PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA
DAN LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA
DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS
AYAM KAMPUNG UMUR 0-12 MINGGU
RICARDO HAPOSAN SIHALOHO 090306038
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA
DAN LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA
DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS
AYAM KAMPUNG UMUR 0-12 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
RICARDO HAPOSAN SIHALOHO
090306038
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA
DAN LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA
DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS
AYAM KAMPUNG UMUR 0-12 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
RICARDO HAPOSAN SIHALOHO 090306038/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila dalam Ransum terhadap Performans Ayam Kampung Umur 0-12 Minggu
Nama : Ricardo Haposan Sihaloho
NIM : 090306038
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ir. R. Edhy Mirwandhono M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
RICARDO HAPOSAN SIHALOHO, 2014 : “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila dalam Ransum terhadap Performans Ayam Kampung Umur 0-12 Minggu”. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan R. EDHY MIRWANDHONO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila (LIPIN) terhadap performans ayam kampung umur 0-12 minggu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 100 ekor DOC ayam kampung dengan kisaran bobot badan 30,33 + 2(2,12) . Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan selanjutnya dianalisis dengan pembanding linear kontras ortogonal. Perlakua n terdiri dari P0: ransum komersial lokal, P1: ransum dengan tepung ikan pabrikan lokal, P2: ransum dengan tepung ikan pora-pora, P3: ransum dengan tepung ikan LIPIN dan P4: ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN. Parameter yang diteliti adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi ransum (g/ekor/hari) P0:43,71, P1:43,21, P2:43,86, P3:41,42 dan P4:42,68. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P0:13,73, P1:12,15, P2:13,99, P3:12,4 dan P4:13,67. Rataan konversi ransum P0:3,14, P1:3,6, P2:3,31, P3:3,3 dan P4:3,1. Hasil analisis statistik menunjukkan pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan LIPIN dalam ransum berpengaruh nyata menaikkan konsumsi, pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi ransum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan LIPIN dapat mengimbangi kualitas tepung ikan pabrikan lokal dalam ransum.
ABSTRACT
RICARDO HAPOSAN SIHALOHO, 2014 : The Utilization of Pora-pora and Tilapia Fish Processing Industry by Product meal in Complete Feed on
Performance of 12th weeks Local Chicken. Under supervisied by NURZAINAH GINTING and R. EDHY MIRWANDHONO.
The research aimed to objective the utilization of pora-pora and tilapia fish processing industry by product (LIPIN) meal in complete feed on performance of 12th weeks local chicken. The research had been conducted in the Laboratory of Animal Biology Livestock Studies Program in the University of North Sumatra from August 2013 until November 2013 used 100 day old chickens of local chicken with a range of body weight 30,33 + 2(2,12). The design in this research used completely randomized design with 5 treatments and 4 replications. Linear contrasts ortogonal used for amous treatments. Treatments were consisted of P0: local commercial complete feed, P1: complete feed with local manufacturer
fish meal, P2: complete feed with pora-pora meal, P3: complete feed with LIPIN
and P4: complete feed with proportion of pora-pora and LIPIN meal. The
parameters studied were feed consumption, body weight gain and feed convertion. The result showed the average feed consumption (g/head/day) (P0:43,71,
P1:43,21, P2:43,86, P3:41,42 and P4:42,68, respectively). Average body weight
gain (g/head/day) (P0:13,73, P1:12,15, P2:13,99, P3:12,4 and P4:13,67,
respectively). Average feed convertion (P0:3,14, P1:3,6, P2:3,31, P3:3,3 and
P4: 3,1, respectively). The result of the statistical analysis showed the utilization
of pora-pora and LIPIN meal in complete feed was significant increase feed consumption , body weight gain and lower feed convertion. The conclusion of this research is utilization of of pora-pora and LIPIN meal can counterbalance the quality of local manufacturer fish meal in complete feed.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Merek pada tanggal 16 Juli 1991 dari Ayah Jakob Sihaloho dan Ibu Dumasari br Tarigan. Penulis merupakan putera keempat
dari empat bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Katolik van Duynhoven Saribudolok dan pada tahun yang sama masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB).
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), anggota Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) St.Fransiskus Xaverius Fakultas Pertanian, dan anggota Paduan Suara GLORIA UKM Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St.Albertus Magnus USU. Penulis juga aktif sebagai asisten di Laboratorium Anatomi dan Fisiologi Ternak, Laboratorium Ilmu Pemuliaan Ternak, Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Ilmu Perikanan, Laboratorium Penyuluhan dan Komunikasi Peternakan, Laboratorium Tataniaga Ternak dan Laboratorium Manajemen Ternak Perah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila dalam Ransum terhadap Performans Ayam Kampung Umur 0-12 Minggu”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua penulis yaitu Bapak J. Sihaloho dan Ibu D. br Tarigan yang telah mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc dan Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan
terimakasih kepada Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
berbagai masukan kepada penulis.
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
RIWAYAT HIDUP... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 4
Kegunaan Penelitian... 4
Hipotesis Penelitian... 5
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Ayam Kampung... 6
Sistem Pencernaan Ayam Kampung... 4
Ransum Ayam Kampung... 6
Potensi Ikan Pora-pora... 8
Potensi Limbah Industri Ikan Nila... 9
Tepung Ikan... 12
Tepung Jagung... 14
Bungkil Kedelai... 15
Dedak... 16
Bungkil Kelapa... 16
Pembuatan Tepung Ikan Pengukusan... 17
Pengepresan... 17
Pengeringan... 18
Penggilingan... 18
Parameter Penelitian Konsumsi Pakan... 19
Pertambahan Bobot Badan... 19
Konversi Pakan... 20
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 21
Bahan dan Alat Penelitian Bahan... 21
Alat... 21
Konsumsi Pakan... 24
Pertambahan Bobot Badan... 24
Konversi Pakan... 24
Pelaksanaan Penelitian... 25
Skema Pembuatan Tepung Ikan... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum... 30
Pertambahan Bobot Badan... 34
Konversi Ransum... 39
Rekapitulasi Hasil Penelitian... 43
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 44
Saran... 44
DAFTAR PUSTAKA……… 45
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Kebutuhan gizi ayam kampung... 8
2. Kebutuhan pakan ayam kampung...……... 8
3. Kandungan nutrisi tepung ikan... 10
4. Kandungan nutrisi ikan pora-pora... 11
5. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo... 12
6. Produksi ikan pora-pora Kabupaten Samosir... 12
7. Kandungan nutrisi limbah industri ikan nila... 14
8. Kandungan nutrisi tepung jagung... 15
9. Kandungan nutrisi bungkil kedelai... 15
10. Kandungan nutrisi dedak... 16
11. Kandungan nutrisi bungkil kelapa... 16
12. Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan dalam ransum... 26
13. Susunan dan komposisi ransum fase starter pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4... 27
14. Susunan dan komposisi ransum fase finisher pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4... 27
15. Uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum... 31
16. Uji ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Rataaan konsumsi ransum selama penelitian (gram/ekor/hari)... 49
2. Rataan pertambahan bobot badan selama penelitian (gram/ekor/hari) 50 3. Rataan konversi ransum selama penelitian... 51
4. Analisis ragam konsumsi pakan selama penelitian... 52
5. Pembandingan ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum... 52
6. Analisis ragam pertambahan bobot badan selama penelitian... 52
7. Pembandingan ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan... 53
8. Analisis ragam konversi ransum selama penelitian... 54
ABSTRACT
Implementation of Organizational Restructuring Policy in Toba Samosir Regency (Study Implementation of Government Regulation Number 41 of
2007 about Local Government Organizations)
Name : Benny Sianturi (090903041) Departement : Public Administration Sciences
Faculty : Social and Political Science (University of Sumatera Utara) Advisor : Drs. Ridwan Rangkuti, M.S
Local government regulation are changeable and embodied according to the condition of government and political system at the time. At this Reformation era Local Government Regulation is set by UU No. 32 of 2004, which was change from previous regulation UU No. 22 of 1999. Based on local government regulation in this reformation era, the starting point of governance enforcement changed to decentralized system. Local Government especially regency/city becomes the focus of decentralization or regional autonomy. Therefore, local government is prosecuted to do its authority mostly. One substance that must be implemented by the local government is the organization autonomy, which is requirement to organize and manage the local government organization. Nowadays, Institutional or organizational is set by Government Regulation (PP) No. 41 of 2007.
