• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja Di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja Di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga Tahun 2010"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS BAGI

REMAJA DI KELURAHAN SIBULUAN NAULI SIBOLGA

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh

YULI AZNI H P 051101016

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli

Peneliti : Yuli Azni HP

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Nim : 051101016

Tahun : 2010

Tanggal Lulus : 2 Juli 2010

Pembimbing Penguji I

(Farida Linda Sari, Srg S.Kep, Ns,M.Kep) (Reni Asmara Ariga,S.Kp,MARS) NIP. 19780320 200501 2 003 NIP. 19750220 200112 2 001

Penguji II

Ismayadi, S.Kp. Ns

NIP. 19750629 200212 1 002 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, 28 Juni 2010 Pembantu Dekan I

(3)

Judul : Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga Nama : Yuli Azni HP

NIm : 051101016

Fakultas : Ilmu Keperawatan

ABSTRAK

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.Remaja memiliki sifat yang masih labil dan sulit untuk mengontrol emosional. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan seksual pada kalangan remaja dapat mengakibatkan perilaku penyimpangan seksual pada remaja. Keluarga memiliki peranan penting dalam mendidik perilaku remaja. Dalam hal ini orang tua merupakan pendidik utama dan panutan bagi remaja. Desain penelitian ini yaitu deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku keluraga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli. Populasi dalam penelitian ini yaitu 46 responden. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sibuluan Nauli, pada bulan November-Desember 2009. Teknik yang dipakai dalam pengambilan sampel ialah purposive sampling. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner dengna menggunakan skala Guttman dan skala Likert. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 46 responden di dapat pada pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja responden memiliki pengetahuan baik yakni 38 orang (82,60%), sedangkan 8 orang responden memiliki pengetahuan cukup (17,39%). Sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja memiliki sikap positif yakni 46 orang (100%). Pada tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja, responden yang memiliki tindakan baik ada 39 orang (84,78%), sedangkan 7 orang (15,21%) memiliki tindakan yang cukup. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan khususnya bagi pelayanan keperawatan, pendidikan keperawatan , dan penelitian berikutnya.

(4)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan ridhoNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Farida Linda Sari, Srg S.Kep,Ns,M.Kep selaku dosen pembimbing

skripsi penelitian penulis yang penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang memberikan ilmu yang berharga kepada penulis dan seluruh staf kepegawaian Fakultas USU yang memperlancar proses akademik dan administrasi penulis. 5. Bapak saya Alm .M. Ramli Penarik dan Mama saya: Sarbaini Silalahi

S.PdI selaku orang tua penulis,terima kasih yang tak terhingga untuk bapak dan mama yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasih sayang serta dukungan yang besar kepada penulis selama ini.

6. Adik-adik saya: Akhmad Syukri N Penarik, Angga Feri Kusuma Silalahi, Putri Ary B Penarik,Nurul Pahima Penarik (cepat menyusul kakak ya), terimakasih atas motivasi dan kasih sayang yang sudah diberikan pada penulis.

7. Teman istimewa ku,terimakasih atas support, kasih sayang dan motivasi nya selama ini yang sudah di berikan kepada penulis.

8. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2005 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini, teman ku (Darmawansih Panjaitan S.Kep, Oriza Sativa, Sundari S.Kep), Kepada: Jeni, Robiah, Wirda Cuex, Mariana, Vivian Chandra, Indriany A dan semua anak pondok mislimah, terimakasih atas dukungan nya slama ini. Teman-teman di kos (Irma Sarah Pohan, SyahRani Ritonga, Julia Rambe), serta semua orang-orang yang kusayangi yang tak dapat kusebutkan satu persatu.

(6)

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Lembar Persetujuan ... ii

(8)

3.5 Lingkungan Tempat Remaja Mengungkapkan Tentang masalah

seks dan Kesehatan Reproduksi ... 18

4 Pendidkan seks ... 19

4.1 Tujuan Pendidikann Seks ... 19

4.2 Isi Pendidikan Seks ... 21

4.3 Bimbingan Dalam Memberikan Pendidikan Seks ... 25

4.4 Pendidikan Seks di Sekolah ... 27

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1 Kerangka Konsep ... 29

2. Defenisi Opperasional ... 30

BAB 4 METODE PENELITIAN 1. desain penelitian ... 31

2. Populasi dan sampel ... 31

3. Lokasi dan waktu Penelitian ... 32

4. pertimbangan Etik ... 32

5. Instrumen Penelitian ... 33

6. Uji Instrumen ... 35

7. Tekhnik Pengumpulan Data ... 36

8. Analisa Data ... 37

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 38

(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ... 46

2. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

Lampiran :

1. Formulir Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian 2. InstrumentPenelitian

3. Uji Reabilitas

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga yang mempunyai anak remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli

Sibolga ... 33

2. Distribusi frekuensi dan persentase gambaran pengetahuan Keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan

Sibuluan Nauli Sibolga ... 35

3. Distribusi frekuensi dan persentase gambaran sikap keluarga Terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan

Nauli Sibolga ... 36

4. Distribusi frekuensi dan persentase gambaran tindakan keluarga Terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan

(11)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

5. Skema 1 Kerangka Konseptual Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan

(12)

Judul : Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga Nama : Yuli Azni HP

