• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Political Efficacy Pada Peran Gender Maskulin, Feminin, Androgin, dan Undifferentiated.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Political Efficacy Pada Peran Gender Maskulin, Feminin, Androgin, dan Undifferentiated."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN POLITICAL EFFICACY PADA PERAN GENDER MASKULIN, FEMININ, ANDROGINI, DAN UNDIFFERENTIATED

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

YENNI MERDEKA SAKTI 051301059

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Perbedaan Political Efficacy Pada Peran Gender Maskulin, Feminin, Androgin, dan Undifferentiated

Yenni Merdeka Sakti dan Rika Eliana

ABSTRAK

Political efficacy adalah perasaan bahwa perubahan sosial dan politik dapat dilakukan melalui keterlibatan individu secara langsung untuk mendapatkan perubahan tersebut. Political efficacy dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik demografis yaitu gender, namun yang menjadi latar belakang penelitian political efficacy ini lebih pada variabel peran gender dari seseorang yang terlibat dalam political efficacy, apakah dia maskulin, feminin, androgini atau undifferentiated.

Penelitian ini melibatkan 142 orang anggota partai politik kota Medan sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik nonprobability dengan metode incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisis varians (ANOVA). Alat ukur yang digunakan adalah Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender.

Hasil analisa data menunjukkan ada perbedaan political efficacy pada peran gender maskulin, feminin, androgin, dan undifferentiateddengan nilai p= 0,002. Perbedaan yang signifikan dalam political efficacy terlihat dari peran gender maskulin dan undifferentiated (p = 0,07) serta antara peran gender androgini dan undifferentiated (p = 0,49). Sementara itu hasil tambahan membuktikan ada perbedaan signifikan political efficacy ditinjau dari lamanya bergabung dalam partai politik

Kata kunci: political efficacy, peran gender

 

 

 

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya peneliti berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Political Efficacy Pada Peran Gender Maskulin, Feminin, Androgin, dan Undifferentiated ”

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana (S-1) pada Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku tercinta, terima kasih atas semua kasih sayang, dorongan, doa dan pengorbanannnya selama ini, mempersembahkan ini merupakan suatu kebahagiaan, semoga berkenan dan menjadi kebanggaan.

Terima kasih setulus-tulusnya juga saya sampaikan atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama proses penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Bapak Feri Novliadi, M.Si dan Ibu Lili Garliah, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji skripsi ini. Terima kasih atas perhatiannya, masukannya dan bimbingannya.

4. Ibu Eka Ervika, S. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik beserta Bapak dan Ibu Dosen lainnya atas curahan ilmu pengetahuan selama masa studi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, November 2009

[Peneliti]

 

 

 

 

 

 

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………...………... i

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR ISI………. vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Perumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Sistematika Penulisan... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Political Efficacy... 11

1. Pengertian political efficacy... 12

2. Komponen political efficacy... 12

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Political Efficacy... 13

4. Kaitan political efficacy dengan partisipasi politik... 14

B. Peran Gender... 17

1. Pengertian Peran Gender... 17

2. Orientasi Peran Gender... 20

3. Bem Sex Role Inventory (BSRI)... 22

(6)

D. Hipotesis Penelitian………... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian………... 36

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………... 36

1. political efficacy………... 37

2. Peran Gender…....………... 37

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel………...……... 38

1. Populasi dan Sampel... 41

2. Teknik Pengambilan sampel... 42

D. Alat ukur yang digunakan... 42

1. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif... 43

2. Skala Peran Gender ... 44

E. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Beda Aitem... 44

1. Uji Validitas... 45

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur... 44

3. Uji Daya Beda Aitem... 46

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 47

1. Skala political efficacy ... 48

2. Skala Peran Gender ... 49

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 50

(7)

2. Pelaksanaan Penelitian... 51

3. Pengolahan Data Penelitian... 52

H. Metode Analisa Data... 53

1. Uji Normalitas... 53

2. Uji Homogenitas... 54

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data...………. 55

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 55

2. Hasil Penelitian... 56

3. Kategorisasi Skor Penelitian... 57

B. Pembahasan... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 78

B. Saran...………... 79

1. Saran Metodologis... 79

2. Saran Praktis... 80

DAFTAR PUSTAKA...………... 81

 

 

 

(8)

Perbedaan Political Efficacy Pada Peran Gender Maskulin, Feminin, Androgin, dan Undifferentiated

Yenni Merdeka Sakti dan Rika Eliana

ABSTRAK

Political efficacy adalah perasaan bahwa perubahan sosial dan politik dapat dilakukan melalui keterlibatan individu secara langsung untuk mendapatkan perubahan tersebut. Political efficacy dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik demografis yaitu gender, namun yang menjadi latar belakang penelitian political efficacy ini lebih pada variabel peran gender dari seseorang yang terlibat dalam political efficacy, apakah dia maskulin, feminin, androgini atau undifferentiated.

Penelitian ini melibatkan 142 orang anggota partai politik kota Medan sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik nonprobability dengan metode incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisis varians (ANOVA). Alat ukur yang digunakan adalah Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender.

Hasil analisa data menunjukkan ada perbedaan political efficacy pada peran gender maskulin, feminin, androgin, dan undifferentiateddengan nilai p= 0,002. Perbedaan yang signifikan dalam political efficacy terlihat dari peran gender maskulin dan undifferentiated (p = 0,07) serta antara peran gender androgini dan undifferentiated (p = 0,49). Sementara itu hasil tambahan membuktikan ada perbedaan signifikan political efficacy ditinjau dari lamanya bergabung dalam partai politik

Kata kunci: political efficacy, peran gender

 

 

 

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejarah perpolitikan di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya mencatat bahwa perempuan memang dipandang terlambat terlibat di dunia politik. Keterlibatan perempuan dalam politik termasuk rendah, banyak perempuan yang tidak berkeinginan untuk terjun ke dunia politik dan lebih memilih pekerjaan profesional, seperti di bidang kedokteran, bisnis, dan PNS (Usman, 2009). Keterlibatan perempuan dalam politik seperti dalam kegiatan pemilihan, pencalonan kursi legislatif dapat dikatakan tidak sebanding dengan pria. Hal ini dapat dilihat pada pemilu 2004, hanya 65 orang perempuan yang terpilih menjadi anggota DPR, dari 550 kursi yang tersedia. Dengan demikian, hanya berkisar 11,8 persen keberadaan perempuan mendapat porsi dalam wilayah politik yang lebih luas (Suseno, 2009). Angka itu masih terlalu kecil jika kita bandingkan jumlah perempuan Indonesia sebanyak 101.628.816 orang atau sekitar 51 persen dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2005).

(10)

Namun, kuota 30% tersebut sulit dicapai akibat sebagian besar perempuan masih enggan untuk terjun dalam bidang politik (Suseno, 2009).

Beberapa alasan yang dapat menjelaskan rendahnya partisipasi politik perempuan antara lain persepsi yang kurang baik terhadap politik, sebagian perempuan masih memandang politik sebagai sesuatu yang kotor dan kasar sehingga tidak cocok bagi perempuan. Rendahnya pemahaman terhadap politik dan aktivitas politik praktis membutuhkan alokasi waktu yang banyak, kekuatan fisik, intelektualitas, bahkan kekuatan finansial yang besar (Suseno, 2009).

Salah satu karakteristik psikologis yang dapat memprediksi partisipasi politik adalah political efficacy (Seligson 1980; Cohen et.al 2001, Fox &Lawless 2005). Political efficacy sendiri terkait dengan konsep umum yang dikemukakan oleh

Bandura (1986) tentang Self efficacy. Self efficacy dapat di definisikan sebagai penilaian mengenai seberapa baik seseorang dapat menampilkan perilaku yang dibutuhkan untuk mengatasi situasi atau tugas tertentu. Penilaian ini berpengaruh kuat terhadap pilihan-pilihan individu, usaha, ketekunan serta emosi yang dikaitkan dengan tugas. Konsep self efficacy merupakan elemen penting dari teori sosial kognitif tentang proses belajar, dimana pembelajar mengarahkan langsung proses belajar mereka.

