• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Ekstrak Kemangi (Ocimmum Bbasilicum forma citratum) Terhadap Perkembangan Larva Lalat Rumah (Musca domestica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Ekstrak Kemangi (Ocimmum Bbasilicum forma citratum) Terhadap Perkembangan Larva Lalat Rumah (Musca domestica)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI

(Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP

PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH

(Musca domestica)

Oleh :

DATTU IFFAH HANIDHAR B04103121

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DATTU IFFAH HANIDHAR. Pengaruh pemberian ekstrak kemangi (Ocimmum basilicum forma citratum) terhadap perkembangan larva lalat rumah (Musca

domestica). Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI dan AGUS

KARDINAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya larvasida kemangi terhadap lalat rumah (Musca domestica). Kemangi disuling dengan menggunakan metode penyulingan kukus. Dalam penelitian ini dilakukan 5 perlakuan (2,5%, 5%, 10%, 20% dan kontrol). Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Minyak atsiri yang dihasilkan melalui penyulingan dicampur dengan aquades hingga mencapai konsentrasi yang diinginkan. Untuk setiap pengulangan digunakan 25 ekor larva lalat rumah instar III awal. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data hasil pengujian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa konsentrasi ekstrak kemangi 20% memberikan hasil yang terbaik. Hal ini diperlihatkan dari jumlah kematian larva tertinggi (83%), kemampuan ekdisis terendah (13%) serta kemampuan eklosi yang juga rendah (37%).

ABSTRACT

(3)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI

(Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP

PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH

(Musca domestica)

Oleh :

DATTU IFFAH HANIDHAR B04103121

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP PERKEMBANGAN

LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica)

Nama : Dattu Iffah Hanidhar NRP : B04103121

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi Ir. Agus Kardinan, MSc, APU

Diketahui, Wakil Dekan FKH IPB

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 13 Januari 1985 dari ayah Junaidi Mochtar dan ibu Tri Retno Pudyastuti (Alm). Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri I Klaten dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat sang Rabb pemilik alam, Allah SWT atas segala karunia berupa nikmat dan rahmat Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum

forma citratum) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERKEMBANGAN

LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica).

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi selaku pembimbing pertama dan Ir. Agus Kardinan, MSc, APU selaku pembimbing kedua untuk semua arahan dan nasihatnya. Dr. drh. Susi Soviana, MSi selaku penguji untuk saran dan nasihatnya. Drh. Pursani Paridjo selaku dosen pembimbing akademik untuk petuah dan kesabarannya. Untuk keluarga tercinta, bapak yang selalu mengajari bagaimana menjadi ”seseorang”, ibu yang tidak sempat berbagi kebahagiaan tapi selalu mendoakan dari jauh, Oki untuk semua cinta dan tawanya, mama Ita untuk dukungan dan doanya . Teman-teman (Ochie, Wiki, Iin, Roemi, Faiq, Ira, Ani Siti, Dewi dan Uliel) untuk persahabatan yang indah. Kiki, teman satu perjuangan penelitian. Pak Opik, Pak Nanang, Pak Heri, Pak Yunus, Pak Dedi (BALITTRO), Mas Sugi, staf lain di laboratorium dan Mas Joko untuk semua bantuannya. Terakhir, teman-teman angkatan 40, terima kasih telah memberiku banyak warna.

Skripsi penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa yang akan datang.

Bogor, Oktober 2007

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN

Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum)... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu... 13

Alat dan Bahan... 13

Pemeliharaan Masal Larva Lalat Rumah (Rearing)... 14

Penyulingan Kemangi... 15

Pengujian... 16

Pengamatan... 18

Analisis Data... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 27

Saran... 27

DAFTAR PUSTAKA... 28

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak

dengan ekstrak kemangi... 19 2. Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah

berkontak dengan ekstrak kemangi... 22 3. Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah

berkontak dengan ekstrak kemangi... 24 4. Rata-rata kematian larva, rata-rata kemampuan ekdisis, rata-rata

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Lalat Musca domestica dewasa... 3

2. Bentuk mata lalat Musca domestica jantan dan betina……… 4

3. Siklus hidup lalat Musca domestica... 7

4. Daun dan semak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum)... 11

5. Struktur bangun eugenol... 12

6. Kandang lalat Musca domestica... 13

7. Media pengembangbiakan larva Musca domestica... 14

8. Daun kemangisegar dan layu... 15

9. Alat penyulingan... 16

10. Media pengujian larva Musca domestica... 16

11. Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi... 19

12. Larva Musca domestica normal dan mati... 21

13. Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi... 23

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil penghitungan mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan

eklosi lalat Musca domestica... 32 2. Analisis dengan uji statistik terhadap mortalitas larva, kemampuan

(11)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI

(Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP

PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH

(Musca domestica)

Oleh :

DATTU IFFAH HANIDHAR B04103121

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

DATTU IFFAH HANIDHAR. Pengaruh pemberian ekstrak kemangi (Ocimmum basilicum forma citratum) terhadap perkembangan larva lalat rumah (Musca

domestica). Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI dan AGUS

KARDINAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya larvasida kemangi terhadap lalat rumah (Musca domestica). Kemangi disuling dengan menggunakan metode penyulingan kukus. Dalam penelitian ini dilakukan 5 perlakuan (2,5%, 5%, 10%, 20% dan kontrol). Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Minyak atsiri yang dihasilkan melalui penyulingan dicampur dengan aquades hingga mencapai konsentrasi yang diinginkan. Untuk setiap pengulangan digunakan 25 ekor larva lalat rumah instar III awal. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data hasil pengujian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa konsentrasi ekstrak kemangi 20% memberikan hasil yang terbaik. Hal ini diperlihatkan dari jumlah kematian larva tertinggi (83%), kemampuan ekdisis terendah (13%) serta kemampuan eklosi yang juga rendah (37%).

ABSTRACT

(13)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI

(Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP

PERKEMBANGAN LARVA LALAT RUMAH

(Musca domestica)

Oleh :

DATTU IFFAH HANIDHAR B04103121

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul : PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum forma citratum) TERHADAP PERKEMBANGAN

LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica)

Nama : Dattu Iffah Hanidhar NRP : B04103121

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi Ir. Agus Kardinan, MSc, APU

Diketahui, Wakil Dekan FKH IPB

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 13 Januari 1985 dari ayah Junaidi Mochtar dan ibu Tri Retno Pudyastuti (Alm). Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri I Klaten dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat sang Rabb pemilik alam, Allah SWT atas segala karunia berupa nikmat dan rahmat Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimmum basilicum

forma citratum) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERKEMBANGAN

LARVA LALAT RUMAH (Musca domestica).

