• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Beberapa Jenis Fungisida Nabati Dengan Dosis Yang Berbeda untuk Mengendalikan Penyakit Bercak Daun (Cercospora nicotianae ell. et .ev) Pada Tanaman Tembakau (Nicotianae tabaccum l.) di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektivitas Beberapa Jenis Fungisida Nabati Dengan Dosis Yang Berbeda untuk Mengendalikan Penyakit Bercak Daun (Cercospora nicotianae ell. et .ev) Pada Tanaman Tembakau (Nicotianae tabaccum l.) di Lapangan"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS FUNGISIDA NABATI

DENGAN DOSIS YANG BERBEDA UNTUK

MENGENDALIKAN PENYAKIT BERCAK DAUN (Cercospora

nicotianae Ell. et EV.) PADA TANAMAN TEMBAKAU

(Nicotianae tabaccum L.)

DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

DICKY P.T

060302017

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS FUNGISIDA NABATI

DENGAN DOSIS YANG BERBEDA UNTUK

MENGENDALIKAN PENYAKIT BERCAK DAUN (Cercospora

nicotianae Ell. et EV.) PADA TANAMAN TEMBAKAU

(Nicotianae tabaccum L.)

DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

DICKY P.T

060302017

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

(Ir.Lahmuddin Lubis MP) (Ir. Mukthar Iskandar Pinem, M.Agr)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Dicky, Test Effectiveness of Selected Fungicides for Controlling Plant Disease Leaf Spot (Cercospora nicotianae ell. Et. Ev) At Tobacco Plant (Nicotianae tabaccum l.) in the Field, under the guidance of Mr. Lahmuddin and Mr. Mukhtar Iskandar Pinem. The purpose of this study to determine fungicide effective in controlling disease in tobacco plants Deli servant, who at the experimental implementation of the Tobacco Research Institute Sampali Medan Deli with ± 25 m altitude above sea level in September 2010 to January 2011.

This research used randomized block design (RAK) factorial consisting of 2 factors: the first factor A1: Neem Leaf A2: A3 Betel leaf: Leaf lemongrass and the second factor is the dose that is D1: 50gr/liter D2: D3 water 100gr/liter: 150gr / liter of water. Results showed the treatment factor solution (A) showed no significant effect on disease IS C. nicoteane. At the dose of treatment factor (D) showed significant effect, and treatment of D3 (150 g / liter of water) is more effective than treatment D1 (50 g / liter of water) and D2 (100 gr / liter of water). On The interaction between factor solution (A) by a factor of dose (D) showed significant effect dima A3D3 treatment is the most efektis treatment compared with other treatments (A1D1, A1D2, A1D3, A2D1, A2D2, A2D3, A3D1, A3D2). The relationship between the intensity of the production is the lowest in treatment IS A3D3 (2:06%) had the highest production (leaf production sand = 89.33 g / plot, leaves feet 1 = 126.67 g / plot, leaves feet 2 = 177.33 g / plot) and vice versa IS highest (7. 7.6%) in the treatment A1D1 (%) had the lowest production (leaf sand = 64.00 g / plot, leaves feet 1 = 98.67 g / plot, leaves feet 2 = 113.33 g / plot). Interaction A x D treatment is most effective is the combination that has IS A3D3 lowest and highest production.

(4)

ABSTRAK

Dicky, Uji Efektivitas Beberapa Jenis Fungisida Nabati Dengan Dosis Yang Berbeda untuk Mengendalikan Penyakit Bercak Daun (Cercospora

nicotianae ell. et .ev) Pada Tanaman Tembakau (Nicotianae tabaccum l.) di

Lapangan, dibawah bimbingan Bapak Lahmuddin Lubis dan Bapak Mukhtar Iskandar Pinem. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui fungisida nabati yang efektif dalam mengendalikan penyakit patik pada tanaman tembakau Deli, yang dilakasanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tembakau Deli Sampali Medan.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu factor pertama A1: Daun Mimba A2: Daun sirih A3: Daun serai dan factor kedua dosis yaitu D1 : 50gr/liter D2 : 100gr/liter air D3 : 150gr/ liter air. Hasil Penelitian menunjukkan Pada faktor perlakuan larutan (A) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap IS penyakit C. nicoteane. Pada faktor perlakuan dosis (D) menunjukkan pengaruh yang nyata, dan perlakuan D3 (150 gr/liter air) lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan D1 (50 gr/liter air) dan D2 (100 gr/liter air). Pada perlakuan interaksi antara faktor larutan (A) dengan faktor dosis (D) menunjukkan pengaruh yang nyata dima perlakuan A3D3 adalah perlakuan yang paling efektis dibandingkan dengan perlakuan lainnya (A1D1, A1D2, A1D3, A2D1, A2D2, A2D3, A3D1, A3D2). Hubungan antara intensitas serangan dengan produksi adalah IS terendah pada perlakuan A3D3 (2.06 %)memiliki produksi tertinggi (produksi daun pasir = 89.33 gr/plot, daun kaki 1 =

126.67 gr/plot, daun kaki 2 = 177.33 gr/plot ) dan sebaliknya IS tertinggi (7. 7.6 %) pada perlakuan A1D1 (%) memiliki produksi terendah (daun pasir = 64.00 gr/plot, daun kaki 1 = 98.67 gr/plot, daun kaki 2 = 113.33 gr/plot). Interaksi perlakuan A x D yang paling efektif adalah pada kombinasi A3D3 yang memiliki IS terendah dan produksi tertinggi.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Dicky Prasetia Tampubolon, dilahirkan pada tanggal 20 maret 1988 di

Medan Sumatera Utara, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari

Ayahanda Ir. Manampuar Tampubolon dan Ibunda tercinta Murniaty Andriany

boru Simarmata. Pendidikan yang ditempuh :

 Tahun 1994 lulus dari TK. Puspa Sari, Sei Daun

 Tahun 2000 lulus dari SD Santo Yoseph Medan

 Tahun 2003 lulus dari SMP Santo Thomas 1 Medan

 Tahun 2006 lulus dari SMA Santo Thomas 1 Medan

 Tahun 2006 diterima di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian

Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB

Aktifitas yang di ikuti selama di perkuliahan :

 Melaksanakan Praktek kerja Lapangan di kebun Gunung Pamela PTPN III

Tebing Tinggi pada Tahun 2010

 Sebagai Peserta Seminar Nasional “ Tindak lanjut swasembada Pertanian Pasca

Swasembada Beras 2008 di Fakultas Pertanian di Sumatera Utara, Medan

 Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub-Gulma 2007-2010

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat

waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Uji Efektivitas Beberapa Jenis

Fungisida Nabati Dengan Dosis Yang Berbeda untuk Mengendalikan

Penyakit Bercak Daun (Cercospora nicotianae ell. et .ev) Pada Tanaman

Tembakau (Nicotianae tabaccum l.) di Lapangan ” yang disusun sebagai salah

satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama Dan

Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,Medan

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.

Lahmuddin Lubis MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Mukthar

Iskandar Pinem, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak

memberikasn saran dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini msh banyak mengalami kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2011

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

PENDAHULAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tembakau(Nicotiana tabaccum L.)... 5

Syarat tumbuh Tanah... 7

Iklim ... 8

Penyakit Bercak Daun Tembakau (Cercospora nicotinae Ell .Et Ev)9 BiologiPenyakit ... 9

Gejala Serangan ... 10

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit ... 12

Pengendalian ... 13

Fungisida Nabati ... 14

Sirih ... 14

Sereh ... 15

Mimba ... 15

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Persiapan bibit tembakau ... 19

Penanaman bibit tembakau ... 19

Pemeliharaan tanaman ... 20

Pemupukan ... 20

Pembuatan Pestisida... 20

Penyemprotan fungisida ... 21

Parameter pengamatan ... 21

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Serangan (%) Cercospora nicotianae ……….. 24 Produksi ………. 30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ……… 36 Saran ……….. 37

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hlm

1. Bentuk jamur Cercospora nicotianae dan Infeksi Jamur 10 Ke Dalam Jaringan Daun

2. Gejala Serangan C. Nicotianae 11

3. Histogram 1. Hubungan antara Intensitas Serangan (%) dengan waktu pengamatan terhadap penyakit bercak caun

tembakau Cercospora nicotianae. 26

4. Histogram 2. Hubungan antara Intensitas Serangan (%) dengan waktu pengamatan terhadap penyakit bercak caun

tembakau Cercospora nicotianae. 27

5. Histogram 3. Hubungan antara Intensitas Serangan (%) dengan waktu pengamatan terhadap penyakit bercak caun

tembakau Cercospora nicotianae. 30

6. Histogram 4. Hubungan antara perlakuan dengan produksi 35 daun pasir,daun kaki 1 dan daun kaki 2.

(10)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hlm

1. Rataan Intensitas Serangan (%) Cercospora nicotianae dengan 24

Perlakuan dengan Perlakuan Pemberian Jenis Fungisida Nabati

2. Rataan Intensitas Serangan (%) Cercospora nicotianae dengan 26

Perlakuan Pemberian Pemberian Dosis Fungisida Nabati.

