• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes Dan Lactobacillus plantarum kik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes Dan Lactobacillus plantarum kik"

Copied!
264
0
0

Teks penuh

(1)

FERMENTASI

SUFU

RENDAH GARAM MENGGUNAKAN

KAPANG INDIGENES DAN

Lactobacillus plantarum

kik

NURHAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

NURHAYATI. Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik. Dibimbing oleh BETTY SRI LAKSMI JENIE dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM

Sufu merupakan produk fermentasi tahu oleh kapang yang kemudian mengalami proses pemeraman untuk meningkatkan cita rasanya. Jenis kapang berperan penting dalam fermentasi tahu menjadi pizi. Penelitian ini mempelajari potensi kapang lokal dalam pembuatan pizidan aplikasi Lactobacillus plantarum kik selama pemeraman. Jenis kapang yang digunakan adalah kapang endigenes yaitu Rhizopus oligosporus, R. oryzae, Mucor hiemalis dan Actinomucor elegans. Larutan perendam untuk pemeraman pizi merupakan garam 6%, 9% dan 12%) yang masing-masing dikombinasi dengan gula 1% dan Lactobacillus plantarum kik3% v/v.

Keempat jenis kapang tersebut mempunyai suhu pertumbuhan yang berbeda sehingga ketika difermentasi pada suhu kamar (27-300C) mempunyai masa inkubasi yang berbeda untuk menghasilkan pizi yang baik. R. oligosporus dan R. oryzae mempunyai masa inkubasi selama ± 24 jam pada suhu kamar (27 - 320C, RH 55-68%), sedangkan M. hiemalis dan A. elegans mempunyai masa inkubasi selama ± 36 jam pada suhu kamar (27 - 320C) dan RH 55-68%.

Berdasarkan evaluasi sensori kesukaan panelis terhadap flavor pizi menunjukkan flavor pizi dari A. elegans merupakan flavor yang paling disukai kemudian diikuti oleh pizi dari R. oligosporus. Evaluasi sensori terhadap sufu dilakukan dengan metode Balance Incomplete Block Rating dihasilkan enam sufu terpilih yang paling disukai poleh panelis. Sufu dari kapang R. oligosporus dengan larutan perendam garam 9%, gula 1% digunakan untuk mempelajari pengaruh aplikasi Lb. plantarum kik dan pasteurisasi terhadap umur simpan sufu. Kemudian dibandingkan denggan sufu kontrol yaitu sufu tanpa BAL dengan perlakuan pasteurisasi dan penyimpanan.

(3)

ABSTRACT

NURHAYATI. Fermentation of Low Salt Sufu Using Indigenous Mould and

Lactobacillus plantarum kik. Under direction of BETTY SRI LAKSMI JENIE and

HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM

Sufu is a traditional Chinese fermented soybean curd (tofu) resembling a soft creamy cheese-type product. It is made by fungal solid-state fermentation of tofu followed by aging in saturated brine solution. The aims of this study were to obtain the best indigenous mold strain for sufu fermentation and produce the low salt sufu by applying Lactobacillus plantarum kik during aging. Four indigenous mold strains were used i.e Rhizopus oligosporus, R. oryzae, Mucor hiemalis and Actinomucor elegans. To produce the low salt sufu, the salt concentrations applied were varied in the range of 6% - 12% and with combination of 3% (v/v) Lb. plantarum kik. The result showed that the fermentation time of pizi was influenced by the mold species. Based on the density of the mycelium growth and the spores colour, pizi fermented by R. oligosporus and R. oryzae were produced after 24 hours of fermentation, while M. hiemalis and A. elegans after 36 hours at room temperature and at 55-68% relative humidity (RH). Sensory evaluation conducted on the pizi flavor indicated that the pizi fermented by A. elegans and R. oligosporus were ranked as first and second rank respectively. Further sensory evaluation (Balance Incomplete Block Rating Design) based on the hedonic rating of sufu revealed that six types of sufu were evaluated by the panelist as the most preferred sufu. The effect of Lb. plantarum kik applicaton and pasteurization on the shelflife of sufu produced by R. oligosporus and aging in 9% brine was studied at room temperature. Combination of Lb. plantarum kik and pasteurization of sufu could extend the shelflife from one week (control) to three weeks.

Keyword: pizi, sufu, Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Mucor hiemalis, Actinomucor elegans, Lactobacillus plantarum kik

(4)

FERMENTASI

SUFU

RENDAH GARAM

MENGGUNAKAN

KAPANG INDIGENES DAN

Lactobacillus plantarum

kik

NURHAYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : FermentasiSufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik.

Nama : Nurhayati NRP : F251050051

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. B. Sri Laksmi Jenie, MS Dr.Ir. Harsi D. Kusumaningrum

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. B. Sri Laksmi Jenie, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(6)

PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007

Nurhayati

(7)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penulis dan Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, di antaranya yaitu dapat terselesaikannya penelitian yang berjudul ” Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini merupakan salah satu karya yang tentunya melibatkan bantuan dari segala pihak sehingga haturan terima kasih disampaikan antara lain kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS selaku Ketua Program Studi dan Ketua Komisi Pembimbing yang dengan ketulusan ilmu, kearifan, kebijakan dan kebaikan beliau mengantarkan studi dan penelitian penulis hingga selesai. 2. Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang dengan penuh perhatian beliau memberikan semangat serta evaluasi selama studi dan penelitian penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Soewarno T. Soekarto, MSc selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan koreksi pada hasil penelitian ini.

4. Segenap civitas akademika Universitas Jember dan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan S-2 di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Prof. Ir. Susijahadi, MS; Dr. Ir. Sony Suwasono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Jayus yang dengan baik budi beliau telah merekomendasikan penulis untuk menempuh pendidikan S-2 di Sekolah Pascasarjana IPB.

6. Dr. Ir. Maryanto, M.Eng selaku Ketua Jurusan THP-FTP Universitas Jember periode 2005 – 2009 yang dengan kearifan dan kebijakan beliau telah membantu keterbatasan penulis.

(10)

8. Direktur Jendral Pendidikan Nasional Perguruan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan dana Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Tahun 2005-2007 kepada penulis.

9. Kedua orang tua (Bapak Satiman dan Ibu Sunarmi) atas iringan doa dan kasih sayang beliau yang meneguhkan ruh pada setiap nafas dan kesuksesan penulis. 10.Adik semata wayang (Nurma Handayani) yang telah menginspirasi penulis

untuk menjadi kakak cerminan jiwa.

11.Suami tercinta penuh kasih dan sayang (Kakanda Dedy Eko Rahmanto, S.TP) yang dengan doa, restu dan alunan irama cinta beliau menjadikan penulis mampu memelodikan bahtera hidup untuk senantiasa menggapai ridho Ilahi. 12.Bpk. Arif Suryono-Rahmanto sekeluarga di Bandung yang telah membantu

dalam keterbatasan penulis.

13.Para saudara, sahabat, rekan dan teman yang bersama mereka menjadikan kehidupan penuh cerminan dalam keterbatasan.

14.Para teknisi Laboratorium Seafast Center dan Departemen ITP IPB (Mbak Ari,

Bpk. Taufik, Ibu Sri, Ibu Rubiyah, Bpk. Sobirin, Mas Edi, Teh Idadan yang lain

serta Mbak Mar & Bi’ Sari) yang telah membantu penulis.

Kesempurnaan merupakan hal yang amat didambakan, meskipun tidak akan pernah tercapai karena Allah sematalah yang merupakan Dzat Maha Sempurna. Oleh karena itu adanya saran dari pembaca terhadap hasil penelitian ini dengan senang hati akan penulis rekomendasikan pada penelitian lebih lanjut. Dengan penuh harapan, semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca serta kemaslahatan umat.

Bogor, Juni 2007

(11)

FERMENTASI

SUFU

RENDAH GARAM MENGGUNAKAN

KAPANG INDIGENES DAN

Lactobacillus plantarum

kik

NURHAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

NURHAYATI. Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik. Dibimbing oleh BETTY SRI LAKSMI JENIE dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM

Sufu merupakan produk fermentasi tahu oleh kapang yang kemudian mengalami proses pemeraman untuk meningkatkan cita rasanya. Jenis kapang berperan penting dalam fermentasi tahu menjadi pizi. Penelitian ini mempelajari potensi kapang lokal dalam pembuatan pizidan aplikasi Lactobacillus plantarum kik selama pemeraman. Jenis kapang yang digunakan adalah kapang endigenes yaitu Rhizopus oligosporus, R. oryzae, Mucor hiemalis dan Actinomucor elegans. Larutan perendam untuk pemeraman pizi merupakan garam 6%, 9% dan 12%) yang masing-masing dikombinasi dengan gula 1% dan Lactobacillus plantarum kik3% v/v.

