PENGARUH PENGEMBANGAN PARTIKEL KARET
TERHADAP DEPOLIMERISASI LATEKS DENGAN REAKSI
REDUKSI-OKSIDASI
Oleh
ELLY NURASIH WIDI PRISTIYANTI
F34102025
2006
PENGARUH PENGEMBANGAN PARTIKEL KARET
TERHADAP DEPOLIMERISASI LATEKS DENGAN REAKSI
REDUKSI-OKSIDASI
Oleh
ELLY NURASIH WIDI PRISTIYANTI
F34102025
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENGEMBANGAN PARTIKEL KARET
TERHADAP DEPOLIMERISASI LATEKS DENGAN REAKSI
REDUKSI-OKSIDASI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ELLY NURASIH WIDI PRISTIYANTI
F34102025
Dilahirkan pada tanggal 31 Oktober 1984 Di Rembang
Tanggal Kelululusan : 25 September 2006
Elly Nurasih Widi Pristiyanti. F34102025. Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi. Di bawah Bimbingan Djumali Mangunwidjaja dan Ary Achyar Alfa. 2006.
RINGKASAN
Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu ciri karet alam adalah bobot molekulnya yang tinggi hingga mencapai 1 sampai 2 juta. Bobot molekul yang tinggi merupakan kelebihan karet alam, akan tetapi jika bobot molekul semakin meningkat karena peristiwa pengerasan selama penyimpanan (storage hardening) maka akan menyulitkan pencampurannya dengan bahan kimia selama proses pengolahan barang jadi karet dan akan membatasi penggunaan karet alam untuk pembuatan produk yang membutuhkan daya rekat, seperti lem, cat, pernis, dan tinta cetak. Kelemahan karet alam dapat diatasi dengan modifikasi struktur karet alam.
Salah satu cara untuk memperbaiki kelemahan sifat fisik karet alam adalah dengan melakukan modifikasi karet alam baik secara fisik maupun kimia untuk merubah struktur molekulnya adalah depolimerisasi. Depolimerisasi dapat menghasilkan karet dengan bobot molekul rendah, yaitu sekitar 104 sampai 105 yang biasa disebut sebagai karet cair (liquid natural rubber). Karet dengan bobot molekul rendah menpunyai daya rekat yang tinggi.
Tujuan penelitian adalah untuk memutuskan rantai molekul karet alam, mengetahui pengaruh KKK lateks dan waktu pemeraman toluen terhadap karakteristik lateks depolimerisasi, serta memperoleh kombinasi kadar karet kering (KKK) lateks dan waktu pemeraman toluen terbaik untuk menurunkan bobot molekul karet alam.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan dosis surfaktan yang akan ditambahkan dalam lateks pekat. Penelitian utama yaitu menentukan pengaruh kadar karet kering (KKK) lateks dan waktu pemeraman toluen terhadap karakteristik produk depolimerisasi yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor, yaitu faktor kadar karet kering terdiri dari 4 taraf, yaitu 10, 25, 40 %, dan 58,65 % (KKK lateks pekat), serta faktor waktu pemeraman toluen terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 1, 2, 3 hari. Adapun pengujian utama terhadap lateks hasil depolimerisasi meliputi viskositas mooney, viskositas intrinsik dan bobot molekul, sedangkan parameter pendukungnya adalah kadar nitrogen dan viskositas brookfield. Dosis surfaktan emal yang ditambahkan akan ditambahkan kedalam lateks untuk penelitian utama adalah sebesar 1 bsk (bagian per seratus karet).
Hasil pengujian viskositas mooney penelitian utama menunjukkan bahwa semua perlakuan, baik kadar karet kering (KKK) maupun waktu pemeraman toluen berpengaruh nyata terhadap viskositas mooney. Nilai viskositas mooney
dengan pemeraman 2 hari dan lateks pekat (KKK : 58,65 %) dengan pemeraman 3 hari.
Hasil pengujian viskositas intrinsik dan bobot molekul penelitian utama menunjukkan bahwa faktor perlakuan kadar karet kering (KKK) berpengaruh nyata terhadap viskositas intrinsik dan bobot molekul, sedangkan faktor perlakuan waktu pemeraman toluen tidak berpengaruh nyata. Nilai viskositas intrinsik yang dihasilkan berkisar antara 175,05 sampai 421,05. Nilai bobot molekul yang dihasilkan berkisar antara 3,06E + 05 sampai 9,83E + 05. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan lateks pekat (KKK : 58,65 %) menghasilkan karet dengan viskositas intrinsik dan bobot molekul terendah.
Hasil pengujian kadar nitrogen penelitian utama menunjukkan bahwa variasi kadar karet kering (KKK) tidak berpengaruh nyata, sedangkan variasi waktu pemeraman toluen berpengaruh nyata terhadap kadar nitrogen. Nilai kadar nitrogen yang dihasilkan berkisar antara 0,09 – 0,20 %, dengan penurunan kadar nitrogen 14,89 – 63,83 %. Uji lanjut Duncan menunjukkan waktu pemeraman 3 hari menghasilkan kadar nitrogen yang paling rendah.
Hasil pengujian viskositas brookfield penelitian utama menunjukkan bahwa semua perlakuan, baik kadar karet kering (KKK) maupun waktu pemeraman toluen berpengaruh nyata terhadap viskositas brookfield. Nilai viskositas brookfield yang dihasilkan berkisar antara 224,50 sampai 1,80 cP. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan lateks pekat (KKK : 58,65 %) dengan pemeraman 0 hari mempunyai nilai kekentalan yang paling tinggi.
Elly Nurasih Widi Pristiyanti F34101025. The Study of Rubber’s Particle Swelling on Latex’s Depolymerization With Reduction-Oxidation Reaction. Supervised by Djumali Mangunwidjaja dan Ary Achyar Alfa. 2006.
SUMMARY
Natural rubber is one of the agricultural commodities which support economics of Indonesia. Highly molecular weight is one of properties of natural rubber roundabout 1-2 millions. High molecular weight is a special quality of natural rubber. If natural rubber molecular weight increasingly because of storage hardening, that can cause is difficult to mix with chemical rubber during rubber goods processing and it will be limited to use rubber for producing product that need high adhesion strength, like glue, paints, varnished, and printed ink. Disadvantage of natural rubber can be conquered by modification of molecular stucture.
One method to repair the disadvantage of natural rubber properties is by modificating physicly or chemically with changing molecular structure (depolymerisation). Depolymerisation can produce rubber with low molecular weight, roundabout 104 until 105 , that usually called as liquid natural rubber. Rubber with low molecular weight have high adhesive strenght.
The objectives of this research are to cut molecular chain of natural rubber, to get liquid natural rubber with low molecular weight and constant, to get the best combination of dry rubber content (DRC) and toluene coo time to decrease natural rubbers molecular weight.
This research was conducted in two phase, introductory research and primary research. The introductory research was aimed to find out surfactant’s dose which will be added to thick latex. The primary research was aimed to determine latex’s DRC and toluene’s coo time effects on characteristic of depolymerized natural rubber with H2O2 and NaOCl. The primary research
statistic design was complete random design in two treatment, they are Dry Rubber Content of latex and toluene’s coo time. Dry Rubber Content of latex had four degree, they were 10, 25, 40 %, and 58.65 % (DRC of thick latex). Toluene’s coo time had four degree too, they were 0, 1, 2, and 3 days. Examination of the introductory research is mooney viscosity, intrinsic viscosity and molecular weight, brookfield viscosity, and nitrogen content. Emal’s dose that added to thick latex is 1 part perhundred rubber (phr).
Mooney viscosity values of primary research showed that latex’s DRC and toluene coo time had significant influences. Range values of Mooney viscosity depolymerized rubber were 9.90 until 45.85 (ML(1’+4’) 100 oC).
Intrinsic viscosity and molecular weight values of primary research showed that latex’s DRC had significant influences, while toluene’s coo time did not have significant influence. Range values of intrinsic viscosity depolymerized rubber were 175.05 until 421.05. Range values of molecular weight depolymerized rubber were 3.06E + 05 until 9.83E + 05.
Range values of molecular weight depolymerized rubber were 0.09 until 0.20 %, with nitrogent decreased 14.89 – 63.83 %.
Brookfield viscosity values of primary research showed that latex’s DRC and toluene coo time had significant influences. Range values of Mooney viscosity depolymerized rubber were 224.50 until 1.80 cP.
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi.” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, September 2006
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 31
Oktober 1984, dari ayah Sayadi dan ibu Sri Widiastuti.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Negeri Kutoharjo III pada tahun 1996. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 2 Rembang dan lulus pada tahun 1999.
Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Umum Negeri 1 Rembang hingga lulus pada Tahun 2002.
