• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan, Dinamika Komunikasi, Penghayatan Dan Kepekaan Perawat Terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik Di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan, Dinamika Komunikasi, Penghayatan Dan Kepekaan Perawat Terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik Di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN, DINAMIKA KOMUNIKASI, PENGHAYATAN DAN KEPEKAAN PERAWAT TERHADAP PENERAPAN KOMUNIKASI

TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT UMUM SWADANA TARUTUNG

T E S I S

Oleh

PASTRIDAWATY R.L. SIMAMORA 087012013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PENGETAHUAN, DINAMIKA KOMUNIKASI, PENGHAYATAN DAN KEPEKAAN PERAWAT TERHADAP PENERAPAN KOMUNIKASI

TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT UMUM SWADANA TARUTUNG

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

PASTRIDAWATY R.L. SIMAMORA 087012013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, DINAMIKA KOMUNIKASI, PENGHAYATAN DAN KEPEKAAN PERAWAT TERHADAP

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT UMUM SWADANA TARUTUNG

Nama Mahasiswa : Pastridawaty R.L. Simamora Nomor Induk Mahasiswa : 087012013

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Khaira Amalia F, S.E.Ak, M.B.A,M.A.P.P.I (Cert) (Masnelly Lubis, S.Kp, M.A.R.S) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si ) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 17 Pebruari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Khaira Amalia F, S.E.Ak, M.B.A, M.A.P.P.I (Cert) Anggota : 1. Masnelly Lubis, S.Kp, M.A.R.S

2. Drs. Amir Purba, Ph.D

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN, DINAMIKA KOMUNIKASI, PENGHAYATAN DAN KEPEKAAN PERAWAT TERHADAP PENERAPAN KOMUNIKASI

TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT UMUM SWADANA TARUTUNG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Pebruari 2011

(6)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Swadana Tarutung merupakan satu-satunya rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Berdasarkan Profil RSUD Swadana Tarutung tahun 2010, ditemukan 50% perawat masih kurang melakukan penerapan komunikasi terapeutik. Rendahnya penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat, diduga karena rendahnya tingkat pengetahuan tentang konsep, proses dan dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat dalam melaksanakan penerapan komunikasi terapeutik.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi penelitian adalah seluruh perawat di RSU Swadana Tarutung dengan jumlah sebanyak 123 orang. Sampel sebanyak 55 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung. Variabel pengetahuan berpengaruh paling besar terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung.

Disarankan kepada manajemen rumah sakit RSUD Swadana Tarutung untuk:1) Mengupayakan mengupayakan peningkatan kemampuan perawat, khususnya aspek dinamika, penghayatan dan kepekaan melalui pelatihan atau pendidikan khusus tentang komunikasi terapeutik dan 2) Perawat khususnya yang menangani pasien langsung supaya mengembangkan diri dengan mencari informasi tentang komunikasi terapeutik.

(7)

ABSTRACT

Swadana General Hospital in Tarutung is the only hospital owned by the District Government of Tapanuli Utara. Based on the 2010 profile of this hospital, it is found out that 50% of the nurses inadequately applied the therapeutic communication. This inadequate application of therapeutic communication by nurses is estimated to have been caused by the low level of nurses’ knowledge on the concept, process, and ability in implementing the application of therapeutic communication.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of knowledge, communication dynamics, comprehension and sensitivity of the nurses at Swadana General Hospital in Tarutung on the application of therapeutic communication. The populations of this study were all of 123 nurses working at Swadana General Hospital Tarutung and, through simple random sampling technique, 55 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview and the data obtained were analyzed through multiple regression tests at a = 0.05.

The result of this study showed that statistically the knowledge, communication dynamics, comprehension and sensitivity of the nurses had positive and signflcant influence on the application of therapeutic communication. The variable of knowledge was the most influenced variable on the application of therapeutic communication.

The management of Swadana General Hospital Tarutung is suggested to 1) provide trainings or education on therapeutic communication to improve the knowledge of nurses on therapeutic communication, especially on the purpose to improve the patients’ level of independence, and 2) the nurses should develop and improve their knowledge by looking for the information about therapeutic communication.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Pengetahuan, Dinamika Komunikasi, Penghayatan dan Kepekaan Perawat terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

(9)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Khaira Amalia, S.E. Ak, M.B.A, M.A.P.P.I (Cert) selaku ketua komisi pembimbing dan Masnelly Lubis, S.Kp, M.A.R.S, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Amir Purba, Ph.D, dan Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku penguji tesis yang telah memberikan saran dan masukan serta arahan untuk kesempurnaan proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

Terima kasih kepada Bupati Kabupaten Tapanuli Utara yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Drs. Djadiaman Simamora dan Ibunda Sondang Hutagalung atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

(10)

memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Februari 2011 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Pastridawaty R.L. Simamora, lahir pada tanggal 06 Oktober 1974 di Sidikalang Kabupaten Dairi, anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. Djadiaman Simamora dan Ibunda Sondang Hutagalung.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar No.030306 Sidikalang, selesai Tahun 1987; Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Sidikalang, selesai Tahun 1990; SPK Depkes Pematangsiantar, selesai Tahun 1993; D.III Keperawatan Sari Mutiara, selesai Tahun 2002; S.1 Sekolah Tinggi Kesehatan Mutiara Indonesia, selesai Tahun 2005; Profesi Ners di Sekolah Tinggi Kesehatan Mutiara Indonesia, selesai Tahun 2006.