Political efficacy memiliki hubungan timbal balik dengan partisipasi

(11)

didorong oleh adanya suatu keyakinan atau kepercayaan bahwa ia mampu melakukan perubahan secara politik.

Campbell, Gurin dan Miller (1954) mendefinisikan political efficacy sebagai perasaan bahwa perubahan sosial dan politik dapat dilakukan melalui keterlibatan individu secara langsung untuk mendapatkan perubahan tersebut. Political efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki individu bahwa dirinya

dapat mendatangkan suatu perubahan. Selanjutnya Catt (2005) menjelaskan political efficacy sebagai kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya untuk

memahami politik, untuk didengar dan untuk membuat perubahan politik. Political efficacy merupakan persepsi individual apakah seseorang itu dapat

mempengaruhi proses kebijakan (Sellingson 1980; Cohen et.al 2001; Fox & Lawless 2005). Political efficacy adalah perasaan individu mengenai kemampuan yang ia miliki untuk mengerti politik dan keberhasilan yang mereka dapatkan ketika terlibat dalam proses politik (Miller et. al dalam Dimitrova et. al, 2009).

Political efficacy mencakup dua komponen terpenting (Converse, 1972),

(12)

Faktor-faktor yang mempengaruhi political efficacy yaitu pendidikan, informasi politik dan gender ( Wu, 2003). Gender di definisikan sebagai suatu gambaran sifat, sikap dan perilaku laki-laki dan perempuan (Sahrah, 1996). Laki-laki digambarkan sebagai individu yang rasional dan memiliki kemampuan memimpin (Sahrah, 1996). Selanjutnya Raven dan Rubin (1983) menambahkan tentang sifat agresif, bebas, dominant, objektif, tidak emosional dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi merupakan ciri-ciri sifat yang dimiliki oleh laki-laki. Menurut Sahrah (1996) menggambarkan perempuan sebagai individu yang sensitif, berhati-hati dan suka menyenangkan orang lain.

Terkait dengan keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam dunia politik, laki-laki dituntun untuk lebih berperan dan terlibat secara aktif daripada perempuan, hal ini disebabkan bahwa laki-laki dianggap lebih tinggi unsur maskulinnya. Di dalam masyarakat sendiri terdapat anggapan bahwa politik adalah permainan kaum laki-laki (Verba, Burns, & Scholzman, 1997). Adanya nilai-nilai pada masing-masing budaya yang menyatakan bahwa politik adalah permainan laki-laki membatasi peran perempuan untuk terlibat langsung dalam kegiatan partisipasi politik. Anggapan dimasyarakat bahwa politik terkait dengan karakteristik laki-laki dan maskulin, maka politik juga dapat kita kaitkan dengan peran gender individu.

(13)

harapan yang menetapkan bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir, bertingkah laku dan berperasaan (Santrock, 2003).

Bem (1981) menyatakan ada dua model orientasi peran gender dalam menjelaskan feminitas dan maskulinitas, yaitu model tradisional dan model non tradisional. Model tradisional memandang feminimitas dan maskulinitas sebagai suatu dikotomi. Sedangkan model non-tradisional memandang feminitas dan maskulinitas bukanlah suatu dikotomi, sehingga memungkinkan untuk pengelompokkan yang lain yang disebut androgini, dimana seorang perempuan atau laki-laki bisa memiliki ciri-ciri feminitas sekaligus ciri-ciri maskulinitas. Feldman (1990) mengemukakan beberapa karakteristik feminin yaitu emosional, subjektif, tidak logis, suka mengeluh dan merajuk, lemah, putus asa, mudah tersinggung, tergantung pada orang lain. Sedangkan maskulin digambarkan memiliki karakteristik agresif, mandiri, tidak emosional, objektif, tidak mudah dipengaruhi orang lain, dapat mengambil keputusan, percaya diri, logis, kompetitif dan ambisius (Broveman dalam Nauly 2003). Karakteristik peran gender androgini merupakan perpaduan dari karakteristik maskulin dan feminin.

(14)

akhirnya peran gender akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan harapan yang dibentuk oleh lingkungan sosialnya.

Berbagai penelitian mengenai partisipasi politik terkait dengan peran gender salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Hansen (1997),

(15)

akan kemampuannya untuk terlibat dalam memahami politik. Penelitian- penelitian di atas mencoba menggambarkan peran gender terkait dengan jenis kelamin individu.

Penelitian-penelitian di atas memperlihatkan perbedaan peran gender dalam keterkaitannya dengan partisipasi politik. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat perbedaan political efficacy pada peran gender maskulin, feminin, androgini, dan undifferenciated pada diri individu.

B. PERUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang yang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu, apakah ada perbedaan political efficacy pada peran gender maskulin, feminin, androgini dan undifferentiated ?.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan political efficacy pada peran gender maskulin, feminin, androgini dan

(16)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya temuan dalam bidang psikologi sosial mengenai political efficacy dan peran gender. b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan bagi

penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan political efficacy yang terkait dengan peran gender.

2. Manfaat Praktis

a. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa ada perbedaan political efficacy ditinjau dari peran gender maskulin, feminin, androgini, dan undifferenciated dan dapat diketahui peran gender manakah yang lebih mempengaruhi political efficacy.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memprediksi keterlibatan politik khususnya anggota partai politik terkait dengan political efficacy dan peran gender.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

(17)

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang definisi political efficacy, komponen political efficacy, faktor-faktor yang

mempengaruhi political efficacy serta peran gender. Bab ini juga mengemukakan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai gambaran umum dan karakteristik dari subjek penelitian serta bagaimana analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa statistik. Kemudian pada bab ini juga dibahas mengenai interpretasi data yang ada serta data tambahan dengan menggunakan SPSS 15.0 For Windows yang kemudian data-data tersebut akan diuraikan kedalam pembahasan.

(18)
(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

Berbicara mengenai sikap politik, maka istilah political efficacy adalah istilah yang sering digunakan. Political efficacy sendiri terkait dengan konsep umum yang dikemukakan oleh Bandura (1986) tentang Self efficacy. Self efficacy dapat di definisikan sebagai penilaian mengenai seberapa baik seseorang dapat menampilkan perilaku yang dibutuhkan untuk mengatasi situasi atau tugas tertentu. Penilaian ini berpengaruh kuat terhadap pilihan-pilihan individu, usaha, ketekunan serta emosi yang dikaitkan dengan tugas. Konsep self efficacy merupakan elemen penting dari teori sosial kognitif tentang proses belajar, dimana pembelajar mengalami proses belajar secara langsung.

Teori Bandura ini dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang dan aktifitas. Dalam bidang politik kepercayaan individu umumnya dikaitkan dengan pengalaman langsung individu terlibat dalam partisipasi politik atau persepsi tentang partisipasi politik berdasarkan pengalaman orang lain (Schulz, 2005).

