Desi Trihandayani Chandra
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA
(Studi pada kelas VIII SMPN 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun 2011/2012)
Oleh
Desi Trihandayani Chandra
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan mata pelajaran matematika berbasis kompetensi. Pada umumnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP masih rendah. Penelitian ini menguji keefektifan penggunaan strategi TTW ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mate-matis siswa. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain posttest only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII
Desi Trihandayani Chandra b) kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis diperoleh dari strategi pembelajaran langsung lebih baik dari kemampuan siswa yang diperoleh dari strategi TTW.
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA
(Studi pada kelas VIII SMPN 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun 2011/2012)
(Skripsi)
Oleh
DESI TRIHANDAYANI CHANDRA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA
(Studi pada kelas VIII SMPN 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun 2011/2012)
Oleh
DESI TRIHANDAYANI CHANDRA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vi DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar ... 10
B. Efektivitas Pembelajaran ... 12
C. Strategi Pembelajaran Think Talk Write ... 14
D. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 19
E. Faktor-faktor dalam upaya menumbuhkan kemampuan pemcehan masalah ... 22
F. Kerangka Pikir ... 23
G. Anggapan Dasar ... 25
H. Hipotesis ... 25
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 27
vii
C. Data Penelitian ... 30
D. Teknik Pengumpulan Data ... 30
E. Prosedur Penelitian ... 31
F. Instrumen Penelitian ... 32
G. Analisis Data ... 37
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42
B. Pembahasan ... 48
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 52
B. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Desain Penelitian ... 29
3.2 Pedoman Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 31
3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 35
3.4 Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba ... 35
3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 36
3.6 Daya Beda Tes Uji Coba ... 36
3.7 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Postes ... 37
4.1 Pencapaian Indikator Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 42
4.2 Pencapaian Indikator Pemecahan Masalah Kelas Kontrol... 43
4.3 Persentase Siswa Tuntas Belajar ... 44
4.4 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-rata Skor, dan Simpangan Baku ... 44
4.5 Nilai Chi Kuadrat Data Kemampuan Pemecahan Masalah ... 45
4.6 Hasil Uji Coba Normalitas dengan SPSS 16,0... 45
4.7 Nilai Varians Data Kemampuan Pemecahan Masalah... 46
4.8 Data Uji Proporsi ... 46
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DITINJAU DARI KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMPN 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun 2011/2012)
Nama Mahasiswa : DESI TRIHANDAYANI CHANDRA Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021006
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Tina Yunarti, M.Si Drs. M. Coesamin, M.Pd. NIP 19660610 199111 2 001 NIP 19591002 198803 1 002
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswita, M.Si
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Tina Yunarti, M.Si. ____________
Sekretaris : Drs. M. Coesamin, M.Pd. _____________
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. _____________
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT, kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta
kasihku kepada:
Ayahanda Ujang Chandra dan Ibunda Hartini yang telah membesarkan dan mendidikku, selalu memberiku
semangat dan nasehat, serta mencurahkan doa dan kasih sayangnya dengan pengorbanan yang tulus
ikhlas demi kebahagiaan dan keberhasilanku.
Uni ku tersayang Any Oktarina Chandra dan Megawati Chandra beserta keluarga kecilnya yang
senantiasa memberikan keceriaan, doa, semangat dan dukungan.
Para pendidik yang dengan ketulusan dan kesabaran dalam mendidikku.
Motto
“Janganlah berputus asa dan mengeluh,
karena itu tidak akan berarti ”.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Jaya pada tanggal 7 Desember 1990, merupakan
anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ujang Chandra dan Ibu Hartini.
Penulis dibesarkan di rumah yang beralamat di Jl. Ki Hajar Dewantara No. 92
Desa Tanjung Jaya, Kec. Bangun Rejo, Kab. Lampung Tengah.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis yaitu SD Negeri 1 Tanjung Jaya
yang selesai pada tahun 2002, SMP Negeri 2 Bangun Rejo yang selesai pada
tahun 2005, dan SMA Negeri 1 Kalirejo yang selesai pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan
Bakat (PKAB).
Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan
Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Bumi Agung Kab. Way
Kanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif sebagai KADIV Sosial
dan Wakil Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Penelitian (UKM P) berturut-turut
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Strategi Think
Talk Write (TTW) Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMPN 8 Bandar Lampung T.P 2011/2012)”.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan beserta jajaran dekanat
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pen-didikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu PenPen-didikan Universitas
Lampung;
4. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembimbing utama dan Pembimbing
Akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
dukungan, dan saran baik selama perkuliahan maupun selama penyelesaian
5. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, dukungan, dan saran
baik selama perkuliahan maupun selama penyelesaian skripsi;
6. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Penguji Utama yang telah membahas,
memberikan masukan, saran, dan kritik baik selama perkuliahan maupun
selama penyelesaian skripsi;
7. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama
menyele-saikan studi;
8. Bapak Sudjasman, S.H. selaku Kepala SMP Negeri 8 Bandar Lampung yang
telah memberikan izin penelitian;
9. Ibu Nurbaiti, S.Pd selaku guru mitra yang telah banyak memberikan arahan
dan masukan selama penelitian;
10.Ayah, Ibu, Uni, dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu mendoakan,
mendukung, dan memberikan semangat;
11.Siswa-siswi SMPN 8 Bandar Lampung atas kebersamaannya;
12.Teman-teman seperjuangan (angkatan 2008 reguler): Aan, Arifan, Bill, Astri,
Hefna, Nicky, Yunita M, Yunita D, Nerri, Adi, Angga, April, Ayu, Rovi,
Dody, Eka, Erika, Erma, Farida, Fenty, Feny, Herlangga, Ika, Indah, Laras,
Lukman, Putty, Niki, Herlin, Novita, Priska, Ratna, Shintia, Dirman, Sutrisno,
Tomi, Ummi, Vina, dan Yayan, atas semua bantuan yang telah diberikan;
13.Teman-teman angkatan 2008 Mandiri, kakak tingkat angkatan 2006 dan 2007
serta adik tingkat angkatan 2009, 2010 dan 2011 atas kebersamaannya;
14.Rekan-rekan mahasiswa KKN dan Praktikan PPL Alex, Fikha, Elsa, Burhan,
Resti, Indah A, Indah S, Ardi, dan Tanti Di SMA Negeri 1 Bumi Agung Kab.
15.Teman-teman Asrama Ijo Ambar, Sarah, Ricka, dan Reni atas
kebersamaannya.
