ABSTRAK
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum santum) TERHADAP KEMATIAN LARVA INSTAR III Aedes aegypti
Oleh Ismalia Husna
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan khususnya di negara-negara yang memiliki iklim tropis, termasuk Indonesia. Pemberantasan Aedes aegypti sebagai salah satu vektor penyakit DBD dapat dilakukan terhadap larvanya dengan penggunaan larvasida. Salah satu larvasida dapat dibuat dari daun kemangi hutan (Ocimum sanctum). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak yang paling efektif dalam membunuh larva instar III Aedes aegypti, mengetahui nilai LC50 dan LC90, serta
mengetahui nilai LT50 dan LT90 dari ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum
sanctum). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktorial, dimana faktor pertama adalah ekstrak daun kemangi hutan dengan 5 taraf konsentrasi yaitu 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5%, dan 0% sebagai kontrol, sedangkan faktor kedua adalah waktu pengamatan yang dimulai setelah terjadinya kematian pada larva uji. Pengamatan dilakukan hingga menit ke-4320 atau 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh ekstrak daun kemangi hutan terhadap kematian larva instar III Aedes aegypti, dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif membunuh larva uji adalah 1,5%. Nilai LC50 dari penelitian ini
adalah 0,97%, sedangkan untuk nilai LC90 adalah 1,42%. Nilai LT50 dan LT90 dari
penelitian ini masing-masing adalah 5,71 jam atau 342,31 menit dan 17,02 jam atau 1021,22 menit. Kesimpulan dari penelitian ini, ekstrak daun kemangi hutan mempengaruhi kematian larva instar III Aedes aegypti, dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif yaitu konsentrasi 1,5%.
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum sanctum) TERHADAP KEMATIAN LARVA INSTAR III Aedes aegypti
(Skripsi)
Oleh
ISMALIA HUSNA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Nopember 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak M. Ikhsan dan Ibu
Dra. Marhamah, M. Kes.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Aisiyah Bandar Lampung diselesaikan tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Kautsar Bandar Lampung dari tahun 1998-2003, kemudian di SD Muhammadiyah I Bandar Lampung dari tahun 2003-2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MtsN1 Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN I (MODEL) Bandar Lampung pada tahun 2010.
Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Unila melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Umum dan praktikum Parasitologi, serta menjadi anggota bidang humas di Organisasi
Pada tahun 2011, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari Unila. Kemudian pada tahun 2012, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Unila dan pada tahun 2013 penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan a&a Rachmat Jakarta.
Pada tahun 2013, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukorahayu, Labuhan Maringgai, Lampung Timur dan di tahun yang sama penulis melakukan Kerja Praktek di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga, Jawa Tengah dan
menyelesaikan laporan kerja praktik dengan judul “Kemampuan Predasi
Mesocyclops aspericornis Jantan Terhadap Larva Aedes aegypti di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Tolong-menolonglah kamu dalam
kebaikan dan taqwa, dan janganlah
kamu tolong-menolong dalam dosa dan
Persembahan sederhana untuk Ayah dan Ibu
tercinta yang selalu memberikan segalanya
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Efektivitas Ekstrak Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) Terhadap Kematian Larva Instar III Aedes aegypti” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Biologi di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Suharso, Ph. D., selaku Dekan FMIPA Universitas Lampung 2. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung.
3. Dra. Endah Setyaningrum, M. Biomed selaku Pembimbing I yang telah membimbing, memberi masukan, dan saran pada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Dra. Tundjung T. Handayani, M.S., selaku Pembimbing II yang telah membimbing, memberi masukan, dan saran pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Dr. G. Nugroho Susanto, M. Sc., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi yang juga memberikan masukan dan saran pada penulis dalam
6. Ibu Dra. Ellyzarti, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik.
7. Bapak dan Ibu Dosen dan karyawan Jurusan Biologi FMIPA Unila. 8. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberikan semangat, nasihat,
perhatian, dan senantiasa mendoakan penulis.
9. Adikku tersayang M. Adnan Zaki yang selalu memberikan semangat serta keceriaan pada penulis.
10.Odang Im, M. Ridwan, dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan serta semangat pada penulis.