Mulai bekerja sebagai perawat di RS Methodist Medan, tahun 1993 sampai tahun 1994, Pegawai Negeri Sipil pada RSUD Swadana Tarutung tahun 1994 sampai tahun 2003, tahun 2003 sampai dengan sekarang, Dosen di Akademi Keperawatan Pemkab Tapanuli Utara.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

2.1. Konsep Komunikasi Terapeutik... 9

2.1.1. Fungsi Komunikasi Terapeutik ... 10

2.1.2. Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik ... 11

2.1.3. Prinsip Komunikasi Terapeutik ... 12

2.1.4. Teknik Komunikasi Terapeutik ... 13

2.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 18

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik ... 20

2.4. Kemampuan ... 24

2.4.1. Pengertian Kemampuan ... 24

2.4.2. Kemampuan Perawat Melaksanakan Komunikasi Terapeutik ... 26

2.5. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik... 31

2.6. Komunikasi dalam Proses Keperawatan... 33

(13)

3.3. Populasi dan Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 43

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 50

3.6. Metode Pengukuran ... 53

3.7. Metode Analisis Data... 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 56

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 56

4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung... 56

4.1.2. Letak Geografi dan Demografi Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara ... 57

4.1.3. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara ... 58

4.1.4. Tenaga Kesehatan dan Pelayanan di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara ... 59

4.2. Identitas Responden ... 60

4.3. Pengetahuan Komunikasi Terapeutik ... 61

4.3.1. Pengetahuan tentang Pengertian, Ciri dan Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik... 62

4.3.2. Pengetahuan tentang Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 63

4.3.3. Pengetahuan tentang Manfaat Komunikasi Terapeutik ... 65

4.3.4. Pengetahuan tentang Proses Komunikasi Terapeutik ... 66

4.4. Dinamika Komunikasi, Penghayatan dan Kepekaan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik ... 69

4.4.1. Dinamika tentang Komunikasi Terapeutik ... 69

4.4.2. Penghayatan tentang Komunikasi Terapeutik... 71

4.4.3. Kepekaan tentang Komunikasi Terapeutik ... 73

4.5. Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 74

4.5.1. Fase Orientasi dalam Penerapan Komunikasi Terapeutik .... 75

4.5.2. Fase Kerja dalam Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 77

4.5.3. Fase Terminasi dalam Penerapan Komunikasi Terapeutik... 79

4.6. Tabel Silang Pengetahuan, Dinamika Komunikasi, Penghayatan dan Kepekaan dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik... 81

4.7. Analisis Multivariat (Uji Regresi Berganda) ... 86

4.7.1. Uji Asumsi Klasik ... 86

4.7.2. Uji Goodness of Fit Model... 91

4.7.3. Uji F (Uji Serempak)... 91

4.7.4. Uji t (Uji Parsial)... 92

4.7.5. Uji Koefisien Determinasi (R2)... 95

BAB 5. PEMBAHASAN... 96

(14)

5.1.1. Pengaruh Pengetahuan tentang Dasar Komunikasi

Terapeutik terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 96

5.1.2. Pengaruh Pengetahuan tentang Tujuan Komunikasi Terapeutik terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 98

5.1.3. Pengaruh Pengetahuan tentang Manfaat Komunikasi Terapeutik terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 100

5.1.4. Pengaruh Pengetahuan tentang Proses Komunikasi Terapeutik terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 102

5.2. Pengaruh Dinamika Komunikasi, Penghayatan dan Kepekaan Perawat terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik... 104

5.2.1. Pengaruh Dinamika terhadap Penerapan komunikasi terapeutik... 105

5.2.2. Pengaruh Penghayatan terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 106

5.2.3. Pengaruh Kepekaan terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 107

5.3. Keterbatasan Penelitian... 108

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 110

6.1. Kesimpulan ... 110

6.2. Saran... 111

DAFTAR PUSTAKA... 112

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Kemajuan Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung

Tahun 2009 ... 6

3.1. Validitas Variabel Pengetahuan ... 45

3.2. Validitas Variabel Tujuan ... 45

3.3. Validitas Variabel Manfaat ... 46

3.4. Validitas Variabel Proses ... 46

3.5. Validitas Variabel Dinamika Komunikasi ... 47

3.6. Validitas Variabel Penghayatan ... 47

3.7. Validitas Variabel Kepekaan... 48

3.8. Validitas Variabel Orientasi... 48

3.9. Validitas Variabel Fase Kerja ... 49

3.10. Validitas Variabel Fase Terminasi ... 49

3.11. Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan ... 53

3.12. Aspek Pengukuran Variabel Aspek Pengukuran Variabel Dinamika Komunikasi, Penghayatan dan Kepekaan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik ... 54

3.13. Aspek Pengukuran Variabel Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 54

4.1. Distribusi Identitas Responden Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung .. 60

(16)

4.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Manfaat Komunikasi

Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 65 4.5. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Proses Komunikasi

Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 66 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang

Komunikasi Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung... 69 4.7. Distribusi Dinamika Responden tentang Komunikasi Terapeutik di

Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 69 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dinamika Komunikasi

Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 71 4.9. Distribusi Penghayatan Responden tentang Komunikasi Terapeutik

di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung... 71 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penghayatan dalam

