RANCANGAN PEMILIHAN BAHAN PADA DAPUR
CRUICIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM
DENGAN KAPASITAS 30 KILOGRAM
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
MARTHIN EFRAIM HARIANJA NIM. 050401002
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Adapun Tugas Sarjana yang dipilih berhubungan dengan bidang Teknik Pengecoran Logam dengan judul: Pemilihan Bahan Pada Rancangan Dapur Crucible Untuk Peleburan Alumunium Dengan Kapasitas 30 KG
Tugas Sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dikerjakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan studi S1 di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua saya, R Hariandja S.Pd dan D Nainggolan S.Pd, yang telah memberikan kasih sayang, dukungan materi serta non materi yang tak terhingga buat penulis baik dalam menyelesaikan perkuliahan maupun tugas sarjana ini.
2. Ibu Ir. Raskita S. Meliala selaku Dosen Pembimbing, Bapak Ir. Alfian Hamsi, M.Sc. dan Bapak Ir. Masta Tarigan selaku Dosen Pembanding serta Penguji, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan hingga tugas sarjana ini selesai.
3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, M.Eng. dan Bapak Tulus B Sitorus, ST, MT. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Asisten Lab. Foundry Ir. Marlon Sipahutar, atas bimbingan dan bantuannya selama melakukan proses rancang bangun ataupun pengujian di Lab Foundry.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR NOTASI ...viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 2
1.2 Maksud dan Tujuan ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Metode Penulisan ... 3
1.5 Sistematika Penulisan... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Bukan Besi ... 5
2.2 Tembaga dan Paduannya ... 6
2.3 Seng dan Paduannya ... 7
2.4 Magnesium dan Paduannya ... 8
2.5 Alumunium dan Paduannya ... 9
2.5.1 Sejarah Penemuan Alumunium ... 9
2.5.2 Sifat-sifat Alumunium ... 10
2.5.3 Sistem Penomoran Alumunium ... 11
2.5.4 Paduan-paduan Alumunium Yang Utama ... 13
2.5.6 Paduan Al -Si ... 15
2.5.7 Paduan Al-Mg -Si ... 17
2.5.8 Paduan Al-Mg-Zn ... 18
2.6 Dapur Crucible ... 19
2.7 Pemilihan Bahan Batu Bata ... 24
2.7.1 Pemilihan Batu Bata ... 24
2.7.2 Bahan Batu Bata Tahan Api ... 25
2.8 Semen Tahan Api ... 26
2.9 Konstruksi Dapur Pelebur ... 27
BAB III. PEMILIHAN BAHAN DAPUR PELEBUR 3.1 Dapur Pelebur ... 28
3.2 Cawan Lebur ... 29
3.3 Batu Tahan Api ... 32
3.4 Semen Tahan Api ... 34
3.5. Penumpu Cawan Lebur ... 35
3.6 Ruang Bakar ... 36
3.7 Dinding Luar ... 38
BAB IV. PERHITUNGAN BIAYA DAN KEBUTUHAN KALOR
4.1 Perhitungan Biaya ... 44
4.2 Perhitungan kebutuhan Kalor ... 45
4.2.1 Kalor Untuk Melebur Alumunium (Q1) ... 46
4.2.2 Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2) ... 48
4.2.3 Panas Yang Diserap Dinding Plat Luar (Q3) ... 49
4.2.4 Panas Yang Diserap Cawan Lebur (Q4) ... 51
4.2.5 Kalor Total Yang Terserap (Qtot) ... 52
4.2.6 Laju Aliran Panas ke Dinding Samping (q1) ... 52
4.2.7 Panas yang terbuang melalui lubang cawan pelebur ( q2 ) ... 57
4.2.8 Waktu Peleburan ... 59
4.2.9 Kebutuhan Bahan Bakar ... 61
4.3 Tabel Hasil Perhitungan ... 62
BAB V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... .64
5.2 Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dapur Kedudukan Tetap ... 4
Gambar 2.2 Dapur Crucibleyang bisa dimiringkan ... 5
Gambar 2.3 Tanur udara terbuka ... ... 6
Gambar 2.4 Penampang Tanur udara ... ... 7
Gambar 2.5 Tanur Induksi ... ... 8
Gambar 2.6 Diagram fasa tembaga ... ... 11
Gambar 2.7 Diagran fasa magnesium ... ... 12
Gambar 2.8 Diagram fasa Al-Cu-Mg ... 18
Gambar 2.9 Diagram fasa Al-Si ... 19
Gambar 2.10 Perubahan fasa Al-Mg-Si ... 21
Gambar 3.1 Gambar rancangan burner ... 27
Gambar 3.2 Letak burner pada dapur Crucible ... ………...28
Gambar 3.3 Burner dengan dimensinya ... 29
Gambar 3.4 Bagian-bagian burner ... 30
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Berat jenis beberapa jenis logam ... ... 9
Tabel 2.2 Alumunium assosiasi index system ... 14
Tabel 2.3 Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg ... 17
Tabel 2.4 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si ... ...19
Tabel 2.5 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si ... ...20
Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Zn ... ...22
Tabel 3.1 Total kalor yang terserap bahan dapur ... ...39
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan Satuan
Cp1 Panas jenis alumunium padat kJ/kg.0K Cp2 Panas jenis alumunium cair kJ/kg.0K Cp3 Panas jenis batu tahan api kJ/kg.0K Cp4 Panas jenis plat dinding luar kJ/kg.0K Cp5 Panas jenis cawan lebur kJ/kg.0K
Ddb Diameter dalam dapur m
Did Diameter luar dapur m
h0 Diameter plat luar m
HHV Koefisien perpindahan panas konveksi W/m.0C Kb Konduktivitas thermal batu tahan api kJ/jg Kb Konduktivitas thermal dinding plat W/m.0C
L Tinggi ruang bakar W/m.0C
mb Massa batu tahan api m
mbb Massa bahan bakar kg
mpl Massa plat dinding luar kg
mcl Massa cawan lebur kg
mal Massa alumunium yang akan dilebur kg
Nu Bilangan nusselt -
q1 Kalor yang terbuang sari dinding dapur kJ/jam q2 Kalor yang terbuang dari cawan pelebur kJ/jam Q1 Kalor yang diserap untuk melebur alumunium kJ
Q2 Kalor yang diserap batu tahan api kJ Q3 Kalor yang diserap dinding plat luar kJ Q4 Kalor yang diserap cawan lebur kJ
Qtl Kalor total yang diserap kJ
Qt2 Kalor yang terbuang selama proses kJ
r3 Jari-jari dalam dapur m
r4 Jari-jari luar dapur m
r5 Jari-jari luar dinding m
Re Bilangan reynold -
tb Tinggi batu tahan api yang menerima panas m tp Tinggi plat yang mengalami perubahan suhu m
tf Suhu film 0K
Ta Temperatur ruang bakar 0K
T1 Temperatur suhu lingkungan 0K
Uo Koefisien perpindahan panas total W/m2.0C
V Viskositas kinematika Cst
Xp Ketebalan plat dinding m
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dewasa ini dapat memungkinkan ilmu pengetahuan
berkembang dengan pesat, dilain pihak teknologi akan berfungsi dan berkembang lebih
jauh lagi jika ilmu pengetahuan yang ada diterapkan.
Bila kita perhatikansatu sosok komponen teknologi yang canggih, pada hakekatnya
berasal dari komponen sederhana yang telah mengalami modifikasi lebih lanjut.
Pada industri pengecoran logam rakyat yang banyak terdapat diberbagai tempat ,
misalnya Ceper, Tegal dan lain-lain, pada umumnya masih menggunakan dapur pelebur
yang sangat sederhana, yaitu hanya berupa cawan pelebur yang kecil dan terbuat dari baja,
yang ditumpu kemudian dibakar/dipanasi dengan kompor minyak tanah atau arang kayu
Dengan kondisi seperti itu , Maka dalam pengoperasiannya banyak sekali energi
panas yang terbuang dan keselamatan kerja yang kurang terjamin disamping tingkat
produksinya juga rendah.