11.Sahabat-sahabat tersayang biologi 2010, Anggia Putri Saraswati, Arinjani Dwi Harjanti, Dewi Chusniasih, Meita Mahardianti, Rika Erviana, Rodi Astuti, Septina Maulida, dan Yunita Lestari atas segala dukungan, kebersamaan, bantuan, dan canda tawa yang diberikan selama penulis selama ini.
12.Teman-teman seangkatan biologi 2010, kakak-kakak tingkat 2007-2009, adik-adik 2011-2013 atas dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 13.Teman seperjuangan, Anggia Putri Saraswati atas bantuan, motivasi, dan
canda tawa yang telah diberikan kepada penulis.
14.Teman-teman KKN Desa Sukorahayu, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Agustia Indriani, Desi Aryani, Putri Sari Dewi, Sigit Pamungkas, Hartanto Tantriawan, Ari Wibowo, Rizky Yuliansyah, Ade Setiawan, dan Mita Rusmiati.
berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 28 Mei 2014 Penulis,
i
B. Tujuan Penelitian ... 4
C. Manfaat Penelitian ... 5
D. Kerangka Pikir ... 5
E. Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 8
1. Klasifikasi ... 8
2. Morfologi ... 8
3. Kandungan Kimia Daun Kemangi Hutan... 10
B. Aedes aegypti ... 13
3. Perilaku dan Siklus Hidup ... 18
C. Macam-Macam Pengendalian ... 20
1. Pengendalian Vektor ... 20
2. Insektisida ... 22
III.METODE PENELITIAN ... 26
A. Waktu dan Tempat ... 26
C. Rancangan Penelitian ... ...27
D. Prosedur penelitian ... 28
1. Penyediaan Bahan Uji ... 28
2. Pembuatan Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 28
3. Pengujian Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 29
4. Teknik Pengumpulan Data ... 30
5. Analisa Data ... 30
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Hasil ... 31
1. Uji Efektivitas ... 31
2. Lethal Concentration 50% (LC50) dan 90% (LC90) ... 34
3. Lethal Time 50% (LT50) dan 90% (LT90) ... 35
B. Pembahasan ... 36
1. Uji Efektivitas ... 36
2. Lethal Concentration 50% (LC50) dan 90% (LC90) ... 40
3. Lethal Time 50% (LT50) dan 90% (LT90) ... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
1. Kesimpulan ... 43
2. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Pestisida Alami ... 25 Tabel 2. Jumlah Ekstrak Daun Kemangi Hutan yang Dibutuhkan ... 29 Tabel 3. Persentase Rata-rata Kematian Larva Aedes aegypti pada Berbagai
Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 32 Tabel 4. Hasil Analisis Uji ANOVA ... 33 Tabel 5. Rata-rata Jumlah Kematian Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Diberi
Ekstrak Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 33 Tabel 6. Nilai LC50 dan LC90 Larva Instar III Aedes aegypti pada Berbagai Waktu
Pengamatan ... 34 Tabel 7. Nilai LT50 dan LT90 Kematian Larva Instar III Aedes aegypti pada
Berbagai Konsentrasi ... 35 Tabel 8. Jumlah Kematian Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Diberi Ekstrak
Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 50 Tabel 9. Uji BNT Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Diberi Ekstrak
Daun Kemangi Hutan dengan Konsentrasi 0,3% s/d 1,5% ... 53 Tabel 10. Uji BNT Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Berdasarkan Lamanya
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Morfologi Tanaman Kemangi Hutan ... 9
Gambar 2. Telur Aedes aegypti ... 14
Gambar 3. Larva Aedes aegypti ... 15
Gambar 4. Pupa Aedes aegypti... 16
Gambar 5. Nyamuk Aedes aegypti ... 17
Gambar 6. Siklus Hidup Aedes aegypti... 19
Gambar 7. Jumlah Persentase Kematian Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Menit ke-4320 ... 32
Gambar 8. Daun Kemangi Hutan yang Telah Dikeringkan ... 64
Gambar 9. Proses Maserasi ... 64
Gambar 10. Proses Penyaringan ... 65
Gambar 11. Pemekatan Ekstrak Menggunakan Vaccum Rotary Evaporator ... 65
Gambar 12. Ekstrak Daun Kemangi Hutan yang Telah Diencerkan Menjadi 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, dan 1,5% ... 65
Gambar 13. Pengamatan Kematian Larva Setelah Diberi Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 66
Gambar 14. Pengamatan Larva Dibawah Mikroskop ... 66
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan, khususnya di negara-negara yang memilki iklim tropis. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968 berjumlah 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia. Sejak saat itulah penyakit DBD menyebar luas ke seluruh Indonesia. Bahkan sampai akhir tahun 2008, belum ditemukan obat yang secara efektif mampu mengobati penyakit DBD (Depkes RI, 2010).
menderita penyakit DBD dan 4 diantaranya meninggal dunia (Lampung Post, 2012).