Penulis kemudian memperoleh Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan
diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan
Praktek Lapangan di PT. Indolakto, Sukabumi dan menyelesaikan laporan Praktek
Lapangan dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan
Pengawasan Mutu Susu UHT (Ultra High Temperature) di PT. Indolakto Sukabumi”.
Penulis melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet
Bogor dan menyusun skripsi dengan judul ” Pengaruh Pengembangan Partikel
Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi”, sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada Fakultas Teknologi
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Karet alam dapat diperoleh dengan menyadap tanaman Hevea brasiliensis. Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan cukup banyak menghasilkan devisa bagi Indonesia untuk
menunjang perekonomian Indonesia. Pada saat ini, Indonesia merupakan
produsen karet alam nomor dua di dunia setelah Thailand. Produksi karet
alam pada tahun 2004 mencapai 2 juta ton senilai US$ 2,25 miliar
(www.bisnis.com). Kinerja ekspor karet alam Indonesia dari tahun 2000 sampai 2004 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kinerja Ekspor Karet Alam Indonesia 2000-2004
Kinerja ekspor karet alam Indonesia 2000-2004
Tahun (ribu ton) (US$ ribu)
2000 1.362 880.898
2001 1.505 814.357
2002 1.461 1.000.455
2003 1.581 1.431.163
2004*) 1.900 2.250.000
Sumber: BI & Gapkindo diolah
Keterangan: *) Januari-November
Menurut Ramadhan et al., (2005), karet alam memiliki beberapa kelemahan, yaitu memiliki kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul
karet alam tinggi sehingga karet alam tidak tahan terhadap reaksi oksidasi,
ozon, dan minyak. Selain kelemahan, karet alam juga memiliki beberapa
kelebihan, yaitu memiliki daya pantul dan elastisitas yang baik, serta sifat-sifat
fisik seperti elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi pula (Alfa et al., 2003).
Salah satu ciri karet alam adalah bobot molekulnya yang tinggi hingga
mencapai 1-2 juta (Honggokusumo, 1978). Bobot molekul yang tinggi
merupakan kelebihan karet alam, akan tetapi jika bobot molekul semakin
PENGARUH PENGEMBANGAN PARTIKEL KARET
TERHADAP DEPOLIMERISASI LATEKS DENGAN REAKSI
REDUKSI-OKSIDASI
Oleh
ELLY NURASIH WIDI PRISTIYANTI
F34102025
2006
PENGARUH PENGEMBANGAN PARTIKEL KARET
TERHADAP DEPOLIMERISASI LATEKS DENGAN REAKSI
REDUKSI-OKSIDASI
Oleh
ELLY NURASIH WIDI PRISTIYANTI
F34102025
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENGEMBANGAN PARTIKEL KARET
TERHADAP DEPOLIMERISASI LATEKS DENGAN REAKSI
REDUKSI-OKSIDASI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ELLY NURASIH WIDI PRISTIYANTI
F34102025
Dilahirkan pada tanggal 31 Oktober 1984 Di Rembang
Tanggal Kelululusan : 25 September 2006
Elly Nurasih Widi Pristiyanti. F34102025. Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi. Di bawah Bimbingan Djumali Mangunwidjaja dan Ary Achyar Alfa. 2006.
RINGKASAN
Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu ciri karet alam adalah bobot molekulnya yang tinggi hingga mencapai 1 sampai 2 juta. Bobot molekul yang tinggi merupakan kelebihan karet alam, akan tetapi jika bobot molekul semakin meningkat karena peristiwa pengerasan selama penyimpanan (storage hardening) maka akan menyulitkan pencampurannya dengan bahan kimia selama proses pengolahan barang jadi karet dan akan membatasi penggunaan karet alam untuk pembuatan produk yang membutuhkan daya rekat, seperti lem, cat, pernis, dan tinta cetak. Kelemahan karet alam dapat diatasi dengan modifikasi struktur karet alam.
Salah satu cara untuk memperbaiki kelemahan sifat fisik karet alam adalah dengan melakukan modifikasi karet alam baik secara fisik maupun kimia untuk merubah struktur molekulnya adalah depolimerisasi. Depolimerisasi dapat menghasilkan karet dengan bobot molekul rendah, yaitu sekitar 104 sampai 105 yang biasa disebut sebagai karet cair (liquid natural rubber). Karet dengan bobot molekul rendah menpunyai daya rekat yang tinggi.
Tujuan penelitian adalah untuk memutuskan rantai molekul karet alam, mengetahui pengaruh KKK lateks dan waktu pemeraman toluen terhadap karakteristik lateks depolimerisasi, serta memperoleh kombinasi kadar karet kering (KKK) lateks dan waktu pemeraman toluen terbaik untuk menurunkan bobot molekul karet alam.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan dosis surfaktan yang akan ditambahkan dalam lateks pekat. Penelitian utama yaitu menentukan pengaruh kadar karet kering (KKK) lateks dan waktu pemeraman toluen terhadap karakteristik produk depolimerisasi yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor, yaitu faktor kadar karet kering terdiri dari 4 taraf, yaitu 10, 25, 40 %, dan 58,65 % (KKK lateks pekat), serta faktor waktu pemeraman toluen terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 1, 2, 3 hari. Adapun pengujian utama terhadap lateks hasil depolimerisasi meliputi viskositas mooney, viskositas intrinsik dan bobot molekul, sedangkan parameter pendukungnya adalah kadar nitrogen dan viskositas brookfield. Dosis surfaktan emal yang ditambahkan akan ditambahkan kedalam lateks untuk penelitian utama adalah sebesar 1 bsk (bagian per seratus karet).
Hasil pengujian viskositas mooney penelitian utama menunjukkan bahwa semua perlakuan, baik kadar karet kering (KKK) maupun waktu pemeraman toluen berpengaruh nyata terhadap viskositas mooney. Nilai viskositas mooney
dengan pemeraman 2 hari dan lateks pekat (KKK : 58,65 %) dengan pemeraman 3 hari.
Hasil pengujian viskositas intrinsik dan bobot molekul penelitian utama menunjukkan bahwa faktor perlakuan kadar karet kering (KKK) berpengaruh nyata terhadap viskositas intrinsik dan bobot molekul, sedangkan faktor perlakuan waktu pemeraman toluen tidak berpengaruh nyata. Nilai viskositas intrinsik yang dihasilkan berkisar antara 175,05 sampai 421,05. Nilai bobot molekul yang dihasilkan berkisar antara 3,06E + 05 sampai 9,83E + 05. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan lateks pekat (KKK : 58,65 %) menghasilkan karet dengan viskositas intrinsik dan bobot molekul terendah.
Hasil pengujian kadar nitrogen penelitian utama menunjukkan bahwa variasi kadar karet kering (KKK) tidak berpengaruh nyata, sedangkan variasi waktu pemeraman toluen berpengaruh nyata terhadap kadar nitrogen. Nilai kadar nitrogen yang dihasilkan berkisar antara 0,09 – 0,20 %, dengan penurunan kadar nitrogen 14,89 – 63,83 %. Uji lanjut Duncan menunjukkan waktu pemeraman 3 hari menghasilkan kadar nitrogen yang paling rendah.
Hasil pengujian viskositas brookfield penelitian utama menunjukkan bahwa semua perlakuan, baik kadar karet kering (KKK) maupun waktu pemeraman toluen berpengaruh nyata terhadap viskositas brookfield. Nilai viskositas brookfield yang dihasilkan berkisar antara 224,50 sampai 1,80 cP. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan lateks pekat (KKK : 58,65 %) dengan pemeraman 0 hari mempunyai nilai kekentalan yang paling tinggi.
Elly Nurasih Widi Pristiyanti F34101025. The Study of Rubber’s Particle Swelling on Latex’s Depolymerization With Reduction-Oxidation Reaction. Supervised by Djumali Mangunwidjaja dan Ary Achyar Alfa. 2006.
SUMMARY
Natural rubber is one of the agricultural commodities which support economics of Indonesia. Highly molecular weight is one of properties of natural rubber roundabout 1-2 millions. High molecular weight is a special quality of natural rubber. If natural rubber molecular weight increasingly because of storage hardening, that can cause is difficult to mix with chemical rubber during rubber goods processing and it will be limited to use rubber for producing product that need high adhesion strength, like glue, paints, varnished, and printed ink. Disadvantage of natural rubber can be conquered by modification of molecular stucture.
One method to repair the disadvantage of natural rubber properties is by modificating physicly or chemically with changing molecular structure (depolymerisation). Depolymerisation can produce rubber with low molecular weight, roundabout 104 until 105 , that usually called as liquid natural rubber. Rubber with low molecular weight have high adhesive strenght.