A. POLITICAL EFFICACY 1. Definisi Political efficacy

Political efficacy dalam pandangan tradisional adalah persepsi yang

dimiliki seseorang tentang dirinya dan kemampuannya untuk mempengaruhi politik pada situasi tertentu (Barner-Barry dan Rosenwein, 1991). Political efficacy didefinisikan sebagai perasaan bahwa tindakan individu dalam bidang

(20)

politik (Campbell, Gurin dan Miller 1954). Political efficacy merupakan persepsi individual apakah seseorang itu dapat mempengaruhi proses kebijakan (Sellingson 1980; Cohen et.al 2001; Fox & Lawless 2005). Political efficacy adalah perasaan individu mengenai kemampuan yang ia miliki untuk mengerti politik dan keberhasilan yang mereka dapatkan ketika terlibat dalam proses politik (Miller et al dalam Dimitrova et al, 2009). Selanjutnya Catt (2005) menjelaskan political efficacy sebagai kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya untuk

memahami politik, untuk didengar dan untuk membuat perubahan politik.

Pengertian political efficacy yang digunakan dalam penelitian ini yaitu persepsi dan kepercayaan yang dimiliki seseorang tentang kemampuannya dalam memahami politik, untuk didengar dan untuk membuat perubahan politik (Sellingson 1980; Cohen et.al 2001; Fox & Lawless 2005; Catt 2005).

2. Komponen Political efficacy

Converse (1972) mengemukakan ada 2 komponen yang dapat digunakan untuk mengukur political efficacy, yaitu :

a. Internal efficacy, mengacu pada keyakinan tentang kompetensi seseorang untuk memahami dan berpartisipasi secara efektif dalam politik. b. Eksternal efficacy, mengacu pada keyakinan tentang kemampuan

merespon dari kekuasaan pemerintah dan institusi terhadap aspirasi masyarakat (Converse,1972; Craig et al.,1979).

(21)

setidaknya sedikit perbedaan. Lebih jauh Finkel (1985) dan Pollock (1983) menemukan bahwa adanya pengaruh positif dari internal efficacy dalam beberapa bentuk partisipasi seperti voting dan kampanye.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Political efficacy

Wu (2003) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi political efficacy yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan variabel penting yang berhubungan dengan political efficacy. Fakta membuktikan secara konsisten bahwa orang

dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan cenderung untuk berpartisipasi dalam politik dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah (Almond & Verba,1963; Lipset,1981; Stone & Schaffner, 1988).

b. Informasi politik

Individu yang memiliki informasi tentang apa yang dilakukan oleh pemerintah cenderung lebih mau terlibat dalam politik (Bobo & Gilliam, 1990; Stone & Schaffner, 1988).

c. Gender

(22)

4. Kaitan Political Efficacy Dengan Partisipasi Politik

Partisipasi politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka (Nie & Verba 1974). Definisi yang lebih terperinci tentang partisipasi politik dikemukakan oleh Huntington dan Nelson (1990) yang menyatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi dan dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh warga negara baik secara individu maupun berkelompok dan dimaksudkan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi politik antara lain, faktor sosial ekonomi, faktor fisik dan lingkungan, faktor nilai budaya serta faktor subyektif individu (Surbakti, 1992; Budiarjo, 1985; Almond & Verba, 1999).

(23)

diantaranya political disafection dan political efficacy. Political efficacy telah lama dinyatakan sebagai konsep yang erat hubungannya dengan partisipasi politik (Campbell et al., 1954). Lebih jauh dinyatakan bahwa political efficacy adalah salah satu karakteristik psikologis yang dapat dijadikan prediktor bagi partisipasi politik (Seligson 1980; Cohen et.al 2001, Fox & Lawless 2005). Banyak ilmuan politik mencatat bahwa orang dengan level political efficacy yang tinggi akan lebih berpartisipasi dalam kegiatan politik yang lebih beragam (Finkel, 1985; Milbrath, 1965; Rosenstone & Hansen, 1993).

a. Landasasan Partisipasi Politik

Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik ini menjadi :

1) kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.

2) kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.

3) lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.

4) partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan 5) golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi

(24)

hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.

b. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Huntington dan Nelson (1990) membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :

1) Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu

2) Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu 3) Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik

selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah

4) Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan

(25)

Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.

Partisipasi politik yang berlangsung dalam skala subjektif individu terlihat dalam aktifitas-aktifitas politiknya antara lain, menduduki jabatan politik, menjadi anggota aktif/pasif dalam sebuah partai politik, menjadi partisan dalam rapat umum ataupun demonstrasi, mengikuti diskusi politik informal, serta menjadi partisipan dalam pemungutan suara (Rush, 2005)

B. PERAN GENDER 1. Pengertian Peran Gender

(26)

istilah biologis, orang-orang dilihat sebagai pria atau wanita tergantung dari organ-organ dan gen-gen jenis kelamin mereka.

Sebaliknya menurut Basow (1992), peran gender merupakan istilah psikologis dan kultural, diartikan sebagai perasaan subjektif seseorang mengenai ke-pria-an (maleness) atau kewanitaan (femaleness).

Brigham (1986) lebih menekankan terhadap konsep stereotipe di dalam membahas mengenai peran gender, dan menyebutkan bahwa peran gender merupakan karakteristik status, yang dapat digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti yang digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti yang digunakan terhadap status-status yang lain seperti ras, kepercayaan, dan usia.

Sementara peran gender sebagai sebuah karakteristik memiliki determinan lingkungan yang kuat dan berkaitan dengan dimensi maskulin versus feminin (Stewart & Lykes dalam Saks dan Krupat, 1998). Ketika berbicara mengenai gender, beberapa konsep berikut ini turut terlibat di dalamnya :

a. Gender role (peran gender), merupakan definisi atau preskripsi yang berakar pada kultur terhadap tingkah laku pria atau wanita.

b. Gender identity (identitas gender), yaitu bagaimana seseorang mempersepsi dirinya sendiri dengan memperhatikan jenis kelamin dan peran gender. c. Serta sex role ideology (ideologi peran-jenis kelamin), termasuk di

(27)

jenis kelamin dan peran gender berangkat dari pentingnya untuk membedakan antara aspek-aspek biologi dengan aspek-aspek sosial di dalam menjadi pria atau wanita. Bahkan yang paling sering terjadi adalah bahwa orang-orang mengasumsikan kalau perbedaan kepribadian dan sikap yang tampak antara pria dan wanita sangat berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin (Basow, 1992).

Jika kita menyamakan antara gender dan peran gender dapat mengarahkan keyakinan bahwa perbedaan trait-trait dan tingkah laku antara pria dan wanita mengarah langsung kepada perbedaan secara biologis. Sementara jika kita membedakan konsep gender dan peran gender akan membantu kita untuk menganalisa keterkaitan yang kompleks antara gender dan peran gender secara umum. Ini yang membuat sangat penting untuk membedakan antara gender dengan peran gender.

Unger (dalam Basow, 1992) menyebutkan bahwa dalam psikologi baru mengenai gender dan peran gender, ke-pria-an dan ke-wanita-an dilihat lebih sebagai konstruk sosial yang dikonfirmasikan melalui gaya karakteristik gender dalam penampilan diri dan distribusi antara pria dan wanita ke dalam peran-peran dan status sosial yang berbeda, dan dipertahankan oleh kebutuhan-kebutuhan intrapsikis terhadap konsistensi diri dan kebutuhan untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai sosial.

(28)

daripada gender di dalam mempelajari tingkah laku pria dan wanita di dalam suatu konteks sosial.

Peran gender adalah pola tingkah laku yang diangap sesuai untuk masing-masing gender yang didasarkan pada harapan masyarakat. Menurut Myers (1996), peran gender merupakan suatu set tingkah laku yang diharapkan (berupa norma) untuk pria dan wanita. Hal ini meliputi sikap dan juga pola tingkah laku yang dianggap cocok untuk pria dan wanita, dikaitkan dengan ciri-ciri feminin dan maskulin sesuai dengan yang diharapkan dalam masyarakat.

