• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Substitusi Minyak Sawit dan Suhu Pemanasan terhadap Mutu Selai Cokelat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Substitusi Minyak Sawit dan Suhu Pemanasan terhadap Mutu Selai Cokelat"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT DAN SUHU

PEMANASAN TERHADAP MUTU SELAI COKELAT

SKRIPSI

OLEH:

DANNI GINTING

050305048/THP

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT DAN SUHU

PEMANASAN TERHADAP MUTU SELAI COKELAT

SKRIPSI

OLEH:

DANNI GINTING

050305048/THP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Substitusi Minyak Sawit dan Suhu Pemanasan terhadap Mutu Selai Cokelat

Nama : Danni Ginting NIM : 050305048

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing :

Prof. Dr. Zulkifli Lubis, M.App.Sc Mimi Nurminah, STP. M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, M.S Ketua Departemen

(4)

ABSTRAK

Danni Ginting : PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP MUTU SELAI COKELAT

Dibimbing oleh : Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc Mimi Nurminar, STP, M.Si

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi minyak sawit dan suhu pemanasan terhadap mutu selai cokelat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit (K1 = 40 g : 22 g, K2 = 38 g : 24 g, K3 = 36 g : 26 g, K4 = 34 g : 28 g) dan suhu pemanasan (P1 = 50 oC, P2 = 55 oC, P3 = 60 oC, P4 = 65 o

C). Parameter yang diamati meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya oles dan nilai organoleptik warna, aroma dan rasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali kadar air yang berbeda tidak nyata. Suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali kadar air dan nilai

organoleptik warna yang berbeda tidak nyata. Interaksi antara perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit dan suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap semua parameter. Perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit 36 g : 26 g dengan suhu pemanasan 60 oC menghasilkan selai cokelat yang terbaik dan dapat diterima.

Kata kunci : selai cokelat, perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit, suhu pemanasan.

ABSTRACT

Danni Ginting : THE EFFECT OF SUBTITUTION OF PALM OIL AND TEMPERATURE ON THE QUALITY OF CACAO JAM

Supervised by : Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc Mimi Nurminar, STP, M.Si

The aim of this research was to find the effect of the ratio of cocoa powder with palm oil and temperature on the quality of cacao jam. This study was conducted using compeletly randomized design (CDR) with two factor i.e : the ratio of cocoa powder with palm oil (K1 = 40 g : 22 g, K2 = 38 g : 24 g, K3 = 36 g : 26 g, K4 = 34 g :

28 g) and temperature (P1 = 50 oC, P2 = 55 oC, P3 = 60 oC, P4 = 65 oC). Parameters

analyzed were water content, ash content, fat content, spreadness value and organoleptic values of colour, flavor and taste.

The result showed that the ratio of cocoa powder with palm oil had highly significant effect on all parameters except on water content. Temperature had highly significant effect on all parameters except on water content and organoleptic values of colour. The interaction of the ratio of cocoa powder with palm oil and temperature had no significant effect on all parameters. The ratio of cocoa powder with with palm oil of 36 g : 26 g at 60 oC produced the best and more acceptable quality of cocoa jam.

(5)

RIWAYAT HIDUP

DANNI GINTING dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal

20 Desember 1986. Anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Arihta Ginting

dan Ibu Christine br. Sinaga beragama Kristen Katolik.

Pada tahun 1999 lulus dari SD Negeri 122394 Pematang Siantar, pada

tahun 2002 lulus dari SLTP Negeri 2 Pematang Siantar dan pada tahun 2005 lulus

dari SMA Negeri 1 Pematang Siantar. Pada tahun 2005 diterima di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN di Departemen

Teknologi Pertanian program studi Teknologi Hasil Pertanian.

Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PMKS PTPN 3

Tebing Tinggi, Kecamatan Kampung Rambutan, Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Selama mengikuti kuliah, penulis aktif menjadi anggota IMTHP (Ikatan

Mahasiswa Teknologi Pertanian). Penulis juga aktif sebagai anggota IMKA

(Ikatan Mahasiswa Karo).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan augerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Substitusi Minyak Sawit dan Suhu

Pemanasan terhadap Mutu Selai Cokelat” disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi

pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc selaku ketua komisi

pembimbing dan Ibu Mimi Nurminah, STP. M.Si selaku anggota komisi

pembimbing, atas arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama

dalam penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada kedua orangtua

penulis, Bapak Arihta Ginting dan Ibu Christine br. Sinaga, juga kepada

saudara-saudara saya; abang Andi K J. Ginting, adik saya Ersada A Ginting dan Maria

Marissa Ginting dan kepada seluruh kerabat yang telah memberikan doa, kasih

sayang, nasehat dan semangat kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh staf pengajar terkhusus kepada ibu

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS atas semua nasehat dan bantuannya kepada penulis,

kepada semua pegawai tata usaha di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2005 terutama kepada Veronika,

(7)

teman-teman Priuk 37 klan, dan juga kepada Endaiyana Libertyta br. Purba atas

keceriaan, semangat dan motivasinya.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan

dan untuk kepentingan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2011

(8)

DAFTAR ISI

(9)

Penentuan kadar lemak ... 21 Uji organoleptik aroma, warna, dan rasa ... 21 Skema Pembuatan ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perbandingan Tepung Kakao dengan Minyak Sawit

terhadap Parameter yang Diamati ... 25 Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Parameter yang Diamati... 26 Kadar Air

Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit

terhadap kadar air ... 28 Pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar air ... 28 Pengaruh interaksi perbandingan tepung kakao dan

suhu pemanasan terhadap kadar air ... 28 Kadar Abu

Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit

terhadap kadar abu ... 28 Pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar abu ... 30 Pengaruh interaksi perbandingan tepung kakao dan

suhu pemanasan terhadap kadar abu ... 32 Kadar Lemak

Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit

terhadap kadar lemak ... 32 Pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar lemak ... 34 Pengaruh interaksi perbandingan tepung kakao dan

suhu pemanasan terhadap kadar lemak ... 36 Penentuan Daya Oles

Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit

terhadap penentuan daya oles ... 36 Pengaruh suhu pemanasan terhadap

Penentuan daya oles ... 37 Pengaruh interaksi perbandingan tepung kakao dan

suhu pemanasan terhadap penentuan daya oles ... 39 Uji Organoleptik Rasa

Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit

terhadap uji organoleptik rasa ... 40 Pengaruh suhu pemanasan terhadap

uji organoleptik rasa ... 42 Pengaruh interaksi perbandingan tepung kakao dan

suhu pemanasan terhadap uji organoleptik rasa ... 44 Uji Organoleptik Aroma

Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit

terhadap uji organoleptik aroma... 44 Pengaruh suhu pemanasan terhadap

uji organoleptik aroma ... 46 Pengaruh interaksi perbandingan tepung kakao dan

(10)

Uji Organoleptik Warna

Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit

terhadap uji organoleptik warna ... 48

pengaruh suhu pemanasan terhadap uji organoleptik warna ... 50

Pengaruh interaksi perbandingan tepung kakao dan suhu pemanasan terhadap uji organoleptik warna ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 51

Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

7. Pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit terhadap parameter yang diamati ... 25

8. Pengaruh suhu pemanasan terhadap parameter yang diamati ... 27

9. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit terhadap kadar abu ... 29

10. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar abu ... 30

11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit terhadap kadar lemak ... 33

12. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar lemak ... 34

13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit terhadap penentuan daya oles ... 36

14. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan terhadap penentuan daya oles ... 38

15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit terhadap uji organoleptik rasa ... 40

(12)

17. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kakao

dengan minyak sawit terhadap uji organoleptik aroma ... 44

18. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan

uji organoleptik aroma ... 46

19. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kakao

dengan minyak sawit terhadap uji organoleptik warna ... 48

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Skema pembuatan selai cokelat ... 24

2. Histogram pengaruh perbandingan tepung kakao dengan

minyak sawit terhadap kadar abu ... 29

3. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar abu ... 31

4. Histogram pengaruh perbandingan tepung kakao dengan

minyak sawit terhadap kadar lemak ... 33

5. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar lemak ... 35

6. Histogram pengaruh perbandingan tepung kakao dengan

minyak sawit terhadap penentuan daya oles ... 37

7. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap

penentuan daya oles ... 39

8. Histogram pengaruh perbandingan tepung kakao dengan

minyak sawit terhadap uji organoleptik rasa ... 41

9. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap

uji organoleptik rasa ... 43

10. Histogram pengaruh perbandingan tepung kakao dengan

minyak sawit terhadap uji organoleptik aroma ... 45

11. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap

uji organoleptik aroma... 47

12. Histogram pengaruh perbandingan tepung kakao dengan

minyak sawit terhadap uji organoleptik warna... 49

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Air ... 56

2. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Abu ... ... 57

3. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Lemak ... 58

4. Data Pengamatan Analisa Penentuan Daya Oles... 59

5. Data Pengamatan Analisa Organoleptik Aroma ... 60

6. Data Pengamatan Analisa Organoleptik Rasa ... 61

(15)

ABSTRAK

Danni Ginting : PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP MUTU SELAI COKELAT

Dibimbing oleh : Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc Mimi Nurminar, STP, M.Si

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi minyak sawit dan suhu pemanasan terhadap mutu selai cokelat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit (K1 = 40 g : 22 g, K2 = 38 g : 24 g, K3 = 36 g : 26 g, K4 = 34 g : 28 g) dan suhu pemanasan (P1 = 50 oC, P2 = 55 oC, P3 = 60 oC, P4 = 65 o

C). Parameter yang diamati meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya oles dan nilai organoleptik warna, aroma dan rasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali kadar air yang berbeda tidak nyata. Suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali kadar air dan nilai

organoleptik warna yang berbeda tidak nyata. Interaksi antara perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit dan suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap semua parameter. Perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit 36 g : 26 g dengan suhu pemanasan 60 oC menghasilkan selai cokelat yang terbaik dan dapat diterima.

Kata kunci : selai cokelat, perbandingan tepung kakao dengan minyak sawit, suhu pemanasan.

ABSTRACT

Danni Ginting : THE EFFECT OF SUBTITUTION OF PALM OIL AND TEMPERATURE ON THE QUALITY OF CACAO JAM

Supervised by : Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc Mimi Nurminar, STP, M.Si

The aim of this research was to find the effect of the ratio of cocoa powder with palm oil and temperature on the quality of cacao jam. This study was conducted using compeletly randomized design (CDR) with two factor i.e : the ratio of cocoa powder with palm oil (K1 = 40 g : 22 g, K2 = 38 g : 24 g, K3 = 36 g : 26 g, K4 = 34 g :

28 g) and temperature (P1 = 50 oC, P2 = 55 oC, P3 = 60 oC, P4 = 65 oC). Parameters

analyzed were water content, ash content, fat content, spreadness value and organoleptic values of colour, flavor and taste.

The result showed that the ratio of cocoa powder with palm oil had highly significant effect on all parameters except on water content. Temperature had highly significant effect on all parameters except on water content and organoleptic values of colour. The interaction of the ratio of cocoa powder with palm oil and temperature had no significant effect on all parameters. The ratio of cocoa powder with with palm oil of 36 g : 26 g at 60 oC produced the best and more acceptable quality of cocoa jam.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada abad modern hampir semua orang mengenal cokelat yang merupakan

bahan makanan yang banyak digemari masyarakat, terutama bagi anak-anak dan

remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat adalah

kandungan lemak cokelat yang dapat mencair dan meleleh pada suhu tubuh.

Bahan makanan dari cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena di

dalamnya terdapat protein dan lemak serta unsur-unsur penting lainnya. Faktor

pembatas utama konsumsi cokelat sehari-hari oleh masyarakat adalah harganya

relatif tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lainnya. Cokelat dapat

dibentuk menjadi berbagai jenis makanan seperti es krim (ice cream), toffee,

cokelat batang, selai cokelat dan sebagainya.

Menteri Pertanian Suswono, mengatakan sampai tahun 2009 luas tanaman

kakao di Indonesia mencapai 1,54 juta hektar dan menghasilkan 964 ribu ton biji

kakao kering. Perkebunan rakyat mendominasi budi daya kakao nasional, di mana

lebih dari 90 % dari taksiran total luasan pertanaman dan produksi biji kakao

berasal dari kebun yang diusahakan oleh rakyat Sasaran pengembangan kakao

Indonesia terutama diarahkan pada sektor perkebunan rakyat dengan menanam

kakao lindak, sedangkan jenis kakao mulia diusahakan oleh perusahaan

perkebunan.

Tepung cokelat (cocoa powder) juga dapat digunakan sebagai bahan

pembuat kue dan pengoles roti (selai). Di samping itu, ada produk antara yaitu

produk setengah jadi yang kurang dikenal masyarakat, misalnya lemak cokelat

(cocoa butter) yang umumnya digunakan oleh industri farmasi dan kosmetika

(17)

(sebagai bahan dasar pembuat lipstik). Produk cokelat dihasilkan melalui tahapan

dan proses yang relatif panjang.

Selai cokelat dibuat dengan mencampurkan minyak nabati, gula, tepung

cokelat, whey powder, susu full cream, lesitin, dan antioksidan. Jenis minyak yang

biasa digunakan dalam pembuatan selai cokelat adalah minyak sawit.

Minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pangan. Seluruh

dunia nyaris menggantungkan kebutuhannya pada tanaman andalan Indonesia ini.

Benua Eropa bahkan mengonsumsi sebanyak 30% dari total produksi sawit atau

Crude Palm Oil (CPO) Indonesia.

Dari sisi ekonomi, biaya yang dibutuhkan untuk produksi CPO juga jauh

lebih murah daripada tanaman pesaing lainnya. Untuk menghasilkan satu ton CPO

di lahan seluas satu hektar hanya memerlukan biaya sebesar 250 US Dolar.

Sementara minyak kedelai memerlukan investasi senilai 380 US Dolar per ton per

hektar, dan minyak lobak butuh 370 US Dolar. Karena itu tidak heran jika harga

CPO adalah yang paling terjangkau bagi konsumen dunia.