16.Almamater yang telah mendewasakan penulis;
17.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi
ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang
telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2012
Penulis,
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat sampai saat ini masih menganggap pelajaran matematika merupakan
pelajaran yang sulit dan menakutkan. Hal ini cukup beralasan melihat
karak-teristik materi matematika yang bersifat abstrak, logis, sistematis, dan penuh
dengan lambang-lambang dan rumus. Marpaung (dalam Gunowibowo : 2008)
mengungkapkan pendidikan matematika kita selama ini tidak berhasil
mening-katkan pemahaman matematika yang baik pada siswa, tetapi menumbuhkan
perasaan takut, persepsi terhadap matematika sebagai ilmu yang sukar dikuasai,
tidak bermakna, membosankan, menyebabkan stres pada diri siswa. Ini
menun-jukkan bahwa pembelajaran matematika belum mampu mengarahkan pada ranah
afektif dan kognitif yang lebih baik.
Martin et al (dalam Noer : 2011) menunjukkan bahwa kemampuan siswa sekolah
menengah pertama (SMP) dalam memecahkan masalah matematis masih belum
memuaskan. Hal ini dapat dilihat pada hasil studi Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS). Secara internasional studi ini adalah
salah satu studi yang merupakan indikator hasil belajar matematika. Hasil yang
diperoleh yakni Indonesia masih lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin
2
masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan generalisasi atau
konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan.
Indonesia relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan
prosedur. Akibatnya, pada studi TIMSS 2007 posisi prestasi belajar anak-anak
Indonesia berada pada urutan 36 dari 48 negara peserta.
Saat ini kurikulum yang digunakan adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) dengan disusun berbasis kompetensi. Yamin, ansari (2009 : 125)
mengatakan bahwa dalam KTSP didefinisikan siswa dikatakan memiliki
kom-petensi berarti memiliki tiga hal yaitu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
yang ditunjukkan dalam perilaku. Berdasarkan Depdiknas (2006) implementasi
dari KTSP sendiri yaitu : 1) menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa
baik secara individual maupun klasikal; 2) berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman; 3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi; 4) sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber
belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif; 5) penilaian menekankan pada
proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang berbasis
kompetensi. Adapun salah satu tujuan dari belajar matematika dalah
kemam-puan pemecahan masalah. Hal ini ditegaskan pada kurikulum KTSP yang
memberi penekanan pada penguasaan kemampuan pemecahan masalah matematis
3
Sementara itu, Wahyudin (dalam Ibrahim : 2008) menyatakan bahwa pemecahan
masalah bukanlah sekedar tujuan dari belajar matematika, tetapi juga merupakan
alat utama untuk melakukannya. Serta merupakan keterampilan yang akan
dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau situasi-situasi dalam
pembuatan keputusan secara baik dalam kehidupannya.
Ibrahim (2008 : 90) mengatakan bahwa fakta yang ada di dalam maupun di luar
Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
masih rendah, baik di tingkat pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi.
Hal ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian, yaitu tidak kurang dari lima
belas hasil penelitian tingkat nasional dan internasional yang mengungkapkan
bahwa secara klasikal ke-mampuan pemecahan masalah matematis belum
mencapai taraf yang memuaskan. Suryadi (dalam Napitupulu : 2008)
mene-gaskan bahwa kelemahan siswa SMP yaitu dalam menemukan pola atau bentuk
umum dan dalam perumuman. Hal ini jelas menggambarkan betapa pentingnya
kemampuan pemecahan masalah dalam kurikulum serta pengaplikasiannya dalam
kelas.
Kemampuan pemecahan masalah matematis sangat penting sebagaimana
dikatakan oleh Branca (dalam Firdaus, 2009 : 1), kemampuan menyelesaikan
masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, penyelesaian masalah
yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama
dalam kurikulum matematika, serta penyelesaian masalah merupakan kemampuan
4
Berkaitan dengan ini, Ruseffendi, 1991b (dalam Firdaus, 2009 : 1),
menge-mukakan beberapa alasan soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada
siswa, 1) dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan
sifat kreatif; 2) disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung dan
lain-lain) diisyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat
per-nyataan yang benar; 3) dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan
beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru; 4) dapat meningkatkan
aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya; 5) mengajak siswa
memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesis,
dan untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya; 6) merupakan
ke-giatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi
tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.
Situasi pembelajaran matematika dengan kemampuan pemecahan masalah rendah
juga terjadi di SMPN 8 Bandar Lampung khususnya untuk kelas VIII.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VIII, diperoleh informasi bahwa
dalam praktik pembelajaran matematika di kelas seringkali guru dihadapkan pada
kenyataan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan
masalah berupa soal rutin maupun soal non rutin yang diberikan. Siswa tidak
berani menanyakan hal yang menjadi kesulitannya. Hal ini menunjukkan
lemahnya interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
Strategi pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini masih menggunakan
strategi pembelajaran langsung dengan menjelaskan materi dan contoh soal secara
5
pembelajaran yang efektif. Anggapan tersebut diperkuat dengan memperhatikan
karakteristik dari siswa sendiri yang masih belum mampu untuk mengorganisir
ilmu pengetahuan yang sudah atau yang akan diperolehnya. Dalam kegiatan yang
terjadi di dalam kelas, siswa hanya aktif menerima pelajaran. Meskipun terdapat
diskusi, biasanya hanya melibatkan siswa tertentu.
Secara umum karakteristik siswa yang ada pada kelas VIII di SMPN 8 Bandar
Lampung dapat digolongkan sebagai berikut : 1) siswa pendiam yakni siswa ini
tidak banyak aktivitas fisiknya, tetapi ia selalu menurut perintah guru, karena dia
cenderung diam, dan juga tidak suka bertanya. Walaupun selalu mengikuti
perintah guru namun bersifat pasif sehingga guru tidak bisa mengidentifikasinya;
2) siswa perenung yakni siswa yang suka melamun dan tidak berkonsentrasi.
Pandangan ke depan namun sebenarnya tidak memperhatikan penjelasan guru; 3)
siswa super aktif yakni siswa yang super aktif dan bersifat negatif yang
mengganggu kondisi belajar temannya di kelas dan merusak konsentrasi. Siswa
tersebut berperilaku seperti menarik perhatian guru dan temannya; 4) siswa malas
yakni siswa yang tidak mau bertanya, jarang mengerjakan tugas, pekerjaan rumah,
dan tidak berani mengutarakan pendapat selama pembelajaran.