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi selaku pembimbing pertama dan Ir. Agus Kardinan, MSc, APU selaku pembimbing kedua untuk semua arahan dan nasihatnya. Dr. drh. Susi Soviana, MSi selaku penguji untuk saran dan nasihatnya. Drh. Pursani Paridjo selaku dosen pembimbing akademik untuk petuah dan kesabarannya. Untuk keluarga tercinta, bapak yang selalu mengajari bagaimana menjadi ”seseorang”, ibu yang tidak sempat berbagi kebahagiaan tapi selalu mendoakan dari jauh, Oki untuk semua cinta dan tawanya, mama Ita untuk dukungan dan doanya . Teman-teman (Ochie, Wiki, Iin, Roemi, Faiq, Ira, Ani Siti, Dewi dan Uliel) untuk persahabatan yang indah. Kiki, teman satu perjuangan penelitian. Pak Opik, Pak Nanang, Pak Heri, Pak Yunus, Pak Dedi (BALITTRO), Mas Sugi, staf lain di laboratorium dan Mas Joko untuk semua bantuannya. Terakhir, teman-teman angkatan 40, terima kasih telah memberiku banyak warna.

Skripsi penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa yang akan datang.

Bogor, Oktober 2007

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN

Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum)... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu... 13

Alat dan Bahan... 13

Pemeliharaan Masal Larva Lalat Rumah (Rearing)... 14

Penyulingan Kemangi... 15

Pengujian... 16

Pengamatan... 18

Analisis Data... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 27

Saran... 27

DAFTAR PUSTAKA... 28

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak

dengan ekstrak kemangi... 19 2. Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah

berkontak dengan ekstrak kemangi... 22 3. Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah

berkontak dengan ekstrak kemangi... 24 4. Rata-rata kematian larva, rata-rata kemampuan ekdisis, rata-rata

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Lalat Musca domestica dewasa... 3

2. Bentuk mata lalat Musca domestica jantan dan betina……… 4

3. Siklus hidup lalat Musca domestica... 7

4. Daun dan semak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum)... 11

5. Struktur bangun eugenol... 12

6. Kandang lalat Musca domestica... 13

7. Media pengembangbiakan larva Musca domestica... 14

8. Daun kemangisegar dan layu... 15

9. Alat penyulingan... 16

10. Media pengujian larva Musca domestica... 16

11. Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi... 19

12. Larva Musca domestica normal dan mati... 21

13. Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi... 23

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil penghitungan mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan

eklosi lalat Musca domestica... 32 2. Analisis dengan uji statistik terhadap mortalitas larva, kemampuan

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serangga merupakan jenis hewan yang paling banyak populasinya di dunia. Kehadiran serangga dalam tiap dimensi kehidupan manusia bisa mendatangkan manfaat dan keuntungan, namun tidak sedikit pula yang mendatangkan masalah dan kerugian. Kenyamanan hidup manusia sering kali terusik oleh kehadiran serangga-serangga pengganggu misalnya lalat rumah. Lalat ini merupakan serangga yang dapat menimbulkan masalah, yaitu sebagai vektor pembawa penyakit.

Saat ini manusia sudah menemukan cara mengendalikan keberadaan serangga pengganggu tersebut dengan menggunakan insektisida, baik insektisida nabati maupun sintetis (Prijono dan Triwidodo 1993). Sejak tahun 1950 penggunaan insektisida nabati tergeser olah insektisida sintetis. Alasan yang mendasari antara lain insektisida sintetis lebih efektif dan biaya produksinya lebih rendah dibandingkan dengan insektisida alami. Faktor yang lain yaitu insektisida sintetis mudah didapat, praktis pengaplikasiannya, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil insektisida (Kardinan 2002).

Penggunaan insektisida sintesis dapat menimbulkan beberapa efek yaitu resistensi terhadap serangga, resurjensi serangga sasaran, pencemaran lingkungan, residu insektisida dan dapat menekan perkembangan musuh alami hama (Metcalf 1982). Salah satu upaya mengatasi masalah tersebut adalah mencari pengendalian alternatif yang dapat mengendalikan hama secara efektif dan ramah lingkungan. Pengendalian yang dimaksud adalah pengendalian dengan insektisida nabati. Penggunaan insektisida nabati menekan populasi serangga sampai tingkat yang diinginkan, dimana populasi hama tersisa diharapkan dapat ditekan lebih lanjut oleh musuh alami. Selain itu, insektisida nabati mudah terurai dalam lingkungan sehingga tidak menimbulkan bahaya residu yang berat.

(22)

segar dan obat tradisional. Kemangi dapat dengan mudah ditemukan di kebun, ladang, halaman rumah bahkan kadang di pinggir jalan.

Penelitian mengenai kemangi sebagai larvasida lalat belum pernah dilakukan secara spesifik. Ada satu tanaman yang mirip kemangi yaitu selasih yang terbukti mampu sebagai insektisida nabati sebagai repelan nyamuk (Musbiyana 2004).

Tanaman lain yang telah diteliti kemampuannya sebagai insektisida nabati, antara lain daun sirih (Piper bettle, Linn) untuk membunuh larva nyamuk Culex quinquefasciatus (Setyawati 2002), daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb) untuk membunuh pra dewasa nyamuk Aedes aegypti (Tsalies 2004), daun legundi (Vitex negundo) untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti (Andesfha 2004), serbuk biji bengkuang (Pachyrrhizus erosus) sebagai larvasida lalat Musca domestica (Purba 2004) serta daun setebal (Hoya latifolia) sebagai larvasida nyamuk Culex quinquefasciatus (Malahayati 2006).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kemangi (Ocimmum basillicum forma citratum) dalam berbagai konsentrasi terhadap stadium larva, pupa dan imago lalat rumah (Musca domestica).