Pada pembuatan produk makanan terutama selai cokelat, minyak sawit

digunakan sebagai pengikat agar komponen diantara bahan makanan padat yang

digunakan dapat menyatu dan juga sebagai pengental sehingga selai cokelat yang

dihasilkan dapat dioleskan pada bahan makanan lainnya. Penggunaan minyak

sawit juga bertujuan untuk mengurangi jumlah penggunaan tepung cokelat dimana

pada penelitian ini jumlah tepung cokelat yang digunakan dikurangi dengan

memanfaatkan minyak sawit sehingga dapat mengurangi biaya produksi.

Pada pembuatan selai cokelat, suhu yang digunakan untuk pemanasan

(18)

dapat dicegah karena pada suhu tersebut minyak sawit yang digunakan sudah

mulai panas dan lemak yang terkandung mencair sehingga minyak tersebut dapat

mengikat bahan-bahan padatan pada pembuatan selai cokelat.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk

mencoba melakukan penelitian tentang Pengaruh Subtitusi Minyak Sawit dan

Suhu Pemanasan Terhadap Mutu Selai Cokelat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Subtitusi Minyak

Sawit dan Suhu Terhadap Mutu Selai Cokelat.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi pada pembuatan selai cokelat yang baik dan

sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Teknologi Hasil

Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

Diduga perbandingan konsentrasi tepung cokelat dengan minyak sawit

memberi pengaruh terhadap mutu selai cokelat, diduga perbedaan suhu

pemanasan memberi pengaruh terhadap mutu selai cokelat dan diduga interaksi

antara perbandingan konsentrasi tepung cokelat dan minyak sawit dengan suhu

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Cokelat (Theobroma cacao L.)

Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao

oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di

bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan

teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya

sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995).

Berdasarkan daerah asalnya, tanaman kakao tumbuh di bawah naungan

pohon-pohon yang tinggi. Habitat seperti itu masih dipertahankan dalam budi

daya kakao dengan menanam pohon pelindung. Kakao mutlak membutuhkan

naungan sejak tanam sampai umur 2 - 3 tahun. Tanaman muda yang kurang

naungan pertumbuhannya akan terlambat. Tanaman ini juga tidak tahan angin

kencang sehingga tanaman pelindung (penaung) dapat berfungsi sebagai penahan

angin (Poedjiwidodo, 1996).

Tanaman kakao terdiri dari 2 (dua) tipe yang dibedakan berdasarkan atas

warna bijinya, warna putih termasuk ke dalam grup Criollo, sedangkan biji ungu

termasuk grup Forastero. Walaupun spesies tanaman yang ada cukup banyak,

pada umumnya kakao dibagi 2 (dua) tipe antara lain:

a. Criello :

1. Criollo Amerika Tengah

2. Criollo Amerika Selatan

b. Forastero :

1. Forastero Amazone

(20)

2. Trinitario (merupakan hibrid Criollo dan Forastero)

(Nasution, 1976).

Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L.

(Poedjiwidodo, 1996).

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara

22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini

diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai

iklim tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua

menemukan dan membawanya ke Spanyol (Poedjiwidodo, 1996).

Penaung kakao sangat diperlukan dalam mengatur intensitas penyinaran

sinar matahari, tinggi suhu, kelembaban udara, menahan angin, menambah unsur

hara dan organik, menekan tumbuhan gulma, dan memperbaiki struktur tanah.

Intensitas sinar matahari untuk tanaman muda yang berumur 12 - 18 bulan sekitar

30 – 60 %. Sedangkan untuk tanaman yang sudah produktif, intensitas

penyinaran adalah 50 – 75 % (Susanto, 1994).

Kakao dibawa oleh orang Spanyol ke Indonesia sekitar tahun 1560 melalui

(21)

tanaman campuran di pekarangan, dan baru dikembangkan secara luas pada tahun

1820. Pada tahun 1845 tanaman ini terserang penggerek buah kakao (PBK) dan

karena ditanam tanpa naungan maka umur tanaman hanya mencapai 12 tahun

(Poedjiwidodo, 1996).

Varietas dari hasil persilangan secara alamiah Criollo dan Trinitario

dijumpai di Jawa, Sumatera, Suriname, Costa Rica, Panama, Venezuela, Timur,

dan Granada. Dari tipe Trinitario inilah maka dikembangkan sebagai klon,

sehingga lahirlah klon-klon DR ( Djati Runggo). Dengan penemuan klon-klon DR

ini, maka perkebunan di Jawa Tengah kini berkembang sampai ke Jawa Timur,

Sumatera dan daerah lainnya ( Wood, 1987).

Jenis Criollo dan Trinitario serta persilangan keduanya dikenal sebagai

penghasil kakao mulia (fine cacao). Pada biji kakao jenis ini tidak ditemukan

pigmen ungu, setelah difermentasi dan dikeringkan, biji berwarna cokelat muda,

dan bila disangrai memberi aroma yang kuat. Jenis Forastero dikenal sebagai

penghasil biji kakao lindak (bulk cacao) atau kakao curah. Biji buah segar

berwarna ungu, setelah mengalami proses fermentasi dan pengeringan biji

berwarna cokelat tua dan bila disangrai aromanya kurang kuat bila dibandingkan

dengan kakao mulia (Hudayah, 1985).

Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena

sifatnya yang khas, yaitu : (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi

(55 %), di mana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu

kamar, akan tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao

mengandung komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam

(22)

Produk-produk industri cokelat dibuat berdasarkan pemanfaatan kedua

sifat biji kakao tersebut, yang umumnya berupa bubuk cokelat (cocoa powder)

atau lemak cokelat (cocoa butter). Kedua produk ini terutama lemak cokelat

adalah bahan yang sangat diperlukan pada industri makanan, farmasi, dan

kosmetika (Viskil, 1980).

Penggunaan biji kakao dalam industri makanan juga mempunyai

keuntungan-keuntungan karena flavor khas kakao sangat digemari konsumen dan

flavor kakao dapat dikombinasikan dengan flavor lain yang kurang enak

(De Zaan, 1975).

Cokelat mempunyai alkoloid seperti theobromin dan phenethylamin yang

memiliki efek fisiologi tubuh manusia yaitu aphrodisial (rasa senang). Selain itu

juga mengandung Flavanoid apicatelin dan asam galat yang dapat mencegah

penyakit jantung dan memiliki aktivitas anti oksidan sehingga dapat mencegah

oksidasi LDL, sebagai anti karsinogen kandungan asam palmitat yang diserap

sangat lambat, asam stearat dan asam oleat dibuktikan tidak dapat meninggikan

level LDL kolesterol (De Zaan, 1975).

