• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat beberapa varietas kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat beberapa varietas kedelai"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN ANTOSIANIN

DENGAN KETAHANAN BENIH

TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT

BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

HENY AGUSTIN

A24061070

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

HENY AGUSTIN. Hubungan Antara Kandungan Antosianin dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat Beberapa Varietas Kedelai.

(Dibimbing oleh MARYATI SARI dan MOHAMAD RAHMAD

SUHARTANTO)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat enam varietas kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Biofisika, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2009-Mei 2010.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap I dilakukan untuk memilih pengusangan cepat secara kimia yang paling efektif sehingga diketahui variasi vigor ketahanan benih terhadap pengusangan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan. Tahap II dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan.

Pelaksanaan tahap I menggunakan metode Rancangan Petak Terbagi. Petak utama adalah 12 lot benih yang merupakan kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 dengan dua tingkat kemasakan. Anak petak adalah konsentrasi etanol yang terdiri atas 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 240 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah model aditif linier. Pengamatan dilakukan terhadap tolok ukur: daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh ( KCT).

(3)

pengusangan cepat dengan salah satu metode terpilih yang dinilai paling efektif pada tahap I.

Hasil pelaksanaan tahap I menunjukkan pengaruh sangat nyata pada pengujian pengusangan cepat baik pada faktor tunggal yaitu lot (kombinasi varietas dan tingkat kemasakan) dan konsentrasi etanol maupun pada interaksi keduanya pada tolok ukur DB, IV, dan KCT. Penggunaan konsentrasi etanol 20%

dinilai paling efektif digunakan untuk membedakan tingkat vigor ketahanan benih terhadap pengusangan cepat karena tidak menyebabkan kematian total pada lot benih yang diuji dan menunjukkan nilai ragam yang besar pada tolok ukur DB, IV dan KCT sehingga dapat menunjukkan bahwa lot yang satu mempunyai ketahanan

lebih tinggi dibandingkan lot yang lain.

Hasil pelaksanaan tahap II menunjukkan terdapat pengaruh sangat nyata pada lot benih yang diuji dengan tolok ukur antosianin, bobot 100 butir, bobot kering benih dan pengaruh yang nyata pada tolok ukur daya hantar listrik, namun tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur berat jenis. Kandungan antosianin pada benih bervariasi dengan kisaran kandungan tertinggi pada Varietas Detam 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 hingga terendah pada Varietas Anjasmoro yaitu 0.011 nmol cm-2.

Tidak terdapat korelasi nyata antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat baik pada tolok ukur DB, IV, maupun KCT. Korelasi nyata hanya terjadi antara kandungan antosianin dengan

(4)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN ANTOSIANIN

DENGAN KETAHANAN BENIH

TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT

BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

HENY AGUSTIN

A24061070

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

JUDUL :0HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN ANTOSIANIN

0DENGAN KETAHANAN BENIH TERHADAP

0PENGUSANGAN CEPAT BEBERAPA VARIETAS

0KEDELAI

NAMA : HENY AGUSTIN

NIM : A24061070

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Maryati Sari, SP, MSi.) (Dr. Ir. M.R. Suhartanto, MS.) NIP 19700918 200003 2 001 NIP 19630923 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB

(Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr.) NIP 19611101 198703 1 003

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kandungan Antosianin dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat Beberapa Varietas Kedelai”, disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih melalui pengusangan cepat terhadap enam varietas kedelai yang diujikan. Penulis menyadari apa yang telah penulis peroleh tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Maryati Sari, SP MSi dan Dr Ir M.R.Suhartanto, MS. selaku dosen

0000pembimbing yang memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal

0000penelitian hingga proses penyusunan skripsi.

2. Dr Ir Iskandar Lubis, MS selaku dosen penguji yang telah bersedia

000000menguji pada ujian skripsi dan telah memberi banyak masukan yang

000000bersifat membangun atas perbaikan skripsi ini.

3. Ayahanda, Ibunda, Mas Eko, Indah, Mba Yani, dan Haga atas doa,

000000perhatian, dukungan, kasih sayang dan kesempatan yang tak terhingga. 4. Dr Ir Sobir, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah

000000memberikan bantuan, masukan dan saran atas kemajuan akademik penulis. 5. Seluruh dosen dan staf pegawai Departemen Agronomi dan Hortikultura

000000atas ilmu dan bimbingannya selama penulis kuliah di IPB.

6. Dr Akhirudin, selaku dosen di Departemen Fisika yang telah membantu

000000dan memberikan ijin untuk penggunaan alat spektrofotometer yang sangat

0000 membantu dalam penelitian penulis.

7. Ari Wahyuni dan Ayip Ridwan atas semangat, motivasi, perhatian dan

0000 kekompakannya.

8. Bapak Baharudin, mahasiswa program Doktor Mayor Ilmu dan Teknologi

0000 Benih atas kesediaannya berbagi ilmu yang sangat mendukung penelitian

(7)

9. Eka, Febri, Desi, Tsani, Nisa, Cici, Mba Wery, Mba Siti, Mba Wani, Yuni

0000 dan seluruh rekan-rekan AGH 43 atas dukungan moril dan materil selama

0000 proses penelitian.

Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini. Penulis berharap hasil penelitian ini berguna dan memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2010

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Makhtori dan Ibu Sri Parsinah. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN Ciputat VII, selanjutnya penulis menyelesaikan studi di SLTPN I Pamulang pada tahun 2003 dan SMAN 87 Jakarta pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2007.

(9)

DAFTAR ISI

000000Permeabilitas pada Beberapa Varietas Benih Kedelai ... Korelasi Antara Antosianin dengan Tolok Ukur Pengusangan

000000Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih ...

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam ... 11 2. Rata-rata Daya Berkecambah Benih Kedelai setelah Pengusangan

Cepat dengan Konsentrasi Etanol 25% Selama 1 Jam dan 2 Jam ... 17 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai dan

Konsentrasi Etanol pada Pengusangan Cepat serta Interaksinya

terhadap DB, IV, dan KCT... 18

4. Perbedaan DB, IV, dan KCT setelah Pengusangan Cepat pada

Berbagai Lot BenihKedelai dengan Beberapa Tingkat Konsentrasi

Larutan Etanol ... 19 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai

terhadap Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas

Benih ... 24 6. Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas

Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai ... 25 7. Nilai Korelasi Antosianin dengan Beberapa Tolok Ukur pada

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi Varietas Kedelai ... 34 2. Kadar Air Benih Kedelai ... 37 3. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

terhadap Daya Berkecambah pada Pengusangan Cepat Benih

Kedelai ... 37 4. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

terhadap Indeks Vigor pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai ...

37 5. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

terhadap Kecepatan Tumbuh pada Pengusangan Cepat Benih

Kedelai ... 38 6. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Kandungan

Antosianin pada seed coat Benih Kedelai ...

38 7. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot 100

Butir pada Benih Kedelai ...

38 8. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot Kering

Benih pada Benih Kedelai ... 38 9. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Daya Hantar

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan penting bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan kedelai merupakan sumber protein nabati yang harganya lebih terjangkau dibandingkan protein hewani. Kedudukan kedelai menyentuh sejumlah aspek penting di Indonesia. Posisinya yang begitu khusus dalam tatanan sosial-ekonomi menyebabkan adanya upaya peningkatan produktivitas yang didukung oleh semua pihak yang terkait.

Menurut catatan Deptan (2008) kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2 juta ton tahun-1 sedangkan produksinya hanya mencapai 650 000 ton tahun-1. Hal ini menunjukkan hanya sekitar 35% dari kebutuhan kedelai dapat terpenuhi. Terbatasnya pemenuhan kedelai salah satunya dikarenakan cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Menurut Copeland dan McDonald (2001) kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologi yang disebabkan oleh faktor internal. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologi ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. Peningkatan daya simpan benih dapat dilakukan melalui perbaikan secara genetik (innate factor), perbaikan teknik produksi dan pengolahan (induced factor), serta perbaikan lingkungan simpan (enforced factor).