3. Rataan Intensitas Serangan (%) Cercospora nicotianae dengan 28 Perlakuan Interaksi Pemberian Larutan (A) x Dosis (D)

Sebagai Pembanding Pada Tanaman Tembakau

3. Rataan Produksi Daun Tembakau (gr/plot) dengan Perlakuan 30 Pemberian Larutan (A) Sebagai Pembanding Pada Tanaman

Tembakau.

4. Rataan Produksi Daun Tembakau (gr/plot) dengan Perlakuan 32

Pemberian Dosis (D) Sebagai Pembanding Pada Tanaman Tembakau.

5. Rataan Produksi Daun Tembakau (gr/plot) dengan Interaksi 33 Perlakuan Larutan (A) x Dosis (D) Sebagai Pembanding

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hlm

1. Bagan Penelitian ... 40

2 Intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan I... 41

3. Intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan II..... 42

4. Intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan III....... 44

5. Intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan IV.... 46

6. Intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan V... 49

7. Intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan VI... 52

8. Intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan VII... 55

9. Produksi Daun Pasir... 58

10. Produksi Daun Kaki I... .. 61

11. Produksi Daun Kaki II ……… 64

12. Deskripsi Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana Tabacum L.) ………. 67

(12)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orangtuaku:

 Ir. M. Tampubolon

 Murniaty Andriany Simarmata

Dan kepada :

 Abangku : R.D.Rezky Tampubolon,ST

 Adikku : Andri M. Tampubolon

 Yang tersayang : Irene E.N. Sitanggang

Teman-teman yang selalu hadir jadi yang terbaik Horas, Bik jum, Niki ,

Samuel, Jhon simon ,Vo, Darwis. Arifin , dan seluruh HPT 06 serta semua pihak

yg telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan penelitian saya.

Kira nya Tuhan lah yang membalaskan kebaikan kalian .

(13)

ABSTRACT

Dicky, Test Effectiveness of Selected Fungicides for Controlling Plant Disease Leaf Spot (Cercospora nicotianae ell. Et. Ev) At Tobacco Plant (Nicotianae tabaccum l.) in the Field, under the guidance of Mr. Lahmuddin and Mr. Mukhtar Iskandar Pinem. The purpose of this study to determine fungicide effective in controlling disease in tobacco plants Deli servant, who at the experimental implementation of the Tobacco Research Institute Sampali Medan Deli with ± 25 m altitude above sea level in September 2010 to January 2011.

This research used randomized block design (RAK) factorial consisting of 2 factors: the first factor A1: Neem Leaf A2: A3 Betel leaf: Leaf lemongrass and the second factor is the dose that is D1: 50gr/liter D2: D3 water 100gr/liter: 150gr / liter of water. Results showed the treatment factor solution (A) showed no significant effect on disease IS C. nicoteane. At the dose of treatment factor (D) showed significant effect, and treatment of D3 (150 g / liter of water) is more effective than treatment D1 (50 g / liter of water) and D2 (100 gr / liter of water). On The interaction between factor solution (A) by a factor of dose (D) showed significant effect dima A3D3 treatment is the most efektis treatment compared with other treatments (A1D1, A1D2, A1D3, A2D1, A2D2, A2D3, A3D1, A3D2). The relationship between the intensity of the production is the lowest in treatment IS A3D3 (2:06%) had the highest production (leaf production sand = 89.33 g / plot, leaves feet 1 = 126.67 g / plot, leaves feet 2 = 177.33 g / plot) and vice versa IS highest (7. 7.6%) in the treatment A1D1 (%) had the lowest production (leaf sand = 64.00 g / plot, leaves feet 1 = 98.67 g / plot, leaves feet 2 = 113.33 g / plot). Interaction A x D treatment is most effective is the combination that has IS A3D3 lowest and highest production.

(14)

ABSTRAK

Dicky, Uji Efektivitas Beberapa Jenis Fungisida Nabati Dengan Dosis Yang Berbeda untuk Mengendalikan Penyakit Bercak Daun (Cercospora

nicotianae ell. et .ev) Pada Tanaman Tembakau (Nicotianae tabaccum l.) di

Lapangan, dibawah bimbingan Bapak Lahmuddin Lubis dan Bapak Mukhtar Iskandar Pinem. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui fungisida nabati yang efektif dalam mengendalikan penyakit patik pada tanaman tembakau Deli, yang dilakasanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tembakau Deli Sampali Medan.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu factor pertama A1: Daun Mimba A2: Daun sirih A3: Daun serai dan factor kedua dosis yaitu D1 : 50gr/liter D2 : 100gr/liter air D3 : 150gr/ liter air. Hasil Penelitian menunjukkan Pada faktor perlakuan larutan (A) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap IS penyakit C. nicoteane. Pada faktor perlakuan dosis (D) menunjukkan pengaruh yang nyata, dan perlakuan D3 (150 gr/liter air) lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan D1 (50 gr/liter air) dan D2 (100 gr/liter air). Pada perlakuan interaksi antara faktor larutan (A) dengan faktor dosis (D) menunjukkan pengaruh yang nyata dima perlakuan A3D3 adalah perlakuan yang paling efektis dibandingkan dengan perlakuan lainnya (A1D1, A1D2, A1D3, A2D1, A2D2, A2D3, A3D1, A3D2). Hubungan antara intensitas serangan dengan produksi adalah IS terendah pada perlakuan A3D3 (2.06 %)memiliki produksi tertinggi (produksi daun pasir = 89.33 gr/plot, daun kaki 1 =

126.67 gr/plot, daun kaki 2 = 177.33 gr/plot ) dan sebaliknya IS tertinggi (7. 7.6 %) pada perlakuan A1D1 (%) memiliki produksi terendah (daun pasir = 64.00 gr/plot, daun kaki 1 = 98.67 gr/plot, daun kaki 2 = 113.33 gr/plot). Interaksi perlakuan A x D yang paling efektif adalah pada kombinasi A3D3 yang memiliki IS terendah dan produksi tertinggi.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di dunia pertembakuan internasional, Indonesia telah terkenal karena jenis

tembakau cerutu. Sebab sejak 2,5 abad yang lalu, Indonesia sudah mengekspor

jenis tembakau ini. Tembakau cerutu yang paling terkenal yaitu tembakau

Deli.Disamping tembakau Deli,yang termasuk jenis tembakau cerutu yaitu

tembakau besuki dan tembakau vorstenlanden. Dipasaran internasional, tembakau

deli lebih dikenal sebagai tembakau sumatra, sedangkan tembakau besuki dan

tembakau vorstenlanden lebih dikenal dengan nama tembakau jawa

(Tim Penulis, 1993).

Tembakau telah terkenal sebagai komoditi ekspor sejak dua setengah abad

yang lalu, yakni ketika penguasa kolonial yang kemudian digantikan oleh

pemodal swasta mengusahakan untuk pasaran eropa. Kira-kira dua abad sejak di

perkenalkannya tembakau oleh bangsa Portugis di Nusantara, tanaman tembakau

merupakan tanaman untuk dikonsumsi kelompok elite, dam kemudian secara

bertahap meluas mejadi konsumsi rakyat kebanyakan

(Pedmo dan Djatmiko, 1991).

Tembakau di Indonesia ada beberapa jenis, masing-masing mempunyai

kekhasan dan tentu saja sasaran pasarnya pun berbeda-beda. Ada yang dipasarkan

ke luar negeri dan ada juga yang ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar

domestik. Permintaan terbesar datang dari pabrik-pabrik rokok

(16)

Tembakau Deli saat ini masih merupakan primadona tembakau cerutu,

kegunaannya lebih diutamakan untuk pembungkus cerutu, bahkan daun tembakau

deli lebih terkenal sebagai pembungkus dan pembalut cerutu nomor satu di dunia,

sehingga tetap dibutuhkan oleh pabrik penghasil cerutu berkualitas tinggi.

Tembakau Deli termasuk, tembakau kelas elite serta mempunyai keistimewaan

antara lain memiliki ciri, rasa, dan aroma khas yang tidak dapat digantikan

posisinya dengan tembakau jenis lain (Erwin, 1997).

Tanaman tembakau merupakan salah satu tanaman asli Amerika. Asal

mula tembakau liar tidak diketahui dengan pasti tanaman ini sangat tua dan telah

dibudidayakan berabad-abad lamanya. Pada tahun 1556, tanaman tembakau di

perkenalkan di Eropa, dam mula-mula hanya digunakan untuk keperluan dekorasi

dan kedokteran\medis saja. Jean Nicot, yang pertama kali melakukan eksploitasi

tanaman ini di Perancis. Kemudian, tanaman tembakau menyebar dengan sangat

cepat di Eropa, Afrika, Asia, dan Australia (Matnawi, 1997).

Tanaman tembakau di Indonesia diperkirakan dibawa oleh bangsa Portugis

atau Spanyol pada abad XVI. Menurut Rhumpius, tanaman tembakau pernah

dijumpai di Indonesia tumbuh dibeberapa daerah yang belum dijelajahi oleh

bangsa Portugis atau Spanyol (Matnawi, 1997).