Tepung Cokelat

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 45/2009 disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan tepung cokelat adalah produk dari tanaman cokelat

berbentuk bubuk yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan sebagian

lemaknya dengan atau tanpa perlakuan alkalisasi. Alkalisasi adalah proses

penambahan suatu bahan alkalis yang sesuai dengan biji cokelat dengan tujuan

(23)

Fermentasi dan penyangraian biji mengakibatkan sifat-sifat citarasa bubuk

cokelat berbeda-beda misalnya intensitas cocoa flavor, rasa pahit, astringent dan

keasaman. Acidifikasi biji cokelat oleh asam asetat selama fermentasi berlangsung

sangat penting untuk pengembangan flavor/citarasa. Perubahan-perubahan ini

termasuk peptida-peptida dan asam-asam amino. Fermentasi juga menyebabkan

berkurangnya polifenol terlarut dan pada tahap ini juga terjadi pengurangan/

pengeluaran theobromin dan kafein serta komponen-komponen volatil (alkohol,

ester dan aldehid). Penyangraian menyebabkan pengembangan aroma spesifik

cokelat dengan adanya reaksi Maillard, karamelisasi gula, degradasi protein dan

pembentukan komponen volatil seperti pyrazin yang merupakan salah satu

komponen flavor yang diinginkan (Janner, 2010).

Biji kakao baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi dan

dikeringkan kemudian disangrai dan selanjutnya digiling untuk menghasilkan

pasta cokelat dan pasta cokelat dipres untuk membuat lemak dan bungkil kakao.

Kemudian bungkil kakao digiling dan diayak sehingga dihasilkan bubuk cokelat.

Proses penyangraian biji cokelat yang difermentasi maupun yang tidak

difermentasi diduga mempengaruhi mutu dan citarasa tepung cokelat

(Janner, 2010).

Tepung cokelat dari biji yang difermentasi termasuk tepung natural yang

memberikan warna cenderung lebih terang daripada tepung cokelat dari biji non

fermentasi. Tepung cokelat natural cocok digunakan dalam industri roti dan

pembuatan selai; sementara bubuk dengan pH di atas 6,0 biasanya digunakan

(24)

Syarat mutu tepung cokelat (cocoa powder) sebagai berikut :

Tabel 1. Syarat mutu tepung cokelat

Parameter Uji Satuan Syarat Mutu

Keadaan :

Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2000

Komponen dan Manfaat Minyak Sawit

Minyak sawit yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan minyak

sawit bermerk Filma yang di proses dengan menggunakan teknologi tinggi

sehingga tidak mengandung kolesterol. Filma mengandung asam lemak tak jenuh,

Omega 9 dan Omega 6. Asam lemak tak jenuh dapat membantu menjaga kadar

kolesterol sebagaimana adanya. Omega 6 adalah asam lemak esensial yang

diperlukan tubuh. Filma berwarna kuning keemasan berasal dari kandungan Beta

(25)

dengan Sistem Pemurnian Terintegrasi Penuh sehingga menghasilkan minyak

goreng berkualitas jernih bernutrisi (Janner, 2010).

Minyak kelapa sawit mempunyai prospek yang lebih baik dari minyak

nabati lain pada masa mendatang karena beberapa faktor antara lain :

1. Produktivitas minyak sawit cukup tinggi dibandingkan dengan minyak

nabati lainnya.

2. Sebagai tanaman tahunan, kelapa sawit lebih mudah beradaptasi dengan

lingkungannya dibandingkan dengan tanaman semusim seperti kedelai dan

bunga matahari.

3. Ditinjau dari kesehatan, minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan jika

dibandingkan dengan minyak nabati lainnya karena mengandung beta

karoten sebagai pro-vitamin A dan vitamin E.

4. Produk oleokimia yang berbahan baku minyak sawit lebih aman, karena

sifat dasarnya yang dapat dimakan dan ramah terhadap lingkungan dan

mudah diuraikan (bio-degradable)

(Wikipedia, 2008).

Spesifikasi Minyak Sawit

Spesifikasi merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak apakah

minyak itu bermutu baik atau tidak, adapun spesifikasi pada minyak Sawit antara

(26)

Tabel 2. Spesifikasi minyak sawit

%AKG

Lemak Total 11g 20%

Lemak Jenuh 5g 24%

Kolesterol 0mg 0%

Protein 0mg 0%

Karbohidrat 0g 0%

Natrium 0g 0%

Vitamin E >50%

Sumber : Wikipedia, 2008

Deskripsi Selai Cokelat

Di Amerika Serikat selai didefenisikan sebagai suatu bahan pangan

setengah padat yang dibuat kurang dari 45% dari bagian berat zat penyusun sari

buah dan 55% dari bagian berat gula. Campuran ini dikentalkan sampai mencapai

kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65%. Zat warna dan cita rasa dapat

ditambahkan (Desrosier, 2008).

Selai atau jam adalah makanan setengah padat yang dibuat dari

buah-buahan ataupun produk olahan lain seperti lemak kacang untuk selai kacang,

mentega cokelat dan tepung cokelat untuk pembuatan selai cokelat, campuran ini

yang akan ditambahkan dengan gula pasir, yang menghasilkan kandungan total

padatan minimal 65%. Syarat selai yang baik adalah mudah dioleskan dan

mempunyai aroma dan rasa buah asli (Margono, et al., 2007).

Selai cokelat dibuat dengan mencampurkan minyak nabati, gula, tepung

(27)

biasa digunakan dalam pembuatan selai cokelat adalah minyak sawit. Minyak

sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya terdiri atas 35 -

40% asam palmitat, 38 - 40% oleat dan 6 - 10% asam linolenat serta kandungan

mikronutriennya seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol dan fitosterol. Di

samping itu keunggulan minyak sawit sebagai minyak makan adalah tidak perlu

dilakukan parsial hidrogenasi untuk pembuatan margarin dan minyak goreng

(deep frying fat), trans-fatty acid rendah, dan unit cost murah. Klaim produk

minyak sawit sebagai produk sehat telah banyak dilakukan penelitian mendasar,

sehingga klaim unggulannya mempunyai dasar yang kuat. Meskipun minyak

sawit mengandung MUFA (Omega 9) cukup tinggi, kandungan asam lemak

jenuhnya (palmitat) juga tinggi yaitu 40%. Namun, asam palmitat yang ada dalam

minyak sawit mempunyai nilai positif karena dapat menurunkan kolesterol LDL

(Muchtadi, 2000).

Bahan yang Ditambahkan dalam Pembuatan Selai Cokelat

Gula pasir

Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis

meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi gula bersifat untuk menyempurnakan

rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula,

memiliki kemampuan mengurangi kelembapan relatif (ERH) dan daya mengikat

air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan

(Buckle, et al., 1987).

Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering

digunakan adalah krisal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan

(28)

(yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim hidrolisis asam) menyimpan energi

yang akan digunakan oleh sel. Dalam istilah kuliner, gula adalah tipe makanan

yang diasosiasikan dengan salah satu rasa dasar, yaitu manis (Janner, 2010).

Garam

Garam dapur terkandung unsur sodium dan clor dengan rumus kimia

NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling mempengaruhi salinitas laut dan

cairan ekstraseluler pada banyak organisme multiseluler. Sebagai komponen

utama pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan

pengawet makanan. Unsur sodium ini penting untuk mengatur keseimbangan

cairan di dalam tubuh (Widayanto, 2009).