Virus Dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina
merupakan penyebab dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), yang sampai saat ini belum
ditemukan jenis vaksin dan obat yang dapat mencegah penyakit tersebut. Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit DBD adalah dengan
pemberantasan vektor (Setiawan, 2005).
Pemberantasan Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas DBD. Pemberantasannya dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa, yakni dengan cara penyemprotan (fogging) dengan insektisida yaitu organofosfat, piretroid sintetik dan karbamat, sedangkan pemberantasan larvanya dapat dilakukan dengan penggunaan larvasida yang dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang sering digunakan adalah temephos (Djakaria, 2008).
Penggunanaan insektisida kimiawi yang berulang akan menimbulkan dampak kontaminasi residu insektisida dalam air. Selain itu, penggunaan insektisida kimiawi membutuhkan biaya yang tinggi dan dapat
3
Brazil, Bolivia, Argentina, Kuba, French Polynesia, Karibia, dan Thailand, serta di Surabaya (Raharjo, 2006).
Penggunaan insektisida nabati merupakan salah satu alternatif dalam mengendalikan larva Aedes aegypti. Insektisida nabati adalah insektisida berbahan aktif senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi, baik pengaruh pada aspek fisiologi maupun tingkah laku serangga, seperti penghambatan aktivitas makan dan peneluran, pengatur pertumbuhan dan perkembangan serangga, kematian atau mortalitas, dan sebagainya (Dadang dan Prijono, 2008).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai larvasida alami adalah daun kemangi hutan (Ocimum sanctum). Berdasarkan penelitian-penelitian pada genus Ocimum, tanaman ini mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, tannin, saponin, triterpenoid, dan minyak atsiri (Ginting, 2004).
Berdasarkan hal tersebut, maka diadakan penelitian ini untuk melihat kemampuan ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai larvasida terhadap larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti.
Menurut Wulandari et al (2006), larva instar III dianggap cukup mewakili kondisi larva dengan ukuran yang tidak terlalu kecil sehingga mudah untuk diamati, dan menurut Agnesa (2011), larva instar III dipakai sebagai bahan penelitian karena pada fase ini larva sangat aktif bergerak dan mencari makan pada media air. Atas dasar inilah diciptakan larvasida untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui efektivitas ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) dan konsentrasi yang paling efektif dalam membunuh larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti.
2. Mengetahui Lethal Concentration 50% dan 90% (LC50 dan LC90) dari
ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai biolarvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.
3. Mengetahui Lethal Time 50% dan 90% (LT50 dan LT90) dari ekstrak
5
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi ilmu pengetahuan, memperkaya ilmu pengetahuan di bidang
parasitologi, khususnya Entomologi, tentang pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan ekstrak daun kemangi hutan.
2. Bagi masyarakat, memberikan informasi mengenai kemampuan ekstrak daun kemangi hutan sebagai alternatif pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti secara efektif dan tanpa menimbulkan gangguan lingkungan.
3. Bagi peneliti, menambah pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan mengenai cara pengendalian larva Aedes aegypti dengan
menggunakan bahan alami.
D. Kerangka Pikir
Upaya pengendalian yang selama ini telah dilakukan adalah dengan menggunakan insektisida kimiawi, yang sebenarnya dapat menimbulkan residu, bahkan resistensi terhadap beberapa spesies nyamuk. Karena itulah pengendalian dengan menggunakan insektisida nabati mulai diterapkan, untuk mengurangi residu dan mengurangi dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan jika menggunakan insektida kimiawi secara terus-menerus.
Dalam hal ini, ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) ingin dilihat kemampuannya sebagai larvasida terhadap larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti. Karena telah diketahui bahwa di dalam daun kemangi hutan ini terkandung flavonoid, saponin, tannin, dan eugenol yang merupakan senyawa dalam tumbuhan dan dapat menghambat kegiatan makan, serta diduga menyebabkan kematian pada larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti.