Karakteristik siswa sebagaimana diuraikan diatas, menyebabkan pembelajaran
yang ada belum memberikan hasil yang baik untuk pelajaran matematika sendiri.
Maka dipilihlah strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik tersebut.
Dalam kegiatan pembelajaran yang ada dan melihat karakteristik siswa
me-nyebabkan ketidakmampuan siswa dalam mengaitkan pengetahuan yang telah
6
adalah kurangnya aktivitas siswa dalam menulis. Sebagaimana pendapat
Kadarwati (2009 : 57) yang mengatakan bahwa pembelajaran matematika yang
menekankan pada kegiatan menulis matematis dapat digunakan sebagai sarana
untuk melatih siswa dalam mengungkapkan gagasan matematis secara tertulis.
Menulis dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu memudahkan siswa
mengaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari.
Salah satu strategi pembelajaran matematika yang diduga dapat memberikan hasil
pada kemampuan pemecahan masalah matematis adalah strategi Think Talk Write
(TTW). Stategi ini diawali dengan bagaimana siswa memikirkan materi yang
telah dipersiapkan oleh guru, membangun dan mengorganisasikan ide-ide dari apa
yang telah dibaca (tahap think). Kemudian apa yang telah dibangun dalam
pe-mikiran siswa didiskusikan untuk merefleksi ide-ide yang telah disepakati (tahap
talk). Dan pada akhirnya siswa menuliskan rangkuman dari hasil diskusi dengan
bahasa mereka sendiri (tahap write).
Tahap-tahap dalam strategi yang digunakan pada pembelajaran membimbing
siswa untuk mengungkapkan ide-ide matematisnya dan belajar menulis melalui
kegiatan merangkum pada akhir pembelajaran. Mac. Gegor (dalam Kadarwati,
2009 : 62) menyimpulkan bahwa kecakapan bahasa berhubungan dengan prestasi
dalam matematika. Kadarwati (2009:62) mengatakan bahwa kegiatan berpikir
(think), berbicara (talk), dan menulis rangkuman (write) mendorong siswa
memahami konsep-konsep dan menggunakan konsep tersebut untuk
7
Dari uraian di atas, dipilihlah suatu penelitian dengan judul : Efektivitas
Penggunaan Strategi TTW ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah
matematis bagi siswa dalam proses selanjutnya, maka masalah rendahnya hasil
belajar matematika siswa perlu diupayakan pemecahannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: “Apakah penggunaan strategi Think Talk Write (TTW) efektif pada
pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah
mate-matis siswa?”.
Dari rumusan masalah di atas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci
sebagai berikut:
1. Apakah lebih dari atau sama dengan 50% siswa dalam kelas eksperimen tuntas
belajar (memiliki nilai lebih dari 68)?
2. Apakah rata-rata nilai pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan strategi Think Talk Write (TTW) lebih baik daripada
rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran langsung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas Strategi Think Talk
8
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis dapat memberikan sumbangan keilmuan bidang pembelajaran
matematika.
2. Secara spesifik hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan
pemikiran tentang suatu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pemahaman siswa melalui penggunaan hal-hal yang diketahui
siswa, yang akrab dan ada di lingkungan siswa.
E. Ruang Lingkup
Sebagai lingkup kajian penelitian ini adalah mencakup hal-hal berikut:
1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses
interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran ditinjau dari
aspek hasil pembelajaran dilihat dari hasil tes kemampuan pemecahan
ma-salah matematis. Pembelajaran dikatakan efektif apabila :
a. Minimal lebih dari atau sama dengan 50% siswa dalam kelas eksperimen
tuntas belajar (memiliki nilai lebih dari 68).
b. Rata-rata nilai pemecahan masalah siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan strategi Think Talk Write (TTW) lebih baik dibandingkan dengan
9
2. Strategi Think Talk Write (TTW) adalah strategi pembelajaran yang didasari
oleh berpikir (think) dengan membuat catatan, berbicara (talk), dan menulis
(write).
3. Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Dalam kemampuan pe-mecahan
masalah matematis siswa terdiri dari 4 indikator pencapaian yaitu 1)
merumuskan masalah / menyusun model matematika; 2) merencanakan
strategi penyelesaian; 3) menerapkan strategi penyelesaian masalah; dan 4)
menguji kebenaran jawaban (looking back). Kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa ini diukur dari nilai tes akhir matematika siswa di kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada akhir pokok bahasan.
4. Materi pembelajaran dibatasi pada : mengindentifikasi sifat-sifat prisma dan
limas, membuat jaring-jaring, dan menghitung luas permukaan dan volume
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar,
yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar
konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif
diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk
menje-laskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar
sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide
baru atau konsep. Dalam hal ini, ibrahim (2008 : 93) mengatakan teori yang
paling luas diterima adalah teori konstruktivisme, yakni menyarankan cara terbaik
bagi seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam matematika
adalah dengan mengkonsruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.
Dengan kata lain, siswa harus berperan aktif dalam mengembangkan
pema-hamannya tentang konsep matematika. Teori konstruktivisme memberi wawasan
tentang bagaimana siswa belajar matematika dan membimbing untuk
meng-gunakan strategi pembelajaran yang dimulai dengan memperhatikan kondisi
siswa.
Ibrahim (2008 : 94) mengatakan prinsip dasar dari konstruktivisme adalah siswa
11
konstruktivisme kebanyakan didasarkan pada proses asimilasi dan akomodasi dari
Piaget serta interaksi sosial dari Vygotsky. Vygotsky percaya bahwa proses
ber-pikir berada di antara orang-orang di dalam lingkungan sosial dan dari lingkungan
ini siswa memperoleh ide-ide.