Dari keadaan tersebut diatas maka timbul beberapa masalah antara lain:
1. Bagaimana mengurangi jumlah panas yang terbuang
2. Meningkatkan kapasitas
3. Meningkatkan keselamatan kerja
Berkaitan dengan masalah tersebut diatas ,maka dalam membuat tugas sarjana ini diambil
judul yaitu “ Rancang dapur crucible untuk melebur paduan alumunium “ berbahan bakar
minyak tanah.
Alat pelebur ini merupakan modal yang amat penting di dalam menunjang
peningkatan produksi barang-barang coran khususnya alumunium.Oleh sebab itu dalam
pembuatannya harus teliti sesuai dengan tuntutan kondisi kerja.
Dapur cruicible ini mempunyai kapasitas 30 kg dan memakai bahan bakar minyak
tanah.Dapur crucible ini juga terdiri dari beberapa komponen yang dalam perancangannya
memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang meliputi perhitungan perpndahan
panas,pemilihan bahan,gambar serta pengoperasiannya yang mana semua ini merupakan
penerapan pengetahuan secara teori dan praktek.
1.1 Latar belakang
Ilmu teknik Pengecoran Logam adalah salah satu teknik produksi dimana di
sehingga kualitas produk, kemampuan produksi dan biaya produksi dalam proses
memproduksi benda-benda coran akan dapat menyaingi benda-benda coran buatan luar
negeri.
Perlunya pembinaan ini jelas terlihat, oleh karena itu ahli ilmu pengecoran harus
mampu mengembangkan industry pengecoran di Indonesia yang mana salah satu caranya
adalah dengan memberikan dasar ilmu pengetahuan yang baik kepada mahasiswa
Perguruan Tinggi yang mengambil program study teknik produksi.
Dengan mempertimbangkan hal diatas maka diperlukan adanya sarana praktek
yang memadai, yang mana salah satu alat utama dalam pengecoran adalah Dapur Crusible.
Dengan adanya Dapur Crusible maka diharapkan mahasiswa agar dapat
mempraktekkan ilmu yang diperolehnya selama dibangku perkuliahan dan
membandingkannya dengan olmu praktek untuk lebih memantapkan pemahaman
mahasiswa dalam bidang ilmu teknik pengecoran.
Dalam pertimbangan hal tersebut maka direncanakan sebuah dapur Crusible
dengan kapasitas kecil.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari perencanaan ini adalah membantu memantapkan mahasiswa dalam
penguasaan teori mengenai efisiensi bahan bakar dapur, bahan dapur serta ketahanan
bahan penyekat panas. Dan juga nantinya para mahasiswa dapat membuat cetakan-cetakan
logam sendiri yang selanjutnya dapat menghasilkan benda-benda cor yang kwalitasnya
dapat terus ditingkatkan.
Tujuan dari perencanaan ini adalah mahasiswa dapat merencanakan:
1. Pemilihan bahan dapur
2. Bahan penyekat panas
3. Pemilihan jenis dapur pelebur yang sesuai dengan material yang akan dilebur.
1.3 Batasan Masalah
Berhubung dengan sangat luasnya persoalan dalam masalah pengecoran, maka
perancangan dapur crucible ini terdiri dari tiga orang yaitu Hanafi Ahmar membahas
karakteristik konstruksi dapur, Saut Situmeang merancang alat pemanas yang digunakan
dan saya sendiri perancangan pemilihan bahan untuk dapur cruicible. Agar dapur crucible
meliputi perencanaan pemilihan bahan untuk konstruksi dapur seperti batu tahan api,
semen tahan api, cawan lebur, dinding luar.
1.4 Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan perencanaan dapur crucible ini dipakai tiga dasar metode
dasar penyelesaian yaitu:
1. Survey Lapangan
Disini dilakukan peninjauan pada Laboratorium Foundry yang menggunakan
dapur pelebur untuk memperoleh data-data serta membandingkan dengan dapur
crucible yang telah beroperasi yang dipakai diindustri-industri pengecoran logam.
2. Studi Literatur
Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan hal yang dibahas.
3. Diskusi
Berupa Tanya jawab dengan dosen pembimbing dan melakukan diskusi dengan
mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan tugas sarjana ini adalah:
1. BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang. Maksud dan tujuan
perencanaan,batasan masalah, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
2. BAB II : Tinjauan Pustaka, berisikan tentang teori-teori yang mendasari
perencanaan pengecoran logam.
3. BAB III : Perencanaan Dapur, berisikan gambaran umum dapur, kapasitas
cawan lebur, pemilihan alat pemanas, penggunaan batu bata,
penumpu cawan lebur, ruang bakar, pemakaian bahan bakar serta
kalor yang terjadi pada dapur.
4. BAB IV : Proses Peleburan Alumunium, berisikan tentang peleburan
alumunium mulai dari terjadinya terak, penambahan fluks terjadinya
penyerapan gas sampai ke proses penuangan.
5. BAB V : Kesimpulan dan saran, berisikan secara garis besar hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Logam Bukan Besi (Nonferrous Metal)
Indonesia merupakan Negara penghasil bukan besi yaitu penghasil timah putih,
tembaga, nikel, alumunium dan sebagainya. Dalam keadaan murni logam bukan besi ini
memiliki sifat yang sangat baik namun untuk meningkatkan kekuatan umumnya dicampur
dengan logam lain sehingga membentuk paduan. Cirri dari logam non besi adalah
mempunyai daya tahan terhadap korosi yang tinggi, daya hantar listrik yang baik dan
dapat berubah bentuk secara mudah. Pemilihan dari peduan logam non besi ini tergantung
pada banyak hal antara lain kekuatan, kemudahan dalam pemberian bentuk, berat jenis,
harga bahan baku, upah pembuatan dan penampilannya.
Logan bukan besi ini di bagi dalam dua golongan menurut berat jenisnya, yaitu
logam berat dan logam ringan. Logam berat adalag logam yang mempunyai berat jenis
diatas 5 kg/m3.
Berat jenis dari masing-masing non besi ini dapat dilihat pada tabel 2.1. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa makin berat suatu logam bukan besi maka makin banyak
daya tahan korosinya. Bahan logam bukan besi yang sering dipakai adalah paduan
tembag, paduan alumunium, paduan magnesium, dan paduan timah. Tabel 2.1 ini
Tabel 2.1 Berat jenis beberapa jenis logam (Lit 1 hal 64)
2.2 Tembaga dan Paduannya
Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut chalcoporit. Chalcoporit ini
merupakan campuran Cu2S dan Cu Fe S2 dan terdapa dalam tambang-tambang dibawah
permukaan tanah.
Secara industry sebagian besar penggunaan tembaga dipakai untuk kawat atau
bahan penukar panas karena sifat tembaga yang mempunyai sifat hantaran listrik dan
panas yang baik. Tembaga ini jika dipadukan dengan logam lain akan menghasilkan
paduan yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Dan yang paling sering dipakai adalah
campuran antara tembaga dan timah, mangan yang biasa disebut perunggu digunakan
untuk bagian-bagian mesin khusus dimana diperlukan sifat-sifat yang luar biasa.
Paduan antara tembaga dengan unsur-unsur lain dapat membentuk paduan lain
seperti:
1. Brons
Brons adalah paduan antara tembaga dengan timah dimana kandungan dari timah
kurang dari 15% karena mempunyai titik cair yang kurang baik maka brons biasanya
ditambah seng, fosfor, timbal dan sebagainya.
Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dimana kandungan seng sampai
kira-kira 40%. Dalam ketahanan terhadap korosi dan aus kurang baik disbanding brons
tetapi kuningan mampu cornya lebih baik dan harganya lebih murah.
3. Brons Alumunium
Brons alumunium ini adalah paduan dari tembaga dan alumunium dengan tambahan
nikel dan mangan. Kandungan alumunium 8-15,5%, nikel kurang dari 6,5% mangan
kurang dari 3,5% dan sisanya adalah tembaga.
Untuk diagram fasa dan paduannya dapat dilihat pada gambar 2.1 kesetimbangan
fasa tembaga dimana pada diagram ini dapat dilihat temperature terbentuknya fasa cairan,
fasa α dan fasa β pada logam tembaga serta mengetahui temperatur cair dari kadar
komposisi tembaga dengan kadar 100% Cu atau tembaga murni adalah 1084°C.