NIm : 051101016

Fakultas : Ilmu Keperawatan

ABSTRAK

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.Remaja memiliki sifat yang masih labil dan sulit untuk mengontrol emosional. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan seksual pada kalangan remaja dapat mengakibatkan perilaku penyimpangan seksual pada remaja. Keluarga memiliki peranan penting dalam mendidik perilaku remaja. Dalam hal ini orang tua merupakan pendidik utama dan panutan bagi remaja. Desain penelitian ini yaitu deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku keluraga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli. Populasi dalam penelitian ini yaitu 46 responden. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sibuluan Nauli, pada bulan November-Desember 2009. Teknik yang dipakai dalam pengambilan sampel ialah purposive sampling. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner dengna menggunakan skala Guttman dan skala Likert. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 46 responden di dapat pada pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja responden memiliki pengetahuan baik yakni 38 orang (82,60%), sedangkan 8 orang responden memiliki pengetahuan cukup (17,39%). Sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja memiliki sikap positif yakni 46 orang (100%). Pada tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja, responden yang memiliki tindakan baik ada 39 orang (84,78%), sedangkan 7 orang (15,21%) memiliki tindakan yang cukup. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan khususnya bagi pelayanan keperawatan, pendidikan keperawatan , dan penelitian berikutnya.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa awal, dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Transisi kemasa dewasa bervariasi dari satu budaya kebudaya lain, namun secara umum didefenisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka. (Kozier,1995)

Masa ini merupakan masa ujian, masa penuh tantangan, sukar dimengerti dan masa yang penuh gelora (Agus, 1998). Biasanya masa remaja terjadi sekitar dua tahun setelah masa pubertas, menggambarkan perubahan fisik, perilaku, pengalaman emosional mendalam. Perempuan dan laki-lakimenjadi matang, tanggungjawab mereka meningkat, dan harapan tentang dirinya berkembang lebih besar, baik itu diukur dari dirinya maupun dari diri orang lain. Pada saat yang sama, perubahan sosial memainkan peran utama dalam masa remaja, sebagaimana aktivitas laki-laki dan perempuan menjadi lebih bervariasi dan individual (Nugraha, 1998)

Dapat berakibat buruk bila tidak dihadapi dengan bijaksana, seperti memburuknya kesehatan fisik, mental maupun sosial yang dapat menetap bahkan memburuk diusia dewasa dan merupakan sumbangan yang buruk bagi kesejahteraan keluarganya di masa depan (PKBI,1999)

(14)

remaja laki-laki dan remaja puteri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung), menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) di bandingkan pada remaja puteri (42,3%) (LDFEUI & NFPCB,1999). Dari survey yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan resiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan beresiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial. Responden survey remaja di empat propinsi yang dilakukan pada tahun 1998 memperlihatkan sikap yang sedikit berbeda dalam memandang hubungan seks diluar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden yang setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana untuk menikah, responden yang setuju kembali bertambah 12,5% (LDFEUI & NFPCB,1999).

(15)

Oleh karena itu orang tualah yang secara arif dan bijaksana mendekatkan diri kepada anak remaja untuk menjadi sahabat bagi mereka. (Mu’tadin,2002)

Berdasarkan observasi yang saya lihat selaku saya tinggal dikelurahan tersebut. Banyak penyimpangan perilaku seksual remaja yang terjadi saat ini, seperti melakukan hubungan seks sebelum menikah, dan hamil diluar nikah, memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja.

2. Tujuan Penelitian

2.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli sibolga.

2.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk :

2.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

2.2.2 Mengidentifikasi sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

2.2.3 Mengidentifikasi tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga

3. Pertanyaan Penelitian

(16)

3.1 Bagaimana pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan nauli Sibolga

3.2 Bagaimana sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

3.3 Bagaimana tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi pendidikan, praktek dan penelitian keperawatan :

4.1 Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja dikelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

4.2 Praktik Keperawatan

Untuk pengembangan materi melalui penyuluhan, pendidikan, kesehatan atau seminar tentang Pengetahuan dan Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

4.3 Penelitian Keperawatan.

(17)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Keluarga

1.1. Defenisi Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalamnya perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Baylon dan Maglaya dalam Effendi). Menurut departemen kesehatan RI (1998), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendi,1998)

(18)

dapat mempengaruhi sistem didalam keluarga, norma-norma yang akan berkembang sesuai dengan pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh-pengaruh lingkungan tersebut (Wahin,2005)

2. PERILAKU

2.1. Defenisi Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Menurut Skinner (, Notoatmodjo, 2003) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil dari hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respons).

Menurut Ensiklopedi dari Amerika (Notoatmodjo, 2003) perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang dsisebut tanggapan.

Robert Kwick, (Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dipelajari.

Bloom (1976 dalam Suliha, 2002) mengatakan bahwa aspek perilaku yang dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah, yaitu ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor

(keterampilan).

(19)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan menjadi suatu perbuatan nyata kalau tiudak adanya fasilitas, sementara itu tingkat tindakan itu antara lain : persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adaptasi (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Bentuk operasional Perilaku

Menurut Notoatmodjo (1993) bentuk operasional dari pada perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

2.2.1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.

2.2.2 Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan bathin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari, lingkungan

pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan

mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat nonfisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku manusia.

2.2.3 Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan.