2. Orientasi Peran Gender

Bem (dalam Basow, 1992) menyatakan bahwa terdapat dua model orientasi peran gender di dalam menjelaskan mengenai maskulintas dan feminitas, dalam kaitannya dengan laki-laki dan perempuan, yaitu model tradisional dan model non tradisional (Nauly, 2003).

a. Model tradisional memandang feminitas dan maskulinitas sebagai suatu dikotomi. Model tradisonal menyebutkan bahwa maskulinitas dan feminitas merupakan titik-titik yang berlawanan pada sebuah kontinum yang bipolar. Pengukuran yang ditujukan untuk melihat maskulinitas dan feminitas menyebabkan derajat yang tinggi dari maskulinitas yang menunjukkan derajat yang rendah dari feminitas; begitu juga sebaliknya, derajat yang tinggi dari feminitas menunjukkan derajat yang rendah dari maskulinitas (Nauly, 2003).

(29)

gender seseorang. Seorang pria akan memiliki penyesuaian diri yang

positif jika ia menunjukkan maskulinitas yang tinggi dan feminitas yang rendah. Dan sebaliknya, seorang wanita yang, memiliki penyesuaian diri yang positif adalah wanita yang menunjukkan feminitas yang tinggi serta maskulinitas yang rendah (Nauly, 2003).

Model tradisional dengan pengukuran yang bersifat bipolar ini memiliki konsekuensi, yaitu dimana individu-individu yang memiliki ciri-ciri maskulinitas dan feminitas yang relatif seimbang tidak akan terukur, sehingga menimbulkan reaksi dengan dikembangkannya model yang bersifat non tradisional (Nauly, 2003). Model ini dapat digambarkan secara sederhana melalui gambar di bawah ini yang menjelaskan konseptualisasi dari maskulinitas-feminitas sebagai sebuah dimensi atau kontinum tunggal yang memiliki ujung yang berlawanan.

Maskulin Feminin Gambar 1. Model Tradisional

b. Pandangan nontradisonal menyatakan bahwa maskulinitas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, dimana masing-masing merupakan dimensi yang independen.

(30)

atau perempuan yang dapat memiliki ciri maskulinitas sekaligus ciri-ciri feminitas. Model non tradisional ini dikembangkan sekitar tahun 1970-an oleh sejumlah penulis (Bem, 1974; Const1970-antinople, 1973; Spence, Helmrich & Stapp, 1974) yang menyatakan bahwa maskulinitas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, karena masing-masing merupakan dimensi yang independen.

Model ini dapat dijelaskan secara sederhana melalui gambar di bawah ini. Di sini dijelaskan bahwa konseptualisasi maskulinitas-feminitas digambarkan sebagai dimensi yang terpisah.

Tipe Feminin Tipe Androgini

MASKULIN

Undifferentiated Tipe Maskulin

FEMININ

Gambar 2. Model Nontradisonal

Berdasarkan pandangan ini, Sandra Bem (dalam Basow, 1992) mengklasifikasikan tipe peran gender menjadi 4 bagian, yaitu :

1) Sex-typed

(31)

yang mendapat skor tinggi pada feminitas dan mendapat skor rendah pada maskulinitas.

2) Cross sex-typed

Yaitu laki-laki yang mendapat skor tinggi pada feminitas dan skor rendah pada maskulinitas. Sedangkan pada perempuan, yang memiliki skor yang tinggi pada maskulinitas dan skor yang rendah pada feminitas.

3) Androginy

Yaitu laki-laki dan perempuan yang mendapat skor tinggi baik pada maskulinitas maupun feminitas.

4) Undifferentiated

Yaitu laki-laki dan perempuan yang mendapat skor rendah baik pada maskulinitas dan feminitas.

Berdasarkan konsep ini, Bem (dalam Santrock, 2003) kemudian mengembangkan alat ukur yang disebut Bem Sex Role Inventory (BSRI). Alat tes ini terdiri dari 60 kata sifat, 20 diantaranya merupakan kata sifat yang menunjukkan karakteristik maskulin (karakteristik instrumental), 20 kata sifat lainnya menujukkan karakteristik feminin (karakteristik ekspresif) dan sisanya menunjukkan karakteristik yg tidak berkaitan dengan peran gender namun diharapkan oleh masyarakat untuk dimiliki oleh tiap individu.

Melalui BSRI, individu diklasifikan dalam hal kepemilikan satu dari empat orientasi tipe peran gender (tabel 1), yaitu :

(32)

b. Feminin c. Androgini d. Undifferentiated

Tabel 1. Klasifikasi Orientasi Peran Gender Masculine

High Low

Feminine High Androginy Feminine

Low Masculine Undifferentiated

(Sumber : Diadaptasi dari Gender And Communication (hal.52), oleh Pearson, 1985, Dubuque, Iowa : Wm. C. Brown Publishers)

Berdasarkan model nontradisonal ini, terdapat semacam klasifikasi kepribadian yang mulai banyak dibicarakan sebagai alternatif dari peran yang bertolak belakang antara pria dan wanita, yaitu tipe androgini (Naully, 2003).

Adapun pengertian dari masing-masing peran gender maskulin, feminin dan androgini adalah sebagai berikut:

a. Maskulin

(33)

terhadap lingkungan yang disertai sifat mandiri dan otonomi diri (Harrinton dan Anderson, dalam Sahrah, 1996).

Sementara itu Raven dan Rubin (1983) menyebutkan lebih detail karakteristik peran gender maskulin yakni: agresif, bebas, dominant, objektif, tidak emosional, aktif, kompetitif, ambisi, rasional, rasa ingin tahu tentang berbagai peristiwa dan objek-objek nonsosial dan impulsive.

b. Feminin

Feminin menurut Hoyenga & Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri atau trait yang lebih sering atau umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki. Ketika dikombinasikan dengan “stereotipikal”, maka ia mengacu ada trait yang diyakini lebih berkaitan pada perempuan daripada laki-laki secara kultural pada budaya atau subkultur tertentu. Berarti, feminin merupakan ciri-ciri atau trait yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi perempuan (Nauly, 2003).

Menurut Pendhazur dan Tetenbaum (1979) karakteristik peran gender feminin lebih memperlihatkan sifat-sifat yang hangat dalam

(34)

tulus hati. Kelembutan perilaku meliputi, berbusi halus, hangat, hemat dan kalem serta suka hati-hati.

c. Androgini

Karakteristik peran gender androgini merupakan perpaduan dari karakteristik maskulin dan feminin. Menurut Bem (dalam Nauly, 2003), secara teoritis orang dengan kepribadian androgini dapat mengadaptasi perilaku-perilaku maskulin, misalnya asertif, aktif, dapat memecahkan masalah dan mengadaptasi perilaku feminin misalnya dapat mendukung orang lain secara emosional sesuai dengan situasi tertentu, tanpa perasaan tidak enak.

Wrightsmna dan Deaux (dalam Nauly 2003) menyebutkan bahwa seseorang yang androgini cenderung lebih kompeten, yakin pada diri sendiri dan memiliki harga diri yang tinggi. Selain itu dalam beberapa situasi cenderung fleksibel dan efektif dalam hubungan interpersonalnya.

c. Bem Sex Role Inventory (BSRI)

Bem Sex Role Inventory (BSRI) disusun berdasarkan 4 (empat) klasifikasi

(35)

maskulin, 20 aitem feminin dan 20 aitem netral yang tujuan aitemnya hnya untuk mengurangi kesan perbedaan karakteristik feminin-maskulin agar tidak terlalu mencolok pada kedua karakteristik tersebut, dengan kisaran koefisien korelasi rxx

= 0,80 sampai dengan rxx = 0,86 dan reliabilitas sebesar 0,90. Skala ini

menggunakan 7 (tujuh) skala respon mulai dari skala 1 untuk tidak pernah (never) sampai skala 7 (tujuh) untuk menyatakan selalu (always).

