PENGARUH KONSENTRASI CMC (CARBOXY METHYL
CELLULOSA) DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP
MUTU TEPUNG SARI BUAH TERUNG BELANDA
SKRIPSI
OLEH:
SURYA ROMAN JAYA
040305037/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH KONSENTRASI CMC (CARBOXY METHYL
CELLULOSA) DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP
MUTU TEPUNG SARI BUAH TERUNG BELANDA
SKRIPSI
OLEH:
SURYA ROMAN JAYA
040305037/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulose) dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Sari Buah Terung Belanda
Nama : Surya Roman Jaya
NIM : 040305037
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
Ir. Ismed Suhaidi, M.Si Ir. Rona J Nainggolan, SU Ketua Anggota
Mengetahui
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen
ABSTRACT
THE EFFECT OF DIFFERENT CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSA) CONCENTRATIONS AND DRYING TIMES ON THE QUALITY OF THE
TAMARILLO FLOUR
The aim of this research was to investigate the effect of different CMC concentrastions and drying times on the quality of the tamarillo flour. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factor i.e: CMC concentrastions (K): (0, 2, 4 and 6%) and drying times (L): (8, 10, 12 and 14 hours). Parameters analyzed were yield, water content, ash content, vitamin C content, dispersion speed and organoleptic values (colour, flavour and taste).The result showed that the CMC concentrate had highly significant effect on yield, water content, ash content, vitamin C content, dispersion speed and organoleptic values (colour, flavour and taste). The drying time had highly significant effect on yield, water content, ash content, vitamin C content, dispersion speed and organoleptic values (colour, flavour and taste). The interaction of CMC concentration and drying time had no significant effect on yield and organoleptic values (colour, flavour and taste) but had highly significants effects on water content, ash content, vitamin C content and dispersion speed. CMC concentration 2% with drying time 8 hours produced the best tamarillo flour.
Keywords: Tamarillo flour, CMC concentration, drying time.
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSA) DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEPUNG SARI BUAH
TERUNG BELANDA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap mutu tepung sari buah terung belanda. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu konsentrasi CMC (K): (0, 2, 4 dan 6%) dan lama pengeringan (L): (8, 10, 12 dan 14 jam). Parameter yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap rendemen dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa), tetapi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C dan kecepatan dispersi. Konsentrasi CMC 2% dan lama pengeringan 8 jam menghasilkan tepung sari buah terung belanda terbaik
RINGKASAN
SURYA ROMAN JAYA “Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy
Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Sari Buah
Terung Belanda” yang dibimbing oleh Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku ketua
komisi pembimbing dan Ir. Rona J Nainggolan, SU selaku anggota komisi
pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC
(Carboxy Methyl Cellulosa) dan lama pengeringan terhadap mutu tepung sari buah
terung belanda.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL),
dengan dua faktor. Faktor I: Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) (K)
terdiri dari 4 taraf, yaitu: K1 = 0%, K2 = 2%, K3 = 4% dan K4 = 6%. Faktor II:
Lama Pengeringan (L) terdiri dari 4 taraf, yaitu: L1 = 8 jam, L2 = 10 jam, L3 = 12
jam dan L4 = 14 jam. Dengan parameter analisa adalah rendemen (%), kadar air
(%), kadar abu (%), kadar vitamin C (mg/100 g bahan), kecepatan dispersi (menit)
dan uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa (numerik).
1. Rendemen (%)
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap rendemen tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan. Rendemen
tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 15,98% dan terendah terdapat
pada perlakuan K1 yaitu sebesar11,89%.
Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 14,40% dan terendah terdapat
pada perlakuan L4 yaitu sebesar 13,57%.
Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap rendemen tepung sari buah terung
belanda yang dihasilkan, sehingga uji LSR (Least Significant Range) tidak
dilanjutkan.
2. Kadar Air (%)
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar air tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan. Kadar air
tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 13,81% dan terendah terdapat
pada perlakuan K4 yaitu sebesar 7,56%.
Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar air tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan. Kadar air
tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 12,50% dan terendah terdapat
pada perlakuan L4 yaitu sebesar 8,94%.
Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tepung sari buah terung
belanda yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1L1 yaitu
sebesar 15,75% dan terendah terdapat pada perlakuan K4L4 yaitu sebesar 5,25%.
3. Kadar Abu (%)
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 5,80% dan terendah pada
perlakuan K1 yaitu sebesar 4,10%.
Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar abu tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan. Kadar abu
tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 5,26% dan terendah terdapat
pada perlakuan L4 yaitu sebesar 4,95%.
Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu tepung sari buah
terung belanda yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K4L1
yaitu sebesar 5,99% dan terendah terdapat pada perlakuan K1L4 yaitu sebesar
3,82%.
4. Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan)
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar vitamin C tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan. Kadar
vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 57,94 mg/100 g
bahan dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 14,19 mg/100 g
bahan.
Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar vitamin C tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan. Kadar
vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 40,70 mg/100 g bahan
dan terendah terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar 31,68 mg/100 g bahan.
Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C tepung sari
perlakuan K4L1 yaitu sebesar 61,16 mg/100 g bahan dan terendah pada perlakuan
K1L4 yaitu sebesar 10,12 mg/100 g bahan.
5. Kecepatan Dispersi (menit)
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kecepatan dispersi tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Kecepatan dispersi tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 6,46 menit
dan terendah pada perlakuan K4 yaitu sebesar 1,57 menit.
Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kecepatan dispersi tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Kecepatan dispersi tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 4,26 menit
dan terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar 3,06 menit.
Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan
pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kecepatan dispersi tepung sari buah
terung belanda yang dihasilkan. Kecepatan dispersi tertinggi terdapat pada
perlakuan K1L1 yaitu sebesar 7,51 menit dan terendah pada perlakuan K4L4 yaitu
sebesar 1,26 menit.
6. Nilai Organoleptik (Warna, Aroma dan Rasa) (numerik)
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap nilai organoleptik tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan. Nilai
organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan K2 yaitu sebesar 3,47% dan
terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar 3,18%.
Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 3,58% dan
terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar 3,15%.
Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik tepung sari
buah terung belanda yang dihasilkan, sehingga uji LSR (Least Significant Range)
RIWAYAT HIDUP
SURYA ROMAN JAYA, dilahirkan di Langga Payung Labuhan Batu 24
Mei 1986. Anak pertama dari 3 bersaudara dari Ayahanda B. Hasibuan dan Ibunda
Feriyani yang beragama Islam.
Pada tahun 1998 lulus dari SD Negeri 116254 Rantau Jior, pada tahun
2001 lulus dari SLTP Negeri 1 Sei Kanan dan pada tahun 2004 lulus dari SMU
Negeri 1 Sei Kanan. Kemudian pada Tahun 2004, penulis diterima di Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga mengikuti dan berpartisipasi
dalam kegiatan organisasi IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian),
ATM (Agricultural Technology Moslem) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).
Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang maha kuasa karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul penelitian ini adalah ‘Pengaruh Konsentrasi CMC
(Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Tepung
Sari Buah Terung Belanda”.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku
ketua komisi pembimbing dan Ir. Rona J. Nainggolan, SU selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta
Ayahanda B. Hasibuan dan Ibunda Feriyani yang telah memberikan doa dan
dukungan berupa moril dan materil kepada penulis.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada kawan-kawan yang telah memberikan bantuan dan dorongan
semangat kepada penulis.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membutuhkan.
Medan, Mei 2010
Pelaksanaan Penelitian ... 19 Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Parameter yang Diamati ... 25
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Parameter yang Diamati ... 26
Rendemen (%) Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Rendemen (%) ... 27
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Rendemen (%) ... 28
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan terhadap Rendemen (%) ... 30
Kadar Air (%) Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Kadar Air (%) ... 30
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Air (%) ... 31
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan terhadap Kadar Air (%) ... 33
Kadar Abu (%) Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Kadar Abu (%) ... 35
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Abu (%) ... 37
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan terhadap Kadar Abu (%) ... 38
Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) ... 41
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) ... 42
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan terhadap Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) ... 44
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kecepatan
Dispersi (menit) ... 47
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan terhadap Kecepatan Dispersi (menit) ... 49
Nilai Organoleptik (numerik) Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Nilai Organoleptik (numerik) ... 51
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Nilai Organoleptik (numerik) ... 53
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan terhadap Nilai Organoleptik (numerik) ... 54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55
Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
LAMPIRAN ... 59
DAFTAR TABEL
6. Pengaruh konsentrasi CMC terhadap parameter yang diamati .... 25
7. Pengaruh lama pengeringan terhadap parameter yang diamati ... 26
8. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap rendemen (%) ... 27
9. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap rendemen (%) ... 29
10. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar air (%) ... 30
11. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air (%) ... 32
12. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi CMC dan Lama Pengeringan terhadap kadar air (%) ... 34
13. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar abu (%) ... 35
14. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar abu (%) ... 37
15.. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap kadar abu (%) ... 39
17 Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap
kadar vitamin C (mg/100 g bahan) ... 43
18. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi CMC
dan lama pengeringan terhadap kadar vitamin C (mg/100 g bahan) .. 44
19. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap
kecepatan dispersi(menit) ... 46
20. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap
kecepatan dispersi (menit) ... 48
21. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi CMC
dan lama pengeringan terhadap kecepatan dispersi (menit) ... 49
22. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap nilai
organoleptik (numerik) ... 52
23. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap
nilai organoleptik (numerik) ... 53
DAFTAR GAMBAR
4. Grafik hubungan lama pengeringan terhadap rendemen (%) ... 29
5. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar air (%) ... 31
6. Grafik hubungan lama pengeringan terhadap kadar air (%) ... 32
7. Grafik hubungan interaksi konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap kadar air (%) ... 34
8. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar abu (%) ... 35
9. Grafik hubungan lama pengeringan terhadap kadar abu (%) ... 38
9. Grafik hubungan interaksi konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap kadar abu (%) ... 40
11 Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar vitamin C (mg/100 g bahan) ... 42
12. Grafik hubungan lama pengeringan terhadap kadar vitamin C (mg/100 g bahan) ... 43
13. Grafik hubungan interaksi konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap kadar viamin C (mg/100 g bahan) ... 45
14. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kecepatan dispersi (menit) ... 47
15. Grafik hubungan lama pengeringan terhadap kecepatan dispersi (menit) ... 48
17. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap nilai
organoleptik (numerik) ... 52
18. Grafik hubungan lama pengeringan terhadap nilai
organoleptik (numerik) ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
NO. Judul Hal
1. Data pengamatan analisa rendemen (%) ... 59
2. Data pengamatan analisa kadar air (%) ... 60
3. Data pengamatan analisa kadar abu (%) ... 61
4. Data pengamatan analisa kadar vitamin C (mg/100 g bahan) ... 62
5. Data pengamatan analisa kecepatan dispersi (menit) ... 63
ABSTRACT
THE EFFECT OF DIFFERENT CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSA) CONCENTRATIONS AND DRYING TIMES ON THE QUALITY OF THE
TAMARILLO FLOUR
The aim of this research was to investigate the effect of different CMC concentrastions and drying times on the quality of the tamarillo flour. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factor i.e: CMC concentrastions (K): (0, 2, 4 and 6%) and drying times (L): (8, 10, 12 and 14 hours). Parameters analyzed were yield, water content, ash content, vitamin C content, dispersion speed and organoleptic values (colour, flavour and taste).The result showed that the CMC concentrate had highly significant effect on yield, water content, ash content, vitamin C content, dispersion speed and organoleptic values (colour, flavour and taste). The drying time had highly significant effect on yield, water content, ash content, vitamin C content, dispersion speed and organoleptic values (colour, flavour and taste). The interaction of CMC concentration and drying time had no significant effect on yield and organoleptic values (colour, flavour and taste) but had highly significants effects on water content, ash content, vitamin C content and dispersion speed. CMC concentration 2% with drying time 8 hours produced the best tamarillo flour.
Keywords: Tamarillo flour, CMC concentration, drying time.
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSA) DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEPUNG SARI BUAH
TERUNG BELANDA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap mutu tepung sari buah terung belanda. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu konsentrasi CMC (K): (0, 2, 4 dan 6%) dan lama pengeringan (L): (8, 10, 12 dan 14 jam). Parameter yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Interaksi antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap rendemen dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa), tetapi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C dan kecepatan dispersi. Konsentrasi CMC 2% dan lama pengeringan 8 jam menghasilkan tepung sari buah terung belanda terbaik
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah tamarillo atau terung belanda (Chypomandra betacea) merupakan
tanaman yang sangat populer di New Zealand. Tanaman ini termasuk keluarga
Solanaceae yang berasal dari Peru dan masuk ke Negara Indonesia dikembangkan
antara lain di Bali, Jawa Barat dan Tanah Karo Sumatera Utara. Buah ini
bentuknya bulat panjang berasa kombinasi antara tomat dan jambu biji.
Ditinjau dari aspek fungsionalnya ternyata buah terung belanda
mempunyai khasiat yang sangat unggul sebagai sumber anti oksidan alami yaitu
untuk meluruhkan zat-zat radikal berbahaya yang dapat menyebabkan degeneratif,
kanker, jantung koroner, katarak dan cacat pada anak.
Banyak sekali ragam anti oksidan alami, tetapi jarang yang memiliki
komponen kimia yang lengkap. Buah terung belanda mempunyai macam-macam
anti oksidan, baik yang berbentuk vitamin dan yang bukan, seperti vitamin E,
vitamin A, vitamin C, vitamin B6, senyawa karotenoid, anthosianin dan serat.
Lengkapnya anti oksidan alami dalam buah terung belanda memungkinkan
pemanfaatan buah terung belanda sebagai bahan baku pembuatan anti oksidan
alami.