Gambar 2.1 Diagram fasa tembaga (lit 4 hal 36)
2.3 Seng dan Paduannya
Seng adalah logam bukan besi kedua setelah tembaga yang diproduksi secara besar
yang mana lebih dari 75% produk cetak tekan terdiri dari paduan seng. Logam ini
mempunyai kekuatan yang rendah dengan titik cair yang juga rendah dan hamper tidak
rusak di udara biasa. Dan dapat digunakan untuk pelapisan pada besi, bahan baterai kering
Selain itu seng juga mudah dicetak dengan permukaan yang bersih dan rata, daya
tahan korosi yang tinggi serta biaya yang murah. Dikenal seng komersial dengan 99,995
seng disebut special high grade. Untuk cetak tekan diperlukan logam murni karena
unsure-unsur seperti timah, cadmium dan tin dapat menyebabkan kerusakan pada cetakan cacat
sepuh.
Paduan seng banya digunakan dalam industry otomotif, mesin cuci, pembakar
minyak. Lemari es, radio, gramafon, televise, mesin kantor dan sebagainya.
2.4 Magnesium dan Paduannya
Paduan magnesium (mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat
jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja
tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°Ckarena
kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan
magnesium tetap tinggi.
Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya
digunakan untuk industry pesawat terbang, alat potert, teropong, suku cadang mesin dan
untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang
rendah. Logam magnesium ini mempunyai temperature 650°C yang perubahan fasanya
dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Diagram fasa magnesium (lit 4 hal 373)
Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan
memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al,
0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus
rendah untuk menekan korosi.
2.5 Alumunium dan Paduannya
2.5.1 Sejarah penemuan alumunium
Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam. Bauksit
ini banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah bintan dan pulau Kalimantan.
Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh sir Humprey Davy pada tahun 1809 sebagai
suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C.Oersted pada tahun 1825.
C.M.Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult berkebangsaan
Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina dengan cara elektrolisa dari
garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer seorang ahli kimia berkebangsaan jerman
mengembangkan proses yang dikenal dengan nama proses bayer untuk mendapat
alumunium murni.
Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus yang
sudah dokeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda sapi (NaOH) dibawah
pengaruh tekanan dan suhu diatas totok didih. NaOH akan bereaksi dengan bauksit
menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan dikurangi dengan ampas
yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan kotoran-kotoran lainnya disaring dan
dikesampingkan. Lalu alumina natrium tersebut dipompa ketangki pengendapan dan
dibubuhkan Kristal hidroksida alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti
dipanaskan diatas suhu 980°C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga
terpisah menjadi oksigen dan aluminium murni.
Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2 kilogram alumina dan 4
kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya. Penggunaan
alumunium ini menduduki urutan kedua setelah besi dan baja dan tertinggi pada logam
bukan besi untuk kehidupan industri.
2.5.2 Sifat-sifat alumunium
Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif. Apabila di
udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka
bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar alumunium oksida yang terbentuk
pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam dibawahnya. Dan membentuk
lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa
takut pada sifat kimia yang sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan
oksidanya akan mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya
akan mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat
pekat tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap
asam.
Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat
baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam
dari korosi dan hantaranlistriknya cukup baik sekitar 3,2 kali daya hantar listrik besi. Berat
jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan dibandingkan logam lain.
Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui
pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka
dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa paduannya.
Alumunium dapat ditempa, ekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan, diputar,
dispons, diembos, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Sipanasan dapat diperolah
alumunium denganbentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan
alumunium ini dapat di mampu bentuki (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di
patri.
2.5.3 Sistem Penomoran Alumunium
Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu: alumunium
komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium cor. Asosiasi
alumunium membuat system 4 angka mengidentifikasikan alumunium. Di bawah ini ada
Tabel 2.2 Alumunium Assosiasi Index System (lit 8 hal 104)
Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk seterti
paduan 99% alumunium murni, coper , mangan, silicon magnesium. System ini tidak
menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua mempunyai batas 0
sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol khusus pada pembuatan
alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan kuantitas minimum dari unsur lain
yang tidak dalam control.
Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti alumunium
mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni. Sedangkan 0,25% paduan
tanpa control. Nomor 1180 diidentifikasikansebagai paduan dimana 99,80% alumunium
murni dengan 0,20% berbagai macm campuran tambahan.
Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti khusus
hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan berapa paduan
yang terkandungpada saat proses pembuatan. Sebagai contoh alumunium seri 3003 adalah
alumunium mangan alloy yang mrngandung sekitar 1,2% mangan dan minimum 90%
alumunium. Contoh lain misalkan 6151 alumunium, adalah paduan alumunium dengan
silicon-magnesium-chromium. Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah
magnesium silicon, dan angka 151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari
paduan. Jika angka 1 pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium
dan kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari
alumunium magnesium dan silicon.
Alumunium juga dapat digolongkan apakah bias di heat-treatment atau tidak.
Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk alumunium murni atau
Paduan Alumunium Nomor
Alumunium 99,5% murni
Alumunium 99,5% murni
Al-Cu merupakan unsur paduan utama
Al-Mn merupakan unsur paduan utama
Al-Si merupakan unsur paduan utama
Al-Mg merupakan unsur paduan utama
Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama
Al-Zn merupakan unsur paduan utama
seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri 5000. Alumunium dapat di
heat-treatment jika mengandung satu dari copper, magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000
adalah seri silicon dari paduan alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk
bahan pengisi pada proses pangelasan.
2.5.4 Paduan-paduan alumunium yang utama
Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab
tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki
dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada
alumunium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan
sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus.
Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai yaitu:
1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan paduan
mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang.
2. Al-Mn
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi dan
dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.
3. Paduan Al-Si
Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali,
mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien pemuai
yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Karena kelebihan
yang menyolok maka paduan inisangat banyak dipakai.
4. Paduan Al-Mg
Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10% mempunyai
ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan di ekstruksi. Karena
sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai sebagai bahan untuk tangki
LNG, kapal laut, kapal terbang serta peralatan-peralatan kimia.
2.5.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran alumunium ini
mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari
pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah
penambahan Si sefektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas pada paduan
ini dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25kgf/mm2.
Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan oleh
A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat, dinamakannya yaitu
duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan
alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya adalah 4% Cu, 1,5% Mn
dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya yaitu duralumin super. Paduan
yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila diingini
ketahanan korosi yang tinggi maka permukaanya dilapisi dengan Al murni atau paduan
alumunium yang tahan korosi yang disebut pelat alklad. Paduan dalam system ini terutama
dipakai sebagai bahan pesawat terbang. Tabel dibawah ini menunjukkan sifat-sifat paduan
alumunium ini.
Tabel 2.3. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg (lit 8 hal 137)
Paduan Keada
Paduan Al-Cu-Mg ini dihasilkan melalui proses pencampuran paduan ini pada
temperatur 550°C seperti terlihat pada gambar 2.3. dimana pada gambar ini paduan harus
diupanaskan sampai temperature A sehingga komponen-komponen larutan membentuk
Gambar 2.3 Diagram fasa Al-Cu-Mg (lit 8 hal 133)
2.5.6 Paduan Al-Si (4030-4039)
Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus
sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai tambahan paduan
ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan, koefisien pemuaian yang
kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena mempunyai kelebihan yang
mencolok ini maka paduan ini sangat banyak dipergunakan. Paduan Al-Si ini ditemukan
pertama kali oleh A. Pacz pada tahun 1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan
tersebut dinamakan silumin.
Paduan Al-Si dengan kandungan 12% sangat banyak dipakai untuk paduan cor
cetak. Tetapi dalam hal modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat paduan ini dapat
diperbaiki dengan perlakuan panas dan sedikit diperbaiki dengan tambahan unsure paduan
lainnya yang umum dipakai yaitu 0,15 – 0,4% Mn dan 0,5% Mg. paduan yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin β. Paduan yang memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan Ni untuk memberikan kekerasan pada saat
proses pemanasan. Bahan ini biasa dipakai untuk torek motor. Tabel 2.4 ini menunjukkan
Tabel 2.4 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si (lit 11 hal 257)
Pada gambar 2.4 juga dapat dilihat terjadinya diagram fasa dari paduan ini dimana
dari gambar ini dapat diketahui titik eutektik yaitu pada suhu 577°C serta fasa paduan
mencair serta terjadinya fasa lainnya.
Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya
mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih banyak. Berbagai cara
dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang telah dikembangkan pada paduan
Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si. Paduan Al-Si juga banyak dipakai untuk
elektroda pengerasan terutama yang mengandung 5% Si.
2.5.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 – 6069)
Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi.
Paduan alam system ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan tempaan
dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya tetapi sangat liat dan sangat baik mampu
bentuknya yang tinggi pada temperature biasa. Mempunyai kemampuan bentuk yang lebih
baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai tambahan banyak digunakan untuk
angka-angka konstruksi.
Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa mengurangi sifat
kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kebel tenaga listrik. Dalam hal ini
pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu menyebabkan
tahanan listrik menjadi tinggi. Kelebihan dari paduan Al-Mg-Si dapat dilihat pada tabel
2.5, sedangkan untuk perubahan fasa dari paduan ini dapat dilihat dari gambar 2.5.
Tabel 2.5 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si (lit 8 hal 140)
Gambar 2.5 Perubahan fasa paduan Al-Mg-Si (lit 8 hal 139)
2.5.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075)
Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar logam
MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah Diketahui sejak lama
bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan
pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan
korosi tegangan.
Di jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan mengadakan studi
dan berhasil mengembangkan suatu paduan logam dengan penambahan kira-kira 3% Mn
atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan mengubah bentuk resivitasi serta retakan
korosi tegangan hampir tidak terjadi.
Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra.
Paduan yang terdiri dari 5,5% Zn, 2,5-1,5% Mn, 1,5% Cu, 0,3% Cr, 0,2% Mn dan
sisanya Al sekarang dinamakan paduan &075mempunyai kekuatan tertinggi diantara
paduan-paduan lainnya. Sifat-sifat mekaniknya dapat dilihat pada tabel 2.6. Penggunaan
paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi untuk pesawat terbang.
Disamping itu penggunaannya juga penting untuk bahan konstruksi. Perubahan fasa dari
paduan ini dapat dilihat pada gambar 2.6. dimana pada gambar ini dapat dilihat fas-fasa
Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Zn (lit 8 hal 141)
Dapur Crucible adalah dapur yang paling tua digunakan. Dapur ini mempunyai
konstruksi paling sederhana. Dapur ini ada yang menggunakan kedudukan tetap dimana
penmgambilan logam cair dengan memakai gayung. Dapur Ini sangat Fleksibel dan serba
guna untuk peleburan yang skala kecil dan sedang. Bahan bakar dapur Crucible ini adalah
gas atau bahan bakar minyak,karena akan mudah mengawasi operasinya. Ada pula dapur
yang dapat dimiringkan sehingga pengambilan logam dengan menampung dibawahnya.
Dapur ini biasanya dipakai untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini
ada yang dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan induksi
listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau minyak, sedangkan
dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas dengan kedudukan tetap dapat
Gambar 2.7 Dapur kedudukan tetap
Gambar 2.8 Dapur Crucible yang bisa dimiringkan
Tanur udara terbuka adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang agak rendah
dan logam cair akan akan melebur dan dangkal. Pada bagian bawah tanur dipasang 4 buah
ruang pemanas (regenerator ). Tanur juga disangga oleh dua buah rol yang memungkinkan
untuk dimiringkan pada saat pengeluaran terak atau logam cair. Burner diletakkan pada
kedua sisi tanur dan dioperasikan secara periodik untuk mendapatkan panas yang merata.
Bahan bakar yang digunakan adalah gas atau minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar
biasanya dipanaskan mula dengan melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur.
tidak terjadi perubahan suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di sisi
depannya . Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja. Tanur udara
terbuka dapat dilihat pada gambar 2.9 dibawah ini.
Gambar 2.9. Tanur udara terbuka
Tanur udara adlah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka. Bentuknya
hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam cair berbentuk lebar
dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan bahan bakar minyak . Burner
dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu ujung tanur dan udara sisa
pembakaranakan keluar dari ujung yang lain. Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik
pada dapur ini dibanding dengan dapur kupola. Bila ingin melakukan penambahan
dilakukan dengan membuka tutup tanur dan menuangkannya dari atas.
Tanur ini biasanya digunakan untuk melebur besi cor putih dan besi cor mampu
tempa, dan kadang juga digunakan untuk peleburan logam non besi. Biaya operasi tanur
ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola . Sering juga tanur ini dikombinasikan
dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan dilakukan dengan kupola
kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk diatur komposisinya. Skema tanur
Gambar 2.10. Penampang tanur udara
Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan
elektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah maupun
yang berfrekuensi tinggi. Tanur induksi biasanya berbentuk crucible yang dapat
dimiringkan. Tanur ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja perkakas, baja
untuk cetakan,baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi.
Tanur ini bekerja berdasarkan arus induksi yang timbul dalam muatan yang
menimbulkan panas sehingga memanasi crucible dan mencairkan logam di dalam
Gambar 2.11. Tanur Induksi (a) Penampang (b) Kumparan yang bias diangkat (c) Garis
2.7 Pemilihan Bahan Batu Bata
Pemilihan bahan batu bata yang akan digunakan untuk dapur pelebur tipe Crucible
dengan bahan bakar minyak tanah ini, ditentukan dengan memperhatikan sifat-sifta dapur
tersebut seperti dapur yang bekerja sampai temperatur 750 0C serta perhitungan biaya dari
banyaknya batu bata yang digunakan.
Diharapkan pada suhu yang direncanakan tersebut bahan dari dapur tidak akan
berubah sifatnya akibat pembebanan panas sehingga terjadi perubahan struktur dari bahan.
Koefisien dari daya hantar panas juga tergantung dari suhu karena koefisien ini akan
berkurang nilainya bila suhu dinaikkan.
Oleh karena itu dalam pemilihan batu bata untuk lapisan dinding dapur dan alas
dapur bahannya haruslah ditentukan dan dipilih sebaik mungkin agar dapat bertahan lama,
tidak mudah pisah dan dapat meningkatkan efisiensi dapur.
2.7.1 Pemilihan Batu Bata
Batu bata yang umum digunakan unuk dapur pelebur tipe Crucible adalah Batu
bata yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
• Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi
• Sanggup menahan lanjutan panas yang terjadi tiba-tiba ketika pembebanan suhu
• Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan pada suhu
yang tinggi.
• Mempunyai koefisien thermal yang rendah sehingga dapat memperkecil suhu yang
keluar
• Memiliki tekanan listrik yang tinggi jika digunakan untuk dapur listrik.
Bahan batu bata ini diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu golongan Asam, Basa
dan Netral. Pemilihan ini sesuai dengan dapur apa yang akan dipergunakan . Adapun
bahan-bahan dari bahan batu bata ini adalah:
1. Bahan Batu Bata Jenis Asam
Biasanya terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api. Silika dalam bentuk
murni melebur pada suhu 1710 oC bahan ini terdiri dari hidrat alumina silica
(Al2O3, 2SiO2, 2H2O ).
Biasanya terdiri dari magnesia, clionic magnesia, dan dolomite magnesia
mempunyai titik lebur tinggi dan baik untuk melawan korosi, bahan-bahan ini
terdiri dari 20 -30 % MgO dan 70 -80 % cliromite dolomite terdiri dari kalsium
karbinat dan magnesia (CaCO3, MgCO3). Dolomite stabil yang terdiri dari CaCO3,
SiO3,, MgO adalah bahan yang lebih baik daripada dolomite biasa sehingga lebih
tidak mudah retak.
3. Bahan Batu Bata Jenis Netral
Terdiri dari karbon, grafit, cliromite, dan silimanite. Bahan ini tidak membentuk
fasa cair pada pemanasan penyimpan kekuatan pada suhu tinggi jenis cliromite
terbuat dari biji cliromite yang komposisinya terdiri dari 32 % FeO dan 68 % CrO3
dan mempunyai titik cair sekitar 2180 0C silimate terdiri dari 63 % Al2O3, dan 37
% SiO2 dan mempunyai titik cair sekitar 1900 0C .