Karena terhambatnya kegiatan makan pada larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti menyebabkan terputusnya metamorfosis dari nyamuk Aedes aegypti, sehingga penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat berkurang.
7
menjadi instar III, dan saat itulah ekstrak daun kemangi hutan diujikan terhadap larva instar III. Kemudian diamati selama 72 jam,
mengapungnya larva atau tidak bergeraknya larva walaupun wadah tempat larva tersebut berada sudah diguncang merupakan tanda bahwa larva tersebut sudah mati, dan banyaknya larva yang mati dicatat.
Ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) akan dibuat dalam berbagai konsentrasi, yakni 0% sebagai kontrol, 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, dan 1,5% menggunakan 20 ekor larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti tiap perlakuan dengan pengulangan sebanyak 4 kali selama 72 jam (4320 menit).
E. Hipotesis
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) 1. Klasifikasi
Klasifikasi dari tanaman kemangi hutan menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Classis : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Familia : Labiatae
Genus : Ocimum
Species : Ocimum sanctum
2. Morfologi
Daun kemangi hutan sekilas mirip dengan kemangi, namun bila dicermati akan terlihat perbedaannya, terutama pada daun dan
9
dibanding daun kemangi, sedangkan pada kulit batang terdapat rambut halus. Kemangi hutan mempunyai nama yang berbeda di daerah tertentu, antara lain :
a. Sumatera: ruku-ruku, ruruku
b. Jawa: klampes, lampes, kemangen, koroko c. Nusa Tenggara: uku-uku
d. Sulawesi: balakama
e. Maluku : lufe-lufe, kemangi utan (Tim Singgah Lumajang, 2013).
Kemangi hutan merupakan semak dan memiliki tinggi 30-150 cm. Batangnya berkayu, berbentuk segi empat, beralur, bercabang, dan berbulu. Daun dari kemangi hutan ini merupakan daun tunggal dengan bentuk bulat telur yang ujungnya runcing, sedangkan pangkalnya tumpul dan tepinya bergerigi dengan tulang daun
menyirip, panjangnya 14-16 mm, lebar 3-6 mm, dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk tandan dan berbulu. Daun pelindung
berbentuk elips, bertangkai pendek, mahkota berbentuk bulat telur dan berwarna putih keunguan. Kemangi hutan memiliki buah kecil dan berwarna hitam, serta memiliki akar tungggang (Proseanet, 2013).
3. Kandungan Kimia Daun Kemangi Hutan
Berdasarkan penelitian-penelitian pada genus Ocimum, tanaman ini mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,
triterpenoid, dan minyak atsiri (Ginting, 2004).
11
Menurut Peter (2002) dan Meyer et al (1982), daun kemangi mengandung tannin (4,6%), flavonoid, steroid/triterpenoid, minyak atsiri (2%), asam heksauronat, pentosa, xilosa, asam metil homoanisat, molludistin, dan asam ursolat.
Menurut Gunawan (2011), daun kemangi mengandung minyak atsiri dengan eugenol sebagai komponen utama. Cara kerja dari senyawa ini ialah dengan bertindak sebagai racun perut yang mengakibatkan alat pencernaannya terganggu. Selain itu, senyawa ini juga menghambat reseptor perasa pada mulut larva yang mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa, sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan pada akhirnya larva mati kelaparan.
Saponin adalah senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies tanaman, terutama tanaman dikotil, dan berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman. Saponin diketahui memiliki efek anti serangga, karena dapat menurunkan aktivitas enzim
Menurut Gunawan (2011), tanaman yang mengandung saponin biasanya akan digunakan sebagai sabun untuk mencuci. Bahan sabun tanpa dicampur apapun dapat berfungsi sebagai larvasida. Pengaruh sabun dapat terlihat pada gangguan fisik pada tubuh serangga bagian luar (kutikula), yaitu dapat mencuci lapisan lilin yang melindungi tubuh serangga dan menyebabkan kematian karena serangga akan kehilangan banyak cairan tubuh. Saponin juga dapat masuk melalui organ pernapasan dan menyebabkan membran sel rusak atau proses metabolisme terganggu.