PTPN II memproduksi komoditi tembakau yabg terkenal dengan nama

Tembakau Deli yang memiliki kualitas, rasa dan aroma khas yang sudah terkenal

dan bahkan terbaik di dunia.Tembakau jenis ini ditanam dan dihasilkan dari areal

perkebunan PTPN II yang terletak di wilayah Kabupaten Deli Serdang, yaitu salah

(17)

Tanaman tembakau Deli sangat peka terhadap penyakit, seperti penyakit

yang disebabkan oleh jamur, bakteri maupun virus. Salah satu jenis penyakit

tanaman yang menyerang pertanaman tembakau adalah penyakit bercak daun

C.nicotianae. Penyakit ini terutama merugikan didaerah tropika yang cuacanya

panas dan lembab. Penyakit ini dilaporkan pertama sekali dari California Utara

oleh Ellis dan Everhart pada tahun 1893 (Erwin, 1997).

Di Sumatra Utara penyakit ini dikenal sebagai bopeng dan bila tembakau

sampai digudang akan menyebabkan bopeng hijau. Di Jawa penyakit ini sering di

sebut Patik (Orang Belanda menyebutnya Spikkel, orang inggris menamakan

Frog-eye) (Erwin, 1997).

Penyakit Patik atau Bopeng pada tanamam tembakau disebabkan oleh

jamur C.nicotianae Ell. et Ev. Penyakit ini masih akan berkembang terus selama

daun tembakau digantung dilos pengeringan, dan menyebabkan terjadinya bercak

gudang (Semangun, 2000).

Pada tembakau Virginia dan tembakau rajangan penyakit ini kurang

merugikan, karena adanya bercak tidak mengurangi mutu tembakau yang di

rajang, tetapi pada daun tembakau cerutu hal ini adalah sebaliknya, karena sebagai

daun pembalut haruslah daun yang benar-benar baik, tidak berlubang atau koyak,

warna rata dan seragam (tidak belang-belang), tipis dan alastis. Pada tahun 1998

penyakit ini cukup banyak menyerang tanaman tembakau cerutu di Sumatra dan

Jawa, sehingga cukup banyak daun tembakau yang tidak dapat dijual dipasar

ekspor, karena mutu daun yang sangat jelek (Erwin, 1997).

Gejala yang disebabkan jamur C. nicotinae Ell. et Ev. ini adalah

(18)

mula bercak berwarna coklat, kelak menjadi kering dan berwarna putih dengan

tepi coklat dan akhirnya bagian ini pecah dan daun menjadi bolong dan bahkan

koyak ( Semangun, 2000).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis fungisida nabati dan

dosis yang efektif dalam mengendalikan penyakit bercak daun (C.nicotianae Ell.

et Ev.) pada tanaman tembakau Deli ( Nicotinae tabaccum L.).

Hipotesa Penelitian

Beberapa jenis fungisida nabati efektif untuk mengendalikan penyakit

bercak daun (Cercospora nicotianae Ell .et Ev) pada tanaman tembakau Deli

(Nicotinae tabacum L.).

Dosis fungisida nabati berpengaruh dalam mengendalikan penyakit bercak

daun (Cercospora nicotianae Ell. et Ev) pada tanaman tembakau Deli (Nicotinae

tabacum L.).

Interaksi antara fungisida nabati dengan dosis yang berbeda berpengaruh

dalam mengendalikan penyakit bercak daun (Cercospora nicotianae Ell. et Ev)

pada tanaman tembakau Deli (Nicotinae tabacum L.).

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di

Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistematika Tanaman Tembakau ( Nicotinae tabaccum L. )

Tanaman tembakau dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Sub divisia : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Personatae

Famili : Solanaceae

Genus : Nicotiana

Spesies : Nicotiana tabaccum L.

(Matnawi, 1997).

Botani Tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum L.)

Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika tanaman tumbuh bebas

pada tanah yang subur sepanjang 0,75 m. Selain akar tunggang terdapat bulu-bulu

akar dan serabut. Akar tanaman tembakau kurang tahan terhadap air yang

berlebihan karna dapat menggannggu akar bahkan tanaman dapat mati

(20)

Daun tembakau berbentuk lonjong atau bulat, tergantung pada varietasnya.

Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya berbulat runcing, sedangkan

berbentuk bulat ujungnya berbentuk tumpul. Daun memiliki tulang-tulang

menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Ketebalan daun yang

berbeda-beda, tergantung varietas budidaya. Daun tumbuh berselang-seling

mengelilingi batang tanaman. Daun memiliki mulut daun yang terletak merata.

Jumlah daun dalam satu tanaman 28-32 helai (Cahyono, 1998).

Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang tersusun

dalam beberapa tandan dan masing-masing tandan berisi samapi 15 bunga. Bunga

berbentuk terompet yang panjang. Warna bunga merah jambu sampai merah tua

pada bagian atasnya sedangkan yang lain berwarna putih. Bunga tembakau akan

mekar secara berurutan dari yang paling tua ke paling muda. Tanaman tembakau

dapat mengadakan penyerbukan sendiri walaupun tidak menutup kemungkinan

terjadi penyerbukan silang. Bunga ini berfungsi sebagai alat penyerbukan

sehingga dapat dihasilkan biji-biji perkembangbiakan (Cahyono, 1998).

Bakal buah terletak diatas dasar bunga dan mempunyai 2 ruang yang

membesar. Setiap ruang mengandung bakal biji anatrop yang banyak sekali. Bakal

buah ini dihubungkan oleh sebatang tangkai putik dengan sebuah kepala putik

diatasnya (Tim Penulis, 1993).

Buah tembakau berbentuk bulat lonjong daun berukuran yang kecil,

didalamnya banyak berisi biji yang bobotnya sangat ringan. Dalam setiap gram

biji berisi 12000 butir biji. Tiap-tiap batang tembakau dapat menghasilkan

rata-rata 25 gram biji. Kira-kira 3 minggu pembuahan, buah tembakau telah jadi

(21)

berkecambah bila disemaikan, sehingga biji-biji tembakau perlu mengalami masa

istirahat atau dormansi kira-kira 2-3 minggu untuk berkecambah. Untuk dapat

memperoleh kecambah yang baik sekitar 95 % biji yang dipetik harus sudah

masak dan telah disimpan dengan baik dengan suhu yang kering

(Abdullah dan Soedarmanto, 1998).

Syarat Tumbuh.

Tanah

Setiap jenis tembakau menghendaki jenis tanah yang berbeda-beda, namun

ada syarat khusus yang dikhendaki olen setiap jenis tembakau. Tembakau cerutu

dataran rendah seperti tembakau Deli menghendaki tanah yang banyak

mengandung humus. Cerutu dataran tinggi seperti besuki menghendaki tanah

subur yang berasal dari gunung berapi. Tembakau Deli banyak ditanam pada

tanah yang berwarna hitam berdebu dengan kandungan humus 16% dan

pH 5-5,6 (Matnawi, 1997).

Sifat fisik tanah yang penting adalah tekstur dan struktur tanah. Tekstur

tanah aluvial adalah liat atau berpasir dengan kandungan pasir 50% dengan

tekstur debu. Struktur tanah yang baik untuk budidaya tembakau adalah gembur.

Karena tanah yang demikian itu memudah pertumbuhan dan perkembangan

perakaran tanaman, meningkatkan peredaran udara didalam tanah sehingga dapat

mencegah menggenangnya air (Matnawi, 1997).

Setiap jenis tembakau memiliki mutu yang khas dan menghendaki

ketinggian tempat penanaman yang berbeda-beda. Jenis tembakau cerutu

menghendaki daun yang tipis dan elastis. Daerah – daerah yang cocok untuk

(22)

Klaten dengan ketinggian tempat 120 – 130 m dpl, daerah Deli dengan ketinggian

120 – 200 m dpl (Tim Penulis, 1993).

Iklim

Keadaan temperatur dan kelembaban udara berbeda-beda sesuai dengan

jenis tanaman tembakau. Tembakau dataran tinggi memerlukan temperatur udara

yang rendah. Tembakau dataran rendah memerlukan temperatur yang tinggi

namun temperatur yang cocok untuk pertumbuhan tembakau pada umumnya

berkisar antara 21 – 32,3º C (Cahyono, 1998).

Curah hujan yang di butuhkan antara tembakau yang satu dengan yang

lain nya tidak sama. Masalah air berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.

Misalnya tembakau cerutu menghendaki curah hujan berkisar antara 1500 – 2000

mm pertahun . Artinya untuk setiap tahunnya areal daerah tembakau harus dapat

mendapatkan siram ari hujan sebanyak 1500 – 2000 mm. Untuk pengelolahan

tembakau cerutu mulai pengolahan tanah sampai pemetikan daun yang diinginkan

dibutuhkan 4 bulan kering. Jenis tembakau cerutu biasanya dipetik pada waktu

musim hujan sedang pengolahan tanah dan penanaman nya diusahakan pada

waktu musim kemarau (Matnawi, 1997).

Kelembaban udara baik untuk diketahui guna memperhitungkan saat

merajalelanya perkembangan jamur seperti penyakit patik. Kelembaban udara

berpengaruh pula pada lamanya pertumbuhan tanaman. Kelembaban udara yang

(23)

Penyakit Bercak Daun Pada Tembakau (C. nicotinae Ell. et Ev.)

Biologi Penyakit.