2.3. Faktor-faktor yang Berperan dalam Pembentukan Perilaku

(20)

2.3.1. Faktor Internal

Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut: a). Motivasi yang sama dapat menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja di arahkan oleh motivasi yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. b) Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu. c) Penguatan positif (positive reinforcement) menyebabkan suatu perilaku tertentu cenderung untuk diulang kembali. d) Kekuatan perilaku dapat melemah bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak menyenangkan.

2.3.2. Faktor Eksternal

Faktor-faktor yang berada diluar individu yang bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang disajikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya.

2.4. Klasifikasi Perilaku

Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health

Related behavior) menurut Becker (1979, dikutip dati Notoatmodjo)

sebagai berikut :

2.4.1 Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

(21)

termasuk juga pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha untuk mencegah penyakit tersebut

2.4.3 Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

2.5. Defenisi Pengetahuan

Menurut Bloom (1908 dalam Notoatmodjo 2003), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu :

2.5.1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Olehsebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah

2.5.2. Memahami (Comprehension)

(22)

2.5.3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus-rumus, prinsip dan sebagainya atau situasi yang lain.

2.5.4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

2.5.5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formasi-formasi baru dari formasi yang ada.

2.5.6 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian ini berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.6. Defenisi Sikap

(23)

Sikap merupakan kecenderungan dan kesediaan untuk bertindak dan disertai dengan perasaan-perasaan yang dimilki oleh individu tersebut. Dengan dasar pengetahuan dan pengalaman masa lalu maka timbul sikap dalam diri manusia dengan perasaan-perasaan tertentu, dalam menanggapi suatu objek yang menggerakkan untuk bertindak. Sikap yang dicakup dalam domain afektif mempunyai 4 (empat) tingkatan yaitu : menerima

(receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsibility).

Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan objek adalah suatu indikasi dari sikap tingkat pertama.

Merespon (responding), diartikan member jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap tingkat dua.

Menghargai (vauling), mengajak orang untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah yang ada adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.

Bertanggung jawab (responsibility),bertanggung jawab atas segala

(24)

2.7. Defenisi Tindakan atau Praktek (Practice)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan seseorang akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang diketahuinya atau disikapinya. Inilah yang disebut perilaku kesehatan (over behavior). Sama dengan sikap, tindakan juga mempunyai 4 (empat) tingkatan yaitu : persepsi (perception), respon terpimpin (guided response), mekanisme (mechanism), dan adptasi

(adaptation)

Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

Respon terpimpin (guided response), yaitu dapat melakukan sesuatu

sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

Mekanisme (mechanism), yaitu apabila sesorang tidak dapat

melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

Adaptasi (adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah

(25)

3 REMAJA

3.1 Klasifikasi Remaja

Whally dan Wong’s (1995) mengatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu remaja awal (usia 11-14 tahun), remaja pertengahan (usia 15-17 tahun) dan remaja akhir (usia 18-20 tahun). Sedangkan menurut Blos (1962) dalam Sarono (2000) ada tiga tahap perkembangan remaja dalam rangka penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu:

3.1.1 Remaja Awal (Early Adolescence)

Mereka tidak percaya dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan dorongan yang menyertai perubahan itu, cepat tertarik dengan lawan jenis dan mudah terangsang. Untuk itu perlu peran dari orang tua untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik, batasan berdasarkan nilai dan norma tentang baik dan buruk dalam perilaku seksual dan memperlakukan perubahan citra diri dengan sikap positif untuk mencegah harga diri rendah. (Hamid, 1999)

3.1.2. Remaja Madya (Middle Adolescence)

(26)

tua. Pada masa ini remaja memerlukan informasi tentang penularan penyakit kelamin dan resiko lain yang mungkin terjadi sebagai akibat hubungan seksual. (Hamid, 1999)

3.1.3. Remaja Akhir ( Late Adolescence)

Masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu a) minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual, b) egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru, c) terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, d) egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, e) ada batas yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public).

3.2. Tugas Perkembangan seks Remaja.

(27)

memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi.

3.3. Perkembangan Seks Remaja

Seksualitas pada remaja dimulai dengan perubahan-perubahan tubuh dan fungsi fisiologi yang bertujuan untuk reproduksi. Menurut sarwono (2000) aktivitas hormon menyebabkan manifestasi pubertas yang biasa dikategorikan pada karakteristik seks remaja dan seks sekunder.

Karakteristik seks primer adalah secara langsung berhubungan dengan organ reproduksi, kematangan kelenjar kelamin (testis dan ovarium) dan organ-organ genitalia eksterna. Karakteristik seks sekunder adalah termasuk pembesaran payudara dan panggul pada anak perempuan, pertumbuhan rambut pada alat kelamin serta kumis, jambang dan perubahan suara pada anak laki-laki, selain itu juga pertambahan tinggi dan berat badan.

Bersamaan dengan pertumbuhan seks primer dan sekunder pada remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan hal yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual memang harus terjadi sebagai fungsi mempertahankan keturunan.

3.4. Perilaku Seksual Remaja

(28)

sendiri (masturbasi, fantasi seksual, membaca atau melihat pornografi dan lain-lain). Serta perilaku sesual yang dilakukan dengan orang lain seperti berpegangan tangan, berciuman, petting/bercumbu berat hingga hubungan intim (PKBI, 1999)

Objek seksual dapat berupa orang, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Namun sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresif. Sementara itu akibat psikososial yang timbul dari perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja putri yang hamil diluar nikah, ditambah lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Resiko lainnya adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi.