The implementation of PP No. 41 of 2007 is not without problems. Many local government are not ready to implement this rule, so in this implementation, there are many problems become expenses for the local government. How its effectiveness of implementation of PP No. 41 of 2007? What are the factors that affect the implementation in this PP No. 41 of 2007? Become the purpose or the focus of the researcher in this study to be described more.
In this study, to answer the questions based on purpose of this research will be conducted by descriptive analytical approach. The purpose of the study will be answered by giving the describe more detailed based on the data or information has been presented and analyzed, which were be collected from interviews, questionnaires, and the secondary data (existing data). The problem in the implementation of PP No. 41 of 2007 will be explained by using variables which are synthesized from several models of public policy implementation. The variables used in this research are content of policy/ operationalization of the regulation (ability of statue to structure implementation), bureaucratic structure, Communication and coordination, and resources. Restructuring side of institution policies expanded separately in three points, namely: leadership, organizational transformation direction and so the resistances of organization change.
provisions contained in PP No. 41 of 2007. Explanatory direction has not been made at the local level until now. Bureaucrat comprehension which is very little in regulation shows socialization is limited. Also with the resources (human and another resources) competencies, staffing, budget, and facilities there are still many deficiency.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyediaan pangan asal hewani bagi masyarakat dalam jumlah yang mencukupi dengan mutu yang baik merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang peternakan dalam meningkatkan nilai gizi konsumsi masyarakat. Sasaran tersebut dapat dicapai dengan peranan ayam kampung sebagai salah satu sumber protein hewani yang dapat diandalkan. Ayam kampung merupakan tipe ayam yang kecil dengan pertumbuhan yang lambat dan daya alih (konversi) makanan menjadi produk esensial yang rendah. Semua kekurangan tersebut dapat diatasi dengan menyediakan pakan yang berkualitas.
Tepung ikan merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang sangat baik bagi ayam. Secara umum bahan ini memiliki kandungan protein yang tinggi antara 50-70%. Selain protein tepung ikan juga merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik. Bahan-bahan yang terkandung dalam tepung ikan ini sangat diperlukan oleh ayam kampung dalam masa pertumbuhan.
Tepung ikan merupakan salah satu produk perikanan yang diperlukan dalam jumlah yang tinggi di Indonesia, terutama untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak, ikan dan udang. Tepung ikan mengandung senyawa-senyawa esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan oleh ternak. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya adalah protein, asam lemak omega 3, vitamin dan mineral.
digunakan langsung untuk konsumsi manusia, tetapi pada saat tertentu hal ini tidak dapat dilaksanakan. Pada puncak musim panen ikan, jumlah tangkapan meningkat sedemikian rupa, sehingga usaha pengolahan untuk makanan manusia tidak dapat menyerap semuanya (terjadi surplus). Salah satu alternatif pemanfaatan surplus ini adalah pembuatan tepung ikan.
Pengembangan industri pengolahan ikan menjadi tepung ikan akan memberikan beberapa keuntungan yaitu pemanfaatan kelebihan produksi pada saat melimpah, memanfaatkan ikan-ikan yang tidak terjual, meningkatkan nilai ekonomis spesies yang tidak disukai serta memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi oleh manusia seperti kepala, sirip, tulang dan bagian lainnya yang biasanya merupakan limbah industri pengolahan.
Ikan pora-pora merupakan ikan endemik di Danau Toba yang memiliki nilai produksi tinggi selama dekade terakhir ini. Hasil tangkapan nelayan di sekitar pesisir Danau Toba tersebut seringkali mengalami over produksi sehingga harga menjadi sangat rendah tidak sesuai dengan usaha nelayan tradisional untuk usaha penangkapan dan menimbulkan kerugian bagi nelayan tradisional. Selain itu, hasil produksi ikan pora-pora mengalami sortiran oleh pihak nelayan yaitu pemisahan produksi ikan berdasarkan bobot ikan. Ikan yang kecil tidak dimasukkan dalam tujuan distribusi ke luar daerah. Hasil sortiran ini biasanya diberikan kepada ternak babi oleh nelayan tanpa proses pengolahan bahkan banyak yang dibuang kembali ke danau menjadi limbah bagi air Danau Toba.
Serikat menduduki peringkat ke dua setelah Cina. Tahun 2004 ekspor fillet nila mencapai 4.250 ton atau meningkat sebanyak 18,6 % dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3.583 ton. Disamping permintaan yang cenderung meningkat, budidaya ikan nila di Indonesia juga dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2006 jumlah produksi perikanan budidaya nila sebesar 169.390 ton, sedangkan pada tahun 2007 jumlah produksinya sebesar 195.000 ton meningkat sebesar 15,12 %. Menurut perkiraan Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2008 jumlah produksi ikan nila mencapai 233.000 ton dan pada tahun 2009 akan mencapai 337.000 ton (Ferinaldy, 2008).
Sampai sekarang ada beberapa perusahaan yang menggarap pasar ekspor ikan nila seperti PT Aquafarm Nusantara, PT Dharma Samudra Fishing Industries, PT Kelola Mina Laut, dan PT Bumi Agro Bahari Nusantara. Namun perusahaan yang mampu mengekspor nila secara kontinu dengan volume besar hanya PT Aquafarm. Untuk menghasilkan fillet siap ekspor, setiap hari Aquafarm mengolah 73 ton nila yang masih hidup (Dadang, 2007). Tingginya jumlah ikan nila yang diekspor akan menyebabkan limbah industri yang dihasilkan juga tinggi. Pemerintah dan masyarakat di pesisir Danau Toba telah menyikapi ancaman antara populasi ikan pora-pora yang over product dengan pengolahan menjadi pakan ternak ayam dan babi oleh masyarakat dengan teknologi yang masih sederhana.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila dalam ransum ayam kampung terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum ayam kampung umur 0-12 minggu.