Komunikasi Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 72 4.11. Distribusi Kepekaan Responden tentang Komunikasi Terapeutik di

Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung... 73 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kepekaan dalam

Komunikasi Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 74 4.13. Distribusi Responden dalam Penerapan Komunikasi Terapeutik

Fase Orientasi di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung... 75 4.14. Distribusi Responden dalam Penerapan Komunikasi Terapeutik

Fase Kerja di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 77 4.15. Distribusi Responden dalam Penerapan Komunikasi Terapeutik

Fase Terminasi di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 79 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penerapan Komunikasi

Terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ... 81 4.17. Pengetahuan Dasar Komunikasi Terapeutik dengan Penerapan

Komunikasi Terapeutik... 81 4.18. Pengetahuan Tujuan Komunikasi Terapeutik dengan Penerapan

(17)

4.19. Pengetahuan Manfaat Komunikasi Terapeutik dengan Penerapan

Komunikasi Terapeutik... 83

4.20. Pengetahuan Proses Komunikasi Terapeutik dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik... 83

4.21. Dinamika Komunikasi Terapeutik dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 84

4.22. Penghayatan Komunikasi Terapeutik dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 85

4.23. Kepekaan Komunikasi Terapeutik dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik ... 86

4.24. Hasil Uji Multikolonieritas ... 88

4.25. Hasil Uji Autokorelasi ... 90

4.26. Hasil Analisis Anova ... 92

4.27. Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 92

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Landasan Teori Modifikasi. ... 40

2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 41

4.1. Hasil Uji Normalitas ... 87

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 115

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 124

3. Uji Asumsi Klasik ... 130

4. Uji Univariat ... 132

5. Uji Bivariat... 150

6 Uji Multivariat... 157

7. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 158

8. Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung... 159

(20)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Swadana Tarutung merupakan satu-satunya rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Berdasarkan Profil RSUD Swadana Tarutung tahun 2010, ditemukan 50% perawat masih kurang melakukan penerapan komunikasi terapeutik. Rendahnya penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat, diduga karena rendahnya tingkat pengetahuan tentang konsep, proses dan dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat dalam melaksanakan penerapan komunikasi terapeutik.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi penelitian adalah seluruh perawat di RSU Swadana Tarutung dengan jumlah sebanyak 123 orang. Sampel sebanyak 55 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung. Variabel pengetahuan berpengaruh paling besar terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung.

Disarankan kepada manajemen rumah sakit RSUD Swadana Tarutung untuk:1) Mengupayakan mengupayakan peningkatan kemampuan perawat, khususnya aspek dinamika, penghayatan dan kepekaan melalui pelatihan atau pendidikan khusus tentang komunikasi terapeutik dan 2) Perawat khususnya yang menangani pasien langsung supaya mengembangkan diri dengan mencari informasi tentang komunikasi terapeutik.

(21)

ABSTRACT

Swadana General Hospital in Tarutung is the only hospital owned by the District Government of Tapanuli Utara. Based on the 2010 profile of this hospital, it is found out that 50% of the nurses inadequately applied the therapeutic communication. This inadequate application of therapeutic communication by nurses is estimated to have been caused by the low level of nurses’ knowledge on the concept, process, and ability in implementing the application of therapeutic communication.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of knowledge, communication dynamics, comprehension and sensitivity of the nurses at Swadana General Hospital in Tarutung on the application of therapeutic communication. The populations of this study were all of 123 nurses working at Swadana General Hospital Tarutung and, through simple random sampling technique, 55 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview and the data obtained were analyzed through multiple regression tests at a = 0.05.

The result of this study showed that statistically the knowledge, communication dynamics, comprehension and sensitivity of the nurses had positive and signflcant influence on the application of therapeutic communication. The variable of knowledge was the most influenced variable on the application of therapeutic communication.

The management of Swadana General Hospital Tarutung is suggested to 1) provide trainings or education on therapeutic communication to improve the knowledge of nurses on therapeutic communication, especially on the purpose to improve the patients’ level of independence, and 2) the nurses should develop and improve their knowledge by looking for the information about therapeutic communication.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Kesehatan No. 44 tahun 2009, menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mendukung mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas, tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan (Depkes RI, 2009).

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan harus merespons dan produktif dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu. Mutu pelayanan kesehatan seharusnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan. Pelayanan yang kompleks perlu dikelola secara profesional terhadap sumber daya manusianya. Secara umum disebutkan, makin sempurna penampilan pelayanan kesehatan maka sempurna pula mutunya (Azwar, 1996).

(23)

tugasnya lebih banyak dibanding tenaga lain, karena sifat dan fungsi tenaga ini adalah mendukung pelayanan medik berupa pelayanan keperawatan yang dikenal dengan asuhan keperawatan (Subanegara, 2005).

Pelayanan keperawatan, diharapkan dapat memberikan pelayanan secara berkualitas (Alimul, 2004). Oleh karena itu, kualitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan keperawatan dan kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh keefektifan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

Menurut Roger (1999) dalam praktek keperawatan, perawat mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien secara lengkap sebagai dasar bagi pasien untuk membuat keputusan menerima atau menolak tindakan tersebut. Banyaknya waktu perawat untuk bertemu pasien dan keluarganya menjadikan pasien dan keluarganya untuk sering berkomunikasi dengan perawat. Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan media dalam mengembangkan hubungan antara perawat dan pasien maupun keluarganya. atau menolak tindakan tersebut. Keberhasilan seorang perawat dalam pembentukan hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerjasama (Gunarsa, 1998).