Menurut gunarsah (1993) berbagai perilaku sesual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar, antara lain dikenal dengan masturbasi, berpacaran, dan pemuasan dorongan seksual.

(29)

pemenuhan kenikmatan yang sering sekali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.

Berpacaran merupakan yang umum dilakukan oleh remaja dengan berbagai bentuk perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang sebebarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilya seseorang dalam mengendalikan atau kegagalan untuk dorongan tersebut kegiatan lain yang lebih positif.

Pada dasarnya ada beberapa hal yang menjadi motif remaja melakukan hubungan seksual yaitu dorongan seksual, dorongan afeksi (menyatakan, menerima ungkapan kasih saying melalui aktivitas seksual), dorongan agresif (keinginan untul menyakitidi/orang lain), terpaksa (diperkosa, dipaksa pacar, takut kehilangan pacar, dan sebagainya), dan dorongan untuk mendapatkan fasilitas/material melalui aktivitas seksual (PKBI,1999)

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah), maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Untuk itu diperlukan pendidikan seks bagi remaja baik secara formal maupun informal.

3.5. Lingkungan Tempat Remaja Mengungkapkan Tentang Masalah

Seks dan Kesehatan Reproduksi.

(30)

Orang tua.Orang tua mempunyai peranan penting dan harus dapat

menjadi panutan bagi anak remajanya. Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama, sehingga penting bagi orang tua untuk mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan reproduksi remaja. Cara penyampaian yang bijak dan tidak menakut-nakuti akan membuat remaja merasa nyaman untuk berdiskusi tentang masalah kesehatan dengan orang tua.

Pendidik.Pendidik juga mempunyai peranan penting karena sebagian

besar waktu remaja dihabiskan di sekolah maupun instansi pendidikan lainnya, sehingga diharapkan guru dapat menjadi panutan bagi remaja. Guru disekolah perlu memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi remaja disamping peran guru agama baik disekolah maupun diluar sekolah juga penting, dan harus dapat memberikan penjelasan bukan hanya dari segi pengetahuan namun juga moral.

Sahabat dan teman dekat. Remaja banyak menghabiskan waktu

luangnya dengan teman-teman sebaya. Teman dekat atau sahabat sering kali berperan sebagai tempat untuk bertukar pengalaman atau tempat untuk sekedar mencurahkan isi hati.

Saudara dekat. Banyak juga diantaranya remaja yang merasa dekat dengan anggota keluarga lainnya, sehingga merasa lebih nyaman untuk membicarakan masalah kesehatanreproduksi dengan mereka.

4. Pendidikan Seks

(31)

seseorang dapat mengubah perilaku seksualnya kearah yang lebih bertanggung jawab, Sedangkan Sarwono (2000) mendefenisikan pendidikan seks sebagai suatu informasi mengenai seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Pendidikan seks yang diberikan seharusnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan, dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku dimasyarakat.

4.1. Tujuan Pendidikan Seks

Tujuan pendidikan seks adalah membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dalam membimbing anak dan remaja kearah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.

Mu’tadin (2002) mengemukan beberapa tujuan pendidikan seksual, antara lain :

a. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental, dan proses kematangan emosional yng berkaitan dengan masalah seksual remaja.

b. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab).

(32)

d. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan keluarga.

e. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan hubungan seksual.

f. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual, agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.

g. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksploitasi seks yang berlebihan.

h. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dengan berbagai peran, misalnya sebagai suami atau istri, orang tua, dan masyarakat.

4.2. Isi Pendidikan Seks

(33)

antara remaja-remaja yang aktif secara seksual.

Peran gender dan identitas seksual. Menurut Kozie, Erb, Blais,dan Wilkinson (1995) peran gender merupakan cara seseorang berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan sesuai jenis kelaminnya. Sedangkan identitas seksual merupakan kecenderungan seseorang pada satu jenis kelamin atau yang lainnya: 1) Heteroseksual: Seseorang yang tertarik secara seksual kepada orang lain dari jenis kelamin yang berbeda. 2)

Biseksual: Seseorang yang tertarik secara seksual pada orang lain dari

kedua macam jenis kelamin.3) Homoseksual: Seseorang yang tertarik secara seksual pada orang lain dari jenis kelamin yang sama. 4)

Transeksual: Kepercayaan seseorang bahwa jenis kelaminnya tidak sesuai

dengan keadaan fisik tubuhnya.