Hipotesis

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Lalat Rumah (Musca domestica) Klasifikasi

Menurut Soulsby (1986), klasifikasi Musca domestica adalah sebagai berikut :

filum : Arthropoda kelas : Insecta ordo : Diptera sub ordo : Cyclorrhapha superfamili : Calypterae famili : Muscidae genus : Musca

spesies : Musca domestica

Kebanyakan Diptera secara relatif berukuran kecil dan bertubuh lunak (Borror 1992; Levine 1990). Salah satu contoh Diptera yang penting dalam kehidupan manusia adalah Musca domestica. Lalat rumah dapat menjadi vektor dari penyakit demam typhoid, disentri dan anthrax (Triplehorn dan Jhonson 2005).

(24)

Morfologi

Sebagaimana umumnya tubuh insekta lainnya, tubuh Musca domestica

dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, dada (toraks) dan perut (abdomen).

Musca domestica adalah serangga berukuran sedang dengan panjang tubuh 6-7 mm (West 1951; Axtell 1986). Menurut Soulsby (1986), lalat dewasa jantan berukuran 5,8–6,5 mm dan yang betina 6,5–7,5 mm. Lalat jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan. Menurut Axtell (1986), lalat jantan memiliki mata yang bersifat holoptik (kedua mata majemuk berdekatan), sedangkan yang betina bersifat dikoptik (kedua mata majemuk berjauhan).

Gambar 2 Bentuk mata lalat Musca domestica jantan dan betina (Anonim 2007b).

(25)

Morfologi antena Musca domestica sama dengan lalat tipe Musca lainnya, yaitu tipe antena mengalami reduksi dengan ujung distal yang menumpul dan terdiri dari tiga segmen. Segmen antena terakhir merupakan bagian yang paling besar berbentuk silinder atau bulat dan mempunyai rambut yang disebut “arista” (Service 1996). Antena berfungsi sebagai organ sensoris yang penting untuk mendeteksi kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan bau-bauan.

Bagian toraks lalat berwarna abu kekuningan sampai abu gelap, di bagian dorsal toraks terdapat 4 garis longitudinal gelap sejajar dan memanjang ke batas posterior dari skutum (Lapage 1962). Toraks terdiri atas tiga segmen yaitu protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Pada bagian mesotoraks terdapat sepasang sayap yang berfungsi untuk terbang.

Sayap Musca domestica memiliki venasi M1+2 dan venanya melengkung ke distal dan R5 (posterior pertama) yang hampir berdekatan (Soulsby 1986). Sayap merupakan membran yang berbulu dan bersisik halus. Venasi sayap sudah terbentuk sejak lalat dalam pupa, venasi sayap merupakan aliran darah dan udara. Sayap Musca domestica transparan, berwarna kelabu pucat dengan pangkal berwarna kekuningan. Tepat di belakang sayap terdapat sepasang halter (alat keseimbangan ketika terbang) berbentuk seperti alat pemukul (Noble dan Noble 1989).

Pada tiap segmen toraks terdapat sepasang kaki. Tiap pasang kaki terbagi menjadi lima segmen yang sama yaitu koksa, trokhanter, femur, tibia dan tarsus. Lalat dapat melekat pada permukaan karena pada kakinya terdapat sepasang pulvilus yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan kelenjar yang bisa mengeluarkan cairan seperti lem yang lengket. Pulvilus ini terdapat pada ujung tarsus (Axtell 1986; West 1951).

(26)

memiliki 10 buah spirakel yang terdapat di ventral abdomen. Spirakel-spirakel ini dilengkapi dengan ovipositor untuk meletakkan telur di tempat yang sesuai (Soulsby 1986).

Siklus Hidup

Lalat rumah termasuk serangga yang bermetamorfosis sempurna. Siklus hidup lalat rumah terdiri dari tahap pra dewasa dan tahap dewasa. Lalat rumah bersifat ovipar.

Siklus hidup Musca domestica dimulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat rumah bertelur 100–150 butir dengan rata-rata 120 butir setiap kali bertelur (Pierce 1925 dalam West 1951). Lalat berkembang biak pada feses manusia atau hewan atau sampah organik basah tapi biasanya lebih sering ditemukan pada manur kuda (Lapage 1962). Selama hidupnya lalat betina bertelur 4 sampai 6 kali dengan interval waktu sekitar 2 minggu dan tergantung pada faktor lingkungan (West 1951). Panjang telur kurang lebih 1 mm, lebar telur kurang lebih 0,26 mm, berbentuk seperti pisang, berwarna putih krem dan bagian dorsal memiliki dua garis longitudinal (Lapage 1962; Axtell 1986). Suhu memadai diperlukan agar telur dapat berkembang dengan baik. Suhu penetasan dapat berkisar antara 10-42°C. Suhu optimum untuk penetasan telur berkisar antara 15-20°C (West 1951). Telur akan menetas menjadi larva setelah 12-24 jam (Lapage 1962). Larva berwarna putih, berukuran 1-13 mm dan mempunyai 12 segmen yang terdiri atas 1 segmen kepala, 3 segmen toraks dan 8 segmen abdomen (Kettle 1984). Morfologi tubuh larva meruncing di bagian anterior dan melebar di bagian posterior dimana spirakel berada. Tubuh bagian anterior terdapat sepasang kait oral yang terhubung dengan tulang internal cephalo–pharyngeal. Tulang ini tersusun dari kitin yang mengalami pigmentasi gelap (Lapage 1962).

(27)

Perkembangan larva sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu juga berkaitan erat dengan letak kedalaman larva dalam media. Pengaruh panas yang diakibatkan oleh fermentasi media akan menyebabkan larva untuk cenderung turun sampai kedalaman 5-10 cm (West 1951).

Sebelum menjadi pupa, larva tidak makan dan akan bermigrasi ke tempat yang lebih kering dan dingin (Yap dan Chong 1995). Setelah melalui tiga tahap instar dalam stadium larva, kulit larva berubah warna menjadi coklat dan keras menuju bentuk puparium (Lapage 1962). Pupa yang semula berwarna putih lama-kelamaan akan berwarna coklat kehitaman. Pupa terbentuk melalui kontraksi (pemendekan dan pengerasan) setelah itu terbentuk pupa yang silindris, gelap, kutikula mengeras dengan ukuran sekitar 6,3 mm. Stadium pupa hidup pada suhu 25-30°C selama 4-7 hari (West 1951). Menurut Yap dan Chong (1995), pupa lebih suka hidup pada kelembaban rendah dan jika kondisi lingkungan tidak memungkinkan maka masa puparium diperpanjang.