(13)

Hubungan kandungan antosianin dengan daya simpan benih akan dipelajari melalui pendekatan hubungannya dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat. Kandungan antosianin akan diuji dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm dan 625 nm (Agati et al., 2005). Metode non destruktif dipilih karena tidak merusak benih sehingga diharapkan tidak hanya menjadi metode pendugaan daya simpan benih tetapi juga menjadi alat untuk menapis benih-benih yang memiliki sifat daya simpan benih tinggi pada varietas yang dikehendaki.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada enam varietas kedelai.

Hipotesis

1. Terdapat variasi ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada lot benih

000 kedelai yang diuji.

2. Terdapat variasi kandungan antosianin pada lot benih kedelai yang diuji.

3. Kandungan antosianin berkorelasi positif dengan ketahanan benih terhadap

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas Benih

Menurut Sadjad (1994) viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom, atau garis viabilitas. Viabilitas benih inilah yang menjadi fokus dalam ilmu benih. Benih merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji atau ovulum yang selanjutnya akan mengalami pemasakan.

Menurut Delouche dalam Prasetyaningsih (2006) proses pemasakan benih dimulai saat anthesis sampai benih mencapai masak fisiologi, sedangkan pematangan benih dimulai dari saat masak fisiologi sampai masak panen. Waktu antara tingkat masak fisiologi dan tingkat matang (panen) merupakan periode kritis yang sangat menentukan kualitas benih terutama bila kondisi cuaca saat panen tidak menunjang.

Menurut Copeland dan McDonald (2001) benih yang telah mencapai masak fisiologis mempunyai perkembangan maksimum karena embrio telah terbentuk sempurna dan berat kering cadangan makanan sudah maksimum. Benih yang dipanen pada umur yang berbeda akan menghasilkan viabilitas benih yang berbeda pula. Benih yang dipanen sebelum masak fisiologis akan mempunyai daya berkecambah yang rendah dan tegakan yang tidak kuat karena cadangan makanan belum terbentuk sempurna, sedangkan benih yang dipanen setelah masak fisiologis viabilitasnya menurun karena mengalami deraan cuaca selama di lapang.

(15)

84-88 hari setelah tanam dan berkorelasi positif dengan daya berkecambah (Prasetyatiningsih, 2006).

Tingkat kemasakan benih dapat pula dilihat dari ciri morfologi. Penelitian oleh Togatorop (1999) menjelaskan bahwa tingkat kemasakan pada buah markisa dengan kombinasi warna hijau 25% dan ungu 75% yang diekstraksi dengan air memberikan nilai daya berkecambah (DB) 40% lebih tinggi dibandingkan buah dengan tingkat masak 100% hijau yang hanya menghasilkan DB 19%, sementara tingkat kemasakan kedelai menurut Muji et al. (2009) pemanenan benih kedelai dapat dilakukan apabila biji telah mencapai masak fisiologis yang ditandai dengan 95% polong telah berwarna coklat atau kehitaman dan sebagian besar daun pada tanaman sudah rontok.

Kemunduran dan Daya Simpan Benih

Kemunduran Benih

(16)

menyebabkan metabolit sitoplasma bocor keluar sel, (c) ketidakmampuan ribosom untuk melakukan pemisahan diri yang seharusnya terjadi sebelum pelengkapan pra pembentukan mRNA terjadi, (d) terjadinya penurunan secara umum dalam aktivitas enzim terutama dalam potensial respirasi sehingga menyebabkan sumbangan ATP dan penyediaan makanan menjadi lebih rendah untuk perkecambahannya, (e) pembentukan dan aktivasi enzim-enzim hidrolitik, (f) kegagalan dalam menyeimbangkan hormon pertumbuhan yang ada di dalam benih, (g) degradasi genetik yang merupakan peningkatan aberasi kromosom pada benih yang mengalami mutasi somatik, (h) terjadinya kelaparan pada sel-sel meristematik yang disebabkan oleh rusaknya jaringan yang terlibat dalam transfer nutrisi dari daerah cadangan makanan ke embrio, (i) akumulasi zat-zat beracun hasil penurunan aktivitas enzim dan respirasi.

Daya Simpan Benih Kedelai

Menurut Kartono (2004) penyimpanan benih kedelai mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan mutu dan daya berkecambah benih. Berdasarkan hasil penelitiannya kedelai Varietas Wilis dengan kadar air >12% yang disimpan secara konvensional pada suhu > 25oC dengan daya kecambah tinggi dalam waktu 3 bulan akan mengalami penurunan hingga 60%. Benih kedelai dengan kadar air 12% yang disimpan dengan kemasan kedap udara pada suhu ruang penyimpanan 20oC daya kecambahnya tetap 93% dalam waktu 1 tahun dan pada suhu ruangan 15oC daya berkecambahnya dapat dipertahankan hingga 85% selama 2 tahun. Benih kedelai yang disimpan dengan kemasan kedap udara pada suhu ruang 10oC dengan kadar air 10% daya kecambahnya dapat dipertahankan >85% hingga 3 tahun dan benih kedelai dengan kadar air 8% yang disimpan dengan kemasan kedap udara pada suhu 5oC mampu mempertahankan daya berkecambah (98%) benih hingga 5 tahun.

(17)

Menurut Mugnisyah (1991) sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih yang berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Penelitian terdahulu menemukan bahwa varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah, dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi penyimpanan yang kurang optimal dan tahan terhadap deraan cuaca lapang dibanding varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang. Sukarman dan Rahardjo (2000) melaporkan hal serupa bahwa varietas kedelai berbiji kecil dan berkulit gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 420C dan RH 100%) dibanding varietas berbiji besar dan berkulit terang. Tolok ukur lain yang diujikan diantaranya termasuk daya tumbuh dan vigor.

Menurut Purwanti (2004) pada tolok ukur daya tumbuh dan vigor memiliki hubungan dengan kulit benih kedelai yakni kedelai hitam lebih baik daya tumbuh dan vigornya dibanding kedelai kuning. Marwanto (2004) menyatakan bahwa kulit benih kedelai ternyata berpengaruh terhadap mutu benihnya. Kedelai berkulit hitam lebih tahan terhadap deraan cuaca daripada kedelai berkulit kuning bahkan berkorelasi positif juga terhadap daya tahan penyimpanan dengan tolok ukur daya berkecambah dan daya hantar listrik.

(18)

yang menggunakan substrat dari cadangan makanan dalam benih sehingga persediaan untuk pertumbuhan embrio akan berkurang.

Tolok ukur daya hantar listrik banyak dikaitkan dengan kandungan lignin. Hal tersebut dijelaskan oleh penelitian Panobianco et al. (1999) yang telah mengukur daya hantar listrik pada beberapa kultivar kedelai yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif dan sangat erat antara daya hantar listrik dengan kandungan lignin. Kandungan lignin yang tinggi pada benih kedelai diketahui dapat menguntungkan untuk meningkatkan mutu benih. Oleh karena itu pengujian daya hantar listrik dapat digunakan untuk menapis kualitas genetik benih kedelai. Uji daya hantar listrik (DHL) merupakan pengujian secara fisik untuk melihat tingkat kebocoran membran sel. Struktur membran yang jelek menyebabkan kebocoran sel yang erat hubungannya dengan benih yang rendah vigornya. Menurut AOSA (1983) nilai konduktivitas yang tinggi menunjukkan vigor yang rendah.

Pengukuran daya hantar listrik untuk taraf integritas membran juga dapat dijadikan indikasi vigor benih. Pengukuran tersebut didasarkan pada jumlah senyawa anorganik yang keluar ke dalam air rendaman benih yang diimbibisikan selama waktu tertentu. Semakin tinggi nilai daya hantar listriknya maka viabilitas benih semakin menurun (Saenong, 1986). Daya hantar listrik yang bertambah besar menunjukkan benih semakin mundur akibat elektrolit yang bocor juga semakin besar (Sadjad, 1993).