Ibrahim juga mengatakan bahwa Vygotsky memandang ide-ide yang berada di
kelas, di dalam buku-buku, dan dari guru atau sumber lain, berbeda dengan
ide-ide yang dikonstruksi oleh siswa. Berdasarkan pandangan ahli konstruktivisme
seperti Piaget dan Vygotsky tentang pembelajaran, dapat diperoleh seperti, 1)
siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan pemahaman mereka, dengan kata
lain kita tidak dapat mentransfer ide kepada siswa yang pasif; 2) pengetahuan dan
pemahaman memiliki sifat yang unik bagi setiap siswa; 3) pembelajaran supaya
efektif, penting dimulai dengan ide-ide yang telah dimiliki oleh siswa sehingga
dapat menstimulasi, menantang, dan melibatkan siswa untuk berpikir; 4)
ling-kungan sosial budaya dari sebuah komunitas belajar matematika berinteraksi
dengan ide matematika awal siswa dan sekaligus meningkatkan perkembangan
ide matematika tersebut; 5) siswa belajar matematika adalah hasil dari proses
pemecahan masalah, sehingga ide-ide matematika adalah hasil dari pengalaman
memecahkan masalah dan bukan bagian yang harus diajarkan sebelumnya
penye-lesaian soal atau memecahkan masalah; 6) model-model untuk ide-ide matematika
membantu siswa dalam mengungkap, mendiskusikan, dan mungkin untuk
meng-kritisi ide-ide matematika; 7) pengajaran yang efektif merupakan kegiatan yang
12
Yamin dan Ansari ( 2009 : 95) menyimpulkan bahwa menurut teori
kons-truktivisme, belajar adalah keterlibatan anak secara aktif membangun
penge-tahuannya melalui berbagai jalur, seperti membaca, berpikir, mendengar,
ber-diskusi, mengamati, dan melakukan eksperimen terhadap lingkungan serta
mela-porkannya. Dengan demikian, ciri-ciri pembalajaran yang berbasis
kons-truktivisme sangat sesuai dengan strategi pembelajaran TTW, sehingga peranan
guru dalam strategi ini sebagai stimulation of learning benar-benar dapat
mem-bantu siswa dalam mengkonstruk pengetahuan.
B. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas pembelajaran dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan dan sasarannya. Sedangkan pembelajaran menurut UUSPN No.
20 Tahun 2003 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Steers (dalam Muhidin 2010 : 1) bahwa
efektivitas tidak hanya berorientasi pada tujuan melainkan berorientasi juga pada
proses dalam mencapai tujuan. Jika definisi ini diterapkan dalam pembelajaran,
efektivitas berarti kemampuan sebuah lembaga dalam melaksanakan program
pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan
tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai
tujuan tersebut di desain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta
didik.
Pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan guru
mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada siswa yang di
ke-13
mampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika agar
terjadi interaksi optimal antara siswa dengan siswa serta guru dengan siswa. Hal
ini berdasarkan pendapat Suyitno (2004 : 2) bahwa pembelajaran adalah upaya
untuk menciptakan iklim dalam pelayanan terhadap kemampuan potensi, minat,
bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara
guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.
Hamalik (2004: 171) mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri
dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Penyediaan kesempatan untuk
belajar secara mandiri ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami
makna pembelajaran yang sedang dipelajarinya. Pembelajaran yang efektif
nuntut guru untuk dapat merancang bahan belajar yang mampu menarik dan
me-motivasi siswa untuk belajar. Guru harus kreatif dalam menggunakan berbagai
strategi pembelajaran, mengelola kelas agar tertib dan teratur. Hal ini bertujuan
agar siswa dapat memiliki pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman konsep
yang baik.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah
ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa
dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan pemecahan masalah
14
C. Strategi Pembelajaran Think Talk Write
Terdapat berbagai pendapat tentang strategi pembelajaran sebagaimana
dikemukakan oleh para ahli pembelajaran, diantaranya dipaparkan oleh Uno
(2009 : 1) seperti : 1) Kozna (1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang
dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan pembelajaran tertentu; 2) Gerlach dan Ely (1980) menjelaskan bahwa
strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu; 3) Gropper (1990)
mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai
jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Berdasarkan beberapa pengertian strategi pembelajaran yang dijelaskan oleh para
ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara
yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan
materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan
me-mahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat
di-kuasainya diakhir kegiatan belajar. Hudoyo (1990 : 11) mengatakan bahwa
strategi mengajar menyangkut pemilihan cara yang dipilih guru dalam
menen-tukan ruang lingkup, urutan bahasan, kegiatan pembelajaran, dan lain-lain dalam
menyampaikan materi matematika kepada siswa di depan kelas. Hal senada juga
dinyatakan oleh Sanjaya (2008 : 126) bahwa strategi pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
15
Salah satu strategi yang diharapkan efektif dalam kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa adalah strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW).
Strategi ini adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan
menulis bahasa tersebut dengan lancar yang didasarkan pada pemahaman bahwa
belajar adalah sebuah perilaku sosial. Strategi ini mendorong siswa untuk
berfikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik.
Strategi TTW juga digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan
melatih bahasa sebelum menuliskannya serta memperkenankan siswa untuk
mem-pengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuliskannya. Anonimmous
(1999 : 1) Strategi TTW juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan
mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur.
Arnawa (2008) dalam penelitiannya melaporkan bahwa pembelajaran dengan
strategi TTW memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran melalui kegiatan berpikir, merefleksikan dan menyusun ide-ide,
serta menguji ide-ide itu sebelum memulai menulisnya. Hal senada juga
di-jelaskan oleh Huinker dan Laughlin (Kadarwati 2009 :59) bahwa strategi TTW
memungkinkan semua siswa mengungkapkan ide yang melatarbelakangi gagasan
mereka sebelum mereka menuliskannya.
Yamin dan Ansari (2009 : 84) menjelaskan strategi yang diperkenalkan oleh
Huinker dan Laughlin ini pada dasarnya dibangun melalui tiga tahapan, yaitu
tahap berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis (write). Strategi ini dimulai
dari keterlibatan siswa dalam berpikir dengan dirinya sendiri setelah proses
16
menulis. Suasana dalam pembelajaran yakni dibentuknya kelompok yang
heterogen terdiri dari 3-5 orang siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta untuk
membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar dan membagi ide
bersama kemudian menuangkan pada tulisan.
1. Tahap pertama, Berpikir (Think), Siswa diminta untuk membaca suatu teks
matematika atau bacaan dimulai dari soal-soal kontekstual yang diberi panduan
sebelum siswa membuat catatan kecil apa yang telah dibaca secara individu baik
dari apa yang diketahui maupun yang tidak diketahui untuk dibawa pada forum
diskusi di tahap berbicara (talk). Dalam tahap ini siswa secara individu
memi-kirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil
ten-tang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya
sesuai dengan bahasanya sendiri. Yamin dan Ansari (2009 : 85).