Flavonoid adalah persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula dan flavon yang bersifat racun. Flavonoid juga merupakan senyawa pertahanan tanaman yang bersifat menghambat nafsu makan serangga (antifeedant)dan juga bersifat toksik (Gunawan, 2011).
Senyawa polifenol yang menyebabkan rasa sepat pada buah ataupun bagian tanaman lain adalah tannin. Tannin dapat mengendapkan protein, sehingga jika tannin mengalami kontak dengan lidah maka reaksi pengendapan protein ditandai dengan rasa sepat atau astringen. Tannin juga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan amilase) dan mampu mengganggu aktivitas penyerapan protein pada dinding usus. Respon larva pada senyawa ini adalah
13
B. Aedes aegypti 1. Klasifikasi
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti menurut Djakaria (2004) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Sub phylum : Unimaria Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera Familia : Culicidae Sub familia : Culicinae
Genus : Aedes
Species : Aedes aegypti
2. Morfologi a. Telur
dapat bertahan selama 1 bulan dalam keadaan kering. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam akan berubah menjadi warna hitam. Telur akan menetas menjadi larva setelah 2-4 hari (Rachim, 2013).
(sumber: Agnesa, 2011) Gambar 2. Telur Aedes aegypti
b. Larva
15
tabung udara (sifon) yang berbentuk silinder. Proses perubahan larva instar I hingga instar IV sebagai berikut:
1) Larva instar I : kurang lebih 1 hari, berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada sifon belum jelas
2) Larva instar II : kurang lebih 1-2 hari, berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam
3) Larva instar III : kurang lebih 2 hari, berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman 4) Larva instar IV : kurang lebih 2-3 hari, berukuran 5-6 mm
dengan warna kepala gelap
(sumber: Agnesa, 2011)
c. Pupa
Pupa adalah stadium tidak makan dan sebagian besar waktunya dihabiskan di permukaan air untuk mengambil udara melalui terompet respirasinya. Periode pertumbuhan pupa menjadi dewasa di daerah tropik selama 2-3 hari, sedangkan di daerah subtropik dapat mencapai 9-12 hari. Pupa pada Aedes aegypti khususnya, berbentuk seperti koma, bentuknya lebih besar namun lebih ramping bila dibandingkan dengan larvanya (Surtiretna, 2008).
(sumber: Rini, 2013) Gambar 4. Pupa Aedes aegypti
d. Dewasa
17
mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lire-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum), yaitu ada dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan. Ukuran nyamuk jantan umumnya lebih kecil daripada nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Nyamuk jantan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan,
sedangkan nyamuk betina menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Pengisapan darah dilakukan pada pagi dan petang. Nyamuk dewasa biasanya tinggal pada tempat gelap di dalam ruangan seperti lemari baju dan di bawah tempat tidur (Djakaria, 2000).
(sumber: Dailymail, 2013)
3. Perilaku dan Siklus Hidup
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina, karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur (Womack, 1993). Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan (Djakaria, 2000).
Tempat perindukan Aedes aegypti di daerah asalnya (Afrika) berbeda dengan di Asia. Nyamuk di Afrika hidup di hutan dan tempat
perindukannya pada genangan air di pohon, sedangkan nyamuk di Asia hidup di daerah pemukiman, dan tempat perindukannya pada genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Tempat
19
gentong air. Tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon, seperti pohon pisang, pohon kelapa, pohon aren, potongan pohon bambu, dan lubang pohon (Chahaya, 2003).
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual, terpisah satu dengan yang lain, dan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Perkembangan larva dari instar I-IV memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah itu larva berubah menjadi pupa. Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa (Depkes RI, 2007).
C. Macam-Macam Pengendalian 1. Pengendalian Vektor
Hingga saat ini cara yang masih dianggap paling tepat untuk
mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.
Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva
nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk
yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air
hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.
21
Menurut Hidayatulloh (2013), pengendalian nyamuk dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Pengendalian secara mekanik
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan mengubur kaleng-kaleng bekas atau tempat-tempat sejenis yang dapat menampung air hujan, serta membersihkan lingkungan yang berpotensi sebagai sarang nyamuk Aedes aegypti, seperti got dan potongan bambu. Cara lain adalah dengan memasang kelambu dan memasang perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya lampu ataupun dengan raket pemukul.
