamatan perubahan bentuk, warna dan bentuk sediaan
Sediaan Sediaan Sediaan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
bk : bau khas Sediaan 2: Formula dengan sari wortel 7,5% p : putih Sediaan 3: Formula dengan sari wortel 10% k : krem Sediaan 4: Formula dengan sari wortel 12,5% ol : oranye lemah Sediaan 5: Formula dengan sari wortel 15 om : oranye muda
ot : oranye tua m : memudar
Parameter yang diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi
perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Dari hasil pengamatan bentuk,
didapatkan hasil bahwa seluruh sediaan bedak kompak yang dibuat tidak
terjadi perubahan bentuk dari bentuk awal pencetakan selama 90 hari pada
dibuat tetap stabil selama penyimpanan pada suhu kamar selama 60 hari
pengamatan. Pada hari ke 65 sampai hari ke 90 warna sediaan memudar.
Dengan bertambahnya konsentrasi zat warna sari wortel, warna bedak yang
dihasilkan semakin pekat. Bedak kompak dengan konsentrasi sari wortel 7,5%
memberikan warna krem, konsentrasi 10% memberikan warna oranye lemah,
konsentrasi 12,5% memberikan warna oranye muda dan konsentrasi 15%
memberikan warna oranye tua. Perubahan warna yang terjadi pada bedak
kompak pada hari ke 65 hingga hari ke 90 ini disebabkan kandungan beta
karoten yang terdapat dalam wortel. Beta karoten sangat mudah teroksidasi
dengan adanya cahaya, sehingga warna menjadi tidak stabil. Untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan warna yang disebabkan adanya
cahaya, penyimpanan dilakukan dalam wadah gelap. Sedangkan bau yang
dihasilkan dari seluruh sediaan bedak kompak adalah bau khas dari parfum
yang digunakan yaitu oleum citri. Bau sediaan tetap stabil dalam penyimpanan
90 hari pengamatan pada suhu kamar.
4.3.7 Hasil uji iritasi
Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 10 orang panelis yang
dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan bedak kompak pada kulit lengan
bawah bagian dalam selama 2 hari berturut-turut, menunjukkan bahwa semua
panelis tidak menunjukkan reaksi terhadap parameter reaksi iritasi yang
diamati yaitu adanya eritema, edema, papula dan vesikula. Dari hasil uji iritasi
menyebabkan iritasi. Data hasil uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut
ini.
Tabel 4.6 Data uji iritasi
No Pernyataan
+++ = Eritema, papula dan vesikula ++++ = Edema dan vesikula
4.3.8 Hasil uji kesukaan (Hedonic test)
Data yang diperoleh dari lembar penilaian (kuesioner) ditabulasi dan
ditentukan untuk setiap sediaan dengan mencari hasil rata-rata pada setiap
panelis pada tingkat kepercayaan 95%.
Setiap panelis diminta untuk mengoleskan masing-masing sediaan
bedak kompak yang dibuat pada kulit punggung tangannya. Parameter
pengamatan pada uji kesukaan adalah kemudahan pengolesan bedak kompak,
homogenitas dan intensitas warna dari bedak kompak saat dipoleskan. Panelis
memberikan penilaian dengan mengisi kuesioner yang telah diberikan.
Tabel 4.7 Data nilai uji kesukaan (Hedonic test) Sediaan 2 : Formula dengan sari wortel 7,5%
Berdasarkan data uji kesukaan (Hedonic test) terhadap 30 orang
panelis, diketahui bahwa ada tiga sediaan bedak kompak yang disukai, yaitu
sediaan dengan konsentrasi 10, 12,5 dan 15%. Sediaan 4 yaitu bedak kompak
konsentrasi zat warna sari wortel 12,5% dengan presentase kesukaan 7,49%
panelis menyukai sediaan ini. Sediaan bedak kompak dengan konsentrasi zat
warna sari wortel 12,5% mudah dipoles dan memberikan warna yang sesuai
dengan warna kulit, sehingga banyak disukai kebanyakan panelis. Sediaan 5
yaitu bedak kompak dengan konsentrasi zat warna sari wortel 15% dengan
presentase 7,01% panelis menyukai sediaan ini. Presentase kesukaan pada
sediaan 3 yaitu dengan konsentrasi sari wortel 10% dengan presentase
kesukaan 6,61% panelis menyukai warna sediaan ini. Panelis yang menyukai
sediaan ini karena warna sediaan yang tidak terlalu gelap dan sesuai dengan
warna kulit panelis yang berwarna coklat. Dan pada sediaan 2 yaitu bedak
kompak dengan konsentrasi zat warna sari wortel 7,5% dengan presentase
kesukaan 6,18% panelis agak menyukai warna sediaan ini. Panelis yang lebih
memilih sediaan ini, memiliki kulit coklat muda dan warna dari sediaan ini
dapat menyatu dengan warna kulit panelis yang berkulit coklat muda.