Fungsi penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa yaitu untuk

menetralkan rasa pahit dan rasa asam, membangkitkan selera dan mempertajam

rasa manis, selain itu garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, higroskopik

dan dapat terurai menjadi Na+ dan Cl- yang meracuni sel mikroba dan mengurangi

kelarutan oksigen (Purba dan Rusmarilin, 1985).

Penambahan garam pada produk tertentu dapat berfungsi untuk

meningkatkan cita rasa dari produk itu sendiri. Kebutuhan garam sebagai

pemantap cita rasa adalah sebanyak 2-5 % dari total bahan bakunya

(Suprapti, 2000).

Natrium benzoat

Natrium benzoat merupakan butiran atau serbuk putih, tidak berbau dan

bahan ini dapat ditambahkan langsung ke dalam bahan makanan atau dilarutkan di

(29)

Turunan pH medium akan menaikkan proporsi asam yang tidak

terdisosiasi. Karena asam yang tidak terdisosiasi penentu utama peranan

pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat bahan makanan

dengan pH rendah (Tranggono, et al., 1990).

Benzoat umumnya digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan

bakteri dengan konsentrasi 0,05-0,10 %. Efektifitas atau daya menghambat

natrium benzoat adalah dengan mengganggu cairan nutrisi sel atau sel mikroba

dan mengganggu keaktifan enzim yang ada pada sel (Buckle, et al., 1987).

Lesitin

Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang

pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk membuat kedua

cairan tersebut dapat bercampur diperlukan zat pengemulsi (emulsifying agent)

sehingga sediaan emulsi dapat stabil. Zat pengemulsi diantaranya adalah lesitin

(Ansel,1989).

Lesitin adalah phospolipid yang merupakan komponen essensial dari

membran sel dan pada prinsipnya terdapat pada berbagai varietas makhluk hidup.

Pada kenyataannya, lesitin banyak ditemukan dalam tanaman-tanaman seperti

kedelai, kacang tanah, biji kapas, bunga matahari, dan jagung. Lesitin banyak

digunakan dalam industri pangan sebagai zat pendispersi, pengemulsi dan

penstabil (stabilizing agent) (Wade, 1994).

Lesitin (phospatidil kolin) dengan komponen utamanya kolin, adalah zat

gizi penting yang ditemukan secara luas pada berbagai pangan dan tersedia

(30)

sejumlah spesies hewan dan akhir-akhir ini terbukti esensial juga pada manusia

(Priantary, 2011).

Lesitin mengandung sekitar 13 % kolin berdasar berat. Lesitin juga zwiter

ion, mempunyai muatan positif pada atom N kolin dan muatan negatif pada atom

O dari grup phospat. Lesitin dapat bersifat polar (bagian kolin) dan non polar

(bagian asam lemak) sehingga sangat efektif sebagai emulsifier (Priantary, 2011).

Lesitin dan phospolipid lain mengandung komponen hidrofobik dan

hidrofilik yang digunakan sebagai sifat fungsional dalam pengolahan pangan.

Lesitin dapat digunakan sebagai emulsifier, fat replacer, mixing/blending aid,

release agent (Priantary, 2011).

Susu bubuk

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan ole

dapat mencerna makanan padat. Susu binatang (biasanya

menjadi berbagai produk seperti

Susu bubuk adalah

bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu

disimpan d

banyak sekali ditemukan di negara-negara berkembang karena biaya transportasi

dan penyimpanannya sangat murah (karena tidak membutuhkan pendingin).

Susu bubuk dianggap tidak mudah rusak dikarenakan sedikitnya kandungan air

(bakteri sangat cepat berkembangbiak pada makanan yang basah atau minuman).

(31)

aroma serta meningkatkan nilai gizi dari produk selai cokelat yang dihasilkan

(Wikipediab, 2008).

Jenis susu bubuk yang banyak dikenal di masyarakat antara lain susu

bubuk full cream. Susu bubuk full cream merupakan susu yang paling mudah

dalam hal penyimpanan dan mudah bercampur ke dalam air hangat

(suam-suam kuku). Kandungan susu bubuk full cream merupakan sumber protein

yang baik bagi badan kita. Susu bubuk full cream dapat diaplikasikan dalam

minuman kopi atau teh sebagai ganti krimer. Adapun aplikasi yang lain dapat

dicampur untuk pembuatan cokelat, selai roti, kue kering, permen, es krim dan

(32)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April 2011 di

Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung cokelat dan

minyak sawit Filma yang diperoleh dari pasar tradisional Simalingkar Medan.

Bahan tambahan yang digunakan adalah susu krim, lesitin dan natrium benzoat.

Reagensia

Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades dan hexan.

Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci,

alumunium foil, spatula, baskom, erlenmeyer, hot plate, beaker glass, mixer,

desikator, sendok, gelas, piring, timbangan, corong, kertas label, botol selai,

soxhlet, oven.

(33)

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancang Acak Lengkap (RAL)

faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:

Faktor I : Perbandingan Tepung Cokelat dengan Minyak Sawit

K1 = 40 g : 22 g

K2 = 38 g : 24 g

K3 = 36 g : 26 g

K4 = 34 g : 28 g

Faktor II : Suhu Pemanasan

P1 = 50 oC

P2 = 55 oC

P3 = 60 oC

P4 = 65 oC

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah

ulangan (n) adalah sebagai berikut :

Tc (n-1) ≥ 15

16 (n-1) ≥ 15

16n - 16 ≥ 15

16n ≥ 15

n ≥ 1,93 ……… dibulatkan menjadi n = 2

(34)

Model Rancangan (Bangun, 2001)

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial

dengan model :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Ŷijk : Hasil Pengamatan dari Faktor K dari taraf ke-i dan Faktor P

pada taraf ke–j dengan ulangan k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari Faktor Konsentrasi NaOH (K) pada taraf ke–i

βj : Efek dari Faktor Suhu Pemanasan (P) pada Taraf ke–j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke–i dan faktor P pada

taraf ke–j

εijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke–i dan faktor P pada

taraf ke–j dalam ulangan ke-k.

Pelaksanaan Penelitian

1. Dicampurkan tepung cokelat (40 g, 38 g, 36 g dan 34 g) bersama minyak

sawit (22 g, 24 g, 26 g, 28 g) dari total 183 g bahan, kemudian diaduk

sampai kedua bahan tercampur.

2. Dimasukkan ke dalam panci.

3. Dimasukkan susu (70 ml), gula pasir (50 g), dan garam (0,5 g) dari total

183 g bahan.

4. Dipanaskan dengan suhu ( 50 oC, 55 oC, 60 oC, 65 oC ) sambil dimixer

selama 15 menit sampai kental dan tidak melekat di wajan.

5. Dimasukkan natrium benzoat 0,3 g dan lesitin 0,2 g

(35)

7. Disimpan didalam wadah tertutup.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap

parameter :

1. Kadar Air (%)

2. Kadar Abu (%)

3. Kadar Lemak (%)

4. Daya Oles

5. Uji Organoleptik (Warna, Aroma, dan Rasa) (Numerik)

Parameter Penelitian

Penentuan Kadar Air (%) ( AOAC, 1984 )

Ditimbang bahan sebanyak 5 gam dan dimasukkan ke dalam aluminium

foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan bahan dalam

oven pada suhu 1050 C selama 4 jam lalu dimasukkan dalam desikator selama

15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dimasukkan kembali di dalam oven selama

30 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.