(24)

Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi yang dapat digunakan sebagai alat yang efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Untuk mempunyai sikap yang positif dalam komunikasi terapeutik maka diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka sikap dalam komunikasi terapeutik akan menjadi kurang. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan komunikasi terapeutik secara efektif oleh perawat melalui tindakan keperawatan seperti menggali perasaan, pikiran, perubahan perilaku, sehingga akan meningkatkan keterbukaan perawat dan pasien serta membantu memecahkan masalah psikologis pasien. Sampai sekarang ini komunikasi terapeutik pada pasien masih kurang mendapat perhatian dan hanya bersifat rutinitas, mengingat kurangnya penggunaan komunikasi terapeutik secara positif sehingga pasien mengalami kecemasan saat dan selama di rumah sakit (Keliat, 1992).

(25)

Di sisi lain tenaga perawat dihadapkan pada permasalahan beban kerja yang berat, teknologi kesehatan dan teknologi informasi yang berkembang sangat pesat serta sikap masyarakat yang semakin kritis. Hal ini akan berdampak pada lingkungan

kerja yang pada gilirannya akan memengaruhi kemampuan kerja para perawat di rumah sakit (Aditama, 2003).

Moenir (1994), kemampuan kerja adalah suatu keadaan seseorang yang secara penuh kesanggupan berdaya guna dan berhasil guna melaksanakan pekerjaan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Berdasarkan definisi ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan yang dimiliki seorang perawat dalam berkomunikasi terapeutik ditunjukkan dengan kesanggupan sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan melalui dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan untuk mencapai hasil kerja yang optimal berupa pelayanan kesehatan yang maksimal.

Masalah yang umum terjadi dalam pelayanan keperawatan adalah: 1) Kurangnya perawat yang memiliki pendidikan tinggi/kemampuan memadai, 2) Perawat yang kurang ramah terhadap pasien, 3) Kurang sabar dalam menghadapi

pasien. Masalahnya tentu bukan hanya soal sikap ramah atau penyabar, tetapi juga mungkin beban kerja yang terlalu tinggi serta peraturan yang belum jelas baik bagi si pasien maupun keluarganya (Aditama, 2003).

(26)

sakit, hal ini tidak terlepas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh seoarang perawat dalam pelayanan keperawatan untuk menerapkan komunikasi terapeutik

Penelitian Rochana (2005) tentang ”kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik di Rumah Sakit Pemerintah di Semarang” menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden mempunyai kemampuan yang rendah dalam menerapkan komunikasi terapeutik terhadap pasien.

Hasil penelitian Roatib (2007) tentang ”hubungan karakteristik perawat dengan motivasi dalam melakukan komunikasi terapeutik pada fase kerja di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang” menunjukkan bahwa pada tindakan-tindakan keperawatan realitanya perawat terkesan kurang berkomunikasi. Tidak heran pada saat melakukan tindakan tersebut pasien tampak ketakutan, gelisah, menarik napas panjang, wajah tampak cemas, dengan ditandai munculnya pertanyaan pada perawat yang sedang melakukan tindakan keperawatan. Sehingga seringkali ditemukan pasien menolak untuk dilakukan suatu tindakan keperawatan.

(27)

Tabel 1.1 Indikator Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung Tahun 2009

No Indikator 2009 Standar Normal Satuan

1 BOR 41,88 75-85 % (%)

2 LOS 4,14 6-8 hari

3 BTO 36,91 > 30 hari

4 TOI 5,75 1-3 hari

Sumber: Profil RSUD Swadana Tarutung tahun 2010 Keterangan: a. BOR = Bed Operation Rate

b. LOS = Length of Stay c. BTO = Bed Turn Over d. TOI = Turn Over Intervaal

Berdasarkan survei pendahuluan di ruang rawat inap RSUD Swadana Tarutung terhadap 10 orang perawat yang diobservasi ditemukan semua perawat belum menerapkan komunikasi terapeutik dalam memberikan tindakan keperawatan kepada pasien, kemudian hasil obsevasi ini di croos chek melalui wawancara penulis kepada 10 orang pasien. Hasil wawancara penulis dengan pasien ditemukan sebanyak 5 orang (50%) menyatakan perawat masih kurang melakukan komunikasi terapeutik, 3 orang (30%) menyatakan perawat cukup melakukan komunikasi terapeutik dan sisanya 2 orang (20%) menyatakan perawat baik dalam melakukan komunikasi terapeutik (Profil RSUD Swadana Tarutung, 2010).

(28)

merupakan faktor penyebab utama pada diri perawat untuk mampu menerapkan komunikasi terapeutik secara optimal dalam pemberian tindakan keperawatan.

Dengan melihat fenomena-fenomena diatas, perlu dilakukan studi tentang pengaruh pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan terhadap penerapan komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung.

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ?

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung.

1.4. Hipotesis

(29)

tindakan keperawatan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat dan masukan bagi :

1. RSU Swadana tarutung, sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik yang dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien.