Menurut Anonimus, (2010) penyakit bopeng atau patik pada tanaman

tembakau disebabkan oleh jamur C. nicotinae Ell. et Ev. Jamur ini dalam

klasifikasinya termasuk:

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Class : Dothideomycetes

Subclass : Dothideomycetidae

Order : Capnodiales

Family : Mycosphaerellaceae

Genus : Cercospora

Spesies : C. nicotinae

Jamur Cercospora mempunyai konidiofor berwarna coklat yang

bersekat-sekat dengan ukuran 20 s/d 600 x 5 µ m. Konidiofor berbentuk panjang, agak

membengkak dan mempunyai sekat yang banyak serta tidak berwarna (hyalin).

Konidia mempunyai ukuran yang bervariasi yaitu sekitar 25 s/d 370 x 6,1 µ m

(24)

Gambar 1: Bentuk jamur C.nicotianae dan infeksi jamur ke dalam jaringan daun Sumber: Erwin (1997).

Keterangan :

1 = sekat konidia 4. = miselium

2 = konidia 5. = jaringan tanaman

3 = konidiofor

(Erwin, 1997).

Gejala Serangan.

C.nicotianae dapat berkembang sejak dipembibitan, tanaman di lapangan,

bahkan setelah yang daun di petik dan selama proses pengeringan daun tembakau

dibangsal/ gudang. Daun yang sakit mempunyai bercak-bercak garis tengahnya

dapat mencapai 2 – 15 mm. Mula-mula bercak berwarna coklat lalu menjadi

kering dan berwarna putih dengan tepi coklat yang akhirnya bagian ini pecah dan

berlubang. Ditengah-tengah bercak terdapat titik – titik hitam yang sangat halus

yaitu berupa kumpulan konidiofor jamur. Bercak biasanya terjadi pada daun-daun

bawah atau daun tua dan daun yang telah matang, karena umumnya

daun-daun ini lebih rentan dari pada daun-daun-daun-daun yang masih muda (Semangun, 2000). 2

3 1

4

(25)

Meskipun demikian bila cuaca lembab dan mendukung untuk

perkembangan jamur serta penyakit sudah menyebar secara luas, maka serangan

dapat terjadi juga pada daun-daun yang muda. Di Deli daun tembakau yang

terdapat bercak putih disebut dengan bopeng putih. Bila konidia

C.nicotianae jatuh pada daun tembakau yang akan dipetik, konidia ini akan

melekat pada daun dan selanjutnya berkembang pada waktu daun digantung

didalam bangsal. Udara diantara daun-daun ini yang lembab sangat cocok untuk

perkembangan jamur, sehingga pada daun yang telah kering akan terbentuk

bercak-bercak coklat kehijauan yang disebut “bercak gudang “atau”bopeng hijau”

(Erwin, 1997).

Gambar 2. Gejala Serangan C. nicotianae

(26)

Jamur patik mengadakan infeksi melalau mulut kulit. Agar konidium dapat

berkecambah pada permukaan daun, disitu harus ada air. Konidium disebarkan

oleh angin atau percikan air. Jamur patik dapat bertahan lama dalam sisa

tumbuhan tembakau, misalnya batang-batang tembakau yang sudah kering.

C.nicotianae mempunyai banyak tumbuhan inang. Konidium jamur ini dapat

ditularkan ke 19 macam tumbuhan, antara lain terung (Solanum

melongena L.), Cabai (Capsicum annum L.), dan kecubung

(Datura stramonium L.) (Semangun, 2000).

Perubahan cuaca dari panas kemusim hujan sangat cepat memacau

perkembangan penyakit ini, terlebih lagi bila peristiwa itu berlangsung pada bulan

juni di Sumatera atau tepatnya didaerah Deli (Erwin, 1997).

Jamur ini menginfeksi tanaman melalui mulut daun(stomata). Untuk dapat

berkecambah konidia membutuhkan air. Konidia menyebar oleh angin ataupun

percikan air. Sporulasi jamur pada permukaan daun terjadi pada suhu

18-27 º C (Semangun, 2000).

Jamur C. nicotinae dapat mempertahakan diri dalam waktu yang lama

pada sisa-sisa tanaman tembakau, misalnya batang atau daun yang sudah kering.

Bila melekat pada biji tembakau C.nicotianae dapat hidup sampai satu tahun

(Erwin, 1997).

Konidia dapat juga mempertahakan didalam tanah yang halus seperti tanah

debu hitam. C.nicotianae mempunyai banyak inang, antara lain terong

(Solanum melongena), cabai (Capsicum annum), kecubung (Datura stramonium)

(27)

Pengalaman sewaktu menanam tembakau dibekas areal yang telah

dirotasikan dengan kelapa sawit selama 25 tahun, ternyata tanaman tembakau

masih terserang penyakit bopeng ini (Erwin, 1997).

Pengendalian

Usaha pengendalian ataupun preventif yang dapat dilakukan untuk

menekan perkembangan C.nicotianae ini antara lain.

1. Pembersihan sisa-sisa tanaman tembakau dilapangan sehabis musim

tanam. Dengan usaha sanitasi ini diharapkan agar jamur tidak mempunyai

kesempatan mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman.

2. Pemeriksaan bibitan terhadap gejala penyakit bopeng dan bila terdapat

bibit yang terkena penyakit agar dimusnahkan dan tidak ditanam

dilapangan.

3. Daun-daun bawah yang sudah terkena penyakit bopeng agar segera dipetik

supaya tidak menjadi sumber penular bagi daun lainnya.

4. Bila sudah saatnya panen maka daun harus segera dikutip. Hindari untuk

menunda-nunda pemetikan daun bila cuaca berubah dari panas ke dingin

(musim hujan).

5. Pengendalian dengan menggunakan fungisida untuk menekan serangan

C.nicotianae merupakan tindakan preventif, untuk itu pengendalian dini

sejak dipembibitan sampai panen sangat dianjurkan.

6. Jangan biarkan satu titik C.nicotianae pada daun tembakau di lapangan,

bila terlihat harus segera dipetik atau diceplok, sehingga tidak

menyebarkan spora ke daun yang lain atau terbawa sampai ke

(28)

7. Penyemprotan dengan fungisida harus tepat sasaran, sebaiknya

penyemprotan dilakukan pada bagian bawah daun, agar spora atau jamur

yang akan masuk melaui stomata akan dihambat.

8. Banyak fungisida yang mampu mengendalikan dan mengobati penyakit

C.nicotianae ini, ada yang bersifat kontak dan ada yang bersifat sistemik,

tetapi sebaiknya gunakanlah fungisida kontak dan sistemik secara

bergantian. Hal ini untuk menghindari resistansi penyakit terhadap

fungisida yang diberikan.

9. Benih tembakau yang akan digunakan untuk bibit, sebaiknya di simpan

dalam botol yang tertutup rapat, ditempatkan dalam tabung kapur selama

setahun lebih untuk menghindari perkembangan spora C.nicotianae.

(Semangun, 2000).

Fungisida Nabati

Sirih (Piper betle L.)

Dalam daun sirih terkandung beberapa senyawa seperti minyak atsiri, zat

penyamak, cineole, dan yang terpenting senyawa alkoloid. Komposisi kimia pada

tanaman sirih yaitu, saponi, flafonida dan polypenol mampu memberikan

ketahanan pada tanaman. Senyawa fenol yang terkandung pada daun sirih dapat

berfungsi sebagai penahan serangan patogen. Dengan cara menghambat sporulasi

dari patogen, sehingga tanaman dapat berlindung (Hendra dkk, 1995).

Ekstrak daun sirih telah dikembangkan dalm beberapa bentuk sediaan

misalnya pasta gigi, sabun, obat kumur karena daya antiseptiknya. Sediaan

(29)

ekstrak etanol dari daun sirih mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap

gingivitas, plak dan karies (Sari,Retno dan Dewi, 2006).

Serai (Androprogon nardus L.)

Serai dapat berfungsi sebagai insektisida dan fungisida yang mengandung

bahan aktif atsiri yang terdiri dari senyawa sintral, sitronela, geraniol, mirsena,

nerol, farsenol, metil heptenon dan dipentena. Serai menghasilakan minyak pati

yang dikenal sebagai ‘citronella oil’. Minyak sitronela mengandung dua bahan

kimia penting yaitu sitronelal dan geraniol. Sitronelal dan geraniol digunakan

untuk bahan dasar pembuatan ester-ester seperti hidroksi sitronelal, genaniol

asetat dan mentol sintetik yang mempunyai sifat lebih stabil dan banyak di

gunakan dalam industri wangi-wangian (Kardinan, 2004).

Mimba (Azadirachta indica)

Mimba (Azadirachta indica) mengandung senyawa aktif azadirachtin,

meliantriol, dan salanin. Berbentuk tepung dari daun atau cairan minyak dari

biji/buah. Efektif mencegah makan (antifeedant) bagi serangga dan mencegah

serangga mendekati tanaman (repellent) dan bersifat sistemik. Mimba dapat

membuat serangga mandul karena dapat menganggu produksi hormon dan

pertumbuhan serangga. Mimba mempunyai spectrum yang luas efektif untuk

mengendalikan serangga bertubuh lunak (200spesies) antara lain belalang, thrips,

ulat, kupu-kupu putih dll. Disamping itu dapat juga mengendalikan jamur

(fungsida) pada tahap preventif, menyebabkan spora jamur gagal berkecambah.