2.7.2 Bahan Batu Bata Tahan Api
Bahan dasar untuk pembuatan batu bata yang dibakar adalah tanah liat. Tanah liat
itu terjadi dari tanah napal ( tanah tawas asam kersik) yang dicampur dengan bahan yang
lain seperti pasir. Bahan dasar tanah liat didapat di alam dalam berbagai susunan yang
dapat dipakai begitu saja untuk industri batu bata. Dua sifat menyebabkan tanah liat cukup
dipakai untuk inustri bakar:
1. Keadaan liat atau dapat diremas yang perlu untuk tetap berada dalam bentuk yang
sekali diberikan
2. Struktur seperti batu bata yang baru terjadi setelah hasil pembakaran.
Jika panas terlampau tinggi dalam pembakaran maka bahan bakar dapat melebur.
Tidak semua jenis tanah liat melebur pada saat yang sama. Dasar dan susunan
bahan-bahan menentukan besarnya derajat panas yang dibutuhkan . Untuk menggantikan
struktur asli dalam struktur batu bata atau untuk melebur batu bata. Kualitas hasil yang
didapat bertalian rapat dengan susunan. Tanah liat ,zat bakar ,panas yang terjadi jika
membakar dan lamanya membakar.
Bahan tahan panas yang dipakai untuk dapur ini adalah batu bata pakam yang
termasuk golongan bahan batu bata jenis asam dimana konduktivitas dari batu bata ini
adalah 0,69 W/m 0C. Pemilihan batu bata ini berdasarkan penelitian yaitu batu bata
dipanasi sampai suhu kurang lebih 1000 0C di dalam oven pemanas dilakukan berulang
struktur mekanis dan fisiknya secara besar atau batu bata ini mampu dan sesuai untuk
digunakan pada dapur peleburan ini.
Dengan tahannya batu bata ini dipanasi sampai suhu sekitar 1000 0C, sedangkan
suhu dapur yang direncanakan hanya lebih kurang 800 0C sehingga batu bata tahan api
jenis ini dapat digunakan untuk dapur pelebur, selain itu harga dari tiap batu bata tahan
api jenis ini relative murah dari batu bata jenis lain serta mempunyai kekuatan yang baik
sehingga dapat menahan beban yang akan ditumpu oleh batu bata ini , keuntungan yang
lain adalah konduktivitas dari batu bata ini juga kecil sehingga dapat mengurangi panas
yang keluar dari ruang bakar sehingga efisiensi panas dapat lebih ditingkatkan.
2.8Semen Tahan Api
Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu bata serta untuk menutup celah
yang terjadi dari penyusunan batu bata. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen
tahan api yang juga dapat menambah ketahanan batu bata terhadapa suhu tinggi.
Untuk dapur peleburan ini dipakai bahan pengikat yaitu semen tahan api yang
dijual dipasarandengan komposisi kimia :
• SiO2 dengan kadar 96,33 % ………....(lit 4 hal. 526)
Sebagai bahan pengikat, semen ini dicampur dengan air dan pasir silica dengan
perbandingan 1 : 2 : 3 . Campuran semen dan pasir silica ini kemudian diaduk selama
kurang lebih 2 menit dan kemudian ditambahkan air dan diaduk kurang lebih 3 menit.
Kadar air harus dijaga sebaik mungkin karena bila kadar air berlebihan akan menyebabkan
gelembung gas dan lubang-lubang kecil sedangkan bila air terlalu sedikit semen akan
kehilangan sifat lekatnya sehingga tidak dapat mengikat batu batadengan baik dan
akibatnya batu bata dapat ambruk atau beerlepasan. Selain kadar air yang berlebihan
menyebabkan air berusaha melepaskan diri sehingga akibatnya permeabilitas permukaan
Pemakaian bahan pengikat juga memerlukan teknik yang baik karena tidak boleh
terjadinya retak dan harus dipadatkan sepadat mungkin.
Kadar semen dan pasir silica juga menjadi factor yang penting karena bila kadar
semen yang terlalu sedikit selain menyebabkan kehilangan sifat lekatnya juga dapat
membentuk gumpalan-gumpalan pasir serta menyebabkan konstruksi batu bata susah
dibongkar.
Jadi karakteristik dari bahan batu bata dari dapur ini yaitu:
a. Bahan Penyekat panas : Batu Bata Tahan api
Titik cair : 1400 oC atau 1673 K
Konduktivitas panas : 0,69 W/m oC
Berat Jenis : 2,1 g/cm3
b. Bahan Penyekat panas : Semen Tahan Api
Titik cair : 1400 oC atau 1673 K
Konduktivitas panas : 1,16 W/m oC
Berat Jenis : 1,5 g/cm3
2.9Konstruksi Dapur Pelebur
Susuai dengan judul perencanaan, maka berikut yang akan dijelaskan adalah dapur
pelebur dengan bahan bakar minyak. Konstruksi dapur pada dasarnya hanya merupakan
sebuah cawan pelebur yang terletak ditengah-tengah sebuah silinder baja yang dilapisi
dengan penyekat panas, terdapat ruang bakar diantara cawan pelebur dan dinding penyekat
panas. Di bagian bawah terdapat unit pembangkit untuk mencukupi kebutuhan energy
BAB III
PEMILIHAN BAHAN DAPUR PELEBUR
3.1 Dapur Pelebur
Dapur Crucible ini dirancang untuk melebur logam secara fisik. Selanjutnya
setelah logam mencair dan diketahui komposisi yang dikehendaki, logam cair tersebut
dituang ke dalam cetakan kemudian dilakukan proses pendinginan dan selanjutnya
dilakukan proses permesinan.
Pada gambar 3.1 dapat dilihat bentuk dari dapur konstruksi dapur pelebur
Gambar 3.1.Konstruksi Dapur Crucibel
Alasan pemilihan dapur Crucible yang akan digunakan di banding dengan
memakai dapur pelebur jenis lainnya karena:
1. Dapur pelebur ini tidak memerlukan teknik pengoperasian yang terlalu rumit
disbanding dapur pelebur jenis lainnya, sehingga cocok digunakan untuk penelitian
2. Dapur Crucible ini dapat menggunakan bahan bakar yang aman seperti minyak tanah.
3. Cocok digunakan untuk melebur logam bukan besi yang mempunyai temperature cair
yang cukup tinggi seperti alumunium.
4. Mudah dalam pengoperasiannya terutama untuk pengambilan terak pada logam
alumunium.
3.2 Cawan Lebur
Fungsi cawan lebur adalah tempat untuk logam cair selama proses peleburan
berlangsung. Cawan tersebut harus mempunyai titik cair yang jauh lebih tinggi dari titik
cair logam yang akan dilebur. Pada perencanaan ini cawan lebur yang dipakai adalah
silinder dari besi cor kelabu yang dapat menampung 30 kg logam cair. Silinder besi cor
kelabu ini bagian atasnya dibuat berlubang. Pembuatan Cawan lebur ini dilakukan dengan
proses pengecoran.
Dari kapasitas cawan lebur yang mempunyai kapasitas sebesar 30 kg maka bias
didapat volume dari cawan lebur.
Volume dari cawan lebur adalah:
=
= 0,01108 m3
= 11,08 liter
Maka volume dari cawan lebur adalah 11,08 liter.
Supaya cairan tidak tumpah maka ditambahkan 10% dari dimensi cawan lebur:
Untuk mendapatkan tinggi yang sesuai pada cawan lebur ini, maka untuk diameter
luar dan tebal dari cawan lebur ini ditentukan dengan besar yaitu:
Diameter luar : 300 mm ………( lit 11 hal 215)
Tebal : 8 mm
Maka dari volume cawan lebur yang mempunyai volume sebesar 13 liter dapat
ditentukan ukuran dari tinggi cawan lebur yaitu:
Volume 13 liter = 0,013 m3
Volume = Luas alas × Tinggi
= . D2 . Tinggi
Tinggi =
=
= 0,37 m
Dari hasil perhitungan maka didapat tinggi dari dimensi cawan lebur sebagai
berikut:
Tinggi : 370 mm
Dari data diatas maka dapat dihitung masa cawan lebur:
= 25,065 kg
Pemilihan silinder besi cor kelabu ini sebagai cawan lebur didasarkan pada logam
yang akan dilebur yaitu alumunium dengan temperatur cair 659°C, sedangkan silinder cor
mempunyai ruang volume cawan yang mampu menampung logam cair alumunium sesuai
dengan spesifikasi tugas yaitu kurang lebih 30 kg metal cair.