Produk-produk olahan dari terung belanda seperti pewarna alami, sirup,
jelly, es krim, sari buah, produk-produk awetan adem sari, bubuk sari buah dan
tablet effervessent diharapkan dapat menyediakan makanan dan minuman yang
Adanya makanan dan minuman yang sangat sehat diperlukan karena saat
ini banyak sekali minuman-minuman yang diolah dengan memakai bahan pewarna
sintetis, pemanis buatan yang menyebabkan kanker dan juga pemakaian bahan
pengawet yang terlarang.
Proses pengeringan menyebabkan berkurangnya kadar air, sehingga bahan
pangan mengalami kerusakan atau penurunan kualitas dan warnanya berubah
menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi browning non
enzimatis yaitu terjadinya reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi.
Tepung sari buah terung belanda yang diolah dengan benar mempunyai
beberapa keuntungan, yaitu kandungan nutrisinya tidak mudah rusak serta
memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi. Penggunaan tepung sari buah
dalam industri selain lebih praktis juga lebih stabil dan tidak mudah rusak (long
life time).
Penambahan bahan pengisi seperti Carboxy Methyl Cellulosa (CMC)
diperlukan dalam pembuatan tepung sari buah terung belanda dengan tujuan untuk
mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, melapisi
komponen flavour, meningkatkan padatan dan memperbesar volume.
Tepung sari buah terung belanda dibuat melalui pengeringan konsentrat
jus. Cara pengeringan untuk menghasilkan bubuk sari buah yang mudah dilakukan
adalah menggunakan alat freezer dryer (pengering beku) yaitu dengan suhu dan
tekanan rendah, foam mat dryer (pengering busa) yaitu dengan bahan pembusa dan
suhu rendah. Selain itu dapat pula menggunakan alat spray dryer (pengering
semprot) yaitu dengan mengalirkan udara panas baik aliran searah maupun
Terlalu mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi alat
pengering seperti freezer drying, foam mat drying dan spray drying membuat
peneliti berusaha untuk menggunakan metoda lain yang masih dapat menghasilkan
tepung sari buah terung belanda dengan biaya yang relatif murah dan peralatan
yang mudah diperoleh, yaitu dengan menggunakan alat pengering oven blower
dengan suhu 50°C.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang ”Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama
Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Sari Buah Terung Belanda”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC
(Carboxy Methyl Cellulosa) dan lama pengeringan terhadap mutu tepung sari buah
terung belanda.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai sumber data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi penulis.
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
dan industri pangan tentang pembuatan tepung sari buah terung belanda
dengan metode dan peralatan yang sederhana dan murah.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh konsentrasi CMC dan lama pengeringan serta interaksi
antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap mutu tepung sari buah
TINJAUAN PUSTAKA
Asal-usul Terung Belanda
Buah yang memiliki nama latin Chypomandra betacea ini, mempunyai
beberapa nama populer di berbagai belahan dunia, misalnya di New Zealand
terung belanda disebut ”tamarillo”, di daerah Jawa Barat disebut ”terung kori”, di
Siborong-borong Sumatera Utara masyarakat disana menyebutnya ”tiung” dan di
Amazone disebut ”Solanum kabiu”. Sedangkan di Indonesia secara nasional
disebut ”terung belanda” (Sianipar, 2008).
Terung belanda atau terung kori dikenal juga dengan nama Solanum
kabiu, mulai di kembangkan di Bogor Jawa Barat sejak tahun 1941, mungkin
pertama kali dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh orang Belanda pada
waktu itu sehingga dikenal dengan nama terung belanda, padahal buah tersebut
berasal dari daerah Amazone di Amerika Latin (Phillip, 2009).
Tiung sendiri asli dari pegunungan Andes di Peru, Chile, Equador dan Bolivia. Kemudian ditanam di Argentina, Australia, Brazil, Colombia, Kenya, Portugal, Amerika, Venezuela dan di Indonesia. Di Indonesia disebut “terung belanda”. Namun sayang, dalam Wikipedia tidak disebutkan bahwa pohon yang unik ini tumbuh subur di Kecamatan Silait-lait Kabupaten Siborong-borong Provinsi Sumatera Utara dengan nama setempat disebut tiung. Tiung adalah buah perkebunan ekspor dari Selandia Baru dan Portugal. Perkebunan tiung di Australia pertama kali dipanen sekitar tahun 1996. Padahal tiung sudah menjadi tanaman rakyat di Silait-lait semasa kolonial (Sianipar, 2008).
Tamarillo pertama sekali dibawa dari Asia dan diperkenalkan di New
tua. Tamarillo merah dikembangkan di Auckland pada tahun 1920 oleh seorang
ahli tanaman yang memperoleh bijinya dari Amerika Selatan (Anonimous, 2008)
Pada tahun 1967, tamarillo dikenal sebagai tomat pohon di New Zealand,
tetapi namanya kemudian berubah setelah masyarakat disana memilih nama yang
indah untuk tomat pohon ini yaitu tamarillo. Hal ini disebabkan buahnya yang
seperti tomat yang di New Zealand disebut ”tomato” dalam bahasa Spanyol
disebut ”amarillo” yang artinya kuning. Kemudian mereka menggabungkan kata
”tomato” dan ”amarillo” menjadi ”tamarillo” (Francis, 2009).