Robinson et al (Slavin 2008 : 254) menyatakan bahwa pembuatan catatan dan
pengkajian setelah membaca dapat meningkatkan pembelajaran siswa. Sementara
itu, Wiederhold (Yamin dan Ansari 2008 : 85) menyatakan bahwa membuat
catatan berarti menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang
ditulis. Selain itu, belajar rutin membuat / menulis catatan setelah membaca
me-rangsang aktivitas berpikir sebelum, selama, dan setelah membaca. Membuat
catatan mempertinggikan siswa, bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan
menulis.
2. Tahap kadua, Berbicara (Talk), Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa
17
kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada
dialognya dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun
refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain. Selanjutnya
ber-komunikasi atau dialog baik antara siswa maupun dengan guru dapat
me-ningkatkan pemahaman. Yamin dan Ansari (2009 : 87).
Yamin dan Ansari (2008 : 86) menjelaskan mengapa “Talk” penting dalam
matematika, karena 1) Matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk
mengomunikasikan bahasa sehari-hari; 2) Pemahaman matematis dibangun
melalui interaksi dan percakapan antar individu; 3) Siswa menggunakan bahasa
untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama, definisi, dan
strategi solusi melalui fase talk; 4) Dalam proses ini terjadi pembentukan ide yang
dirumuskan maupun direvisi; 5) Talking membantu guru mengetahui tingkat
pe-mahaman siswa dalam belajar matematika sehingga dapat mempersiapkan
per-lengkapan pembelajaran yang dibutuhkan.
3. Tahap ketiga, Menulis (Write), Siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya
dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep
yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan
solusi yang diperolehnya. Hal ini sesuai dengan Slavin (2008 :88-89) bahwa
menulis dapat memperlihatkan ide yang dibentuk dari mereka sendiri dengan
menggunakan bahasa dan kata-kata sendiri.
Klein (Slavin 2008 : 255) menyatakan bahwa makin banyak himpunan bukti
mendukung gagasan yang dijelaskan siswa secara tertulis isi yang mereka pelajari
18
proses menulis membantu siswa untuk memahami dan mengingat apa yang telah
dipelajari oleh siswa. Yamin dan Ansari (2008 : 87), yaitu menulis dalam
matematika membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu
pe-mahaman siswa mengenai materi atau konsep yang ia pelajari.
Masih menurut Yamin dan Ansari (2008:88) mengemukakan aktivitas siswa
selama tahap “Write” seperti, 1) Menulis solusi terhadap masalah / pertanyaan
yang diberikan; 2) Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah,
baik penyelesaiannya menggunakan grafik, diagram, atau table agar mudah dibaca
atau ditindaklanjuti; 3) Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada
pe-kerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan; 4) Meyakini bahwa pepe-kerjaannya
yang terbaik, yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya.
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW menurut Yamin dan
Ansari (2008 : 90) yaitu : 1) Guru membagi teks bacaan berupa lembar kerja
siswa yang memuat masalah dan petunjuk beserta prosedur pengerjaannya; 2)
Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara Individual,
untuk kemudian dibawa ke forum diskusi (talk); 3) Siswa berinteraksi dan
ber-kolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan
sebagai mediator lingkungan belajar; 4) Siswa mengonstruksi sendiri pengetahuan
sebagai hasil kolaborasi (write).
Dalam hal ini peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan
strategi TTW ini dikemukakan oleh Silver dan Smith (dalam Yamin dan Ansari,
2008 : 90) sebagai berikut, 1) Mengajukan pertanyaan dan tugas yang
19
secara hati-hati ide siswa; 3) Meminta siswa mengemukakan ide secara lisan dan
tulisan; 4) Memutuskan apa yang digali dan dibawa dalam diskusi; 5)
Me-mutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalanpersoalan,
meng-gunakan model, membimbing, dan membiarkan siswa berjuang dalam kesulitan;
6) Memonitor dan menilai pertisipasi siswa dalam diskusi dan memutuskan kapan
dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.
Berdasarkan uraian diatas, strategi TTW memiliki perbedaan dengan
pembel-ajaran yang lain, seperti : 1) Melibatkan siswa secara langsung dalam tahap
pembelajaran yang terdiri dari berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis
(write) yang dapat me-ningkatkan kemampuan komunikasi dan pemahaman
matematis. 2) Mengonstruksi ide-ide yang diperoleh dari hasil berpikir secara
individu yang akan dibawa pada tahap berdiskusi antar kelompok. 3) Strategi
TTW ini dibentuk dalam kolompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa
yang akan berkelompok pada tahap “talk”. 4) Dalam pembelajaran ini guru dapat
mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika, sehingga dapat
mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang dibutuhkan. 5) Aktivitas siswa
yang terjadi dengan tahap berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis (write)
membantu guru untuk memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi
siswa terhadap ide yang sama.
D. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari masalah sehingga kita
20
dalam kehidupan sehari-hari melainkan dalam pembelajaran seperti halnya
pem-belajaran matematika. Sujono (1988) menjelaskan bahwa masalah matematika
sebagai tantangan bila pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian dan
pe-mikiran yang asli dan imajinasi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka suatu
masalah belum tentu menjadi masalah bagi orang lain atau merupakan hal yang
rutin saja.
Ruseffendi,1991a (Firdaus 2009:1) mengatakan bahwa suatu persoalan itu
merupakan masalah bagi seseorang jika: 1) persoalan itu tidak dikenalnya; 2)
siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun
penge-tahuan siapnya; terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada
jawabannya; 3) sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada
niat untuk menyelesaikannya. Sementara Hudojo (2001 : 163) mengatakan syarat
suatu masalah bagi seorang siswa adalah sebagai berikut : 1) pertanyaan yang
dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut,
namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan bagi siswa tersebut untuk
menjawabnya; 2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin
yang telah diketahui siswa.
Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah seseorang harus
memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan masalah. Berkaitan dengan
ke-mampuan pemecahan masalah matematis sebagaimana di dalam prinsip-prinsip
NCTM (2000) menyatakan bahwa ada empat indikator pemecahan masalah
matematis, yaitu : 1) siswa membangun pengetahuan matematis baru melalui
21
matematika dan dalam bidang lain; 3) siswa menerapkan dan menyesuaikan
berbagai macam strategi yang cocok untuk memecahkan masalah; 4) siswa
me-ngamati dan mengembangkan proses pemecahan masalah matematis.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh
siswa. Bahkan tercermin dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi.