Maka dapat dibuat sifat-sifat Crucible yang digunakan yaitu:
Bahan : Besi Cor Kelabu
Titik Cair : 1200°C atau 1473 K
Koefisien Pemuaian Panas : 10 × 10-6/°C
Kekuatan tarik : 70 kg/mm2
Bentuk ukuran dari cawan lebur dapat dilihat pada gambar 3.2
Gambar 3.2.Bentuk dan ukuran cawan lebur
3.3 Batu Tahan Api
Batu tahan api adalah bahan yang dapat menahan temperatur tinggi dari panas
yang terjadi didalam dapur selama beroperasi.
Untuk dinding dan alas dapur diperlukan kombinasi tipe empat persegi panjang
dan tipe segitiga lancip sedangkan untuk pendukung cawan pelebur digunakan tipe empat
persegi panjang.
Jika : tinggi dapur : 800 mm
Tinggi ruang bakar : 600 mm
Tinggi alas dapur : 200 mm
Jumlah batu tiap lapis untuk dinding : 14 buah
Jumlah batu tiap lapis untuk alas dapur : 21 buah
Maka batu bata yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Tipe empat persegi panjang =
=
= 168 buah
Tipe segi tiga lancip =
=
= 168 buah
Tebal alas dapur yang dipakai adalah 200 mm mengikuti panjang dari dimensi batu
bata yang digunakan dan selebihnya dilapisi dengan pasir, maka
jumlah bata yang dipakai adalah =
=
= 84 buah
Batu bata disusun dan sebagai bahan pengikat dipakai semen tahan api dengan
karakteristik sebagai berikut :
Titik lebur = 1400°C …………..( lit 6 hal 767 )
Konduktivitas = 1,16 W/m°C
m2= π . Db . Xbi . tb . + . Db2 . Xb2 .
Dimana :
Db = Diameter luar dapur
= 0,9 m
tb = tinggi ruang bakar
= 0,6 m
Xb1 = tebal samping ruang bakar
= 0,2 m
Xb2 = tebal bawah ruang bakar
= 0,2 m
= berat jenis bata
= 1600 kg/m3 ………..……( lit 5 hal 584 )
Maka massa dapur adalah
m2= π . Db . Xbi . tb . + . Db2 . Xb2 .
m2 = 3,14 . 0,9 . 0,2 . 0,6 . 1600 + . 0,92 . 0,2 . 1600
= 746,442 kg
Gambar 3.3. Batu tahan api
3.4 Semen Tahan Api
Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu bata serta untuk menutup celah
yang terjadi dari penyusunan batu bata. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen
tahan api yang juga dapat menambah ketahanan batu bata terhadap suhu tinggi.
Untuk dapur peleburan ini dipakai bahan pengikat yaitu semen tahan api yang
dijual dipasaran dengan komposisi kimia :
• SiO2 dengan kadar 96,33 %
•Al2O3 dengan kadar 0,28 %
•CaO dengan kadar 2,74 %
•Fe2O3 dengan kadar 0,56 %
•Na2O dengan kadar 0,04 %
•K2O dengan kadar 0,04 %
•TiO2 dengan kadar 0,03 % ………( lit 6 hal 513 )
Ketahanan temperatur dari semen tahan api ini adalah 1400 oC.Sebagai bahan
pengikat, semen ini dicampur dengan air dan pasir silica dengan perbandingan Air : Pasir :
Semen Tahan Api = 1 : 2 : 3.
3.5 Penumpu Cawan Lebur
Penumpu cawan lebur berfungsi untuk menumpu cawan lebur pada ruang bakar.
Penumpu ini terbuat dari batu tahan api yang mampu menahan temperatur 1400°C
sedangkan temperatur ruang bakar hanya sampai sekitar 660°C.
Penumpu yang digunakan berjumlah tiga buah dengan ukuran :
Tinggi : 200 mm
Lebar : 100 mm
Massa dari penumpu cawan lebur yaitu:
mp = . (volume)
= 1600 (0,20 × 0,10 × 0,05)
= 1,6 kg
Massa dari ketiga penumpu ini adalah 3 . 1,6 kg = 4,8 kg
Penumpu ini akan menahan berat dari logam yang akan dilebur dan berat dari
cawan lebur dimana total berat yang akan ditumpu yaitu :
m = 30 kg + 25,065 kg
= 55,065 kg
A = Luas penampang penumpu
= 100 mm . 50 mm
= 5000 mm2
3.6 Ruang Bakar
Ruang bakar adalah tempat nyala api untuk memanasi dinding cawan. Ruang
cawan mempunyai ukuran 1/3 dari ukuran diameter cawan lebur, dengan demikian maka
lebar dari ruang bakar ini adalah 100 mm sedangkan tinggi ruang bakar adalah tinggi
cawan lebur ditambah tinggi dudukan dari cawan lebur yaitu 100 mm maka dimensi ruang
bakar dapa dilihat pada gambar 3.4
Gambar 3.4. Luas ruang bakar
Ukuran dari ruang bakar dapat dilihat dari:
Lebar ruang bakar antara cawan lebur dan penyekat panas adalah :.(lit.11 hal 263)
1. Lebar = 2 . 1/3 . diameter cawan lebur + diameter cawan lebur
= 2 . 1/3 . 300 + 300 = 500 mm
= 370 + 230 = 600 mm
3. Volume = Volume ruang bakar – volume cawan lebur
= [π . r2
ruang bakar . truang bakar ] - . r3cawan . tcawan]
= [π (0,25)2
. 0,6 ] – [ . (0,15)3 + (0,15)2 × 0,37]
= 0,0845 m3
3.7 Dinding Luar
Dinding luar yang dipakai terbuat dari baja karbon dengan pengerjaan tempa.
Ketebalan dinding adalah 2,5 mm. Plat baja karbon dirol untuk membentuknya menjadi
silinder berdiameter 900 mm.
Dimana:
L = π.D
L = Panjang plat sebelum dirol
D = Diameter drum (mm)
L = π . 900 = 2826 mm
Massa dinding luar adalah :
m3 = berat dinding samping
m3 = π . Dd . t . d.
dimana :
Dd = diameter dinding luar
= 0,9025
t = tinggi dinding
= 0,8 m
d = tebal dinding samping
= 0,0025 m
= berat jenis dinding
= 7833 kg/m3 …………...…(lit.5 hal 581)
Maka :
m3 = π . 0,9025 . 0,8 . 0,0025 .7833
= 44,39 kg
Karakteristik dari dinding luar ini adalah:
Bahan : Baja karbon rendah AISI 1109
Titik cair : 1170°C
Konduktivitas thermal : 54 W/m°C
3.8 Alat Pemanas
Alat Pemanas atau burner ini berfungsi untuk mencukupi kebutuhan panas atau
kalor yang dibutuhkan dapur pelebur dalam proses peleburan. Alat pemanas ini nantinya
diletakkan sedemikian rupa pada dapur pelebur sehingga kalor yang dihasilkan dapat
bersirkulasi dengan baik di ruang bakar.
Alat pemanas atau burner yang digunakan adalah burner dengan bahan bakar
kerosin yang dalam kehidupan sehari-hari kita kenal dengan nama minyak tanah. Selain
kerosin atau minyak tanah ada beberapa jenis bahan bakar yang juga mudah dijumpai
secara umum yaitu: Gas LPG, Solar dan Bensin. Walaupun harga kerosin belakangan ini
telah menjadi mahal, ada beberapa pertimbangan mengapa kerosin digunakan sebagai
bahan bakar dari burner ini, yaitu:
1. Sebagai bahan bakar, walaupun harga kerosin lebih mahal dibandingkan
dibandingkan bahan bakar lainnya. Kerosin masih mudah untuk didapatkan karena
masih dijual untuk umum.
2. Bensin dan gas kurang efisien untuk penggunaan dalam industri, terbih lagi
sebagai bahan bakar burner yang sederhana. Hal ini dikarenakan sifatnya yang
mudah menguap dan titik nyala yang rendah.
3. Solar dan kerosin adalah bahan bakar yang lazim digunakan dalam industry.
Namun dalam penggunaan solar sebagai bahan bakar burner kurang efisien karena
membutuhkan mekanisme burner yang lebih rumit untuk mencapai pembakaran
sempurna.