Untuk lebih jelasnya, cara penilaian Bem Sex Role Inventory ini dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Bobot Nilai Pernyataan Bem Sex Role Inventory

1 2 3 4 5 6 7 komponen karakteristik peran gender, yaitu :

a. Karakteristik Maskulin, yang terdiri dari : 1. Percaya diri

2. Mempertahankan pendapat/keyakinan sendiri 3. Berjiwa bebas/tidak terganggu pendapat orang 4. Gemar berolahraga

5. Tegas/berani bilang tidak jika memang tidak 6. Berkepribadian kuat/teguh

7. Bersemangat

(36)

10. Berani mengambil resiko 11. Mudah membuat keputusan 12. Dapat berdiri sendiri/mandiri 13. Suka mendominasi/menguasai 14. Maskulin, bersifat kelaki-lakian

15. Punya pendirian, berani mengambil sikap 16. Agresif

17. Bersikap / bertindak sebagai pemimpin 18. Bersifat individual / perorangan

19. Kompetitif, siap untuk bersaing 20. Berambisi, memiliki ambisi b. Karakteristik Feminin, yang terdiri dari :

1. Mengalah 2. Periang ceria 3. Malu

4. Penuh kasih sayang

5. Merasa senang jika dirayu 6. Hangat dalam pergaulan 7. Setia

8. Feminin, bersifat kewanitaan

9. Menaruh simpati/perhatian pada orang lain 10.Peka terhadap kebutuhan orang lain

(37)

12.Mudah iba hati/kasihan

13.Suka menentramkan hati orang lain 14.Bertutur kata halus

15.Berhati lembut 16.Mudah terpengaruh 17.Polos, naif

18.Tidak menggunakan kata-kata kasar/tutur bahasa tidak kasar 19.Senang pada anak-anak

20.Lemah lembut

c. Karakteristik Netral, yang terdiri dari : 1. Senang menolong

2. Berhati murung/pemurung 3. Berhati-hati/teliti

4. Bertingkah laku yang dibuat-buat 5. Bahagia

6. Isi hati sukar ditebak oleh orang lain 7. Dapat dipercaya

8. Iri/cemburu 9. Jujur

10. Suka menyembunyikan perasaan/pikiran 11. Berhati tulus

12. Angkuh/merasa tinggi hati

(38)

14. Serius

15. Ramah, bersahabat/mudah berteman 16. Tidak efisien, boros

17. Mudah/dapat menyesuaikan diri 18. Tidak sistematis , asal-asalan 19. Bijaksana

20. Berpikiran kuno

Dari ke 60 kata sifat tersebut, 20 diantaranya menunjukkan karakteristik maskulinitas (instrumental), 20 berikutnya menunjukkan karakteristik feminitas (ekspresif) dan sisanya menunjukkan karakteristik netral yang tidak berkaitan dengan peran gender namun diharapkan oleh masyarakat untuk dimiliki oleh tiap individu .

Subyek diminta untuk memilih dari antara ke 60 kata sifat tersebut yang sesuai dengan dirinya, kemudian dikategorikan sebagai hal yang tidak pernah (never) dan sebagai hal yang selalu (always).

(39)

Tabel 3. Distribusi Aitem Bem Sex Role Inventory (BSRI) No. Komponen karakteristik

BSRI No aitem Jumlah

1. Karakteristik Maskulin

1, 4, 7,10,13, 16. 19. 22. 25. 28. 31. 34. 37. 40. 43. 46. 49. 52, 55, 58.

20

2. Karakteristik Feminin

2, 5, 8, 11, 14, 17, 20, 23, 26, 29, 32, 35, 38, 41, 44, 47, 50, 53, 56, 59.

20

3. Karakteristik Netral

3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30, 33, 36, 39, 42, 45, 48, 51, 54, 57, 60

20

Total 60

C. KAITAN POLITICAL EFFICACY DENGAN PERAN GENDER

Political efficacy dapat didefinisikan sebagai perasaan bahwa tindakan

individu dalam bidang politik membawa, atau akan dapat membawa dampak bagi perubahan proses politik (Campbell, Gurin dan Miller 1954). Political efficacy juga disebut sebagai kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya untuk memahami politik, untuk didengar dan untuk membuat perubahan politik (Catt, 2005). Dengan demikian political efficacy merupakan prediktor seseorang untuk melakukan partisipasi politik.

Wu (2003) mengatakan bahwa gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi political efficacy. Gender menurut Baron & Byrne (2004) merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin individu, termasuk atribut, tingkah laku, karakteristik kepribadian dan harapan yang berhubungan dengan jenis kelamin biologis seseorang dalam budaya yang berlaku.

(40)

sosial. Harapan-harapan tersebut dibangun dan diabadikan oleh institusi dan nilai-nilai dari suatu mayarakat tertentu, contohnya membenarkan peran gender yang biasanya diberikan kepada perempuan (Abbot, 1991)

Feminin merupakan ciri-ciri atau traits yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi perempuan. Feldman (1990) menyatakan perempuan ideal adalah perempuan yang memiliki ciri-ciri femininitas yang tinggi, yakni : berorientasi pada keluarga dan anak-anak, hangat ,penuh pengertian, lemah lembut, peka terhadap perasaan orang lain, lemah lembut dan tulus, penuh pengertian, baik budi, emosional, subjektif, tidak logis, suka mengeluh dan merajuk, lemah, putus asa, mudah tersinggung, perempuan juga merupakan seorang yang submisif yang mengalah dan tergantung pada orang lain. Sedangkan maskulin, adalah traits yang dipercaya sebagai ciri-ciri ideal bagi laki-laki. Menurut Broveman (dalam Nauly 2003), adalah memiliki karakteristik agresif, mandiri, tidak emosional, objektif, tidak mudah dipengaruhi orang lain,dapat mengambil keputusan, percaya diri, logis, kompetitif dan ambisius.

(41)

sosioekonomi tetapi akibat adanya identitas gender. Dinyatakan juga bahwa laki-laki lebih memiliki pertimbangan politik dibandingkan perempuan (Conway et, al 2005; Elder & Green, 2003; Huckfeldt & Sprague, 1995; Verba, Brandy &Scholzman, 1997), hal ini terkait dengan ciri-ciri maskulin yaitu logis dan percaya diri. Perempuan memiliki ketertarikan dan pendidikan politik lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki (Delli-Carpini & Keeter, 1996; Burns, Scholzman, & Verba, 2001), secara budaya sejak dahulu perempuan memiliki tanggung jawab untuk membesarkan dan merawat anak. Dalam penelitiannya Sapiro (1983) menyatakan menjadi ibu adalah salah satu hambatan dalam berpartisipasi dalam politik. Berdasarkan Sapiro (1983), menjadi ibu memiliki keterkaitan yang erat dengan peran gender perempuan yang membentuk persepsi tentang kemampuan mereka dalam memahami politik. Sapiro (1983) menambahkan bahwa perempuan yang mendedikasikan diri mereka dalam urusan rumah tangga cenderung lebih menilai rendah akan kompetensi mereka khususnya jika dibandingkan dengan pria dalam lingkup politik. Tanggung jawab untuk membesarkan dan merawat anak adalah salah satu hambatan yang dihadapi perempuan saat ia dituntut untuk berkompeten dalam politik.

(42)

D.HIPOTESIS

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu perlu diidentifikasikan variabel-variabel penelitian. Variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

Variabel Tergantung : Political efficacy Variabel Bebas : Peran Gender B. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 2002). Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Political efficacy

Political efficacy dapat didefinisikan persepsi dan kepercayaan yang

dimiliki seseorang tentang kemampuannya dalam memahami politik, untuk didengar dan untuk membuat perubahan politik (Sellingson 1980; Cohen et.al 2001; Fox & Lawless 2005; Catt 2005).