Pengusangan Benih Secara Kimia

Metode uji pengusangan cepat merupakan salah satu metode pengujian vigor benih. Metode uji pengusangan cepat telah diusulkan oleh Delouche dan Baskin (Asiedu et al., 2000) untuk mengevaluasi daya simpan benih. Pengusangan cepat benih bisa dilakukan dengan penderaan secara fisik maupun kimia. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan etanol, uap etanol jenuh maupun larutan metanol.

(19)

memberikan indikasi yang lebih baik pada vigor daya simpan beberapa varietas kedelai dibandingkan dalam cairan metanol.

Delouche dan Baskin dalam Addai dan Kantanka (2006) mengemukakan bahwa etanol umumnya merupakan metode skrining yang lebih efektif dibandingkan dengan metode lainnya. Cairan etanol dinyatakan efektif karena telah menyebabkan perubahan pada sekuens yang sama pada proses deteriorasi yang mengkarakterisasi penderaan benih dalam penyimpanan. Proses degradasi membran dan hilangnya permeabilitas kontrol terjadi saat benih mengalami penderaan khususnya selama penyimpanan. Proses produksi energi dan biosintesis dirusak dengan menghasilkan penurunan rata-rata respirasi dan pemindahan bahan kering dari jaringan pendukung ke aksis embrionik, sehingga benih memperlihatkan kehilangan resistensi yang besar pada cekaman lingkungan.

Etanol adalah senyawa organik yang bersifat nonpolar yang dapat mendenaturasi protein pada konsentrasi tertentu (Baum dan Scaif dalam Saenong dan Sadjad, 1984). Selain itu etanol juga bersifat dehidrasi, karena itu dapat menyerap air yang meliputi koloid protein dan selanjutnya terjadi denaturasi (Harrow dan Muzur dalam Saenong dan Sadjad, 1984). Etanol juga dapat menghilangkan integritas membran, meningkatkan permeabilitasnya kemudian meningkatkan kebocoran hasil metabolisme (Ching dan Schoolcraft dalam Ilyas, 1986).

Antosianin

Sumber Antosianin merupakan kelompok pigmen alami yang termasuk flavanoid yang menghasilkan warna biru-merah pada tanaman. Antosianin terdapat pada tanaman tingkat tinggi, kebanyakan terdapat pada bunga dan buah, namun terkadang terdapat pula pada daun, batang, akar. Antosianin dapat digunakan sebagai pewarna alami yang tersebar luas dalam tumbuhan (bunga, buah-buahan, dan sayuran).

Futura et al. (2002) mengemukakan bahwa kedelai berkulit hitam banyak mengandung antosianin. Antosianin tinggi mempunyai aktivitas antioksidan besar, juga mempunyai kandungan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dan O2.

(20)
(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura serta Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2009-Mei 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kedelai kuning varietas Tanggamus, Wilis dan Anjasmoro, serta kedelai hitam varietas Detam 1, Detam 2, dan Cikuray, etanol, air bebas ion, kertas merang, plastik, dan label.

Alat yang digunakan antara lain: spektrofotometer visibel, glassjar, oven, cawan porselen, timbangan digital, desikator, pinset, pengepres kertas tipe IPB 75-1, germinator tipe IPB 72-1, dan electric conductivity meter.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap I dilakukan untuk memilih pengusangan cepat secara kimia yang paling efektif sehingga diketahui variasi vigor ketahanan benih terhadap pengusangan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan. Tahap II dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan.

(22)

Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam

Tingkat kemasakan 1 Tingkat kemasakan 2 Kedelai satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah model aditif linier. Model umum rancangan percobaan ini adalah:

Yijk = μ + ρi+ + άj+ (ρ-ά)ij+ βk+ (ά*β)jk + εijk

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tolok ukur yang diamati yaitu: Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), dan Kecepatan Tumbuh (KCT). Apabila dalam analisis ragam terdapat perbedaan nyata

(23)

Pelaksanaan tahap II disusun dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas 12 taraf yakni: Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2, masing-masing dengan dua tingkat kemasakan. Percobaan diulang empat kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Pengujian dilakukan terhadap kandungan antosianin, ukuran benih yaitu bobot 100 butir, bobot kering benih dan berat jenis benih, serta permeabilitas benih yaitu daya hantar listrik.

Model umum rancangan percobaan ini adalah: Yij = μ + άi +βj + εij

keterangan: Yij : pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ : rataan umum

άi : pengaruh perlakuan ke-i βj : pengaruh kelompok ke-j

εij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Kandungan antosianin ini dikorelasikan dengan mutu benih setelah dilakukan pengusangan cepat dengan salah satu metode terpilih yang dinilai paling efektif pada percobaan tahap I, ukuran benih dan permeabilitas benih.

Pelaksanaan Percobaan

Produksi Benih

Benih kedelai varietas Tanggamus, Wilis, Anjasmoro dan Cikuray yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB.Biogen), Bogor dan benih kedelai varietas Detam 1 dan Detam 2 yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Malang diperbanyak di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Bogor. Benih ditanam pada lahan seluas 500 m2 yang terbagi menjadi

enam petak dengan masing-masing satu varietas. Setiap petak berukuran 10 m x 5 m dengan jarak antar petak 2 m dan dibatasi plastik sebagai isolasi

(24)

0.5 ton ha-1, dan arang sekam 0.5 ton ha-1 untuk memperbaiki struktur tanah. Lahan yang digunakan terletak pada ketinggian 250 mdpl, lahan yang digunakan termasuk jenis tanah latosol, cukup tersedia air, bebas dari gangguan gulma, hama, maupun penyakit. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 20 cm dengan dua benih per-lubangnya dan diberikan furadan 3G sebagai insektisida untuk penanganan lalat bibit. Pemupukan dilakukan sesuai dosis rekomendasi yang dilakukan bersamaan pada saat tanam secara larikan dengan jarak 5-7 cm dari benih. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan setiap minggu. Roguing dilakukan sebanyak tiga kali pada saat berumur dua minggu, pada awal berbunga, dan pada saat menjelang panen.

Pemanenan dilakukan dengan dua kriteria kemasakan. Kriteria untuk tingkat kemasakan 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 1. Kriteria tersebut penting karena pemanenan berdasarkan rekomendasi umur panen sulit dilakukan akibat kondisi lingkungan pada saat tanam yang berubah-ubah pada setiap musim dan lokasi. Benih diolah secara manual untuk mengurangi kerusakan mekanik dan dikeringkan hingga kadar air ±10% (Lampiran 2).

Pengusangan Cepat

(25)

Proses Pengujian Kandungan Antosianin

Proses pengujian kandungan antosianin dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi absorbansi visibel pada bagian seed coat. Pengujian dengan

spektrofotometer dilakukan dengan panjang gelombang 550 nm dan 625 nm (Agati et al., 2005). Langkah pengujian diawali dengan mengambil sampel 10

butir benih secara acak untuk setiap satuan percobaan, selanjutnya benih pada bagian seed coat ditembak dengan spektrofotometer dan hasil pengukuran dapat dilihat pada personal computer.

Pengamatan

Pengamatan viabilitas benih dilakukan pada beberapa tolok ukur yang meliputi daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh.

1.0Daya Berkecambah (DB) diukur berdasarkan persentase kecambah normal

000pada hitungan pertama dan kedua pengamatan viabilitas. DB = ∑ KN I + ∑ KN II x 100% ∑ benih yang ditanam

Keterangan:

∑ KN I : jumlah kecambah normal pengamatan pertama (3 HST) ∑ KN II: jumlah kecambah normal pengamatan kedua (5 HST)

2. Indeks Vigor (IV), diukur berdasarkan persentase kecambah normal pada

000hitungan pertama pengamatan viabilitas.