4. Dari segi keamanannya minyak tanah atau kerosin lebih efisien karena dapat
disimpan lebih lama, titik nyala kerosin lebih rendah dari bensin yaitu 37 – 600C,
mekanisme burner yang dibutuhkan kerosin pun lebih sederhana dibandingkan
bahan bakar lainnya.
Untuk ukuran daripada burner ini disesuaikan dengan tempat yang disediakan oleh
dapur, yaitu: diameter luar burner 6 inchi (165 mm) dan panjang burner setebal dinding
Gambar 3.6 gambar letak burner pada dapur Crusible
Dari ukuran yang diberikan maka dirancang burner dengan ukuran:
Dari gambar dimensi burner dirancang bahwa burner berbentuk silinder dengan
diameter luar 165 mm (6 inchi) dan diameter dalam 114 mm (4 inchi) Lubang dibagian
tengah silinder adalah tempat keluarnya semburan api dari uap bahan bakar yang keluar
dari nozel. Didalam silinder burner itu sendiri terdapat ruangan yang berisi bahan bakar
yang dipanaskan memamfaatkan semburan api dari nozel di pangkal burner.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pmbuatan burner ini adalah:
1. Pipa baja dengan ukuran diameter 6 inchi, dengan panjang 230 mm. Pipa ini
nantinya akan menjadi bagian luar atau dinding luar dari burner.
2. Pipa Baja dengan ukuran diameter 4 inchi, dengan panjang 230 mm. Pipa ini
nantinya akan menjadi bagian dalam atau dinding dalam burner.
3. Dua buah plat baja berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter luar 6 inchi
dan diameter dalam 4 inchi.
4. Pipa baja dengan ukuran ¾ inchi, yang akan mengalirkan bahan bakar menuju
burner dan dari burner menuju nozel.
5. Elbow baja degan ukuran ¾ inchi sebanyak 3 buah sebagai penyambung pipa
baja ¾ inchi.
6. Pipa tembaga dengan ukuran diameter 8 mm sebagai penyalur bahan bakar dari
tangki menuju burner.
7. Nozel dengan ukuran 1 mm.
Gambar 3.8 Bagian-bagian burner
Dimana:
a. Plat baja berbentuk lingkaran (2 buah)
b. Pipa baja 4 inchi
c. Pipa baja 6 inchi
d. Pipa baja ¾ inchi, panjang 40 mm (2 buah)
e. Pipa baja ¾ inchi, panjang 1000 mm
f. Pipa baja ¾ inchi,panjang 20 mm (2 buah)
g. Ellbow baja ¾ inchi (3 buah)
h. Pipa baja ¾ inchi, panjang 30 mm
Kemudian tiap bagian disambungkan dengan metode pengelasan. Pengelasan
BAB IV
PERHITUNGAN BIAYA DAN KEBUTUHAN KALOR
4.1 Perhitungan Biaya
a. Batu Tahan Api
Total harga = Harga batu tahan api × Banyaknya batu tahan api yang digunakan
Dimana :
Harga tiap batu bata = Rp. 15000/ buah
Banyaknya batu bata yang digunakan = 168 + 168 + 84 + 3
= 423 buah
Total harga = Rp.15000 × 423 buah
= Rp 6.345.000
b. cat = harga 1 kaleng cat x jumlah cat yang dipakai
= Rp.20.000 x 5
= Rp.100.000
c. Semen tahan api = Rp.500.000
d. Dinding Luar = Rp.300.000
e. Cawan Lebur = Rp.600.000
f. Burner = Rp.1.000.000 .Dirancang oleh saudara Saut
Biaya total yang digunakan untuk membangun dapur Crucble ini yaitu:
Biaya total = Batu tahan Api + semen tahan api + dinding luar + cawan lebur + burner +
= Rp.6.345.000 + Rp.500.000 + Rp.300.000 + Rp. 600.000 + Rp.1.000.000 +
Rp.100.000
= Rp. 8.845.000
4.2 Perhitungan Kebutuhan Kalor
Bahan bakar yang dipakai untuk dapur pelebur ini adalah memakai bahan
bakar minyak yaitu minyak tanah. Dapur-dapur crucible pada umumnya menggunakan
bahan bakar minyak. Tetapi ada juga yang menggunakan bahan bakar lain seperti kayu
ataupun batu bara. Sifat-sifat yang penting dari bahan bakar ini adalah nilai pembakaran.,
berat atom, berat jenisnya dan titik nyalanya. Nilai pembakaran tinggi (HHV) yaitu jumlah
energi kimia yang terdapat didalam suatu massa bahan bakar atau volume bahan bakar.
Dinyatakan dalam satuan kiloJoule/kg ataupun British Thermal Unit/per-pound-massa.
Untuk minyak tanah nilai HHVnya adalah 45940kJ/kg
………(lit.12 hal 465)
Untuk mendapatkan jumlah bahan bakar maka harus diketahui jumlah panas yang
terpakai dan terbuang. Saat proses peleburan panas yang dibutuhkan meliputi:
a) Kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium.
b) Kalor yang diserap batu bata
c) Kalor yang diserap plat luar
d) Kalor yang diserap cawan lebur
e) Laju aliran panas yang keluar melalui dinding samping
f) Laju aliran panas yang terbuang melalui lubang cawan pelebur
g) Laju aliran panas ke cawan lebur
Batu bata yang akan digunakan sebagai alat penyekat panas akan menyerap panas
sehingga panas dari ruang bakar hanya sedikit yang akan sampai ke dinding luar dapur.
Suhu tertinggi pada dinding luar plat dapur adalah 45°C. tetapi tidak seluruh batu tahan
api akan menyerap dan manerima panas, hal ini disebabkan karena kalor yang keluar dari
burner akan naik keatas. Panas sebagian akan keluar dari atas secara konduksi dan
adalah pada bagian atas. Pada bagian bawah dinding tidak mengalami penambahan suhu.
Suhu dan laju aliran kalor yang terjadi di dapur dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Suhu dan laju aliran panas yang terjadi didapur selama proses peleburan
Keterangan dari gambar 4.6 adalah :
a) A adalah suhu didalam cawan lebur yang digunakan untuk melebur
alumunium, B adalah suhu pada bagian atas, C adalah suhu rata-rata pada batu
bata, D adalah suhu diruang bakar serta E adalah suhu tertinggi pada plat
dinding bagian samping.
b) q1 adalah laju aliran kalor ke dinding samping, q2 adalah laju aliran kalor yang
melalui bagian atas atau lubang cawan pelebur.
4.2.1 Kalor Untuk Melebur Alumunium (Q1)
Kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan alumunium meliputi:
a) QA yaitu kalor yang menaikkan temperature Alumunium padat dari 27°C suhu
kamar hingga mancapai titik peleburan Alumunium (660°C)
b) QB yaitu kalor yang berubah fasa Alumunium padat menjadi cair ( kalor latent)
c) QC yaitu kalor untuk menaikkan temperature alumunium cair dari 660°C ke
temperature penuang 750°C.
Maka kalor yang dibutuhkan adalah:
Q1 = QA + QB + QC
= mal . Cpi. Δti + m . h + ma2 .CP2.Δt2
Dimana :
mal = massa alumunium yang akan dilebur
= 30 kg
CP1 = panas jenis alumunium padat …….….(lit 5 hal 581)
Δt1 = parbedaan suhu dari titik cair alumunium dengan suhu kamar
= (660-27)°C
h = panas latent alumunium …….….(lit 6 hal 680)
= 95 kkal/kg
CP2 = panas jenis alumunium cair …….….(lit 5 hal 581)
= 0,26 kkal/kg°C
Δt2 = perubahan suhu dari temperature penuangan titik cair
= (750-660)°C
= 90°C
Maka kalor untuk melebur alumunium sebesar :
Q1 = (30 × 0,125 × 663) + (30 x 95) + (30 × 0,26 × 90)
= 5925,75 kkal
4.2.2 Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2)
Kalor yang diterima bata selama proses peleburan dapat dihitung dengan:
Q2 = mb . CP3 . dt
Dimana :
mb = massa batu bata yang menerima panas
CP3 = panas jenis batu bata …….….(lit 5 hal 585)
= 0,84 kkal/kg°C
dt = perubahan suhu di batu bata
= suhu rata-rata batu tahan api bagian luar adalah :
= (27+45) / 2
= 36°C
Suhu rata-rata batu tahan api bagian dalam adalah:
= (620 + 36) / 2
= 328°C
Dengan demikian maka perubahan suhu (dt) yang terjadi adalah :
= 328 – 27
= 301°C
Massa batu tahan api menerima panas adalah :
m =
.