Botani Terung Belanda
Terung belanda berupa perdu yang rapuh, pada umumnya tingginya sekitar
2 sampai 3 meter tetapi ada juga yang mencapai 8 meter, pangkal batangnya
pendek, percabangannya lebat. Daunnya tunggal, berselang-seling, bentuknya
bundar telur sampai bentuk jantung, berukuran (10-35) cm x (4-20) cm,
berpinggiran rata, berbulu halus, peruratannya menonjol, berujung lancip dan
pendek, biasanya daun-daun itu berada hampir di ujung pucuk, tangkai daun 7-10
cm panjangnya. Bunga berada dalam rangkaian kecil di ketiak daun, dekat ujung
cabang, berwarna merah jambu sampai biru muda, harum, berdiameter kira-kira 1
cm, bagian-bagian bunga berbilangan lima, daun mahkota berbentuk genta,
bercuping lima, benang sari 5 utas, berada di depan daun mahkota, kepala sari
tersembunyi dalam runjung yang bertentangan dengan putik, bakal buah beruang
dua, dengan banyak bakal biji, kepala putiknya kecil. Buah terung belanda
mempunyai bentuk seperti telur sungsang atau berbentuk bulat telur biasa,
berukuran (3-10) cm x (3-5) cm, meruncing ke dua ujungnya, bergelantungan,
Tamarillo merupakan tanaman yang memiliki perakaran yang dangkal dan
mudah rusak sehingga apabila terkena angin akan mudah tumbang. Batang dari
tanaman ini pendek, sekitar 3 meter, setengah berkayu, bercabang dan cabangnya
mudah rusak (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Terung belanda atau dikenal dengan tamarillo berbeda dibandingkan
terung sayur yang biasa kita makan. Bentuknya seperti tomat, tetapi lebih lonjong.
Warna kulitnya ada yang ungu gelap, merah darah, oranye dan kuning, dengan
garis-garis memanjang yang tidak begitu jelas. Buah mentah berwarna hijau agak
abu-abu. Warna ini berubah jadi merah kecokelatan bila sudah matang. Di dalam
buah terdapat daging buah yang tebal, berwarna merah kekuningan, dibungkus
selaput tipis yang mudah dikelupas (Astawan, 2008).
Komponen dan Manfaat Terung Belanda
Terung belanda (Cyphomandra betacea) kaya akan provitamin A yang
bagus untuk kesehatan mata dan vitamin C untuk mengobati sariawan dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Mineral penting seperti potasium, fosfor dan
magnesium mampu menjaga dan memelihara kesehatan tubuh. Serat yang tinggi di
dalam terung belanda bermanfaat untuk mencegah kanker dan sembelit/konstipasi
(Sutomo, 2006).
Tamarillo adalah buah yang mempunyai kandungan nutrisi yang sangat
baik, berisi beberapa kandungan vitamin yang sangat penting, seperti vitamin A,
B6, C dan E serta kaya akan zat besi dan potassium. Oleh karena kelengkapan
kandungan gizi pada tamarillo, maka di Amerika Serikat buah tamarillo terkenal
kolesterol dan sodium juga sebagai sumber vitamin C dan E yang sempurna
(Dewi, 2003).
Kandungan zat gizi terung belanda per 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan zat gizi terung belanda
Zat Gizi Kandungan / 100 g Bahan
Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1992).
Vitamin A diperlukan untuk penglihatan. Vitamin tersebut merupakan
bagian penting dari penerimaan cahaya dalam mata. Penerimaan cahaya tersebut
memungkinkan seseorang melihat dalam cahaya yang gelap atau sangat terang
maupun untuk melihat warna dengan jelas. Setiap kali mata digunakan, sedikit
vitamin A dari pigmen tersebut terpakai habis. Dengan demikian mata
memerlukan sumber vitamin A secara terus menerus (Suhardjo, et al, 1985).
Betakaroten salah satu jenis karotenoid yang terdapat pada buah berwarna
hijau tua atau kuning tua. Di tubuh, betakaroten diubah jadi vitamin A. Namun,
dalam bentuk betakaroten. Betakaroten juga merupakan antioksidan yang sangat
efektif dibandingkan komponen lain (Tapan, 2005).