Jamur yang dikendalikan anatara lain penyebab embun tepung, penyakit busuk,

(30)

embun tepung (powdery mildew). Ekstrak mimba sebaiknya disemprotkan pada

tahap awal perkembangan serangga disemprotkan pada daun, disiramkan pada

akar agar dapat diserap tanaman untuk mengendalikan serangga dalam tanah

(Galingging, 2010).

Pada tumbuhan daun mimba yang digunakan adalah daun mimba yang

masih segar. Daun mimba yang digunakan sebanyak 100 gr. Selanjutnya

dihancurkan dengan cara diblender dan ditambahkan pelarut 1 liter air. Fungisida

nabati diendapkan selama ± 24 jam. Kemudian disaring agar dapat fungisida

nabati yang siap diaplikasikan (Sumartini dan Yusmani, 2001).

Daun sereh dipilih yang bermutu baik, dengan cara memperhatikan ukuran

dan aromanya. Fungisida nabati dari sereh wangi dapat dilakukan dengan cara ;

daun sereh yang masih segar ditimbang sebanyak 100 gr kemudian

dipotong-potong, selanjutnya diblender dengan pelarut 1 liter air. Fungisida nabati

diendapkan selama ± 24 jam kemudian disaring agar didapat fungisida nabati

yang siap diaplikasikan (Sumartini dan Yusmani, 2001).

Daun sirih disediakan sebanyak 100 gr. Pembuatan fungisida nabati daun

sirih dilakukan dengan cara dibelender dengan pelarut 1 liter air. Fungisida nabati

diendapkan selama ± 24 jam kemudian disaring agar didapat fungisida nabati

(31)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tembakau

Deli Sampali Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian ini di

laksanakan pada bulan September sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman tembakau, ekstrak daun mimba,

daun sirih, daun serai dengan berbagai dosis, air, topsoil, pasir,kompos, pupuk

NPK, pupuk KNO3.

Alat yang digunakan gelas ukur, handsprayer, plank, meteran, plastik,

gembor, pacak, cangkul, buku tulis, alat tulis, kalkulator.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak

Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan ulangan sebanyak 3

kali.

Faktor I (Fungisida nabati) :

A1: Ekstrak Daun Mimba

A2: Ekstrak Daun sirih

(32)

Faktor II (Dosis) :

D1 : 50gr/liter

D2 : 100gr/liter air

D3 : 150gr/ liter air

Kombinasi perlakuan:

A1D1 A2D1 A3D1

A1D2 A2D2 A3D2

A1D3 A2D3 A3D3

Banyak ulangan yang akan dilakukan adalah:

(t-1) (r-1) ≥15 (9-1)(r-1)≥15 8 r ≥ 23 r ≥ 2,87 r = 3

Banyak ulangan = 3

Jumlah plot = 9 x 3 = 27plot

Jarak antar plot = 50 cm

Paret keliling = 30 cm

Ukuran plot = 100 cm x 100 cm

Jumlah tanaman per plot = 4 tanaman

(33)

Metode linear yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + pi +τj +єij

Dimana:

Yij = data percobaan

μ = efek nilai tengah

pi = efek blok dari taraf ke-i

τj = efek perlakuan dari taraf ke-j єij = efek error

Jika sidik ragam menunjukkan efek yang nyata maka dilanjutkan dengan

Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) (Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan bibit tembakau

Benih tenbakau varietas F1-45 terlebih dahulu dikecambahkan diruangan

yang tidak langsung terkena sinar mataahari. Caranya benih sebanyak 1 gr di

taburkan diatas bak perkecambahan yang dilapisi kaca sebagai penyangga dimana

bak perkecambahan tersebut diisi dengan air. Ujung kertas filter dicelupkan ke

dalam air tersebut. Lama perkecambahan 3 hari. Setelah 3 hari benih yang telah

berkecambah di taburkan secara merata pada media persemaian . Setelah berumur

12 hari bibit siap untuk di pindahkan ke plat bibit.

Penanaman bibit tembakau.

Setelah 40 hari dipembibitan tanaman tembakau dapat dipindahkan ke

lapangan pada pagi hari. Tanaman yang digunakan adalah tanaman tembakau

(34)

Pemeliharaan tanaman

Perawatan dilakukan setiap hari dengan penyiraman sebanyak 4 kali sehari

jika cuaca panas, dan 3 kali sehari bila cuaca mendung.

Penyisipan dilakukan pada tanaman yang mengalami kegagalan

pertumbuhan (mati). Waktu penyisipan selambat-lambatnya 2 minggu setelah

tanam.

Penyiangan gulma dilakukan satu minggu setelah bumbun dua kali dimana

pada bumbun yang pertama belum ada penyiangan gulma.

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk NPK (12,5:7,5:10) dan

pupuk KNO3. Pupuk NPK dengan dosis 20 gr/tanaman yang diberikan dua kali,

pertama pada saat bibit tembakau ditanam dilapangan yang diberikan pada lubang

tanam sebanyak 10gr/lubang tanam, pemupukan kedua dilakukan sebelum tutup

kaki (bumbun) yang pertama pada umur 7-10 hari sebanyak 10 gram/tanaman di

berikan dengan cara ditabur disekitar tanaman (Dibuat melingkar).

Pembuatan Pestisida

Fungisida nabati Daun Sirih.

Daun sirih yang digunakan adalah daun yang masih segar yang dapat

diperoleh ditempat penjualan sirih dipasar. Daun sirih disediakan sebanyak 100

gr. Pembuatan fungisida nabati daun sirih dilakukan dengan cara dibelender

dengan pelarut 1 liter air. Fungisida nabati diendapkan selama ± 24 jam kemudian

(35)

Fungisida nabati Daun Sereh

Daun sereh dipilih yang bermutu baik, dengan cara memperhatikan ukuran

dan aromanya. Pembuatan fungisida nabati dari sereh wangi dapat dilakukan

dengan cara ; daun sereh yang masih segar ditimbang sebanyak 100 gr kemudian

dipotong-potong, selanjutnya diblender dengan pelarut 1 liter air. Fungisida nabati

diendapkan selama ±24 jam kemudian disaring agar didapat fungisida nabati

yang siap diaplikasikan (Sumartini dan Yusmani, 2001).

Fungisida nabati Daun Mimba

Pada tumbuhan daun mimba yang digunakan adalah daun mimba yang

masih segar. Daun mimba yang digunakan sebanyak 100 gr. Selanjutnya

dihancurkan dengan cara diblender dan ditambahkan pelarut 1 liter air. Fungisida

nabati diendapkan selama ±24 jam. Kemudian disaring agar dapat fungisida nabati

yang siap diaplikasikan (Sumartini dan Yusmani, 2001).

Penyemprotan fungisida

Aplikasi fungisida dilakukan dengan cara disemprot ke tanaman dengan

menggunakan handsprayer. Penyemprotan dilakukan ketika tanaman berumur 6

hari setelah bibit tembakau tanaman ditanam dilapangan dengan interval

penyemprotan 7 hari sekali. Penyemprotan dilakukan sampai tanaman tembakau

berumur 42 hari di lapangan dengan banyak nya penyemprotan 7 kali.

Parameter pengamatan:

Intensitas serangan penyakit

Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan dengan interval 6 hari

sekali setelah penyemprotan fungisida pertama. Pengamatan pertama dilakukan

(36)

sehari sebelum penyemprotan kedua dan sterusnya sampai pengamatan ketujuh

yang dilakukan sehari sebelum penyemprotan ketujuh. Pengamatan dilakukan

dengan melihat adanya gejala serangan C.nicotianae dilapangan dengan gejala

awal adanya bercak berwarna cokelat sebesar mata jarum, lama-kelamaan menjadi

kering dan berwarna putih dengan tepi coklatdan akhirnya bagian ini pecah dan

daun menjadi bolong dan bahkan koyak. Pengamatan dilakukan 7 kali. Intensitas

serangan di hitung dengan rumus:

IS

=Σ (n x v) x 100% N x Z

Keterngan:

IS = Intensitas Serangan (%)

n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan (helai)

v = Nilai skala tiap kategori serangan

Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi

N = Jumlah daun yang diamati

Skala serangan:

Skala 0 = Tidak ada serangan becak daun

Skala1 = 1-5 becak daun

Skala2 = 6 -10 becak daun

Skala3 = 11-15 becak daun

Skala4 = 16-20 becak daun

Skala5 = > 20 becak daun

(37)

Phytotoxisitas terhadap tanaman

Pengamatan dilakukan terhadap fungisida yang manakah dari fungisida

tersebut yang mempunyai pengaruh terhadap tanaman tembakau misalnya apakah

ada atau tidak tanaman yang mati seperti terbakar karena pengaruh aplikasi

fungisida tersebut. Phytotoxitas dihitung sejak 3 hari setelah penggunaan

fungisida dengan interval 4 hari pada setiap fungisida dan pada dosis mana yang

berpengaruh pada setiap aplikasi fungisida pada seluruh tanaman yang si semprot

termasuk tanaman sample. Pengamatan pertama dilakukan 3 hari setelah

penyemprotan pertama dilakukan, pengamatan kedua dilakukan 3 hari setelah

penyemprotan kedua dan seterusnya samapai pengamatan kesepuluh yang di

lakukan 3 hari setelah penyemprotan kesepuluh. Pengamatan phytotoxisitas di

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Intensitas Serangan (%) C.nicotianae

Faktor Jenis Fungisida Nabati (A)

Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae pada setiap waktu

pengamatan mulai dari pengamatan I sampai dengan pengamatan VII dapat dilihat

pada lampiran (2 – 8) Uji beda Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae

dengan faktor perlakuan I yaitu Fungisida nabati (A) dapat dilihat pada tabel 1

berikut ini :

Tabel 1. Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae dengan Perlakuan Pemberian Jenis Fungisida Nabati

Perlakuan Pegamatan

1(6 hst) 2(13 hst 3(20 hst) 4(27 hst) 5(34 hst) 6(41 hst) 7(48 hst) A1 (Daun Nimba) 0.00 3.39 5.66B 6.17B 5.55B 5.77B 5.62B A2 ( Daun Sirih) 0.00 3.29 4.45AB 4.16AB 4.17AB 4.43AB 4.27AB A3 (Daun Serai ) 0.00 3.21 3.35A 4.12A 3.11A 3.39A 3.51A Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang

sama yang tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji jarak Duncan.