. (Dlb2 – ddb2) . tb . ρDlb = diameter luar bata
= 0.9 m
Ddb = diameter dalam bata
= 0,5 m
tb = tinggi dapur 0.8 m
= berat jenis bata
= 1600 kg/m3
Maka :
m = . . (0,92 – 0,52) . 0,8 . 1600
= 562,668 kg
Sehingga banyaknya panas yang diserap batu bata adalah :
Q2 = 562,668. 301 . 0,84
= 71135,016 kkal
= 597534.142 kJ
4.2.3 Panas Yang Diserap Dinding Plat Luar (Q3)
Bidang yang mengalami perubahan suhu pada bidang dinding luar ini sama dengan
yang dialami batu tahan api.
Maka besarnya kalor yang diserap oleh dinding plat luar adalah:
Q3 = mpl. CP4 . dt
Dimana :
mpl = massa plat luar
Cp4 = panas jenis plat luar
dt = perubahan suhu plat
massa plat yang mengalami perubahan suhu adalah :
m = π . Dp. tp . dp .
dimana :
Dp = diameter luar
= 0,9025 m
dp = ketebalan dinding plat
= 0,0025 m
tp = tinggi dapur 0.8
= berat jenis dinding plat …….….(lit 5 hal 581)
= 7833 kg/m3
Maka :
m = π . 0,90250 . 0,8 . 0,0025 . 7833
= 443950 kg
Suhu pada plat yang tertinggi adalah 45°C,
Maka suhu rata-rata yang dialami diding plat adalah :
(45 + 27) / 2 = 36°C
Maka perubahan suhu (dt) yang terjadi adalah :
36 – 27 = 9°C
Maka :
Q3 = 443950 kg . 0,46 kkal / kg°C . 9°C
= 91,895 kkal
4.2.4 Panas Yang Diserap Cawan Lebur (Q4)
Cawan lebur adalah bagian yang paling besar mengalami perubahan suhu.
Besarnya kalor yang diserap cawan lebur ini adalah :
Q4 = mcl . CP5 . dt
Dimana :
Mcl = massa cawan lebur
= 25,065 kg
CP5 = panas jenis cawan lebur …….….(lit 5 hal 585)
= 0,46 kkal/kg°C
dt = perubahan suhu
= 755 - 27
= 728°C
Maka :
Q4 = 25,065 kg. 0,46 kkal/kg°C . 728°C
= 8393,7672 kkal
= 35253,822 kJ
4.2.5 Kalor Total Yang Terserap (Qtot)
Banyaknya kalor total adalah jumlah dari keseluruhan kalor yang terserap oleh
bahan dapur yaitu :
Qtot = Q1 + Q2 + Q3 + Q4
= (24888,15 + 597534.142 + 768626 + 35253,822) kJ
4.2.6 Laju Aliran Panas ke Dinding Samping (q1)
Laju aliran panas ke dinding samping harus diperkecil semaksimal mungkin, agar
tidak banyak panas yang terbuang. Cara memperkecil laju aliran yang besar adalah dengan
memakai alat penyekat yang baik. Alat penyekat yang baik tergantung pada jenis penyekat
dan ketebalannya. Semakin kecil konduktivitas dan semakin besar ketebalan panas yang
akan diisolasi akan semakin baik. Proses perpindahan panas adalah secara konduksi dan
konveksi.
Perpindahan panas meliputi :
a) perpindahan panas secara konduksi dari dinding bata sebelah dalam ke
dinding batu tahan api sebelah luar.
b) Perpindahan panas secara konduksi dari dinding plat sebelah dalam ke
dinding plat sebelah luar.
c) Perpindahan panas secara konveksi dari dinding plat sebelah luar ke udara
bebas.
Maka besar perpindahan kalor yang terjadi pada dinding dapur adalah:
Q1 = U0 × A0 × Δt …….….(lit 5 hal 585)
Dimana :
U0 = koefisien perpindahan panas total (W/m2°C)
A0 = luas permukaan dinding luar dapur (m2)
Δt = selisih temperature udara ruang bakar dengan lingkungan
= 755 – 27
= 728°C
Koefisien perpindahan kalor total (U0) dapat dicari dengan rumus
U0 = …….………..(lit 5 hal 585)
Dimana :
Ta = temperature ruang bakar
= 755°C
T1 = temperature ruang bakar
= 27°C
r3 = jari-jari dalam bata
= 0,25 m
r4 = jari-jari luar bata
= 0,45 m
r5 = jari-jari luar dinding
= 0,4525 m
kb = konduktivitas thermal …….….(lit 5 hal 584)
= 0,69 W/m°C
kp = konduktivitas thermal dinding plat baja …….….(lit 5 hal 581)
= 54 W/m°C
h0 = koefisien perpindahan panas konveksi
koefisien perpindahan panas konveksi dapat dicari dengan rumus
h0 = Nu. k/d …….….(lit 5 hal 261)
Dimana :
Nu = bilangan nusselt
d = diameter silinder plat
= 0,9 m + 0,05 m
= 0,905 m
k = konduktivitas thermal udara
konduktivitas thermal udara bergantung pada suhu,
suhu film (tf) = (tp + tI) / 2
= (45 + 27) / 2
= 36°C
Maka sifat-sifat udara pada 36°C adalah:
a) Koefisien suhu konduktivitas thermal (β)
= 1/tf = 1/36°C = 1/305°K = 3,2 × 10-3/°C
= 1666 . 10-5 (m2/s)
c) Konduktivitas thermal (k)
= 0,02692 (w/m°C) d) Bilangan prandal (pr)
=0,70602 …….….(lit 5 hal 589)
Bilangan nusselt dapat dicari dengan rumus :
Nu1/2 = 0,825 + …….….(lit 5 hal 303)
Jika 10-1<Gr . Pr. < 10-12
Gr . Pr = . Pr …….….(lit 5 hal 229)
=
= 0,1073.1010
Maka :
Nu1/2 = 0,825 +
= 11,204
Maka bilangan nusselt : Nu = 125,536
Maka :
h0 = 125,536 × 0,02692/0,905
= 3,734 W/m°C
U0 =
= 1,5307 W/m2°C
Dengan demikian :
q1 = U0 . 2 . r5 . L . dt
= 1,5307W/m2°C.2.0,4525m.728°C
= 1267,375 W
= 4562,552 kJ/jam
4.2.7 Panas yang terbuang melalui lubang cawan pelebur ( q2 )
Panas yang keluar melalui lubang cawan pelebur keluar secara konveksi.
q2= h2.Adt
Dimana:
h2 = koefisien perpindahan panas konveksi
h2 dapat dicari dengan rumus
h2 = k.Nud ……….( lit 5 hal 261 )
Dimana:
k = konduktivitas thermal udara
Nud = Bilangan Nusselt
Sifat udara pada suhu 755 oC atau 1028 K dari literature 5 hal 589 dapat diketahui antara
lain:
ρ = 0,338 kg/m3
μ = 4,251 x 10-5 kg/m.s
k = 0,0701 W/m oC
pr = 0,703
untuk mencari bilangan Nusselt dapat dicari dengan rumus :
Nudh = 0,023 [ 1+ ( Dh / 1 ) 0.7 ] Redh 0,8.pr0,33 …………..(lit 5 hal 283)
Dimana :
Redh = ρ.v.Dh /μ
Karena v = 5m /detik ( ditentukan )
Maka:
Redh = 0,388 x 5 x
= 22823,52
Sehingga alirannya adalah turbulen
Nudh = 0,023 [ 1 + (0,5 / 1)0,7].[22823,52]0,8.[0,703]0,33
= 101,446
Maka:
h2 = 0.0701 x 101,446
= 7,112 W/ m o C
A = Luas permukaan lubang cawan pelebur
= π / 4 d2
= π / 4. (0,284)2
= 0,0633 m2