2. Pengendalian secara biologis
Untuk menurunkan jumlah Aedes aegypti dapat dilakukan dengan memanfaatkan pemangsa, parasit, dan pesaing bagi Aedes aegypti tersebut. Pengendalian ini dilakukan misalnya dengan cara memelihara ikan, seperti ikan mujaer, di bak atau tempat
penampungan air lainnya untuk menjadi predator bagi larva dan pupa.
3. Pengendalian secara kimia
Penggunaan insektisida merupakan salah satu pengendalian secara kimia. Selama periode sedikit atau tidak ada aktivitas virus
penggunaan larvasida dalam wadah yang tidak dapat dibuang, ditutup, diisi atau ditangani dengan cara lain. Untuk pengendalian emergensi menekan epidemik virus dengue atau untuk mencegah ancaman wabah, suatu program penghancuran yang tepat terhadap Aedes aegypti adalah dengan penggunaan insektisida.
2. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia dan digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik menurut Soedarto (1995), yakni memiliki sifat sebagi berikut :
a. Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat, serta tidak berbahaya bagi hewan vertebrata, termasuk manusia dan ternak b. Harganya murah dan mudah didapat dalam jumlah besar c. Memiliki susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar d. Mudah digunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam
bahan pelarut
Menurut Soedarto (1995), istilah yang berhubungan dengan insektisida antara lain:
1) Ovisida : insektisida untuk membunuh stadium telur 2) Larvasida : insektisida untuk membunuh stadium larva/nimfa 3) Adultisida : insektisida untuk membunuh stadium dewasa 4) Akarisida : insektisida untuk membunuh tungau
23
Menurut Soedarto (1995), berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh serangga, insektisida dibagi dalam:
1. Racun kontak (contact poisons)
Insektisida masuk melalui eksoskeleton ke dalam tubuh serangga dengan perantaraan tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida. Umumnya dipakai untuk memberantas serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.
2. Racun perut (stomach poisons)
Insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui mulut. Biasanya serangga yang diberantas dengan menggunakan insektisida ini mempunyai bentuk mulut untuk menggigit, lekat isap, kerat isap, dan bentuk mengisap.
3. Racun pernapasan (fumigants)
Dalam memilih insektisida sebagai usaha memberantas serangga, yang harus dipertimbangkan adalah spesies serangga yang dituju, stadium serangga yang ingin diberantas apakah stadium larva atau dewasa, lingkungan hidup di daerah yang akan diberantas serangganya dan bagaimana sifat-sifat biologik serangga yang akan diberantas agar dapat dipilih insektisida yang paling mudah masuk ke dalam tubuh serangga, misalnya dengan mengetahui cara hidup, cara makan, dan sistem pernapasan serangga yang dituju (Soedarto, 1995).
Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida yang berlebihan juga dapat memunculkan masalah
resistensi serangga, sehingga mempersulit penanganannya di kemudian hari (Nawangsari, 2013).
25
Berikut adalah sebagian insektisida nabati yang dapat digunakan untuk membunuh serangga menurut Octavia dkk (2008).
Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Pestisida Alami
No Spesies Kegunaan Kandungan kimia
1 Kapasan (Abelmoschus moschatus L.)
Daun, bunga, dan biji dapat digunakan sebagai insektisida (membasmi
serangga)
Akar mengandung minyak atsiri, lemak, asam palmitat,
sterol/terpen. Biji mengandung a-cephalin, fosfatidilserine, fosfatidilkoline plasmalogen, ambrettolid, ambretol, afamesol, furfural, tanin, dan minyak atsiri. Daun kering mengandung a-sitosterol, a-D-glikosida, dan tanin. Bunga mengandung a-sitosterol, mirisetin, dan
Daun mengandung minyak atsiri dengan kandungan bahan aktif eugenol 46%, kamfor osimen, pinen, linalool, terpen, sineol 66%
3 Mimba
(Azadirachta indica A. Juss)
Insektisida Azadirachtin, salanin, mehantriol, nimbin, dan Aedes aegypti dan lalat rumah
Daun dan akar mengandung saponin dan flavonoid. Selain itu daunnya juga mengandung Politenol
6 Legetan (Synedrella nodiflora Gaertn.)
Insektisida Saponin dan polifenol 7 Tembelekan
(Lantana camara Linn.)