Keempat jenis kapang tersebut mempunyai suhu pertumbuhan yang berbeda sehingga ketika difermentasi pada suhu kamar (27-300C) mempunyai masa inkubasi yang berbeda untuk menghasilkan pizi yang baik. R. oligosporus dan R. oryzae mempunyai masa inkubasi selama ± 24 jam pada suhu kamar (27 - 320C, RH 55-68%), sedangkan M. hiemalis dan A. elegans mempunyai masa inkubasi selama ± 36 jam pada suhu kamar (27 - 320C) dan RH 55-68%.

Berdasarkan evaluasi sensori kesukaan panelis terhadap flavor pizi menunjukkan flavor pizi dari A. elegans merupakan flavor yang paling disukai kemudian diikuti oleh pizi dari R. oligosporus. Evaluasi sensori terhadap sufu dilakukan dengan metode Balance Incomplete Block Rating dihasilkan enam sufu terpilih yang paling disukai poleh panelis. Sufu dari kapang R. oligosporus dengan larutan perendam garam 9%, gula 1% digunakan untuk mempelajari pengaruh aplikasi Lb. plantarum kik dan pasteurisasi terhadap umur simpan sufu. Kemudian dibandingkan denggan sufu kontrol yaitu sufu tanpa BAL dengan perlakuan pasteurisasi dan penyimpanan.

(13)

ABSTRACT

NURHAYATI. Fermentation of Low Salt Sufu Using Indigenous Mould and

Lactobacillus plantarum kik. Under direction of BETTY SRI LAKSMI JENIE and

HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM

Sufu is a traditional Chinese fermented soybean curd (tofu) resembling a soft creamy cheese-type product. It is made by fungal solid-state fermentation of tofu followed by aging in saturated brine solution. The aims of this study were to obtain the best indigenous mold strain for sufu fermentation and produce the low salt sufu by applying Lactobacillus plantarum kik during aging. Four indigenous mold strains were used i.e Rhizopus oligosporus, R. oryzae, Mucor hiemalis and Actinomucor elegans. To produce the low salt sufu, the salt concentrations applied were varied in the range of 6% - 12% and with combination of 3% (v/v) Lb. plantarum kik. The result showed that the fermentation time of pizi was influenced by the mold species. Based on the density of the mycelium growth and the spores colour, pizi fermented by R. oligosporus and R. oryzae were produced after 24 hours of fermentation, while M. hiemalis and A. elegans after 36 hours at room temperature and at 55-68% relative humidity (RH). Sensory evaluation conducted on the pizi flavor indicated that the pizi fermented by A. elegans and R. oligosporus were ranked as first and second rank respectively. Further sensory evaluation (Balance Incomplete Block Rating Design) based on the hedonic rating of sufu revealed that six types of sufu were evaluated by the panelist as the most preferred sufu. The effect of Lb. plantarum kik applicaton and pasteurization on the shelflife of sufu produced by R. oligosporus and aging in 9% brine was studied at room temperature. Combination of Lb. plantarum kik and pasteurization of sufu could extend the shelflife from one week (control) to three weeks.

Keyword: pizi, sufu, Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Mucor hiemalis, Actinomucor elegans, Lactobacillus plantarum kik

(14)

FERMENTASI

SUFU

RENDAH GARAM

MENGGUNAKAN

KAPANG INDIGENES DAN

Lactobacillus plantarum

kik

NURHAYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Tesis : FermentasiSufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik.

Nama : Nurhayati NRP : F251050051

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. B. Sri Laksmi Jenie, MS Dr.Ir. Harsi D. Kusumaningrum

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. B. Sri Laksmi Jenie, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(16)

PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007

Nurhayati

(17)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penulis dan Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

(18)
(19)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, di antaranya yaitu dapat terselesaikannya penelitian yang berjudul ” Fermentasi Sufu Rendah Garam Menggunakan Kapang Indigenes dan Lactobacillus plantarum kik” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini merupakan salah satu karya yang tentunya melibatkan bantuan dari segala pihak sehingga haturan terima kasih disampaikan antara lain kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS selaku Ketua Program Studi dan Ketua Komisi Pembimbing yang dengan ketulusan ilmu, kearifan, kebijakan dan kebaikan beliau mengantarkan studi dan penelitian penulis hingga selesai. 2. Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang dengan penuh perhatian beliau memberikan semangat serta evaluasi selama studi dan penelitian penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Soewarno T. Soekarto, MSc selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan koreksi pada hasil penelitian ini.

4. Segenap civitas akademika Universitas Jember dan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan S-2 di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Prof. Ir. Susijahadi, MS; Dr. Ir. Sony Suwasono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Jayus yang dengan baik budi beliau telah merekomendasikan penulis untuk menempuh pendidikan S-2 di Sekolah Pascasarjana IPB.

6. Dr. Ir. Maryanto, M.Eng selaku Ketua Jurusan THP-FTP Universitas Jember periode 2005 – 2009 yang dengan kearifan dan kebijakan beliau telah membantu keterbatasan penulis.

(20)

8. Direktur Jendral Pendidikan Nasional Perguruan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan dana Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Tahun 2005-2007 kepada penulis.

9. Kedua orang tua (Bapak Satiman dan Ibu Sunarmi) atas iringan doa dan kasih sayang beliau yang meneguhkan ruh pada setiap nafas dan kesuksesan penulis. 10.Adik semata wayang (Nurma Handayani) yang telah menginspirasi penulis

untuk menjadi kakak cerminan jiwa.

11.Suami tercinta penuh kasih dan sayang (Kakanda Dedy Eko Rahmanto, S.TP) yang dengan doa, restu dan alunan irama cinta beliau menjadikan penulis mampu memelodikan bahtera hidup untuk senantiasa menggapai ridho Ilahi. 12.Bpk. Arif Suryono-Rahmanto sekeluarga di Bandung yang telah membantu

dalam keterbatasan penulis.

13.Para saudara, sahabat, rekan dan teman yang bersama mereka menjadikan kehidupan penuh cerminan dalam keterbatasan.

14.Para teknisi Laboratorium Seafast Center dan Departemen ITP IPB (Mbak Ari,

Bpk. Taufik, Ibu Sri, Ibu Rubiyah, Bpk. Sobirin, Mas Edi, Teh Idadan yang lain

serta Mbak Mar & Bi’ Sari) yang telah membantu penulis.

Kesempurnaan merupakan hal yang amat didambakan, meskipun tidak akan pernah tercapai karena Allah sematalah yang merupakan Dzat Maha Sempurna. Oleh karena itu adanya saran dari pembaca terhadap hasil penelitian ini dengan senang hati akan penulis rekomendasikan pada penelitian lebih lanjut. Dengan penuh harapan, semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca serta kemaslahatan umat.

Bogor, Juni 2007

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di bumi persada Desa Krai Kec. Yosowilangun Kab. Lumajang Jawa Timur pada tanggal 10 april 1979 sebagai putri pertama dari dua bersaudara pasangan Bpk. Satiman dan Ibu. Sunarmi. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Darma Wanita Desa Krai pada tahun 1987-1989, SD Negeri Krai 02 pada tahun 1989-1991, SMP Negeri I Yosowilangun pada tahun 1991-1994, SMU Negeri I Yosowilangun pada tahun 1994-1997.

Penulis menempuh pendidikan sarjana di Universitas Jember Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 1997-2001 yang kemudian sejak April 2004 menjadi sarana penulis mengabdikan sebagian aktivitas keilmuan sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Sebelumnya penulis pernah bekerja sebagai staf pengajar mental aritmatika Lembaga Pendidikan KAZOERU SURYA-PRIMALPHA Jember pada tahun 2001-2002. Penulis juga pernah menjadi staf laboran (QC dan R&D) Tepung Beras Rose Brand PT. Alu Aksara Pratama Mojokerto CV Sungai Budi-Bumi Waras pada tahun 2003-2004 .