Political efficacy dapat diukur dengan menggunakan dua komponen

political efficacy yang dikemukakan oleh Converse (1972) yaitu internal efficacy

dan eksternal efficacy. Skor total dari skala political efficacy akan menunjukkan political efficacy pada yang terdapat pada diri individu. Skor yang tinggi

(44)

2. Peran Gender

Bem (1981) mengatakan gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya dan dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi yaitu maskulin, feminin, androgini dan undifferentiated.

Dari hasil pengukuran Skala Peran Gender akan dibedakan antara tipe maskulin, feminin, androgini, serta yang undifferentiated. Untuk mengetahui peran gender, subjek diukur dengan menggunakan Skala Peran Gender yang diadaptasi dan dimodifikasi dari Bem Sex Role Inventory (BSRI). Skala ini terdiri dari tiga komponen karakteristik peran gender, yaitu :

a. Karakteristik Maskulin b. Karakteristik Feminin c. Karakteristik Netral

Subjek akan dikelompokkan ke dalam empat karakteristik peran gender dengan melihat skor yang diperoleh subjek dalam masing-masing sub komponen maskulin dan komponen feminin. Lalu orientasi peran gender subjek akan ditentukan dengan :

(45)

C. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan (Hadi, 2002).

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah anggota partai politik kota Medan. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subyek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

Menurut Hadi (2000) syarat utama agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus benar-benar representatif.

2. Teknik Pengambilan Sampel

(46)

memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nonprobability Incidental Sampling. Incidental Sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang mana tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk menjadi anggota sampel. Teknik pengambilan sampel dari populasi ini didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan sampel sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000). Alasan peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel ini adalah karena dalam penelitian ini tidak dapat diketahui secara pasti berapa jumlah keseluruhan anggota partai politik yang ada.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala berisi kumpulan pernyataan yang diajukan kepada responden untuk diisi oleh responden. Ada dua buah skala yang digunakan yaitu Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender.

1. Skala Political efficacy

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur political efficacy adalah skala political efficacy yang dirancang dengan menggunakan komponen political

efficacy menurut Converse (1972) yaitu :

a. Internal efficacy, mengacu pada keyakinan tentang kompetensi seseorang untuk memahami dan berpartisipasi secara efektif dalam politik.

(47)

merespon dari kekuasaan pemerintah dan institusi terhadap aspirasi masyarakat.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam butir pernyataan yang mengungkap political efficacy dalam diri individu. Skala ini disajikan dalam butir pernyataan favorable dan unfavorable. Aitem yang favorable adalah aitem yang bersifat mendukung pernyataan, sedangkan aitem unfavorable bersifat kebalikannya. Model skala yang digunakan adalah penskalaan model Likert yang dimodifikasi yang terdiri atas 89 aitem sebelum uji coba yang terdiri dari pernyataan dengan empat alternatif jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu : Sangat Sesuai = 4, Sesuai = 3, Tidak Sesuai = 2, Sangat Tidak Sesuai = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu : Sangat Sesuai = 1, Sesuai = 2, Tidak Sesuai = 3, Sangat Tidak

Sesuai = 4.

(48)

Tabel 5. Bobot Nilai Pernyataan Skala Political efficacy Bentuk Pernyataan Skor

1 2 3 4

Favorable Sangat Tidak

Sesuai

Tidak Sesuai

Sesuai Sangat Sesuai Unfavorable Sangat Sesuai Sesuai Tidak

Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

Skor pada masing-masing dimensi skala saling bebas satu sama lain. Skor pada masing-masing dimensi tidak berhubungan dengan skor pada komponen lainnya dan hanya menggambarkan bagaimana skor pada komponen tersebut. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang dalam tiap komponen berarti semakin tinggi pula political efficacy dalam diri individu. Skor yang tinggi menggambarkan individu yang memiliki efficacy tinggi dan sebaliknya skor yang rendah menggambarkan individu dengan efficacy rendah.

2. Skala Peran Gender

Skala Peran Gender dalam penelitian ini diadaptasi dan dimodifikasi dari Bem Sex Role Inventory (BSRI). BSRI ini kemudian diadaptasikan kedalam Bahasa

(49)

Skala Peran Gender ini terdiri dari 60 kata sifat dari BSRI yang disusun berdasarkan 3 faktor yaitu 20 karakteristik maskulin, feminin, dan netral yang telah diartikan ke dalam Bahasa Indonesia. Dari ke-60 kata sifat tersebut, 20 diantaranya menunjukkan karakteristik maskulinitas, 20 diantaranya menunjukkan karakteristik feminitas, 20 sisanya menunjukkan karakteristik yang tidak berkaitan dengan peran gender namun diharapkan oleh masyarakat untuk dimiliki oleh tiap individu, seperti yang terlihat pada tabel 6 .

Tabel 6 . Distribusi Aitem-Aitem Skala Peran Gender Sebelum Uji Coba

No. Aspek Jumlah

Aitem Nomor Aitem

1. Karakteristik Maskulin 20 1, 4, 7,10,13, 16, 19, 22, 25, 28, 31,

Pada Skala Peran Gender ini subjek diminta untuk memilih dari antara ke-60 kata sifat tersebut yang sesuai dengan karakter dirinya, dengan memilih satu dari lima alternatif jawaban yang diberikan. Kelima alternatif jawaban tersebut adalah 1 = Ciri tersebut tidak pernah ada pada diri subjek, 2 = Ciri yang jarang ada pada subjek, 3 = Ciri yang kadang-kadang ada pada subyek, 4 = Ciri yang sering ada, dan 5 = Ciri yang selalu ada pada diri subjek. Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable (pernyataan yang mendukung faktor yang ingin diukur).

(50)

Tabel 7. Bobot Nilai Pernyataan Skala Peran Gender

1 2 3 4 5

Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Selalu

Individu dikatakan feminin jika ia memperoleh skor feminin secara signifikan lebih tinggi daripada skor maskulin. Jika skor maskulin lebih tinggi daripada skor feminin maka individu tersebut disebut maskulin. Sementara jika skor feminin dan skor maskulinnya kira-kira sama atau seimbang, maka individu disebut androgini, lainnya disebut sebagai kategori undifferentiated.

E. VALIDITAS, RELIABILITAS, DAN UJI DAYA BEDA AITEM

Validitas alat ukur berarti sejauh mana tes itu mengukur apa yang ingin diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes (Azwar, 2000). Sedangkan reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Azwar, 2000).

1. Uji Validitas

Menurut Azwar (2000) validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau data yang dihasilkan relevan dengan tujuan pengukurannya.

(51)

pertanyaan atau pernyataan, berdasarkan pendapat profesional (profesional judgement). Validitas isi bertujuan mengungkap sejauhmana aitem-aitem

dalam alat ukur tersebut mencakup keseluruhan kawasan isi yang diukur. Selain itu, peneliti juga berupaya untuk memperkuat validitas tampang (face validity) alat ukur seperti tampilan fisik alat ukur yang rapi dan bersih, penggunaan bahasa yang sederhana agar lebih mudah dipahami oleh subjek penelitian.

2. Uji reliabilitas alat ukur

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas ini ditunjukkan oleh konsistensi skor yang diperoleh subjek dengan memakai alat yang sama (Suryabrata, 2002).

(52)

Cronbach merupakan teknik statistika yang fleksibel sehingga dapat

digunakan untuk berbagai jenis data (Azwar, 2000).

Menurut Sekaran (dalam Hardaningtyas, 2005) pada umumnya bila koefisien Alpha Cronbach < 0,6 dapat dikatakan tingkat reliabilitasnya kurang baik, sedangkan koefisien Alpha Cronbach > 0,7 sampai 0,8 tingkat reliabilitasnya dapat diterima, dan akan sangat baik jika > 0,8. teknik yang digunakan adalah teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS versi 14 for windows.