2. Perawat, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menerapkan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan sehingga terjalin komunikasi yang baik antara perawat dan pasien. 3. Bagi penulis, sebagai wacana kedepan sehingga mendapatkan gambaran tentang

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Komunikasi Terapeutik

Sebelum membahas tentang komunikasi terapeutik, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pengertian komunikasi, yaitu: komunikasi merupakan timbal balik dan suatu pengalaman dimana pengirim dan penerima pesan berpartisipasi secara simultan Wolff et al., (1979), sedangkan Robbins dan Jones dalam Priyanto (2009) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan cara membangun hubungan antar sesama melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, serta berusaha merubah sikap dan tingkah laku itu.

Komunikasi antara perawat dengan pasien merupakan bentuk komunikasi antar pribadi (interpersonal communication). Menurut Verdeber dalam Nasir et al., (2009), komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam gagasan-gagasan dan perasaan.

(31)

proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri (Kozier dan Glenora, 2000). Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi sosial yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien.

2.1.1. Fungsi Komunikasi Terapeutik

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat-klien melalui hubungan perawat-klien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Vancarolis dalam Purwanto, 1994).

(32)

a. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.

b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.

c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan mencintai.

d. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.

2.1.2. Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik

Terdapat tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik antara lain (Arwani, 2002):

a. Keikhlasan (Genuiness)

Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat.

b. Empati (Empathy)

(33)

c. Kehangatan (Warmth)

Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.

2.1.3. Prinsip Komunikasi Terapeutik

Keliat (1996) menyatakan tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai apabila perawat memiliki prinsip-prinsip/karakteristik ”helping relationship” dalam menerapkan komunikasi terapeutik meliputi:

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.

c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.

d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki

motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

(34)

g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.

h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.

i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan

orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual dan gaya hidup.

k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.

l. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.

m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan

berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, diharapkan perawat akan mampu menggunakan dirinya sendiri secara terapeutik (therapeutic use of self).

2.1.4. Teknik Komunikasi Terapeutik

(35)

Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien untuk bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Ellis (1998) menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan ”anda bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik padamu”.

b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)

Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan Sundeen, 1995).

c. Mengulang (Restating)

Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan respon terhadap apa yang baru saja dikatakan oleh klien. d. Penerimaan (Acceptance)

(36)

menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.

e. Klarifikasi

Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.

f. Refleksi

Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyd dan Nihart, 1998), dalam Nurjanah (2001).

g. Asertif

(37)

h. Memfokuskan

Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.

i. Membagi persepsi

Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.

j. Identifikasi ”tema”

Merupakan teknik denga mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting. k. Diam

Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain untuk berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas (Myers, 1999).

l. Informing

(38)

untuk mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya pemberian informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi.

m. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

Sedangkan Nurjanah (2001) menyatakan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.

n. Saran

(39)

2.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik

Dalam penerapan komunikasi terapeutik ada empat tahap, dimana pada setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, 1995).

a. Fase Prainteraksi

Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien.

b. Fase Orientasi

Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan klien untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan memengaruhi terbinanya hubungan perawat dengan pasien.

(40)

c. Fase Kerja

Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada klien.

d. Fase Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik (Stuart & Sundeen, 1995).

Menurut Egan dalam Keliat (1992) cara perawat menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik:

Seorang perawat perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan komunikasi terapeutik antara lain:

a. Berhadapan

(41)

b. Mempertahankan kontak

Kontak mata merupakan kegiatan menghargai klien dan mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

c. Membungkuk ke arah klien

Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk mendengar sesuatu.

d. Mempertahankan sikap terbuka

Sikap ini ditunjukkan dengan posisi kaki tidak melipat tangan, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

e. Tetap rileks

Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan dengan relaksasi dalam memberi respon pada klien.

Tamsuri (2005) sikap rileks menciptakan iklim yang kondusif bagi klien untuk tetap melakukan komunikasi dan pengembangan komunikasi.

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik dapat dipengaruhi beberapa hal antara lain (Potter dan Perry dalam Nurjannah, 2001) :

a. Perkembangan

(42)

Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir orang tersebut. b. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.

c. Gender

Laki-laki dan perempuan menunjukan gaya komunikasi yang berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan. Tannen (1990) menyatakan bahwa kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi, meminimalkan perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara kaum laki-laki lebih menunjukkan indepedensi dan status dalam kelompoknya. d. Nilai

Nilai adalah standar yang memengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.

e. Latar belakang sosial budaya

(43)

f. Emosi

Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan memengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien agar dan keluarganya sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu mengevaluasi

emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.

g. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan memengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Hal tersebut berlaku juga dalam penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit. Hubungan terapeutik akan terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik baik tujuan, manfaat dan proses yang akan dilakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien secara profesional.

h. Peran dan Hubungan

(44)

komunikasi antar perawat klien terjadi secara formal karena tuntutan profesionalisme.

i. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan memengaruhi komunikasi efektif. Suasana yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi dengan pasien. Menurut Mariner et al (2006) lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan memengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

j. Jarak

Jarak dapat memengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tetap pada saat melakukan hubungan dengan klien.

k. Masa bekerja

Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di tempat kerja. Makin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan semakin baik komunikasinya (Kariyoso, 1994).

(45)

kemampuan sebagai role model agar dapat berperan secara efektif. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal bertujuan secara terapeutik untuk klien.

Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut memengaruhi kepuasan klien.

Keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak tercapainya kepuasan klien dalam menerima asuhan keperawatan yang berkaitan dengan komunikasi yang juga merupakan kepuasan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional.