Kegunaan Penelitian
Bahan informasi bagi masyarakat peternak ayam kampung pada khususnya, instansi pemerintah (Dinas Perikanan, Dinas Peternakan, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan dan Dinas Perindustrian) serta kalangan akademik (mahasiswa, dosen dan para peneliti) mengenai pemanfaatan ikan pora-pora dan limbah ikan nila menjadi tepung ikan di dalam ransum terhadap produksi ternak ayaam kampung. Kegunaan dari penelitian ini juga sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hipotesis Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Ayam Kampung
Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes, Famili: Phasianidae, Genus: Gallus-gallus, Spesies: Gallus-gallus domesticus. Dibandingkan dengan ayam ras, ayam kampung juga jauh lebih lincah dan aktif bergerak. Jika dipelihara secara umbaran, terbiasa hinggap atau istirahat di dahan pohon yang cukup tinggi. Selain itu, ukuran tubuhnya juga lebih kecil dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1996).
Hampir semua ayam kampung yang terdapat di Indonesia memiliki bentuk badan yang kompak dan baik sekali susunan otot-ototnya. Bentuk jari kakinya begitu panjang, tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam, tinggi paha dan betisnya sedang tetapi kokoh. Semakin pesatnya perkembangan usaha ternak ayam ras samasekali tidak menurunkan pamor produk ayam kampung dimata masyarakat sebagai konsumen (Rasyaf, 1992).
adalah dengan memperbaiki kualitas pakan yang diberikan kepada ayam kampung.
Sistem Pencernaan Ayam Kampung
Sistem digesti adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan antara
lingkungan dengan proses metabolisme alamiah pada hewan (Nesheim et al., 1979). Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan sejak
masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Secara garis besar fungsi saluran pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan dicerna, tempat pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan (Kamal, 1994). Sistem pencernaan meliputi saluran pencernaan (paruh, mulut, tenggorok, lambung kelenjar, empedal, usus halus, usus buntu, usus besar, kloaka, anus) dan alat tambahan (hati, pankreas, lien). Unggas mengalami proses pencernaan yang berbeda dengan hewan lain, meskipun mempunyai kesamaan pada prosesnya. Sebagaimana hewan lain proses pada saluran pencernaan unggas menggunakan tiga prinsip:
a. Secara mekanik, pencernaan secara mekanik pada unggas berlangsung pada empedal, pakan di dalam empedal dengan adanya kontraksi otot empedal dengan bantuan grit akan diubah menjadi pasta;
b. Secara khemis/enzimatis, pencernaan secara enzimatis terutama dibantu dengan adanya senyawa kimia dan kerja dari enzim yang dihasilkan oleh alat-alat pencernaan;
sedikit ditemukan mikrobia pada tembolok dan usus besarnya. Pada tembolok ditemukan beberapa bakteri aktif yang menghasilkan asam organik seperti asam asetat dan asam laktat dan juga pada ceca terjadi sedikit pencernaan hemiselulosa oleh bakteri (Kamal, 1994).
Ransum Ayam Kampung
Bahan baku makanan yang digunakan untuk menyusun ransum ternak unggas adalah bahan baku yang mengandung zat-zat makanan yang bisa memenuhi kebutuhan ternak unggas yang mengkonsumsinya dan sifat fisis, kimiawi dan biologisnya. Setiap bahan baku makanan ternak unggas secara umum harus bisa diperoleh zat-zat makanan yang diklasifikasikan menjadi 6 golongan yakni air, hidrat, arang, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Berdasarkan kegunaannya bahan baku pakan ternak unggas terbagi menjadi 5 golongan yaitu bahan baku sumber protein, bahan baku sumber energi, bahan baku sumber vitamin, bahan baku sumber mineral serta feed suplement yang berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh, aktivitas tubuh dan pertumbuhan tubuh (Murtidjo, 1994). Ransum adalah makanan yang terdiri dari satu atau lebih bahan makanan yang diberikan kepada ayam untuk kebutuhan sehari semalam. Suatu ransum dikatakan berkualitas apabila ransum ini mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh ayam. Untuk kelompok ayam yang umurnya tertentu diternakkan dengan tujuan tertentu akan membutuhkan ransum yang berbeda kandungan gizinya dengan ransum yang dibutuhkan pada sekelompok umur yang lain dengan tujuan yang lain pula.
menjadi unsur gizi yang dibutuhkannya yaitu protein dan asam-asam amino, energi, vitamin dan mineral. Unsur-unsur gizi itulah yang kelak akan digunakan oleh ayam untuk kehidupan pokoknya dan untuk produksi. Oleh karena itu jelas bahwa baik atau buruknya produksinya sangat bergantung pada ransum yang dimakan ayam tersebut (Rasyaf, 1991). Kebutuhan gizi ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kebutuhan gizi ayam Kampung
Minggu 0-12 12-22 22 keatas
Energi (%) 2600 2400 2400-2600
Protein (%) 17-20 14 14
Kalsium (%) 0,9 1,00 3,4
Phospor (%) 0,45 0,45 0,34
Methionin (%) 0,37 0,21 0,22-0,30
Lisin(%) 0,87 0,45 0,68
Sumber : Nawawi dan Norrohmah (2002)
Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum serta faktor-faktor lainnya seperti umur, palatabilitas, aktivitas ternak, tingkat produksi dan pengelolaannya. Konsumsi ternak ayam kampung dapat dilihat dari Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam Kampung
Umur (Minggu) Konsumsi (g/ekor/hari) Berat Badan (g)
1 9a 45 a
2 18 a 65 a
3 27 a 95 a
4 34 a 130 a
5 41 a 180 a
6 45 a 240 a
7 46 a 310 a
8 47 a 360 a
9 41-44 b 660 b
10 44-47 b 720 b
11 48-52 b 770 b
12 51-55 b 830 b
Protein berguna untuk membentuk jaringan tubuh, memperbaiki jaringan yang rusak untuk keperluan berproduksi dan kelebihannya akan dibuah menjadi energi. Menurut Willamson dan Payne (1993) untuk pemeliharaan ayam kampung jantan pada fase starter adalah 0-8 minggu, kemudian fase finisher 9-12 minggu Namun untuk fase starter biasanya berbeda batasnya karena digunakan berat jual.
Tepung ikan
Tepung ikan merupakan bahan makanan ternak yang berkadar protein tinggi, mudah dicerna dan kaya akan asam amino essensial terutama lisin dan metionin sehingga dapat digunakan sebagai penutup kekurangan yang terdapat pada bii-bijian. Disamping itu tepung ikan kaya akan vitamin B, mineral dan kandungan lemak yang cukup juga merupakan sumbangan dalam memenuhi kebutuhan ternak akan energi (metabolis) dan juga vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A dan D (Sarwono, 1996).
Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Boniran, 1999).
tidak dipergunakan oleh manusia lagi dan bahkan kandungan proteinnya sendiri masih utuh dibanding tepung ikan produksi parbrik (Sunarya, 1998). Kandungan nutirisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung ikan
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Energi Metabolisme (kkal/kg)
52,6a 2,2a 4,8b 6,65b 3,59b 2810b Sumber : a. Hartadi et al (1997)
b. NRC (1998)
Potensi Ikan Pora-pora
Klasifikasi ikan pora-pora secara zoologis adalah: Kingdom : Animalia, Kelas : Actinopterygii, Ordo : Cypriniformes, Famili : Cyprinidae, Sub Famili : Cyprininae, Genus : Mystacoleucus, Species : Mystacoleucus padangensis. Ikan pora-pora atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat dikenal dengan nama ikan bilih (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan endemik di wilayah pesisir Danau Toba. Ikan ini ditabur oleh mantan presiden Republik
Indonesia Megawati Soekarno Putri pada 6 Juni 2004 di Parapat yang berasal dari Danau Singkarak, Sumatera Barat. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan
1. Di danau toba tersedia makanan ikan bilih yang berupa plankton, detritus dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain,
2. Ikan pora-pora termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthic) maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagic),
3. Ikan pora-pora tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain didanau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya,
4. Tempat hidup ikan pora-pora di Danau Toba 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak,
5. Tempat pemijahan ikan pora-pora yang berupa sungai yang masuk ke DanauToba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau Singkarak (6 sungai).
Menurut Purnomo (2009), ikan bilih pada umumnya ditangkap di daerah sekitar muara-muara sungai, misalnya: sungai Sipiso-piso (Tongging), sungai Naborsahan (Ajibata), sungai Sisodang (Tomok), sungai Simangira dan sungai Silang (Bakara), sungai di Hatinggian (Balige) dan sungai di daerah Silalahi II. Kandungan nutrisi ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Kandungan nutrisi ikan Pora-pora
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Gross Energi (kcal/gr)
50,94 0,37 13,24 4,59 11,29
4,70 2,68 5.268 Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013)
Ikan pora-pora telah menjadi ikan dalam populasi yang banyak sekitar danau Toba, ikan ini ditangkap melalui jaring insang tetap, jaring angkat dan jala tebar. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 di wilayah kerja Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo Jenis Alat
Penangkapan
Produksi Ikan Pora-pora(ton)
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
Jaring insang tetap 4,50 3,60 2,88
Jaring angkat 28,80 25,20 19,20
Jala tebar 0,45 0,50 0,43
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo, 2013
Pembibitan ikan pora-pora terdapat di daerah Kabupaten Samosir dengan program sesuai dengan pembenihan ikan telah menghasilkan produksi ikan pora-pora yang telah didistribusikan ke luar wilayah dan mengalami proses sortiran untuk pengepakan dan seleksi ikan pora-pora. Produksi ikan Pora-pora Kabupaten Samosir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Data produksi ikan pora-pora Kabupaten Samosir
No Tahun Produksi Jumlah Produksi (ton)
1 2008 6.914,8
2 2009 10.478,5
3 2010 13.510,8
4 2011 11.816,7
5 2012 9.350
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Samosir, 2013.
Potensi Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila (LIPIN)
berikut: Filum : Chordata, Sub-filum: Vertebrata, Kelas: Osteichtyes, Sub-kelas: Acanthopterigii, Ordo : Perchomorphi, Famili : Cichlidae, Genus : Oreochromis, Spesies : Oreochromis niloticus.
Limbah merupakan suatu hasil samping yang kurang berharga bahkan merupakan suatu masalah di dalam industri. Menurut Moelijanto (1979) limbah perikanan adalah yang terbuang, tercecer dan sisa olahan yang pada suatu tempat tertentu belum dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Jenis limbah dan hasil samping dapat dikelompokkan secara umum menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Hasil samping penangkapan suatu spesies atau sumber daya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna,
2. Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging merah,
3. Surplus dari tangkapan (glut), 4. Sisa distribusi.
sisik. Setelah dibersihkan dan dikeringkan, diekspor ke Korea Selatan untuk bahan kosmetika (Dadang, 2007). Menurut Sianturi (2012) Aquafarm menyumbangkan 35.000 ton per tahunnya. Tingginya jumlah ikan Nila yang diekspor akan menyebabkan limbah industri pengolahan ikan nila yang dihasilkan juga tinggi.
Pengolahan ikan-ikan yang terbuang dan limbah industri pengolahan hasil perikanan menjadi tepung ikan merupakan salah satu solusi mengurangi impor tepung ikan, karena menurut Badan Pusat Statistik Indonesia kenaikan rata-rata impor tepung ikan tahun 2007-2011 sekitar 4,47% dan pada tahun 2010-2011 sekitar 15,25%. Kandungan nutrisi limbah industri ikan nila dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Kandungan nutrisi limbah industri pengolahan ikan nila
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Gross Energi(kkal/kg)
40,50 0,92 13,94 4,29 26,36
9,41 4,88 4.127 Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013)
Tepung Jagung
kisaran 40-45 % (Nawawi dan Nurrohmah, 2002). Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Kandungan nutrisi tepung jagung
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Energi Metabolisme (kkal/kg)
8,3a 2,2b 3,9a 0,03a 0,28a 3420a Sumber : a. NRC (1998)
b. Hartadi et al (1997)
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12 % (Hutagalung, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai tertera pada Tabel 9 .
Tabel 9. Kandungan nutrisi bungkil kedelai
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
43,8a 4,4b 1,5a 0,32a 0,65a Sumber : a. NRC (1998)
b. Hartadi et al (1997)
Dedak
Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras terutama terdiri dari lapisan ari. Kandungan nutrisi dedak tertera pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Kandungan nutrisi dedak
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Energi Metabolisme (kkal/kg)
13,3a 13,5b 7,2c 0,07a 1,61a 2850a Sumber : a. NRC (1998)
b. Hartadi et al (1997)
c. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU, (2000)
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah bahan pakan tenak yang berasal dari sisa pembuatan minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk pertumbuhan ternak meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1995). Kandungan nilai gizi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Kandungan nutrisi bungkil kelapa
Kandungan Zat Kadar Zat
Bahan kering (%) 84.40a
Protein kasar (%) 21.00a
TDN (%) 81.30b
Serat kasar (%) 15.00a
Lemak kasar (%) 1.80 a
Pembuatan Tepung Ikan
Menurut Rasidi (1997) tepung ikan dibuat dengan proses langkah sederhana. Pertama, ikan dipilih yang mengandung sedikit lemak atau yang tidak berlemak. Ikan dapat juga diperoleh dari sisa hasil olahan, selanjutnya dibersihkan dari kotoran yang masih ikut tercampur, dicuci kemudian direbus kurang lebih 30 menit. Kedua, dipres ikan yang telah masak pada saat masih panas untuk mengeluarkan lemak dan air. Lemak dan air ditampung kemudian diendapkan. Hasil endapan berupa daging yang hancur dicampurkan kembali dengan ampas daging yang telah dipres. Lemak yang masih tercampur dengan air dapat diolah menjadi minyak ikan. Ketiga, dicincang bahan baku yang berukuran besar sehingga mempercepat proses pengeringan. Giling cincangan ikan yang telah kering kemudian diayak agar diperoleh hasil tepung ikan yang halus.