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai anti oksidan dalam mencegah
kerusakan membran sel. Selain itu, vitamin ini juga dapat mencegah
penggumpalan darah dengan cara menjaga kestabilan darah agar tetap larut,
mengurangi penumpukan lemak, menurunkan tekanan darah, mengurangi kram
pada lengan dan kaki dan mengurangi resiko keguguran. Tanpa vitamin E, sel-sel
tubuh terutama sel syaraf akan cepat rusak (Wirakusumah, 2000)
Vitamin C sebagai sumber anti oksidan memiliki manfaat bagi tubuh antara
lain membantu menjaga kesehatan sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi
dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Bagi pria, anti oksidan ini berfungsi
untuk memperbaiki mutu sperma, dengan cara mencegah radikal bebas merusak
lapisan pembungkus sperma. Vitamin C juga berfungsi untuk memelihara
kesehatan pembuluh-pembuluh kapiler, kesehatan gigi dan gusi serta dapat
menghambat produksi nitrosamin. Nitrosamin adalah zat pemicu kanker (Tapan,
2005).
Terung belanda mempunyai komponen kimia yang lengkap. Buah terung
belanda mempunyai macam-macam anti oksidan, baik yang berbentuk vitamin dan
yang bukan, seperti vitamin E, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin B6, senyawa
karotenoid, anthosianin dan serat. Lengkapnya anti oksidan alami dalam buah
terung belanda memungkinkan pemanfaatan buah terung belanda sebagai bahan
baku pembuatan anti oksidan alami. Buah terung belanda mempunyai khasiat yang
berbahaya yang bisa menyebabkan penyakit kanker, jantung, katarak dan cacat
pada anak (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Komposisi dan manfaat dari terung belanda bagi manusia dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi dan manfaat terung belanda bagi manusia
Komponen Manfaat
Mineral : Ca, K, Na, Mg, Zn, Cu, Cr Berinteraksi dengan vitamin mendukung fungsi tubuh sebagai zat gizi
Vitamin : A, B1, B2, B6, Niacinida, Cholin, Asam folat, Vit C, E dan Betakaroten
Diperlukan untuk fungsi tubuh
Mono dan Polisakarida : Sellulosa, Glukosa, Mannosa, Aldopentosa, Rhamnosa, Galaktosa dan Arabinosa
Untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme tubuh
Enzim : Oksidase, Amylase, Katalase, Lipase, Alkaline Phospatase
Untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme tubuh
Asam amino : Lysine, Threonin, Valin, Methionin, Leusin, Isoleusin dan Fenilalanin
Untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme tubuh
Sumber : (Suryowidodo, 1988).
Tepung Sari Buah Terung Belanda
Tepung berbentuk butiran-butiran kecil mengandung amilosa dan
amilopektin, besarnya butiran untuk setiap jenis tepung berbeda-beda. Tepung
mempunyai kemampuan menyerap air sehingga butiran-butiran tepung menjadi
lebih besar, apabila dipanaskan granula itu akan pecah dan hal ini disebut
gelatinisasi. Pada peristiwa ini akan terjadi peningkatan viskositas, karena air
sudah masuk ke dalam butiran tepung dan tidak dapat bergerak bebas lagi
Bubuk buah tamarillo diproduksi melalui pengeringan jus, konsentrat jus
atau slurry. Bubuk yang higroskopis mengandung air tidak lebih dari 3 - 4%.
Penambahan gula pada bahan dapat mempercepat proses pengeringan. Metoda
pengeringan bubuk buah contohnya adalah freeze drying (pengeringan beku),
foam mat drying (pengeringan busa) dan spray drying (pengeringan semprot). Cara
pengeringan untuk menghasilkan bubuk sari buah yang mudah dilakukan adalah
dengan menggunakan metode pengeringan busa (foam mat drying)
(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Produk minuman sari buah digunakan sebagai bahan untuk membuat
bubuk sari buah secara cepat dan praktis. Sifat produk minuman bubuk yang
penting adalah kelarutannya, disamping warna, aroma dan cita rasa. Kelarutan
produk sangat dipengaruhi oleh porositas partikel. Produk akan cepat larut jika
bersifat porus (berpori-pori) (Apandi, 1984).
Penghalusan dapat dilakukan sebelum granulasi (intragranular) atau saat
tahap lubrikasi (ekstragranular). Perlakuan secara ekstragranular bertujuan agar
terjadi mekanisme penghalusan yang lebih cepat, sedangkan perlakuan secara
intragranular dapat menyebabkan dispersi partikel menjadi lebih halus. Kombinasi
dari kedua perlakuan tersebut akan memberikan hasil yang lebih baik. Beberapa
senyawa yang dapat digunakan sebagai penghalus bahan antara lain : amilum dan
derivatnya, selulosa dan derivatnya, alginat, gum, agar, guar, karaya, pektin,
providen xl dan campuran effervesen (Hidayat, 2008).