IV= ∑ KN I x 100% ∑ benih yang ditanam

Keterangan:

(26)

3. Kecepatan Tumbuh (KCT), pengamatan dilakukan setiap hari dan dihitung

t : kurun waktu perkecambahan (etmal)

d : tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (1 etmal =24 jam)

Pengamatan Kandungan Antosianin

Kandungan antosianin diukur dengan spektrofotometer pada absorbansi dengan = 550 nm dan = 625nm (Agati et al., 2005). meliputi bobot 100 butir, bobot kering benih, dan berat jenis.

1.0Bobot 100 butir (g), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel 100

0butir per satuan percobaan dan menimbang bobot sampel tersebut.

2. Bobot kering benih (g), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel

0secara acak sebanyak 10 butir benih setiap satuan percobaan. Benih tersebut

0kemudian dioven dengan suhu 60oC selama 3 hari dan ditimbang.

3. Berat jenis (g cm-3) pengamatan dilakukan dengan membagi antara bobot 100

0butir dengan selisih volume aquades sebelum dan sesudah benih dimasukkan

(27)

Pengamatan Permeabilitas Benih

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengusangan cepat secara kimia yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu umumnya menggunakan uap etanol dengan konsentrasi tinggi yakni 96% dengan menggunakan alat pengusangan cepat, namun pada penelitian ini seperti yang dilakukan oleh Addai dan Kantanka (2006) dilakukan dengan metode perendaman etanol dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Perendaman etanol yang dilakukan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan ini dilakukan dalam waktu satu jam, berbeda dengan yang dilakukan Addai dan Kantanka yang merendam selama dua jam. Perlakuan penderaan selama satu jam dinilai lebih efektif pada penelitian ini karena berdasarkan percobaan pendahuluan perendaman selama dua jam dengan konsentrasi etanol 25% menyebabkan benih kedelai banyak mengalami kematian selain itu variasi kecambah normal yang dihasilkan pun sangat kecil sementara perendaman selama satu jam menunjukkan variasi kecambah normal yang lebih beragam (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata Daya Berkecambah Benih Kedelai setelah Pengusangan Cepat

0000000dengan Konsentrasi Etanol 25% Selama 1 jam dan 2 jam

Lot

Daya berkecambah (%) Daya berkecambah (%) setelah benih diusangkan

(29)

Variasi kecambah normal yang tinggi tersebut dinilai bisa mewakili perlakuan yang bertujuan untuk melihat ketahanan vigor benih melalui pengusangan cepat.

Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat

Penggunaan etanol untuk tujuan pengusangan cepat dinilai efektif karena menurut Ocran dalam Addai dan Kantanka (2006) perbandingan perendaman benih kedelai dalam 20% cairan etanol yang direndam selama 2 jam memberikan indikasi yang lebih baik pada daya simpan beberapa varietas kedelai dibandingkan dalam cairan metanol 20% selama 2 jam dan air panas 75oC selama 70 detik.

Seluruh perlakuan baik faktor tunggal maupun interaksinya menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap seluruh tolok ukur yang diamati yaitu: Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), dan Kecepatan Tumbuh (KCT). Hasil sidik

ragam disajikan pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 5 sedangkan rekapitulasi pengaruh lot benih dan konsentrasi etanol pada pengusangan cepat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai dan

0000000Konsentrasi Etanol pada Pengusangan Cepat serta Interaksinya terhadap

0000000DB, IV, dan KCT

Tolok ukur Perlakuan

L K LxK KK (%)

DB (%) ** ** ** 13.69

IV (%) ** ** ** 23.74

KCT (% etmal-1) ** ** ** 14.55

Keterangan: ** : Berpengaruh nyata pada taraf 1%

L : Lot Benih (kombinasi varietas dan tingkat kemasakan benih) K : Konsentrasi Etanol

KK : Koefisien Keragaman

(30)

Tabel 4. Perbedaan DB, IV, dan KCT setelah Pengusangan Cepat pada Berbagai

000000 Lot Benih Kedelai dengan Beberapa Tingkat Konsentrasi Larutan Etanol

Lot Konsentrasi Etanol (%)

Keterangan: Angka-angka sebaris yang diikuti huruf kapital yang sama dan angka-angka sekolom 0000000000yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap tolok ukur tidak berbeda nyata dengan 0000000000DMRT pada taraf 5%.

(31)

Viabilitas antar lot benih relatif sama ketika didera dengan etanol pada konsentrasi 10% dan 15%, dengan nilai daya berkecambah >80% kecuali untuk Detam 1 tingkat kemasakan 1 pada penderaan etanol 10% mempunyai DB 71% dan pada penderaan etanol 15% mempunyai DB 68% serta Detam 1 tingkat kemasakan 2 yang didera dengan etanol 10% dan 15% mempunyai DB 71%. Kedua lot tersebut memang memiliki viabilitas awal yang lebih rendah dibanding lot yang lain. Penurunan viabilitas cukup signifikan telah terjadi pada sebagian besar lot benih ketika didera dengan konsentrasi etanol 20% dibandingkan kontrol (etanol 0%), kecuali pada Wilis tingkat kemasakan 1, Anjasmoro tingkat kemasakan 2 dan Cikuray tingkat kemasakan 2. Pada ketiga lot tersebut konsentrasi etanol 20% tidak menyebabkan penurunan daya berkecambah secara nyata dibanding viabilitas awal (konsentrasi etanol 0%).

(32)

pengusangan berturut-turut 97% dan 95%), Varietas Detam2 yang dipanen pada tingkat kemasakan 2 memiliki daya berkecambah setelah pengusangan etanol 20% sebesar 85% tidak berbeda dengan Cikuray tingkat kemasakan 2 yang memiliki vigor dengan nilai tertinggi berdasarkan tolok ukur tersebut (Tabel 4).

Indeks vigor merupakan nilai yang ditunjukkan oleh banyaknya jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dalam pengujian viabilitas. Nilai indeks vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih tinggi. Hasil analisis statistik pada benih yang telah didera dengan etanol 20% menunjukkan variasi indeks vigor berkisar antara 14% - 76%. Indeks vigor tertinggi ditunjukkan oleh lot benih Tanggamus tingkat kemasakan 2 dengan nilai IV 76% dan indeks vigor terendah ditunjukkan oleh lot benih Detam 1 tingkat kemasakan 2 dengan nilai IV 14%. Nilai IV yang semakin tinggi menunjukkan benih tersebut semakin mampu mengatasi segala kondisi suboptimum yang terjadi di lingkungan tumbuhnya.

Tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT) mengindikasikan vigor kekuatan

tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa variasi kecepatan tumbuh yang terjadi pada benih kedelai setelah didera etanol 20% berkisar antara 9% etmal-1 - 33% etmal-1. Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan salah satu dari

tolok ukur yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih di lapang atau yang disebut dengan vigor kekuatan tumbuh. Kecepatan tumbuh tertinggi

ditunjukkan oleh lot benih Tanggamus tingkat kemasakan 2 dengan KCT

33% etmal-1, sementara kecepatan tumbuh terendah ditunjukkan oleh lot benih Detam 1 dengan tingkat kemasakan 1 dengan nilai KCT 9% etmal-1.

(33)

lebih dari satu lot yang mengalaminya sehingga perlakuan ini menjadi tidak efektif untuk dapat menilai vigor ketahanan benih.

Berdasarkan tolok ukur nilai DB, IV, dan KCT maka penderaan etanol 20%

dapat dijadikan perlakuan yang efektif yang dapat membedakan tingkat vigor ketahanan benih kedelai terhadap pengusangan cepat dengan nilai variasi pada tolok ukur DB, IV, dan KCT yang keragamannya tinggi (Tabel 4).

Menurut Addai dan Kantanka (2006) etanol merupakan penduga terbaik untuk daya simpan benih. Proses perendaman dengan etanol akan lebih efektif bila dilakukan pelembaban benih selama 12 jam terlebih dahulu sebelum perlakuan. Pelembaban ini dinilai penting agar perlakuan etanol berkerja lebih sempurna. Menurut Sibarani (1994) etanol memiliki kemampuan merusak yang berbeda pada benih bila kadar air berubah. Deraan etanol lebih efektif pada benih yang lembab dibandingkan pada benih kering. Air menstimulasi reaksi metabolisme yang melibatkan enzim tetapi dengan masuknya uap etanol ke dalam benih maka aktivitas enzim tersebut menjadi menurun.