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa Intensitas Serangan tertinggi pada

perlakuan A1 (daun nimba) adalah pada pengamatan ke 4 yaitu 6,17 %,dan yang

terendah pada pengamatan pertama yaitu sebesar 0,00 %. Untuk perlakuan A2

(daun sirih) IS tertinggi diperoleh pada pengamatan ke-3 yaitu 4.45 %, dan yang

terendah pada pengamatan pertama sebesar 0,00 %. Untuk perlakuan A3 (daun

serai) IS tertinggi pada pengamatan ke-4 yaitu 4,12 %, dan yang terendah pada

(39)

Dari data pada tabel 1 dapat diketahui bahwa pada pengamatan 1 - 2 ketiga

perlakuan berbeda tidak nyata sedangkan pada pengamatan 3 -7 ketiga perlakuan

berbeda nyata. Dari tabel 1. Dapat dilihat bahwa pada pengamatan 1-7 besar

Intensitas Serangan pada semua perlakuan ada kalanya meningkat dan ada yang

menurun hal ini ini disebabkan oleh adanya perubahan iklim ekstrem yaitu

terjadinya perubahan cuaca hujan menjadi cuaca panas, sehingga penyakit

menjadi berkembang. Hal ini sesuai dengan literatur Erwin (1997) yang

menyatakan perubahan cuaca dari panas ke hujan sangat cepat memacu

perkembangan penyakit dan penyakit ini sangat merugikan di daerah tropika yang

cuacanya panas dan lembab.

Pada pengamatan terakhir (pengamatan 7) dari ketiga jenis fungisida

nabati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit C. nicotianae ternyata

fungisida nabati A3 (daun serai) memiliki IS terendah sebesar 3,11 %, dan

fungisida nabati A1 (daun nimba) memiliki IS tertinggi sebesar 6,17 %. Ini

menandakan jika dilihat dari IS yang terjadi pada setiap perlakuan fungisida

nabati serai (A3) lebih baik menekan IS dibandingkan fungisida nabati sirih (A2)

dan nimba (A1). Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa fungisida

berbahan aktif fungisida nabati daun serai bersifat mengendalikan/mengobati

patogen Kardinan (2004) sedangkan fungisida berbahan aktif fungisida nabati

sirih bersifat mencegah penyakit Hendra, dkk (1995) sama halnya dengan

fungisida berbahan aktif fungisida nabati daun nimba Galingging (2010).

Adapun pengaruh perlakuan faktor fungisida nabati (jenis fungisida)

(40)

Gambar 3. Hubungan antara Intensitas Serangan (%) dengan waktu

pengamatan terhadap penyakit bercak caun tembakau

C.nicotianae.

Faktor Dosis (D)

Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae pada setiap waktu

pengamatan mulai dari pengamatan I sampai dengan pengamatan VII dapat dilihat

pada lampiran (2 – 8) Uji beda Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae

dengan faktor perlakuan II yaitu Dosis (D) dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae Pada Tanaman Tembakau Dengan Perlakuan Pemberian Dosis Fungisida Nabati.

Perlakuan Pegamatan

1(6 hst) 2(13 hst 3(20 hst) 4(27 hst) 5(34 hst) 6(41 hst) 7(48 hst) D1(50gr/l air) 0.00 4.38 5.02 5.74 5.83B 6.02B 5.59B D2(100gr/l air 0.00 2.33 4.42 4.87 4.96B 5.17B 4.83B D3(150gr/l air) 0.00 3.17 4.02 3.84 2.05A 2.39A 2.98A

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji jarak Duncan.

Dari data di atas diketahui bahwa pada pengamatan ke-1 sampai dengan

pengamatan ke-4 dari setiap perlakuan berbeda tidak nyata terhadap intensitas

(41)

pengamatan ke-7 dapat diketahui perlakuan D3(150gr/l air) berbeda nyata

terhadap perlakuan D2(100gr/l air) dan D1(50gr/l air).

Hasil akhir dari perkembangan IS pada percobaan ini dapat dilihat pada

pengamatan ke-7. Jika dibandingkan antara perlakuan D1 (50gr/l air),

D2 (100gr/l air), dan D3 (150gr/l air) diketahui bahwan IS tertinggi pada

perlakuan D1 (50gr/l air) yaitu 6,02 % dan IS terendah pada perlakuan D3

(150gr/ l air) yaitu 2,05 %.

Pada ketiga perlakuan dosis diatas pada pengamatan ke-7 memberikan

pengaruh nyata terhadap IS, dimana untuk lebih jelasnya jika perlakuan D1

berpengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan D2 dan D3 sedangkan perlakuan

D2 dan D3 memberi pengaruh yang tidak berbeda nyata diantara kedua

perlakuaan tersebut. Terbukti bahwa pada faktor II (Dosis) ini bahwa perlakuan

yang paling efektif terhadap IS C. nicotianae adalah perlakuan D3 (150 gr/l air)

dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya (D2 dan D3) untuk lebih jelasnya

pengaruh faktor II (Dosis) terhadap IS penyakit C. nicotianae dapat dilihat pada

histogram 2 di bawah ini:

Gambar 4. Hubungan antara Intensitas Serangan (%) dengan waktu

(42)

Faktor Interaksi Fungisida nabati (A) x Dosis (D)

Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae pada setiap waktu

pengamatan mulai dari pengamatan I sampai dengan pengamatan VII dapat dilihat

pada lampiran (2 – 8) Uji beda Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae

dengan faktor perlakuan interaksi antara faktor I (Fungisida nabati) dengan faktor

II (Dosis) dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae dengan Perlakuan Interaksi Pemberian Fungisida nabati (A) x Dosis (D) Sebagai Pembanding Pada Tanaman Tembakau.

Perlakuan Pengamatan

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji jarak Duncan.

Dari data pengamatan di atas dapat diperoleh bahwa pengaruh interaksi

Faktor I (Fungisida nabati) dengan faktor II (Dosis) tidak nyata terhadap IS

penyakit C. nicotianae pada pengamatan ke-1 sampai dengan

pengamatan ke-3. Interaksi mulai menunjukkan pengaruh nyata terhadap IS

penyakit C. nicotianae pada pengamatan ke-4 sampai dengan pengamatan ke-7.

Perkembangan IS terakhir pada percobaan ini dapat dilihat pada

pengamatan ke-7 dimana pengaruh interaksi menunjukkan tingkat IS berbeda

diantara 9 kombinasi perlakuan, dimana IS penyakit tertinggi terdapat pada

(43)

terendah terdapat pada perlakuan A3D3 (fungisida nabati Serai 150 gr/l air) yaitu

1,26 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang diberikan perlakuan A3D3

adalah yang paling efektif terhadap IS penyakit C. nicotianae dibandingkan

dengan interaksi perlakuan yang lainnya.

Pada pengamatan ke-4 diketahui bahwa perlakuan A1D1, A1D2, A3D1

berpengaruh tidak berbeda nyata diantara ketiganya, namun jika ketiga perlakuan

di atas dibandingkan dengan perlakuan A1D3, A2D1, A2D2, A2D3, A3D2, A3D3

memiliki pengaruh yang berbeda nyata.

Pada pengamatan ke-5 menunjukkan hasil perbedaan pengaruh nyata yang

tidak berbeda jauh dengan pengatan ke-6 dimana pengaruh interaksi tidak

berbeda nyata terhadap IS penyakit pada perlakuan (A1D1, A1D2, A2D1, A2D2,

A3D1) sama halnya dengan perlakuan (A1D3, A2D3, A3D2, A3D3). Namun jika

dibandingkan antara perlakuan (A1D1, A1D2, A2D1, A2D2, A3D1) berpengaruh

berbeda nyata dengan perlakuan (A1D3, A2D3, A3D2, A3D3).

Pada pengamatan ke-7 menunjukkan hasil pengaruh interaksi terhadap IS

penyakit tidak berbeda nyata pada perlakuan (A1D1, A1D2 dan A2D1) sama

halnya dengan perlakuan (A2D2, A3D1) juga pada perlakuan (A1D3, A2D3,

A3D2, A3D3). Namun jika deibandingkan antara perlakuan (A1D1, A1D2 dan

A2D1) berpengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan (A1D3, A2D2, A2D3,

A3D1,A3D2, A3D3).