(28)

Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum)

Kemangi dan tanaman sejenisnya, seperti selasih memiliki sejarah yang menarik, tanaman jenis ini menjadi simbol kerajaan di Perancis dan Italia. Selain itu, juga digunakan untuk menyatakan cinta. Bahkan di India, tanaman ini dianggap suci (Adnyana dan Firmansyah 2006). Saat ini kemangi lebih sering digunakan sebagai bumbu dalam masakan dan pengobatan alternatif. Tanaman ini sangat mudah ditemukan dan dibudidayakan (Pitojo 1996).

Kemangi merupakan tanaman semak beraroma khas (Anonim 2006b). Meskipun berbau harum, kemangi tidak ditempatkan di dalam rumah atau berfungsi sebagi tanaman hias. Biasanya, kemangi ditanam secara massal untuk pemenuhan kebutuhan akan sayur jenis ini. Menurut Tarmidi (2004), kemangi hanya dikenal sebagai sayur, lalapan atau penghias makanan.

Menurut Adnyana dan Firmansyah (2006), kemangi tersebar dari daerah tropis Asia, Afrika sampai Amerika tengah dan Amerika selatan. Dari sekian banyak jenis Ocimum tersebut, memang hanya beberapa yang telah menjadi komoditas komersial, di antaranya yaitu jenis Ocimum basilicum, Ocimum sanctum, Ocimum gratisimum, Ocimum americanum, dan beberapa jenis lainnya.

Tanaman kemangi mudah dikenali. Kemangi merupakan sejenis tanaman beraroma dan baunya seperti bau serai. Tanaman ini tidak menuntut syarat tumbuh yang rumit, dapat dikatakan kemangi bisa tumbuh dimana saja asal tanahnya bersifat asam (Tarmidi 2004). Kemangi berbiak melalui biji benih yang dihasilkan bunga dan keratan batang (Anonim 2006b). Menurut Tarmidi (2004) biji diperoleh dari buah kemangi yang masak di batang, ciri biji yang telah matang berwarna hitam dan kering. Tinggi tanaman antara 0,3–0,6 m. Batang muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kecoklatan dan terdapat bulu halus di sepanjang batangnya (Pitojo 1996).

(29)

serupa kelenjar. Daun pelindung elips atau bulat telur, panjang antara 0,5-1 cm (Pitojo 1996).

Kelopak bunga hijau, berambut, di sebelah dalam lebih rapat dan bergigi tak beraturan. Bunga semu terdiri dari 1-6 karangan bunga, berkumpul menjadi tandan, terletak di bagian ujung batang, cabang atau ranting tanaman, panjang karangan bunga mencapai 25 cm dengan 20 kelopak bunga. Daun mahkota berwarna putih, berbibir 2. Bibir atas bertaju 4, bibir bawah utuh. Tangkai kepala putik ungu sedangkan tangkai kepala sari dan tepung sari berwarna putih. Tangkai dan kelopak buah letaknya tegak, melekat pada sumbu dari karangan bunga. Biji buah kemangi kecil, keras, berwarna hijau keputihan. Secara keseluruhan tandan bunga dan buah tampak hijau keputihan dan tidak mencolok (Pitojo 1996). Bunganya termasuk jenis hemafrodit dan berbau sedikit wangi (Anonim 2006b).

Tanaman kemangi menurut ilmu tumbuh-tumbuhan termasuk dalam sistematika sebagai berikut (Pitojo 1996)

divisio : Spermatophyta sub divisio : Angiospermae kelas : Dicotyledonae ordo : Amaranthaceae famili : Labiatae

genus : Ocimum

spesies : Ocimum basilicum forma citratum

(30)

lain adalah akar wangi, cendana, jahe, kayu putih, kenanga, nilam, pala dan sereh wangi (Lutony dan Rahmayati 1994).

Senyawa penyusun minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman kemangi terdiri dari α-pinene, β-pinene, ocimene, δ-3-carene, linalool, linalyl acetate, α -terpineol, methyl clavicol, benzyl acetate, phenyl ethyl alkohol, nerolidol, farnesol, geranyl acetate, eugenol, isoeugenol, 1,8-sineol, kamfor, linalool, geraniol, citral eugenol, methyl cinamate, methyl eugenol, β-bisabolen dan β -kariopilen (Sait 1983; Adnyana dan Firmansyah 2006). Minyak atsiri mengandung campuran dari bahan hayati termasuk di dalamnya aldehid, alkohol ester, keton dan terpen. Biji kemangi mengandung zat kimia saponin, flavonoid dan polifenol. Minyak atsiri banyak terdapat pada daun yang masih muda (Pitojo 1996). Zat bioaktif dalam minyak kemangi yang berfungsi sebagai larvasida adalah eugenol dan methyl calvicol (Adnyana dan Firmansyah 2006). Volume minyak kemangi yang dapat diperoleh dari proses penyulingan kira-kira 0,17 % dari tanaman segarnya (Sait 1983).

Kemangi sebagai obat tradisional, biasanya digunakan untuk menurunkan demam, menghilangkan sakit kepala, menyembuhkan batuk, obat rematik (luar), bengkak (luar), gangguan ginjal, pelancar haid, pelancar ASI, dan pelembut kulit (Anonim 2006a) bahkan jusnya bisa diminum untuk penderita asma (Anonim 2006b).

(31)

Gambar 4 Daun dan semak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) (Anonim 2006b).

Eugenol merupakan salah satu senyawa bioaktif dalam kemangi yang bekerja sebagai larvasida. Menurut Hadiwijaya (1983), zat ini termasuk golongan fenol yang berperan aktif sebagai anti mikroba. Fenol atau asam karbolat digunakan sebagai antiseptik di rumah sakit tapi penggunannya digantikan karena fenol mudah terhisap melalui kulit, menyebabkan cacat bakar dan amat beracun (Wilbraham dan Matta 1992). Banyak jenis fenol yang terbentuk secara alami, baik pada tanaman dan hewan (Carey 1992). Salah satu contoh fenol yang diproduksi tanaman adalah eugenol. Eugenol disebut juga 2 methoxy-4-(2-propenyl) phenol, asam eugenik, 4 alyl-2-methoxyphenol dengan rumus kimia C10H12O2 dan berat molekul 164,20. Eugenol berwarna kuning pucat, larut dalam

(32)

Gambar 5 Struktur bangun eugenol (Anonim 2007a)

(33)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penyulingan dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Cimanggu Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Mei 2007

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : minyak kemangi dengan konsentrasi awal dianggap 100%, sekam, pakan ayam, susu bubuk, gula pasir, aquades, pengemulsi. Penelitian ini menggunakan hewan uji yaitu larva lalat rumah (Musca domestica) instar III awal.