Tun-tutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit dalam
kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan
dan diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai. Dengan demikian,
kemampuan pemecahan masalah merupakan komponen penting dalam
mem-pelajari matematika sehingga dengan sendirinya siswa mampu dan memiliki
kemampuan dasar yang kemudian siswa dapat membuat strategi dalam
me-mecahkan masalah yang lebih efektif.
Kemampuan pemecahan masalah matematis sangat penting sebagaimana
dikatakan oleh Branca (dalam Firdaus, 2009 : 1), kemampuan menyelesaikan
masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, penyelesaian masalah
yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama
dalam kurikulum matematika, serta penyelesaian masalah merupakan kemampuan
dasar dalam pelajaran matematika.
Berkaitan dengan ini, Ruseffendi, 1991b (dalam Firdaus, 2009 : 1),
menge-mukakan beberapa alasan soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada
siswa, 1) dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan
sifat kreatif; 2) disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung dan
22
pernyataan yang benar; 3) dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan
beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru; 4) dapat meningkatkan
aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya; 5) mengajak siswa
memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesis,
dan untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya; 6) merupakan
ke-giatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi
tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.
Berdasarkan uraian diatas, kemmpuan pemecahan masalah matematis merupakan
komponen penting dalam mempelajari matematika yang meliputi metode,
prosedur, dan strategi penyelesaian.
E. Faktor-faktor dalam upaya menumbuhkan kemampuan pemecahan
masalah
Ibrahim (2008 : 99) dalam makalahnya mengatakan bahwa faktor-faktor yang
dianggap penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran matematika dalam
upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah
faktor kemampuan awal, kualifikasi sekolah, perbedaan gender, dan tingkat
kece-masan, karena faktor-faktor ini diduga kuat ikut berinteraksi. Adapun faktor
kemampuan awal, ibrahim (2008 : 97) menyatakan bahwa faktor kemampuan
matematika siap pakai atau kemampuan matematika sebelumnya yang dimiliki
siswa perlu menjadi perhatian. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan antara
intervensi yang harus dipersiapkan guru dengan materi prasyarat serta
23
materi yang disajikan. Maka kemampuan awal perlu diperhatikan mengingat
kemampuan siswa tergolong dalam kelompok atas, sedang, dan bawah.
Faktor kualifikasi sekolah juga berpengaruh secara signifikan dalam kemampuan
pemecahan masalah. Hal ini didasarkan pada makalah Ibrahim 2008, dalam hal
ini peringkat sekolah atau kualifikasi sekolah mempengaruhi dalam menciptakan
proses pembelajaran yang optimal. Faktor perbedaan gender, dalam hal ini
sebagaimana didasarkan pada laporan hasil penelitian Kadarwati, 2009; yang
menyatakan kemampuan dalam matematika siswa perempuan lebih baik
dibandingkan dengan kemampuan dalam matematika siswa laki-laki. Ibrahim
(2008 : 98) menyatakan bahwa perbedaan perilaku, cara berpikir, dan sikap antara
siswa laki-laki dan siswa perempuan memberikan pengaruh yang berbeda
ter-hadap hasil belajaranya.
Faktor tingkat kecemasan juga berpengaruh terhadap hasil belajar, berdasarkan
Ibrahim (2008 : 99) bahwa kecemasan siswa bertambah pada saat menghadapi tes.
Hal ini disebabkan oleh situasi dan suasana tes yang membuat mereka cemas.
Dengan demikian tingkat kecemasan siswa dalam melakukan tes perlu menjadi
perhatian.
F. Kerangka Pikir
Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika. Indikator kemampuan pemecahan masalah
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1) merumuskan masalah / menyusun
24
strategi penyelesaian masalah; dan 4) menguji kebenaran jawaban (looking back).
Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa perlu dilakukan strategi
pembelajaran secara maksimal.
Hal yang memperhatikan dalam kegiatan pembelajaran matematika dialami pada
SMPN 8 Bandar Lampung, guru menyampaikan materi secara langsung, siswa
hanya aktif menerima pelajaran, meskipun terdapat diskusi, diskusi tidak berjalan
dengan baik, yaitu diskusi yang terjadi biasanya hanya melibatkan siswa tertentu.
Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi kurang bermakna dan hasil belajar
yang kurang optimal.
Salah satu strategi pembelajaran yang membawa alam pikiran siswa ke dalam
pembelajaran dan melibatkan siswa secara aktif adalah strategi TTW. Dengan
pembelajaran ini membantu siswa untuk memikirkan dan mengonstuksi ide-ide
yang terjadi pada tahap ”think” dan memungkinkan siswa untuk terampil
ber-bicara dan berkomunikasi dalam matematik yang terjadi pada tahap ”talk” baik
antara siswa maupun dengan guru serta menuliskan hasil dari tahap ”think” dan
”talk” dimana menulis dalam matematika membantu merealisasikan salah satu
tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari.
Aktivitas menulis pada tahap ”write” ini dapat membantu guru dalam memantau
kesalahan dan miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa. Dengan pembalajaran ini
siswa tidak hanya mudah dalam menguasai konsep dan materi pelajaran namun
juga tidak mudah lupa terhadap konsep yang telah diperolehnya tersebut.
Dengan strategi TTW ini siswa diberikan teks bacaan yang dimulai dengan
25
kecil. Dalam penerapannya di kelas, siswa terbagi dalam beberapa kelompok
untuk melaksanakan tahap kedua yaitu ”talk”. Dalam pembelajaran ini guru
ber-peran sebagai fasilitator. Dan interaksi yang tercipta dengan strategi TTW adalah
multi arah, yaitu dari guru ke siswa, siswa ke guru, dan siswa ke siswa.
Dengan adanya rasa ketertarikan pada diri siswa terhadap pelajaran matematika,
maka siswa akan terlibat secara aktif di dalam pembelajaran yang berlangsung.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran akan
berdampak pada pemahaman dan keberagaman dalam menyelesaikan soal
matematika. Dengan begitu guru akan mengetahui masing-masing tingkat
ke-mampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran matematika,
sehingga dapat melakukan pembelajaran selanjutnya dengan menyesuaikan
ke-mampuan tersebut.
G. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII semester
genap SMPN 8 Bandar Lampung memperoleh materi pelajaran matematika yang
sama dan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti pada tiap siswa dianggap
mem-berikan kontribusi yang sama besar dan kemampuan kognitif setiap siswa
di-asumsikan homogen.
H. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Lebih dari atau sama dengan 50% siswa dalam kelas eksperimen tuntas
26
2. Rata-rata nilai pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembela-jaran dengan Stretegi TTW lebih baik daripada rata-rata nilai kemampuan
27
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan di SMPN 8 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2011/2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII berjumlah 254 orang
siswa yang terdistribusi dalam 7 kelas VIIIA-VIIIG dengan kemampuan siswa
merata di dalam setiap kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Cluster
sampling. Menurut Sukardi (2003 : 61) pengambilan sampel ini yakni memilih
sampel bukan didasarkan pada individual tetapi didasarkan pada kelompok,
daerah, ataupun kelas yang secara alami berkumpul bersama. Berdasarkan cara
pengambilan tersebut terpilih siswa kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen dan
siswa kelas VIIIC sebagai kelas kontrol. Pembelajaran pada kelas eksperimen
menggunakan strategi pembelajaran TTW dan pembelajaran pada kelas kontrol
menggunakan strategi pembelajaran langsung.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah
mate-matis siswa melalui strategi TTW. Strategi ini diawali dengan bagaimana siswa
memikirkan materi yang telah dipersiapkan oleh guru, membangun dan
28
telah dibangun dalam pemikiran siswa didiskusikan untuk merefleksikan ide-ide
yang telah disepakati (tahap talk). Dan akhirnya siswa menuliskan rangkuman
dari hasil diskusi dengan bahasa mereka sendiri (tahap write). Sebagaimana
desain ini dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar 3.1Desain Strategi Pembelajaran TTW
Dimodifikasi dari desain pembelajaran oleh Yamin dan Ansari (2008 : 89)
Guru memberikan arahan tentang penjelasan strategi TTW
Diberikan bacaan dan masalah yang berkaitan dengan materi
pembelajaran.
Think, membangun keterampilan
dasar berpikir kritis
Siswa membaca teks dan petunjuk pada LKS
Talk, interaksi antar individu secara kelompok untuk membahas catatan kecil.
Siswa membuat catatan kecil secara individu
Write, siswa mengonstruksi pengetahuan hasil dari think talk secara individu
Guru meminta perwakilan siswa dalam kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya.
Pengambilan kesimpulan dilakukan siswa disertai penguatan oleh guru.
29
Desain penelitian yang digunakan yaitu Posttest only control group design dengan
satu macam perlakuan. Desain ini didasari asumsi bahwa kelompok eksperimen
dan kelompok pembanding yang diambil sudah benar-benar ekuivalen. Desain ini
menurut Furchan (1982 : 355) adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1
Postest Only Control Group Design
Kelas Perlakuan Postest
E X X1
P C X2
Keterangan :
E : Kelas Eksperimen P : Kelas Kontrol
X : Perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW)
C : Perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan strategi pembelajaran langsung
X1 : Skor post-test pada kelas eksperimen X2 : Skor post-test pada kelas kontrol
Untuk mengetahui efektivitas penggunaan strategi Think Talk Write (TTW)
tinjau kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, penelaahan penelitian
di-lakukan pada sekolah yang masih menggunakan pembelajaran langsung
30
C. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes
ke-mampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dilakukan setelah perlakuan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Mengumpulkan data merupakan kegiatan penting dalam suatu penelitian. Dengan
adanya data-data itulah peneliti menganalisisnya untuk kemudian dibahas dan
di-simpulkan dengan panduan serta referensi-referensi yang berhubungan dengan
penelitian tersebut.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk melihat kondisi lapangan atau tempat penelitian
seperti banyak kelas, jumlah siswa, cara guru mengajar, dan karakteristik
siswa.
b. Metode Tes
Metode tes adalah metode pengumpulan data yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan akhir dari suatu perlakuan. Untuk tes yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis berbentuk
esai. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa dalam mengerjakan soal matematika. Tes diberikan sesudah
pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes ini terdiri dari 3
soal yang masing-masing soal memuat kriteria tes yang mampu mengukur
31
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Aspek yang dinilai Reaksi terhadap soal / masalah Skor
Merumuskan masalah / menyusun model matematika
Tidak memahami masalah / tidak menjawab
Tidak memperhatikan syarat-syarat soal / interpretasi soal kurang tepat
Merumuskan masalah / menyusun model matematika dengan baik.
0 1
2
Merencanakan strategi
penyelesaian Tidak ada rencana strategi Strategi yang direncanakan kurang relevan
Menggunakan satu strategi tetapi mengarah pada jawaban yang salah
Menggunakan satu strategi tetapi tidak dapat dilanjutkan
Menggunakan beberapa strategi yang benar dan mengarah pada jawaban yang benar
0
penyelesaian masalah Tidak ada penyelesaian Ada penyelesaian tetapi prosedur tidak jelas
Menggunakan satu prosedur dan mengarah pada
jawaban (looking back) Tidak ada pengujian jawaban Pengujian hanya pada jawaban
Pangujian hanya pada proses
Pengujian pada proses dan jawaban
0
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Observasi awal untuk melihat kondisi lapangan atau tempat penelitian seperti
banyak kelas, jumlah siswa, cara guru mengajar, dan karakteristik siswa.
2. Menentukan populasi dan sampel.
3. Menetapkan materi pelajaran dan menyusun silabus dan rencana pelaksanaan
32
4. Pembuatan instrumen penelitian.
5. Uji coba instrumen penelitian.
6. Melakukan validasi instrumen.
7. Melaksanakan perbaikan instrumen.
8. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen.
9. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kelas kontrol.
10.Menganalisis data.
11.Membuat kesimpulan.
F. Instrumen Penelitian dan Pengembangan
Secara fungsional kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data
yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan
informasi di lapangan. Instrumen dalam penelitian ini adalah seperangkat alat tes
yang digunakan untuk mengambil data dalam suatu penelitian. Tes merupakan
serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok.
Sebelum digunakan, perangkat tes yang telah disusun oleh peneliti dilakukan uji
coba. Namun sebelum diujicobakan, terlebih dahulu dilakukan validasi untuk
me-ngukur validitas dari perangkat tes. Validitas tes yang digunakan dalam penelitian
ini adalah validitas isi dan validitas butir soal yaitu validitas yang dilihat dari segi
isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar, yaitu sejauh mana tes hasil
33
mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran
yang seharusnya di-ujikan.