Untuk mengetahui lebih jelas pengaruh interaksi fungisida nabati (A)

(44)

Gambar 5. Hubungan antara Intensitas Serangan (%) dengan waktu

pengamatan terhadap penyakit bercak caun tembakau

C.nicotianae.

2. Produksi

Faktor Fungisida nabati (A)

Data Pengamatan Produksi daun tembakau (gr/plot) pada setiap waktu

dapat dilihat pada lampiran (9 - 11) Uji beda Rataan produksi dengan faktor

perlakuan I yaitu fungisida nabati (A) dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Rataan Produksi Daun Tembakau (gr/plot) dengan Perlakuan Pemberian Fungisida nabati (A) Sebagai Pembanding Pada Tanaman Tembakau.

Perlakuan Daun Pasir Daun Kaki 1 Daun Kaki 2

A1 67.56A 103.11A 116.00A

A2 78.22B 112.00B 150.22B

A3 86.22C 123.11C 171.11C

Keterangan : Nilai rataan produksi daun tembakau yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut uji jarak Duncan.

(45)

Data hasil pengamatan di atas diketahui bahwa pada produksi daun pasir tanaman

tembakau produksi tertinggi pada perlakuan A3 (daun serai) yaitu 86,22 gr/plot

sedangkan produksi terendah pada perlakuan A1 (daun nimba) yaitu 67,56 gr/plot.

Pengamatan produksi daun kaki I di atas menunjukkan bahwa produksi tertinggi

terdapat pada perlakuan A3 (daun serai) yaitu 123,11 gr/plot dan terendah pada perlakuan

A1 (daun nimba) yaitu 103.11 gr/plot.

Pengamatan produksi daun kaki II di atas menunjukkan bahwa produksi tertinggi

terdapat pada perlakuan A3 (daun serai) yaitu 171,11 gr/plot dan terendah pada perlakuan

A1 (daun nimba) yaitu 116,00 gr/plot.

Jika dibandingkan antara ketiga hasil produksi (daun pasir, daun kaki 1 dan daun

kaki 2 tembakau) berdasarkan perlakuannya, diketahui bahwa pengaruh faktor perlakuan

fungisida nabati (A) memiliki pengaruh nyata terhadap produksi, dimana perlakuan A1

(daun nimba) memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan A2 (daun sirih) dan

A3 (daun serai), namun perlakuan A2 (daun sirih) memiliki pengaruh tidak berbeda

nyata dengan perlakuan A3 (daun serai).

Dari tabel 4. Diatas dapat dilihat bahwa dari ketiga perlakuan, produksi daun

pasir, daun kaki 1 dan kaki 2 terbesar adalah pada perlakuan A3 (daun serai) ini terjadi

karena intensitas serangan terkecil adalah pada perlakuan A3 (daun serai). Hal ini

disebabkan daun serai mengandung beberapa bahan aktif yang dapat berfungsi sebagai

fungisida. Hal ini sesuai dengan literartur Kardian (2004) yang menyatakan serai dapat

berfungsi sebagai insektisida dan fungisida yang mengandung bahan aktif atsiri yang

terdiri dari senyawa sintral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metil heptenon

(46)

Faktor Dosis (D)

Data Pengamatan Produksi daun tembakau (gr/plot) pada setiap waktu

dapat dilihat pada lampiran (9 - 11) Uji beda Rataan produksi dengan faktor

perlakuan II yaitu Dosis (D) dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Rataan Produksi Daun Tembakau (gr/plot) dengan Perlakuan Pemberian Dosis (D) Sebagai Pembanding Pada Tanaman Tembakau.

Perlakuan Daun Pasir Daun Kaki 1 Daun Kaki 2

D1 74.67A 108.89A 139.11A

D2 77.78AB 113.33B 145.33B

D3 79.56B 116.00B 152.89C

keterangan : Nilai rataan produksi daun tembakau yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut uji jarak Duncan.

Data hasil pengamatan di atas diketahui bahwa pada produksi daun pasir tanaman

tembakau produksi tertinggi pada perlakuan D3 (150 gr/liter air) yaitu 79,56 gr/plot

sedangkan produksi terendah pada perlakuan D1 (50 gr/liter air) yaitu 74,67 gr/plot.

Pengamatan produksi daun kaki 1 di atas menunjukkan bahwa produksi tertinggi

terdapat pada perlakuan D3 (150 gr/liter air) yaitu 116,00 gr/plot dan terendah pada

perlakuan D1 (50 gr/liter air) yaitu 108,89 gr/plot.

Pengamatan produksi daun kaki II di atas menunjukkan bahwa produksi tertinggi

terdapat pada perlakuan D3 (150 gr/liter air) yaitu 152,89 gr/plot dan terendah pada

perlakuan D1 (50 gr/liter air) yaitu 139,11 gr/plot.

Jika dibandingkan antara ketiga hasil produksi (daun pasir, daun kaki 1 dan daun

kaki 2 tembakau) berdasarkan perlakuannya, diketahui bahwa pengaruh faktor perlakuan

fungisida nabati (D) memiliki pengaruh nyata terhadap produksi, dimana perlakuan

D1 (50 gr/liter air) memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan D2 (daun sirih)

dan D3 (150 gr/liter air), namun perlakuan D2 (100 gr/liter air) memiliki pengaruh tidak

(47)

Dari ketiga perlakuan di atas perlakuan yang paling efektif adalah perlakuan D3

(150 gr/liter air) dibandingkan dengan perlakuan D1 (50 gr/liter air) dan

D2 (100 gr/liter air).

Faktor Interaksi A x D

Data Pengamatan Produksi daun tembakau (gr/plot) pada setiap waktu

dapat dilihat pada lampiran (9 - 11) Uji beda Rataan produksi dengan faktor

Interaksi perlakuan Fungisida nabati (A) dengan Dosis (D) dapat dilihat pada

tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Rataan Produksi Daun Tembakau (gr/plot) dengan Interaksi Perlakuan Fungisida nabati (A) x Dosis (D) Sebagai Pembanding Pada Tanaman Tembakau.

A3D1 84.00DE 118.67FG 164.00EF

A3D2 85.33DE 124.00GH 172.00FG

A3D3 89.33E 126.67H 177.33G

Keterangan : Nilai rataan produksi daun tembakau yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut uji jarak Duncan.

Data hasil pengamatan di atas diketahui bahwa pada produksi daun pasir tanaman

tembakau produksi tertinggi pada perlakuan A3D3 (fungisida nabati daun serai 150

gr/liter air) yaitu 89.33 gr/plot sedangkan produksi terendah pada perlakuan

A1D1 (fungisida nabati daun nimba 50 gr/liter air) yaitu 64.00 gr/plot.

Pengamatan produksi daun kaki I di atas menunjukkan bahwa produksi tertinggi

terdapat pada perlakuan A3D3 (fungisida nabati daun serai 150 gr/liter air) yaitu 126.67

gr/plot sedangkan produksi terendah pada perlakuan A1D1 (fungisida nabati daun nimba

(48)

Pengamatan produksi daun kaki II di atas menunjukkan bahwa produksi tertinggi

terdapat pada perlakuan A3D3 (fungisida nabati daun serai 150 gr/liter air) yaitu 177.33

gr/plot sedangkan produksi terendah pada perlakuan A1D1 (fungisida nabati daun nimba

50 gr/liter air) yaitu 113.33 gr/plot.

Jika dibandingkan antara ketiga hasil produksi (daun pasir, daun kaki 1 dan daun

kaki 2 tembakau) berdasarkan perlakuannya, diketahui bahwa pengaruh faktor interaksi

perlakuan fungisida nabati (A x D) memiliki pengaruh nyata terhadap produksi, dimana

interaksi perlakuan (A1D1, A1D2, A2D1) memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap

interaksi perlakuan (A1D1, A1D2, A1D3, A2D1, A2D2, A2D3, A3D1, A3D2, A3D3),

interaksi perlakuan (A2D2, A3D1) memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap interaksi

perlakuan (A1D1, A1D2, A1D3, A2D1, A2D3, A3D2, A3D3), interaksi perlakuan

(A1D3, A2D3, A3D2, A3D3) memiliki pengaruh berbeda nyata dengan interaksi

perlakuan (A1D1, A1D2, A2D1, A2D2, A3D1).

Jika dibandingkan antara perlakuan A1D1 dengan A1D2 dan A2D1 memiliki

pengaruh yang tidak berbeda nyata sama halnya jika dibandingkan antara perlakuan

A2D2 dengan A3D1, dan juga interaksi perlakuan A1D3 dibandingkan dengan interaksi

perlakuan A2D3, A3D2 dan A3D3 memiliki pengaruh tidak berbeda nyata.

Dari ketiga perlakuan di atas perlakuan yang paling efektif adalah interaksi

perlakuan A3D3 (fungisida nabati serai 150 gr/liter air) dibandingkan dengan perlakuan

(A1D1, A1D2, A1D3, A2D1, A2D2, A2D3, A3D1, DAN A3D2).