The objectives of this research are to cut molecular chain of natural rubber, to get liquid natural rubber with low molecular weight and constant, to get the best combination of dry rubber content (DRC) and toluene coo time to decrease natural rubbers molecular weight.
This research was conducted in two phase, introductory research and primary research. The introductory research was aimed to find out surfactant’s dose which will be added to thick latex. The primary research was aimed to determine latex’s DRC and toluene’s coo time effects on characteristic of depolymerized natural rubber with H2O2 and NaOCl. The primary research
statistic design was complete random design in two treatment, they are Dry Rubber Content of latex and toluene’s coo time. Dry Rubber Content of latex had four degree, they were 10, 25, 40 %, and 58.65 % (DRC of thick latex). Toluene’s coo time had four degree too, they were 0, 1, 2, and 3 days. Examination of the introductory research is mooney viscosity, intrinsic viscosity and molecular weight, brookfield viscosity, and nitrogen content. Emal’s dose that added to thick latex is 1 part perhundred rubber (phr).
Mooney viscosity values of primary research showed that latex’s DRC and toluene coo time had significant influences. Range values of Mooney viscosity depolymerized rubber were 9.90 until 45.85 (ML(1’+4’) 100 oC).
Intrinsic viscosity and molecular weight values of primary research showed that latex’s DRC had significant influences, while toluene’s coo time did not have significant influence. Range values of intrinsic viscosity depolymerized rubber were 175.05 until 421.05. Range values of molecular weight depolymerized rubber were 3.06E + 05 until 9.83E + 05.
Range values of molecular weight depolymerized rubber were 0.09 until 0.20 %, with nitrogent decreased 14.89 – 63.83 %.
Brookfield viscosity values of primary research showed that latex’s DRC and toluene coo time had significant influences. Range values of Mooney viscosity depolymerized rubber were 224.50 until 1.80 cP.
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi.” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, September 2006
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 31
Oktober 1984, dari ayah Sayadi dan ibu Sri Widiastuti.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Negeri Kutoharjo III pada tahun 1996. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 2 Rembang dan lulus pada tahun 1999.
Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Umum Negeri 1 Rembang hingga lulus pada Tahun 2002.
Penulis kemudian memperoleh Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan
diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan
Praktek Lapangan di PT. Indolakto, Sukabumi dan menyelesaikan laporan Praktek
Lapangan dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan
Pengawasan Mutu Susu UHT (Ultra High Temperature) di PT. Indolakto Sukabumi”.
Penulis melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet
Bogor dan menyusun skripsi dengan judul ” Pengaruh Pengembangan Partikel
Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi”, sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada Fakultas Teknologi
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Karet alam dapat diperoleh dengan menyadap tanaman Hevea brasiliensis. Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan cukup banyak menghasilkan devisa bagi Indonesia untuk
menunjang perekonomian Indonesia. Pada saat ini, Indonesia merupakan
produsen karet alam nomor dua di dunia setelah Thailand. Produksi karet
alam pada tahun 2004 mencapai 2 juta ton senilai US$ 2,25 miliar
(www.bisnis.com). Kinerja ekspor karet alam Indonesia dari tahun 2000 sampai 2004 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kinerja Ekspor Karet Alam Indonesia 2000-2004
Kinerja ekspor karet alam Indonesia 2000-2004
Tahun (ribu ton) (US$ ribu)
2000 1.362 880.898
2001 1.505 814.357
2002 1.461 1.000.455
2003 1.581 1.431.163
2004*) 1.900 2.250.000
Sumber: BI & Gapkindo diolah
Keterangan: *) Januari-November
Menurut Ramadhan et al., (2005), karet alam memiliki beberapa kelemahan, yaitu memiliki kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul
karet alam tinggi sehingga karet alam tidak tahan terhadap reaksi oksidasi,
ozon, dan minyak. Selain kelemahan, karet alam juga memiliki beberapa
kelebihan, yaitu memiliki daya pantul dan elastisitas yang baik, serta sifat-sifat
fisik seperti elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi pula (Alfa et al., 2003).
Salah satu ciri karet alam adalah bobot molekulnya yang tinggi hingga
mencapai 1-2 juta (Honggokusumo, 1978). Bobot molekul yang tinggi
merupakan kelebihan karet alam, akan tetapi jika bobot molekul semakin
hardening) maka akan menyulitkan pencampurannya dengan bahan kimia selama proses pengolahan barang jadi karet dan akan membatasi penggunaan
karet alam untuk pembuatan produk yang membutuhkan daya rekat, seperti
lem, cat, pernis, dan tinta cetak.
Lateks karet alam dapat digunakan sebagai perekat, karena partikel
karetnya memiliki daya lengket. Namun daya rekat partikel karet alam kurang
baik sehingga hanya digunakan untuk merekatkan bahan-bahan ringan yang
tidak memerlukan daya rekat baik. Jika rantai molekulnya lebih pendek,
diharapkan kemampuan partikel karet alam tersebut menyerap pada
permukaan media akan lebih baik, sehingga meningkatkan daya rekatnya
(Alfa dan Syamsu, 2004).
Kelemahan karet alam dapat diatasi dengan modifikasi struktur karet
alam. Salah satu cara untuk memperbaiki kelemahan sifat fisik karet alam
diatas adalah dengan melakukan modifikasi karet alam baik secara fisik
maupun kimia melalui perubahan struktur molekulnya, seperti depolimerisasi,
hidrogenasi, siklisasi, klorinasi, kopolimerisasi cangkok, dan sebagainya.
Degradasi rantai molekul karet yang bertujuan untuk melunakkan atau sekedar
menurunkan viskositas karet, dan untuk memperoleh karet dengan rantai
molekul yang sangat pendek atau karet cair.
Dalam penelitian ini modifikasi struktur karet alam yang akan
dilakukan adalah depolimerisasi. Depolimerisasi dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu depolimerisasi secara mekanik, panas, maupun kimia.
Penelitian ini menggunakan metode depolimerisasi secara kimia dengan reaksi
reduksi-oksidasi (redoks) dengan hidrogen peroksida (H2O2) sebagai oksidator
dan natrium hipoklorit (NaOCl) sebagai reduktor. Metode ini dipilih karena
dilakukan tanpa pengaliran gas oksigen selama proses depolimerisasi (oksigen
berasal dari reaksi hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit) sehingga proses
secara teknis lebih mudah. Selain itu dengan digunakannya hidrogen
peroksida dan natrium hipoklorit akan menurunkan biaya produksi
3 Depolimerisasi secara kimia dengan reaksi redoks dapat menghasilkan
karet dengan bobot molekul rendah, yaitu sekitar 104 sampai 105 yang biasa disebut sebagai karet cair (liquid natural rubber). Semakin rendah bobot molekul yang dihasilkan akan menyebabkan karet menjadi semakin rendah
viskositasnya. Karet dengan rantai molekul pendek atau viskositas rendah
relatif lebih mudah terpenetrasi ke dalam pori-pori permukaan, sehingga daya
rekatnya relatif lebih kuat dan dapat digunakan untuk membuat produk, seperti
lem, cat, pernis, dan tinta cetak. Selain itu karena bentuknya cair maka karet
cair dapat digunakan untuk membuat produk yang bentuknya rumit.
Karet alam dengan bobot molekul rendah sering disebut sebagai karet
cair. Permintaan cenderung meningkat setiap tahun meskipun peningkatannya
cenderung lambat. Menurut IRCA (1987) diacu dalam Pudjosunaryo dan Siswantoro (1991), konsumsi karet cair dunia mencapai 400 ton per tahun.
Menurut Ramadhan et al., (2005), harga karet cair relatif lebih mahal dibandingkan lateks pekat dan karet mentah, yaitu sekitar Rp. 20.000 - Rp.
25.000 per kilogram dengan asumsi memakai lateks pekat dengan KKK 60 %.
Sedangkan harga karet mentah sendiri pada tahun 2005 adalah 1,5 sen Dolar
AS per kilogram (www.KapanLagi.com).
Depolimerisasi secara kimia, salah satunya dilakukan melalui reaksi
redoks dengan menambahkan oksidator H2O2 (hidrogen peroksida) dan
reduktor NaOCl (natrium hipoklorit). Penelitian yang berhubungan dengan
penggunaan H2O2 dan NaOCl untuk depolimerisasi sudah banyak dilakukan,
antara lain Gunanti (2004) yang meneliti mengenai pemutusan rantai molekul
karet alam dengan H2O2 dan natrium NaOCl yang divariasikan dengan bahan
pemantap berupa HNS (Hidroksilamin Netral Sulfat).