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda butir pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih butir pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 1999).

(53)

daya beda butir pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala political efficacy dan skala peran gender.

Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2005). Batasan nilai indeks daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Uji coba terhadap kedua instrumen penelitian dilaksanakan pada 14 September 2009 sampai dengan 10 Oktober 2009. Uji coba dilakukan pada anggota partai politik yang sesuai dengan karakteristik populasi penelitian yaitu sebanyak 100 orang.

1. Skala Political Efficacy

Untuk melihat daya beda aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 14,0 for Windows, kemudian nilai Corrected Aitem Total Correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik diatas 0,30. Karena menurut Azwar (1999), kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan rix≥ 0,30.

(54)

Distribusi aitem yang sahih dari Skala Political Efficacy dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Aitem-Aitem Skala Political Efficacy Sebelum Uji Coba No. Komponen

Keterangan: nomor yang dicetak tebal merupakan aitem yang gugur (yang tidak diikutkan dalam pengolahan data)

Tidak semua aitem yang sahih dipergunakan dalam penelitian ini, karena menurut Azwar (1999) apabila aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi sama dengan atau lebih besar daripada 0,30 jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan, maka dapat dipilih aitem-aitem dengan daya diskriminasi tinggi. Jumlah aitem yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 25 dengan kisaran koefisien korelasi rxx = 0,318

sampai dengan rxx = 0,742 dan reliabilitas sebesar 0,916.

Aitem-aitem yang sudah terpilih tersebut disusun kembali letaknya sebagaimana tertera pada tabel 9.

(55)

2. Skala Peran Gender

Untuk melihat daya beda aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 15,0 for Windows, kemudian nilai Corrected Aitem Total Correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik diatas 0,3. Karena menurut Azwar (1999), kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan rix≥ 0,30.

Jumlah aitem yang diujicobakan adalah 60 aitem dan dari 60 aitem diperoleh 25 aitem yang sahih dan 35 aitem yang gugur. 25 aitem inilah yang akan digunakan dalam penelitian, dengan kisaran koefisien korelasi rxx = 0,350 sampai dengan rxx = 0,662 dan reliabilitas sebesar 0,904.

Distribusi aitem yang sahih dari Skala Peran Gender dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Aitem-Aitem Skala Peran Gender Setelah Uji Coba

No. Aspek Aitem Total

1. Karakteristik Maskulin 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28, 31, 34, 37, 40, 43, 46, 49, 52, 55, 58. 9 2. Karakteristik Feminin 2, 5, 8, 11, 14, 17, 20, 23, 26, 29, 32, 35,

38, 41, 44, 47, 50, 53, 56, 59. 7 3. Karakteristik Netral 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30, 33, 36,

39, 42, 45, 48, 51, 54, 57, 60 9

Jumlah 25

(56)

Aitem-aitem yang sudah terpilih tersebut disusun kembali letaknya, sebagaimana tertera pada tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Aitem-Aitem Skala Peran Gender Untuk Penelitian

No. Aspek Aitem Total

1. Karakteristik Maskulin 1, 5, 6, 8, 11, 13, 19, 22, 24 9

2. Karakteristik Feminin 4, 7, 9, 14, 15, 17, 20 7

3. Karakteristik Netral 2, 3, 10, 12, 16, 18, 21, 23, 25 9

Jumlah 25

G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Tahap Persiapan Penelitian

Dalam tahap persiapan ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah: a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari dari Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan. Peneliti membuat 89 aitem untuk Skala Political Efficacy dan 60 aitem untuk Skala Peran Gender. Skala Political Efficacy dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari empat alternatif pilihan jawaban, dan Skala Peran Gender dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari lima alternatif pilihan jawaban, dimana dilembar awal telah dilampirkan petunjuk pengisian dan disamping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

(57)

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu peneliti melakukan wawancara pendahuluan dengan beberapa orang anggota partai yang akan dijadikan subjek dalam penelitian.

c. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender dilakukan di dalam beberapa kantor sekretariat partai politik yang ada di kota Medan pada tanggal 14 September - 10 Oktober 2009. Uji coba dilakukan dengan cara memberikan kedua skala tersebut langsung kepada subjek penelitian dan dengan memberikannya kepada pengurus atau pegawai administrasi partai politik untuk kemudian diberikan kepada anggota partai berdasarkan faktor kebetulan dan kemudahan dijumpai. Jumlah keseluruhan Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender yang dipersiapkan peneliti untuk uji coba alat ukur ini adalah 125 eksemplar. Jumlah Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender yang kembali dan kemudian diolah adalah 100 eksemplar. d. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 100 orang anggota partai politik kota medan, peneliti menguji daya beda aitem dan reliabilitas Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 15 for windows. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi

(58)

disusun dalam bentuk buku. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur diujicobakan dan sudah direvisi, maka dilaksanakan penelitian dari tanggal 14 Oktober – 30 Oktober 2009. Sebelum menyebarkan skala, peneliti mencari subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Skala tersebut langsung kepada subjek penelitian dan dengan memberikannya kepada pengurus atau pegawai administrasi partai politik untuk kemudian diberikan kepada anggota partai berdasarkan faktor kebetulan dan kemudahan dijumpai. Jumlah keseluruhan Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender yang dipersiapkan peneliti untuk pengambilan data penelitian ini adalah 180 eksemplar. Jumlah Skala Political Efficacy dan Skala Peran Gender yang kembali dan kemudian diolah adalah 142 eksemplar.

3. Pengolahan Data Penelitian

(59)

H. Metode Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik dengan bantuan komputerisasi program SPSS versi 15.0 for windows. Pertimbangan yang mendasari dipakainya analisa statistik ini seperti dikemukakan oleh Hadi (2000) adalah dikarenakan :

1. Statistik bekerja dengan angka-angka. 2. Statistik bersifat objektif

3. Statistik bersifat universal dalam arti dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian.

Model analisa statistika yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa varians (Anova) dengan menggunakan SPSS versi 15.0 for windows.

Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi :

a. Uji Normalitas

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS versi 16.0 for windows. Data dikatakan terdistribusi normal jika diperoleh p >0,05.

b. Uji Homogenitas

(60)

(Anova). Data dikatakan homogen jika perolehan nilai F hitung <

nilai Ftabel dan nilai Levene test pada kolom sig. harus menunjukkan

nilai > 0,05.

Jika kedua uji asumsi di atas telah dipenuhi, data kemudian dianalisa kembali untuk menguji hipotesis penelitian melalui uji Anova menggunakan paket SPSS version 15.0 for Windows. Taraf signifikansi yang digunakan dalam

(61)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan hasil utama penelitian dan hasil tambahan penelitian.

A.ANALISA DATA

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Anggota Partai Politik Kota Medan. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 142 orang yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Dari 142 orang subjek penelitian yang terpilih diperoleh gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama bergabung dalam partai politik.

a. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu pria dan wanita, dengan penyebaran data yang disajikan pada tabel 12.

Tabel 12. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin

Jumlah (N) Persentase (%)

Laki-laki 70 49.3%

Perempuan 72 50.7%

Total 142 100 %

(62)

b. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Berdasarkan usianya, maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 13.

Tabel 13. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase (%)

Berdasarkan tabel 13, dapat dilihat bahwa subjek paling banyak berada pada rentang di usia 19-27 tahun yakni sebanyak 83 orang (58.4%), kemudian rentang usia 28-36 tahun sebanyak 39 orang (27.4 %), rentang usia 37-45 tahun sebanyak 17 orang (11.9 %), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek yang berada pada rentang usia 46-54 tahun sebanyak 4 orang (2.8%). c. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 14.