2.4. Kemampuan

2.4.1. Pengertian Kemampuan

(46)

dengan Lowler dan Porter dalam (As’ad, 2000) bahwa kemampuan (ability) sebagai karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu, atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukan what he does do.

Sinamo (2002) menyatakan bahwa sebagai makhluk psikologikal (psycological being) manusia ditandai dengan kemampuan dalam 6 (enam) hal; (1) Kemampuan berpikir persepsional-rasional. (2) Kemampuan berpikir

kreatif-imajinatif, (3) Kemampuan berpikir kritikal-argumentatif. (4) Kemampuan memilih

sejumlah pilihan yang tersedia. (5) Kemampuan berkehendak secara bebas. (6) Kemampuan untuk merasakan.

Sedangkan kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri perbuatan manusia. “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya (Robbins, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:

a. Kemampuan intelektual (Intelectual ability)

(47)

b. Kemampuan fisik (Physical ability)

Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2000) “secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal”.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam menyelesaikan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugasnya.

2.4.2. Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Perawat Melaksanakan Komunikasi Terapeutik

Upaya perawat untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain sangat diperlukan dalam therapeutic use of self. Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan integrasi dari ketiga kemampuan tersebut (Dwidiyanti, 2008).

a. Dinamika Komunikasi

(48)

komunikasi secara umum itupun harus juga dilihat dari dua segi, yaitu pengertian komunikasi secara etimologis dan pengertian komunikasi secara terminologis. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber dari kata communis yang berarti sama. Kata sama yang dimaksudkan adalah sama makna. Jadi dalam pengertian ini, dinamika komunikasi berlangsung manakala orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki kesamaan makna mengenai suatu hal yang tengah dikomunikasikannya itu. Dengan kata lain, jika orang-orang yang terlibat di dalamnya saling memahami apa yang dikomunikasikannya itu, maka hubungan antara mereka bersifat komunikatif.

Selanjutnya Liliweri (2001) komunikasi antar pribadi merupakan proses yang bersifat dinamis. karena setiap peristiwa komunikasi diwarnai oleh tindakan aktif dari para pelaku komunikasi selama proses tersebut berlangsung. Aktivitas itu ditandai oleh berbagai perilaku berkesinambungan, ada aksi dan reaksi, ada respons timbal balik. Komunikasi selalu menggambarkan keberadaan setiap manusia yang memiliki “kehidupan bersama” dalam satu arena sosial yang merupakan dinamika komunikasi antar pribadi.

b. Penghayatan terhadap Kelebihan dan Kekurangan Diri

(49)

menghadapi situasi tertentu. Penghayatan personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill).

c. Kepekaan terhadap Kebutuhan Orang Lain

Komunikasi terapeutik akan efektif hanya melalui penggunaan dan latihan yang sering. Melatih diri menggunakan komunikasi interpersonal yang terapeutik akan meningkatkan kepekaan tenaga medis terhadap perasaan pasien. Saat pasien mengungkapkan keluhannya, pada saat itulah pengobatan dalam proses terapeutik sudah dimulai. Keterampilan komunikasi terapeutik bukan bawaan, melainkan dipelajari. Salah satu teknik perubahan yang sering digunakan adalah Sensitivity Training atau latihan kepekaan. Latihan kepekaan adalah suatu interaksi dalam kelompok kecil yang terjadi alam suasana yang tertekan sehingga, menuntut setiap orang untuk peka terhadap perasaan orang lain sebagai usaha untuk menciptakan kegiatan kelompok yang memadai. Dalam suasana demikian mereka didorong untuk melakukan penilaian mengenai konsepsi diri sendiri (self concept) dan usaha untuk mau mendengar pendapat dan merasakan perasaan orang lain.

Campbel dan Dunette (1999) mengemukakan 6 (enam) butir hasil yang diharapkan dari latihan kepekaan, yaitu :

1. Meningkatkan pengertian, pemahaman dan kepekaan terhadap perilaku sendiri. 2. Meningkatkan pengertian dan kepekaan terhadap perilaku orang lain.

3. Lebih mengerti dan memahami proses yang terjadi dalam antar kelompok.

(50)

5. Meningkatkan kemampuan untuk menerjemahkan apa yang dipelajari kedalam bentuk tindakan nyata.

6. Meningkatkan kemampuan mengadakan hubungan antar manusia, sehingga dapat berinteraksi lebih menyenangkan dan memuaskan.

Teknik lain selain latihan kepekaan adalah teknik umpan balik survei, yaitu teknik menilai sikap, mengidentifikasi perbedaan dan menyelesaikan perbedaan dengan memanfaatkan informasi survei dalam kelompok.

Selanjutnya Stuart dan Laraia (2001) menyatakan beberapa faktor yang memengaruhi kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik : a. Kualitas Personal, yaitu: kesadaran diri, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan,

kemampuan untuk menjadi role model, motivasi altruistik dan kemandirian.

b. Komunikasi Fasilitatif, yaitu: perilaku verbal, perilaku nonverbal, analisis masalah dan teknik terapeutik.

c. Dimensi Responsif, terdiri dari: 1) Kesejatian, bahwa perawat adalah seorang yang terbuka, yang serasi, autentik dan transparan. 2) Hormat, bahwa klien diperlakukan sebagai orang yang berharga dan diterima tanpa syarat. 3) Empati, yaitu memandang dunia klien dari sisi internal klien. 4) Konkrit, yaitu melibatkan penggunaan istilah khusus dari pada istilah yang abstrak dalam membatasi perasaan, pengalaman dan perilaku klien (Hidayat, 2004).

