• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Kitosan dan Lilin Lebah sebagai Bahan Pelapis untuk Meningkatkan Masa Simpan dan Mempertahankan Kualitas Buah Pepaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Kitosan dan Lilin Lebah sebagai Bahan Pelapis untuk Meningkatkan Masa Simpan dan Mempertahankan Kualitas Buah Pepaya"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KITOSAN DAN LILIN LEBAH SEBAGAI BAHAN PELAPIS UNTUK MENINGKATKAN MASA SIMPAN DAN

MEMPERTAHANKAN KUALITAS BUAH PEPAYA

YURISQI MUKDISARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Kitosan dan Lilin Lebah sebagai Bahan Pelapis untuk Meningkatkan Masa Simpan dan Mempertahankan Kualitas Buah Pepaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Yurisqi Mukdisari

(4)
(5)

ABSTRAK

YURISQI MUKDISARI. Penggunaan Kitosan dan Lilin Lebah sebagai Bahan Pelapis untuk Meningkatkan Masa Simpan dan Mempertahankan Kualitas Buah Pepaya. Dibimbing oleh KETTY SUKETI dan WINARSO DRAJAD WIDODO.

Pepaya merupakan buah klimakterik dengan laju respirasi yang meningkat selama proses pematangan. Laju respirasi pepaya dapat dihambat dengan memberikan lapisan pada permukaan buah. Bahan pelapis yang dapat digunakan diantaranya kitosan dan lilin lebah. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pelapisan kitosan dan lilin lebah terhadap umur simpan dan kualitas buah pepaya Callina selama penyimpanan. Percobaan dilakukan pada bulan November 2014 sampai Maret 2015 di Kebun Percobaan PKHT, Tajur dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu kitosan 0.75%, lilin lebah 6%, dan kontrol (tanpa bahan pelapis). Data dianalisis dengan uji F dan perlakuan yang berpengaruh nyata dianalisis dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Parameter yang diukur adalah umur simpan, indeks skala warna kulit buah, laju respirasi, susut bobot, kekerasan kulit buah, kekerasan daging buah, padatan terlarut total, asam tertitrasi total, dan kandungan vitamin C. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan lilin lebah dapat memperpanjang umur simpan pepaya Callina 4–5 hari lebih lama dibandingkan kontrol karena menghambat laju respirasi pepaya selama penyimpanan. Perlakuan kitosan dan lilin lebah dapat mempertahankan mutu fisik dan kimia buah pepaya Callina.

Kata kunci: Callina, laju respirasi, mutu fisik, mutu kimia, pematangan pascapanen

ABSTRACT

YURISQI MUKDISARI. Usage of Kitosan and Beeswax as Coating for Increasing Shelf Life and Quality Maintenance of Papaya. Supervised by KETTY SUKETI and WINARSO DRAJAD WIDODO.

(6)
(7)

Duncan Multiple Range Test (DMRT). Parameters measured were shelf life, the index of fruit skin color scale, respiration rate, weight loss, skin firmness, pulp firmness, total soluble solids, total titratable acids, and the content of vitamin C. Results of the experiments showed that chitosan and beeswax treatments can extend the shelf life of papaya Callina 4–5 days compared to control because it inhibits respiration rate papaya during storage. The use of chitosan and beeswax can maintain the physical and chemical quality of papaya fruit Callina.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGGUNAAN KITOSAN DAN LILIN LEBAH SEBAGAI BAHAN PELAPIS UNTUK MENINGKATKAN MASA SIMPAN DAN

MEMPERTAHANKAN KUALITAS BUAH PEPAYA

YURISQI MUKDISARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Penggunaan Kitosan dan Lilin Lebah sebagai Bahan Pelapis untuk Meningkatkan Masa Simpan dan Mempertahankan Kualitas Buah Pepaya

Nama : Yurisqi Mukdisari NIM : A24110054

Disetujui oleh

Dr Ir Ketty Suketi, MSi Ir Winarso D. Widodo, MS, PhD Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini telah berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Maret 2015 ini adalah pelapisan buah pepaya, dengan judul Penggunaan Kitosan dan Lilin Lebah sebagai Bahan Pelapis untuk Meningkatkan Masa Simpan dan Mempertahankan Kualitas Buah Pepaya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Ketty Suketi, MSi dan Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD sebagai pembimbing yang telah memberikan

arahannya selama penelitian hingga penulisan naskah skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir Eny Widajati, MS selaku pembimbing akademik, Umiyati, SPd, M. Rahmat, SAg (alm), dan Usman selaku orang tua, serta Azmi Nawwar dan Moh. Riyan Pratama atas segala bimbingan, saran, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Rabobank yang telah memberikan beasiswa selama perkuliahan hingga penelitian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam bidang pendidikan dan bidang pertanian.

Bogor, Agustus 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Taksonomi dan Morfologi Tanaman Pepaya 2

Syarat Tumbuh Tanaman Pepaya 3

Buah Pepaya 3

Masa Simpan Buah Pepaya 4

Penanganan Pascapanen Buah Pepaya 4

Pelilinan Buah 5

Lilin Lebah 6

Asam Oleat 6

Kitosan 7

METODE PENELITIAN 7

Tempat dan Waktu Penelitian 7

Bahan dan Alat 8

Rancangan Percobaan 8

Prosedur Percobaan 8

Pengamatan Percobaan 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Umur Simpan dan Indeks Skala Warna Kulit Buah 13

Laju Respirasi 16

Mutu Fisik 18

Mutu Kimia 19

KESIMPULAN DAN SARAN 21

Kesimpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 26

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Umur simpan pepaya pada stadia kematangan 1 sampai 6 14 2 Perubahan stadia kematangan pepaya Callina pada setiap perlakuan 14

3 Mutu fisik pepaya Callina 18

4 Mutu kimia pepaya Callina 20

DAFTAR GAMBAR

1 Pengukuran kelunakan buah dengan menggunakan alat penetrometer 10

2 Indeks skala warna kematangan pepaya Callina 10

3 Hasil titrasi kandungan asam tertitrasi total 11 4 Inkubasi pepaya Callina dalam toples kedap udara 12

5 Hasil titrasi kandungan vitamin C 12

6 Perubahan warna kulit buah pepaya Callina hasil penelitian 13

7 Laju respirasi pepaya Callina tiap perlakuan 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi pepaya Callina 26

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya merupakan produk hortikultura yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan secara komersial. Permintaan terhadap buah pepaya tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri (Eliyani et al. 2013). Pada tahun 2013 jumlah ekspor pepaya produksi Indonesia ke beberapa negara seperti Thailand, Singapura, Saudi Arabia, Kuwait, United Emirates Arab, Qatar, Bahrain, dan Belanda mencapai 25 836 kg atau sebesar US$ 33 732 (Kementan 2014).

Pasar internasional memiliki kriteria kualitas produk yang tinggi, sehingga kualitas buah pepaya perlu ditingkatkan agar dapat memenuhi permintaan. Kendala dalam penanganan buah pepaya yang mempengaruhi kualitasnya adalah sifatnya yang mudah rusak karena tingkat kecepatan pematangan yang tinggi. Konsumen buah lebih menyukai buah pepaya yang segar dan masih dalam bentuk aslinya, sehingga umur simpan buah perlu diperpanjang. Upaya menghambat kematangan diperlukan agar umur simpan buah pepaya dapat diperpanjang dan kualitasnya dapat dipertahankan.

Banyak metode yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah, meningkatkan penampilan, dan mengurangi kehilangan air. Salah satu caranya dengan pemberian lapisan tipis pada permukaan buah. Simson dan Straus (2010) menjelaskan bahwa metode pelapisan pada buah dapat memperpanjang masa simpan pascapanen dengan cara menggantikan lilin natural yang hilang akibat pencucian dan memperbaiki luka kecil selama penanganan pascapanen. Secara umum lapisan yang ditambahkan di permukaan buah memiliki syarat tertentu. Syarat lilin yang digunakan sebagai bahan pelapis adalah tidak berbahaya, dapat ikut dikonsumsi bersama buah, lembut, tidak merusak, ketebalan yang cukup, kemantapan bahan untuk memperbaiki penampilan, dan dapat mengurangi kehilangan air. Bahan pelapis yang diduga memenuhi kriteria tersebut diantaranya adalah kitosan dan lilin lebah.