Organ reproduksi. Organ reproduksi merupakan organ tubuh yang

(34)

keluar bersama sel telur yang tidak dibuahi dan terjadilah haid. Ovarium (indung telur) menghasilkan hormon estrogen, progesterone, dan sel-sel telur. Tuba fallopi (saluran telur) terdapat disebelah kanan dan kiri rahim yang ujungnya mirip tangan yang terbuka yang memungkinkannya menangkap sel telur yang lepas dari ovarium, yang kemudian didorong masuk kedalam rahim, disinilah biasanya terjadi pertemuan sel telur dan spermatozoa sehingga terjadi pembuahan, Dan serviks merupakan jalan masuk dan keluar dari uterus, yang memanjang kebawah menuju bagian atas dari vagina (menghubungkan vagina dan rahim)

Pada laki-laki terdapat organ reproduksi seperti testis, penis, vas deferens dan kelenjar prostat. Testis merupakan kelenjar seks laki-laki yang menghasilkan sperma untuk pembuahan. Penis terletak di dasar daerah perut yang memiliki fungsi yang berbeda yakni sebagai saluran pembuangan urin keluar tubuh, juga sebagai saluran yang mengalirkan semen (suatu cairan yang mengandung sperma) pada saat ejakulasi. Vasdeferens yaitu yang menghubungkan testis dengan kelenjar prostat untuk disimpan sementara (Sarwono, 2000;nugraha,2000)

Proses reproduksi. Perkembangan biologis pada manusia dimulai

(35)

terjadilah pembuahan. Selanjutnya hasil pembuahan tersebut akan tumbuh dan berkembang dalam rahim sebagai janin yang sehat atau cukup bulan selama 38-42 minggu hingga bayi lahir (monks,1998)

Pubertas. Pubertas merupakan periode dalam rentang perkembangan

ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual (Hurlock,1999) dan dianggap sebagai masa perkembangan seksual yaitu pada usia 11-16 tahun (Monks,1998), Hurlock (1999) mengklasifikasikan masa pubertas kedalam tiga tahap yaitu tahap prapuber, puber, dan pasca puber. Pada tahap prapuber, individu bukan lagi seorang anak-anak tapi belum juga sebagai seorang remaja. Pada tahap ini, ciri-ciri seks sekunder mulai tampak tapi organ-organ reproduksi belum sepenuhnya berkembang. Pada saat puber, kriteria pematangan seksual muncul yaitu haid pertama(menarche) pada anak perempuan dan mimpi basah pertama kali dimalam hari pada anak laki-laki, cirri-ciri seks sekunder terus berkembang. Pada tahap pascapuber, cirri-ciri sekunder telah berkembang dengan baik dan organ seks mulai berfungsi secara matang.

Penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual (PMS)

merupakan satu kelompok penyakit yang penularannya terutama mulai hubungan seksual. Orang-orang yang beresiko tinggi tertular penyakit menular seksual adalah orang-orang yang mempunyai perilaku seksual, suka berganti-ganti pasangan dan pemakai narkoba yang menggunakan jarum suntik bersama.

(36)

gejala berupa keluarnya cairan dari alat kelamin (misalnya penyakit kencing nanah), berupa luka di alat kelamin (misalnya penyakit sifilis/raja singa), berupa benjolan (misalnya jengger ayam/Condiloma acuminate) dan penyakit menular seksual yang tidak member gejala pada tahap permulaan (misalnya HIV/AIDS).

Penyakit menular seksual dapat menimbulkan peradangan, kerusakan kulit dan selaput lendir alat kelamin. Di samping itu, penyakit menular seksual dapat menyebabkan komplikasi dikemudian hari berupa kemandulan, kehamilan di luar kandungan, kematian janin, keguguran, kebutaan, kerusakan otak, dan kanker leher rahim.

AIDS merupakan salah satu penyakit menular seksual yang banyak terjadi sekarang ini. Cara penularannya sama dengan cara penularan penyakit menular seksual yang lain. Penyakit AIDS menyebabkan penurunan kekebalan tubuh sehungga mudah mendapatkan penyakit-penyakit yang lain. Belum ada obat untuk mengobati penyakit-penyakit ini dan penderita penyakit ini berakhir dengan kematian. (Daili, F.S dkk, 1999)

Resiko dari seks bebas. Ada beberapa konsekuensi dari seks bebas

(37)

Selain berpengaruh pada pelaku, seks bebas juga dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan pertama adalah orang tua dan keluarga, mereka akan malu mempunyai anak yang kurang bermoral dan merasa bersalah tidak berhasil mendidik anak. Lingkungan lain adalah teman atau tetangga yang mungkin mencemooh bahkan menjauhinya. (Thera, 2000).

4.3. Bimbingan dalam memberikan Pendidikan seks

Pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri, termasuk dalam pemberian pendidikan seksual. Membicarakan masalah seks adalah hal yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dengan anak. Hal ini lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya dan ayah dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud antara orang tua dengan anak yang berlawanan jenis kelaminnya.

(38)

Dalam pendidikan seks perlu ditanamkan nilai aganma dan moral karena seks merupakan anugerah Tuhan untuk meneruskan keturunan, penjelasan ini penting diberikan agar anak-anak sadar dan bertanggung jawab dalam kehidupan seksualnya. (Djiwandono, 2002)

Menurut Gunarsah (1993) beberapa hal yang penting dalam memberikan pendidikan seksual yang perlu diperhatikan adalah, a) cara penyampaiannya wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu, b) isi urain harus objektif, namun jangan nmenerangkan yang tidak benar seolah-olah bertujuan agar anak tidak bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau symbol, c) dangkal atau mendalamnya uraian disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak, d) pendidikan seks diberikan secara pribadi karena luas sempitnya pengetahuan dengan kecepatan tahap perkembangan tidak sama pada setiap anak, e) pendidikan sekssual perlu diulang-ulang dan perlu untuk mengetahui seberapa jauh pengertian baru dapat diserap oleh anak dan perlu reinforcement apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.