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan
mem-bandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar dengan tujuan
instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing-masing pelajaran,
apakah hal-hal yang tercantum dalam tujuan intruksional khusus sudah terwakili
secara nyata dalam tes hasil belajar tersebut atau belum. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu
kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII
SMPN 8 Bandar Lampung. Jika penilaian dosen dan guru menyatakan bahwa
perangkat tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator maka tes
tersebut dikategorikan valid.
Setelah perangkat tes dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan. Uji
coba dilakukan diluar sampel penelitian namun masih dalam populasi yang sama
yaitu siswa kelas VIIIA. Setelah diadakan uji coba selanjutnya melakukan
validitas butir soal menggunakan SPSS (lampiran B.4) dari hasil tersebut soal tes
dinyatakan valid. Selanjutnya melakukan analisis hasil uji coba untuk mengetahui
reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.
1. Reliabilitas
Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi,
apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang
34
untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes. Perhitungan reliabilitas tes ini
didasarkan pada pendapat Sudijono (2001) yang menyatakan bahwa untuk
menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu :
dimana:
r11 = Koefisien reliabilitas tes
n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
Si2 = Jumlah varians skor dari tiap butir itemSi2 = Varian total
Reliabilitas dari tes hasil belajar dikatakan tinggi apabila r11 sama dengan atau
lebih dari 0,70. Dari hasil uji coba diperoleh reliabilitas soal yakni r11 = 0,782,
maka soal tersebut memiliki relibilitas yang tinggi.
2. Tingkat Kesukaran (TK)
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Suatu tes diakatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu
tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Seperti yang dikemukakan Sudijono
(dalam Noer, 2010:23) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal
digunakan rumus :
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal
35
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
indeks kesukaran sebagai berikut :
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
Dari perhitungan tes uji coba yang dilakukan didapatkan perhitungan tingkat kesukaran
soal sebagai berikut :
Tabel 3. Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba
No. Soal Tingkat Kesukaran
1. 0,6971 ( Sedang )
2. 0,6041 ( Sedang )
3a. 0,6912 ( Sedang )
3b. 0,6618 ( Sedang )
3. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
membedakan siswa yang berkemampuam tinggi dan siswa yang berkemampuan
rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa
yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.
Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok
atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).
Karno To (dalam Noer, 2010) mengungkapkan menghitung daya pembeda
diten-tukan dengan rumus :
IA JB JA
36
Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu
JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
tertera dalam tabel berikut :
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan didapatkan perhitungan daya
beda soal sebagai berikut :
Tabel 3.5 Daya Beda Tes Uji Coba
No Soal Daya Pembeda
1 0,48 (Baik)
2 0,30 (Baik)
3a 0,63 (Sangat baik)
3b 0,65 (Sangat baik)
Berdasarkan perhitungan diatas, rekapitulasi hasil uji coba soal postes diperoleh
data validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda yang disajikan
37
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Postes.
No Soal Validitas Reliabilitas Kesukaran Tingkat Daya Pembeda
1 Valid
0,782 (Tinggi)
0.69 (Sedang) 0,48 (Baik)
2 Valid 0,60 (Sedang) 0,31(Baik)
3a Valid 0,69 (Sedang) 0,63 ( Sangat Baik)
3b Valid 0,66 (Sedang) 0,65 ( Sangat Baik)
Berdasarkan rekapitulasi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi yaitu 0,782. Setelah dilakukan
uji coba instrumen, soal nomor 1 mengalami revisi keterbacaan agar siswa dapat
memaknai soal dengan baik.
G. Analisis Data
Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari
hasil posttest dianalisis. Data yang digunakan adalah data nilai kemampuan
pemecahan masalah matematis kelas VIII. Data dianalisis dengan menggunakan
uji normalitas, uji homogenitas dan uji kesamaan rata-rata untuk menguji
ke-benaran hipotesis yang diajukan.
1. Uji Normalitas
Setelah mendapat data hasil kemampuan pemecahan masalah yaitu berupa nilai
posttest pokok bahasan prisma dan limas, maka data tersebut diuji kenormalannya
yaitu berfungsi untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak.
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chikuadrat dan SPSS 16.0
38
Hipotesis :
Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Keterangan:
X2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan k = banyaknya kelas interval
Kriteria pengujian, jika X2hitung X2tabel dengan dk = k – 3, dan taraf signifikan
5 %, maka data berdistribusi normal. Kriteria uji kenormalan dengan SPSS 16.0
for wndows yaitu data berdistribusi normal jika nilai sig pada kolom
Kolmogrov-Smirnov > 0,05.
Berdasarkan uji yang telah dilakukan didapat bahwa data berdistribusi normal,
sehingga uji prasyarat dilanjutkan dengan uji homogenitas.
2. Uji Homogenitas Varians
Uji ini untuk mengetahui seragam tidaknya varians yang diambil dari populasi
yang sama (Arikunto, 2005:318). Untuk menguji kesamaan varians dari k buah
kelas (k≥2) populasi, digunakan uji Bartlet (Sudjana, 2005: 261).
Hipotesis :
39
Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh kedua populasi bersifat homogen atau
memiliki varians yang sama.
3. Uji Proporsi
Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut.
H0 :
< 0,50 (persentase siswa tuntas belajar < 50%)H1 :
≥ 0,50 (persentase siswa tuntas belajar ≥ 50%)Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:
n
0,50 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan
Kriteria uji: tolak H0 jika zhitung ≥ z0,5 dengan taraf nyata 5%. Harga z0,5
40
4. Uji Hipotesis
Karena data berdistribusi normal dan kedua kelompok data homogen, maka statistik yang
digunakan dalam pengujian hipotesisi adalah uji-t, dengan hipotesis sebagai berikut
2
= rata-rata skor posstest dengan Strategi pembelajaran TTW
2
= rata-rata skor posstest dengan strategi pembelajaran langsung.
Karena = tetapi tidak diketahui maka statistik yang digunakan adalah:
= ̅ ̅ dengan = ( ) ( )
Keterangan:
̅ = rata-rata nilai posttest kelas eksperimen
̅ = rata-rata nilai posttest kelas kontrol
= simpangan baku
= banyak peserta didik kelas eksperimen
= banyak peserta didik kelas kontrol
= varians kelas eksperimen
22 = varians kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah dengan dk = (n1 + n2 – 2 ) dan taraf kepercayaan 5%
terima Ho jika -t 1 – 1/2α < t < 1 – 1/2α.. (Sudjana, 2005: 239).
41
Hx= <
Hy = >