(20)

2

teknik brushing atau pengolesan menjadi alternatif yang dapat dilakukan pada jenis bahan pelapis dengan sifat pekat.

Penggunaan kitosan dalam meningkatkan umur simpan pascapanen buah dan sayuran menjadi perhatian dalam industri makanan sekarang ini. Perlakuan kitosan sebagai pelapis memberikan efek memperpanjang umur simpan pascapanen pada buah dan sayuran (Jianglian dan Shaoying 2013). Kitosan merupakan polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang (Crustaceae), kepiting, dan rajungan. Kitosan dapat menginduksi enzim kitinase pada jaringan tanaman, yaitu enzim yang dapat mendegradasi kitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi, sehingga pada penelitian yang dilakukan Novita et al. (2012) kitosan dapat digunakan sebagai fungisida pada buah tomat. Berdasarkan penelitian Hamdayanty et al. (2012) perlakuan kitosan 0.75% dapat digunakan untuk menekan serangan penyakit dan intensitas kerusakannya sekaligus menghambat kematangan buah pada pepaya selama 6 hari pengamatan, namun penelitian tersebut hanya mengamati umur simpan dan intensitas penyakitnya saja sehingga pengamatan pengaruh kitosan terhadap karakter pascapanen lain pada buah pepaya perlu dilakukan.

Konsentrasi optimum penggunaan lilin lebah dan kitosan untuk memperpanjang masa simpan telah diketahui, namun terdapat karakter pascapanen yang belum diamati, penggunaan bahan pengemulsi selain trietanolamin pada pelapisan menggunakan lilin lebah, dan teknik brushing. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada lilin lebah dan kitosan terhadap upaya memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas buah pepaya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pelapisan kitosan dan lilin lebah pada konsentrasi optimum terhadap umur simpan buah pepaya Callina. Penelitian ini juga mengamati pengaruh pelapisan terhadap kualitas fisik dan kimia buah pepaya yaitu perubahan parameter warna kulit buah, laju respirasi, susut bobot, kekerasan kulit dan daging buah, padatan terlarut total, asam tertitrasi total, dan vitamin C setelah diberikan perlakuan pelapisan.

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropika asal Meksiko Selatan. Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya berasal dari famili Caricaceae, genus Carica, dan spesies Carica papaya. Terdapat 3 tipe bunga pepaya yaitu jantan, hermaprodit, dan betina (Sujiprihati dan Suketi 2009).

(21)

3

memiliki daging buah berwarna merah atau kuning, keras atau lunak berair, rasanya manis atau kurang manis, dan kulit buah licin menarik atau kasar tebal (Kalie 2010).

Syarat Tumbuh Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya termasuk tanaman buah yang mudah tumbuh di mana saja. Daerah budidaya dan pengembangannya meluas di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika Utara, Hawai, India, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Srilanka. Tanaman pepaya dapat tumbuh di daerah-daerah basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan hingga ketinggian 1 000 m dpl, namun tanaman ini tumbuh optimal di ketinggian 200–500 m dpl dengan suhu berkisar 25–30 oC. Tanaman pepaya mampu tumbuh di berbagai jenis tanah, tetapi akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus dengan pH 6–7 (Sujiprihati dan Suketi 2009).

Tanaman pepaya termasuk tanaman yang sensitif terhadap kekurangan dan kelebihan air. Secara ideal tanaman pepaya cocok ditanam pada daerah dengan curah hujan 1 000–2 000 mm/tahun dengan bulan kering (curah hujan < 60 mm) 3– 4 bulan (Sujiprihati dan Suketi 2009). Suhu di lapang mempengaruhi buah pepaya, suhu yang lebih rendah (kurang dari 10 oC) menurunkan pertumbuhan buah, tingkat kemanisan, dan ukuran buah pepaya (Workneh et al. 2012).

Buah Pepaya

Buah pepaya termasuk buah buni dengan daging buah yang tebal dan memiliki rongga buah di bagian tengahnya. Buah umumnya berkulit tipis, halus, serta berwarna kekuning-kuningan atau jingga ketika matang. Daging buah yang berwarna kekuning-kuningan sampai dengan warna jingga merah memiliki rasa yang manis dengan aroma yang lembut dan sedap (Sujiprihati dan Suketi 2009).

(22)

4

Masa Simpan Buah Pepaya

Buah pepaya bersifat tidak tahan lama dan mudah busuk selama penyimpanan. Menurut Suketi et al. (2007) tingkat kematangan buah dapat berbeda-beda walaupun dalam waktu antesis yang sama sehingga dapat mempengaruhi kualitas buah. Berdasarkan penelitian Marpudi et al. (2011) pada kondisi suhu ruang buah pepaya tanpa pelapisan hanya dapat bertahan selama 10 hari. Pada penelitian Novita (2000) warna kulit buah pepaya yang disimpan pada suhu ruang mencapai skor warna 6 sekitar 9–12 hari.

Pada produk hortikultura setelah panen mengalami proses fisiologi dan biokimia. Proses yang terjadi pada produk hortikultura setelah panen diantaranya adalah kehilangan air, perubahan karbohidrat menjadi gula, perubahan rasa, perubahan kelunakan, perubahan warna, dan perubahan kandungan vitamin (Zulkarnain 2009). Perubahan yang terjadi setelah buah dipanen disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan transpirasi buah. Peningkatan tersebut berbanding lurus dengan proses pematangan buah. Semakin tinggi laju respirasi dan transpirasi buah akan cepat rusak. Upaya menghambat kerusakan dan meningkatkan masa simpan dapat dilakukan dengan menekan laju respirasi dan transpirasi buah. Semakin banyak keberadaan etilen juga meningkatkan laju respirasi buah sehingga pematangan dan kemunduran jaringan cepat terjadi. Menekan keberadaan etilen juga dapat dilakukan untuk memperlambat proses pematangan, sehingga kerusakan lambat terjadi (Simson dan Straus 2010).

Penggunaan sekat tidak efektif untuk memperpanjang masa simpan dan tidak mempengaruhi mutu pepaya IPB 9 atau Callina. Secara umum masa simpan buah pepaya bertahan selama 7 HSP dengan kondisi fisik dan mutu kimia buah yang masih baik. Kerusakan yang terjadi pada kulit buah sebagian besar belum tampak pada 7 HSP dan tingkat kemanisan buah dalam kondisi yang baik (Rini 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Suketi et al. (2015) Perlakuan KMnO4 dengan dosis 15, 30, dan 45 g tidak mempengaruhi umur simpan buah pepaya Callina, rata-rata setiap perlakuan KMnO4 termasuk kontrol mencapai skala warna 2 pada umur simpan 5.1 hari, mencapai skala warna 3 pada umur simpan 6.5 hari, mencapai skala warna 4 pada umur simpan 7.6 hari, mencapai skala warna 5 pada umur simpan 8.8 hari, dan mencapai skala warna 6 pada umur simpan 10.2 hari. Umur simpan pepaya Callina berkisar 12–15 HSP, semua perlakuan umumnya dapat mencapai 15 HSP untuk masing-masing tipe pepaya, namun infeksi penyakit pascapanen pada 12 HSP menyebabkan semakin berkurangnya umur simpan buah. Infeksi cendawan pada fase kematangan pepaya kuning penuh sampai 15 hari setelah panen berkembang cepat dan memenuhi permukaan kulit buah sehingga sangat mempengaruhi umur simpan buah pepaya. Hasil penelitian Taris et al. (2015) menyatakan bahwa umur panen 120 HSA dengan satuan panas 2 102.13 oC hari merupakan umur panen terbaik untuk perlakuan memperpanjang umur simpan buah pepaya Callina selama 7 hari.

