PENGENDALIAN BUSUK BUAH CABAI RAWIT (Capsicum frustescens) DENGAN TEKNOLOGI PELAPISAN LILIN LEBAH DAN
PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Program Studi Agroteknologi
Oleh:
Agung Prasetyo
NIM : 201110200311063
JURUSAN AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NAMA : AGUNG PRASETYO
NIM : 201110200311063
PROGRAM STUDI : AGROTEKNOLOGI
JURUSAN : AGRONOMI
FAKULTAS : PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
JUDUL : PENGENDALIAN BUSUK BUAH CABAI RAWIT
(Capsicum frustescens) DENGAN TEKNOLOGI PELAPISAN LILIN LEBAH DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH
Skripsi ini telah diterima sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroteknologi Jurusan Agronomi Fakultas
Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang
SKRIPSI
PENGENDALIAN BUSUK BUAH CABAI RAWIT (Capsicum frustescens) DENGAN TEKNOLOGI PELAPISAN LILIN LEBAH DAN
PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH Dipersiapkan dan disusun oleh:
Agung Prasetyo (Nim. 201110200311063)
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 05 April 2016
Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji/
Pembimbing Utama
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian-Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
NAMA : AGUNG PRASETYO
NIM : 201110200311063 JURUSAN : AGRONOMI
FAKULTAS : FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “PENGENDALIAN BUSUK BUAH CABAI RAWIT (Capsicum frustescens) DENGAN TEKNOLOGI PELAPISAN LILIN LEBAH DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH” adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang diacu dalam naskah ini dan telah disebut sumbernya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi akademik.
Malang, 11 Mei 2016 Yang menyatakan
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr, wb
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan hidayat-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengendalian Busuk
Buah Cabai Rawit (Capsicum frustescens) dengan Teknologi Pelapisan Lilin
Lebah dan Penyimpanan Pada Suhu Rendah” dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Dr. Ir. Ali Ikhwan, MP., sebagai kepala jurusan Agronomi
2. Prof. Dr. Ir. Dyah Roeswitawati, MS., sebagai pembimbing pertama
3. Ir. Henik Sukorini, MP. PhD., sebagai pembimbing kedua
4. Erfan Dani, S.P. MP., dan Dr. Ir. Muhidin, M.Si., sebagai penguji
5. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih kurang sempurna, namun
demikian penulis tetap berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Malang, 10 Januari 2015
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
RINGKASAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan ... 4
1.4. Hipotesis ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1.Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frustescens) ... 5
2.2.Struktur Buah Cabai Rawit (Capsicum frustescens) ... 8
2.3.Penyakit Pascapanen Cabai Rawit (Capsicum frustescens) ... 9
2.4.Pascapanen Cabai Rawit (Capsicum frustescens) ... 13
2.5.Teknologi Pelilinan ... 16
2.6.Teknologi Penyimpanan Suhu rendah ... 16
BAB III. METODE PENELITIAN ... 18
3.1.Tempat dan Waktu ... 18
3.2.Alat dan Bahan ... 18
3.3.Metode Percobaan ... 18
3.4.Pelaksanaan Penelitian ... 19
3.5.Analisis Penyajian Data ... 23
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1.Hasil ... 24
4.2.Pembahasan ... 38
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1.Kesimpulan ... 42
5.2.Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DOKUMENTASI ... 48
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Kandungan Cabai Rawit...9 2. Kombinasi Perlakuan Konsentrasi Lilin dengan Suhu Penyimpanan ...19 3. Perhitungan Konsentrasi Lilin Lebah ...20 4. Susutan bobot buah cabai rawit pada 7-21 hari setelah penyimpanan
akibat perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras lilin lebah ...23 5. Susutan bobot buah cabai rawit pada 28 hari setelah penyimpanan
akibat perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras lilin lebah ...26 6. Intensitas kerusakan bukan karena penyakit pada 7-21 hari setelah
penyimpanan akibat perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras
lilin lebah ...27 7. Insentitas kerusakan bukan karena penyakit pada 28 hari setelah
penyimpanan akibat perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras
lilin lebah ...28 8. Intensitas serangan penyakit pada 7-21 hari setelah penyimpanan
akibat perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras lilin lebah ...30 9. Intensitas seragan penyakit pada 28 hari setelah penyimpanan akibat
perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras lilin lebah ...31 10. Total padatan terlarut cabai rawit pada 7-28 hari setelah penyimpanan
akibat perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras lilin lebah ...32 11. Kadar vitamin C cabai rawit pada 21 dan 28 hari setelah
penyimpanan akibat perlakuan suhu penyimpanan dan konsentras
iv DAFTAR GAMBAR
Gambar. Teks Halaman
1. A. B.
Collectotrichum capsici... Setae Collectotrichum capsici ... Konidia Collectotrichum capsici ...