(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xv I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3 1.5 Hipotesis Penelitian ... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5 2.1 Kedelai ... 5 2.2 Sufu ... 6 2.3 Lactobacillus plantarum ... 10 2.4 Rhizopus oligosporus ... 11 2.5 Rhizopus oryzae ... 12 2.6 Mucor hiemalis ... 13 2.7 Actinomucor elegans ... 14 2.8 Evaluasi Sensori ... 14 III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16 3.2 Alat dan Bahan ... 16 3.3 Tahap-tahap Penelitian ... 16 3.4 Analisis ... 20 3.5 Rancangan Percobaan ... 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22 4.1 Pengamatan Kapang dengan Metode Slide Culture ... 22 4.2 Pembuatan Pizi ... 24 a. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Lama Pemeraman Tahu ... 24 b. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Derajat Keputihan dan Kecerahan Pizi . 25 c. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Nilai Tekstur, Kekerasan dan

(23)

d. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Tingkat Kesukaan Flavor Pizi ... 27 4.3 PemeramanPizi Menjadi Sufu ... 28 4.3.1 Pengaruh Jenis Kapang dan Larutan Garam terhadap Mutu Sufu... 28 a. Total Kapang, Bakteri Asam Laktat dan Khamir. ... 29 b. Nilai pH larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi ... 33 c. Kadar Asam Laktat Larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi ... 34 d. Kadar Air Sufu ... 35 e. Kadar Abu Sufu ... 36 f. Kadar Garam Sufu ... 37 g. Kadar Protein Sufu ... 38

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kandungan Zat Gizi Kedelai Tiap 100 Gram Berat Kering ... 5 Tabel 2 Kandungan Zat Gizi Tahu Biasa dan Tahu Press Tiap 100 Gram ... 6 Tabel 3 Komposisi Nutrisi Sufu per 100 Gram Berat Segar ... 8 Tabel 4 Pengaruh Jenis Kapang terhadap Kesukaan Flavor Pizi ... 27 Tabel 5 Hasil Uji Lanjut Sensoris Sufu terhadap Flavor Pizi ... 27 Tabel 6 Hasil Uji Sensoris Sufu dengan Metode BIB Rating ... 43 Tabel 7 Hasil Uji Lanjut Sensoris Sufu ... 43 Tabel 8 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Nilai Sensori

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Biji Kedelai dan Tahu ... 5

Gambar 2 Contoh Produk Sufu di Pasaran Masyarakat Jepang dan Cina ... 7 Gambar 3 Diagram Alir Proses Pembuatan Sufu... 8

Gambar 4 Pizidan Sufu ... 9 Gambar 5 Jalur Embden Meyerhof Parnas(EMP) pada Bakteri Asam Laktat

Homofermentatif ... 10 Gambar 6 Diagram Alir Tahap-tahap Penelitian ... 17 Gambar 7 Proses Pembuatan Tahu ... 18 Gambar 8 Desain Wadah Fermentasi Tahu Menjadi Pizi ... 18 Gambar 9 Hasil Pengamatan Slide Culture Rhizopus oligosporus pada

Perbesaran 100x dan 400x ... 22 Gambar 10 Hasil Pengamatan Slide Culture Rhizopus oryzae pada

Perbesaran 100x dan 200x ... 23 Gambar 11 Hasil Pengamatan Slide Culture mucor hiemalis pada

Perbesaran 100x dan 200x ... 23 Gambar 12 Hasil Pengamatan Slide Culture Actinomucor elegans pada

Perbesaran 100x dan 200x ... 24 Gambar 13 Penampakan Pizi R. oligosporus dan R. oryzae Selama Inkubasi.. 24 Gambar 14 Penampakan Pizi Terbaik yang Telah Difermentasi oleh Empat Jenis Kapang Pizi ... 25 Gambar 15 Pengaruh Jenis Kapang terhadap Derajat Keputihan dan

Kecerahan PiziDibanding Tahu ... 25 Gambar 16 Pengaruh Jenis Kapang terhadap Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan PiziDibanding Tahu ... 26 Gambar 17 A) Lactobacillus plantarum kik Perbesaran 1000x. B) Areal

bening sebagai Indikator BAL pada Media MRSA + CaCO3) ... 28 Gambar 18 Proses Pemeraman PiziMenjadi Sufu ... 29 Gambar 19 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Kapang Selama Pemeraman Pizi ... 30 Gambar 20 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Bakteri Asam

(26)

Pemeraman Pizi ... 32 Gambar 22 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap pH Larutan Pemeram

Selama Pemeraman Pizi ... 34 Gambar 23 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Asam Laktat

Larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi ... 35 Gambar 24 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Air Sufu ... 36 Gambar 25 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Abu Sufu ... 37 Gambar 26 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Garam Sufu ... 38 Gambar 27 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Protein Sufu ... 39 Gambar 28 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Nitrogen Amino Bebas Sufu ... 40 Gambar 29 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Sufu ... 41 Gambar 30 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kecerahan dan Keputihan Sufu ... 42 Gambar 31 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap pH dan Total Asam Sufu Selama Penyimpanan ... 45 Gambar 32 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Tekstur Total Asam Sufu Selama Penyimapanan ... 46 Gambar 33 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Kadar

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Prosedur Analisis ... 51 Lampiran 2 Kuisioner Uji Analisis ... 56 Lampiran 3 Nilai Kelembaban Suhu dan (RH) dan Biji Kedelai dan Tahu ... 58 Lampiran 4 Nilai pH Larutan Pemeram Pizi ... 59 Lampiran 5 Nilai % Asam Laktat Larutan Pemeram Pizi ... 60 Lampiran 6 Nilai Derajat Keputihan dan Kecerahan Pizi dengan Alat

Chroma Meter Minolta ... 61 Lampiran 7 Nilai Derajat Keputihan dan Kecerahan Sufu dengan Alat

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sudah banyak yang mengenal dan mengkonsumsi berbagai jenis produk olahan kedelai seperti tahu, tempe, kecap, tauco. Tahu banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat. Umur simpan tahu relatif singkat yaitu hanya satu atau dua hari, sehingga untuk memperpanjang masa simpannya diperlukan penambahan bahan pengawet. Isu penyalahgunaan formalin dalam bahan pangan sebagai pengawet sangat memukul industri tahu kecil dan menengah. Salah satu upaya untuk mengawetkan tahu adalah dengan mengembangkan produk diversifikasinya dalam bentuk tahu terfermentasi yang dikenal dengan nama sufu. Produk ini merupakan makanan khas Cina dari protein kedelai yang digumpalkan dan difermentasi oleh kapang serta diperam dalam larutan bercita rasa. Beberapa istilah sinonim dari sufu yaitu tosufu, fu-ru, dou-furu,tou-fu-ru, toe-furu, jiang-dou-fu, fu-yu dan foo-yue (Wang dan Du, 1998).

Sufu mempunyai umur simpan yang lebih lama daripada tahu karena mengandung garam tinggi (12 – 16%). Nilai gizi sufu lebih baik dibandingkan tahu karena kadar proteinnya lebih tinggi. Kadar protein tahu sekitar 7,97%, sedangkan kadar protein sufu dapat mencapai hingga 11,65% (Sarwono dan Saragih, 2003). Seiring dengan adanya peningkatan perhatian masyarakat akan makanan berprotein non-hewani, maka sufu berpotensi untuk menjadi komoditas unggulan, terutama jika sifat-sifat sensori produk tersebut dapat disesuaikan dengan selera konsumen, antara lain dengan mengurangi kadar garam sehingga rasanya tidak terlalu asin.

(29)

Di Indonesia, pembuatan tempe umumnya menggunakan R. oligosporus dan R. oryzae. Han (2003) telah meneliti pembuatan sufu menggunakan R. oligosporus yang merupakan kapang tempe. Hasil penelitian menunjukkan kapang ini mempunyai potensi yang baik dalam memfermentasi tahu menjadi pizi seperti halnya A. elegans. Di samping itu R. oligosporus tumbuh optimal pada suhu 350C sedangkan A. elegans tumbuh optimal pada suhu 250C cocok untuk negara tropis seperti Indonesia.

Pada umumnya, pemeraman dalam pembuatan sufu cukup memakan waktu yang lama, yaitu 2 – 3 bulan. Selama pemeraman, aroma dan flavor sufu akan terbentuk. Pengurangan waktu pemeraman sufu dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan mengurangi kadar garam selama tahap pemeraman (Han et al., 2001). Han (2003) juga telah melakukan pemeraman pizi dengan menggunakan garam tabur atau larutan garam jenuh selama 4-6 hari hingga kadar garam pizi 12% dan 6-12 hari hingga kadar garamnya mencapai 16%. Kadar garam sufu sangat tinggi sehingga menyebabkan sufu mempunyai cita rasa yang sangat asin. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk mengurangi kadar garam sufu tanpa menurunkan kualitas produk yang dihasilkan seperti daya awetnya.

(30)

1.2 Perumusan Masalah

Kapang sangat berperan dalam proses fermentasi termasuk pada pembuatan sufu. Beberapa jenis kapang dan pengaruhnya terhadap produk yang dihasilkan sudah banyak diketahui seperti dalam fermentasi tempe yang merupakan salah satu produk diversifikasi kedelai. Oleh karena itu penelitian ini memanfaatkan beberapa kapang indigenes yaitu Rhizopus oligosporus, R. oryzae, dan Mucor hiemalis dan Actinomucor elegans dalam pembuatan sufu.

Di samping itu, perlu suatu upaya untuk mengurangi penggunaan garam selama pemeraman dengan penambahan bakteri asam laktat. Telah diketahui bahwa asam laktat merupakan salah satu jenis antimikroba alami yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat seperti Lactobacillus plantarum. Beberapa penelitian telah mempelajari mekanisme antimikroba asam laktat dalam menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen dan kapang perusak dalam makanan. Penelitian ini juga mempelajari pengaruh penambahan Lb. plantarum kikselama pemeraman sufu.