Penelitian ini menggunakan tingkat kemasakan sebagai faktor yang diduga dapat membedakan vigor antar lot dalam satu varietas yang sama meskipun memiliki viabilitas potensial yang berbeda. Varietas Anjasmoro dan Varietas Detam 1 disarankan pada tingkat kemasakan 2 karena pada tingkat kemasakan 1 benih belum mencapai vigor maksimum, bahkan viabilitas potensial pun belum mencapai maksimum. Nilai daya berkecambah tanpa penderaan (etanol 0%) pada Varietas Anjasmoro tingkat kemasakan 1 sebesar 85% dan meningkat pada tingkat kemasakan 2 sebesar 96%, demikian pula Varietas Detam 1, nilai daya berkecambah pada tingkat kemasakan 1 sebesar 79% dan masih meningkat pada tingkat kemasakan 2 menjadi 88% (Tabel 4).

(34)

Menurut Saenong (1986) pengusangan cepat pada benih kedelai yang mendapat deraan etanol dengan intensitas makin tinggi maka viabilitasnya pun makin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ketahanan suatu benih yang didera dengan intensitas yang tinggi maka viabilitasnya akan menunjukkan dalam keadaan yang baik dan semakin baik pula daya simpannya.

Menurut Pramono (2009) metode pengusangan cepat kimiawi ini dapat mengukur daya simpan dugaan benih pada tanaman pangan, hal tersebut ditunjukkan pada penelitian yang menunjukkan adanya kemiripan respon antara kemunduran benih akibat perlakuan periode simpan alamiah dengan perlakuan intensitas pengusangan cepat kimiawi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk mendapatkan daya simpan dugaan 90% pada benih kacang tanah dilakukan pengusangan cepat secara kimiawi selama 11.3 menit atau setara dengan 1.9 bulan pada periode simpan alamiah.

Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih, dan Permeabilitas

pada Beberapa Varietas Benih Kedelai

Pengujian pada percobaan tahap dua ini dilakukan pada benih yang tidak diusangkan pada beberapa tolok ukur, seperti: antosianin yang diduga menjadi indikator biokimiawi yang dapat menghambat proses deteriorasi, ukuran benih dan permeabilitas benih yang diduga mampu mendeteksi vigor benih secara fisik.

(35)

Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai

0000000terhadap Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas Benih

Tolok ukur Perlakuan kombinasi varietas dan tingkat kemasakan terhadap nilai bobot 100 butir, bobot kering benih dan pengaruh yang nyata terhadap daya hantar listrik (Tabel 5) ternyata tidak menunjukkan perbedaan antara kemasakan 1 dan 2 pada masing-masing varietas (Tabel 6).

Perbedaan tingkat kemasakan juga diamati pada tolok ukur kandungan antosianin yang ditunjukkan pada Tabel 6 yang terlihat bahwa tingkat kemasakan tidak mempunyai pengaruh terhadap jumlah kandungan antosianin. Kandungan antosianin yang terdapat pada benih dengan tingkat kemasakan yang berbeda berdasarkan nilai viabilitas potensial (DB pada pengusangan etanol 0%) maupun berdasarkan nilai vigor (DB setelah pengusangan etanol 20%) tidak menunjukkan perbedaan secara statistik.

(36)

ini sesuai dengan pernyataaan Futura et al. (2002) yang menyatakan bahwa kedelai hitam mengandung banyak antosianin. Perbedaan kandungan antosianin diakibatkan karena faktor genetik pada benih kedelai khususnya warna kulit benihnya.

Tabel 6. Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas

00000000Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai

Lot Benih

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf tidak berbeda nyata dengan DMRT pada 0000000 taraf 5 %.

T: Tanggamus; W: Wilis; A: Anjasmoro; C: Cikuray; D1: Detam 1; D2: Detam 2

(37)

Korelasi Antara Antosianin dengan Tolok ukur Pengusangan Cepat,

Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih

Hasil korelasi antara antosianin dengan tolok ukur pengusangan benih terpilih (penderaan dengan etanol 20%), ukuran benih serta permeabilitas benih dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Korelasi Antosianin dengan Beberapa Tolok ukur pada

000000000Pengusangan Cepat, Ukuran Benih dan Permeabilitas Benih

Tolok ukur Koefisien Korelasi

Aktivitas antioksidan yang dimiliki antosianin diharapkan mampu meningkatkan vigor benih dalam menghadapi berbagai deraan, namun hasil pengujian menunjukkan tidak adanya korelasi antara kandungan antosianin dengan DB (r = -0.32), IV ( r = -0.27) dan KCT (r = -0.36) setelah benih didera

dengan etanol 20%.

(38)

memiliki kandungan antosianin tertinggi sebaliknya varietas Anjasmoro memiliki kandungan antosianin terendah. Oleh karena itu, kandungan antosianin cenderung lebih banyak berkaitan dengan warna benih dibandingkan dengan ukuran benih.

Bobot kering benih yang merupakan salah satu tolok ukur masak fisiologis selain vigor maksimum dan penurunan kadar air benih ternyata juga tidak berkorelasi dengan kandungan antosianin (r0=0-0.32) padahal tolok ukur ini merupakan salah satu indikator masak fisiologis yang diharapkan dengan ketepatan panen saat masak fisiologis mampu meningkatkan kandungan antosianin yang diduga dapat menghambat deteriorasi pada benih. Berdasarkan hasil pengujian bobot kering benih diduga seluruh varietas telah mencapai masak fisiologis. Bobot kering benih merupakan penduga tingkat kemasakan, sedangkan kandungan antosianin perlu dipelajari lebih lanjut secara terpisah pengaruhnya terhadap tingkat kemasakan (vigor fisiologis) dan pengaruhnya antar varietas (vigor genetik).

Menurut Sadjad (1993) tolok ukur daya hantar listrik merupakan salah satu indikasi viabilitas dan vigor benih yang didasarkan pada sifat fisik (anatomis) benih. Pada tolok ukur daya hantar listrik (DHL), nilai DHL tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro pada tingkat kemasakan 1 (143.36 μmhos cm-1 g-1)

berbeda nyata dengan nilai terendah pada varietas Cikuray tingkat kemasakan 2 (72.35 μmhos cm-1 g-1) dan tingkat kemasakan 1 (78.24 μmhos cm-1 g-1). Nilai

DHL tertinggi ditunjukkan pada benih Anjasmoro tingkat kemasakan 1 dan terendah pada benih Cikuray tingkat kemasakan 2. Perbedaan ini mungkin disebabkan faktor genetik sebagaimana pernyataan Panobianco et al. (1999) yang mengatakan bahwa pada berbagai kultivar kedelai yang diujikan memiliki perbedaan daya hantar listrik dan dimungkinkan perbedaan tersebut dikarenakan keberagaman genetik. Taliroso (2008) menambahkan bahwa keragaman nilai DHL yang terjadi antar varietas kedelai diduga karena adanya perbedaan ketebalan kulit biji yang dimiliki oleh masing-masing varietas.

(39)

yang terdapat dalam kulit benih. Semakin rendah nilai DHL maka semakin tinggi kandungan antosianin atau sebaliknya. Nilai koefisien korelasi yang mendekati

satu menunjukkan hubungan yang sangat erat antar tolok ukur (Gomez dan Gomez, 1995). Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan keeratan

hubungan antara tolok ukur x dan y.

Korelasi yang erat antara kandungan antosianin dengan nilai DHL dapat dipelajari lebih lanjut untuk mengetahui pendugaan antosianin melalui DHL. Menurut AOSA (1983) uji DHL merupakan pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Uji ini mampu mendeteksi tingkat kebocoran membran sel. Struktur membran yang jelek menyebabkan kebocoran sel yang erat hubungannya dengan benih yang rendah vigornya. Semakin banyak elektrolit seperti asam amino, asam organik lainnya yang dikeluarkan benih ke air rendaman akan semakin tinggi nilai pengukuran konduktivitasnya. Nilai konduktivitas tinggi menunjukkan vigor rendah.