Alat yang digunakan adalah kandang (kurungan) lalat berukuran 40x40x40 cm3 dengan kerangka dari kayu, berdinding kain kasa di keempat sisinya, mangkok plastik, gelas plastik, kapas, nampan, pinset, pipet, kain kasa sebagai penutup gelas, timbangan, gelas ukur dan sendok plastik.

(34)

Pemeliharaan Larva Lalat Rumah (Rearing)

Pada penelitian ini digunakan biakan larva Musca domestica instar III awal. Lalat dewasa diperoleh dari koloni yang telah dipelihara dan beradaptasi di Insektori Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet FKH, IPB. Lalat dewasa dikembangbiakkan di kandang lalat. Di dalam kandang diletakkan mangkok plastik berisi media biakan dengan perbandingan antara pakan ayam dan sekam 3 : 1 kemudian diberi air secukupnya hingga terlihat cukup lembab. Kondisi media tergantung terhadap cuaca, ketika cuaca hujan media diupayakan lembab tapi ketika cuaca kering maka media diusahakan basah. Setelah semuanya dicampur kemudian diaduk hingga merata. Media ini berfungsi sebagai tempat bertelur bagi lalat betina.

Di dalam kandang juga disediakan susu bubuk atau air gula 10% dalam gelas plastik sebagai sumber karbohidrat untuk lalat. Air gula ini harus diganti setiap dua hari sekali agar tidak basi. Setelah telur dalam media biakan menetas menjadi larva, larva kemudian dipindahkan ke dalam nampan berukuran 30x20x5 cm3 yang berisi pelet ayam kering, yang berfungsi sebagai nutrisi tambahan bagi larva. Jika jumlah larva terlalu banyak maka sebagian harus dipindahkan ke nampan baru agar tidak terjadi kompetisi makanan dan oksigen. Pemberian pakan dilakukan selama periode larva. Larva ditunggu kira-kira 4-5 hari hingga menjadi instar III. Dari hasil pemeliharaan inilah didapat persediaan larva instar III awal untuk pengujian.

(35)

Penyulingan Kemangi

Bagian kemangi yang digunakan untuk penyulingan adalah daunnya. Daun kemangi dilayukan kurang lebih selama 24 jam untuk mengurangi kadar airnya. Selanjutnya daun kemangi disuling untuk memperoleh minyaknya. Alat penyuling berupa kukusan yang berisi air yang dilengkapi dengan saluran tabung penyuling dengan bagian ujungnya berupa kran yang tertutup. Kukusan ini diletakkan di atas bunsen yang telah dinyalakan. Daun kemangi yang telah dilayukan dimasukkan dalam kukusan, kemudan kukusan ditutup rapat-rapat, agar uap daun kemangi hanya keluar melalui saluran tabung penyuling, sementara bunsen dinyalakan dengan api kecil.

Selama proses pemanasan ini, daun kemangi yang dikukus berubah menjadi uap air dan minyak, keduanya akan dikeluarkan melalui saluran tabung penyuling dan nantinya akan menetes kembali ke saluran tabung penyuling bagian akhir, yang berupa kran tertutup. Air akan selalu berada di bawah minyak karena berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis minyak. Air yang berada di bawah minyak harus dibuang terlebih dahulu sehingga minyak dapat dikeluarkan. Setelah air yang berada di bawah minyak dikeluarkan dengan tuntas maka minyak yang keluar bisa segera ditampung dalam wadah dan minyak siap digunakan untuk pengujian. Konsentrasi minyak kemangi dianggap 100%.

A. B.

(36)

Gambar 9 Alat penyulingan.

Pengujian

Pengujian dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap. Penelitian ini menggunakan larva lalat rumah (Musca domestica) instar III awal. Larutan penguji yang digunakan sebagai larvasida adalah ekstrak tanaman kemangi.

Pengujian dilakukan dengan menyediakan gelas berjumlah 20 buah yang berisi media biakan seberat 10 gram. Media diperoleh dari campuran pakan ayam dan sekam yang telah diaduk rata kemudian ditimbang sebanyak 10 gr. Dalam penelitian dilakukan 5 perlakuan, yaitu pemberian minyak kemangi dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20% dan kontrol. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak empat kali.

(37)

Konsentrasi perlakuan diperoleh dengan mencampurkan minyak kemangi yang dianggap 100% dengan pengencer berupa aquades. Di setiap gelas plastik ditetesi pengemulsi sebanyak 0,1 ml. Pencampuran ini menggunakan rumus :

C1 . V1 = C2 . V2

Keterangan

C1 = Konsentrasi ekstrak awal C2 = Konsentrasi yang diinginkan V1 = Volume yang dicari

V2 = Volume yang diinginkan

Volume yang diinginkan untuk setiap gelas pengujian adalah 6 ml dengan konsentrasi awal dianggap 100%.

Berikut perhitungannya :

No. Konsentrasi (%) Minyak kemangi yang digunakan

(38)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan cara :

1. Menghitung jumlah larva yang mati (mortalitas larva) setelah 4 hari terpapar ekstrak kemangi

2. Jumlah pupa yang terbentuk dari larva setelah 4 hari

3. Jumlah pupa yang mengalami eklosi setelah 3 hari dari masa pupa.

Analisis Data

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan pengaruh kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) terhadap lalat rumah (Musca domestica) disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai berikut :

Tabel 1 Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P<0,05

Gambar 11 Rata-rata kematian larva Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi.