Penanganan Pascapanen Buah Pepaya

(23)

5 panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Perlakuan tersebut pada umumnya tidak mengubah bentuk dan penampilan. Penanganan pascapanen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah rusak, bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Perlakuan dapat berupa pembersihan, pencucian, sortasi, grading, pelilinan, dan pengemasan. Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri (Grolleaud 1997).

Penanganan pascapanen buah harus dapat mempertahankan mutu, kesegaran, keseragaman buah, kandungan vitamin, dan zat mineralnya, sehingga buah dapat disimpan lebih lama hingga diterima konsumen. Kegiatan pascapanen yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah berdasarkan beberapa penelitian adalah pelapisan (coating) kitosan pada pisang (Sañudo 2009),

coating lilin lebah pada pepaya (Purwoko dan Fitradesi 2000), atmosfer termodifikasi pada stroberi (Xanthopoulos et al. 2012), dan irradiasi pada tomat (Castagna et al. 2013).

Suketi et al. (2007) menjelaskan bahwa umur panen dan waktu simpan mempengaruhi nilai Asam Terlarut Total (ATT) buah pepaya. Nilai ATT semakin menurun pada umur panen yang lebih tua atau demikian sebaliknya. Berdasarkan perbandingan nilai Padatan Terlarut Total (PTT) dan ATT pada lima genotipe pepaya, terlihat bahwa dengan semakin meningkat nilai PTT, maka nilai ATT semakin menurun. Pada data rasio perbandingan PTT/ATT, dapat dilihat bahwa semakin besar kandungan ATT maka nilai rasio perbandingan PTT/ATT akan semakin kecil. Berdasarkan hasil penelitian Reninda (2006) nilai rata-rata organoleptik dipengaruhi oleh bertambahnya nilai PTT, sehingga konsumen menyukai buah pepaya dengan rasio perbandingan PTT/ATT yang tinggi.

Pelilinan Buah

(24)

6

Lilin Lebah

Lilin lebah atau beeswax merupakan salah satu lilin yang berasal dari binatang dan memiliki komposisi kimia yang stabil. Lilin lebah berasal dari sarang lebah dan dapat diperoleh ketika melakukan ekstraksi madu. Dalam proses pembentukannya, lilin lebah disekresikan oleh kelenjar lilin (wax glands) yang terdapat pada bagian bawah perut lebah pekerja. Satu koloni lebah madu mengonsumsi ± 10 kg madu untuk menghasilkan 1 kg lilin. Penggunaan lilin lebah tidak hanya terbatas pada bidang industri lilin saja, tetapi telah meluas pada industri-industri lainnya seperti kosmetika dan teknik. Sebanyak 70% produksi lilin lebah dunia digunakan untuk industri kosmetik dan preparat farmasi (PPP 2003).

Emulsi lilin lebah 6% dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas buah pepaya Solo. Diantara perlakuan bahan pelapis, susut bobot terkecil terdapat pada buah pepaya yang dilapisi dengan lilin lebah 6%. Hal ini dapat disebabkan oleh pori-pori buah yang dilapisi dengan lilin lebah lebih tertutup dibandingkan dengan perlakuan lain sehingga transpirasi buah lebih dapat ditekan. Buah pepaya Solo yang paling lunak ditunjukkan oleh buah yang tidak mendapat pelapisan atau kontrol terutama pada 12 HSP, sedangkan buah yang memiliki tingkat kekerasan paling tinggi ditunjukkan oleh buah yang mendapat perlakuan dengan pelapisan lilin lebah 6%. Warna kulit buah yang disimpan pada suhu kamar cenderung lebih cepat mengalami perubahan menjadi warna kuning dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu dingin. Pelapisan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna kulit buah pepaya Solo. Pemberian bahan pelapis dan suhu simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap PTT buah pepaya Solo pada 8 HSP (Purwoko dan Fitradesi 2000).

Asam Oleat

Asam lemak terbagi dua yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh. Dalam bahan pangan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan adalah asam palmitat, yaitu 15%–50% dari seluruh asam lemak yang ada, sedangkan asam stearat paling banyak terdapat pada lemak atau minyak dari biji-bijian. Asam lemak tak jenuh berasal dari luar tubuh, umumnya tidak dapat dihasilkan sendiri oleh tubuh. Asam jenis ini biasa dikenal dengan asam lemak esensial, misalnya asam oleat, linoleat, dan arachidonat, yang banyak terdapat pada minyak sayur, minyak jagung, minyak kacang, kedelai, dan alpukat (Marsetyo 1991, Notoatmodjo 2003).

Lemak tak jenuh memiliki atom hidrogen yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah atom hidrogen yang ada pada lemak jenuh. Terdapat dua jenis lemak tak jenuh yaitu lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh ganda. Lemak tak jenuh tunggal memiliki sepasang molekul karbon yang tidak jenuh oleh hidrogen. Lemak tak jenuh ganda memiliki dua atau lebih karbon yang tidak jenuh oleh atom hidrogen. Sumber makanan yang dapat dijadikan sebagai asupan lemak tak jenuh tunggal antara lain minyak zaitun, minyak kacang tanah, dan minyak jenis kacang-kacangan (Nursanyoto 1993).

(25)

7 oleat dalam makanan adalah minyak zaitun. Minyak zaitun terdiri atas 50–80% asam oleat. Asam oleat juga terkandung dalam minyak bunga matahari dan minyak biji anggur (Suhardjo dan Kusharto 1992, Nursanyoto 1993).

Asam oleat dapat digunakan sebagai pengemulsi lilin lebah dalam pembuatan bahan pelapis. Menurut Hasenhuettl dan Hartel (2008) dalam pembuatan emulsi lilin diharapkan hasil yang homogen dan tidak terdapat gumpalan lilin yang tidak merata. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang baik, misalnya dengan menggunakan pengemulsi yang sesuai untuk menghasilkan emulsi stabil dan homogen. Pada penelitian Purwoko dan Fitradesi (2000) dan Hidayah (2013) emulsi lilin lebah dibuat dengan menggunakan pengemulsi trietanolamin dan asam oleat. Emulsi yang dihasilkan memiliki bentuk yang cair sehingga aplikasi dengan metode pencelupan dapat dilakukan.

Kitosan

Kitosan merupakan polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang (Crustaceae), kepiting, dan rajungan. Kitosan dapat membentuk matriks yang kuat dan bersifat permeabel terhadap O2 dan CO2 (Sugita et al. 2009). Hal tersebut menyebabkan perlakuan kitosan mampu meningkatkan umur simpan pada pada buah yang dilapisi. Penelitian yang dilakukan oleh Karina et al. (2012) menjelaskan bahwa kitosan kepiting dapat memperpanjang masa simpan dan menjaga mutu buah stroberi lebih baik daripada kitosan udang.

Kitin diekstrak dari limbah udang dan cangkang kepiting dengan proses deproteinisasi dengan menggunakan larutan NaOH 5%, selanjutnya proses demineralisasi dilakukan menggunakan larutan HCl 2%. Kitin yang telah diekstraksi diproses menjadi kitosan dengan metode deasetilasi dengan menggunakan larutan NaOH 40%, sehingga dihasilkan bubuk berukuran partikel kurang dari 1 mm (Hewajulige et al. 2009).

Kitosan dapat menginduksi enzim kitinase pada jaringan tanaman, yaitu enzim yang dapat mendegradasi kitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi, sehingga pada penelitian yang dilakukan Novita et al. (2012) kitosan dapat digunakan sebagai fungisida pada buah tomat. Berdasarkan penelitian Hamdayanty

et al. (2012) konsentrasi kitosan 0.75% paling efektif untuk menekan serangan penyakit dan meningkatkan masa simpan buah pepaya selama pengamatan.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

(26)

8

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan mengacu pada penelitian Taris et al. (2015) yaitu pepaya Callina berumur 120 HSA. Deskripsi buah pepaya Callina disajikan pada Lampiran 1. Buah pepaya berasal dari pohon hermaprodit yang berumur 1.5 tahun. Bahan lain yang digunakan adalah lilin lebah, kitosan, NaOH, asam oleat, dan asam asetat. Alat yang digunakan adalah refraktometer, penetrometer, kosmotektor, alat titrasi, dan pH-meter.

Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan menggunakan 3 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu :

P1 = Kontrol

P2 = Pelapisan 6.00% lilin lebah P3 = Pelapisan 0.75% kitosan

Model statistik dari rancangan percobaan yaitu: Yijk = µ + αi + εij

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan perlakuan pelapisan buah pepaya taraf ke-i dan ulangan ke-j,

(µ, αi) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama perlakuan pelapisan buah pepaya

µ = Nilai rataan umum

Αi = Nilai pengaruh perlakuan pelapisan ke-i Εij = Pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan dengan melakukan uji F pada taraf nyata α = 5 %. Uji lanjut yang digunakan adalah Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Prosedur Percobaan

Pembuatan Emulsi Lilin Lebah

(27)

9 Aplikasi Emulsi Lilin Lebah pada Pepaya

Pepaya yang akan dilapisi lilin dicuci bersih dan ditiriskan. Pepaya dilapisi dengan emulsi lilin lebah menggunakan metode pengolesan, kemudian diangin-anginkan hingga lilin mengering. Pepaya tersebut kemudian disimpan pada suhu kamar (25–27 oC).

Pembuatan Larutan Kitosan

Pembuatan larutan kitosan mengacu pada penelitian yang dilakukan Hamdayanty et al. (2012) yaitu larutan dengan konsentrasi 0.75% (b/v). Pembuatan larutan mengacu pada prosedur yang dilakukan pada penelitian Hewajulige et al. (2009) yaitu larutan kitosan dengan konsentrasi 0.1% dibuat dengan mencampurkan 0.1 g kitosan dalam 100 ml larutan asam asetat 10%. Larutan disesuaikan pH-nya dengan menggunakan larutan NaOH dengan konsentrasi 50%. Berdasarkan hal tersebut maka larutan kitosan 0.75% dibuat dengan mencampurkan 0.75 g kitosan dengan 100 ml larutan asam asetat 10%. Berdasarkan Chien (2013) larutan kitosan disesuaikan hingga mencapai pH 5.0 dengan menggunakan NaOH agar pH tidak terlalu rendah akibat pelarut asam.

Aplikasi Kitosan pada Pepaya

Pepaya yang akan dilapisi kitosan dicuci bersih dan ditiriskan. Pepaya dicelupkan ke dalam larutan kitosan sesuai dengan konsentrasi perlakuan selama 15 detik, ditiriskan, dan diangin-anginkan agar cepat kering dan pelapisan merata. Pepaya tersebut kemudian disimpan pada suhu kamar (25–27 oC).

Pengamatan Percobaan

Pengamatan yang dilakukan dalam percobaan meliputi karakter fisik yaitu susut bobot buah, kekerasan daging buah, kekerasan kulit buah, dan indeks skala warna kulit buah. Karakter kimia yang diamati yaitu kandungan PTT, ATT, laju respirasi, dan kandungan vitamin C. Pengukuran susut bobot buah dilakukan mengacu pada penelitian Pratiwi et al. (2014) yaitu pada saat buah mencapai stadia 6. Laju respirasi dan indeks skala warna kulit buah diamati setiap hari selama pengamatan hingga mencapai stadia 6, sedangkan pengamatan kekerasan kulit dan daging buah, PTT, ATT, dan kadar vitamin C mengacu pada penelitian yang dilakukan Suketi et al. (2015) yaitu pengukuran dilakukan setelah buah pepaya mencapai stadia kematangan kuning penuh atau stadia 6.

Susut bobot

(28)

10

Pengukuran Kekerasan Buah

Pengukuran kekerasan buah dilakukan dengan alat penetrometer (Gambar 1). Pengukuran kekerasan dilakukan pada daging buah dan kulit buah yang dilakukan pada 3 bagian buah yang berbeda yaitu ujung, tengah, dan pangkal buah. Buah pepaya ditempatkan pada alat hingga menempel pada jarum, kemudian dilakukan penusukan jarum alat pada buah. Pergeseran skala penanda dari angka nol menggambarkan kedalaman tusukan dari jarum penetrometer per bobot beban tertentu dalam waktu tertentu (mm/g/detik). Pengukuran kekerasan daging buah dilakukan dengan mengupas terlebih dahulu, sedangkan pengukuran kekerasan kulit buah dilakukan tanpa dikupas. Pengukuran ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Pratiwi et al. (2014) dan Suketi et al. (2015).

Gambar 1 Pengukuran kelunakan buah dengan menggunakan alat penetrometer Pengamatan Indeks Skala Warna Kulit Buah

Pengamatan keragaan visual buah pepaya mengacu pada parameter yang digunakan pada penelitian Suketi et al. (2015) dan Pratiwi et al. (2014), yaitu dengan menggunakan indeks derajat kekuningan kulit buah (Gambar 2). Indeks skala warna kulit buah pepaya Callina yang digunakan adalah 1: hijau, 2: hijau dengan sedikit kuning, 3: hijau kekuningan, 4: kuning lebih banyak dari hijau, 5: kuning dengan ujung hijau, dan 6: kuning penuh. Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui seberapa efektif perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol terhadap kualitas visual buah pepaya.

(29)

11 Padatan Terlarut Total

Pengukuran PTT menggunakan alat refraktometer. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil daging buah setelah dipisahkan dari kulit dan biji, kemudian dihancurkan dan diambil sarinya menggunakan kain atau kertas saring. Sari yang telah diperoleh diteteskan pada lensa refraktometer untuk mengetahui nilai PTT.

Asam Tertitrasi Total

Pengukuran ATT mengacu pada prosedur yang dilakukan Suketi et al. (2015), dengan menghancurkan 25 g daging buah menggunakan mortar. Daging buah yang telah hancur ditambahkan aquades hingga 100 ml lalu disaring. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan dua tetes indikator phenoftalein, kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berwarna merah muda (Gambar 3). Kandungan ATT dihitung menggunakan rumus :

Asam Tertitrasi Total (ml/100 g bahan) = ml NaOH x 0.1 N x Fp x 100 Bobot contoh (g) Keterangan :

N = Normalitas larutan NaOH (0.1) Fp = Faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

Gambar 3 Hasil titrasi kandungan asam tertitrasi total Laju Respirasi

(30)

12

L = V x K x 1.76 W x B Keterangan :

L = Laju respirasi (mg CO2/kg/jam)

V = Volume udara bebas dalam stoples (V toples - V bahan) dalam ml K = Kadar CO2 sesudah inkubasi - kadar CO2 awal (0.03%)

W = Waktu inkubasi (jam) B = Bobot bahan (kg)

Nilai 1.76 merupakan konstanta gas

Gambar 4 Inkubasi pepaya Callina dalam toples kedap udara Kadar vitamin C

Pengukuran kadar vitamin C mengacu pada prosedur yang digunakan pada penelitian Pratiwi et al. (2014) dan Suketi et al. (2015). Kandungan vitamin C diukur dengan melakukan titrasi larutan Iodin 0.01 N dengan indikator amilum. Filtrat buah sebanyak 25 ml dititrasi dengan larutan iodin 0.01 N. Indikator amilum dibuat dengan melarutkan 1 g amilum ke dalam 100 ml akuades yang dididihkan. Sebelum titrasi dilakukan filtrat ditambah indikator amilum. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi biru pada filtrat (Gambar 5). Kandungan vitamin C dihitung menggunakan rumus :

Vitamin C (mg/100 g) = ml iod 0.01 N x 0.88 x fk x 100 Bobot contoh (g) Keterangan :

fk = faktor konversi (100 ml/25ml)

(31)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Simpan dan Indeks Skala Warna Kulit Buah

Umur simpan dihitung dengan cara melihat perubahan indeks skala warna dan perubahan fisik buah pepaya. Pengamatan umur simpan buah dilakukan pada 0 HSP hingga buah mencapai indeks skala warna 6 atau tidak layak konsumsi (Gambar 6). Berdasarkan penelitian Reninda (2006) bertambahnya warna kuning pada kulit buah pepaya akan semakin meningkatkan kesukaan konsumen terhadap rasa dan warna buah. Menurut Suketi et al. (2015) penggunaan indeks skala warna ≥ 4 dijadikan acuan dalam menentukan umur simpan buah pepaya karena sudah siap sampai ke tangan konsumen untuk dikonsumsi.