Penelitian depolimerisasi karet alam yang lain dilakukan oleh Pertiwi
(2005), yang mengkombinasikan toluen, H2O2 , NaOCl, dan HNS dimana
toluen ditambahkan setelah pencampuran bahan pendegradasi. Penelitian ini
menunjukkan bahwa bobot molekul karet dapat diturunkan dengan
depolimerisasi kimia menggunakan formula H2O2 + NaOCl + toluen (70 oC),
H2O2 + NaOCl (70 oC), dan H2O2 + NaOCl + HNS + toluen (40 oC).
menyimpulkan bahwa waktu optimum depolimerisasi adalah 16 jam dengan
formula bahan pendegradasi H2O2 2 bsk (bagian per seratus karet), NaOCl 7
bsk, dan toluen 10 % pada suhu reaksi 70 oC dimana toluen dimasukkan sebelum bahan pendegradasi. Menurut Ramadhan et al., (2005), toluen dapat mengembangkan molekul karet sehingga mempermudah bahan pendegradasi
untuk memotong rantai molekul karet alam.
1.2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk :
1. Memperoleh lateks depolimerisasi dengan bobot molekul yang rendah dan
mantap.
2. Mengetahui pengaruh KKK (Kadar Karet Kering) lateks dan waktu
pemeraman toluen terhadap karakteristik lateks depolimerisasi dengan
reaksi redoks.
3. Memperoleh kombinasi KKK lateks dan waktu pemeraman toluen terbaik
untuk menurunkan bobot molekul karet alam.
1.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penentuan dosis surfaktan (emal dan emulgen) yang akan dimasukkan ke
dalam lateks pekat yang dapat mempertahankan kestabilan lateks
depolimerisasi dengan reaksi reduksi-oksidasi (redoks).
2. Depolimerisasi karet alam dengan reaksi redoks untuk mengetahui
pengaruh KKK lateks dan waktu pemeraman toluen terhadap penurunan
bobot molekul karet alam.
3. Pengujian viskositas Mooney, viskositas intrinsik, bobot molekul, kadar nitrogen, dan viskositas Brookfield untuk menentukan pengaruh KKK lateks dan waktu pemeraman toluen terhadap karakteristik fisik dan kimia
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat, Karunia dan Hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap Depolimerisasi Lateks Dengan Reaksi Reduksi-Oksidasi”.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih terutama kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
2. Ir. Ary Achyar Alfa, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Drs. Purwoko, Msi selaku dosen penguji atas saran, kritik, dan arahan
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
4. Arief Ramadhan, S.TP atas ilmu, motivasi dan bantuannya selama
penelitian dan penulisan skripsi.
5. Kedua orangtuaku tercinta dan kakakku yang telah memberikan doa,
motivasi dan kasih sayang.
6. Teman-teman satu penelitian di BPTK dan seluruh karyawan BPTK.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
berkaitan dengan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, September 2006
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ... 1
1.2. TUJUAN ... 4
1.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TANAMAN KARET ... 5
2.2. LATEKS ALAM ... 6
2.3. KARET ALAM... 7
2.4. LATEKS PEKAT ... 8
2.5. KARET ALAM CAIR ... 9
2.6. DEPOLIMERISASI ... 10
2.7. VISKOSITAS MOONEY... 13 2.8. VISKOSITAS INTRINSIK ... 13
2.9. HIDROKSILAMIN NETRAL SULFAT ... 14
2.10. SURFAKTAN... 15
2.11. TOLUEN ... 18
2.12. HIDROGEN PEROKSIDA ... 19
2.13. NATRIUM HIPOKLORIT ... 20
III. BAHAN DAN METODE
3.1. BAHAN DAN ALAT ... 21
3.1.1. Bahan ... 21
3.1.2. Alat ... 21
3.2. METODOLOGI PENELITIAN... 21
iii
3.2.2. Penelitian Utama ... 22
3.3. RANCANGAN PERCOBAAN ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 27
4.2. PENELITIAN UTAMA... 29
4.2.1. Persiapan Bahan Baku ... 29
4.2.2. Karakteristik Bahan Baku ... 30
4.2.3. Pengaruh KKK Lateks dan Waktu Pemeraman Toluen Terhadap Karakteristik Fisik/Kimia Karet Depolimerisasi ...33
4.3. PEMBAHASAN UMUM ... 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN ... 47
5.2. SARAN ... 48
DAFTAR PUSTAKA... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kinerja Ekspor Karet Alam Indonesia 2000-2004 ...1
Tabel 2. Komposisi Kimia Lateks Hevea...6 Tabel 3. Empat Fraksi Lateks Segar...7
Tabel 4. Komposisi Partikel Karet Alam ...8
Tabel 5. Pengamatan Penggumpalan Lateks dengan Penambahan Emal dan Emulgen ...27
Tabel 6. Interval Viskositas Mooney Klon Karet ...30 Tabel 7. Karakteristik Lateks Kebun dan Lateks Pekat ...31
Tabel 8. Matriks Penentuan Terbaik ...46
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pohon Industri Karet (SI-PUK)...5
Gambar 2. Struktur Ruang 1,4 Cis Poliisoprena...7
Gambar 3. Bentuk Partikel Karet dalam Lateks Hevea...8 Gambar 4. Mekanisme Degradasi Polimer Reaksi Rantai ...11
Gambar 5. Mekanisme Pemutusan Molekul Karet Oleh Hidrogen Peroksida . .12
Gambar 6. Struktur Hidroksilamin . ...14
Gambar 7. Mekanisme Pengikatan Gugus Aldehida Oleh Senyawa
Hidroksilamin ...15
Gambar 8. Struktur Surfaktan ...16
Gambar 9. Struktur Toluen ...18
Gambar 10. Struktur Hidrogen Peroksida ...19
Gambar 11. Struktur Molekul Natrium Hipoklorit ...20
Gambar 12. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan (Penentuan Dosis Surfaktan)24
Gambar 13. Penentuan Pengaruh KKK dan waktu Pemeraman Terhadap
Penurunan Bobot Molekul Karet Alam...25
Gambar 14. Histogram Pengaruh KKK dan Waku Pemeraman Terhadap
Viskositas Mooney...33 Gambar 15. Histogram Pengaruh KKK dan Waku Pemeraman Terhadap
Viskositas Intrinsik ...37
Gambar 16. Histogram Pengaruh KKK dan Waku Pemeraman Terhadap Bobot Molekul ...37
Gambar 17. Histogram Pengaruh KKK dan Waku Pemeraman Terhadap Kadar Nitrogen ...41
Gambar 18. Histogram Pengaruh KKK dan Waku Pemeraman Terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur Analisis KKK, KJP, Viskositas Mooney, Viskositas
Intrinsik, Viskositas Brookfield, dan Kadar Nitrogen...52 Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Pengaruh Pengaruh Kadar Karet Kering
(KKK) dan Waktu Pemeraman Toluen Terhadap Karet
Depolimerisasi ...56
Lampiran 3. Analisis Statistik Viskositas Mooney ...61 Lampiran 4. Analisis Statistik Viskositas Intrinsik...63
Lampiran 5. Analisis Statistik Bobot Molekul...65
Lampiran 6. Analisis Statistik Kadar Nitrogen ...67
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TANAMAN KARET
Karet alam diperoleh dari tanaman tertentu yang menghasilkan susu
putih ketika permukaannya digores. Pada saat ini karet alam yang dikenal
dalam perdagangan berasal dari pohon karet Hevea brasiliensis. Menurut Barron (1947) karet alam juga dapat dihasilkan oleh tanaman lain yaitu
Castilloa ulei, Manihot glaziovii, Hancornia speciosa, Guayule, Landolphia,
Kicksia elastica, Funtumia, Ficus elastica, dan Urceola.
Tanaman karet dapat ditanam pada tanah yang kurang subur untuk
menanam tanaman perkebunan yang lain. Pada tanah yang subur, karet
dapat mulai disadap setelah umur 4-5 tahun. Sedangkan pada tanah yang
kurang subur, tanaman karet baru bisa disadap pada umur 7 tahun (Goutara,
[image:30.612.133.506.388.598.2]et al., 1985).