Perlakuan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan. Pengurangan berat

merupakan banyaknya air yang telah diuapkan dari bahan dengan perhitungan:

Kadar Air (%) = Berat awal – Berat akhir x 100 % Berat awal

Penentuan Kadar Abu (%) (Sudarmadji, et al., 1989)

Disiapkan cawan pengabuan, kemudian bakar dalam tanur, didinginkan

(36)

tersebut, kemudian letakkan dalam tanur pengabuan, dibakar sampai didapat abu

berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap, pertama suhu 4000 C dan kedua

pada suhu 5500 C. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dan

dihitung kadar abunya dengan rumus :

Kadar Abu (%) = Berat abu akhir x 100 % Berat sampel

Penentuan Kadar Lemak (%) (Sudarmadji, et al., 1989).

Kadar lemak ditentukan dengan dengan cara ekstraksi dengan soxhlet.

Contoh sebanyak 5 gam dikeringkan di dalam oven 70o C sampai mencapai berat

konstan, kemudian dimasukkan ke dalam selonsong yang terbuat dari kertas

saring dan ditutup. Selonsong yang telah berisi bahan dimasukkan ke dalam alat

soxhlet yang berisi pelarut heksan dan diekstraksi selama 5 - 6 jam, lalu selonsong

dikeluarkan dari alat soxhlet. Heksan yang telah digunakan dalam proses ekstraksi

dipindahkan ke dalam beaker glass yang telah diketahui berat awalnya. Beaker

glass kemudiaan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40o C sampai mencapai

berat stabil kemudiaan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan

ditimbang. Selisih antara beaker glass awal dan beaker glass akhir setelah

didesikator adalah berat lemak pada bahan.

Kadar Lemak (%) = a x 100% b

Keterangan : a = berat lemak b = berat awal contoh

Penentuan Daya Oles (Sudarmadji, et al., 1989).

Penentuan uji daya oles dilakukan dengan uji hedonik. Caranya, contoh

(37)

mengoleskan masing-masing sampel pada roti lalu dilakukan penilaian

berdasarkan kriteria pada tabel :

Tabel 3. Skala Uji Hedonik Daya Oles Selai Cokelat

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Halus

- sangat halus : hanya dengan sekali oles langsung rata dan menempel pada

permukaan roti

- halus : masih terdapat patahan jika dioleskan pada roti

- agak halus : hasil olesan selai tidak rata pada permukaan roti

- tidak halus : selai susah dioleskan dengan rata pada permukaan roti

Penentuan Uji Organoleptik Aroma, Warna, dan Rasa (Soekarto, 1985).

Penentuan uji organoleptik aroma, warna, dan rasa dilakukan dengan uji

kesukaan terhadap 10 panelis dengan ketentuaan sebagai berikut:

Tabel 4. Skala Uji Hedonik Aroma Selai Cokelat

Skala hedonik Skala numerik

(38)

Tabel 5. Skala Uji Hedonik Warna Selai Cokelat

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Cokelat

Cokelat

Agak Cokelat

Tidak Cokelat

4

3

2

1

Tabel 6. Skala Uji Hedonik Rasa Selai Cokelat

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat suka

Suka

Agak Suka

Tidak Suka

4

3

2

(39)

SKEMA PEMBUATAN

Gambar 1. Skema pembuatan selai cokelat.

Dicampurkan tepung cokelat bersama minyak sawit kemudian diaduk sampai kedua bahan tercampur

Dimasukkan ke dalam baskom bersama dengan susu (70 ml), gula pasir (50 g) dan garam (0,5 g)

Dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk sampai kental selama 15 menit dan ditambahkan natrium

benzoat ( 0,3 g) dan lesitin (0,2 g)

Di mixer selama + 15 menit sampai kental dan tidak melekat diwajan

Diangkat dan didinginkan selama 15 menit

Disimpan di dalam wadah tertutup Perbandingan T.Cokelat

dengan M. Sawit (K) K1 = 40 g : 22 g K2 = 38 g : 24 g K3 = 36 g : 26 g K4 = 34 g : 28 g

Suhu (P)

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung cokelat dengan

minyak sawit dan suhu pemanasan memberikan pengaruh terhadap mutu selai

coklat yang dihasilkan dan dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pengaruh Perbandingan Tepung Cokelat dengan Minyak Sawit terhadap Parameter yang Diamati

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit memberikan pengaruh

terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya oles, dan uji organoleptik

terhadap aroma, warna,dan rasa.

Tabel 7. Pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap parameter yang diamati

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung cokelat dengan

minyak sawit memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Persentase

kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (perbandingan tepung cokelat

dengan minyak sawit 34 g : 28 g) yaitu sebesar 41,800 % dan terendah terdapat

pada K1 (perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit 40 g : 22 g) yaitu

sebesar 41,525 %, kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (perbandingan

tepung cokelat dengan minyak sawit 40 g : 22 g) yaitu sebesar 9,000 % dan

terendah terdapat pada K4 (perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

(41)

34 g : 28 g) yaitu sebesar 7.667 %, kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan

K4 (perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit 40 g : 22 g) yaitu sebesar

27.791 % dan terendah terdapat pada K1 (perbandingan tepung cokelat dengan

minyak sawit 34 g : 28 g) yaitu sebesar 24,960 %, daya oles tertinggi terdapat

pada perlakuan K4 (perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

34 g : 28 g) yaitu sebesar 3.450 dan terendah terdapat pada K1 (perbandingan

tepung cokelat dengan minyak sawit 40 g : 22 g) yaitu sebesar 2.738, dan uji

organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (perbandingan tepung

cokelat dengan minyak sawit 34 g : 28 g) yaitu sebesar 3.100 dan terendah

terdapat pada K1 (perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit 40 g : 22 g)

yaitu sebesar 3.000, aroma tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (perbandingan

tepung cokelat dengan minyak sawit 34 g : 28 g) yaitu sebesar 3.113 dan terendah

terdapat pada K1 (perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit 40 g : 22 g)

yaitu sebesar 2.575, rasa tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (perbandingan

tepung cokelat dengan minyak sawit 34 g : 28 g) yaitu sebesar 3.050 dan terendah

terdapat pada K1 (perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit 40 g : 22 g)

yaitu sebesar 2.925.

Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Parameter yang Diamati

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa suhu

pemanasan memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak,

(42)

Tabel 8. Pengaruh suhu pemanasan terhadap parameter yang diamati

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa suhu pemanasan memberikan pengaruh

terhadap parameter yang diamati. Persentase kadar air tertinggi terdapat pada

perlakuan P1 (suhu pemanasan 50 oC) yaitu sebesar 42.350 % dan terendah

terdapat pada P3 dan P4 (suhu pemanasan 60 oC dan 65 oC) yaitu sebesar

40.975 %, kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (suhu pemanasan 60 oC)

yaitu sebesar 9 % dan terendah terdapat pada P1 (suhu pemanasan 50 oC) yaitu

sebesar 8.083%, kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (suhu

pemanasan 65 oC) yaitu sebesar 26,876 % dan terendah terdapat pada P1 (suhu

pemanasan 50 oC) yaitu sebesar 25.168 %, daya oles tertinggi terdapat pada

perlakuan P2 (suhu pemanasan 55 oC) yaitu sebesar 3.313 dan terendah terdapat

pada P4 (suhu pemanasan 65 oC) yaitu sebesar 2.875, aroma tertinggi terdapat

pada perlakuan P4 (suhu pemanasan 65 oC) yaitu sebesar 3.063 dan terendah

terdapat pada P1 (suhu pemanasan 50 oC) yaitu sebesar 2,750, dan uji organoleptik

(numerik) warna tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (suhu pemanasan 50 oC)

yaitu sebesar 3,063 dan terendah terdapat pada P4 (suhu pemanasan 65 oC) yaitu

sebesar 3.025, rasa tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (suhu pemanasan 65 oC)

yaitu sebesar 3.050 dan terendah terdapat pada P1 (suhu pemanasan 50 oC) yaitu

sebesar 2.938.

Hasil analisa statistik analisa untuk masing-masing parameter yang

(43)

Kadar Air

Pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap kadar air

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa

perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air selai cokelat yang dihasilkan, sehingga uji

dengan LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar air

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa suhu

pemanasan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air

selai cokelat yang dihasilkan, sehingga uji dengan LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu pemanasan terhadap kadar air

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa

interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu

pemanasan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air

selai cokelat yang dihasilkan, sehingga uji dengan LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Abu

Pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap kadar abu

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa

perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit memberikan pengaruh berbeda

sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu selai cokelat yang dihasilkan. Hasil

(44)

dengan minyak sawit terhadap kadar abu untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 9 berikut :

Tabel 9 . Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap kadar abu

Perlakuan LSR Perbandingan Tepung Cokelat Rataan (%)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda nyata terhadap K2

dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K2 berbeda

sangat nyata dengan perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata

dengan perlakuan K4. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu

sebesar 9,000 % dan terendah terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 7,667 %.

Hubungan antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

(45)

Dari Gambar 2 dapat dilihat, semakin sedikit konsentrasi tepung cokelat

maka kadar abu akan semakin menurun. Konsentrasi tepung cokelat yang tinggi

akan menyebabkan kadar abu pada selai cokelat akan semakin tinggi, sehingga

kadar abu yang diperoleh adalah bekas dari pembakaran tepung cokelat yang

digunakan, ini mengakibatkan kadar abu akan semakin kecil apabila konsentrasi

minyak sawitnya semakin tinggi dan konsentrasi tepung cokelatnya semakin

rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Janner (2010) yang menyatakan bahwa

semakin sedikit tepung cokelat yang digunakan dalam suatu produk maka nilai

kadar abu yang diperoleh akan semakin kecil. Didalam 100 gram tepung cokelat

mengandung 4 gram mineral, 400 mg potasium, 15 mg magnesium, 50 mg

kalsium, 375 mg posfor, 12 mg sodium, dan sedikit flour.

Pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar abu

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa suhu

pemanasan selai cokelat memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar abu selai cokelat yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR

menunjukkan pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar abu untuk tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :

Tabel 10 . Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar abu

Perlakuan LSR Suhu Pemanasan (P) Rataan

(%)

(46)

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata

terhadap P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan

berbeda sangat nyata terhadap P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan P4. Kadar Abu tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 9 %

dan terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 8.083 %.

Hubungan antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar abu

Dari Gambar 3 dapat dilihat, semakin tinggi suhu pemanasan maka kadar

abu akan semakin meningkat. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa

semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin banyak sisa pengabuan dari bahan.

Dapat dilihat pada perlakuan dengan suhu 50 oC, kadar abu pada bahan lebih

sedikit daripada dengan menggunakan suhu 65 oC. Hal ini terjadi karena suhu

pemanasan memberikan pengaruh terhadap kadar abu, sehingga diperoleh pada

produk yang diberikan pemanasan paling tinggi (65 oC), akan menyisakan

kandungan mineral yang besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Janner (2010)

yang menyatakan suhu pemanasan akan memberikan pengaruh terhadap kadar abu

(47)

dalam suatu bahan, hal ini disebabkan suhu pemanasan akan menyebabkan

senyawa organik kompleks dalam selai cokelat akan terdegradasi dalam bentuk

senyawa organik yang lebih sederhana dan hal ini mempermudah pengeluaran air

dan ekstraksi lemak.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu pemanasan terhadap kadar abu

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa

interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu

pemanasan selai cokelat memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar abu selai cokelat yang dihasilkan, sehingga uji dengan LSR tidak

dilanjutkan.

Kadar Lemak

Pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap kadar lemak

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa

perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit memberikan pengaruh berbeda

sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak se;ai cokelat yang dihasilkan. Hasil

pengujian dengan uji LSR menunjukkan pengaruh perbandingan tepung cokelat

dengan minyak sawit terhadap kadar lemak untuk tiap-tiap perlakuan dapat

(48)

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap kadar lemak

Perlakuan LSR Perbandingan Tepung Cokelat Rataan (%)

Notasi

0.05 0.01 dengan Minyak Sawit (K) 0.05 0.01

- - - 40 g : 22 g 24,960 c C

2 0,839 1,115 38 g : 24 g 25,001 c C

3 0,881 1,214 36 g : 26 g 26,501 b B

4 0,903 1,244 34 g : 28 g 27,791 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan K2, K3 dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan K4.

Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 27,791 dan

terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 24,960.

Hubungan antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:

Gambar 4. Histogram pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap kadar lemak.

Dari Gambar 4 dapat dilihat, semakin rendah konsentrasi tepung cokelat

dan semakin tinggi konsentrasi minyak yang digunakan pada pembuatan selai

(49)

cokelat, maka kadar lemak akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena

minyak sawit memiliki kandungan lemak yang tinggi. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Kristott (2003) yang dikutip Rhamadan (2007), yang menyatakan

bahwa minyak sawit memiliki asam lemak palmitat dalam jumlah yang cukup

besar dibandingkan minyak jagung dan minyak kacang tanah.

Pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar lemak

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa suhu

pemanasan selai cokelat memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar lemak selai cokelat yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji

LSR menunjukkan pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar lemak untuk

tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar lemak

Perlakuan LSR Suhu Pemanasan (P) Rataan

(%)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata

terhadap P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan

berbeda sangat nyata terhadap P4. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan

P4. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 26,876 dan

(50)

Hubungan antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini:

Gambar 5. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar lemak

Dari Gambar 5 dapat dilihat, semakin tinggi suhu pemanasan maka kadar

lemak akan semakin meningkat. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa

semakin tinggi suhu pemanasan maka kandungan lemak dari tepung cokelat dan

minyak sawit akan mulai meningkat jika temperaturnya dinaikkan, jumlah

penggunaan minyak sawit pada pembuatan produk juga menentukan konsentrasi

kadar lemak yang dihasilkan. Semakin tingginya suhu pemanasan pada

pembuatan produk maka kadar lemaknya juga semakin tinggi. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Kristott (2003) yang dikutip Rhamadan (2007), yang

menyatakan bahwa minyak sawit memiliki asam lemak palmitat dalam jumlah

yang cukup besar, asam lemak palmitat memiliki titik leleh yang tinggi sehingga

akan meningkatkan total kandungan lemak pada produk yang dihasilkannya.