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:

1. Memperoleh jenis kapang unggul yang diseleksi dari empat jenis kapang indigenes yaitu Rhizopus oligosporus, R. oryzae, Mucor hiemalis dan Actinomucor elegans untuk pembuatan sufu.

2. Memperoleh teknologi proses pembuatan sufu rendah garam dengan memanfaatkan bakteri asam laktat indigenes yaitu Lactobacillus plantarum kik.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Meningkatkan diversifikasi serta nilai jual produk olahan tahu.

(31)

3. Menunjang program pemerintah tentang diversifikasi pangan serta peningkatan nilai gizi masyarakat.

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis kapang yang digunakan dalam fermentasi tahu dapat mempengaruhi kualitas sensori pizi dan sufu yang dihasilkan.

2. Penambahan Lactobacillus plantarum kik dapat mengurangi penggunaan garam selama pemeramansehingga menurunkan intensitas rasa asin sufu. 3. Kombinasi penambahan Lactobacillus plantarum kik dan pasteurisasi dapat

memperpanjang umur simpan sufu.

(32)

RAK Dimana:

i = 1, 2, …, 6 dan j=1, 2,…,r

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Pengaruh perlakuan:

H0: τ1 = …= τt=0 (perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1: paling sedikit ada satu i dimana τi ≠ 0

Pengaruh pengelompokan:

H0: β1 = …= βr=0 (kelompok tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1: paling sedikit ada satu j dimana βj ≠ 0

yang meliputi kriteria sensoris seperti tingkat rasa asin, kelembutan daya oles, dan flavor.

ij j i ij

(33)

We report the first case of maxillary sinusitis caused by Actinomucor elegans in an 11-year-old patient. Histopathological and mycological examinations of surgical maxillary sinuses samples showed coenocytic hyphae characteristic of mucoraceous fungi.The fungi recovered had stolons and rhizoids, nonapophyseal andglobose sporangia, and whorled branched sporangiophores and wasidentified as A. elegans. After surgical cleaning and chemotherapy with amphotericin B administered intravenously and by irrigation, the patient became asymptomatic and the mycological study resultswerenegative. (Dovel G et al ,2001)

Isu formalin dalam bahan pangan sangat memukul industri makanan kecil dan menengah, termasuk pengrajin tahu sehingga dibutuhkan suatu produk diversifikasi tahu yang memiliki umur simpan lebih panjang dibandingkan dengan tahu biasa yang daya awetnya hanya sekitar 1 – 2 hari.

Sumber

keragaman

Derajat bebas

(Db)

Jumlah Kuadrat

(JK)

Kuadrat Tengah

(KT)

F-hitung

Perlakuan t-1 JKP KTP KTP/KTG

Blok r-1 JKB KTB KTB/KTG

Galat (t-1)(r-1) JKG KTG

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai

Biji kedelai kaya akan protein dan lemak serta beberapa bahan gizi lainnya

seperti vitamin dan lesitin. Biji kedelai dapat diolah menjadi tahu (tofu/bean

curd), bermacam-macam saus penyedap (seperti kecap, tauco, dan lain-lain),

tempe, susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa), tepung kedelai,

minyak (untuk kebutuhan sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut,

dan biodiesel). Adapun contoh bji kedelai beserta produknya seperti Gambar 1

[image:34.612.171.468.432.655.2]

dan komposisi zat gizi kedelai disajikan pada Tabel 1.

Gambar 1 Biji Kedelai dan Tahu

Tabel 1 Kandungan Zat Gizi Kedelai Tiap 100 Gram Berat Kering

Komposisi Satuan Kedelai

Energi Protein Lemak Hidrat arang Serat Abu Kalsium Fosfor Besi Karotin Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air

bdd (berat yang dapat dimakan)

(kal) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (mg) (mg) (mg) (mkg) (SI) (mg) (mg) (gram) (%) 381; 331* 40,4; 34,9* 16,7; 18,1* 24,9; 34,8* 3,2 5,5 222; 227* 682; 585* 10; 8* 31 110* 0,52; 1,07* 0 12,7; 7,5* 100

Sumber: Depkes RI dan Puslitbang Gizi 1991 dalam http://www.ristek.go.id

(35)

Tahu telah dikenal semua lapisan masyarakat dengan berbagai macam merk

(hasil olahan industri) maupun yang tanpa merk (hasil olahan industri rumah

tangga). Akan tetapi pada dasarnya tahu dibagi menjadi dua macam yaitu tahu

biasa dan tahu padat/press yang disebut firm tofu. Adapun komposisi tahu biasa

dan tahu press/firm tofu seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan Zat Gizi Tahu Biasa dan Tahu Press Tiap 100 Gram

Komposisi Satuan Tahu Biasa Tahu Press /Firm Tofu

Energi Air*

Protein (N x 5,71) Lemak Karbohidrat Abu* Lemak jenuh Kalsium Fosfor* Besi Serat Kalium* Natrium (kal) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) 76 84,55 7,4 4,17 2,03 0,72 0,62 125 97 1,82 1,0 121 9 79 69,83 9,25 4,71 1,91 1,40 0,975 227 190 1,25 0,2 237 14

Sumber : * Haytowitz dan Matthews (1989) dalam Nugrahaningwidhi 2002

USDA, 2004

2.2 Sufu

Di dunia barat seperti Cina, sufu juga dikenal dengan nama chinese cheese ,

karena cita rasanya yang menyerupai keju. Beberapa istilah sinonim dari sufu

yaitu tosufu, fu-ru, dou-furu,tou-fu-ru, toe-furu, jiang-dou-fu, fu-yu dan foo-yue.

Dikenal juga sinonim sufu berdasarkan asal daerahnya yaitu tofuyo, nyu-fu atau

fu-nyu di Jepang, chao di Vietnam, ta-huri Philipina, taokaoan di Indonesia, tao-huyi di Thailand dan sufu, furu atau doufuru di Cina (Yasuda dan Kobayashi

1989; Beuchat 1995; dalam Wang dan Du, 1998).

Wang dan Du (1998) menjelaskan bahwa sufu pertama kali diproduksi di

Cina pada Dinasti Wei (220 – 265 AD), dan populer pada masa Dinasti Ming

(1368 – 1644) (Zhang dan Shi, 1993). Winarno (2002) juga menjelaskan bahwa

(36)

termasuk mereka yang merantau dari Cina. Contoh sufu di pasaran Jepang dan Cina seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Contoh Produk Sufu di Pasaran Masyarakat Jepang dan China Sumber: Han, 2003; Koga, 2006

Menurut proses pembuatannya sufu merupakan salah satu produk fermentasi

tahu oleh kapang, yang kemudian mengalami proses pemeraman atau aging untuk

meningkatkan cita rasanya. Proses pembuatan sufu meliputi tiga langkah utama,

yaitu pembuatan tahu, fermentasi oleh kapang, dan pematangan serta penuaan.

Tahu yang biasa digunakan adalah jenis tahu keras atau firm tofu. Kadar air jenis

tahu ini sekitar 70%, dan dipotong membentuk kubus 8 cm.

Pada tahap fermentasi oleh kapang, tahu diturunkan pHnya dengan

perendaman dalam larutan garam NaCl 6% dan asam sitrat 2.5% selama satu jam

pada suhu kamar. Penurunan pH tahu dapat menghambat pertumbuhan bakteri

pembusuk akan tetapi tidak menghambat pertumbuhan kapangnya. Tahu

kemudian ditiriskan atau diberi perlakuan pemanasan dengan uap 100 oC selama

10 – 15 menit. Inokulasi dilakukan pada saat tahu telah dingin (suhu ruang) yang

selanjutnya diinkubasikan pada suhu 30oC selama 2 – 7 hari. Setelah itu akan

dihasilkan tahu yang telah bermiselium disebut dengan nama pizi (Winarno,

2002).

Selama fermentasi tahu menjadi pizi, kapang menghasilkan sejumlah enzim

yang mampu mendegradasi komponen-komponen tahu menjadi senyawa

sederhana. Actinomucor elegans dapat menghasilkan enzim protease, α-amilase,

β-galaktosidae, dan lipase (Chou et al,1988).