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014, bertempat di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung. Pembuatan ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur berfungsi sebagai tempat untuk mengukur seberapa banyak hasil ekstraksi yang diperoleh, bejana kaca sebagai tempat pembuatan ekstrak, pengaduk berfungsi untuk meratakan rendaman, kertas saring yang berfungsi untuk memisahkan ekstrak dengan filtratnya, vacum rotary evaprator yaitu alat yang berfungsi untuk memekatkan hasil ekstraksi, nampan plastik
27
gelas plastik dan berfungsi untuk mengambil ekstrak daun kemangi hutan dari gelas ukur, dan stopwatch berfungsi sebagai alat pencatat waktu pengamatan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kemangi hutan, larva instar III Aedes aegypti, etanol sebagai pelarut, dan aquades sebagai pengencer ekstrak.
C. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan ekstrak daun kemangi hutan akan dilakukan berdasarkan WHO (2005), menggunakan 5 konsentrasi yakni 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% dan 0% sebagai kontrol yang merupakan faktor
D. Prosedur Penelitian 1. Penyediaan Bahan Uji
Dalam penelitian ini, telur nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis. Daun kemangi hutan diambil dari kebun ibu Zaimah Umar di Padang, Sumatera Barat.
2. Pembuatan Ekstrak Daun Kemangi Hutan
Pembuatan ekstrak daun kemangi hutan menggunakan metode yang digunakan oleh Harbone (1987). Daun kemangi hutan segar sebanyak 1000 gram, kemudian dibersihkan dengan air dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 7x24 jam. Selanjutnya simplisia daun kemangi hutan yang ada dimaserasi selama 24 jam dengan
29
Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus V1M1=V2M2, dimana: V1= volume larutan yang akan
diencerkan (ml), M1= konsentrasi ekstrak daun kemangi hutan yang
tersedia (%), V2= volume larutan (air + ekstrak) yang diinginkan (ml),
M2= konsentrasi ekstrak daun kemangi hutan yang akan dibuat (%).
Jumlah volume ekstrak daun kemangi hutan secara terperinci disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Ekstrak Daun Kemangi Hutan yang Dibutuhkan
MІ VЇ MЇ VІ = VЇMЇ
3. Pengujian Ekstrak Daun Kemangi Hutan
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil pengamatan visual terhadap perhitungan jumlah larva nyamuk yang mati pada masing-masing konsentrasi ekstrak dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880, dan 4320 menit atau sampai 72 jam.
5. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA untuk
mengetahui konsentrasi ekstrak yang mampu membunuh larva instar III Aedes aegypti. Jika ada perbedaan pada setiap perlakuan maka
dilakukan uji lanjut dengan BNT (Beda Nyata Terkecil).
Kemudian untuk mengetahui nilai LC50 dan LC90, serta nilai LT50 dan
LT90 dari ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) yang efektif
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah penelitian dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) dengan konsentrasi 1,5% paling efektif untuk membunuh larva instar III Aedes aegypti. 2. Nilai LC50 ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai
larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti adalah 0,97% pada menit ke-4320, sedangkan nilai LC90 ekstrak daun kemangi hutan
(Ocimum sanctum) yang didapat sebesar 1,42%.
3. Nilai LT50 dan LT90 ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum)
B. SARAN
Dari hasil penelitian ini maka disarankan untuk :
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui waktu yang lebih singkat dengan konsentrasi yang lebih rendah untuk
menimbulkan kematian pada larva instar III Aedes aegypti. 2. Perlu diadakan penelitian dengan menggunakan bagian lain dari
kemangi hutan (Ocimum sanctum) seperti akar, batang, bunga, ataupun bagian tanaman yang lain.