Tabel 1 dan Gambar 11 menunjukkan rata-rata jumlah kematian larva

Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi. Secara statistik, konsentrasi kemangi 10% dan konsentrasi 2,5% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini berarti kemampuan larvasida minyak kemangi dengan konsentrasi

(40)

2,5% dan 10% tidak terlalu baik karena mortalitas yang ditimbulkan tidak berbeda dengan kontrol. Mortalitas larva pada konsentrasi 2,5% dan 10% berturut adalah 7% dan 11%

Konsentrasi kemangi 5% jika dibandingkan konsentrasi 2,5% dan 10% dapat dikatakan memiliki kemampuan larvasida yang lebih baik karena secara statistik mortalitas larva Musca domestica pada konsentrasi 5% berbeda nyata dengan kontrol. Meskipun demikian, konsentrasi 5% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 10%. Hal ini dapat terlihat pada grafik bahwa kematian larva yang ditimbulkan oleh kedua konsentrasi tidak terlalu berbeda. Kematian larva pada konsentrasi 10% lebih kecil dibandingkan konsentrasi 5% sehingga pergerakan grafik terlihat menurun. Hal ini dikarenakan terjadi kesalahan tekhnis ketika pencampuran minyak kemangi dengan pelarut aquades. Minyak kemangi memiliki BJ yang lebih tinggi dibanding aquades sehingga cenderung mengendap ketika diaduk. Ada kemungkinan pada konsentrasi 10%, kadar minyak kemangi yang diujikan tidak merata pada saat pencampuran.

Konsentrasi kemangi 20% berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi lainnya dan juga kontrol. Konsentrasi kemangi 20% menyebabkan kematian sebanyak 83%. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi 20% memiliki kemampuan larvasida terbaik dibanding konsentrasi yang lain. Hasil ini jika dibandingkan dengan jumlah kematian wereng coklat (Nilaparvata lugens) akibat paparan ekstrak biji Ocimum basilicum (Soemawinata dan Prijono 1993), terlihat sangat menyolok. Pada penelitian yang dilakukan oleh Soemawinata dan Prijono (1993), konsentrasi 1,5% telah menyebabkan kematian lebih dari 50% wereng coklat (Nilaparvata lugens). Tanaman yang digunakan sama yaitu kemangi tapi hasil yang diperoleh berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena serangga yang diujikan berbeda. Diduga wereng coklat (Nilaparvata lugens) lebih peka terhadap ekstrak biji kemangi dibanding larva Musca domestica.

Penelitian lain mengenai tanaman yang mampu berfungsi sebagai insektisida nabati adalah pengaruh selasih sebagai repelan nyamuk Aedes aegypti. Konsentrasi selasih 2,5% memberikan daya proteksi terbaik terhadap nyamuk

(41)

ekstrak kemangi sangat menyolok. Selasih (Ocimum basilicum L.) merupakan tanaman satu spesies dengan kemangi tapi beda varietas. Kedua tanaman ini hampir sama tapi memberikan hasil yang berbeda. Hal ini kemungkinan dikarenakan kandungan zat bioaktif pada selasih yang berperan sebagai insektisida nabati lebih tinggi dibanding kemangi.

Senyawa bioaktif (senyawa yang bertanggung jawab dalam menghasilkan efek) larvasida dari kemangi adalah eugenol dan methyl clavicol (Adnyana dan Firmansyah 2006). Senyawa bioaktif ini merupakan senyawa penyusun minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman kemangi. Menurut Guenther (1995), beberapa senyawa minyak atsiri bersifat toksik bagi serangga karena dapat menyebabkan depresi saraf otot, paralisis dan kematian. Kematian terjadi karena minyak atsiri mengganggu sistem pernafasan serangga.

Hasil yang diperoleh setelah 4 hari pemaparan minyak kemangi terhadap larva memperlihatkan bahwa tubuh larva seperti terbakar. Warna tubuh larva menjadi coklat kehitaman, kaku dan kering. Larva yang terkena kemangi tidak dapat dikenali dengan jelas karena bentuknya sangat jauh berbeda dengan larva normal.

A. B.

(42)

Minyak kemangi berfungsi sebagai larvasida dengan cara kerja sebagai racun kontak (contact poison) melalui permukaan tubuh larva karena fenol (eugenol) mudah terhisap melalui kulit (Wilbraham dan Matta 1992). Menurut Prasojo (1984), racun kontak akan meresap ke dalam tubuh binatang lewat kulit luar dan binatang akan mati bila tersentuh kulit luarnya. Racun kontak akan masuk dalam tubuh larva melalui kutikula sehingga apabila insektisida terkena langsung pada kulit maka sedikit demi sedikit molekul insektisida akan masuk ke dalam tubuh larva. Seiring dengan bertambahnya waktu maka akumulasi dari insektisida yang masuk ke tubuh larva dapat menyebabkan kematian (Wudianto 1998). Fenol dapat menyebabkan cacat bakar dan amat beracun (Wilbraham dan Matta 1992). Eugenol menyebabkan alergi jika terpapar pada kulit. Eugenol dosis tinggi bahkan dapat mengakibatkan efek seperti terbakar (Anonim 2006c). Hal ini yang mengakibatkan kematian larva dan bentuk fisik larva terlihat seperti terbakar.

Eugenol juga bekerja pada sistem syaraf. Eugenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus alkohol sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem syaraf (Hart 1990). Diduga zat ini mempengaruhi sistem syaraf larva walaupun tidak dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Tabel 2 Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi

Ulangan

(43)

Gambar 13 Rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi.

Tabel 2 dan Gambar 13 menunjukkan rata-rata pupa Musca domestica yang tebentuk (ekdisis) setelah berkontak dengan ekstrak kemangi. Waktu pengamatan untuk menghitung jumlah pupa yaitu 4 hari. Secara statistik konsentrasi kemangi 2,5% dan 10% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Jumlah larva yang mengalami ekdisis (perubahan larva menjadi pupa) pada konsentrasi kemangi 2,5% dan 10% tidak berbeda dengan kontrol.

Konsentrasi kemangi 2,5% dan 10% juga tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 5% tapi konsentrasi kemangi 5% berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini berarti jumlah larva yang ekdisis pada konsentrasi 2,5% dan 10% tidak berbeda jauh dengan kontrol dan hampir mendekati jumlah larva yang ekdisis pada konsentrasi 5%.

Konsentrasi 20% berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi yang lain juga kontrol. Kemampuan ekdisis larva pada konsentrasi 20% sangat rendah dibanding ketiga konsentrasi yang lain dan kontrol. Berturut-turut rata-rata kemampuan ekdisis lalat Musca domestica dari konsentrasi 2,5%, 5%, 10% dan 20 % adalah 93%, 74%, 89% dan 13%. Jumlah pupa yang terbentuk berbanding terbalik dengan jumlah kematian larva, semakin banyak larva yang mati maka jumlah pupa semakin sedikit.