Tepung ikan di pasaran berasal dari hasil olahan industri pabrik tepung ikan dan industri kecil yang keduanya berbeda baik secara pengolahan, peralatan maupun mutu produk. Pada industri kecil/rumah tepung ikan diolah dengan cara dan peralatan yang sederhana (Sunarya, 1998). Adapun prinsip dasar pengolahan tepung ikan adalah pengukusan, pengepresan, pengeringan dan penggilingan.
Pengukusan
terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan sehingga air dan minyak mudah diperas keluar. Selain itu pengukusan dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987).
Pengepresan
Pengepresan dilakukan untuk memisahkan antara padatan dan cairan (air dan minyak). Pada pengepresan diperkirakan akan menurunkan kadar air menjadi 50 % dan kadar minyak 4-5%. Pada industri kecil/rumah tangga pengepresan dilakukan dengan cara dinjak-injak. Hal tersebut dapat mengakibatkan tepung ikan menjadi kotor dan pengeluaran air menjadi tidak sempurna serta mudah diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi, warna dan bau akan cepat berubah sehingga mutu tepung ikan cepat turun (Saleh, 1990).
Pengeringan
Penggilingan
Penggilingan dan penepungan bahan yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya ethoxyginin anatar 200-1000 mg/kg tepung ikan (Saleh, 1990).
Konsumsi Ransum
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting dalam menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1999).
Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan yang dibutuhkan ternak dan akibatnya akan menghambat pertumbuhan lemak dan daging. Apabila kebutuhan untuk hidup pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi, 1994).
Menurut Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.
Pertambahan Bobot Badan
Menurut Tillman et al., (1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perperlahan-lahan-perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Willamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa rataan ayam kampung di daerah tropis sekitar 0,9 kg sampai 1,8 kg.
Tillman et al., (1991) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan pertumbuhan yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubunganya dengan pemilihan bahan-bahan ransum makanan penguat. Laju pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukaan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1988). Kebutuhan asam amino dan protein pada ayam kampung dibutuhkan dalam meningkatkan pertambahan bobot badan, untuk hidup pokok dan pertumbuhan jaringan dan bulu (Wahju, 2004).
Konversi Ransum
juga sesuai dengan pernyataan Lubis (1993) yang menyatakan bahwa konversi ransum sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas ransum dan faktor lingkungan. Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi ransum per satuan waktu yang sama.
Rataan konversi pakan untuk ayam kampung umur 8-16 minggu adalah 5,17 (Listiawati, 1999). Menurut Purba (1999) rataan konversi pakan untuk ayam kampung umur 10-16 minggu adalah sebesar 3,84 dan menurut Riza (1999) konversi ayam kampung rata-rata umur 16-24 minggu adalah 7,60.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Agustus 2013 sampai bulan Nopember 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 100 ekor day old chick (DOC) ayam kampung sebagai objek penelitian, ransum komersial, ransum yang disusun terdiri dari tepung jagung, dedak sebagai sumber energi, tepung ikan komersial, tepung ikan pora-pora yang diolah dari sortiran produksi, tepung ikan nila dari limbah industri pengolahan ikan nila, bungkil kelapa dan bungkil kedelai sebagai sumber protein dan kalsium, premix sebagai sumber vitamin, rodalon sebagai desinfektan dan air minum diberikan secara ad libitum.
Alat
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu:
P0 : ransum komersial
P1 : ransum dengan tepung ikan pabrikan lokal P2 : ransum dengan tepung ikan pora-pora
P3 : ransum dengan tepung ikan limbah industri pengolahan ikan nila
P4 : ransum dengan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila
Model matematika yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
i = 1, 2, 3,...i = perlakuan j = 1, 2, 3,...i = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j µ = nilai tengah umum
αj = pengaruh dari perlakuan ke-i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j.
Analisis Data
Perlakuan Keterangan
P0 vs P1P2P3P4 Ransum komersial dibandingkan dengan ransum dengan tepung ikan pabrikan, tepung ikan pora-pora, tepung LIPIN dan gabungan pora-pora dengan LIPIN P1 vs P2P3P4 Ransum dengan tepung ikan pabrikan dibandingkan
dengan ransum dengan tepung ikan pora- pora, tepung LIPIN dan gabungan pora-pora dengan LIPIN
P2 vs P3 Ransum dengan tepung ikan pora-pora dibandingkan dengan ransum dengan tepung LIPIN
P4 vs P2P3 Ransum dengan tepung ikan gabungan pora-pora dengan LIPIN dibandingkan dengan ransum dengan tepung ikan pora- pora dan tepung LIPIN
Pembandingan linier ortogonal kontras menggunakan persyaratan sebagai berikut:
1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol (Σki = 0)
2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (Σki ki = 0)
3. Jumlah Kuadrat = Qi 2
r x Σki2
Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding dengan total tiap perlakuan r = ulangan
Σki = Kuadrat koefisien pembanding (Sastrosupadi,1999)
Sehingga kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
P32 P24 P34 P12
P43 P33 P44 P04
P14 P01 P02 P13
P23 P21 P31 P42
P41 P11 P22 P03
Sidik Ragam
SK Db JK KT Fhitung F5% F1%
Perlakuan t-1 JKperl JKP/db KTP/KTG
P0 vs P1P2P3P4 1 JK1 JK1 JK1/G
P1 vs P2P3P4 1 JK2 JK2 JK2/G
P2 vs P3 1 JK3 JK3 JK3/G
P4 vs P2P3 1 JK4 JK4 JK4/G
Galat rt-t JKG T-P/rt-t -
Kaidah Keputusan
• Bila Fhit < F0,05 perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1).
• Bila Fhit ≥ F0,05 perlakuan berbeda nyata (tolak H0/trima H1)
• Bila Fhit ≥ F0,01 perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1)
Peubah Yang Diamati
1. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dihitung setiap hari berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa ransum. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Konsumsi ransum = ransum awal – ransum sisa 2. Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap hari berdasarkan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal, dengan rumus sebagai berikut :
Pertambahan Bobot Badan (PBB) = Bobot badan akhir – bobot badan awal 3. Konversi ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah ransum yang dikonsumsi, dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap setiap
hari berdasarkan pengukuran dikandang dan nilai yang diperoleh, dengan rumus sebagai berikut:
Konversi ransum =
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan kandang
Kandang berukuran 1 x 1 x 0,5 meter sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan ditutup rapat dengan terpal, lalu penyemprotan dengan larutan formalin dan dibiarkan selama satu minggu dengan tujuan menyucihamakan kandang dari jamur, bakteri dan bibit mikroorganisme lainnya. Kandang dan peralatan kandang didesinfektan dengan rhodalon sebelum digunakan.
Penyusunan Ransum
Bahan pakan semuanya dibeli kecuali tepung ikan pora pora dan limbah industri ikan nila, kemudian bahan – bahan tersebut disusun sesuai dengan formula ransum. Teknik penyusunan ransum dilakukan sekali dalam satu minggu secara manual, yaitu dengan mencampurkan bahan pakan yang telah ditimbang sesuai dengan formulasinya.