2.2. LATEKS ALAM
Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih
kekuning-kuningan. Lateks terdiri dari partikel karet dan bukan karet yang terdispersi
di dalam air (Triwijoso dan Siswantoro,1989). Sedangkan menurut Goutara,
et al. (1985), lateks merupakan sistem koloid dimana partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi didalam air. Protein dilapisan
luar memberikan muatan negatif pada partikel. Lateks merupakan suatu
dispersi butir-butir karet dalam air, dimana di dalam dispersi tersebut juga
larut beberapa garam dan zat organik, seperti zat gula, dan zat protein (Lie,
[image:31.612.158.348.320.428.2]1964). Menurut Suparto (2002), lateks Hevea terdiri dari karet, resin, protein, abu, gula, dan air dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Lateks Hevea Jenis Komponen Komposisi (%)
Karet 30 - 35
Resin 0,5 - 1,5
Protein 1,5 - 2,0
Abu 0,3 - 0,7
Gula 0,3 - 0,5
Air 55 - 60
Secara fisiologi lateks merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh
lateks yang mengandung partikel karet, lutoid, nukleous, mitokondria,
partikel Frey-Wyssling, dan ribosom. Selain partikel karet, didalam lateks
terdapat bahan-bahan bukan karet yang berperan penting mengendalikan
sifat lateks dan karetnya meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Lateks
segar yang dipusingkan (disentrifuse) dengan alat pemusing ultra dengan
kecepatan 18000 rpm akan menyebabkan lateks terpisah menjadi empat
7 Tabel 3. Empat Fraksi Lateks Segar
Fraksi Karet (35 %) Karet
Protein Lipid Ion Logam Fraksi Frey Wyssling (5%) Karotenoida
Lipid
Serum (50%) Air
Karbohidrat dan inositol Protein dan turunannya Senyawa nitrogen
Asam nukleat dan nukleosida Ion anorganik
Ion logam
Lateks k
ebun
segar
Fraksi Dasar (10 %) Lutoid (vakuolisosom)
Sumber: Suparto (2002)
2.3. KARET ALAM
Menurut Triwijoso dan Siswantoro (1989), karet adalah suatu
polimer dari isoprena (C5H8) sehingga sering disebut Cis 1,4-poliisoprena
dengan rumus umum (C5H8)n dimana n adalah bilangan yang menunjukkan
jumlah monomer didalam rantai polimer. Semakin besar harga n maka
molekul karet semakin panjang, semakin besar bobot molekul dan semakin
kental (viscous). Nilai n dapat berkisar antara 3000-15000.
H3C H H3C H H3C H H3C H
C = C C = C C = C C = C
H2C CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2
Gambar 2. Struktur Ruang 1,4 Cis Poliisoprena (Honggokusumo, 1978)
Menurut Eng et al., (1997), bobot molekul karet alam berkisar antara 1 sampai 2 juta. Partikel karet alam mengandung hidrokarbon karet dan
sejumlah kecil bahan bukan karet, seperti lemak, glikolipida, foosfolipida,
protein, karbohidrat, bahan anorganik, dan lain-lain. Partikel karet alam
[image:32.612.138.525.496.558.2]karbohidrat, bahan anorganik, dan lain-lain dengan komposisi seperti terlihat
[image:33.612.157.373.130.310.2]pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Partikel Karet Alam
Jenis Komponen Komposisi (%)
Hidrokarbon karet 93,7
Lemak 2,4
Glikolipida, fosfolipida 1,0
Protein 2,2
Karbohidrat 0,4
Bahan Anorganik 0,2
Lain-lain 0,1
Sumber: Tanaka (1998)
Bentuk partikel karet dalam lateks Hevea dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk Partikel Karet dalam Lateks Hevea
2.4. LATEKS PEKAT
Lateks pekat diperoleh dengan memekatkan lateks kebun. Pembuatan
lateks pekat bertujuan meningkatkan kadar karet kering (KKK). Lateks
kebun pekat dengan kadar karet kering (KKK) 60 % akan lebih seragam
mutunya dan lebih sesuai untuk pengolahan barang jadi karet. Pembuatan
lateks pekat dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu sentrifuse
(pemusingan), pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Metode yang
paling sering digunakan adalah metode sentrifuse (pemusingan) karena
[image:33.612.234.453.364.476.2]9 (tidak kental), dan hasil lateks lebih murni (tidak tercampur endapan dan
kotoran) (Solichin, 1991).
Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan
cara pemusingan (sentrifuse) karena kapasitasnya tinggi dan
pemeliharaannya lebih mudah. Lateks kebun dengan kadar karet kering
(KKK) 28-35 % dipusingkan pada kecepatan 5000-7000 rpm, sehingga pada
bagian atas alat akan diperoleh lateks pekat dengan kadar karet kering
(KKK) 60 % dan berat jenis 0,94, sedangkan di bagian bawah akan
dihasilkan skim yang masih mengandung 4-8 % karet dengan berat jenis
1,02 (Goutara, et al., 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks pekat pusingan adalah
pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun,
penambahan sabun ammonium laurat sebelum ataupun sesudah pemusingan,
alat dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara
pengambilan sampel lateks pekat. Lateks pekat bermutu tinggi diperoleh
dengan melakukan pengontrolan dan perlakuan yang baik sejak dari lateks
kebun sampai pada pengambilan sampel lateks pekat (Solichin, 1991).
2.5. Karet Alam Cair (Liquid Natural Rubber/ LNR)
Menurut Pudjosunaryo dan Siswantoro (1991), karet alam cair
didefinisikan sebagai karet alam yang pada suhu kurang dari 100 oC dapat
dituang atau dipompakan tanpa bantuan medium lain. Bentuknya yang cair
menyebabkan karet ini sesuai untuk pembuatan barang jadi karet yang
berbentuk rumit. Karet alam cair ada dua jenis, yaitu karet alam cair dengan
berat molekul tinggi dan karet alam cair dengan berat molekul rendah
(IRCA, 1985 diacu dalam Pudjosunaryo dan Siswantoro, 1991).
Karet alam cair diperoleh dengan cara depolimerisasi oksidatif karet
alam dalam fasa lateks. Depolimerisasi dilakukan dengan cara mereaksikan
karet dengan udara dan fenilhidrazin pada suhu sekitar 60 oC selama 24 jam
Pemotongan rantai molekul karet alam dengan depolimerisasi akan
menghasilkan karet alam cair. Karet cair dapat dihasilkan dengan
depolimerisasi panas maupun depolimerisasi kimia pada karet alam.
Depolimerisasi panas dilakukan dengan memanaskan mastikasi karet alam
pada suhu 220-240 oC. Sedangkan depolimerisasi kimia melibatkan reaksi
oksidasi-reduksi salah satunya dengan menggunakan fenilhidrasin dan
oksigen (www.managecultiva.com).
2.6. DEPOLIMERISASI
Menurut (Ramadhan, et al. 2005), depolimerisasi adalah proses pemutusan atau pendegradasian polimer dengan cara menghilangkan
kesatuan monomer secara bertahap dalam reaksi. Depolimerisasi molekul
karet dilakukan untuk memperoleh karet dengan bobot molekul rendah yang
ditandai dengan rendahnya viskositas Mooney (Surdia, 2000).
Depolimerisasi polimer dapat terjadi secara mekanik, termal, kimia,
fotokimia, dan biodegradasi (Surdia, 2000). Sedangkan menurut Cowd
(1991), depolimerisasi polimer disebabkan oleh beberapa faktor yaitu energi
panas, energi mekanik, penyinaran (ultra violet), dan bahan kimia (oksidasi/
H2O2).
Depolimerisasi polimer secara kimia dapat berlangsung dengan dua
cara yaitu reaksi tahap tunggal dan reaksi rantai. Reaksi tunggal terjadi
akibat reaksi fotokimia, misalnya degradasi polimer secara enzimatik,
sedangkan reaksi rantai merupakan reaksi degradasi polimer dengan bantuan
senyawa radikal bebas karena adanya suatu peroksida.
Menurut Alfa dan Syamsu (2004), penambahan senyawa pemutus
rantai molekul sistem redoks, campuran hidrogen peroksida dengan natrium
11
+
R R R R R R
(Pengguntingan rantai utama)
+ R
R R R R R R R R R R R
(Pengguntingan rantai samping)
+ RH
R R R R R (Eliminasi)
Gambar 4. Mekanisme Degradasi Polimer Reaksi Rantai (Surdia, 2000)
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui kemungkinan reaksi
pemutusan rantai polimer akibat pengaruh dari terbentuknya radikal bebas
pada tahap inisiasi. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi polimer dengan
oksigen secara berurutan yang menghasilkan pemutusan rantai polimer pada
rantai utama, pemutusan rantai samping dan eliminasi (Surdia, 2000).