CMC (Carboxy Methyl Cellulosa)
CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) adalah derivat selulosa yang direaksikan
β–1,4-Glukopiranosa yang merupakan polimer selulosa. Carboxy Methyl Cellulosa
memiliki panjang molekul yang lebih pendek dibanding dengan selulosa murni
(Yissa, 2009).
Carboxy Methyl Cellulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa
linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak
larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil
pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang
tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik.
Carboxy Methyl Cellulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh
dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupa
senyawa alkali. Carboxy Methyl Cellulosa juga merupakan senyawa serbaguna
yang memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan.
Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat substitusi merupakan dua faktor
terpenting dari Carboxy Methyl Cellulosa (Deviwings, 2008).
Gambar 1. CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) (β-1,4-Glukopiranosa)
(Anonimous, 2004)
O O
O
OH OH HO
OH OH
O
Tahap Pengolahan Tepung Sari Buah Terung Belanda
Pencucian
Pencucian ini berfungsi untuk melepaskan segala kotoran-kotoran yang
melekat pada kulit, selain itu juga untuk menghilangkan bahan-bahan kimia yang
melekat pada saat pemupukan (Furnawanthi, 2002).
Pengupasan
Dalam proses pengupasan bahan digunakan pisau stainless steel dan hasil
Pengupasan harus segera diolah atau dimasukkan dalam air. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya proses pencoklatan
(Susanto dan Saneto, 1994).
Penambahan CMC (Carboxy Methyl Cellulosa)
Pada pengolahan tepung diperlukan teknik enkapsulasi yang bertujuan
untuk melindungi kandungan gizi yang sensitif terhadap kerusakan (proses
oksidasi), melindungi pigmen serta meningkatkan kelarutan untuk bahan
enkapsulat yang digunakan adalah zat penstabil seperti dektsrin, gum arab dan
karboksil metil selulosa karena dapat melindungi senyawa yang mudah menguap
dan senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi (Rahayuningdyah, 2004).
Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.
Fungsi CMC yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai
pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik yang
terdapat pada bahan (Winarno, 1984).
Saat ini Carboxy Methyl Cellulosa telah banyak digunakan dan bahkan
secara luas digunakan dalam bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatan
kertas, tekstil, serta bangunan. Khusus di bidang pangan, Carboxy Methyl
Cellulosa dimanfaatkan sebagai stabilizer, thickener, adhesive, dan emulsifier
(Deviwings, 2008).
Contoh aplikasi penggunaan Carboxy Methyl Cellulosa adalah pada
pembuatan selai, es krim, minuman, saus dan sirup. Karena pemanfaatannya yang
sangat luas, mudah digunakan, serta harganya yang tidak mahal, Carboxy Methyl
Cellulosa menjadi salah satu zat yang diminati. Perkembangan gaya hidup
masyarakat membuat produk pangan saat ini dituntut tidak hanya memenuhi
kuantitas yang dibutuhkan, namun juga memenuhi kualitas yang diinginkan
konsumen. Guna meningkatkan kualitas ini, berbagai zat aditif ditambahkan dalam
proses produksi. Salah satu zat aditif yang lazim digunakan adalah CMC (Carboxy
Methyl Cellulosa) (Wayans, 2009).
Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu metode untuk menghilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi
matahari atau energi panas lainnya. Pengeringan merupakan metode tertua untuk
mengawetkan bahan pangan. Hal ini terjadi karena dalam keadaan kering mikroba
pembusuk tidak dapat tumbuh dan enzim-enzim yang menyebabkan kerusakan
kimia yang tidak diinginkan tidak akan berfungsi secara normal tanpa adanya air
(Earle, 1982).
Cara pengeringan untuk menghasilkan bubuk sari buah yang mudah
dilakukan adalah menggunakan metode pengeringan busa (foam mat drying). Pada
pengisi serta jumlah agent of foam (banyaknya bahan pembusa). Bubuk sari buah
tamarillo yang dibuat dengan metode foam mat drying diharapkan mempunyai
kelarutan yang tinggi, warnanya merah seperti warna buah segar, aroma dan
rasanya tidak banyak berubah dan tidak terjadi pengendapan (Kumalaningsih dan
Suprayogi, 2006)
Labuza (1982) menyatakan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang lebih
besar terhadap pencoklatan non enzimatis daripada proses kemunduran mutu lain,
dimana setiap kenaikan suhu sebesar 10°C kecepatan proses pencoklatan
meningkat antara 4 – 8 kali.
Menurut Desrosier (1988) menyatakan bahwa suhu tinggi menyebabkan
reaksi pencoklatan dari gula dan asam-asam amino (reaksi sun drying).
Pengeringan buatan mempunyai banyak keuntungan karena suhu dan aliran udara
dapat diatur, sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dan kebersihan mudah
diawasi (Winarno, 1993).