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Metode pengusangan cepat secara kimia dengan penggunaan etanol 20% dinilai efektif untuk membedakan tingkat vigor ketahanan benih terhadap pengusangan cepat, karena tidak menyebabkan kematian total pada lot benih yang diuji dan menunjukkan nilai ragam yang besar pada tolok ukur daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT).

Kandungan antosianin pada benih bervariasi dengan kisaran kandungan tertinggi pada Varietas Detam 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 hingga terendah pada Varietas Anjasmoro yaitu 0.011 nmol cm-2.

Kandungan antosianin tidak berkorelasi terhadap semua tolok ukur pada pengusangan cepat dan ukuran benih, tetapi berkorelasi negatif dan erat terhadap tolok ukur daya hantar listrik (DHL) (r = -0.65).

SARAN

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Addai, L.K. and O.S. Kantanka. 2006. Evaluation of screening methods for improved storability of soybean seed international. Journal of Botany 2(2):152-155.

Agati, G., P. Pinelli, S.C. Ebner, A. Romani, A. Cartelat, and Z.G. Cerovic. 2005. Nondestructive evaluation of anthocyanins in olive (Olea europaea) fruits by in situ chlorophyll fluorescence spectroscopy. Journal Agricultural and Food Chemistry 53:1354-1363.

Asiedu, E.A., A.A. Powell, and T. Stuchbury. 2000. Cowpea seed coat chemical analysis in relation to storage seed quality. African Crop Science Journal 8(3): 283-294 Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 p.

Departemen Pertanian. 2008. Nilai dan volume ekspor dan impor.

http://deptan.go.id. [4 April 2009].

Dewi, R. 1994. Studi Akumulasi Fosfat untuk Mendeteksi Viabilitas Benih Jagung (Zea Mays L.) pada Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal. Futura, M., Yano, Y. Gabazza, E. C., and Araki-Sasaki, R. 2002. The potential of

anthocyanin from black soybean seed coat. http://onlinelibrary.wiley.com. [4 April 2009].

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Procedurs for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

(42)

Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda. Buletin Teknik Pertanian 9(2): 79-82.

Marwanto. 2004. Soybean seed coat characteristics and its quality losses during incubator aging and storage. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 6(2): 57-65.

Marwanto. 2007. Hubungan antara kandungan lignin kulit benih dengan sifat khusus kulit benih kacang hijau. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9(1): 6-11.

Mugnisyah, W.Q. 1991. Strategi Teknologi Produksi Benih Kedelai untuk Mengatasi Deraan Cuaca Lapang. Makalah Penunjang Seminar Nasional Teknologi Benih III. Univ. Padjajaran Bandung. 10 hal.

Mugnisjah, W.Q. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 263 hal.

Muji, R., Sudarto., K. Puspadi., dan I. Mardian. 2009. Paket Teknologi Produksi Benih Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Nusa Tenggara Barat. 48 hal.

Panobianco, D., R.D. Vieira, F.C. Krzyzanowski, and J.B. Franca Netto. 1999. Electrical conductivity of soybean seed and correlation with seed coat lignin content. Seed Scince and Technology 27: 945-949.

Pramono, E. 2009. Daya simpan dugaan 90% (DSD-90) dari intensitas pengusangan cepat kimiawi dengan uap etanol (IPCKU) pada benih kacang tanah. http://blog.unila.ac.id. [4 Juli 2010).

Prasetyaningsih, G.W. 2006. Kemungkinan Karotenoid Sebagai Indikator Tingkat Masak Fisiologis Benih Jagung Manis. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 37 hal.

Pratiwi, L. 1990. Pengaruh Tingkat Kemasakan, Periode Konservasi dan Perlakuan Ekstraksi Buah terhadap Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Var.Intan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 38 hal.

Prihatiningsih. 2001. Pengaruh Waktu Panen terhadap Produksi dan Mutu Fisik Gabah dan Beras pada Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 42 hal. Purwanti, S. 2004. Study of storage temperature on the quality of black and

(43)

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta. 144 hal.

Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal.

Saenong, S. 1986. Kontribusi Vigor Awal terhadap Daya Simpan Benih Jagung (Zea mays L.) dan Kedelai (Glycine max L. Merr). Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 200 hal.

Saenong, S. dan S. Sadjad. 1984. Alat IPB 77-1 untuk Pendeteksian Vigor Benih Jagung (Zea Mays L.) oleh Keragaman Faktor Indus. Jurusan Agronomi, Faperta, IPB. Bogor.

Suhartanto, M.R. 2003. Fluoresen klorofil benih: parameter baru dalam penentuan mutu benih. Bul. Agron. 31(1)26-30.

Sukarman dan M. Rahardjo. 2000. Karakteristik fisik, kimia, dan fisiologis benih beberapa varietas kedelai. Bul. Plasma Nutfah 6 (2) : 31-36.

Taliroso, D. 2008. Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) Melalui Metoda Uji Daya Hantar Listrik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. 84 hal.

Tekrony, D.M, Egli, D.B.and White, G.M. 1987. Seed production and technology. dalam: Wilcox JR. (Ed). Soybeans: Improvement, Production and Uses, Ed ke 2. American Society of American Society of Agronomy. Inc. Soil Science of America. Inc. 295-346.

Togatorop, S. 1999. Pengaruh Tingkat Kemasakan, Metode Ekstraksi dan Penundaan Penanaman terhadap Viabilitas Benih Markisa (Passiflora edulis Sims). Skripsi. Jurusan Budidya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 48 hal.

Waemata, S. Dan S. Ilyas. 1986. Pengaruh tingkat kemasakan, kelembaban relatif ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.) Bul. Agron. 17(2): 27-34.

Wirawan, B. dan S. Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal

(44)
(45)

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai

Varietas Cikuray

Cikuray merupakan hasil seleksi keturunan persilangan kedelai no 630 dan no 1343 orba

Warna hipokotil : ungu Warna daun : hijau muda

Warna biji : hitam

Warna bulu : coklat

Warna kulit polong masak : coklat tua

Tipe tumbuh : semi determinate

Asal : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan

(46)

Varietas Detam 1

Nomor galur : 9837/K-D-8-185

Asal : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi

Warna kulit polong : coklat tua Warna kulit biji : hitam

Warna hilum : putih

Warna kotiledon : kuning Bentuk daun : agak bulat

Bentuk biji : agak bulat

Kecerahan kulit biji : mengkilap

Umur bunga : 35 hari

Wilis merupakan hasil seleksi keturunan persilangan orba dengan no 1682 Warna hipokotil : ungu

Warna kulit polong masak : coklat tua

(47)

Varietas Anjasmoro

Anjasmoro merupakan hasil seleksi massa dari populasi galur murni MANSURIA

Galur : Mansuria 395-49-4

Warna kulit polong masak : coklat muda Warna kulit biji : kuning Jumlah buku batang utama : 12.9-14.8 Umur berbunga : 35.7 – 39.4 hari Umur polong masak : 82.5 – 92.5 hari Kandungan protein : 41.78% - 42.05% Bobot 100 biji : 14.8 gram – 15.3 gram Kandungan lemak : 17.12%- 18.6%

Produktivitas : 2.03-2.25 ton/ha

Varietas Tanggamus

Tangamus merupakan persilangan tunggal antara kerinci dengan no 3911 Warna hipokotil : ungu

(48)

Lampiran 2.Kadar Air Benih Kedelai

00000000000terhadap Daya Berkecambah pada Pengusangan Cepat Benih

00000000000Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 31332.8000 2848.3464 28.37 0.00001**