Tahap selanjutnya adalah pemeraman yang dilakukan dalam larutan garam

10 – 12 % dan dapat dicampur dengan alkohol (food alcohol) 10%. Selain itu

menurut Winarno (2002) dalam cairan perendam dapat ditambahkan cabai,

penyedap rasa atau jahe untuk memperkaya rasa, yang kemudian dibiarkan selama

(37)

berperan terhadap perubahan tekstur, degradasi protein dan lipid. Proses

[image:37.612.158.480.431.643.2]

pembuatan sufu menurut Han (2003) seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram Alir Proses Pembuatan Sufu (Han, 2003)

Tabel 3 Komposisi Nutrisi Sufu per 100 Gram Berat Segar

Komposisi Nutrisi Berat

Kadar air (g) 58 – 70

Protein kasar (g) 12 – 17

Lemak kasar (g) 8 – 12

Serat (g) 0.2 – 1.5

Karbohidrat (g) 6 – 12

Kadar abu (g) 4 – 6

Kalsium (mg) 100 – 230

Fosfor (mg) 150 – 300

Besi (mg) 7 – 16

Thiamin (Vitamin B1) (mg) 0.04 – 0.09

Riboflavin (Vitamin B2) (mg) 0.13 – 0.36

Niacin (mg) 0.5 – 1.2

Vitamin B12 (mg) 1.7 – 22

Energi (KJ) 460 – 750

Sumber: Wang dan Du (1998), Su (1986) dalam Han 2003.

Sufu biasanya dikonsumsi sebagai spread pada crackers atau sebagai bumbu

Pemotongan

Inokulasi dengan kapang selama 2 - 4 hari

Perendaman dalam larutan garam jenuh selama 6-12 hari hingga kadar garam pizi 16%

Pizi

Sufu

Perendaman dalam larutan bercita rasa (dressing mixture)selama 2 bulan

(38)

Berdasarkan warna dan flavor yang dihasilkan, Wang dan Du (1998)

membedakan sufu ke dalam empat tipe yaitu sufu merah, sufu putih, sufu abu-abu

dan sufu tipe lain.

a. Sufu merah

Sufu merah merupakan sufu yang berwarna merah pada bagian permukaan dan

berwarna cerah kekuningan pada bagian dalam. Warna merah ini disebabkan

oleh pewarna angkak yang ditambahkannya selama pemeraman, dan bercita rasa

tinggi sebagai appetizer dengan kadar garam yang tinggi pula di antara jenis

lainnya.

b. Sufu putih

Seperti halnya dengan sufu merah, sufu putih juga banyak digunakan sebagai

appetizer hanya saja tanpa pewarna angkak sehingga berwarna cerah

kekuningan bagian luar dan dalam. Sufu jenis ini lebih terkenal di kawasan

masyarakat China Selatan.

c. Sufu abu-abu

Sufu abu-abu mempunyai tekstur lebih lembut, flavor yang kuat agak menyengat

dan merupakan hasil degradasi enzim bakteri dan kapang selama fermentasi.

Sufu ini banyak diproduksi skala industri dengan resep yang dirahasiakan.

d. Sufu tipe lain

Selain ketiga tipe sufu tersebut ada tipe lain yang biasa diproduksi oleh

masyarakat dengan berbagai macam variasi bahan penguat cita rasa selama

proses pemeraman. Bahan tambahan tersebut antara lain: sayur mayur, nasi,

bacon, alkohol pangan konsentrasi tinggi. Sufu yang beralkohol tinggi biasa disebut Zui-fang atau tsui-fang yang berarti arak sufu.

[image:38.612.232.409.547.670.2]

Sumber: Han, 2003; Anonim,2006 dalam http://www.wonder-okinawa.jp

(39)

2.3 Lactobacillus plantarum

Lactobacillus merupakan bakteri gram positif dengan ukuran 0,5 – 1,2 x 1,0 – 10 µm, membentuk rantai panjang atau pendek, bersifat anaerob fakultatif dan

kadang-kadang mikroaerofilik dengan suhu pertumbuhan optimal pada suhu 30 –

40 0C. Lactobacillus plantarum merupakan bakteri gram positif tidak membentuk

spora dari kelompok bakteri asam laktat fakultatif homofermentatif yang dapat

menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi glukosa. Bakteri

ini mempunyai enzim aldolase dan heksosa isomerase tetapi tidak mempunyai

fosfoketolase sehingga tiap satu molekul glukosa akan menghasilkan dua molekul

asam laktat tanpa gas dengan menggunakan jalur Embden Meyerhof Parnas

(EMP) seperti pada Gambar 5 (Salminen et al 2004).

Glukosa

Glukokinase ATP

ADP

Glukosa 6-fosfat

Fruktosa 6-fosfat

ATP

ADP

Fruktosa 1,6 difosfat Fruktosa 1,6

difosfat aldolase

Gliseraldehid 3-fosfat Dihidroksiaseton fosfat

2Pi 2NAD+

Gliseraldehid 3-fosfo dehidrogenase 2 NADH

2 x 1, 3 Difosfogliserat

H2O

2 x 3 Fosfogliserat

Piruvat kinase 2 ADP

2 ATP

2 x 2 Fosfogliserat

2 x 2 Piruvat

Laktat dehidrogenase 2 NADH + 2 H+

2 NAD+

[image:39.612.178.504.311.636.2]

2 x Asam laktat

Gambar 5 Jalur Embden Meyerhof Parnas (EMP) pada Bakteri Asam Laktat

(40)

mempunyai daerah penghambatan terbesar terhadap semua bakteri patogen. Efek

penghambatan terbesar dari Lb. plantarum adalah 4,0 mm terhadap

Staphylococcus aureus, 3,8 mm terhadap Escherichia coli dan 2,3 mm terhadap

Salmonella Thypimurium. Di samping itu Lb. plantarum dan Lb. casei subsp

rhamnosus juga mempunyai aktivitas antimikroba terbesar terhadap Listeria monocytogenes dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya, dengan masing-masing daerah penghambatan 1, 9 mm dan 2,0 mm (Jenie dan Shinta, 1995).

Selain itu Lavermicocca et al (2002) dalam Ilyaningtyas 2003 melaporkan

bahwa Lb. plantarum galur 21B juga menghasilkan komponen anti kapang yaitu

fenillaktat dan asam 4-hidroksilfenillaktat. Komponen ini mempunyai aktivitas

penghambatan terhadap kapang Eurotium repens IBT 1800, E. Rubrum

FTDC3228, Penicillium expansum IDM/FS2, Endomyces fibuliger IBT605 dan

IDM3812, Aspergillus niger FTDC3227 dan IDMI, A. flavus FTDC3226, Monilia

sitophila IDM/FS5 dan Fusarium graminearum IDM623 pada konsentrasi 50 mg/ml.

Lb. plantarum kik memiliki aktivitas antimikroba yang baik terhadap

bakteri patogen seperti Listeria monocytogenes yang dapat dihambat

pertumbuhannya sampai 90% dengan MIC 1,2% dan Echericia coli dengan MIC

sebesar 3% (Asriani, 2006). Aktivitas antikapang Lb. plantarum kik seperti

terhadap Penicillium citrinum sedangkan Lb. plantarum pi28a memiliki aktivitas

antikapang terhadap Fusarium graminearum akan tetapi kedua jenis Lb.

plantarum tersebut tidak mampu menghambat pertumbuhan Rhizopus

oligosporus (Handayani 2001; Pramisari 2001, dalam Jannah 2005). Pada proses pembuatan oncom hitam, perendaman bungkil kacang tanah dalam

suspensi/larutan Lb. plantarum selama 8 jam mampu menurunkan kadar

Aspergillus flavus sebesar 99,58% dari jumlah kapang awal 106 CFU/g. Hal ini juga terjadi pada penurunan kadar aflatoksinnya yaitu sebesar 87,3% dari kadar

aflatoksin awal (Jannah, 2005).

2.4 Rhizopus oligosporus

(41)

Ciri-ciri spesifik dari kapang ini adalah mempunyai hifa tidak bersepta, dengan

stolon dan rhizoid serta spora berwarna gelap jika sudah tua. Sporangiofor tumbuh

dan mempunyai rhizoid, sporangia besar dengan kolumela agak bulat dan apofisis

berbentuk seperti cangkir. Hifa vegetatifnya melakukan penetrasi pada substrat

dan mempunyai pertumbuhan yang cepat dengan membentuk miselum (Fardiaz,

1992).

Wang et al dalam Sumiati (1994) menjelaskan bahwa selama fermentasi

Rhizopus oligosporus dapat menghasilkan senyawa antibakteri yaitu kelompok

glikopeptida. Senyawa ini tidak mempunyai spektrum yang luas, akan tetapi

mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif yaitu Clostridium

botulinum, Clostridium. sporogenes, Bacillus subtilis, serta Staphylococcus aureus.

Han (2003) menjelaskan bahwa R. oligosporus mempunyai kondisi

pertumbuhan pada suhu 30 – 45 oC dan optimal pada suhu 35oC dan RH 95 – 97%

selama fermentasi tofu menjadi pizi. Oleh karena itu R. oligosporus dapat

digunakan sebagai starter pizi untuk produksi sufu selama musim panas sehingga

masyarakat Cina dapat memproduksi sufu tidak hanya pada musim dingin.