(32)

14

Tabel 1 Umur simpan pepaya pada stadia kematangan 1 sampai 6

Perlakuan Umur (HSP)

Stadia 1 Stadia 2 Stadia 3 Stadia 4 Stadia 5 Stadia 6 Kontrol 1 2.67b 4.00b 6.00 6.67b 7.67b

rusak 11.33a Lilin lebah 1 4.67a 7.33a 8.67 11.00a

Kitosan 1 6.00a 8.00a 9.00 10.33ab

Keterangan: angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%

Tabel 2 Perubahan stadia kematangan pepaya Callina pada setiap perlakuan

Perlakuan Stadia kematangan

1 2 3 4 5 6

Kontrol

Lilin lebah Rusak

Kitosan

Pelapisan menggunakan kitosan dapat memperpanjang umur simpan buah pepaya Callina 3.66 hari lebih lama dibandingkan kontrol. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian Hamdayanty et al. (2012) yang menyatakan pelapisan kitosan 0.75% pada buah pepaya dapat meningkatkan masa simpan buah 3 hari lebih lama dibandingkan dengan kontrol selama 6 hari pengamatan. Umur simpan buah pepaya Callina yang dilapisi lilin lebah pada percobaan ini lebih pendek dibandingkan hasil penelitian Purwoko dan Fitradesi (2000) yang menyatakan perlakuan 6% pada buah pepaya Solo cv Tainung 3 dapat mempertahankan kualitas buah hingga 14 hari pengamatan. Hal ini diduga karena perbedaan varietas dan umur petik buah pepaya yang digunakan.

(33)

15 Berdasarkan Simson dan Straus (2010) buah yang tidak diberikan bahan pelapis akan mengalami transpirasi dan respirasi yang lebih tinggi sehingga metabolisme buah berjalan dengan cepat. Metabolisme buah akan mempengaruhi kecepatan kerusakan pada buah dan mempengaruhi umur simpan buah. Semakin tinggi kecepatan metabolisme pada buah maka umur simpan buah akan semakin pendek. Berdasarkan penelitian Trisnawati (2013) pelapisan kitosan pada buah duku berguna untuk menghambat proses pematangan dengan mencegah keluarnya gas, uap air, dan kontak dengan O2, sehingga proses pematangan dapat diperlambat. Respirasi yang rendah dipengaruhi oleh berkurangnya kontak antara permukaan buah dengan O2 karena lapisan yang menyelimuti permukaan buah. Transpirasi yang rendah disebabkan adanya lapisan yang menghalangi uap air untuk keluar dari buah ke lingkungan.

Pengelompokkan stadia kematangan dilakukan berdasarkan perubahan warna kulit dari hijau hingga berwarna kuning menyeluruh. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan mempengaruhi umur buah pepaya ketika mencapai stadia kematangan berikutnya. Pelapisan menggunakan lilin lebah maupun kitosan mempengaruhi umur buah pepaya ketika mencapai stadia 2 dan stadia 3. Pada stadia 5 buah pepaya yang diberikan pelapisan lilin lebah memiliki umur yang paling lama yaitu 11 HSP dibandingkan dengan kontrol yaitu 6.67 HSP. Berdasarkan Sujiprihati dan Suketi (2009) warna kulit buah pepaya mengalami perubahan selama proses pematangan. Buah umumnya berkulit tipis, halus, serta berwarna kekuning-kuningan atau jingga ketika matang.

Pada buah pepaya yang diberikan pelapisan lilin lebah mulai mengalami tanda-tanda penyakit yang ditandai munculnya cendawan dan rusak pada stadia 5 sehingga dilakukan uji kimia sebelum mencapai stadia 6 (Lampiran 2). Hal tersebut dilakukan karena buah yang rusak menjadi tidak layak konsumsi dan untuk mencegah hasil pengujian yang tidak akurat akibat kontaminasi. Buah yang rusak tidak layak dipasarkan kepada konsumen dan perubahan yang disebabkan penyakit tidak mewakili hasil uji kimia yang sebenarnya, sehingga umur simpan juga ditentukan oleh kondisi kesehatan buah. Munculnya cendawan pada buah yang diberikan pelapisan lilin lebah diduga karena teknik pelapisan brushing yang menyebabkan lilin yang melapisi kulit lebih tebal daripada teknik pencelupan, sehingga menyebabkan kelembaban sekitar buah yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Rini (2008) kelembaban udara yang tinggi menyebabkan spora pada buah pepaya yang terbawa dari lapang dapat berkembang dengan baik.

Cendawan ditandai oleh munculnya hifa putih yang berawal dari pangkal buah atau bagian buah yang terluka. Berdasarkan penelitian Hidayah (2013) semakin lama penyimpanan buah pepaya maka akan semakin banyak pula cendawan yang tumbuh. Tingkat kematangan buah pepaya dan semakin banyaknya cendawan akan menambah laju perubahan konsumsi O2. Peningkatan cendawan yang tumbuh karena buah yang matang mengandung substrat-substrat yang dibutuhkan cendawan untuk hidup. Menurut penelitian Arista (2014) timbulnya cendawan pada pisang Raja Bulu selama penyimpanan diduga dapat mendukung laju produksi CO2 yang dihasilkan menjadi meningkat sehingga mempengaruhi laju respirasi buah.

(34)

16

(2004) kitosan merupakan bahan bioaktif yang aktivitasnya dapat diaplikasikan dalam bidang farmasi, pertanian, lingkungan, dan industri. Senyawa kitosan dapat membunuh bakteri dengan cara merusak membran sel. Berdasarkan Hafdani dan Sadeghinia (2011) kitosan memiliki sifat antimikroba karena dapat menghambat patogen dan mikroorganisme pembusuk, termasuk jamur. Menurut Azeredo et al.

(2010) kitosan digunakan sebagai pelapis (film) pada berbagai bahan pangan tujuannya adalah menghalangi oksigen masuk dengan baik, sehingga dapat digunakan sebagai kemasan berbagai bahan pangan dan juga dapat dimakan langsung karena kitosan tidak berbahaya terhadap kesehatan.

Berdasarkan penelitian Hamdayanty et al. (2012) kitosan dapat menginduksi enzim kitinase pada jaringan tanaman, yaitu enzim yang dapat mendegradasi kitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi, sehingga serangan penyakit pada buah pepaya yang disebabkan cendawan dapat ditekan. Pada penelitian Karina et al.

(2012) kitosan dapat memperpanjang umur simpan dan menjaga mutu buah stroberi lebih baik daripada kontrol. Trinurasih (2012) menyatakan peningkatan laju produksi CO2 pada belimbing disebabkan oleh munculnya bintik-bintik hitam yang disebabkan pertumbuhan cendawan. Berdasarkan Hayati (2013) salak yang terserang cendawan menghasilkan perubahan nilai CO2 menjadi lebih tinggi dibandingkan yang tidak diserang cendawan. Menurut Kitinoja dan Kader (2002) kerusakan mekanis selama panen juga dapat meningkatkan laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat pada cepatnya pematangan dan kemunduran produk terjadi.