11 11 11 2. A. B. C. D. 3.
Gejala jamur Collectotrichum sp... Gejala jamur Collectotrichum capsisi ... Gejala jamur Collectotrichum demamtium ... Gejala jamur Collectotrichum gloeosporioides... Gejala jamur Collectotrichum acuatutum ... Sampel cabai yang terserang penyakit pada penyimpanan suhu ruang ...
12 12 12 12 12 33 4. Foto makroskopis jamur dari depan dan belakang petridish ... 33 5. Foto pengamatan mikroskopis spora jamur Collectotrichum capsici
dengan perbesaran 1000x ... 33 6. Sampel cabai terserang penyakit pada penyimpanan suhu 3oC ... 34 7. Foto makroskopis jamur dari depan dan belakang petridish ... 34 8. Foto pengamatan mikroskopis spora jamur Collectotrichum capsici
dengan perbesaran 1000x ... 34 9. Sampel cabai terserang penyakit pada penyimpanan suhu 6oC ... 35 10. Foto makroskopis jamur dari depan dan belakang petridish ... 35 11. Foto pengamatan mikroskopis spora jamur Collectotrichum capsici
dengan perbesaran 1000x ... 35 12. Sampel cabai terserang penyakit pada penyimpanan suhu 9oC ... 36 13. Foto makroskopis jamur dari depan dan belakang petridish ... 36 14. Foto pengamatan mikroskopis spora jamur Collectotrichum capsici
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Analisa ragam susut bobot 7 hari setelah penyimpanan ...50
2. Analisa ragam susut bobot 14 hari setelah penyimpanan ...50
3. Analisa ragam susut bobot 21 hari setelah penyimpanan ...50
4. Analisa ragam susut bobot 28 hari setelah penyimpanan ...50
5. Analisa ragam kerusakan bukan karena penyakit 7 hari setelah penyimpanan ... 51
6. Analisa ragam kerusakan bukan karena penyakit 14 hari setelah penyimpanan ... 51
7. Analisa ragam kerusakan bukan karena penyakit 21 hari setelah penyimpanan ... 51
8. Analisa ragam kerusakan bukan karena penyakit 28 hari setelah penyimpanan ... 51
9. Analisa ragam intensitas serangan penyakit 7 hari setelah penyimpanan ...52
10. Analisa ragam intensitas serangan penyakit 14 hari setelah penyimpanan ... 52
11. Analisa ragam intensitas serangan penyakit 21 hari setelah penyimpanan ... 52
12. Analisa ragam intensitas serangan penyakit 28 hari setelah penyimpanan ... 52
13. Analisa total padatan terlarut 7 hari setelah penyimpanan ...53
14. Analisa total padatan terlarut 14 hari setelah penyimpanan ...53
15. Analisa total padatan terlarut 21 hari setelah penyimpanan ...53
16. Analisa total padatan terlarut 28 hari setelah penyimpanan ...53
17. Perlakuan yang berinteraksi terhadap variabel pengamatan ...54
vi DAFTAR PUSTAKA
Adaskaveg J. E. And R. J. Hartin. 1997. Characterization of Colletotrichum acutatum isolate causing anthracnose of almond and peach in California. Phytopathology 87(9): 979-987.
Asgar, A. 2000. Teknologi Peningkatan Kualitas Sayuran. Makalah disampaikan pada Pertemuan Aplikasi Paket Teknologi. BPTP Jawa Barat. Lembang.
Asgar, A. 2009. Penanganan Pascapanen Beberapa Jenis Sayuran. Makalah disampaikan pada acara Linkages ACIAR-SADI. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Cabai Merah dan Cabai Rawit 2014. Badan Pusat Statistik. Jakarta
Barus, W. A. (2006). Pertumbuhan dan produksi cabai rawit (Capsicum frustescens) dengan penggunaan molsan dan pemupukan PK. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian, 4(1).