Tabel 12. Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan dalam ransum
Bahan PK (%) LK (%) SK(%) EM(Kal/g) Ca(%) P (%) Tepung ikan
pora- pora
50,94a 13,24d 0,37a 2973a 4,70d 2,68d Tepung LIPIN 40,50a 13,94d 0,92a 2729a 9,41d 4,88d Tepung ikan
imbangan
44,69a 15,38d 0,62a 2771a 6,70d 3,53d Tepung ikan
komersial
52,60b 4,80b 2,2b 2810b 6,65b 3.59b Bungkil kelapa 21,00e 1,80e 15,0e 1540e 0,01e 0,01e Bungkil kedelai 43,8c 1,5b 4,4b 2240b 0,32c 0,05c Dedak padi 13,3c 7,2a 13,5b 2850c 0,07c 1,61c Minyak nabati 0,00 0,00 0,00 8800e 0,00 0,00
Topmix 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Sumber: a. Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013) b. Hartadi et al., (1997)
c. NRC (1994, 1998)
d. Laboratorium Charoen Pokphand Indonesia, KIM (2013)
Tabel 13. Susunan dan komposisi ransum fase finisher pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4
No. Bahan Pakan Kandungan dalam Tiap Perlakuan %
P0 P1 P2 P3 P4
1 Tepung ikan komersial 10 0 0 0
2 Tepung ikan pora pora 0 10 0 5
3 Tepung ikan LIPIN 0 0 10 5
4 Jagung 48 48 48 48
5 Bungkil kedelai 18 18 18 18
6 Dedak 10 10 10 10
7 Bungkil kelapa 12 12 12 12
8 Minyak nabati 1 1 1 1
9 Top mix 1 1 1 1
Total 100 100 100 100 100
Nutrisi
1 Protein Kasar 21,00 21,254 21,088 20,044 20,463
2 Energi Metabolisme 2400 2403,6 2419,9 2395,5 2399,7
3 Lemak Kasar 4,00 4,146 5,2040 5,06 5,2040
4 Serat Kasar 4,00 4,808 4,990 4,680 4,6500
5 Kalsium 0,90 0,6754 4,625 0,8044 0,6694
6 Posfor 0,70 6,741 0,5844 1,032 0,7610
Tabel 14. Susunan dan komposisi ransum fase finisher pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4
No. Bahan Pakan Kandungan dalam Tiap Perlakuan %
P0 P1 P2 P3 P4
1 Tepung ikan komersial 10 0 0 0
2 Tepung ikan pora pora 0 10 0 5
3 Tepung ikan LIPIN 0 0 10 5
4 Jagung 50 50 50 50
5 Bungkil kedelai 12 12 12 12
6 Dedak 13 13 13 13
7 Bungkil kelapa 12 12 12 12
8 Minyak nabati 2 2 2 2
9 Top mix 1 1 1 1
Total 100 100 100 100 100
Nutrisi
1 Protein Kasar 19,00 19,205 19,039 17,950 18,414
2 Energi Metabolisme 2400 2491,1 2507,4 2483,0 2487,6
3 Lemak Kasar 5,00 4,350 5,1940 4,0094 5,4080
4 Serat Kasar 5,00 4,978 4,7950 4,8509 4,8200
5 Kalsium 0,90 0,53262 0,5262 0,5326 0,7445
Pemilihan DOC ayam kampung
Sebelum DOC dimasukkan ke dalam kandang, terlebih dahulu dilakukan pengacakan dan penimbangan bobot awal agar pengacakan tiap perlakuan dan ulangan sesuai dengan rancangan penelitian.
Pengolahan tepung ikan pora pora dan limbah industri pengolahan ikan nila
Sebelum dimasukkan ke dalam formula ransum ikan pora pora dan limbah industri pengolahan ikan nila ditepungkan terlebih dahulu, adapun cara pembuatan tepung ikan yaitu :
Gambar 1. Skema pembuatan tepung ikan
Ikan pora-pora dan limbah ikan nila dibersihkan dari kotoran, plastik dan kayu
Ditimbang limbah ikan nila dan ikan pora-pora
Dimasukkan ke dalam panci presto dan dikukus selama 30 menit
Didinginkan selama 10 menit kemudian ditimbang
Dipress untuk mengeluarkan lemak dan air
Dikeringkan menggunakan sinar matahari
Digiling sampai menjadi tepung dan disaring
Pemeliharaan
1. Hari pertama DOC diberikan minum vitastress untuk mencegah stress akibat perjalanan dari tempat penetasan.
2. DOC untuk minggu pertama dan minggu kedua dalam pemeliharaannya ditambahkan kertas koran sebagai alas dan diganti apabila sudah kotor atau basah. Pada setiap plot juga dipasang lampu pemanas (brooder).
3. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum, dan tempat pakan di isi ½ bagian untuk menghindari banyaknya pakan yang terbuang saat ayam makan. 4. Vaksinasi dilakukan empat kali selama penelitian, yaitu vaksin ND I pada
umur 4 hari, Gumboro I pada hari ke 14, ND II pada hari ke 24 dan Gumboro II pada hari ke 35.
5. Selain lampu pemanas, pada malam hari kandang diberi lampu penerang di sekitar kandang.
6. Pemberian obat – obatan dilakukan sesuai dengan kondisi fisik dari ayam.
Pengambilan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian diperoleh dari konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum yang diperoleh selama penelitian.
Konsumsi ransum
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan yang diberikan kepada ternak. Konsumsi ransum dihitung berdasarkan
selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah sisa ransum (Parakkasi, 1999). Rataan konsumsi ransum dapat dilihat pada Gambar 2.
P0: Ransum komersial; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan
pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan
pora-pora dan LIPIN.
Gambar 2. Histogram nilai rata-rata konsumsi ransum (gram/ekor/hari) Gambar 2 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan tertinggi adalah 43,86 gram/ekor/hari (perlakuan P2), kemudian diikuti oleh perlakuan P0 (43,71 gram/ekor/hari), perlakuan P1 (43,21 gram/ekor/hari), perlakuan P4 (42,68 gram/ekor/hari) dan rata-rata konsumsi ransum yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P3 yaitu sebesar 41,42 gram/ekor/hari.
43,71
43,21
43,86
41,42
42,68
40 40,5 41 41,5 42 42,5 43 43,5 44 44,5
P0 P1 P2 P3 P4
K
on
sum
si
R
an
sum
Gambar 2 di atas juga menunjukkan bahwa rata-rata secara umum konsumsi ransum adalah sebesar 42,98 gram/ekor/hari. Angka tersebut lebih tinggi daripada pemeliharaan ayam menurut Murtidjo (1994) yaitu rata-rata 38,42 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena palatabilitas terhadap ransum tinggi dan lingkungan yang seimbang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat konsumsi ransum ayam kampung. Terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi ransum dengan penambahan tepung ikan pora-pora pada ransum. Ransum yang paling rendah dikonsumsi adalah perlakuan P3 dengan tepung ikan limbah industri pengolahan ikan nila. Mengetahui informasi perlakuan yang terbaik dalam konsumsi ransum dapat kita lihat Tabel 15 berikut.