4.4. Pendidikan Seks di Sekolah

(39)

Fale-Hobson (Yeni,1996) menyatakan bahwa pendidikan seks di sekolah meliputi pengjaran kepada anak untuk berperan sesuai jenis kelaminnya, mendiskusikan cara berhubungan dengan lawan jenis berdasarkan nilai kesopanan, memperkenalkan anak tentang perkembangan peranan seks, menggunakan peralatan audio-visual untuk membantu mempelajari perkembangan peran seks dan memperkenalkan berbagai macam peran seks antara laki-laki dan perempuan.

Menurut Yeni (1996) dalam memberikan pendidikan seks di sekolah, perlu diperhatikan peran dari guru dan isi dari pendidikan seks itu sendiri (Tukan, 1993). Beberapa peran yang harus dilakukan guru tersebut adalah membantu anak didik untuk menyeleksi lingkungan sosial dan orang-orang yang tepat untuk perkembangan mereka, membantu anak untuk memahami bahwa lingkungan social dan orang-orang tersebut sesuai dengan mereka dan menerimanya sebagai bagian dari mereka serta membantu anak memilih aktivitas dan pengelaman yang baik untuk kehidupan masa depannya.

(40)
(41)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku keluarga terhadap pendidikan seks pada remaja. Tanggung jawab untuk memberikan pendidikan seks berada pada keluarga sebagai berikut :

Skema1. Kerangka Konseptual Penelitian

Pengetahuan keluarga - Baik

- Cukup - Kurang

Sikap keluarga

- Negatif - Positif

Tindakan keluarga

- Baik - Cukup - Kurang

Pendidikan seks

(42)

2. Defenisi Operasional.

No Variabel Defenisi Operasional Cara

(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku keluarga terhadap pendidikan seks.

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluarga atau orang tua yang mempunyai anak remaja usia 11-20 tahun dengan jumlah populasi sebanyak 228 keluarga per oktober 2009 (Data lurah Sibuluan Nauli,2009).

2.2. Sampel

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini 20 % dari jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu 46 keluarga yang memiliki anak remaja (Arikunto,2005)

Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel yang diambil disesuaikan dengan criteria penelitian yang telah diteentukan.

Peneliti menyusun kriteria responden sebagai subjek penelitian antara lain :

a. Keluarga/orang tua yang memiliki anak remaja usia 11-20 tahun b. Dapat membaca dan menulis bahasa Indonesia dengan baikdan

(44)

c. Bersedia menjadi responden penelitian 3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga. Lokasi ini dipilih karena wilayah tersebut memungkinkan untuk melakukan penelitian dengan jumlah responden yang memadai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2009- Januari 2010

4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini sebelum pengambilan data peneliti sudah mendapatkan ijin dari bagian pendidikan Fakultas Ilmu Keperawatan USU. Pada pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu memperkanalkan diri, kemudian menjelaskan terlebih dahulu maksud, tujuan, dan prosedur pengisian kuesioner kepada responden. Apabila responden setuju maka responden terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent). Responden berhak menolak atau mengundurkan diri selama proses penelitian.

(45)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner perilaku. Kuisioner perilaku disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka Bloom (Notoatmodjo, 2003) yang berisikan pernyataan yang terdiri dari 3 bagian yaitu kuisioner pengetahuan, kuisioner sikap, kuisioner tindakan

5.1. Kuisioner Data Demografi

Instrumen penelitian berisi data demografi responden meliputi usia anak remaja, usia responden, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.

5.2. Kuisioner Pengetahuan

Instrumen berisi pernyataan untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks. Kuisioner ini terdiri dari 10 pernyataan dengan menggunakan skala Gutman dengan pilihan jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 10

Berdasarkan rumus statistik : P = rentang Banyak kelas

(46)

5.3. Kuisioner Sikap

Instrumen penelitian tentang sikap keluarga terhadap pendidikan seks terdiri dari 10 pernyataan. Penilaian menggunakan Skala Likert dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu skor pernyataan positif yaitu Sangat Setuju (skor 4), Setuju (skor 3), Tidak Setuju (skor 2), Sangat Tidak setuju (skor 1). Total skor diperoleh terendah 10 yang tertinggi 40 Semakin tinggi skor maka semakin positif sikap keluarga terhadap pendidikan seks.

Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang 30 dan 2 kategori kelas untuk menilai sikap keluarga terhadap pendidikan seks yaitu sikap positif dan negatif, maka didapatkan panjang kelas 15. Menggunakan P=15 dan nilai terendah 10 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka sikap Keluarga terhadap pendidikan seks dikategorikan interval sebagai berikut : 10-25 adalah sikap negative dan 26-40 adalah sikap positif

5.4. Kuisioner Tindakan

(47)

Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang 8 dan 3 kategori kelas untuk menilai tindakan Keluarga terhadap pendidikan seks yaitu tindakan baik, tindakan cukup, dan tindakan kurang, maka didapatkan panjang kelas 3. Menggunakan P=3 dan nilai terendah 8 sebagai batas bahwa kelas interval pertama, maka tindakan Keluarga terhadap pendidikan seks dikategorikan interval sebagai berikut : 0-2 adalah tindakan kurang, 3-5 adalah tindakan cukup dan 6-8 adalah tindakan baik.