Kapang ini juga berperan dalam meningkatkan nilai gizi protein kedelai dengan

memecah protein menjadi asam amino oleh enzim protease serta mampu

meningkatkan kadar ion fosfat dengan menghidrolisis asam fitat menjadi inositol

dan fosfat bebas oleh enzim fitase yang dihasilkannya.

2.5 Rhizopus oryzae

Rhizopus oryzae merupakan kapang dari kelas Zygomycetes. Kapang ini bersifat monomorfik dengan hifa tidak bersepta. Spora aseksualnya berada dalam

sporangia dengan tangkai sporangiofor. Pengamatan di bawah mikroskop

menunjukkan adanya rhizoid pada percabangan hifa dengan sporangiofor dan

mempunyai miselium kompak dengan koloni putih sampai abu-abu kecoklatan

(Fardiaz, 1992).

R. oryzae mempunyai suhu pertumbuhan minimum 5 – 7 0C, optimal pada

(42)

amilase terkuat dibandingkan dengan kapang-kapang tempe lainnya sehingga

dapat mendegradasi amilosa/pati menjadi gula sederhana (Roxana et al. 2003).

2.6 Mucor hiemalis

Dalam pembuatan sufu terdapat beberapa kapang yang berperan selama

tahap fermentasinya yaitu kelas Mucoraceae. Di antara kapang yang sering

digunakan adalah Actinomucor elegans, Mucor hiemalis, M. silvaticus dan M.

subtilisimus karena dapat menghasilkan sufu dengan kualitas yang baik.

Mucor juga disebut dimorfik karena dapat berubah dari bentuk filamen menjadi bentuk seperti khamir. Pertumbuhan yang menyerupai khamir dirangsang

jika kondisinya anaerobik dan dengan adanya CO2.

Koloni M. hiemalis berwarna kuning krem pada tempat terang, pada

tempat yang gelap berwarna lebih abu-abu. Tinggi hifa 15 – 20 mm pada media

agar. Sporangiofor sederhana pada awalnya, kemudian bercabang sedikit,

berwarna kuning dengan diameter 10 – 14 µm dengan dinding yang tidak

sempurna. Kolumela berbentuk bulat panjang, terpotong pada dasar.

Sporangiospora berbentuk bulat lonjong seperti ginjal dengan ukuran bervariasi

dan nampak licin. Kapang ini tidak memiliki klamidospora (Samson et al 1981

dalam William, 1990).

Mucor hiemalis tergolong dalam divisi Zygomycota kelas Zygomycetes ordo

Mucorales dan genus Mucor dengan ciri-ciri spesifik yaitu hifa tidak bersepta,

tidak membentuk stolon dan rhizoid atau sporangiola (sporangia kecil yang

mengandung beberapa spora), sporangiofora tumbuh pada seluruh bagian

miselium dengan spora halus dan teratur, bentuknya sederhana atau bercabang,

kolumela berbentuk bulat atau seperti buah advokat, tumbuh optimal pada suhu

37-400C (Fardiaz, 1992; Onions et al, 1981 dalam Nugrahaningwidhi, 2002.).

2.7 Actinomucor elegans

Kelas Mucoraceae yang banyak digunakan pada pembuatan sufu/Chineses

cheese adalah Actinomucor elegans. Genus ini sering sulit dibedakan dari Mucor

karena mempunyai koloni putih terang mengkilap seperti Mucor. Kapang ini juga

terdapat di alam seperti tanah/debu dan ditemukan pada beberapa makanan Asia

(43)

cabang-cabang sporangiofor, dinding terminal sporangia kokoh (dilequescent) dan ditutupi oleh kristal kalsium oksalat, sporangia lebih kecil dan pendek, secara

vertikal disusun oleh cabang yang pendek, membentuk stolon dan rhizoid.

A. elegans mempunyai bentuk yang terletak di antara Mucor dan Rhizopus.

Selain itu A. elegans mampu menggunakan xilosa, pati dan sukrosa sebagai

sumber karbon dan senyawa anorganik sebagai sumber nitrogen. Kapang ini

merupakan kapang yang digunakan dalam pembuatan sufu di Cina. Han (2003)

telah membandingkan kemampuan aktivitas enzim A. elegans dengan R.

oligosporus. A elegans mempunyai kemampuan mendegradasi protein dan α

-galaktosida lebih baik daripada R. oligosporus.

2.8 Evaluasi Sensori a. Uji ranking sederhana

Uji ranking sederhana digunakan untuk membandingkan atribut sensori dari

beberapa sampel. Panelis akan menerima tiga atau lebih sampel berkode yang

kemudian diminta untuk mengurutkan intensitas atribut sampel tersebut. Uji

ranking merupakan uji yang cepat dan bisa dilakukan sekaligus pada beberapa

sampel. Atribut sensori yang dinilai dapat berupa atribut kesukaan atau ranking

hedonik (Adawiyah et al, 2006).

Masing-masing sampel disajikan secara imbang dan acak. Penilaian

menunjukkan ranking dari intensitas atribut uji yang dimulai dengan skor ranking

1 sampai skor ranking terendah. Selanjutnya data uji ranking dianalisis

menggunakan uji Friedman (Meilgaard et al, 1999; Steel dan Torie, 1991).

b. Uji pembedaan berganda metode Balance Incomplete Block (BIB) Rating

Uji pembedaan dengan metode BIB Rating merupakan uji yang dilakukan

untuk medeterminasikan atribut sejumlah sampel yang terlalu banyak dievaluasi

panelis. Sampel biasanya mempunyai tingkat kejenuhan yang tinggi (terlalu pekat

konsentrasinya baik rasa maupun aroma seperti terlalu asin atau bau yang terlalu

menyengat). Oleh karena itu perlu membatasi jumlah sampel yang disajikan yaitu

(44)

menjumlahkan intensitas atribut dari skala intensitas numerik dan mengevaluasi

(45)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan (9) bulan mulai Agustus 2006 sampai April 2007. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Laboratorium Seafast Center dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan meliputi: wadah fermentasi, inkubator, autoklaf, Minolta Chroma Meters, Texture Analyzer,pH-meter, dan seperangkat alat untuk analisis kimia, mikrobiologis (total kapang, khamir dan bakteri asam laktat) serta uji sensoris (sediaan organoleptik).

Bahan-bahan yang digunakan meliputi: tahu (diperoleh dari industri rumah tangga H. Rahmat Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor), garam dapur (merk ”Refina”), gula, dan air layak minum (aquades). Mikroba yang digunakan yaitu kapang dan bakteri asam laktat. Jenis kapang yang digunakan adalah: Rhizopus oligosporus 6010 dan R. oryzae 6011 yang diperoleh dari PSPG UGM,serta Mucor hiemalis CC 88002 dan Actinomucor elegans CC 89232 yang diperoleh dari Laboratorium Mikologi IPB. Jenis bakteri asam laktat yang digunakan adalah Lactobacillus plantarum kik yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen ITP IPB. Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu media Potato Dextro Agar (Oxoid), MRS Broth (MRSB Oxoid) dan MRS Agar (MRSA Oxoid), NaCl, asam tartarat 10%, gliserol, NaOH, formaldehid, minyak imersi, aquades bebas mineral, AgNO3, K2CrO4, HCl, H2SO4, K2SO4, HgO dan indikator fenolftalin (PP 1%/).

3.3 Tahap-tahap Penelitian

(46)
[image:46.612.167.489.109.685.2]

Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Proses pembuatan tahu seperti pada Gambar 7.

Gambar 6 Diagram Alir Tahap-Tahap Penelitian Pemotongan (1cm x 2,5cm x 2,5cm)

Inokulasi tahu dengan kapang (R. oligosporus, R. oryzae, M. hiemalis dan A. elegans) 1% v/v

Perendaman selama 4 hari dalam larutan garam (6%, 9%, dan 12%)+ gula 1% b/v + Lb. plantarum kik 3% v/v.