Laju Respirasi

(35)

17

Gambar 7 Pengaruh perlakuan pelapisan terhadap laju respirasi pepaya Callina Hasil uji analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan mempengaruhi laju respirasi buah pepaya Callina. Laju respirasi rata-rata pada buah pepaya kontrol sebesar 319.05 mg CO2 kg/jam dengan puncak laju respirasi pada umur simpan 6 HSP, laju respirasi rata-rata pada buah pepaya dengan perlakuan kitosan sebesar 221.60 mg CO2 kg/jam dengan puncak laju respirasi pada umur simpan 11 HSP, dan laju respirasi rata-rata buah pepaya dengan perlakuan lilin lebah sebesar 219.74 mg CO2 kg/jam namun puncak klimakterik belum terjadi. Pelapisan buah pepaya Callina menggunakan kitosan dan lilin lebah dapat menghambat respirasi buah sehingga meningkatkan masa simpan. Laju respirasi terendah dimiliki oleh pepaya dengan perlakuan pelapisan lilin lebah. Pada penelitian Hidayah (2013) pelapisan menggunakan lilin lebah pada buah pepaya Callina dapat menurunkan laju konsumsi O2. Pada penelitian Irmayanti (2012) buah avokad yang diberikan lapisan lilin mengalami penurunan laju konsumsi O2 diikuti dengan penurunan laju produksi CO2, semakin tinggi kadar O2 di sekitar lingkungan maka laju produksi CO2 akan tinggi. Dalam memenuhi kebutuhan O2 untuk proses respirasi, maka energi yang digunakan diperoleh di jaringan bahan simpan yaitu energi hasil perombakan gula menjadi pati yang kemudian dapat digunakan sebagai energi untuk melangsungkan proses respirasi.

(36)

18

Mutu Fisik

Pengamatan mutu fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kelayakan buah ketika diterima konsumen untuk dikonsumsi. Kriteria mutu fisik yang diamati adalah susut bobot, kekerasan kulit buah, dan kekerasan daging buah. Perlakuan pelapisan mempengaruhi susut bobot buah pepaya Callina menjadi lebih rendah dibandingkan kontrol, namun tidak mempengaruhi kekerasan kulit dan daging buah pepaya Callina. Susut bobot tertinggi terdapat pada buah pepaya Callina mengalami penurunan bobot selama penyimpanan. Susut bobot buah pepaya Callina saat mencapai skala 6 berkisar 2.45–2.61%.

Tabel 3 Mutu fisik pepaya Callina Perlakuan Susut bobot

Keterangan: angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%

Susut bobot buah pepaya yang diberikan bahan pelapis kitosan tidak berbeda dengan susut bobot buah yang diberikan bahan pelapis lilin lebah. Susut bobot pada buah pepaya kontrol paling besar dibanding pepaya yang diberikan perlakuan pelapisan karena tidak adanya lapisan penghambat respirasi dan transpirasi buah pepaya Callina. Menurut Zulkarnain (2009) penyusutan bobot buah selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya air dari dalam buah akibat proses transpirasi. Menurut Abbasi et al. (2009) susut bobot mangga terjadi seiring pematangan karena proses respirasi. Proses ini menyebabkan buah mangga menjadi susut dan berkurang bobotnya. Susut bobot yang lebih tinggi terjadi pada buah yang disimpan selama pematangan karena peningkatan metabolisme. Peningkatan metabolisme dan suhu sekitar buah menyebabkan meningkatnya kehilangan air yang menyebabkan susut bobot. Pada penelitian Chien et al. (2013) pelapisan menggunakan kitosan pada buah pepaya potong efektif mencegah kehilangan air dan pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Shiri et al. (2013) peningkatan masa simpan pada buah anggur pada perlakuan pelapisan kitosan disebabkan pembentukan lapisan semipermeabel yang mengatur pertukaran gas dan mengurangi transpirasi.

(37)

19 menghambat proses respirasi dan transpirasi buah pepaya yang merupakan faktor dominan dalam penurunan susut bobot. Respirasi yang lebih rendah disebabkan lapisan lilin menghalangi kontak antara O2 dengan permukaan buah. Transpirasi buah yang lebih rendah disebabkan karena adanya lapisan di kulit buah yang menghalangi uap air untuk keluar dari buah ke lingkungan. Kehilangan uap air yang rendah berkorelasi dengan susut bobot yang semakin rendah.

Kekerasan kulit dan daging buah di setiap perlakuan cenderung sama, tidak ada perbedaan yang signifikan pada kekerasan kulit dan daging buah pepaya Callina kontrol dengan yang diberikan perlakuan pelapisan (Tabel 3). Buah pepaya pada setiap perlakuan tidak memiliki perbedaan PTT yang diamati ketika buah mencapai stadia kematangan 6 atau mulai terjadi tanda kerusakan akibat cendawan, sehingga berbanding lurus dengan kekerasan buah. Menurut Sjaifullah dan Setyadjit (1993) kadar gula berkolerasi dengan pelunakan tekstur buah salak selama pematangan, semakin tinggi kadar gula maka buah akan semakin lunak. Menurut Simson dan Straus (2010) buah tanpa pelapisan kurang mampu menahan proses metabolisme selama penyimpanan sehingga terjadi proses pembongkaran protopektin menjadi pektin yang larut lebih cepat.

Perlakuan pelapisan pada buah pepaya Callina tidak mempengaruhi kekerasan kulit dan daging buah. Pengamatan kekerasan pada percobaan ini dilakukan pada stadia kematangan yang sama di hari berbeda. Pada penelitian Purwoko dan Fitradesi (2000) buah pepaya Solo cv Tainung 3 yang dilapisi lilin lebah 6% memiliki kekerasan paling tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga karena pengamatan pada penelitian dilakukan setiap dua hari pada hari yang sama di setiap perlakuan dengan tingkat kematangan buah pepaya yang berbeda.

Mutu Kimia

Komposisi kimia mempengaruhi mutu kimia karena berhubungan dengan rasa buah. Mutu kimia akan menentukan kualitas buah sehingga perlu dipertahankan dalam memperpanjang umur simpan buah. Kriteria mutu kimia yang diamati adalah PTT, ATT, rasio PTT/ATT, dan kandungan vitamin C buah. Perbedaan komposisi kimia pada percobaan ini dengan penelitian sebelumnya diduga karena umur petik buah, waktu penelitian, dan iklim yang tidak sama. Pada penelitian ini pepaya Callina tanpa perlakuan bahan pelapis memiliki kandungan PTT 10.61 obrix, ATT 0.81%, dan vitamin C 61.01 mg (Tabel 4). Buah pepaya dipanen pada umur petik 120 HSA. Pada penelitian Suketi et al. (2010) buah pepaya IPB 9 atau Callina memiliki kandungan PTT 11 obrix, ATT 0.146%, dan vitamin C 103.21 mg. Buah pepaya dipanen tidak menggunakan metode penghitungan hari setelah antesis tetapi pada saat mencapai stadia kematangan 2 yang ditandai terdapatnya 25% warna kuning pada kulit buah. Taris et al. (2015) menyatakan bahwa perbedaan umur petik pada buah pepaya Callina mempengaruhi mutu fisik dan kimia buah.

Pada penelitian ini PTT buah pepaya Callina berkisar antara 9.83–10.61 oBrix. Berdasarkan penelitian Suketi et al. (2010) yang dilakukan bulan Februari–

(38)

20

dilakukan pada bulan Maret–Agustus, perbedaan umur petik 115–130 HSA mempengaruhi PTT buah pepaya Callina yang berkisar 9.26–12.62 oBrix dimana PTT buah pepaya Callina pada umur petik 120 HSA sebesar 10.88 oBrix. Perbedaan PTT pada buah pepaya ini disebabkan oleh perbedaan umur petik dan tingkat kematangan buah yang berbeda. Pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada bulan yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia buah. Perbedaan keadaan lingkungan seperti suhu dan curah hujan diduga mempengaruhi komposisi kimia buah pepaya Callina. Workneh et al. (2012) menyatakan transpirasi meningkat dengan meningkatnya suhu sehingga keadaan lingkungan mempengaruhi metabolisme tanaman. Menurut Sujiprihati dan Suketi (2009) aspek budidaya dan syarat tumbuh pepaya seperti suhu dan curah hujan akan mempengaruhi hasil produksi dan kualitas buah. Suhu optimal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar 22–26 oC dengan curah hujan berkisar 1000–2000 mm/tahun.