Menurut Gunanti (2004), depolimerisasi molekul karet terjadi karena
adanya radikal OH hasil penguraian hidrogen peroksida (H2O2). Radikal OH
yang terbentuk bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi secara tidak
terkontrol dengan molekul polimer karet alam (poliisopren). Radikal OH
yang terbentuk menarik salah satu atom H+ yang terdapat pada polimer karet
terutama menyerang ikatan karbon rangkap dan gugus karbon ekor sehingga
dihasilkan radikal bebas yang aktif. Radikal bebas pada molekul isoprena
tersebut mudah bereaksi dan berikatan dengan oksigen yang ada dalam
lateks dan membentuk molekul yang tidak stabil hingga mengalami reaksi
autooksidasi sampai terjadi pemutusan ikatan. Pada akhir reaksi pemutusan,
terbentuk gugus karbonil. Gugus karbon aktif yang dihasilkan langsung
bereaksi dengan gugus aktif dari reduktor yang dihasilkan gugus karbonil
yang tidak bermuatan. Gugus karbon yang dihasilkan memiliki gugus ujung
berupa keton dan aldehid. Mekanisme depolimerisasi molekul tersebut dapat
Proses Inisiasi: HOOH 2 HO+
CH3 CH3 CH3
- CH2 – C = CH - CH2 – CH2 – C - CH = CH– CH2 – C = CH - CH2-
O2
CH3 CH2 – CH2 CH3
- CH2 – C* = CH C + O2. RH
O - O CH = CH–
CH3 CH2 – CH2 CH3
- CH2 – C = CH C + R*
O O - O CH = CH–
O
H
CH3 CH2 – CH2 CH3
- CH2 – C* = CH C + ROH
O* O - O CH = CH–
O2
- CH2 – C – CH3 + HC - CH2 – CH2 – C – CH3 + CH2 – C – H + HOC
O O O O O
H3C
+ C– CH – CH2 -
O
O2
O
[image:37.612.171.495.70.679.2]3 CO2 + HO – C – CH3
13
2.7. VISKOSITAS MOONEY
Viskositas Mooney karet alam menunjukkan panjangnya rantai molekul atau berat molekul karet alam serta derajat pengikatan silang rantai
molekulnya. Pengukuran viskositas Mooney berdasarkan pada pengukuran gesekan rotor pada karet padat yang berfungsi sebagai tahanan dengan
meletakkan sampel karet di atas dan di bawah rotor yang dapat berputar.
Nilai viskositas Mooney berlawanan dengan nilai plastisitas, sebab semakin plastis sampel karet yang diuji maka rotor semakin cepat berputar, sehingga
tenaga yang digunakan untuk memutar rotor makin kecil (Solichin, 1995).
Sifat polimer selain ditentukan oleh struktur rantai molekul, juga
ditentukan oleh berat molekul. Berat molekul berbanding lurus dengan
panjang rantai molekulnya. Semakin panjang rantai poliisopren karet maka
akan semakin sulit pelepasan rantai monomer baik sebagian maupun seluruh
rantai monomer sehingga secara keseluruhan viskositas Mooney nya akan tinggi. Semakin pendek rantai poliisopren karet maka akan semakin mudah
pelepasan rantai monomer baik sebagian maupun seluruh rantai monomer
sehingga secara keseluruhan viskositas Mooney nya akan rendah (Solichin, 1995).
Penurunan viskositas Mooney secara kimia dapat dilakukan dengan mereaksikan lateks dengan bahan pengoksidasi, yaitu bahan yang mampu
memutus rantai poliisoprena sehingga terjadi penurunan bobot molekul karet
(Solichin, 1995).
2.8. VISKOSITAS INTRINSIK
Menurut Rabek (1980), viskositas intrinsik adalah peningkatan fraksi
dalam viskositas suatu unit pelarut oleh penambahan 1 gram molekul
polimer yang tidak berinteraksi. Viskositas intrinsik dihitung dengan cara
ekstrapolasi viskositas reduksi ke konsentrasi nol. Viskositas intrinsik
disebut juga viskositas sebenarnya dari sampel. Viskositas intrinsik biasanya
Pada dasarnya metode Viskositas intrinsik adalah untuk mengukur
waktu yang diperlukan pelarut dan larutan polimer untuk mengalir diantara
dua garis pada viskosimeter atau mengukur laju alir cairan yang melalui
tabung berbentuk silinder (Bird,1993).
Pengukuran viskositas intrinsik dilakukan dengan menggunakan
viskometer Ubbelohde. Pada viskometer Ubbelohde, pengukuran tidak tergantung pada volume cairan yang dipakai karena viskometer ini
dirancang untuk bekerja dengan cairan mengalir melalui kapiler tanpa cairan
dibawahnya. Viskometer Ubbelohde mempunyai keunggulan jika
dibandingkan dengan viskometer Oswald, yaitu dapat mencapai berbagai konsentrasi, larutan polimer dapat diencerkan dalam viskometer dengan
menambahkan sejumlah pelarut yang telah terukur. Pengukuran dilakukan
dengan viskometer berada dalam penangas air bersuhu tetap untuk
mencegah naik-turunnya viskositas akibat perubahan suhu (Cowd, 1991).
2.9. HIDROKSILAMIN NETRAL SULFAT (HNS)
Menurut Solichin, et al. (1995), bahan kimia yang paling banyak digunakan secara komersial untuk memproduksi karet viskositas mantap
adalah hidroksilamin dalam bentuk garam Hidroksilamin Netral Sulfat
(NH2OH)2H2SO4. Gambar struktur hidroksilamin dapat dilihat pada Gambar
[image:39.612.148.491.517.651.2]6.
Gambar 6. Struktur Hidroksilamin
15 Menurut Solichin, et al. (1995), HNS dapat memantapkan viskositas
Mooney karet alam karena HNS dapat mengikat gugus aldehida yang menjadi penyebab crosslinking yang dapat menyebabkan terbentuknya gel karena gugus aldehida pada rantai poliisoprena terlebih dahulu diikat
sebelum gugus aldehida tersebut melakukan reaksi selanjutnya. Dasar dari
pencegahan ikatan silang ini adalah menghilangkan kereaktifan gugus
aldehida pada rantai poliisoprena dan mereaksikannya dengan senyawa
amina monofungsional yaitu hidroksilamin atau garamnya. Mekanisme
reaksi pengikatan gugus aldehida oleh senyawa hidroksilamin dapat dilihat
pada Gambar 7.
R–CHO + NH2OH → R–CH=N–OH + H2O
2.10.SURFAKTAN
Surfaktan (surface active agent) adalah suatu bahan yang dapat mengubah atau memodifikasi tegangan permukaan dan antar muka antara
fluida yang tidak saling larut (Unisource Canada, 2005), atau molekul yang
mengadsorbsi molekul lain pada antar muka dua zat (Particle Engineering
Research Center, 2005). Dalam satu molekulnya, surfaktan memiliki dua
gugus yang berbeda polaritasnya yaitu gugus polar dan non polar. Gugus
polar memperlihatkan afinitas (daya ikat) yang kuat dengan pelarut polar
(contohnya air), sehingga sering disebut gugus hidrofilik. Gugus non polar
biasa disebut hidrofob atau lipofilik yang berasal dari bahasa Yunani phobos
(takut) dan lipos (lipid) (Salager, 2002).
Menurut Reiger (1985), sifat-sifat surfaktan adalah mampu
menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan
kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol sistem emulsi.
Disamping itu surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak
atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat Gugus
aldehida
Hidrok- silamin
aldoksim air
penggabungan (coalescence) dari partikel yang terdispersi. Struktur surfaktan secara umum dapat dilihat pada Gambar 8.
[image:41.612.185.483.137.283.2]a b
Gambar 8. Struktur Surfaktan (a. Unimer Surfaktan b. Agregat Surfaktan)
Penambahan kaustik soda dan surfaktan dimaksudkan untuk
menstabilkan lateks. Surfaktan atau surface active agent merupakan bahan yang biasa ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam cairan untuk
memodifikasi sifat permukaan cairan tersebut. Surfaktan yang ditambahkan
akan melapisi partikel-partikel polimer yang terdispersi di dalam air.
Surfaktan akan menjaga kestabilan lateks terutama terhadap gerakan
mekanis yang timbul karena guncangan atau pengadukan (Stevens, 2001).
Menutut Blackley (1966), surfaktan dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu berdasarkan fungsinya dalam cairan dan berdasarkan sifat
kimianya. Berdasarkan fungsinya ada beberapa jenis surfaktan, antara lain
pembasah (wetting agent), pendispersi (dispersing agent), penstabil dispersi (dispersing stabilizer), pengemulsi (emulsifer), pembusa (foaming agent), dan penstabil busa (foaming stabilizer). Surfaktan dibagi menjadi tiga berdasarkan sifat kimianya, yaitu
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada
17 Salah satu contoh surfaktan anionik adalah emal. Emal
mempunyai kestabilan yang tinggi pada emulsi polimerisasi, tidak
berwarna, larut dalam air panas, stabil dalam larutan asam, alkali, dan air
sadah (Huntsman, 2000). Gugus fungsi utama yang terdapat dalam emal
adalah (CH3(CH2)11OSO3)Na. Emal yang dilarutkan akan mengion
membentuk turunan anionnya yaitu ion alkil sulfat (CH3(CH2)11OSO3).