Fermentasi selama 24 jam, 36 jam dan 48 jam

Uji sensoris rasa pizi Pizi terbaik dari

masing-masing kapang

Analisis kimiawi dan mikrobiologis

Uji sensoris kesukaan sufu

Tahu

Sufu

Pasteurisasi pada suhu 1000C selama 30 detik Tanpa pasteurisasi

Simpan pada suhu kamar Sufu terpilih

dengan BAL

Sufu terpilih tanpa BAL

(47)

Gambar 7 Proses Pembuatan Tahu

Fermentasi tahu dilakukan dalam loyang berukuran 24 x 7 cm yang diberi lubang pada sisi bawah untuk aerasi berdiameter 0,5 cm dengan jarak 2,5 cm. Pada bagian tengah di kedua sisi samping diberi lubang dengan jarak 5 cm untuk tempat menusukan tahu yang akan difermentasi menjadi pizi. Desain wadah fermentasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

tusuk tahu dari bambu

lubang aerasi

[image:47.612.206.445.79.387.2]

sisi bawah sisi atas ditutup dengan aluminium foil

Gambar 8 Desain Wadah Fermentasi Tahu Menjadi Pizi Kedelai (kapasitas produksi ± 200kg/hari

Perendaman selama 1 – 2 jam

Perebusan hingga mendidih dan diaduk-aduk

Penggilingan dengan mesin penggiling

Filtrat

Penggumpalan dengan penambahan batu tahu dan biang secukupnya

Pemisahan residu (curd) dengan filtrat (whey)

Dibiarkan semalam

Biang

Pengepresan dan pemotongan

(48)

Kemudian menginokulasi tahu dengan menyemprotkan suspensi kapang (105 -106 CFU/ml) sebanyak 1% per berat tahu dan menginkubasikannya pada suhu kamar. Selama fermentasi dilakukan penentuan lama inkubasi terbaik dari masing-masing kapang berdasarkan pada kekompakan miselium dan warna pizi. Sebelumnya kultur kerja kapang dipersiapkan dengan menginokulasi 1 ose miselium/spora kapang pada media agar miring dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3 – 4 hari. Kapang yang digunakan adalah Rhizopus oligosporus, R. oryzae, Mucor hiemalis, dan Actinomucor elegans.

b. Pemeraman pizi menjadi sufu

Tahap selanjutnya adalah proses pemeraman yaitu perendaman pizi dalam larutan garam dengan berbagai konsentrasi (6%, 9% dan 12%) dan ditambah gula 1% b/v. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut ditambahkan Lb. plantarum kik sebanyak 3% v/v. Kultur kerja Lb. plantarum kik dipersiapkan dengan menginokulasi 1 ml kultur stok Lb. plantarum kik ke dalam tabung berisi 9 ml MRSB steril dan diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Proses pemeraman dilakukan selama 4 hari pada suhu kamar.

c. Pasteurisasi sufu dan penyimpanan.

(49)

3.4 Analisis

Adapun analisis yang dilakukan antara lain meliputi:

- analisis mikrobiologi : total kapang, bakteri asam laktat dan khamir (AOAC, 1999).

- analisis fisik : derajat kecerahan dan keputihan, tekstur, kekerasan dan kekuatan (Huntching, 1999 dalam: Wati, 2003).

- analisis kimia : kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar N amino bebas, pH, dan total asam (Sudarmaji et al, 1996).

- evaluasi sensoris : flavor pizi dan tingkat kesukaan sufu.

Flavor pizi diuji dengan menggunakan uji pembedaan sederhana ranking yaitu panelis diminta mengevaluasi flavor pizi dengan mengurutkan/memeringkat berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap flavor pizi.

Tingkat kesukaan sufu terhadap atribut rasa asin, tekstur warna dan flavor (overall) diuji menggunakan metode Balance Incomplete Block (BIB) Rating yaitu panelis diminta mengevaluasi tingkat kesukaan sufu secara overall. Tiap panelis tidak harus mengevaluasi semua sampel sehingga sampel disajikan sebagian dengan menggunakan desain blok sampel yang direkomendasikan (Meilgaard et al, 1999).

3.5 Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) secara faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor A adalah jenis kapang yang terdiri atas empat taraf yaitu:

A1 = Rhizopus oligosporus A2 = Rhizopus oryzae A3 = Mucor hiemalis A4 = Actinomucor elegans

Faktor B adalah jenis larutan perendam untuk pematangan/maturing pizi yang terdiri atas empat taraf yaitu:

(50)

Kombinasi perlakuannya adalah sebagai berikut : A1B1 A1B2 A1B3

A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 A4B1 A4B2 A4B3

Model matematis percobaan yaitu:

i = 1, 2, 3 dan 4 j = 1, 2, dan 3

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

Uji lanjut untuk analisis data adalah dengan digunakan metode Least dan Honest Significant Difference (LSD dan HSD) untuk desain Balance Incomplete Block dan metode Duncan Multiple Random Test (DMRT) pada taraf uji 5%.

ij j i ij

(51)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Kapang dengan Metode Slide Culture

Kapang yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rhizopus oligosporus,

Rhizopus oryzae, Mucor hiemalis dan Actinomucor elegans. Adapun morfologi kapang diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan metode pengamatan

slide culture seperti yang terlihat pada Gambar 9, 10, 11 dan 12. Metode slide culture merupakan metode yang lebih baik daripada metode pengamatan langsung di bawah mikroskop, karena dengan metode ini kapang dibiarkan tumbuh sampai

optimal sehingga morfologinya nampak terlihat jelas dan utuh. Bila menggunakan

metode pengamatan langsung, kapang diambil dari kultur stok tanpa

menumbuhkannya terlebih dahulu sehingga kemungkinan besar yang terambil

hanya bagian tertentu dari kapang saja, tidak secara keseluruhan morfologi kapang

tersebut.

a. Rhizopus oligosporus

rhizoid

stolon

sporangia pecah mengeluarkan spora

sporangiofor spora

Gambar 9 Hasil Pengamatan Slide CultureRhizopus oligosporus pada Perbesaran 100x dan 400x

Ciri-ciri R. oligosporus nampak seperti pada Gambar 9 yaitu miseliumnya

tidak bersekat, stolon yang tumbuh memanjang pada substrat (medium PDA),

sporangioforanya selalu tumbuh berkelompok pada satu noda yang sama dan juga

terbentuk rhizoid pada noda tersebut. Sporangiofor R. oligosporus tidak bercabang

dan di ujungnya terdapat apofisis yang mempunyai sporangia dengan spora

(52)

b. Rhizopus oryzae

Pada Gambar 10 terlihat R. oryzae mempunyai morfologi yang hampir sama

dengan R. oligosporus akan tetapi berbeda warna spora yang dihasilkan. Kapang

ini mempunyai spora yang berwarna gelap abu-abu jika sudah tua.

sporangiofora

sporagia

rhizoid stolon

Gambar 10 Hasil Pengamatan Slide CultureRhizopus oryzae pada Perbesaran 100x dan 200x

c. Mucor hiemalis

Mucor hiemalis seperti yang terlihat pada Gambar 11. Kapang ini terlihat

mempunyai morfologi yang hampir sama dengan Rhizopus yaitu hifa tidak

bersepta akan tetapi tidak mempunyai rhizoid, tidak membentuk stolon dan

sporangia Mucor lebih kecil daripada sporagia Rhizopus. Hifa-hifa nampak seperti

bulu yang lembut dengan warna kuning muda dan spora terlihat teratur serta halus

dengan warna putih (Frazier dan Westhoff, 1978).

sporangia hifa tanpa sekat

sporangiofor tanpa rhizoid

Gambar 11 Hasil Pengamatan Slide CultureMucor hiemalis pada Perbesaran 100x dan 200x

d. Actinomucor elegans

Actinomucor elegans mempunyai morfologi yang hampir sama dengan

Rhizopus yaitu hifa tidak bersepta (tidak bersekat), mempunyai rhizoid dan menghasilkan sporangia akan tetapi berbeda warna hifa dan spora yang dihasilkan

yaitu berwarna putih meskipun sudah tua. Di ujung hifa terdapat

(53)

berwarna putih sehingga tidak mempengaruhi warna pizi jika dipanen terlalu tua

atau inkubasi terlalu lama.

stolon rhizoid

[image:53.612.219.406.543.656.2]

terminal hifa membentuk percabangan sporangia

Gambar 12 Hasil Pengamatan Slide CultureActinomucor elegans pada Perbesaran 100x dan 200x

4.2 Pembuatan Pizi

Proses pembuatan sufu meliputi tiga tahap utama yaitu pembuatan tahu,

fermentasi tahu oleh kapang menjadi pizi, dan pemeraman pizi.

a. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Lama Fermentasi Tahu

Selama fermentasi, tahu ditumbuhi miselium kapang yang selanjutnya

disebut pizi. Pada tahap pendahuluan telah diketahui bahwa lama fermentasi pizi

untuk masing-masing kapang berbeda-beda. Rhizopus dengan inkubasi 24 jam

sudah menghasilkan miselium yang kompak (tumbuh optimal) dan belum

menghasilkan spora tua sehingga pizi tidak berwarna gelap. Pada inkubasi lebih

dari 24 jam menghasilkan miselium yang kompak akan tetapi sporanya sudah tua

sehingga pizi yang diinokulasi oleh R. oligosporus berwarna gelap hitam,

sedangkan pizi yang diinokulasi oleh R. oryzae berwarna gelap abu-abu (Gambar

13).