Tabel 4 Mutu kimia pepaya Callina Perlakuan PTT

Perlakuan pelapisan tidak mempengaruhi PTT dan kandungan vitamin C buah pepaya Callina. Pada Tabel 4 perlakuan tidak mempengaruhi PTT buah pepaya dan pada Tabel 3 tidak ada perbedaan yang signifikan pada kekerasan kulit dan buah pepaya di tiap perlakuan. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian Hidayah (2013) pemberian konsentrasi lilin 6% pada suhu 13 oC tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai PTT buah pepaya Callina. Menurut Sjaifullah dan Setyadjit (1993) semakin tinggi kadar gula maka buah akan semakin lunak sehingga dapat dikatakan bahwa kadar gula berkolerasi dengan pelunakan tekstur selama pematangan. Menurut Eskin (1990) PTT yang terkandung dalam buah akan lebih cepat meningkat ketika buah mengalami kematangan akibat hidrolisis pati menjadi gula sehingga terjadi akumulasi gula. selama periode pascapanen pati akan diubah menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa yang dipengaruhi oleh kondisi fisiologis buah selama penyimpanan.

(39)

21 vitamin C, tetapi tidak berpengaruh terhadap umur simpan. Menurut Mladenoska (2012) pelapisan berfungsi sebagai penghalang yang baik untuk mencegah kontak antara oksigen di atmosfer dan permukaan buah aprikot, sehingga menekan proses oksidasi asam askorbat pada buah. Buah aprikot yang diberikan bahan pelapis memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi daripada buah aprikot kontrol.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan bahan pelapis kitosan 0.75% dan lilin lebah 6% dapat menghambat laju respirasi pepaya Callina selama penyimpanan sehingga menunda kematangan 4–5 hari dibandingkan kontrol. Penggunaan kitosan dan lilin lebah dapat mempertahankan mutu fisik dan kimia buah pepaya Callina. Umur simpan buah terpanjang terdapat pada buah yang dilapisi lilin lebah 6% yaitu 12.33 HSP. Penggunaan kitosan meningkatkan penampilan buah yang bebas dari serangan cendawan hingga akhir pengamatan.

Saran

Penggunaan bahan pencuci yang mengandung antimikroba sebelum aplikasi bahan pelapis perlu dilakukan untuk mengurangi potensi kerusakan akibat penyakit. Penelitian lanjutan mengenai penggunaan bahan pencuci perlu dilakukan agar didapatkan bahan pencuci alami yang mengandung antimikroba dan aman untuk dikonsumsi. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi bobot atau volume bahan pelapis dalam konsentrasi optimum pada setiap buah pepaya yang dilapisi, sehingga jumlah bahan pelapis yang diperlukan dapat dihitung secara efisien pada kebutuhan dalam jumlah banyak. Penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan keseragaman buah pepaya dengan tingkat yang lebih baik dilakukan dengan penghitungan heat unit buah.

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi NA, Iqbal Z, Maqbool M, Hafiz IA. 2009. Postharvest quality of mango (Mangifera indica L.) fruit as affected by chitosan coating. Pak. J. Bot. 41(1): 343–357.

Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

(40)

22

Azeredo HMC, Britto DD, Assis OBG. 2010. Chitosan: Manufacture, Properties, and Usage. Brazil (BR) : Nova Science Publishers.

Castagna A, Chiavaro E, Dall’asta C, Rinaldi M, Galaverna G, Ranieri A. 2013. Effect of postharvest UV-B irradiation on nutraceutical quality and physical properties of tomato fruits. Food Chem. 137:151–158.

Chien PJ, Lin HR, Su MS. 2013. Effects of edible micronized chitosan coating on quality and shelf life of sliced pepaya. Food Nutrition Sciences. 4:9–13. doi:

10.4236/fns.2013.49A2002.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia [Internet]. [Diunduh 2015 Mar 15] Tersedia pada: http:www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regu lasi/uu/UUNo_ Tahun_2008_ttg_Penggunaan_Bahan_Kimia.pdf.

Eliyani, Tulus, Fahmi. 2013. Pengenalan tingkat kematangan buah pepaya Paya Rabo menggunakan pengolahan citra berdasarkan warna RGB dengan k-means clustering. Di dalam: Tulus, Ramli M, Zulfin M, Sembiring S, Irvan, editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi. 2013 Mar 11; Medan, Indonesia. Medan (ID): SNASTIKOM. hlm 93–94. Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Foods. London (UK): Academic Press. Grolleaud M. 1997. Post-Harvest Losses: Discovering The Full Story. Roma (IT):

FAO, Agro Industries and Post-Harvest Management Service (AGSI). Hafdani FN, Sadeghinia N. 2011. A review on application of chitosan as a natural

antimicrobial. World Academy Science Engineer and Technology. 50:252– 256.

Hamdayanty, Yunita R, Amin NN, Damayanti TA. 2012. Pemanfaatan kitosan untuk mengendalikan antraknosa pada pepaya (Colletotricum gloeosporioides) dan meningkatkan daya simpan buah. J Fitopatol Indones. 8(4):97–102.

Hasenhuettl GL, Hartel RW. 2008. Food Emulsifiers and Their Applications 2nd Edition. New York (US): Springer Publisher.

Hayati N. 2013. Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan Suhu yang Berbeda terhadap Investasi Penyakit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hewajulige IGN, Sultanbawa Y, Wijeratnam RSW, Wijesundara RLC. 2009. Mode of action of chitosan coating on anthracnose disease control in papaya.

Phytoparasitica. 37:437–444.

Hidayah T. 2013. Kajian Pelilinan terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya Callina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hui L, Yumin D, Xiaohui W, Liping S. 2004. Chitosan kills bacteria through cell membrane damage. International Journal of Food Microbiology. 95:147–155.

Irmayanti R. 2012. Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Alpukat (Persea americana) Menggunakan Responce Surface Methodology (RSM) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jianglian D, Shaoying Z. 2013. Application of chitosan based coating in fruit and vegetable preservation: a review. J Food Process Technol. 4(5):1–4.

(41)

23 Karina AR, Trisnowati S, Indradewa D. 2012. Pengaruh macam dan kadar kitosan terhadap umur simpan dan mutu buah stroberi (Fragaria x ananassa Duch.).

Vegetalika. 1(3):163–169.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2014. Ekspor Pepaya Pernegara Periode Januari s.d. Desember 2013 [Internet]. [Diunduh 2014 Mar 9] Tersedia pada: http://www.aplikasi.deptan.go.id/eksim2013/hasileksporKomoditi.asp. Kitinoja L, Kader AA. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil:

Manual untuk Produk Hortikultura Edisi ke-4. Utama IMS, penerjemah. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Terjemahan dari: Small scale postharvest handling practices: A manual for horticultural crops (4th edition).

Marpudi SL, Abirami LSS, Ramachandran P, Srividya N. 2011. Enchancement of storage life and quality maintenance of papaya fruits using aloe vera based antimicrobial coating. Indian J Biotechnol. 10:83–89.

Marsetyo H. 1991. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Mladenoska I. 2012. The potential application of novel beeswax edible coatings containing coconut oil in the minimal processing of fruits. Advanced Technologies. 1(2):26–34.

Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta.

Novita M, Satriana, Martunis, Rohaya S, Hasmarita E, Sudirman. 2012. Pengaruh pelapisan kitosan terhadap sifat fisik dan kimia tomat segar (Lycopersicum pyriforme) pada berbagai tingkat kematangan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Indonesia. (4)3:1–8.

Novita T. 2000. Peran Fisiologi Poliamin dan Etilen pada Proses Pematangan Buah Pepaya Solo (Carica papaya L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nursanyoto H. 1993. Zat Gizi Utama. Jakarta (ID): Golden Terayon Press.

[PKBT] Pusat Kajian Buah–Buahan Tropika. 2010. Deskripsi buah pepaya Callina [Internet]. [diunduh 2015 Jul 8]. Tersedia pada: http//pkht.ipb.ac.id/images/pro duk/pepaya%20callina.jpg.

[PPP] Pusat Perlebahan Pramuka (ID). 2003. Lebah Madu, Cara Beternak dan Pemanfaatan. Depok (ID): Penebar Swadaya.