2. Surfaktan Kationik
Surfaktan kation yang dilarutkan akan mengion membentuk
turunan kationnya. Kation yang berhubungan dengan lateks adalah ion
ammonium yang satu atom hidrogennya telah digantikan oleh senyawa
organik (halida atau asetat). Contoh surfaktan kationik adalah
Lissolamine A, Vantoc A, Fixano C, dan Aerosol M.
3. Surfaktan Nonionik
Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak mengandung
gugus fungsional bermuatan baik positif maupun negatif dan tidak
mengalami ionisasi di dalam larutan. Menurut Salager (2002) surfaktan
nonionik mempunyai kelebihan dibandingkan surfaktan anionik dan
kationik yaitu tidak dipengaruhi oleh kesadahan dan perubahan pH.
Surfaktan nonionik dianggap memilikikarakteristik pembusaan
medium-rendah. keunikan surfaktan nonionik adalah tidak mengalami disosiasi
menjadi ion-ion ketika dilarukan dalam pelarut sehingga sangat
kompatibel bila dikombinasikan dengan tipe surfaktan lainnya.
Surfaktan nonionik mampu memasuki struktur molekul yang kompleks.
Karakter lain dari Surfaktan nonionik adalah tidak sensitif terhadap
cairan elektrolit, pH, surfaktan ionik, dan dapat digunakan pada salinitas
tinggi dan air sadah (Salager, 2002).
Surfaktan nonionik tidak membawa muatan sehingga sangat
kompatibel dengan bahan kimia yang digunakan dalam berbagai operasi
produksi. Prinsip kerja dari surfaktan nonionik dalam mempertahankan
kestabilan larutan adalah dengan menurunkan gaya Van der Walls (Allen
Salah satu jenis surfaktan nonionik adalah emulgen. Nama lain
emulgen adalah Polyethylen Lauryl Ether dengan rumus molekul C12H25(OCH2CH2)46OH. Emulgen berbentuk padatan lilin putih (white
waxy solid). Sifat emulgen yaitu larut dalam air, etanol, toluen, dapat dicampur dengan bahan panas, minyak alami dan sintetik, lemak alkohol
dan lemak, tetapi tidak larut dengan minyak mineral dan minyak sayur
(www.mpfinechemical.com/pages).
2.11.TOLUEN
Toluen mempunyai rumus molekul C7H8 dan dikenal dengan nama
methylbenzene atau phenylmethane. Toluen merupakan cairan berbasis
water-insoluble dengan bau pengencer cat yang khas. Toluen bereaksi secara normal sebagai hidrokarbon aromatik. Gugus metil dalam toluen
bereaksi 25 kali lebih reaktif dari benzene. Dengan bahan pereaksi lain
gugus metil dalam toluen akan bereaksi dan mengalami oksidasi
(http://en.wikipedia.org/wiki/Toluene, 2005).
Menurut Alfa dan Sailah (2005), penambahan toluen sebesar 10%
sebagai pengembang molekul karet berpengaruh baik pada efektifitas
degradasi partikel karet. Gambar struktur toluen dapat dilihat pada Gambar
[image:43.612.193.444.486.568.2]9.
19
2.12.HIDROGEN PEROKSIDA
Hidrogen peroksida adalah cairan bening, lebih kental dibandingkan
air, bersifat sebagai oksidator kuat, dan bahkan sebagai bahan pemucat yang
kuat. Hidrogen peroksida digunakan pada desinfektan, dan sebagai
oksidator. Hidrogen peroksida terurai secara spontan menjadi air dan
oksigen dengan reaksi sebagai berikut.
2 H2O2→ 2 H2O + O2 + Energi
Adapun struktur molekul hidrogen peroksida dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Struktur Hidrogen Peroksida
(http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogen_peroxide, 2005)
Menurut Alfa, et al. (2003), hidrogen peroksida (H2O2) sudah lama dikenal sebagai oksidator yang dapat mendegradasi rantai molekul karet.
Pada suhu ruang pengaruh peroksida ini terhadap degradasi rantai molekul
berlangsung lambat, tetapi berlangsung cepat dengan adanya bahan peptiser
(pemutus rantai) yang berfungsi sebagai pemindah radikal bebas.
Pencampuran reduktor pada peroksida akan mempercepat reaksi degradasi
pada suhu rendah, sehingga lebih praktis dan ekonomis.
Menurut Ramadhan et al., (2005), bahan pendegradasi H2O2 berfungsi sebagai oksidator kuat yang dapat menginisiasi rantai polimer
karet membentuk radikal bebas yang aktif pada rantai molekul karet. Proses
degradasi dipercepat oleh NaOCl yang dapat bereaksi dengan H2O2
menghasilkan O2 yang selanjutnya melakukan proses autooksidasi berantai
hingga terjadi pemutusan ikatan-ikatan pada rantai utama karet.
2.13.NATRIUM HIPOKLORIT
Natrium hipoklorit adalah garam dari asam hipoklorit. Natrium
hipoklorit tidak berwarna dan merupakan cairan transparan. Dalam air akan
terurai menjadi kation natrium (Na+) dan anion asam hipoklorit (HClO-).
Adapun rumus molekul natrium hipoklorit adalah seperti terlihat pada
Gambar 11.
Gambar 11. Struktur Molekul Natrium Hipoklorit
(http://en.wikipedia.org/wiki/Sodiumhypochlorite, 2005).
Menurut Alfa et al., (2003), natrium hipoklorit merupakan reduktor yang digunakan sebagai bahan peptiser yang dapat mempercepat reaksi degradasi molekul oleh peroksida pada suhu rendah. Selain itu, natrium
hipoklorit berfungsi untuk menyediakan oksigen yang akan digunakan oleh
III. BAHAN DAN METODE
3.1. BAHAN DAN ALAT
3.1.1. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks
kebun campuran dari klon GT 1, RRIM 600, PR 300, dan PR 261. Lateks
kebun diperoleh dari Kebun Percobaan Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan di Ciomas-Bogor. Bahan lain yang berfungsi sebagai
pembantu dalam penelitian ini adalah amoniak, toluen teknis, hidrogen
peroksida (H2O2) teknis, natrium hipoklorit (NaOCl) teknis, aseton,
surfaktan emal (sodium lauril sulfat), surfaktan emulgen.
3.1.2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah viskometer
Ubbelohde, viskometer Mooney, viskometer Brookfield, alat sentrifusi, pengaduk (agitator), oven, desikator, neraca analitik, kjehdahl apparatus, cawan aluminium, penangas air, gelas ukur, peralatan gelas, kipas angin
dan toples plastik.
3.2. METODE PENELITIAN
3.2.1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui dosis
surfaktan yang akan ditambahkan kedalam lateks pekat yang akan
didepolimerisasi. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian
pendahuluan adalah lateks kebun. Lateks kebun yang digunakan
merupakan campuran dari empat klon lateks dengan persentase yang
ditentukan, yaitu klon RRIM 600 (30%), GT 1 (10%), PR 261 (50%) dan
PR 300 (10%). Lateks kebun disaring terlebih dahulu untuk
menghilangkan kotoran-kotoran didalamnya. Setelah itu lateks ditambah
dengan amoniak 0,6 % untuk mengawetkan lateks. Setelah itu lateks
Lateks pekat yang telah diketahui kadar karet keringnya ditambah
dengan surfaktan emulgen (0,5 ; 1 ; 1,5 ; dan 2 bsk) dan emal (0,5 ; 1 ; 1,5
; dan 2 bsk) sambil diaduk dengan agitator dan dialiri udara diatas sampel
(dikipas) sampai bau amoniak tidak tercium untuk mengurangi kadar
amoniak dalam lateks. Setelah itu lateks pekat ditambah dengan toluen
dengan pengadukan menggunakan agitator pada kecepatan 250 rpm
selama 15 menit. Lateks yang telah ditambah dengan toluen kemudian
diperam selama 3 hari. Setelah diperam, sampel ditambah dengan H2O2
sebanyak 2 bsk dan NaOCl 7 bsk sambil diaduk. Sampel yang dihasilkan
langsung di depolimerisasi didalam oven dengan suhu 70 oC selama 16
jam.
Setelah 16 jam, sampel dikeluarkan dari oven. Lateks yang
dihasilkan diamati bentuk dan mengetahui apakah terjadinya
penggumpalan pada lateks setelah 24 jam. Diagram alir penelitian dapat
dilihat pada Gambar 12.