Perhitungan hasil uji kesukaan (Hedonic test) pada Lampiran 18, halaman 60.
4.3.9 Hasil uji angka lempeng total
Pengujian angka lempeng total dilakukan pada bedak kompak yang
telah melalui uji kesukaan (Hedonic test). Kemudian dipilih satu konsentrasi
warna sediaan bedak kompak menggunakan sari wortel yang memiliki total
kompak tanpa pewarna sari wortel (blanko) untuk dilakukan pengujian angka
lempeng total.
Setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil bahwa sediaan bedak
kompak tanpa pewarna sari wortel (blanko) memiliki nilai angka lempeng total
4x105 dan sediaan bedak kompak dengan konsentrasi warna sari wortel 12,5%
memiliki nilai angka lempeng total 1x105. Menurut “Keputusan Direktur
Jenderal Pengawas Obat Dan Makanan” tentang persayaratan cemaran
mikroba pada kosmetika menyatakan bahwa persayaratan angka lempeng total
pada sediaan rias wajah compact powder adalah 1x102.
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
sediaan bedak kompak tidak memenuhi persyaratan menurut Keputusan
Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Hal ini mungkin disebabkan
karena kondisi ruang kerja dan bahan-bahan baku yang dipakai kurang
memadai sehingga dapat memicu tumbuhnya mikroba pada sediaan bedak
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Zat warna sari wortel dapat digunakan sebagai pewarna dalam formulasi
sediaan bedak kompak. Semakin bertambah konsentrasi sari wortel yang
digunakan dalam formula maka semakin bertambah pekat warna sediaan
bedak kompak yang dihasilkan. Bedak dengan konsentrasi 7,5% berwarna
krem, bedak dengan konsentrasi 10% berwarna oranye lemah, bedak
dengan konsentrasi 12,5% berwarna oranye muda dan bedak dengan
konsentrasi 15% berwarna oranye tua.
b. Hasil penentuan mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa seluruh sediaan
yang dibuat stabil, tidak menunjukkan adanya perubahan bentuk, warna
dan bau dalam penyimpanan selama 60 hari. Pada hari ke 65 sampai hari
ke 90 warna sediaan memudar.
c. Dari uji kesukaan sediaan yang disukai adalah bedak dengan konsentrasi
zat warna sari wortel 10, 12,5 dan 15%. Berdasarkan hasil uji iritasi yang
dilakukan terhadap 10 orang panelis menunjukkan sediaan bedak kompak
yang dibuat tidak menyebabkan iritasi.
5.2 Saran
a. Disarankan untuk dilakukan penelitian selanjutnya mengenai cara
b. Disarankan untuk dilakukan penelitian selanjutnya mengenai pemanfaatan
beta karoten sebagai antiaging.
c. Disarankan untuk peneliti selanjutnya dilakukan penambahan evaluasi
sediaan bedak kompak, seperti uji daya lekat.
d. Disarankan untuk peneliti selanjutnya dilakukan sterilisasi bahan baku
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010). Teknologi Kosmetik Bedak. Diakses 12 Juni 2010. http://www.pharmacyaurel.blogspot.com.
Anonim. (2013). Kenali Bahaya Kosmetik. Diakses Januari 2013. http://www.herbaltama.com.
Anvisa. (2005). Cosmetic Products Stability Guide, Edisi Kesatu. Brasilia:
National Health Survailance Agency Press. Hal. 18, 22.