Kelompok 3 222.9333 74.3111 0.74 0.5298tn

Galat a 33 4530.1333 137.2767 1.35

Konsentrasi (K) 4 107264.4000 26816.1000 267.09 0.00001**

L x K 44 27737.2000 6303909.0000 6.28 0.00001**

Galat b 144 14457.6000 100.400

Total 239 185814.4000

KK=13.577

Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

00000000000terhadap Indeks Vigor pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 32369.7458 2942.7041 21.07 0.0001**

Kelompok 3 714.6971 238.2264 1.71 0.1685tn

Galat a 33 7535.7708 228.3567 1.63

Konsentrasi (K) 4 85588.9750 21397.2437 153.18 0.0001**

L x K 44 15125.0250 343.7505 2.46 0.0001**

Galat b 144 20114.8000 139.6861

Total 239 161448.9958

(49)

Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

00000000000terhadap Kecepatan Tumbuh pada Pengusangan Cepat Benih

00000000000Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 4932.2209 448.3837 35.38 0.0001**

Kelompok 3 265701.0000 8.8567 0.70 0.5543tn

Galat a 33 629.9481 19.0893 1.51

Konsentrasi (K) 4 15097.7113 3774.4278 297.79 0.0001**

L x K 44 2844.5131 64.6480 5.10 0.0001**

Galat b 144 1825.1791 12.6748

Total 239 25356.1429

KK=14.55

Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Kandungan

00000000000Antosianin pada seed coat BenihKedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 0.0448 0.00407 24.98 0.0001**

Ulangan 3 0.0001 0.00003 0.16 0.9193tn

Galat 33 0.0054 0.00016

Total 47 0.0503

KK=18.80

Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot 100 Butir

0000000000 pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 106.0183 9.63800 63.05 0.0001**

0000000000 Benih pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 0.6355 0.0577 25.38 0.0001**

Ulangan 3 0.0073 0.0024 1.08 0.3772tn

Galat 33 0.0751 0.0022

Total 47 0.7179

(50)

Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Daya Hantar

00000000000 Listrik pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 23036.8306 2094.2573 2.42 0.0247*

Ulangan 3 1601.3270 533.7756 0.62 0.6093tn

Galat 33 28574.2393 865.8860

Total 47 53212.3969

(51)

POLA PELEPASAN NITROGEN DARI

PUPUK TERSEDIA LAMBAT

(SLOW RELEASE FERTILIZER)

UREA-ZEOLIT-ASAM HUMAT

Oleh :

GANDA DARMONO NAINGGOLAN

A14052121

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(52)

RINGKASAN

GANDA DARMONO NAINGGOLAN. Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizer) Urea-Zeolit-Asam Humat. Di bawah bimbingan SUWARDI dan DARMAWAN.

Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial ba gi tanaman sehingga bila kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Nitrogen mudah hilang dari tanah sehingga perlu mengurangi kehilangannya dengan membentuk pupuk dalam bentuk tersedia lambat (slow release). Beberapa bahan yang dapat digunakan untuk membuat slow release diantaranya adalah yang memiliki kapasitas tukar kation (KTK) tinggi seperti zeolit dan asam humat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dan pola pelepasan nitrogen dari formula slow release fertilizer (SRF) campuran urea, zeolit dan asam humat (UZA) dan membandingkannya dengan pupuk urea pril.

Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah tanah sawah dari daerah Situ Gede Bogor. Pupuk slow release yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari campuran urea, zeolit dengan perbandingan 70:30 dan asam humat diberikan dengan kadar 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Pengukuran laju pelepasan nitrogen pupuk dilakukan dengan metode inkubasi. Tiap periode waktu tertentu yaitu pada minggu ke 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10 dan 14, selama masa inkubasi dilakukan analisis konsentrasi amonium dan nitrat, pH dan daya hantar listrik (DHL). Penetapan kadar amonium dan nitrat dilakukan dengan metode destilasi menggunakan ekstraktan KCl 1N+HCl 0,1 N. Pada minggu ke-14 juga dilakukan analisis tanah akhir meliputi N-Total, C-Organik, P-Tersedia, KTK, basa-basa dan Kejenuhan Basa (KB).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi SRF dalam bentuk UZA dapat memperlambat laju perubahan amonium menjadi nitrat, sekitar dua minggu bervariasi berdasarkan kadar humatnya. Pupuk UZA mampu mempertahankan keberadaan nitrat hingga minggu ke-14 lebih dari 90% dibandingkan dengan urea yang hanya 60% dari pupuk yang diberikan. Hasil analisis tanah akhir menunjukkan, nilai dari P-tersedia dan basa-basa yaitu Mg, K dan Na mengalami peningkatan. Nilai KTK tanah juga mengalami peningkatan sejalan dengan waktu inkubasi. Secara umum pH tanah menurun sedangkan DHL meningkat selama waktu inkubasi. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah amonium dan peningkatan jumlah nitrat.

(53)

SUMMARY

GANDA DARMONO NAINGGOLAN. Pattern of Nitrogen Release from Slow Release Fertilizer of Urea-Zeolite-Humic Acid. Under the guidance of

SUWARDI and D ARMAWAN.

Nitrogen (N) is an essential nutrient for plants, so the lack of this element can cause the plant does not grow normally. Nitrogen easily lost from the soil, so fertilizer should be formed of a slow release fertilizer. Materials that can be used to make slow release fertilizer is, among other, material with high cation exchange capacity (CEC), like zeolites and humic acid. This study aims to determine the rate and pattern of nitrogen release from slow release fertilizer (SRF) that is a mixture of urea, zeolite and humic acid (UZA) and its comparison to urea.

Soil samples used in this research were taken from paddy fields at Situ Gede Bogor. Slow release fertilizer was made from a mixture of urea pril and zeolite with a ratio of 70:30 with adition of humic acid at 0%, 1%, 2%, 3%, 4% and 5%. The release rate of N was measured by incubation of UZA in the soil samples. During the incubation period the content of ammonium and nitrate concentrations (%), pH and EC (μS/cm) were analyzed at week 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10 and 14. Determination of ammonium and nitrate levels was done by distillation method using KCl 1N+HCl 0.1 N. Final soil analysis performed at week 14 that includes N-total, C-Organic, Available P, CEC, bases and base saturation (KB).

The results showed that the SRF in the form of UZA has reduced the rate of change of ammonium into nitrate, about two weeks slower then the urea varied with humic level. UZA fertilizer was able to maintain the existence of nitrate up to 90% until week 14 compared with that of urea that was only 60% of total N from the fertilizer. The results of final soil analysis shows that available P, and the exchangeable Mg, K and Na increased. Soil CEC also increased with incubation time. In general, soil pH decreased while EC increased during the incubation time. This was caused by the decrease in the amount of ammonium and increase the number of nitrate.

(54)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga bila kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. N itrogen merupakan unsur hara penentu produksi atau sebagai faktor pembatas utama produksi. Nitrogen sangat penting karena merupakan penyusun utama protein dan beberapa molekul biologik lainnya, nitrogen diperlukan baik oleh tumbuhan maupun hewan dalam jumlah yang besar (Sanchez, 1979).

Nitrogen merupakan salah satu unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah paling banyak namun keberadaannya dalam tanah sangat mobil sehingga mudah hilang dari tanah melalui pencucian maupun menguap ke udara. Sejumlah besar nitrogen hilang dari dalam tanah karena tanah mengalami pencucian oleh gerakan aliran air dan volatilisasi. Banyaknya nitrogen yang tersedia langsung bagi tumbuhan sangatlah sedikit (Nasoetion, 1996).

Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0,02% sampai 2,5% dalam lapisan bawah dan 0,06% sampai 0,5% pada lapisan atas (Alexander, 1997). Pada kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan kandungan nitrogen. Kandungan nitrogen yang tertinggi terdapat pada permukaan tanah dan umumnya semakin menurun dengan kedalaman tanah.

Nitrogen dalam tanah berasal dari : (1) mineralisasi N dari bahan organik dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan N2 atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non-simbiotik), (3)

melalui hujan dan bentuk presipitasi yang lain, (4) pemupukan (Soepardi, 1983; Leiwakabessy, 1988).