6. Uji Instrumen

6.1 Uji Validitas

Kuisioner yang dibuat oleh peneliti perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas. Uji validitas yang akan dilakukan oleh peneliti adalah uji validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrument dengan baik mewakili karakteristik yang dikaji. Penilaian tentang validitas isi ini bersifat subjektif dan keputusan apakah instrument sudah mewakili atau tidak, didasarkan pada pendapat ahli. Uji validitas ini akan dilakukan oleh Ibu Siti Zahara Nasution S.Kp,MNS

6.2 Uji Reabilitas

(48)

yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel (Azwar, 1997)

Pengujian reabilitas kuisioner perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga dilakukan pada 10 keluarga. Terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan cara pengisian sebelum menyebarkannya. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan pengolahan memakai program SPSS dengan cronbach alpha didapatkan hasil untuk kuisioner pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks sebesar 0,750. Sedangkan untuk sikap keluarga terhadap pendidikan seks sebesar 0,795. Pada tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja sebesar 0,751. Menurut polit & Hunger (1995), suatu instrument dikatakan reliable jika nilai reabilitas lebih dari 0,70. Maka berdasarkan hasil kuisioner tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kuisioner tersebut cukup akurat untuk pengukuran dalam penelitian ini.

7. Tekhnik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan ijin dari pihak Fakultas Keperawatan USU dan Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga sebagai tempat penelitian.

(49)

yang dilakukan peneliti dilakukan dengan berkunjung langsung ke rumah ibu-ibu yang memiliki anak remaja di Kelurahan sibuluan Nauli Sibolga.

Data yang telah terkumpul diolah dan ditabulasi dengan langkah-langkah yaitu, memeriksa kembali semua kuesioner yang telah diisi oleh responden, dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai petunjuk (Editing). Memberikan kode tertentu pada kuesioner yang telah diajukan untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data (Coding). Dan mempermudah analisa data, pengolahan dan pengambilan kesimpulan dengan melakukan tabulasi (Tabulating). Setelah data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui pengolahan data secara komputerisasi dan menggunakan program SPSS dengan crombach alpha. Kemudian dilakukan labelisasi variable, dimana yang akan diukur adalah frekuensi, persen, dan mean. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi ferkuensi untuk melihat perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja.

8. Analisa Data

(50)
(51)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Hasil Penelitian

Pada proses pengumpulan data yang dilakukan dari tanggal 6 Desember 2009 sampai 4 Januari 2010 maka diperoleh informasi tentang perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga

Berikut ini akan dijabarkan mengenai hasil penelitian tersebut yaitu karakteristik responden, perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga di bagi dalam tiga bagian pernyataan yaitu: pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks, sikap keluarga terhadap pendidikan seks, dan tindakan keluarga terhadap pendidikan seks.. .

1.1. Karakteristik keluarga yang mempunyai anak remaja di

Kelurahan sibuluan Nauli Sibolga.

(52)

(52,2%). Dalam hal tingkat pendidikan responden lebih banyak mempunyai tingkat pendidikan sampai jenjang SLTA yaitu 15 orang (32,6%). Pekerjaan dari responden dalam penelitian ini adalah IRT yang lebih banyak yaitu ada 31 orang (67,4%). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga

yang mempunyai anak remaja di Kelurahan Sibuluan

Nauli Sibolga 2009

Data demografi frekuensi % Usia Anak Remaja

(53)

Pekerjaan 1.2 Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja

Dalam penelitian ini perilaku keluarga dibagi dalam 3 domain yaitu : pengetahuan, sikap, dan tindakan.

1.2.1 Pengetahuan Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi

Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 46 responden terdapat 38 orang (82,60%) memiliki pengrtahuan baik dan 8 orang (17,39%) memiliki pengetahuan cukup. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja, dapat dilihat pada table 5.3 di bawah ini

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase gambaran pengetahuan

keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di

Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga

Pengetahuan Keluarga Frekuensi %

Baik 38 82,60

Cukup 8 17,39

(54)

1.2.2 Gambaran sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja

di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 46 responden keseluruhan memiliki sikap yang positif. Distribusi frekuensi dan persentase sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja, dapat dilihat pada table 5.5 di bawah ini.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase gambaran sikap

keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan

Sibuluan Nauli Sibolga.

Sikap Keluarga Frekuensi %

Positif 46 100

Negatif 0 0

1.2.3 Gambaran tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan sibuluan Nauli Sibolga

(55)

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase gambaran tindakan

keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di

Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

Tindakan Keluarga Frekuensi %

Baik 39 84,78

Cukup 7 15,21

Kurang 0 0

2. Pembahasan

Dalam pembahasan akan dijabarkan mengenai hasil penelitian perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga.

2.1 Pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di

Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga

Sebagian besar responden berpengetahuan baik 38 orang (82,60%),sebagian kecil responden berpengetahuan cukup sebanyak 8 orang (17,39%).

(56)

objek tertentu. Pernyataan ini sejalan dengan penjelasan yang dijabarkan oleh Mohammad (1998) mendefenisikan pendidikan seks sebagai suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar seseorang dapat mengubah perilaku seksualnya kearah yang lebih bertanggung jawab.

Hal ini juga dipengaruhi oleh data demografi keluarga yaitu: pendidikan terakhir orang tua dan pekerjaan orang tua. Dimana Sebagian besar orang tua dari remaja tamatan SMA.Jika pengetahuan keluarga baik, akan mendukung perilaku keluarga tersebut dalam memberikan pendidikan seks terhadap remaja dan masalah seks remaja dapat teratasi sehingga remaja dapat diarahkan untuk melakukan ha-hal yang lebih positif.