Badan Standarisasi Nasional. (2006). Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Diakses Tanggal 10 Februari 2012. Hal. 5-6. http://www.scribd.com/doc/6544761B/SNI-01-2346-2006.
Balsam, M.S., dan Sagarin, E. (1972). Cosmetics Science and Technology. Edisi kedua. London: Jhon Willy and Son. Hal. 336-338, 400, 404-405.
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Hal. 5, 660.
Butler, H. (2000). Poucher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps. Edisi Kesepuluh. Netherlands: Kluwer Academic Publisher. Hal. 169, 173, 178. 182, 188-189.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI. Hal. 184, 187, 188.
Ditjen POM. (1994). Persyaratan Cemaran Mikroba pada Kosmetik. Jakarta: Depkes RI. Hal. 5.
Ditjen POM. (2010).Notifikasi Kosmetika. Jakarta: Depkes RI. Hal. 2.
Dwicahya, D.B. (2010). Media Informasi Tentang Sayuran Wortel. Diakses September 2010. http://www.elib.unikom.ac.id.
Hidayat, N., dan Saati, E.A. (2006). Membuat Pewarna Alami. Surabaya: Penerbit Trubus Agrisarana. Hal. 9-12.
Khomsan, A. (2009). Rahasia Sehat dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal. 148, 149.
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Amsterdam: Elsevier Science B.V. Hal. 3, 375-376.
Rukmana, R. (1995). Bertanam Wortel. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 11, 14, 17.
Rubatzky dan Yamaguchi, M. (1997). Sayuran Dunia 2. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 166.
Soekarto. (1980). Penilaian Organoleptik Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Bogor: IPB Press. Hal. 145.
Sunanto, H. (2002). 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat dan Obesitas. Jakarta: Penerbit PT Elexkomputindo Kelompok Gramedia. Hal 28, 29.
Tim Penulis PS. (1992). Sayur Komersial. Jakarta: Penebar Swadya. Hal. 128.
Tranggono, R.I.S., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 6, 8, 11, 13, 90, 92, 104, 106, 167.
Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 4, 5, 122.
Lampiran 2. Bagan alir pembuatan zat warna sari wortel
Wortel segar
Disortasi
Dicuci hingga bersih Dikikis kulitnya Ditimbang
Berat wortel
Ditimbang seberat 3 kg Dijuice dengan juicer
750 ml sari wortel
Ditambahkan 0,1% Natrium Metabisulfit
Di freeze drying selama 24 jam pada suhu -40ºC dengan tekanan 2 atm
Lampiran 7. Perhitungan bahan 1. Sediaan 1 (Blanko)
Seng oksida 16,7 g
Kaolin 33,5 g
Magnesium karbonat 16,5 g
Parfum q.s
Nipagin 0,1 g
Pengikat 12 g
Talkum = 100 – (16,7+33,5+16,5+0,1+12)
= 100 – 78,8
= 21,2 g
2. Sediaan 2 (Konsentrasi 7,5%)
Sari wortel 7,5% = x 100 = 7,5 g
Seng oksida 16,7 g
Kaolin 33,5 g
Magnesium karbonat 16,5 g
Parfum q.s
Nipagin 0,1 g
Pengikat 12 g
Talkum = 100 – (7,5+16,7+33,5+16,5+0,1+12)
= 13,7 g
Lampiran 9. Gambar sediaan bedak kompak menggunakan sari wortel
Konsentrasi 7,5%
Konsentrasi 10%
Konsentrasi 12,5%
Konsentrasi 15%
a
b
Keterangan:
Lampiran 10. Gambar warna yang dihasilkan
Keterangan: 1. Warna krem
2. Warna oranye lemah 3. Warna oranye muda 4. Warna oranye tua
No Warna
1
2
3
Lampiran 12. Gambar hasil uji poles bedak pada punggung tangan
1
2
3
4
Keterangan:
Sediaan 1 : Formula tanpa sari wortel
Lampiran 13. Gambar hasil uji daya sebar bedak kompak
a
b
Keterangan:
Lampiran 15. Format formulir uji kesukaan (Hedonic Test)
Hedonic Test
Pilihlah bedak mana yang saudara amat sangat suka sampai yang amat sangat
tidak suka berdasarkan homogenitas warna, kemudahan pengolesan dan