Gambar 13 Penampakan Pizi R. oligosporus dan R. oryzae Selama Fermentasi

12 jam 24 jam 36 jam

Inkubasi

Ke-R. oligosporus

(54)

58 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78

Tahu

R. ol igosp

orus

R. or yza

e

M.hi emal

is

A. el egan

s

Jenis Kapang Derajat

Keputihan /Kecerahan

Derajat Keputihan Derajat Kecerahan

Tahu yang difermentasi oleh M. hiemalis dan A. elegans belum

menghasilkan miselium yang kompak setelah diinkubasi 24 jam, sehingga

inkubasi diperpanjang sampai menghasilkan miselium kompak yaitu sekitar 36

jam. Sebenarnya pada inkubasi lebih dari 36 jam tidak menghasilkan pizi

berwarna gelap karena kedua kapang tersebut mempunyai spora dan miselium

berwarna cerah yaitu kuning muda pada M. hiemalis dan putih kapas pada A.

elegans. Akan tetapi jika terlalu lama dapat menghasilkan pizidengan rasa asam

dan bau yang menyimpang (off flavor) sebagai hasil degradasi lanjut. Oleh karena

itu pada penelitian ini ditetapkan lama inkubasi terbaik untuk R. oligosporus dan

R. oryzae adalah 24 jam sedangkan M. hiemalis dan A. elegans adalah 36 jam

pada suhu kamar (27 - 320C) dan RH 55-68% (Gambar 14).

Gambar 14 Penampakan Pizi Terbaik yang Telah Difermentasi oleh Empat Jenis Kapang

b. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Derajat Keputihan dan Kecerahan Pizi

Hasil pengukuran tingkat keputihan dan kecerahan dengan Chromameters

[image:54.612.238.422.296.394.2]

Minolta seperti yang disajikan dalam Gambar 15.

Gambar 15 Pengaruh Jenis Kapang terhadapDerajatKeputihan dan Kecerahan

PiziDibanding Tahu

Pizi M. hiemalis

Pizi R. oligosporus PiziPizi RR. oryzae

(55)

Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Tahu

Piz i R.o

ligosp oru

s

Pizi R.or

yza e

Piz i M. hi

em alis

Pizi A. e

lega ns

Nilai (g/cm 2)

Tekstur

Kekerasan Kekuatan

Masing-masing kapang memberikan nilai derajat keputihan dan derajat

kecerahan yang berbeda dengan tahu. Dengan uji lanjut DMRT pada taraf uji 5%

menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan jenis kapang. Perbedaan ini

disebabkan oleh pengaruh miselium dari masing-masing jenis kapang yang

berbeda. Kapang M. hiemalis mempunyai miselia dan spora yang berwarna

kuning muda dan terlihat pada pizi yang dihasilkan mempunyai derajat keputihan

dan kecerahan yang sangat berbeda dengan pizi lainnya.

c. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Pizi

Gambar 16 Pengaruh Jenis Kapang terhadapNilai Tekstur, Kekerasan

dan Kekuatan PiziDibanding Tahu

Selain tingkat keputihan dan kecerahan yang berbeda juga terjadi perbedaan

tekstur antara pizi dengan tahu. Pizi yang dihasilkan mempunyai tekstur yang

lebih keras daripada tahu aslinya. Adanya pertumbuhan kapang menyebabkan

lapisan luar tahu menjadi lebih keras akibat adanya struktur rigid/kokoh miselium

kapang. Di samping itu sebagian air yang terkandung dalam tahu digunakan

kapang selama proses pertumbuhannya. Dengan adanya pembentukan miselium

pada permukaan tahu juga merupakan alasan untuk tidak terjadi pembusukan tahu

akibat pertumbuhan bakteri pembusuk. Seperti yang dijelaskan Wang et al dalam

Sumiati (1994) bahwa selama fermentasi R. oligosporus dapat menghasilkan

senyawa antibakteri yaitu kelompok glikopeptida. Senyawa ini tidak mempunyai

spektrum yang luas, akan tetapi mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram

(56)

d. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Tingkat Kesukaan Flavor Pizi

Pizi diuji oleh panelis untuk mengetahui peranan masing-masing kapang

terhadap flavor pizi yang dihasilkan. Uji yang dilakukan adalah uji pembedaan

dengan metode pemeringkatan/ranking berpasangan. Hasil uji (Tabel 4)

menunjukkan bahwa keempat kapang menghasilkan pizi dengan flavor yang

berbeda (T hitung = 8,76 lebih besar daripada T kritik = 7,81). Untuk mengetahui

tingkat kesukaan panelis terhadap flavor pizi dilakukan uji ranking sederhana

dengan menggunakan 30 panelis tidak terlatih dan 10 panelis terlatih. Berdasarkan

uji rangking sederhana baik dengan 30 panelis tidak terlatih maupun 10 panelis

terlatih menunjukkan kecenderungan hasil yang sama yaitu flavor pizi dari flavor

yang disukai sampai flavor yang tidak disukai berturut-turut adalah A. elegans

kemudian diikuti oleh R.oligosporus, R. oryzae dan M. hiemalis. Akan tetapi

Tabel 5 menunjukkan adanya kedekatan flavor yang dihasilkan antar kapang yaitu

flavor pizi dari A. elegans tidak berbeda nyata dengan R. oligosporus sedangkan

R. oryzae tidak berbeda nyata dengan M. hiemalis.

Tabel 4 Pengaruh Jenis Kapang terhadap Kesukaan Flavor Pizi

Sampel Peringkat dengan Panelis Tidak Terlatih

Peringkat dengan Panelis Terlatih

Peringkat Kesukaan

Rhizopus oligosporus 88 30 2

Rhizopus oryzae 68 23 3

Mucor hiemalis 60 16 4

Actinomucor elegans 84 31 1

Statistik uji (Friedman’s T) dengan 10 panelis terlatih: T =8.76

Statistik uji (Friedman’s T) dengan 30 panelis tidak terlatih: T =10.48

Nilai kritik χ2 dengan db = t-1 (3) pada taraf 5% adalah 7.81

Tabel 5 Hasil Uji Lanjut Sensoris terhadap Flavor Pizi

Sampel Panelis Tidak Terlatih

Pembedaan HSD30=

14,95

Panelis Terlatih

Pembedaan HSD8= 13,64

Mucor hiemalis 60 a 16 a

Rhizopus oryzae 68 a 23 a

Rhizopus oligosporus 84 b 30 b

(57)

4.3 PemeramanPizi menjadi Sufu

4.3.1 Pengaruh Jenis Kapang dan Larutan Garam terhadap Mutu Sufu

Tahap selanjutnya adalah proses pemeraman yaitu perendaman pizi dalam

larutan perendam (dressing mixture). Larutan ini terbuat dari air matang (layak

minum), garam dapur dengan berbagai konsentrasi sesuai perlakuan dan ditambah

gula 1% b/v. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut dilakukan penambahan bakteri

asam laktat (Lb. plantarum kik) dalam media MRS broth sebanyak 3% v/v. Selain

sebagai pemberi cita rasa asin, garam juga dapat bersifat sebagai bahan pengawet

sehingga mencegah pertumbuhan mikroba perusak. Menurut Ingram dan Kitchell

(1967), ion Na dapat bereaksi dengan protoplasma dan mempengaruhi transportasi

ion sel. Selain itu adanya garam dapat menurunkan daya larut oksigen sehingga

aktivitas mikroba

Gambar

Gambar 1 Biji Kedelai dan Tahu
Gambar 3 Diagram Alir Proses Pembuatan Sufu (Han, 2003)
Gambar 4 Pizi dan Sufu
Gambar 5 Jalur Embden Meyerhof Parnas (EMP) pada Bakteri Asam Laktat Homofermentatif. Sumber: Salminen et al 2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan kadar air dari kadar air daging domba segar menjadi sosis fermentasi juga disebabkan akibat rendahnya nilai pH produk karena produksi asam laktat oleh starter

Seleksi Kapang Mucor Untuk Produksi Minyak Mengandung Asam Gamma Linolenat dengan Sistem Fermentasi Padat pada Media Onggok-Ampas Tahu dan Onggok-Dedak Padi. Produksi

aceti, enzim papain, dan inhibitor sistein selama fermentasi biji kakao dapat meningkatkan kadar asam amino bebas, mencegah penurunan polifenol, dan meningkatkan cita rasa

Sesuai hasil penelitian Jaakola et al (1991) bahwa asam formiat berperan dalam membatasi fermentasi, sehingga menghasilkan konsentrasi gula residu yang tinggi, peningkatan

Kimia, dan Fungsional Tepung Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) Termodifikasi dengan Fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum” adalah benar-benar hasil

selama fermentasi menyebabkan mutu biji kakao menjadi rendah karena akan.. mengganggu aktivitas mikroba yang berperan selama fermentasi akibat berebut

Adanya kecenderungan jumlah populasi bakteri asam laktat yang lebih besar pada sosis fermentasi daging sapi kemungkinan disebabkan oleh kultur yang digunakan diisolasi dari

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan sukrosa terhadap jumlah bakteri dan keasaman whey fermentasi dengan menggunakan kombinasi