Tabel 15. Uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum
SV dB JK KT F Hit F tabel
0,05 0,01 Perlakuan 4 24,53001 6,132503 4,246872* 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 2,674939 2,674939 1,852445tn 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 0,936538 0,936538 0,64857tn 4,54 8,68 P2 vs P3 1 11,94092 11,94092 8,269308* 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 0,004433 0,004433 0,00307tn 4,54 8,68 Galat 15 21,66007 1,444005
Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan P3. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P3.
Secara keseluruhan uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa ransum komersial tidak berbeda nyata dengan ransum yang menggunakan tepung ikan komersial pabrikan lokal, tepung ikan pora-pora, tepung ikan LIPIN dan imbangan pora-pora dan LIPIN. Ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal juga menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan ransum menggunakan tepung ikan pora-pora, tepung ikan LIPIN dan imbangan pora-pora dan LIPIN. Namun penggunaan tepung ikan pora-pora pada ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan ransum menggunakan tepung ikan LIPIN. Pada perlakuan ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap ransum tepung ikan pora-pora dan LIPIN.
pengukuran konsumsi ransum dipengaruhi oleh perbedaan ternak, palatabilitas ransum dan seleksi terhadap ransum. Konsumsi ransum juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi ransum ternak menjadi berbeda. Pemberian ransum secara ad libitum juga memberikan pengaruh pada konsumsi ransum sehingga ternak tidak mengalami penurunan konsumsi. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting dalam menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi ternak.
komposisi ransum secara lengkap dengan persentase yang lengkap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (1991) yang menyatakan bahwa campuran protein tumbuh-tumbuhan tidak efektif dalam menyusun ransum dengan kualitas protein yang tinggi dibanding bila dipakai campuran protein tumbuh-tumbuhan, hewani dan ikan. Namun protein hewani termasuk ikan memiliki harga yang mahal sehingga kadang-kadang lebih baik mempertimbangkan segi ekonomis dalam memproduksi ternak meskipun akan didapat penampilan ternak yang kurang yang dipengaruhi oleh konsumsi ransum melalui palatabilitasnya.
Pertambahan bobot badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal per satuan waktu dalam satuan gram/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan ayam kampung umur 12 minggu selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
P0: Ransum komersial; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan
pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan
pora-pora dan LIPIN.
Gambar 3. Histogram nilai rata-rata pertambahan bobot badan (gram/ekor/hari) 13,73
12,15
13,99
12,4
13,67
11 11,5 12 12,5 13 13,5 14 14,5
P0 P1 P2 P3 P4
P
er
tam
b
ah
an
b
ob
ot
b
ad
an
Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan tertinggi adalah 13,99 gram/ekor/hari (perlakuan P2) , kemudian diikuti berturut-turut oleh perlakuan P0 (13,73 gram/ekor/hari), perlakuan P4 (13,67 gram/ekor/hari), perlakuan P3 (12,40 gram/ekor/hari/) dan rata-rata konsumsi paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P1 yaitu sebesar 12,15 gram/ekor/hari.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat pertambahan bobot badan ayam kampung sampai umur 12 minggu. Terdapat kecenderungan pertambahan bobot badan seiring dengan komposisi tepung ikan pora-pora di dalam ransum.
Pertambahan bobot badan ayam kampung selama penelitian diasumsikan sebagai efek dari komposisi nutrisi tepung ikan terutama protein dan asam amino. Kebutuhan asam amino dan protein pada ayam kampung dibutuhkan dalam meningkatkan pertambahan bobot badan, untuk hidup pokok dan pertumbuhan jaringan dan bulu (Wahju, 2004). Tepung ikan pora-pora mengandung metionin sebesar 1,61% dan lisin 4,31% sementara tepung LIPIN mempunyai kandungan metionin sebesar 0,91% dan lisin 1,98%. Mengetahui informasi perlakuan terbaik dapat dilihat pada uji ortogonal kontras yaitu Tabel 16 berikut.
Tabel 16. Uji ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan
SV dB JK KT F Hit F tabel
0,05 0,01 Perlakuan 4 11,43470 2,858675 4,724976* 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 1,466337 1,466337 2,423643tn 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 4,330077 4,330077 7,15699* 4,54 8,68 P2 vs P3 1 5,038423 5,038423 8,32778* 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 0,599859 0,599859 0,991479tn 4,54 8,68 Galat 15 9,075204 0,605014
Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
dan P4 dalam menurunkan bobot badan. Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan P3 dalam menaikkan bobot badan. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3.
Secara keseluruhan uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa ransum komersial tidak berbeda nyata dengan ransum yang menggunakan tepung ikan komersial pabrikan lokal, tepung ikan pora-pora, tepung ikan LIPIN dan imbangan pora-pora dan LIPIN. Ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan ransum menggunakan tepung ikan pora-pora, tepung ikan LIPIN dan imbangan pora-pora dan LIPIN dalam menurunkan pertambahan bobot badan ayam kampung umur 12 minggu. Namun penggunaan tepung ikan pora-pora pada ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan ransum menggunakan tepung ikan LIPIN tetapi dalam menaikkan pertambahan bobot badan ayam kampung umur 12 minggu. Pada perlakuan ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap ransum tepung ikan pora-pora dan LIPIN. Willamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa rataan ayam kampung di daerah tropis sekitar 0,9 sampai 1,8 kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot badan ayam sampai umur 12 minggu adalah 1,1 kg. Rataan bobot badan tersebut termasuk bobot badan yang sesuai untuk ayam kampung umur 12 minggu.
industri pengolahan ikan nila dimetabolisme dengan baik oleh tubuh ayam kampung sendiri sehingga menyangkut perubahan - perubahan kimia dalam sel hidup yang meliputi sintesa dan perombakan menjadi daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (1991) yang menyatakan bahwa ransum yang dikonsumsi oleh ternak diasimilasikan untuk perbaikan dan sintesa jaringan-jaringan baru atau produksi daging. Hasil sisa metabolisme harus dirubah dan diekskresikan. Protein dicerna menjadi asam-asam amino yang diabsorbsi ke dalam vena porta kemudian diangkut ke hati untuk disimpan menjadi cadangan asam-asam amino. Protein yang ada pada kandungan ransum merupakan komponen utama penyusun utama jaringan tubuh yaitu untuk pertumbuhan sel, penyusun struktur sel, memelihara membran sel, mengatur keseimbangan air, buffer asam basa darah, carrier terhadap nutrient, darah dan oksigen serta yang utama adalah penyusun jaringan tubuh.
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggu berdasarkan pengukuran di kandang dan nilai yang diperoleh. Rataan konversi ransum ayam kampung sampai umur 12 minggu yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
P0: Ransum komersial; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan
pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan
pora-pora dan LIPIN.
Gambar 3. Histogram nilai rata-rata konversi ransum
Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata konversi ransum tertinggi adalah 3,6 (perlakuan P1), kemudian diikuti berturut-turut oleh perlakuan P2 (3,31), perlakuan P3 (3,3) perlakuan P0 (3,14) dan rata-rata konversi yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P4 yaitu sebesar 3,1.