3. Penelitian menggunakan ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum
45
DAFTAR PUSTAKA
Agnesa, A. 2011. Makalah Pengendalian Vektor Aedes aegypti.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health (Diakses pada 22 November 2013 pukul 23:55)
Anggrek. 2014. Racun Kontak. http://www.anggrek.org/pengenalan-insektisida.html (Diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 05:00) Chahaya, I. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. USU
digital library. Medan
Dadang dan Prijono. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Dailymail. 2013. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti.
http://www.dailymail.co.uk/news/article-1350708/Genetically-modified-
mosquitoes-released-Malaysia-sparks-fears-uncontrollable-new-species.html (Diakses pada tanggal 12 September 2013 pukul 15:25) Departemen Kesehatan RI. 2007. Nyamuk Vampir Mini yang Mematikan, Inside
(Inspirasi dan Ide Litbangkes P2B2) Volume 2, Halaman 95. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Loka Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. Ciamis
Departemen Kesehatan RI. 2010. Pusat Data dan Surveilens Epidemologi Demam Berdarah Dengue 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta
Djakaria, S. 2000. Vektor penyakit virus, riketsia, spiroketa dan bakteri. Dalam: Srisasi G, Herry DI, Wita P, penyunting. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Ginting, S. 2004. Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Global Post Control. 2013. Siklus Hidup Aedes aegypti.
http://postcontrolgpm.wordpress.com (Diakses pada 22 November 2013 pukul 22:56)
Gunawan, E. 2011. Efek Potensial Larvasida Kombinasi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum Linn) dan Biji Jarak (Ricinus communis Linn) Terhadap Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Institut Teksnologi Bandung. Bandung
Hidayatulloh, N. 2013. Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol 70% Akar Kecombrang (Etlingera elatior) Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Sebagai Biolarvasida Potensial. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung Hoedojo, R. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
Istimuyasaroh, Mochamad Hadi, dan Udi Tarwotjo. 2009. Mortalitas Pertumbuhan Larva Nyamuk Anopheles aconitus karena Pemberian Ekstrak Daun Selasih Ocimum basilicum. BIOMA Desember 2009 Vol. 11, No. 2, Hal. 59-63
Kusuma, W. 2010. Efek Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) Terhadap Kerusakan Hepatosit Mencit Akibat Minyak Sawit Dengan Pemanasan Berulang. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Lampung Post. 2012. Serangan DBD Makin Banyak pada Musim Hujan. Terbit : Kamis, 06 Desember 2012
Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, and McLaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med May [cited 2009 January 16]; 45(5): 31-4 Nawangsari, A. 2013. Uji Efektivitas Infusa Serbuk Biji Srikaya (Annona
squamosa L.) Terhadap Larva Instar III Dari Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang. Lampung Ndione, R.D., Faye, O., Ndiaye, M., Dieye, A., and Afoutou, JM. 2007. Toxic
47
Octavia, D., Susi A., M. Abdul Q., dan Fatahul A. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi AlamVol. V No. 4 : 355-365, 2008
Peter, AGM. 2002. Herbal remedies. N Engl J Med Dec [cited 2009 January 16]; Vol. 347 (25): 2046-2056
Proseanet. 2013. Kemangi hutan.
http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=26 (diakses pada 13 November 2013 pukul 10:05)
Rachim, M. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) Terhadap Kematian Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang. Bandar Lampung Raharjo, B. 2006. Uji Kerentanan (Susceptibility test) Aedes aegypti (Linnaeus)
dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 SG). Skripsi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Bandung
Rini. 2013. Pupa Aedes aegypti. http://rinifitrianingsih.blogspot.com (Diakses pada 22 November 2013 pukul 22:50)
Setiawan, D. 2005. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L.) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti.
http://www.student-research.umm.ac.id (Diakses pada 20 November 2013 pukul 22:50)
Soedarto. 1995. Entomologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Surabaya
Soegijanto. 2003. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Dalam: Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya
Surtiretna, N. 2008. Awas Demam Berdarah. IKAPI. Bandung
Syamsuhidayat S.S. dan Hutapea J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi I. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta
Tim Singgah Lumajang. 2013. Kemangi Hutan.
http://singgahlumajang.blogspot.com/2013/06/khasiat-dari-lampes-ocimum-sanctum-linn.html (Diakses pada 13 November 2013 pukul 09:08) Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada
Womack, M. 1993. The yellow fever mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats.5(4): 4 World Health Organization (WHO). 2005. Guidelines for Laboratory and Field
Testing of Mosquito Larvasides
Wulandari, D. N., H. Soetjipto, dan S. P. Hastuti. 2006. Skrining Fitokimia dan Efek Larvasida Ekstrak Biji Kecubung Wulung (Datura metel L.)