Zat bioaktif dalam minyak kemangi yang dapat berfungsi sebagai larvasida selain eugenol adalah methyl clavicol. Methyl clavicol termasuk kelompok ether

(44)

(Lowry 2006). Menurut Wilbraham dan Matta (1992), methyl clavicol juga memiliki efek anastetikum. Seperti halnya contoh kelompok ether yang lain, diduga methyl clavicol bekerja mengganggu kerja susunan syaraf larva. Ether juga dapat mengiritasi saluran pernafasan (Brown 1976).

Semakin tinggi ekstrak kemangi yang digunakan maka semakin tinggi zat bioaktif di dalam kemangi yang bekerja mempengaruhi proses ekdisis larva

Musca domestica. Dari hasil penelitian ini pada konsentrasi kemangi 20% terlihat kemampuan ekdisis larva sangat rendah (hanya 13%) dibanding konsentrasi kemangi yang lain.

Tabel 3 Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi

Ulangan

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P<0,05

Gambar 14 Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica setelah berkontak dengan ekstrak kemangi.

(45)

Tabel 3 dan Gambar 14 menunjukkan jumlah eklosi (perubahan pupa menjadi lalat) lalat Musca domestica setelah berkontak dengan minyak kemangi. Penghitungan jumlah lalat dilakukan setelah pupa mengalami eklosi. Rata-rata kemampuan eklosi lalat Musca domestica dari konsentrasi kemangi 2,5%, 5%, 10% dan 20% adalah 84%, 88%, 90% dan 37%. Secara statistik konsentrasi kemangi 2,5%, 5% dan 10% saling tidak berbeda nyata. Ketiga konsentrasi ini juga tidak berbeda nyata terhadap kontrol.

Konsentrasi kemangi 20% berbeda nyata dengan konsentrasi yang lain dan kontrol. Kemampuan eklosi lalat rumah pada konsentrasi 20% sangat rendah. Kemampuan eklosi berbanding lurus terhadap kemampuan ekdisis. Semakin sedikit pupa yang terbentuk maka lalat yang muncul juga semakin sedikit dan sebaliknya.

(46)

Secara umum hasil pengamatan terhadap mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan kemampuan eklosi lalat rumah (Musca domestica) setelah berkontak dengan minyak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4 Pengaruh Ekstrak Kemangi (Ocimum basilicum forma citratum back) terhadap Perkembangan Lalat Rumah (Musca domestica)

Perlakuan Kematian Larva Kemampuan ekdisis

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Kematian larva Musca domestica terbanyak, kemampuan ekdisis lalat

Musca domestica terendah, kemampuan eklosi lalat Musca domestica

terendah dihasilkan pada konsentrasi ekstrak kemangi 20%

2. Ekstrak kemangi konsentrasi 20% memberikan hasil terbaik sebagai larvasida lalat Musca domestica

SARAN

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana IK, Firmansyah A. 2006. Kemangi vs Selasih. http://www.pikiran-rakyat.com [12 September 2006].

Aminah NS. 1995. Evaluasi Tiga Jenis Tumbuhan Sebagai Insektisida dan Repelan Terhadap Nyamuk di Laboratorium [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Andeshfa E. 2004. Pengaruh Juvenil Hormon dari Ekstrak Daun Legundi (Vitex negundo) Terhadap Perkembangan Pra Dewasa Nyamuk Aedes aegypti.L

[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2002. Anise Seed. http://www.netriceuticals.org [16 September 2006]. Anonim. 2006a. http://www.idionline.org [16 September 2006].

Anonim. 2006b. Kemangi. http://melur.com/myherba [19 September 2006]. Anonim. 2006c. Clove (Eugenia aromatica dan Clove Oil (Eugenol).

http://www.medlineplusherbsandsuplement.com [28 Juli 2007]. Anonim. 2007a. Eugenol. http://www.wikipedia.org/Eugenol [28 Juli 2007]. Anonim.2007b.Head.http://www.flycontrol.novartis.com/species/housefly/en/

adult_ head.shtml [10 September 2007].

Axtell RC. 1970. Integrated-fly control program caged-poultry houses.Journal of Economic Entomology 63 : 400-405.http://creatures.ifas.ufl.edu/urban/flies /house_ fly [1 Agustus 2007].

Borror DJ, Triplehorn CA, Jhonson F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Partosoejono S, Mukayat DB, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : An Introduction to The Study Insects

Brown WH. 1976. Introduction to Organic and Biochemistry. Ed ke-2. Massachusetts: Willard Grant Press.

Carey FA. 1992. Organic Chemistry. Ed ke-2. New York: McGraw Hill Inc. Guenther FA, Blind RC. 1995. Analysis of Insecticides and Acaricides. London:

Interscience Publisher Inc.

(49)

Hart H. 1990. Kimia Organik. Suminar, penerjemah; Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.

Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Kettle DS. 1984. Medical and Veterinary Entomology. London: Croom Helm. Lapage G. 1962. Monnig’s Veterinary Helminthology & Entomology. Ed ke-5.

London: Baillere, Tindall & Cox.

Levine ND. 1990. Parasitologi Veteriner. Ashadi G,penerjemah; Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Terjemahan dari : Veterinary Parasitology

Lutony LT, Rahmayati Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya.

Lowry R. 2007. Antimicrobia Packaging.http://www.profitthroughinnovation.com [28 Juli 2007].

Malahayati K. 2006. Efek Ekstra Daun Setebal (Hoya latifolia) Terhadap Perkembangan Pra Dewasa Nyamuk Culex quinquefasciatus [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Metcalf RL. 1982. Insecticide in Pest management Introduction to Insect Pest Management. New York: Jhon Willen and Sons.

Musbiyana S. 2004. Pengaruh Daun Selasih Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk Aedes aegypti [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Nurdjanah N, Yuliani S, Yanti L. 1997. Pengolahan dan Diversifikasi Hasil Cengkeh. Monografi Tanaman Cengkeh Ke-2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balittro. Bogor.

Noble ER, Noble GA. 1992. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan. Ed ke-3. Wardiarto, penerjemah: Soeripto N, editor; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Parasitology : The Biology of Animal Parasites.

(50)

Pitojo S. 1996. Kemangi dan Selasih. Ungaran: Trubus Agriwidya.