(49)

Gambar 6. Hubungan antara perlakuan dengan produksi daun pasir,daun kaki 1

dan daun kaki 2.

Dari hasil penelitian diketahuai bahwa tanaman yang memiliki IS rendah

akan menghasilkan produksi yang tinggi dapat dilihat pada perlakuan A3D3

(fungisida nabati daun serai 150 gr/liter air) dimana IS nya adalah 2.06 % dan

produksinya (produksi daun pasir = 89.33 gr/plot, daun kaki 1 = 126.67 gr/plot,

daun kaki 2 = 177.33 gr/plot ). Sebaliknya jika nilai IS maka tanaman akan

menghasilkan produksi yang rendah dapat dilihat pada perlakuan A1D1 (fungisida

nabati daun nimba 50 gr/plot) dimana nilai IS nya adalah 7. 7.6 % dan

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari faktor Fungisida nabati (A) Intensitas Serangan tertinggi ada pada

perlakuan daun Nimba pada pengamatan ke-7 sebesar 6,17 %.

2. Penggunaan ekstrak daun serai (A3) menurunkan intensitas serangan C.

Nicoteane terhadap tanaman tembakau.

3. Pada faktor perlakuan dosis (D) perlakuan D3 (150 gr/liter air) lebih

efektif untuk mengendalikan dibandingkan dengan perlakuan D1 (50

gr/liter air) dan D2 (100 gr/liter air).

4. Pada perlakuan interaksi antara faktor Fungisida nabati (A) dengan faktor

dosis (D) menunjukkan pengaruh yang nyata dimana perlakuan A3D3

(Daun serai dengan dosis 150 gr/liter) adalah perlakuan yang paling efektif

dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

5. Produksi daun pasir, daun kaki 1 dan daun kaki 2 yang tertinggi adalah

pada perlakuan A3D3 (Daun serai dengan dosis 150 g/liter) yaitu 89,33

gr/plot;126,67 gr/plot;177,33 gr/plot dan yang terendah pada perlakuan

A1D1(Daun Mimba dengan dosis 50 g/liter) yaitu 64,00 gr/plot; 98,67

(51)

Saran

Jika ingin mengendalikan penyakit C. Nicotiane dengan menggunakan

fungisida botani sebaiknya menggunakan fungisida nabati daun serai dengan dosis

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. dan Soedarmanto, 1998. Budidaya Tembakau. Yasaguna, Jakarta. Hlm 9-13.

Anonimus, 2010. Budidaya Tembakau Deli. Diakses dari : Hhtp://72.14.235.104/searchq=eache:OdkN/Bab16PTPN%252011.pdf

+budi+daya+tembakau+deli&hl=id&ct=cln&cd=68gl=id Tanggal 29 agustus 2010

Cahyono, B., 1998. Tembakau Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Kanisius Yogyakarta. Hlm. 9-11.

Ditjen BSP , 2002. Pestisida Untuk Pertanian dan Kehutanan. Ditjen Bina Sarana Pertanian, Deptan. Jakarta. Hlm. 124-125.

Erwin, 1997. C.nicotianae Ell. Et. Ev (Bopeng/Patik).Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II, Tanjung Morawa, Medan hlm 1-5.

Galingging. R. Y.2010. Pengendalian Hama Tanaman Menggunakan Pestisida Nabati Ramah Lingkungan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah.(Diakses tanggal 29 Agustus 2010).

Hendra, J. Firdausil dan Hasanah. 1975. Pengaruh Pemberian Dan Lama Perendaman Kayu Manis dan Sirih Terhadap Pengendalian Pseudomas solancearum Pada jahe. Risalah Komgres Nasional XIII Dan Seminar Ilmiah. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Mataram.

Kardinan, Agus., 2004. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 4-7.

Komisi Pestisida, 1984. Pedoman Pengujian Efikasi Untuk Pendaftaran . Pestisida. Komisi Petisida, Departermen Pertanian.

Hendra, J. Firdausil dan Hasanah. 1975. Pengaruh Pemberian Dan Lama Perendaman Kayu Manis dan Sirih Terhadap Pengendalian Pseudomas solancearum Pada jahe. Risalah Komgres Nasional XIII Dan Seminar Ilmiah. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Mataram.

(53)

Pedmo, S.,dan E.Djatmiko, 1991. Tembakau Kajian Sosial Ekonomi. Aditya, Media, Yogyakarta. Hlm . 26 .

Samsudin, H., 2010. Pengendalian Hama Dengan Insektisida Nabati. Diakses Dari www. pertanian sehat. Co.id Tanggal 30 September 2010

Sari, Retno dan Dewi Isadiartuti., Studi Efektivitas Sediaan Gel Anti Septik Tangan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.). Fakultas Farmasi Airlangga, Surabaya. Hlm 163-164.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Yogyakarta. Hlm . 11.

Semangun, S. 1992. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan, UGM-Press Yogayakarta. Hlm. 667-670

Sumartini dan Yusmani, 2001. Identifikasi Bahan Nabati untuk Pengendalian Penyakit Karat Pada Kedelai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Pytopatologi Indonesia, 22-24 Agustus 2001, Bogor. Hlm : 101-103.

Tim Penulis, 1993. Pembudidayaan Pengolahan Dan Pemasaran Tembakau. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm 1-22.

Wudianto, R., 1999. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm.9.

(54)

Lampiran 1

Bagan Penelitian

U 45 cm 100 cm

50 cm

S

100 cm

Keterangan :

: Tanaman Tembakau di Dalam Polibeg

I : Ulangan Pertama

II : Ulangan Kedua

(55)

Bagan Perlakuan

ULANGAN I ULANGAN II ULANGAN III

(56)

Lampiran 2. Data intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1D1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1D2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1D3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2D1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2D2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2D3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3D1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3D2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3D3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 0,00 0,00 0,00 0,00

(57)

Lampiran 2. Data intensitas serangan Cercospora nicotianae pada pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1D1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1D2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1D3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2D1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2D2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2D3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3D1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3D2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3D3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 0,00 0,00 0,00 0,00

(58)

Lampiran 3. Data intensitas serangan Cercospora nicotianae pengamatan II

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi Data intensitas serangan Cercospora nicotianae pengamatan II

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Dwikasta intensitas serangan Cercospora nicotianae pengamatan II

Dwikasta D1 D2 D3 Total

A1 14,15 5,88 10,46 30,48

A2 12,35 9,38 7,85 29,57

A3 12,92 5,76 10,25 28,93

Total 39,41 21,01 28,56 88,97

Dwikasta transformasi intensitas serangan Cercospora nicotianae pengamatan II

Dwikasta D1 D2 D3 Total

A1 6,79 4,57 5,95 17,31

A2 6,21 5,26 5,26 16,73

A3 6,57 4,33 5,45 16,34

Total 19,57 14,16 16,66 50,39

(59)

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

5% 1%

Ulangan 2 2,21 1,11 4,11 3,63 6,23

Perlakuan 8 1,93 0,24 0,89tn 2,59 3,89

A 2 0,05 0,03 0,10tn 3,63 6,23

D 2 1,63 0,81 3,02tn 3,63 6,23

AD 4 0,25 0,06 0,23tn 3,01 4,77

Galat 16 4,31 0,27

Total 26 8,45

Keterangan : FK = 94.03 Keterangan : KK = 27.81%

Gambar

Gambar 1: Bentuk jamur C.nicotianae dan infeksi jamur ke dalam jaringan daun Sumber: Erwin (1997)
Gambar 2. Gejala Serangan C. nicotianae
Tabel 1. Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae dengan Perlakuan Pemberian Jenis Fungisida Nabati
Tabel 2. Rataan Intensitas Serangan (%) C.nicotianae Pada Tanaman Tembakau Dengan Perlakuan Pemberian  Dosis Fungisida Nabati
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada pemilihan clearance yang kecil akan mengakibatkan penggunaan gaya potong yang terlalu besar, dan akan mudah terjepit diantara punch dan die-nya, sehingga di

adalah orang yang paling fasih lisannya dan yang paling sempurna penjelasannya serta yang paling mengerti akan sabdanya; (2) definisi ini tidak dipertentangkan

Hasil akhir setelah peneliti melakukan kegiatan identifikasi kebutuhan di SMP Negeri 3 Candi Sidoarjo untuk mengembangkan buku panduan perilaku prososial maka dapat

(2) Kecepatan (km/jam) suatu kendaraan yang tidak tertahan oleh kendaraan lain (yaitu kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman BEBAS.. untuk bergerak pada

Berdasarkan taman-taman kota yang ada beserta bangunan-bangunan di sekitarnya dapat dikatakan bahwa taman kota merupakan bagian yang cukup penting dalam perancangan

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil post test kedua kelompok, tetapi didapatkan hasil bahwa pelatihan lari kijang jarak 1 meter 8 repetisi 5 set

Penilaian aspek psikomotorik ini diukur melalui 2 (dua) parameter, yaitu (1) aspek berkomunikasi dan (2) menganalisis gambar kemudian dirata-rata. Berdasarkan hasil

Padahal bangsa Indonesia mengaut kemandirian dalam mengelola semua sumber daya alam, 67 sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 UUD 1945 berbunyi: “Bumi, air