Tabel 14. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Tingkat pendidikan Jumlah (N) Persentase (%)

SMP 10 7.1%

SMA 66 46.5%

Diploma 18 12.7%

Srata 1 48 33.7%

Total 142 100 %

(63)

yang paling sedikit adalah subjek pada tingkat pendidikan SMP sebanyak 10 orang (7,1%).

d. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bergabung Dalam Partai Politik

Berdasarkan lama bergabung dalam partai politik, maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 15.

Tabel 15. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bergabung Dalam Partai Politik

Lama bergabung Jumlah (N) Persentase (%)

1 tahun 7 4.9%

Dari Tabel 15 terdapat sebanyak 39 orang (27,6%) subjek penelitian yang telah bergabung selama 2 tahun dalam partai politik, selanjutnya subjek yang telah bergabung dalam partai politik selama 3 tahun dan lebih dari 5 tahun berjumlah sama yaitu masing-masing sebanyak 31 orang (21,8%), terdapat sebanyak 18 orang (12,6%) subjek yang telah bergabung selama 5 tahun, sedangkan untuk subjek yang telah bergabung selama 4 tahun ada sebanyak 16 orang (11,3%) dan selebihnya subjek yang telah bergabung selama 1 tahun sebanyak 7 orang (4,9%).  

 

 

 

(64)

2. Hasil Penelitian a. Uji Asumsi Penelitian

Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu uji asumsi normalitas sebaran dan uji homogenitas untuk melihat apakah data tersebar secara normal dan populasi homogen atau tidak homogen. Pengujian asumsi dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 15.0 for windows.

1. Uji normalitas sebaran

Uji normalitas sebaran digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian variabel terdistribusi dengan normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan one-sample Kolmogorov-Smirnov. Kaidah yang digunakan yaitu jika p >.05 maka sebaran data tersebut

normal. Hal ini dapat dilihat dari tabel 16. Tabel 16. Normalitas Sebaran Variabel

N

Std. Deviation 7.748 11.925 Kolmogorov-Smirnov Z .872 .949 Asymp. Sig. (2-tailed) .433 .328 a. Test distribution is Normal.

Hasil analisa pada tabel 16 menunjukkan bahwa nilai Z untuk variabel political efficacy sebesar 0,872 dengan p = 0,433 sehingga p >.05 yang berarti

(65)

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi sampel penelitian adalah homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan Anova melalui Levene Statistic. Berikut ini adalah hasil uji Levene Statistic untuk mengetahui homogenitas dalam kelompok sampel penelitian. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikansi p >0,05 maka kelompok sampel homogen, sedangkan jika p <0,05 maka sampel tidak homogen. Hasil perhitungannya dapat terlihat pada tabel 17.

Tabel 17. Uji Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.560 3 138 .642

Data penelitian dikatakan homogen apabila signifikansi menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05 (p >0,05). Berdasarkan tabel 17 diatas diperoleh signifikansi political efficacy yaitu sebesar 0,642 sehingga dapat dikatakan bahwa sampel bersifat homogen terhadap populasi.

b. Penggolongan Subjek Penelitian Berdasarkan Peran Gender

Langkah berikut adalah melakukan pengelompokan subjek ke dalam peran gender. Untuk dapat memutuskan subjek ke dalam kelompok peran gender

(66)

akan dilihat deskripsi data skor yang diperoleh subjek dalam skor maskulin dan feminin.

Tabel 18. Deskripsi Data Kelompok Skor Maskulin Dan Skor Feminin

Variabel N Min Max Mean SD

Skor maskulin 142 18 45 35,55 5,299 Skor feminin 142 19 35 28,75 3,660

Nilai mean pada kelompok skor maskulin pada penelitian ini adalah sebesar 35,55 dengan nilai deviasi standar sebesar 5,299 sementara pada kelompok skor feminin pada penelitian ini adalah sebesar 28,75 dengan nilai deviasi standar sebesar 3,660.

Dari hasil distribusi perolehan skor subjek dapat diperoleh mean dan deviasi standarnya masing-masing, yaitu Mmas, Mfem, Smas dan Sfem. Kemudian skor

mentah akan diubah menjadi skor z, yaitu: zmas = (Xmas – Mmas) / Smas

zfem = (Xfem – Mfem) / Sfem

Setelah skor pada masing-masing komponen diubah menjadi skor z, dapat dibuat kriteria untuk kategorisasi peran gender ke dalam empat kelompok kategori, dimana :

zM ≥ 0,75 dan zF < 0 Maskulin

zF ≥ 0,75 dan zM < 0 Feminin

zM ≥ 0,75 dan zF ≥ 0,75 Androgini

Lainnya Undifferentiated

(67)

”kurang” atau ”tinggi” dan ”rendah” (Azwar, 1999). Dari perhitungan di atas, dapat dibuat kategorisasi peran gender seperti pada tabel 19 berikut :

Tabel 19. Kategorisasi Peran Gender

Rentang nilai Kategori Peran gender N Persentase (%)

zM ≥ 0,75 dan zF < 0 Maskulin 16 11.27 %

zF ≥ 0,75 dan zM < 0 Feminin 12 8.45%

zM ≥ 0,75 dan zF

0,75

Androgini

21 14.79 %

Lainnya Undifferentiated 93 65.49 %

Jumlah 142 100 %

Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa subjek maskulin sebanyak 16 orang (11.27%), subjek feminin sebanyak 12 orang (8.45%), subjek androgini sebanyak 21 orang (14.79 %), dan subjek undifferentiated sebanyak 93 orang (65.49%).

c. Hasil Utama Penelitian

Hipotesis penelitian ini diuji kembali dengan menggunakan One Way Anova. Hipotesa nol (Ho): tidak ada perbedaan political efficacy pada peran

gender maskulin, feminin andogini dan undifferentiated. Hipotesa penelitian (Ha):

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Orientasi Peran Gender  Masculine
Tabel 2. Bobot Nilai Pernyataan Bem Sex Role Inventory
Tabel 3. Distribusi Aitem Bem Sex Role Inventory (BSRI) Komponen karakteristik
Tabel 4. Distribusi Aitem-Aitem Skala Political EfficacyNo.  Sebelum Uji Coba Komponen Aitem
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dimana didalam undang-undang sebelumnya, kepala daerah dipilih langsung dari partai politik atau gabungan partai politik, sedangkan dalam undang-undang ini, pemilihan kepala

Subjek yang memiliki istri bekerja karena ingin aktualisasi diri memperoleh mean yang lebih tinggi (x = 122.42) dari pada suami yang memiliki istri bekerja karena kebutuhan ekonomi

Serta ada perbedaan motif berprestasi pada tenaga organisasi profit dan tenaga kerja organisasi nonprofit , dimana subjek pada organisasi nonprofit memiliki mean yang

Dari 214 subjek yang digunakan dalam penelitian ini, maka akan diperoleh skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi pada tiap aspek-aspek peer relationships

d)Laporkan dalam temuan perbedaan tersebut dan alasan perbedaan menurut Peserta Pemilu dan hasil pencocokan dengan bukti yang diterima dari Partai Politik

d) Laporkan dalam temuan perbedaan tersebut dan alasan perbedaan menurut Peserta Pemilu dan hasil pencocokan dengan bukti yang diterima dari Partai Politik

Kualitas partai politik terdiri dari pendidikan politik koginitif, pendidikan afektif, ideologi partai, dan pola kepemimpinan berperan secara berarti dalam meningkatkan

Subjek yang memiliki istri bekerja karena ingin aktualisasi diri memperoleh mean yang lebih tinggi (x = 122.42) dari pada suami yang memiliki istri bekerja karena kebutuhan ekonomi