Prasodjo BJ. 1984. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Prijono D, Triwidodo H. 1993. Pemanfaatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani

dalam Proceding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan

Pestisida Nabati. Balittro. Bogor 1-2 Desember 1993. Bogor.

Purba DM. 2004. Pengaruh Serbuk Biji Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) Terhadap Perkembangan Stadia Pra Dewasa Lalat Rumah (Musca

domestica) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Ratnasari D. 2002. Pengaruh Penggunaan Minyak Cengkeh terhadap Ikan Klon (Amphiprion peercula) dan Anemon Piring (Heteractis magnifica) Sebagai

Alternatif Pengganti Potasium Sianida [Skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rutz DA, Kaufman PE. 2006. House Fly Larvae. http

//www.entomology.cornell.edu /.../maggot1600.jpg [18 September 2007]. Sait S. 1983. Minyak Surawung. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor. Service MW. 1996. Medical Entomology. London: Chapmann and Hall.

Setyawati D. 2002. Studi Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper bettle Linn) dalam Pelarut Aquades, Etanol dan Metanol Terhadap Perkembangan Larva

Nyamuk Culex quinquefasciatus [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Simon JE, Quinn J, Murray RG. 1990. Basil : A Source of Essential Oils. In : J. Janick and J. E. Simon (Eds). Advances in New Crops. Portland: Timber Press.

Soemawinata RAT, Prijono D. 1993. Peranan Senyawa Bioaktif dari Biji Kemangi terhadap Perilaku dan Perkembangan Spodoptera litura

(Lepidoptera : Noctuidae) dan Nilaparvata lugens (Homoptera :

Delphacidae) [Laporan Penelitian]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

(51)

Soulsby EJL. 1986. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. Ed ke-9. London: Bailliere, Tindall and Cassel.

Steelman CD. 2007. AdultHouseFly. http://www.entomology.uark.edu /faculty/Steelmanimages/HouseFlyAdult.JPG [20 Oktober 2007]

Tarmidi A. 2004. Kemangi. http://www.iptek.net.id [4 September 2007].

Triplehorn CA, Jhonson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to The Study Insects. Ed ke-7. California: Thomson Brooks/Coleman.

Tsalies C. Pengaruh Juvenil Hormon yang berasal dari Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb) Terhadap Perkembangan Stadia Pra

Dewasa Nyamuk Aedes aegypti.L. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Urquhart GM, Armour J, Duncan AM, Jennings FW. 1987. Veterinary Parasitology. London: Longman Scientific and Technical.

Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. Hongkong: The Macmillan Press LTD.

Voight CE. 2001. Fabulous French Tarragon. http://www. extension.uiuc.edu [4 September 2007].

Watson DW, Waldron JK, Rutz DA. 1994. Integrated Management of Flies Around Dairy and Livestock Barns. http://www.nysipm.cornell.edu/ fastsheet/dairy/barnflies/fly_cycle.gif [10 September 2007].

West SL. 1951. The House Fly. Its Natural History, Medical Importance and Control. New York: Comstok Publishing Company.

Wilbraham AC, Matta MS. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Suminar A, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari : Introduction to Organic and Biological Chemistry.

Wudianto R. 1998. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Yap HH, Chong NL. 1995. Biology and Control of Household Pest (Vector

(52)
(53)

Lampiran 1.

Hasil penghitungan mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan eklosi lalat Musca domestica

(54)

Lampiran 2.

Analisis dengan uji statistik terhadap mortalitas larva, kemampuan ekdisis dan eklosi lalat Musca domestica

Hasil analisis covarian (ANOVA) Rancangan Acak Lengkap 1 faktor untuk 4 ulangan

MORTALITAS

Sumber

keragaman JK db KT Fhitung P-value F tabel

Perlakuan 18036.8 4 4509.2 33.7515

2.45E-07 3.055568

Sisa 2004 15 133.6

Total 20040.8 19

Keterangan: Fhitung>Ftabel berarti perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap mortalitas larva.

Uji lanjut Duncan

Mortalitas larva

Duncan

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

(55)

JUMLAH PUPA

Sumber

keragaman JK db KT Fhitung P-value F tabel

Perlakuan 19724.8 4 4931.2 33.02143

2.83E-07 3.055568

Sisa 2240 15 149.3333

Total 21964.8 19

Keterangan: Fhitung>Ftabel berarti perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah pupa.

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

JUMLAH LALAT HIDUP

Sumber

keragaman JK db KT Fhitung P-value F tabel

Perlakuan 8401.755 4 2100.439 4.599625 0.012676 3.055568

Sisa 6849.8146 15 456.6543

Total 15251.57 19

Keterangan: Fhitung>Ftabel berarti perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah lalat hidup.

Lalat Hidup

Gambar

Gambar 1  Lalat Musca domestica dewasa (Steelman 2007).
Gambar 2  Bentuk mata lalat Musca domestica jantan dan betina (Anonim 2007b).
Gambar  3 Siklus hidup lalat Musca domestica (Watson, Waldron dan Rutz 1994).
Gambar 4  Daun dan semak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2 Persentase rata-rata peningkatan lalat rumah (Musca domestica) dewasa dibandingkan dengan kontrol negatif (KN) pada feses dari ayam yang diberi pakan serbuk kunyit

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kemangi hutan ( Ocimum sanctum ) efektif sebagai larvasida terhadap larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti... Kemangi

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada Actinomycetes dari lalat rumah (Musca domestica) yang berpotensi sebagai antibiotik terhadap bakteri

STADIA PRADEWASA LALAT RUMAH Musca dolrtestica (LIh%TAEUS). (DIPTERA :

2 Daya tetas telur lalat rumah pada berbagai suhu 6 3 Daya tahan hidup larva lalat rumah pada berbagai suhu 7 4 Daya tahan hidup pupa lalat rumah pada berbagai suhu 8 5 Daya

2 Daya tetas telur lalat rumah pada berbagai suhu 6 3 Daya tahan hidup larva lalat rumah pada berbagai suhu 7 4 Daya tahan hidup pupa lalat rumah pada berbagai suhu 8 5

Berdasarkan hasil penelitian efektifitas atraktan sampah organik, ikan, dan tempe pada fly trap terhadap jumlah lalat rumah (Musca domestica) yang tertangkap di

Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui kemampuan ekstrak bunga kamboja (plumeria alba) sebagai bioinsektisida terhadap kematian lalat rumah (Musca domestica) dan