Bosland. P. W., and E. J. Votava. 1999. Pepper: Vegetable and Spice Capsicums. CABI Publishing. UK. 204p
Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budidaya Cabai Rawit. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta
Chotimah, A. Q. 2008. Perlakuan Uap Panas VHT (Vapor Heat Treatment) dan Pelilinan Untuk Mempertahankan Mutu Buah Alpukat. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Citrosoepomo, G. 1984. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. UGM press. Yogyakarta.
Dasuki, I. M., dan H. Muhamad. 1997. Pengaruh Cara Pengemasan dan Waktu Simpan Terhadap Mutu Buah Salak Enrekang Segar. Jurnal Hortikultura
7(1): 566−573.
Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta
Dinas Pertanian dan Peternakan. 2014. Standart Operasional Budidaya Cabai Rawit. Bidang Pengembangan Produksi Holtikultura Dinas Pertanian Peternakan. Kalimantan Tengah
Extension, C. 1998. Clemson Extension. http://hgic.clemson.edu. Diakses pada tanggal 23 Mei 2015
Furness, C. 1997. How to Make Beeswax Candles. British Bee Publ. Geddington, UK.
Gultom. J. M. 2006. Keragaman 13 Genotipe (Capsicum sp) dan Ketahananya. IPB Press. Bogor
Harpenas, A. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta
Herdiawati. 2006. Jenis dan Budidaya Cabai Rawit. Pustaka Buana. Bandung
Hidayat, I., M. Sulastrini, I. Kusandriani, dan A. H. Permadi. 2004. Lesio Sebagai Komponen Tanggap Buah 20 Galur dan atau Varietas Cabai Terhadap Inokulasi Collectotrichum capsici dan Collectotrichum gleosporioides. Jurnal Holtikultura Vol. 14 No. 3 2004: 161-162.
Ivey, M. L. L. And S. A. Miller. 2004. Anthracnose Fruit Rot of Pepper, Ohio State University. Extension Fact Sheet Plant Pathology, Colombus. Hlm 127-132.
Juniasih, I. A .K. 1997. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap Retensi Vitamin C, Total Asam dan pH Buah Stroberi. Skripsi tidak dipublikasikan. Program Studi Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Denpasar.
Lubis, L. M. 2008. Pelapisan Lilin Lebah Untuk Mempertahankan Mutu Buah Selama Penyimpanan Pada Suhu Kamar. USU e-Repository. 2008.
Marlina, L., Y. A Purwanto, dan U. Ahmad. 2014. Aplikasi Pelapisan Kitosan dan Lilin Lebah untuk Meningkatkan Umur Simpan Salak Pondoh. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 2, No. 1, April 2014.
Okezone. 2015. BPS Beberkan Penyebab Harga Cabai Selalu Melonjak. http:// okezone.com/read/201508/03/320/11897111/bps-beberkan-penyebab-harga-cabai-selalu-melonjak. Diakses pada tanggal 3 September 2015
viii Pangestuti, R., dan A. Sugiyanto. 2004. Pelilinan Pada Buah Jeruk (Waxing). Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Holtikultura Sub-Tropik Tlekung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Malang.
Pantastico, Er. B. 1997. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Terjemahan Kamariyani. UGM Press. Yogyakarta
Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta
Rachmawati, R., M. R. Defiani, dan N. L. Suriani. 2006. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Viatmin C Pada Cabai Rawit Putih (Capsicum frustescens L.). Jurnal Biologi XIII (2): 36-40.
Rubatzky, V. E. And Yamaguchi. 1997. World Vegetable: Principles, Production, and Nutritive Values. Chapman & Hall. New York. P. 572
Rukmana, R. 1996. Usaha Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta
Rusli, I., Mardinus dan Zulpaldi. 1997. Penyakit Antraknosa Pada Cabai di Sumatra Barat. Disajikan dalam Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah, Palembang, 27-29 Oktober. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. 187, 190.