Jenis pupuk N yang banyak dijumpai di pasaran Indonesia adalah dalam bentuk urea (CO(NH2)2). Pupuk ini mudah larut dalam air dan menguap ke udara

(55)

2

tanah untuk mengurangi penguapan (volatilisasi). Dalam prakteknya, untuk mengurangi kehilangannya petani sering melakukan pemupukan padi dua atau tiga kali dalam satu musim tanam. Nitrogen merupakan pupuk yang rendah efisiensinya. Nitrogen yang diberikan ke dalam tanah, hanya sekitar 30-40% diambil oleh tanaman dan sekitar 60% mengalami kehilangan akibat volatilisasi, denitrifikasi maupun pencucian.

Salah satu usaha untuk mengurangi kehilangan nitrogen adalah dengan membuat pupuk tersebut dalam bentuk slow release. Zeolit merupakan salah satu bahan yang dapat mengikat nitrogen sementara. Zeolit memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi (antara 120-180 me/100g) yang berguna sebagai pengadsorbsi, pengikat dan penukar kation (Suwardi, 2000). Pupuk dalam bentuk slow release dapat mengoptimalkan penyerapan nitrogen oleh tanaman karena

slow release fertilizer (SRF) dapat mengendalikan pelepasan unsur nitrogen

sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman, serta mempertahankan keberadaan nitrogen dalam tanah dan jumlah pupuk yang diberikan lebih kecil dibandingkan metode konvensional. Cara ini dapat menghemat pemupukan tanaman yang biasanya dilakukan petani tiga kali dalam satu kali musim tanam, cukup dilakukan sekali sehingga menghemat penggunaan pupuk dan tenaga kerja (Suwardi, 1991).

Dalam pembuatan pupuk slow release dapat digunakan asam humat. Asam humat dapat berfungsi memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon pertumbuhan (Tan, 1992). Tan dan Napamornbodi (1979 dalam Tan, 1992) memaparkan bahwa asam humat bermanfaat bagi pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman.

1.2. Tujuan Penelitian

(56)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nitrogen

Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga bila kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Menurut Sanchez (1979) nitrogen merupakan unsur hara penentu produksi atau sebagai faktor pembatas utama produksi. Nitrogen merupakan salah satu unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah paling banyak namun keberadaannya dalam tanah sangat mobil sehingga mudah hilang dari tanah melalui pencucian maupun menguap ke udara.

Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman sangat hebat dan warna daun menjadi hijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang umur tanaman dan memperlambat proses kematangan karena tidak seimbang dengan unsur lain seperti P, K, dan S.

Gambar 1. Gejala Defisiensi Nitrogen; (a) Tanaman Kekurangan Unsur Nitrogen yang Ditunjukkan oleh Klorosis (Menguning) pada Daun, (b) Daun Tanaman yang Mengalami Kekurangan Unsur Nitrogen Berwarna

Hijau Kekuningan, Sempit dan Berukuran Lebih Kecil. (Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id)

(57)

4

2.1.1. Nitrogen di Dalam Tanah

Nitrogen di dalam tanah berasal dari: (1) mineralisasi N dari bahan organik dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan N2 atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non-simbiotik), (3)

melalui hujan dan bentuk presipitasi yang lain, (4) pemupukan (Soepardi, 1983; Leiwakabessy, 1988).

Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0,02% sampai 2,5% dalam lapisan bawah dan 0,06% sampai 0,5% pada lapisan atas (Alexander, 1997). Pada kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan kandungan nitrogen. Kandungan nitrogen yang tertinggi terdapat pada permukaan tanah dan umumnya semakin menurun dengan kedalaman tanah.

Unsur N yang ditemukan dalam tanah secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bentuk N-organik dan N- inorganik. Bentuk N-organik meliputi asam amino atau protein asam amino bebas, gula amino dan senyawa kompleks yaitu amonium yang berasosiasi dengan lignin dan polimer-polimernya. Bentuk N-inorganik terdapat dalam bentuk amonium (NH4+), nitrat (NO3-), nitrit

(NO2-), oksida nitrous (N2O), oksida nitrit (NO) dan gas N2 akibat perombakan

mikrobia. N2O dan N2 adalah bentuk yang hilang dari tanah dalam bentuk gas

sebagai akibat dari proses denitrifikasi (Leiwakabessy, 1988).

Vo latilisasi NH3

Ammonification process

(58)

5

2.1.2. Kehilangan Nitrogen

Kehilangan nitrogen dalam tanah terutama disebabkan ole h proses denitrifikasi, volatilisasi, penguraian, pencucian, aliran permukaan, diserap oleh tanaman, serta pemanenan. Denitrifikasi adalah perubahan nitrogen dari keadaan teroksidasi seperti nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) menjadi bentuk yang lebih

tereduksi seperti gas-gas oksida nitrit (NO), oksida nitrous (N2O) dan unsur

nitrogen bebas (N2). Kehilangan terbesar terjadi dalam bentuk oksida nitrous pada

pH 4,9-5,6, sedangkan pada pH 7,3-7,9 adalah dalam bentuk gas N2 dan sedikit

oksida nitrous (Leiwakabessy, 1988). Kehilangan melalui proses denitrifikasi ini dapat mencapai lebih dari 20%.

Volatilisasi merupakan salah satu penyebab kehilangan nitrogen tanah yang dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu penguapan melalui sistem kapiler tanah dimana NH4+ yang terlarut dalam air bergerak ke lapisan atas dan hilang melalui

proses evaporasi dan kedua disebabkan penempatan pupuk amonium yang kurang tepat di permukaan tanah menyebabkan penguapan secara langsung akibat suhu yang tinggi. Pelepasan dari pupuk urea yang diberikan ke dalam tanah dapat mencapai 10-15% (Leiwakabessy, 1988).

Mineralisasi bahan organik tanah terjadi melalui tiga tahap reaksi utama, yaitu aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Aminisasi dan amonifikasi berlangsung di bawah aktifitas mikroorganisme yang heterotrof sedangkan nitrifikasi dipengaruhi oleh bakteri autotrof (Leiwakabessy, 1988).

Aminisasi adalah pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) oleh bermacam- macam mikroorganisme (hidrolisis protein dan pembebasan amina-amina dan asam-asam amino). Mikroorganisme heterotrof yang terlibat dalam proses aminisasi dan amonifikasi terdiri dari banyak jenis. Salah satu tahap terakhir dari proses dekomposisi bahan organik ialah hidrolisa protein dan pembebasan amina-amina dan asam-asam amino.

Gambar

Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam
Tabel 2. Rata-rata Daya Berkecambah Benih Kedelai setelah Pengusangan Cepat
Tabel 4. Perbedaan DB, IV, dan KCT 000000 setelah Pengusangan Cepat pada Berbagai    Lot Benih Kedelai dengan Beberapa Tingkat Konsentrasi Larutan Etanol
Tabel 6. Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik kompresi citra yang bersifat lossy adalah teknik kompresi yang membuat file citra menjadi lebih kecil dengan cara menghilangkan beberapa

Oleh karena itulah maka untuk memenuhi kebutuhan air bersih, Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau (OPDIP) Batam membangun waduk-waduk untuk panampung air hujan yang dapat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan Peta persebaran mangrove Pulau Batam dengan Citra Landsat 8 yang telah dihasilkan dapat digunakan sebagai

Tujuan penelitian ini yaitu untuk melakukan pengamatan kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan dan jenis lamun, melakukan pemetaan sebaran lamun menggunakan

Kegiatan seperti penyiapan perumusan kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang

BELI SEKARANG JUGA..... BELI

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bobot badan ayam silangan Pelung X Kampung (PK) pada umur 12 minggu nyata lebih besar dibandingkan dengan ayam Kampung

Perusahaan diharuskan menyediakan imbalan pensiun mínimum yang diatur dalam Undang- undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), yang merupakan kewajiban imbalan