3.2.2. Penelitian Utama
Penelitian ini diawali dengan pencampuran lateks kebun dari empat
klon lateks dengan persentase yang ditentukan, yaitu klon RRIM 600
(30%), GT 1 (10%), PR 261 (50%) dan PR 300 (10%). Setelah itu
dilakukan analisis terhadap bahan baku yang akan digunakan yaitu lateks
kebun. Lateks kebun disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan
kotoran-kotoran di dalamnya. Setelah itu, dilakukan pengambilan sampel
dari lateks kebun bersih untuk dianalisis KKK, KJP, viskositas Mooney, viskositas intrinsik, viskositas Brookfield, dan kadar nitrogennya. Prosedur pengujian KKK, KJP, viskositas Mooney, viskositas intrinsik, viskositas
Brookfield, dan kadar nitrogen dapat dilihat pada Lampiran 1. Sisa lateks kebun bersih ditambah dengan amoniak 0,6 %. Penambahan amoniak
bertujuan untuk mengawetkan lateks agar tidak menggumpal.
Setelah itu, lateks kebun disentrifuse dengan menggunakan alat
sentrifusi untuk menghasilkan lateks pekat dengan KKK 60% ± 2. Lateks
23 viskositas Mooney, viskositas intrinsik, viskositas Brookfield, dan kadar nitrogen.
Sisa lateks pekat ditambah dengan surfaktan emal sebanyak 1 bsk.
Penambahan surfaktan emal dilakukan dengan agitator sambil dialiri udara
diatas sampel dengan kipas angin. Pengadukan dan pengaliran udara ini
dilakukan sampai bau amoniak tidak tercium. Setelah itu dibuat 4 sampel
dengan mengencerkan lateks pekat sehingga masing-masing sampel
memiliki KKK 10, 25, dan 40 %, dan KKK lateks pekat tanpa diencerkan.
Setiap sampel ditambah dengan toluen sebanyak 10% dari volume lateks
sambil diaduk dengan agitator 250 rpm selama 15 menit. Setelah itu, setiap
sampel dibagi menjadi 4 sampel dimana masing–masing sampel akan
diperam selama 0, 1, 2, 3 hari. Setelah diperam, sampel ditambah dengan
H2O2 sebanyak 2 bsk dan NaOCl 7 bsk sambil diaduk. Sampel yang
dihasilkan langsung didepolimerisasi di dalam oven dengan suhu 70 oC
selama 16 jam.
Setelah 16 jam, sampel yang dikeluarkan dari oven disebut lateks
depolimerisasi. Sampel lateks karet hasil depolimerisasi kemudian
ditambah dengan HNS. Lateks depolimerisasi yang dihasilkan diambil
beberapa ml untuk diuji viskositas Brookfield, dan kadar nitrogen, kemudian sisanya digumpalkan dengan menggunakan aseton dan
kemudian digiling dengan mesin penggiling sehingga berbentuk krep.
Krep yang terbentuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 70 oC sampai
kering. Krep karet hasil depolimerisasi diuji viskositas Mooney, viskositas intrinsik, dan kadar nitrogen. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
Gambar 12. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan (Penentuan Dosis Surfaktan)
Depolimerisasi 16 jam Suhu 70 oC H2O2 2 bsk
NaOCl 7 bsk
Lateks Pekat Lateks Kebun
Penyaringan
Lateks Kebun Bersih
Sentrifuse Amoniak 0,6%
Skim
Uji KKK
Penghomogenan dengan agitator dan pengaliran udara diatas sampel
dengan kipas angin emulgen (0,5 ; 1 ; 1,5 ; dan 2 bsk)
Dan
emal (0,5 ; 1 ; 1,5 ; dan 2 bsk)
Lateks Pekat rendah amoniak
Penghomogenan dengan agitator selama 15 menit Toluen 10 % v/v
Pemeraman 3 Hari
Lateks Depolimerisasi menggumpal
Lateks Depolimerisasi tidak menggumpal
Dibuang Penyimpanan ± 24 jam
Pengamatan
HNS 1 bsk RRIM 600 (30 %)
GT 1 (10 %)
PR 261 (50 %)
25 Gambar 13. Penentuan Pengaruh KKK dan waktu Pemeraman Terhadap
Penurunan Bobot Molekul Karet Alam (Dimodifikasi dari Hasil Penelitan Ramadhan, et al. 2005).
Lateks Pekat
Pengenceran KKK (10,25,40%, kontrol / KKK LP )
Pemeraman (0,1,2,3 hari)
Depolimerisasi 16 jam Suhu 70 oC
Penggumpalan
Karet Depolimerisasi Aquades
Lateks Kebun
Penyaringan
Uji KKK, viskositas mooney, viskositas intrinsik, viskositas
Brookfield, KJP, kadar nirogen Lateks Kebun Bersih
Sentrifuse Amoniak 0,6%
Skim
Uji KKK, viskositas
mooney, viskositas intrinsik, viskositas
brookfield, KJP, kadar nitrogen
Lateks Depolimerisasi Brookfieldviskositas
viskositas
Mooney, viskositas intrinsik, kadar
nitrogen Toluen 10 % v/v
Pengeringan Suhu 60 -70 oC
H2O2 2 bsk
NaOCl 7 bsk
aseton Emal 1 bsk
Pengadukan dengan agitator dan pengaliran udara diatas sampel
dengan kipas angin
HNS 1 bsk RRIM 600 (30 %)
GT 1 (10 %)
PR 261 (50 %)
3.3. RANCANGAN PERCOBAAN
Analisis data hasil percobaan dilakukan dengan analisis statistik.
Desain eksperimen yang digunakan rancangan acak lengkap faktorial.
Faktor-faktor yang akan dipelajari yaitu kadar karet kering (KKK) lateks uji
dan lama pemeraman toluen. Faktor kadar karet kering terdiri dari 4 taraf,
yaitu 10, 25, 40 %, dan KKK lateks pekat. Faktor waktu pemeraman toluen
terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 1, 2, 3 hari. Faktor waktu pemeraman toluen akan
ditetapkan sebagai perlakuan ke-i, sedangkan faktor kadar karet kering
lateks akan ditetapkan sebagai perlakuan ke-j. Desain eksperimen tersebut
dapat dilihat sebagai berikut.
Yijk = µ + Ck + Bi + Aj + (AB)ij + εijk
Dimana:
Yijk = Variabel respon yang diukur
µ = Rata-rata sebenarnya
Aj = Efek kadar karet kering ke-j
Bi = Efek dari waktu pemeraman uji ke-i
(AB)ij = Efek interaksi antara taraf ke-i pada faktor B dan taraf ke- j pada
faktor A
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN
Keberhasilan proses depolimerisasi sangat tergantung pada
kestabilan atau kemantapan lateks selama proses depolimerisasi
berlangsung. Selama proses depolimerisasi harus diusahakan agar
aglomerasi partikel karet dapat dicegah. Oleh karena itu sebelum dilakukan
proses depolimerisasi perlu ditambahkan surfaktan sebagai anti koagulan.
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui dosis surfaktan yang
akan ditambahkan kedalam lateks yang akan didepolimerisasi. Pengamatan
penggumpalan lateks depolimerisasi yang diawetkan dengan emal dan
[image:52.612.158.506.377.515.2]emulgen ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengamatan Penggumpalan Lateks dengan Penambahan Emal dan Emulgen
Jenis Surfaktan
Konsentrasi Surfaktan (bsk)
Pengamatan Penggumpalan dan Bentuk Lateks Setelah Depolimerisasi
0,5 menggumpal 1,0 menggumpal 1,5 menggumpal emulgen
2,0 menggumpal
0,5 Tidak menggumpal, pasta
1,0 Tidak menggumpal, cair
1,5 Tidak menggumpal, cair
emal
2,0 Tidak menggumpal, cair
Dari penelitian pendahuluan ini diperoleh hasil bahwa untuk
membuat lateks depolimerisasi hanya dibutuhkan surfaktan emal, sedangkan
surfaktan emulgen tidak diperlukan karena tidak bisa menjaga kestabilan
lateks. Akan tetapi jika lateks depolimerisasi akan diolah lebih lanjut
menjadi karet siklo maka surfaktan emal dan emulgen dapat dikombinasikan
untuk mempertahankan kestabilan lateks. Hal ini sesuai dengan pendapat
Alfa (2005) dan Pertiwi (2005) yang menyatakan bahwa emulgen sesuai
untuk mempertahankan kestabilan lateks pada suasana ekstrim seperti pada
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penambahan surfaktan emulgen
pada konsentrasi 0,5 ; 1 ; 1,5 ; dan 2 tidak dapat mempertahankan kestabilan
lateks yang diberi perlakuan depolimerisasi sehingga lateks depolimerisasi
yang dihasilkan menggumpal. Hal ini mungkin disebabkan karena emulgen
merupakan surfaktan nonionik (tidak bermuatan) sedangkan partikel karet
bermuatan negatif, sehingga emulgen kehilangan sifat aktif permukaannya