Samadi, B. 2004. Budidaya Cabai Merah Secara Komersial. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta
Selvita, M. 2011. Pelapisan Lilin Lebah Untuk Mempertahankan Mutu Buah. http://chelvydreamer.blogspot.com/2011/06/bab-i-pendahuluan.html. di-akses pada tanggal 23 Mei 2015
Semangun, H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dalam Ratulangi, M. M., D. T. Sembel, C. S. Rante, M. F. Dien, dan E. R. M. Meray. Diagnosis dan Insidensi Penyakit Antraknosa Pada Beberapa Varietas Tanaman Cabai Di Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa. Eugenia Volume 18 No. 2 Agustus 2012
Sembiring, N. N. 2009. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas Terhadap Kualitas Produk Cabai Merah (Capsicum annum L.) Segar Kemas Selama Penyimpanan Dingin. Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Sudarmaji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sulastri, S., M. Ali, F. Puspita. 2007. Identifikasi Penyakit yang Disebabkan Oleh Jamur dan Intensitas Seranganya Terhadap Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=186822&val=644&t itle=Identifikasi%Penyakit%Yang%Disebabkan%Oleh%Jamur%Dan%In tensitas%Serangannya%Pada%Tanaman%Cabai%%Capsicum%annum %20l.%29%di%Kebun%Percobaan%Fakultas%Pertanian%Universitas% Riau. Diakses pada tanggal 6 Januari 2016
Sumoprastowo. 2004. Memilih dan Menyimpan Sayur-mayur, buah-buahan, dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta
Surahmat. 2011. Budidaya Konvensional Cabai dan Pengolahan Cabai. IPB Press. Bogor
Susanto, T. 1994. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Akademika. Yogyakarta. Dalam Rachmawati, R., M. R. Defiani, dan N. L. Suriani. 2006. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Viatmin C Pada Cabai Rawit Putih (Capsicum frustescens L.). Jurnal Biologi XIII (2): 36-40.
Syamsudin. 2007. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih (Seed Born Diseases) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Menggunakan Agen Biokontrol dan Ekstrak Botani. http://www.indobiogen.or.id/terbitan/ agrobio/abstrak/agrobio-vol2-o2-1999-dwinita.php. diakses pada tangaal 6 Januari 2016
Syukur, M. 2007. Mencari Genotip Cabai Tahan Antraknosa. http://ipb.bogor.agri cultural.university/mencari.genotip.cabai.tahan.antraknosa.htm. Diakses pada tanggal 6 Januari 2016
Tjahjadi, N. 1991. Bertanam Cabai. Kanisius. Yogyakarta
Trenggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
x Trenggono, Z. Noor, D. Wibowo, M. Gardjito dan M. Astuti. 1990. Kimia. Nutrisi
Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Dalam Rachmawati, R., M. R. Defiani, dan N. L. Suriani. 2006. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Viatmin C Pada Cabai Rawit Putih (Capsicum frustescens L.). Jurnal Biologi XIII (2): 36-40.
Waryat dan M. Rahmawati. 2010. Pemanfaatan Chitosan untuk Mempertahanakan Buah Salak Pondoh (Salacca zalacca cv. Pondoh). Prosiding Seminar Nasional: Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman cabai rawit (Capsicum frustescens) merupakan salah satu
komoditas penting yang dikenal sebagai penyedap dan pelengkap menu masakan
khas Indonesia. Kebutuhan akan cabai rawit semakin meningkat sejalan dengan
semakin bergamnya jenis dan menu masakan yang menggunakan cabai rawit,
serta karena semakin tingginya ekspor komoditas non-migas (Barus, 2006).