(51)

perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah. Stuart dan Sundeen (1998) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu: 1) Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien). 2) Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien. 3) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan perawat.

e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari : resistensi, transferens, kontransferens dan pelanggaran batasan.

1) Resistence adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat dari ketidakseimbangan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.

2) Transference adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan figur yang penting di masa lalu.

(52)

4) Boundary Violations, pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi ataupersonal dengan klien.

f. Hasil terapeutik, hasil untuk klien, masyarakat dan perawat.

2.5. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik

Purwanto (1994) menyatakan ada beberapa hal yang dapat menghambat komunikasi terapeutik antara lain: kemampuan pemahaman yang berbeda, pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, komunikasi yang berbeda dan mengalihkan topik pembicaraan.

Dewi (2001) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang efektif diantaranya adalah:

a. Mengubah subjek atau topik (Changing The Subject)

Mengubah objek pembicaraan menunjukkan empati yang kurang terhadap klien. Hal ini menyebabkan klien merasa tidak nyaman dan cemas, sehingga idenya menjadi kacau dan informasi yang ingin didapatkan dari klien tidak tercukupi. b. Mengungkapkan keyakinan palsu (Offering False Reassurance)

Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak percaya klienterhadap perawat.

c. Memberi nasihat (Giving Advice)

(53)

melakukan apa yang dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan penolakan klien karena klien merasa lebih berhak untuk menentukan masalah mereka sendiri.

d. Komentar yang bertahan (Defensive Comments)

Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien tidak mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa terancam yang disebabkan hubungan dengan klien. Agar tidak defensif perawat perlu mendengarkan klien walaupun mendengarkan belum tentu setuju.

e. Pertanyaan penyelidikan (Prying or Probing Questions)

Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif. Karena klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena pertanyaan yang bersifat pribadi.

f. Menggunakan kata klise (Using Cliches)

Kata-kata klise menunjukkan kurangnya penilaian pada hubungan perawat dan klien. Klien akan merasa bahwa perawat tidak dengan situasinya.

g. Mendengarkan dengan tidak memperhatikan (In Attentive Listening)

Perawat menunjukkan sikap tidak tertarik ketika klien sedang mencoba mengeksplorasikan perasaannya, maka klien akan merasa dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya.

(54)

ditentukan sebelumnya, keefektifan tindakan dan perubahan klien akibat tindakan yang dilakukan. Keberhasilan komunikasi juga dapat ditandai dengan kepuasan yang ditunjukkan klien terhadap pesan yang diterima. Kenyamanan klien secara fisik, klien bersedia mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat berkomunikasi, klien merasa cocok untuk berkonsultasi dengan tim perawat dapat dijadikan sebagai evaluasi keberhasilan komunikasi terapeutik. Keberhasilan suatu tindakan dilihat dengan membandingkan hasil yang diharapkan. Hal ini juga digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dari komunikasi termasuk gaya dan tehnik komunikasi (Potter dan Perry, 1992).

2.6. Komunikasi dalam Proses Keperawatan

(55)

Komunikasi melalui sentuhan kepada klien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara klien dan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh perawat juga dapat sebagai therapi bagi klien khususnya klien dengan depresi, kecemasan dan kebingungan dalam mengambil keputusan (Manurung, 2004).

2.7. Perawat

Pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002).

Perry & Potter (2005) mengklasifikasikan peran perawat sebagai berikut : a. Pemberi Asuhan Keperawatan

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan emosi, spiritual dan sosial.

b. Pembuat keputusan klinis

(56)

c. Pelindung dan advokat klien

Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan scara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.

d. Manajer kasus

Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.

e. Rehabilitator

Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi.

f. Pemberi kenyamanan

Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun mental. Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.

g. Komunikator

(57)

h. Penyuluh atau pendidik

Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumbersumber yang lain.

i. Role model

Perawat harus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh bagi kliennya. Baik dalam berperilaku, sikap maupun penampilan secara fisik.

j. Peneliti

Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya.

k. Kolaborator

Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien.

Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki beberapa fungsi yaitu:

a. Fungsi Pokok

(58)

b. Fungsi Tambahan

Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter.

c. Fungsi Kolaboratif

Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan yang mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi.

Lindberg, Hunter dan Kruszweski dan Leddy & Pepper dalam Hamid (1995), menyatakan bahwa salah faktor yang berpengaruh terhadap penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat adalah memiliki pengetahuan yang melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan yang memenuhi standar. Pelayanan keperawatan yang professional haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan disamping umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

2.8. Pengetahuan

Notoatmodjo (2003), menyatakan pengetahuan mencakup di dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (Know)

(59)

mengetahui tentang bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik yang baik sehingga dapat menciptakan suasana yang terapeutik bagi klien.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Dimana perawat mampu menjelaskan alasan mengapa perlu adanya komunikasi terapeutik yang dapat menunjang tindakan keperawatan.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik dengan benar secara professional.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama yang lain. Sehingga perawat dapat memenuhi kebutuhan klien melalui komunikasi terapeutik yang benar. e. Sintesis (Synthesis)

(60)

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Sehingga hasil penilaian tersebut dapat memberikan arti penting bagi perawat dan bisa menjelaskan kegunaan dari komunikasi terapeutik sehingga dapat menunjang terlaksananya tindakan keperawatan yang benar secara professional (Notoatmodjo, 2003).

Tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang belum tentu bertindak atas dasar pengetahuan yang dimiliki, dan begitu pula seseorang belum tentu bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh sistem kepribadian individu yang terbentuk akibat pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003).

2.9. Landasan Teori

Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal disebut komunikasi terapeutik. Dalam memberi bantuan pemecahan masalah, perawat dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan (Pengetahuan dan skill) yang baik sehingga komunikasi berjalan efektif dan efisien. Nasir et al (2009) dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, perawat harus memiliki pengetahuan serta kemampuan berkomunikasi yang baik.

(61)

dalam penelitian ini untuk mengkaji faktor yang memengaruhi pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung.

Secara skematis, peran perawat dalam proses komunikasi terapeutik serta faktor-faktor yang terkait dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Faktor yang memengaruhi

5. Latar belakang Sosial budaya 6. Pengetahuan kelebihan dan kekurangan diri

3.Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain

Faktor penghambat: 1. Changing the subject 2. Offering false reassurance 3. Giving advice

4. Defensive comment

5. Prying or probing questions 6. Using clichés 1. Pemberi asuhan keperawatan 2. Advokat

Gambar 2.1 Skema Landasan Teori Modifikasi:

(62)

2.10. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini difokuskan untuk mengkaji variabel pengetahuan tentang terapeutik (Perry & Potter, 2005), meliputi: dasar, tujuan, manfaat dan proses komunikasi teraputik dan variabel kemampuan komunikasi terapeutik (Dwidiyanti, 2008) meliputi: dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan. Variabel pengetahuan dan kemampuan melalui dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan diasumsikan memengaruhi penerapan komunikasi terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1995), meliputi: fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Seperti pada kerangka konsep berikut ini.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan tentang Terapeutik

Penghayatan Dinamika Komunikasi

Kepekaan

Penerapan Komunikasi Terapeutik - Fase orientasi - Fase kerja - Fase terminasi

(63)

BAB 3

METODE PENELI TIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian berbentuk explanatory research yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh antar variabel. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika antara faktor dan risiko dengan efek sekaligus pada satu saat (point approach) (Notoatmodjo, 2003).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSU Swadana Tarutung, dengan alasan di rumah sakit tersebut ditemukan penerapan komunikasi terapeutik yang kurang baik oleh perawat.

Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan terhitung mulai bulan September sampai dengan bulan November 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

(64)

n = N 1 + N (d)2 n : Jumlah sampel N : jumlah populasi d : tingkat kepercayaan n = 123

1 + 123 (0,10)2

n = 55,16 digenapkan menjadi 55 orang.

Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 55 orang perawat.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan metode sebagai berikut :

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari responden melalui wawancara langsung dan observasi.

a. Wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner, tentang : identitas responden, pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, kemampuan komunikasi terapeutik perawat melalui dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan.

(65)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari profil maupun dokumen rumah sakit. Data Sekunder, meliputi: data umum RSUD Swadana Tarutung, ketenagaan rumah sakit, serta data lainnya yang mendukung penelitian.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas suatu instrumen dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor r masing-masing pertanyaan dengan skor totalnya dalam suatu variabel dengan Pearson Product Moment Correlation, dengan kriteria ;

- Bila r-hitung > r-tabel maka pertanyaan valid - Bila r-hitung < r-tabel maka pertanyaan tidak valid

Setelah semua pertanyaan valid, dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Untuk mengetahui konsistensi jawaban dari waktu ke waktu dengan membandingkan nilai r-hasil (alpha cronbach) dengan r-tabel :

- Bila r-alpha cronbach > r-tabel maka pertanyaan reliabel - Bila r-alpha cronbach < r-tabel maka pertanyaan tidak reliabel

(66)

a. Variabel Dasar

Tabel 3.1. Validitas Variabel Dasar

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

Sumber :hasil penelitian, 2010

Berdasarkan Tabel 3.1. di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel dasar sebanyak 15 soal mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0.9804, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel dasar valid dan reliabel.

b. Variabel Tujuan

Tabel 3.2. Validitas Variabel Tujuan

No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan

Gambar

Gambar 2.1 Skema Landasan Teori Modifikasi: Perry & Potter (2005), Dwidiyanti (2008), Stuart dan Laraia (2001)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel  3.2. Validitas Variabel Tujuan
Tabel  3.3. Validitas Variabel Manfaat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Penelitian : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.. Nama

Marni Siregar : Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit melaksanakan asuhan keperawatan, tetapi muncul tantangan berkaitan dengan

PERLINDUNGAN HAK-HAK PASIEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT.. (Studi Kasus Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan Siregar (2009) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Daerah Swadana Tarutung Tapanuli Utara

terapeutik antara perawat pelaksana dengan pasien di Rumah Sakit Umum

Buku Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu ini penyempurnaan dari Buku Profil RSUD Kabupaten Indramayu sebelumnya, yang menyajikan gambaran potensial

Judul Penelitian : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige. Nama

Profil stres psikologis perawat dalam bekerja di instalasi resiko tinggi IGD, IBD, Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Pariaman dilihat dari segi cemas, marah dan bosan secara