(51)

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu pemanasan terhadap kadar lemak

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa

interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu

pemanasan selai cokelat memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar lemak selai cokelat yang dihasilkan, sehingga uji dengan LSR tidak

dilanjutkan.

Penentuan Daya oles

Pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap daya oles

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa suhu

pemanasan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap daya oles

selai cokelat yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR menunjukkan

perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap daya oles untuk

tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13 Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap daya oles

Perlakuan LSR Perbandingan Tepung Cokelat Rataan (Numerik)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata

terhadap P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P3

(52)

tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3,450 dan terendah terdapat

pada perlakuan P1 yaitu sebesar 2,738.

Hubungan antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

terhadap daya oles dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini:

Gambar 6. Histogram pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap daya oles

Dari Gambar 6 dapat dilihat, pada konsentrasi tepung cokelat paling tinggi

dan konsentrasi minyak sawit paling rendah menghasilkan nilai daya oles yang

paling rendah dan pada perlakuan dimana konsentrasi minyak sawit paling tinggi,

memiliki nilai daya oles paling bagus. Hal ini menjelaskan bahwa minyak sawit

berfungsi sebagai pengikat bahan, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak

sawit yang digunakan maka viskositas dari selai cokelat akan semakin rendah,

sehingga selai cokelat yang dihasilkan menjadi semakin lembut. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Kumara (2003), minyak yang digunakan pada produk-produk

coklat akan memberikan sifat kemudahan mengalir dan mencegah kelengketan

(53)

Pengaruh suhu pemanasan terhadap daya oles

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa suhu

pemanasan selai cokelat memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap daya oles selai cokelat yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR

menunjukkan pengaruh suhu pemanasan terhadap daya oles untuk tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14 berikut :

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan terhadap daya oles

Perlakuan LSR Suhu Pemanasan (P) Rataan

(Numerik)

Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - 50 oC 3.313 a A

2 0,839 1,155 55 oC 3.238 ab AB

3 0,881 1,214 60 oC 3.063 bc AB

4 0,903 1,244 65 oC 2.875 c B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata

terhadap P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3 dan

berbeda sangat nyata terhadap P4. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan

P4. Daya oles tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3.313 dan

(54)

Hubungan antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

terhadap daya oles dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini:

Gambar 7. Grafik pengaruh suhu pemanasan terhadap daya oles

Dari Gambar 7 dapat dilihat, semakin tinggi suhu pemanasan maka daya

oles akan semakin menurun. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa

semakin tinggi suhu pemanasan maka selai cokelat yang dihasilkan memiliki

daya oles yang jelek. Hal ini menjelaskan bahwa suhu pemanasan sangat

mempengaruhi viskositas dari produk. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Rhamadan (2007) yang menyatakan bahwa, suhu pengadukan krim pengisi coklat

pada 45 oC mampu menghasilkan krim pengisi coklat yang sesuai dengan

viskositas standar perusahaan. Sedangkan suhu 55 oC terlalu tinggi untuk

memproduksi krim pengisi coklat.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu pemanasan terhadap daya oles

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa

interaksi antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit dan suhu

(55)

pemanasan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya oles

selai cokelat yang dihasilkan, sehingga uji dengan LSR tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Rasa

Pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap uji organoleptik rasa

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa

perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit memberikan pengaruh berbeda

sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik rasa selai cokelat yang dihasilkan.

Hasil pengujian dengan uji LSR menunjukkan pengaruh perbandingan tepung

cokelat dengan minyak sawit terhadap rasa untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 15 berikut :

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap uji organoleptik rasa

Perlakuan LSR Perbandingan Tepung Cokelat Rataan (Numerik)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 tidak berbeda nyata

terhadap K2 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K2

berbeda sangat nyata dengan perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 tidak berbeda

nyata dengan perlakuan K4. Warna tertinggi terdapat pada perlakuan K3 yaitu

sebesar 3,550 dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 1,850.

Hubungan antara perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit

(56)

Gambar 8. Histogram pengaruh perbandingan tepung cokelat dengan minyak sawit terhadap uji organoleptik rasa

Dari Gambar 8 dapat dilihat menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi tepung cokelat dan semakin rendahnya konsentrasi minyak sawit

maka cita rasa selai cokelat yang dihasilkan semakin baik. Pada perlakuan yang

menggunakan konsentrasi minyak sawit yang paling tinggi, hasilnya kurang

disukai oleh panelis. Hal ini dijelaskan sebagai berikut, semakin tinggi konsentrasi

minyak sawit yang digunakan maka rasa cokelat yang diharapkan pada pembuatan

selai cokelat semakin menurun. Selai cokelat yang dihasilkan memiliki citarasa

minyak sawit, namun karena citarasa yang diharapkan dalam pembuatan selai

cokelat adalah rasa cokelat maka nilai uji organoleptiknya menurun. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Ketaren (1987), yang menyatakan bahwa, pada pembuatan

beberapa produk, minyak dan lemak umumnya mempunyai flavour yang tidak

enak, sehingga harus digunakan dalam jumlah yang pas.

(57)

Pengaruh suhu pemanasan terhadap uji organoleptik rasa

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa suhu

pemanasan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji

organolepti rasa selai cokelat yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR

menunjukkan pengaruh suhu pemanasan terhadap rasa untuk tiap-tiap perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 17 berikut :

Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pemanasan terhadap uji organoleptik rasa

Perlakuan

LSR

Suhu Pemanasan (P) Rataan (Numerik)

Notasi

0.050 0.010 0.05 0.01

- - - 50 oC 2.613 c C

2 0.109 0.151 55 oC 2.825 b B

3 0.115 0.158 60 oC 3.025 a A

4 0.118 0.162 65 oC 3.088 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan P3 dan P4. Perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Rasa

tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3,088 dan terendah terdapat

Gambar

Tabel 1. Syarat mutu tepung cokelat Parameter Uji
Tabel 2. Spesifikasi minyak sawit
Tabel 3. Skala Uji Hedonik Daya Oles Selai Cokelat
Tabel 5. Skala Uji Hedonik Warna Selai Cokelat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi suhu dan lama pengeringan dalam pembuatan teh hijau daun kakao tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan buah naga merah dengan sirsak memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar vitamin C, kadar serat kasar,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan buah naga merah dengan sirsak memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar vitamin C, kadar serat kasar,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat

Perbandingan tepung terigu dengan tepung talas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, pertambahan volume, uji organoleptik (aroma

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan buah naga merah dengan sirsak memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar vitamin C, kadar serat kasar,

persentase gula memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p&lt;0,01) terhadap kadar air, kadar abu dan memberi pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar serat