Pratiwi HE, Suketi K, Widodo WD. 2014. Aplikasi Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen dalam Penyimpanan Buah Pepaya IPB Callina. Di dalam: Kartika JG, Suwarno WB, Ardhie SW, Sanura CPE, Fitriana FN, editor.

Membangun Sistem baru Agribisnis Hortikultura Indonesia pada Era Pasar Global. Prosiding Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI); 2013 Okt 9; Bogor, Indonesia (ID): PERHORTI. hlm 44–50. Purwoko BS, Fitradesi P. 2000. Pengaruh jenis bahan pelapis dan suhu simpan

terhadap kualitas dan daya simpan buah pepaya. Bul. Agron. 28(2):66–72.

Reninda D. 2006. Karakter Fisik dan Kimia Buah Pepaya pada Tiga Umur Petik Buah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(42)

24

Rini P. 2008. Pengaruh Sekat dalam Kemasan Kardus terhadap Masa Simpan dan Mutu Pepaya IPB 9 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sañudo MB, Siller-Cepeda J, Muy-Rangel D, Heredia JB. 2009. Extending the shelf-life of bananas with 1-methylcyclopropene and a chitosan-based edible coating. Journal of the Science of Food and Agriculture. 89:2343–2349.

Shiri MA, Bakhshi D, Ghasemnezhad M, Dadi M, Papachatzis A, Kalorizou H. 2013. Chitosan coating improves the shelf life and postharvest quality of table grape (Vitis vinifera) cultivar Shahroudi. Turk J Agric For. 37: 148–156.

Simson SP, Straus MC. 2010. Post-harvest Technology of Horticultural Crops. Jaipur (IN): Oxford Book Company.

Sjaifullah, Setyadjit. 1993. Penelitian beberapa parameter penting dalam merancang penyimpanan buah salak bali dengan sistem atmosfer termodifikasi. J. Hort. 5(3): 79–85.

Sugita P, Wukirsari T, Sjahriza A, Wahyono D. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor (ID): IPB Press. mutu buah pepaya IPB. J. Hort. Indonesia. 1(1):17–26.

Suketi K, Widodo WD, Dinarti D, Prasetyo HE, Pratiwi HE. 2015. Efektivitas Oksidan Etilen terhadap Daya Simpan dan Kualitas Pascapanen Buah Pepaya Callina. Di dalam: Soemargono A, Muryati, Hadiati S, Martias, Sutanto A, Indriyani NLP, Jumjunidang, editor. Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio–industri Buah Tropika Berkelanjutan. Seminar Nasional Buah Tropika Nusantara II; 2014 Sep 23–

25; Bukittinggi, Indonesia (ID): Kementerian Pertanian. hlm 923–932. Suketi K, Widodo WD, Purba KD. 2007. Kajian daya simpan buah pepaya. Di

dalam: Rostini N, Nurmala T, Karuniawan A, Nuraini A, Amien S, Ruswandi D, Qpsim WA, editor. Prosiding Simposium, Seminar dan Kongres IX Perhimpunan Agronomi Indonesia. 2007 Nov 15–17; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) dan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. hlm 301–305.

Suketi K. 2011. Studi Morfologi Bunga, Penyerbukan dan Perkembangan Buah sebagai Dasar Pengendalian Mutu Buah Pepaya IPB [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Taris ML, Widodo WD, Suketi K. 2015. Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB Callina dari Beberapa Umur Panen. Di dalam: Widaryanto E, Aini N, Barunawati N, Setiawan A, editor.

Peningkatan Daya Saing Produk Hortikultura Nusantara dalam Menghadapi Era Pasar Global. Prosiding Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI); 2014 Nov 5–7; Malang, Indonesia (ID): Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya. hlm 477–481.

(43)

25 Trisnawati E, Andesti D, Saleh A. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang kepiting sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama pengawetan.

Jurnal Teknik Kimia. 19(2):17–26.

Workneh TS, Azene M, Tesfay SZ. 2012. A review on the integrated agro-technology of papaya fruit. Afr. J. Biotechnol. 11(85):15098–15110.

Xanthopoulos G, Koronaki ED, Boudouvis AG. 2012. Mass transport analysis in perforation-mediated modified atmosphere packaging of strawberries.

Journal of Food Engineering. 111:326–335.

(44)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Deskripsi pepaya Callina

Umur mulai berbunga : 4 bulan setelah tanam Umur petik : 8.5 bulan setelah tanam

Bentuk buah : silindris

Ukuran buah : sedang

Panjang buah (cm) : 23–24 Diameter buah (cm) : 9.2–9.5 Bobot per buah (g) : 1 200–1 300 Tekstur kulit : halus

Warna daging buah : jingga Warna kulit buah : hijau

Rasa daging buah : manis (10.1–11.2 0Brix)

Daya simpan : lebih dari 1 minggu Umur tanaman : genjah

Perawakan tanaman : rendah

Nomor SK pelepasan : 2108/Kpts/SR.120/5/2010 Peneliti/pemulia : Prof Dr Ir Sriani Sujiprihati, MS

Endang Gunawan, SP, MSi Kusuma Darma, SP, MSi Ahmad Kurniawan dan Hidayat

Sumber : PKBT (2010)

(45)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 24 Juli 1993 merupakan anak pertama dari Bapak M. Rahmat, SAg (alm) dan Ibu Umiyati, SPd. Penulis merupakan anak pertama dan memiliki satu orang saudara bernama Azmi Nawwar. Tahun 2011 penulis lulus dari MAN 4 Jakarta dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai staf HRD UKM Century IPB 2011–2013, Bendahara Departemen Kewirausahaan Himpunan Profesi Mahasiswa Agronomi 2013–2014, dan anggota IPB Nihon ku Rabu Onigiri 2011-2015. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitiaan yaitu penanggung jawab kelompok Masa Perkenalan Departemen Agronomi dan Hortikultura Angkatan 49, supervisor Century Partner 2012, bendahara Temu Keluarga Besar Agronomi 2014, dan koordinator lomba fashion show anak Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) 2014. Penulis mengikuti kegiatan magang produksi dan pascapanen hortikultura di Taiwan Technical

Mission in Indonesia ICDF, Cikarawang, IPB pada bulan Januari 2013.

Gambar

Gambar 2  Indeks skala warna kematangan pepaya Callina     Sumber: Pratiwi et al. (2014)
Gambar 4  Inkubasi pepaya Callina dalam toples kedap udara
Tabel 2 Perubahan stadia kematangan pepaya Callina pada setiap perlakuan
Gambar 7  Pengaruh perlakuan pelapisan terhadap laju respirasi pepaya Callina

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “PENGENDALIAN BUSUK BUAH CABAI RAWIT (Capsicum frustescens) DENGAN TEKNOLOGI PELAPISAN LILIN LEBAH DAN PENYIMPANAN PADA SUHU

Hasil penelitian menunjukkan (1) Perlakuan kitosan 2,5% dapat memperpanjang masa simpan buah jambu biji ‘Crystal’ secara nyata 2,83 dan 6,12 hari lebih lama dibandingkan

Pengaruh pelapisan lilin lebah pada beberapa taraf konsentrasi terhadap padatan terlarut buah pisang barangan, jeruk manis, dan salak setelah disimpan selama 10 hari pada suhu

Sama seperti laju perubahan penampakan sepal, susut bobot, dan tingkat kekerasan kulit, buah manggis yang dilapisi lilin lebah 6% menunjukkan laju perubahan

Bedasarkan analisis keragaman data menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan emulsi lilin lebah tidak berpengaruh nyata terhadap keragaman nilai kesukaan aroma buah

Perlakuan pelapisan lilin lebah 9% dikombinasikan dengan ethepon 0 ppm menghasilkan buah dengan susut bobot terendah yaitu 16.6%, yang menunjukkan bahwa kombinasi

Secara umum, perlakuan terbaik dalam memperpanjang masa simpan serta mempertahankan mutu buah pepaya ‘California’ adalah perlakuan K 0 W 1 (kitosan 0% dan plastic wrapping)

Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui pengaruh konsentrasi larutan lilin lebah maupun kitosan sebagai bahan pelapis superhidrofobik pada plester, serta menganalisis karakteristik