2.2 Sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan

Sibuluan Nauli Sibolga

(57)

sikap keluarga yang positif dalam memberikan penjelasan tentang pendidikan seks memiliki pengaruh yang baik bagi perkembangan remaja tersebut, sehingga anak remaja terhindar dari resiko seks bebas.

2.3 Tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di

Kelurahan Sibuluan nauli Sibolga

Tindakan Keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli di dapat bahwa sebagian besar keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tindakan yang baik ada 39 orang(84,78%) dan 7 orang (15,21%) bertindakan cukup. Tujuan dari pendidikan seks adalah membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dalam membimbing remaja kearah hidup menuju tahap dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya (Mu’tadin,2000). Tindakan keluarga yang baik dalam memberikan pendidikan seks akan berpengaruh pada bagaimana keluarga memberikan pengertian yang memadai mengenai proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual remaja.

(58)

Mu’tadin (2002) bahwa Orang tua atau keluarga sangat berperan dalam membantu anak remaja melewati masa remajanya dengan baik, juga untuk menyadarkan kepada orang tua bahwa berbagai perubahan/gejolak yang dialami oleh anak remaja adalah sesuatu yang alamiah dan tidak terhindarkan

(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa mayoritas responden/Keluarga berusia 44-49 tahun (39,13%), usia anak remaja 16 tahun (23,91%), beragama islam (52,2%). Pada tingkat pendidikan mayoritas responden memiliki jenjang pendidikan SMU (32,6%). Jenis kelamin anak sama banyaknya antara laki-laki dan perempuan (50%), dan pada pekerjaan sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga (67,4%).

(60)

2. Saran

2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini mengidentifikasikan perilaku keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga, oleh karena itu diharapkan bagi pelayanan keperawatan khususnya di bidang keperawatan anak dan keperawatan keluarga dapat lebih optimal dalam memberikan pelayanan khusunya dalam bidang pendidikan seks bagi remaja

2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Peneliti menyarankan kepada lembaga pendidikan keperawatan khususnya bagi pendidik keperawatan keluarga untuk lebih banyak memberikan pendidikan kesehatan khususnya mengenai masalah pendidikan seks, guna mengoptimalkan pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks.

2.3. Bagi Penelitian Berikutnya.

(61)
(62)

Arikunto, S. (1998) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktek. Jakarta: Rhineka Cipta

Darwirsyah, R. S (2003). Seksualitas Remaja Indonesia. Dibuka Pada

Websit

Djiwandono, W.E.S. (2001). Menjawab pertanyaan-pertanyaan anak anda

tentang seks. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia

Effendy, N. (1998). Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rhineka Cipta

Gunarsa, D. S. (1993). Psikologis Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Hurlock. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : erlangga

Kozier, Erb, Blais, and Wilkinson. (1995). Fundamental of Nursing

Concept Proses and Practise.

California:Addison-WesleyPublishing Company. Inc

Mohammad, K. (1998). Kontradiksi dalam kesehatan Reproduksi. Jakarta: Bumi aksara

Monks, J. F, dkk (1998) Psikologi Notoatmodjo, S. (2003). Pengantar

Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.

Mu’tadin, Z. (2002). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta. Andi Offset

Yogyakarta. Andi Offset

Notoatmodjo, S. (1993) Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu

Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Andi offset

Nugraha, D. B. (2000). Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks.

Jakarta:Bumi aksara

(63)

Thera, U. (2000). Pendidikan seks untuk remaja. Dibuka pada Website

Tukan, S. J. (1994). Metode pendidikan seks, perkawinan dan keluarga. Jakarta: Erlangga

Wulandari, R. A. (2002). Hubungan sosial remaja sekaitan dengan

kesehatan reproduksi. Dibuka Pada Website

Yeni, M. Y. (1996) Peranan sekolah dalam pendidikan seks , sebuah

tinjauan teoritis. Dibuka pada Website

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase gambaran pengetahuan
table 5.7 di bawah ini.
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase gambaran tindakan

Referensi

Dokumen terkait

 Pendekatan penelitian atau metode penelitian yang dipilih kurang tidak dengan topik penelitian dan rumusan masalah.  Penjabaran langkah-langkah pengumpulan data

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan keaktifan lansia dalam mengikuti kegitan posyandu.Desain penelitian ini menggunakan desain

Karakter kualitatif warna daun pucuk, warna permukaan atas tangkai daun, dan warna permukaan bawah tangkai daun pada delapan populasi tersebut menunjukkan tingkat keragaman

Sistem informasi eksekutif berarti merupakan sebuah sistem informasi yang dikembangkan dan juga diimplementasikan untuk memberikan kemudahan arus informasi suatu organisasi

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara burnout dengan

Perhatikan bentuk naskah yang tampak di gambar sebelah kanan, pada ms-word naskah tersebut dapat dibuat dengan menggunakan fasilitas ..... 21 menggunakan

Hal ini sejalan dengan pernyataan Sanchez dan Larrea (1972) melalui percobaan umur bibit padi dengan mulai umur 30 sampai dengan 105 hari pembibitan pada tiga

Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas dengan Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro.. Jurnal Ilmiah