Gambar 2 di atas juga menunjukkan bahwa rataan umum konversi ransum adalah sebesar 3,29. Angka tersebut lebih rendah daripada yang diharapkan pada pemeliharaan ayam menurut Murtidjo (1994) yaitu sebesar 3,8 dan menurut Purba
3,14
3,6
3,31 3,3
3,1
2,8 2,9 3 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7
P0 P1 P2 P3 P4
K
on
ve
rs
i R
an
su
m
(1999) rataan konversi pakan untuk ayam kampung umur 10-16 minggu adalah sebesar 3,84. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat palatabilitas pada ayam kampung terhadap ransum, genetik, lingkungan, berat badan serta daya cerna ayam untuk mencerna ransum yang akan menghasilkan pertambahan bobot badan. Campbell dan Lasley (1985) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, palatabilitas dan hormon. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Lubis (1993) yang menyatakan bahwa konversi ransum sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas ransum dan faktor lingkungan. Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi ransum per satuan waktu yang sama.
diperlukan tubuhnya. Mengetahui informasi perlakuan terbaik dalam konversi ransum dapat dilihat pada tabel 17 berikut.
Tabel 17. Uji ortogonal kontras terhadap konversi ransum
SV dB JK KT F Hit F tabel
0,05 0,01 Perlakuan 4 0,626289 0,156572 3,906047tn 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 0,118349 0,118349 2,952493tn 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 0,395063 0,395063 9,85533** 4,54 8,68 P2 vs P3 1 2,870005 2,870005 0,000717tn 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 0,112848 0,112848 2,815243tn 4,54 8,68 Galat 15 0,601269 0,040085
Ket: ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
Hasil uji ortogonal kontras di atas menunjukkan bahwa konversi ransum perlakuan P0 yaitu ransum komersial memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3 dan P4 dalam menaikkan konversi ransum. Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan P3. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Bogart (1997) mengatakan bahwa semakin rendah angka konversi ransum maka akan semakin efisien ternak dalam menggunakan ransum.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
P0: Ransum komersial; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan
pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan
pora-pora dan LIPIN.
Gambar 4. Histogram rekapitulasi hasil penelitian
Gambar 4 diatas menunjukkan masing-masing peubah penelitian setiap perlakuan. Rekapitulasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan P2 terbaik pada konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan, sedangkan pada konversi ransum yang paling baik adalah ransum P4, akan tetapi meskipun kualitasnya terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya, uji ortogonal kontras menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan ransum komersial.
43,71 43,21 43,86
41,42 42,68
13,73 12,15 13,99
12,4 13,67
3,14 3,6 3,31 3,3 3,1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
P0 P1 P2 P3 P4
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemanfaatan tepung ikan pora-pora berbeda nyata dengan limbah industri pengolahan ikan nila dalam meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan dan tidak berbeda nyata dalam menurunkan konversi ransum ayam kampung umur 0-12 minggu. Penggunaan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila dalam ransum dapat mengimbangi kualitas tepung ikan komersial pabrikan lokal.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
Anggorodi. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop, American Soybean Asosiation dan Balai Penelitian Ternak.
Cahyono, B. 1998. Ayam Kampung Pedaging. Trubus Agriwidya, Ungaran.
Campbell, J. R. And J.F. Lasley. 1985. The Science of Animals that Served Mankid. 3th Ed. Tata Mc Graw. Hill Publishing Company Limited New Delhi. Pp 390-392.
Dadang, 2007 04 Maret 2013 Pukul 12:40)
DEPTAN (Departemen Pertanian). 1987. Kumpulan Penelitian Hasil Perikanan Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta: Balai Pengembangan Perikanan Laut, Departemen Perikanan.
Ferinaldy, 2008. Produksi Perikanan Budidaya menurut Komoditas Utama. www.ferinaldy.wordpress.com.
Hartadi, H, Reksohardiprojo, S dan Tillman, A, D., 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Hutagalung, R. I. 1990. Defenisi dan Standar Bahan Baku Pakan. Kumpulan Makalah Feed Management Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak.
Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kartamihardja. E.S., 1987. Potensi Produksi dan Pengelolaan di Danau Toba Sumatera Utara. Buletin Penelitian Perikanan Darat Vol.6 No. 1. Medan. Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A., 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba.
Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Kingston JC, Charles DF. 1979. Diatoms: Powerful Indicators of Environmentalchange. Environmental Science and Technology 26:23-33 Listiawati, F. 1999. Pengaruh Pemberian Limbah Udang sebagai Substitusi
Tepung Ikan Terhadap Performans Ayam Kampung Umur 8-16 Minggu. FP USU, Medan.
Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta
Moelijanto R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Jakarta: Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan.
Murtidjo, B. A., 1994. Mengelola Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.
Nawawi T dan Nurromah. 2002. Ransum Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card, 1979. Poultry Production. 12th ed. Lea and Febiger, Philadelphia.
NRC. 1979. Nutrient Requirements of Poultry. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition.National Academy Press. Washingthon DC.
_____.1998. Nutrient Requirements of Poultry. Nutrient Requirments of Domestic Animal,Tenth Revised Edition.National Academy Press. Washingthon DC.
Nurcahyo, E. M dan I. E. Widyastuti., 1998. Usaha Pembesaran Ayam Kampung Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.
___________. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. UI Press, Jakarta.
Piliang W.G., 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Institut Pertanian, Bogor. Prawirokusumo,S., 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Jogjakarta
Purba, E. 1999. Pengaruh Pemberian Berbagai Level Tepung Bekicot (Achatina fulica) sebagai Substitusi Tepung Ikan terhadap Performans Ayam Kampung Umur 10-16 Minggu. FP USU, Medan.
Rasidi. 1997. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M.,1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta ________., 1994. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
________. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Riza, M. Z. 1999. Pengaruh Penggunaan Tepung Buah Tanjung (Mimosops elengi L.) pada Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung Umur 16-24 Minggu. FP USU, Medan.
Saleh, M. 1990. Pengaruh Pengepresan, Mutu Bahan Mentah dan Penyimpanan terhadap Mutu Tepung Ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 65. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian, Jakarta.
Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta.
__________.,1997. Memelihara Ternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta
Sastrosupadi. 1999. Rancangan Percobaan Bidang Pertanian, Andalas Press, Padang.
Sudaryani dan Santosa., 1994. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya, Jakarta. Sunarya, M.I.G.M., 1998. Limbah Perikanan Bahan Baku Pakan Peternakan.
Dinas Peternakan Provinsi NTB, Mataram.
Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. 2nd Ed. Gramedia, Jakarta.
Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
___________, 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
___________, 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Trewavas, E. 1982. Tilapias: Taksonomi and Speciation, p. 3-14 In R.S.V Pullin and R.H. Lowe-McConnel (eds). The Biology and Culture of Tilapias ICLARM. Conference Procedengs, International Center For Living Aquatic Resources Management, Manila Philippines.
Wahju, J., 1991. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM Press, Jogjakarta.
Widayati, E dan R. E. Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.
Widodo, W., 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.