Produksi cabai rawit (Capsicum frustescens.) pada tahun 2014 sebanyak 854.000
ton yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia dengan total kebutuhan
mencapai 799.237 ton (Badan Pusat Stastistik, 2015). Tapi hasil melimpah dicapai
saat panen raya. Seperti yang dijelaskan kepala BPS Suryamin (2015), bahwa
total cabai rawit memang dapat mencukupi kebutuhan tapi terdapat permasalahan
suplai per bulan tidak bisa stabil (Okezone, 2015)
Cabai rawit memiliki daya simpan yang sangat rendah yaitu sekitar 2-3
hari, setelah itu cabai akan mengalami pelayuan yang berakibat menurunkan berat
cabai yang akan dijual (Sembiring, 2009). Karena mudah mengalami pembusukan
dan produksi cabai rawit tiap tahun tidak semua dikonsumsi oleh konsumen
sehingga terjadi kelimpahan yang menimbulkan pembusukan pascapanen yang
menyebabkan petani mengalami kerugian. Di awal tahun 2015 harga cabai sangat
rendah yaitu Rp. 15.000,00-Rp. 17.000,00 per kg, sedangkan harga normal untuk
cabai rawit berkisar antara Rp 30.000,00-Rp 35.000,00 per kg. Hal ini
2
kerusakan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Penyebab utama dari
kerusakan cabai rawit adalah karena kadar airnya yang tinggi, sehingga akan
memperbesar terjadinya kerusakan-kerusakan fisiologis, mekanis, maupun
aktivitas mikroorganisme (Oktoviana,dkk., 2012). Kurangnya pemahaman petani
tentang bagaimana cara menyimpan cabai rawit agar bisa tetap segar dalam jangka
waktu yang lama dan bisa sampai dikonsumsi oleh konsumen. Penanganan
pascapanen cabai rawit sampai saat ini hanya pengeringan dan diolah menjadi
bahan olahan cabai rawit seperti cabai rawit bubuk. Cara pascapanen dengan
pengerigan seperti ini tidak dapat mempasarkan cabai rawit dalam keadaan segar
karena harus diolah terlebih dahulu agar dapat dipasarkan.
Pendinginan merupakan salah satu cara untuk memepertahankan
kesegaran hasil pertanian, khususnya sayuran. Pendinginan akan memperlambat
dan mencegah terjadinya kerusakan tanpa menimbulkan gangguan pada proses
pematangan dan memperlambat perubahan yang tidak diinginkan (pelayuan),
sehingga penerimaan konsumen terhadap produk tersebut dapat dipertahanka
selama mungkin. Cabai rawit segar, disarankan pada suhu 5,6-7,2oC dan
kelembapan 90-95% agar dapat bertahan selama dua minggu. Agar lebih
mengefektifkan pengawetan yang akan dilakukan, biasanya selain ruang
pendingin, produk holtikultura perlu dikemas agar mutunya terjaga dan untuk
buah biasanya ditambah dengan proses pelilinan (Pantastico, 1997)
Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya
penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju
3
konsumen. Hasil penelitian Chotimah (2008) menyatakan bahwa perlakuan
pemanasan dengan pelilinan 4% merupakan perlakuan yang terbaik dalam
mempertahankan mutu alpukat berdasarkan parameter susut bobot, kekerasan,
total padatan terlarut, kadar air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit
sampai akhir penyimpanan. Terdapat banyak jenis lilin yang dapat dipakai,
antaranya Lilin Carnauba, Shellac, Lilin Lebah (Cera vlava), Lilin tebu, Spermati,
Lilin buah komersial.
Beberapa syarat yang diperlukan untuk lilin sebagai bahan pelapis antara
lain: tidak mempengaruhi bau dan rasa, mudah kering, tidak mudah pecah,
mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, murah harganya,
dan tidak beracun (Furness, 1997). Salah satu sumber lilin yang diduga memenuhi
syarat tersebut adalah lilin lebah (Beewax). Menurut hasil penelitian Lubis (2008)
menyatakan bahwa pelapisan lilin lebah dengan konsentrasi 4% merupakan
perlakuan terbaik mempertahankan mutu buah pisang sedangkan jeruk dan salak
yang terbaik adalah dengan pelapisan lilin lebah 6%.
Oleh karena itu, perlu adanya pengujian kefektifan kedua teknologi
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi lilin lebah dan
suhu yang paling bagus guna memperpanjang masa segar cabai rawit.
1.2. Rumusan Masalah
Perumusan dari masalah ini adalah berapa konsentrasi lilin lebah dan
4
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pegaruh pelilinan
menggunakan lilin lebah dan suhu penyimpanan terhadap serangan busuk buah
cabai rawit.
1.4. Hipotesis
1. Diduga terjadi interaksi pengaruh konsentrasi lilin lebah dan suhu
penyimpanan terhadap serangan busuk buah cabai rawit
2. Diduga konsentrasi lilin lebah yang berbeda berpengaruh terhadap
serangan busuk buah cabai rawit
3. Diduga suhu penyimpanan yang berbeda berpengaruh terhadap serangan