Waktu pengeringan biasanya dipengaruhi oleh udara pengering dan sifat
yang dikeringkan, semakin tinggi suhu maka semakin cepat waktu pengeringan.
Untuk menekan produksi sering digunakan suhu tinggi dengan waktu yang cepat
dan singkat (Paiman dan Murhananto, 1991).
Masalah yang dijumpai dalam pembuatan bubuk sari buah terung belanda
adalah pencoklatan produk yang dapat ditimbulkan oleh jenis bahan. Berdasarkan
penelitian Nurika (1999) menyatakan pH yang terlalu ekstrem pada sari buah dapat
mempercepat degradasi asam askorbat dan likopen yang menyebabkan timbulnya
Cara menanggulangi atau mempertahankan warna pada saat pengolahan
buah adalah dengan menggunakan pisau stainless steel pada saat pengupasan atau
pemotongan, menggunakan suhu tinggi waktu singkat atau suhu rendah waktu
lama pada saat pemanasan atau pengeringan dan dengan menambahkan zat
pewarna pada bahan. Kumalaningsih dan Suprayogi (2006) menyatakan zat
pewarna makanan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik.
Contoh bahan pewarna alami adalah anthosianin, karotenoid, klorofil, betalain,
riboflavin, caramel, paprika dan kunyit. Sedangkan pewarna sintetik contohnya
adalah amaranth (FD&C merah no. 2), tetrazine (FD&C kuning no. 6) dan (FD&C
oranye no. 6).
Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan bertujuan untuk
menarik selera dan keinginan konsumen. Dibandingkan dengan zat pewarna alam,
maka bahan pewarna buatan mempunyai banyak kelebihan yaitu dalam hal aneka
ragam warnanya, keseragaman warna, kestabilan warna dan penyimpanannya
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2010 di Laboratorium
Mikrobiologi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah terung belanda yang
diperoleh dari pajak sore Padang Bulan, Medan.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMC, iodine 0.01
N dan pati 1% yang ada di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah oven blower, timbangan, beaker
glass, gelas ukur, erlenmeyer, blender, kertas saring, loyang, plastik, baskom,
pisau stainlees steel, magnetic stirer, biuret, pipet tetes, muffle, mixer, corong,
Metoda Penelitian (Bangun, 1991)
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dengan dua faktor, yang terdiri dari :
Faktor I : Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulose) (K) yang terdiri dari
4 taraf, yaitu :
K1 = 0%
K2 = 2%
K3 = 4%
K4 = 6%
Faktor II : Lama pengeringan (L) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :
L1 = 8 jam
L2 = 10 jam
L3 = 12 jam
L4 = 14 jam
Kombinasi perlakuan (Tc) = 4 x 4 = 16, dengan jumlah minimum perlakuan (n)
adalah :
Tc (n-1) ≥ 15
16 (n-1) ≥ 15
16 n ≥ 31
n ≥ 1,93 ……… Dibulatkan menjadi n = 2
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktor dengan model :
Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
α : Efek faktor K pada taraf ke-i
βj : Efek faktor L pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j
dalam ulangan ke-k.
Pelaksanaan Penelitian
− Bahan dicuci, dikupas dan dibuang kulitnya.
− Diblender hingga halus sampai terbentuk bubur.
− Bubur terung belanda kemudian disaring dengan kain saring untuk
memperoleh sarinya.
− Sari buah terung belanda dimixer sampai merata dan ditambahkan CMC
(Carboxy Methyl Cellulose) sesuai perlakuan (0%, 2%, 4% dan 6%).
− Dituang di atas loyang yang telah dilapisi plastik.
− Dilakukan pengeringan pada oven blower dengan suhu 50°C dan lama
− Diblender sampai halus selama 5 menit dan diayak dengan menggunakan
ayakan 50 mesh.
− Dianalisa sesuai dengan parameter.
Parameter Penelitian
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter :
1. Rendemen (%)
2. Kadar air (%)
3. Kadar Abu (%)
4. Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan)
5. Kecepatan Dispersi
6. Uji Organoleptik (Warna dan Aroma)
Rendemen (Sudarmadji, et al., 1989)
Rendemen ditentukan sebagai persentase perbandingan berat tepung yang
diperoleh dari daging terung belanda.
% Rendemen = x a b
100 %
Keterangan : a = Berat awal (sari buah terung belanda)
b = Berat akhir ( Berat tepung setelah pengayakan)
Kadar Air (AOAC, 1984)
Ditimbang bahan sebanyak 0,5 – 2 gram dalam aluminium foil yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C
ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit
kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang
sampai diperoleh berat yang konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air
yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan sebagai berikut:
Kadar air % = berat awal - berat akhir
x b a
x 100% berat awal
Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989)
Kadar abu ditetapkan dengan cara membakar bahan dalam muffle. Contoh
yang telah dikeringkan diambil sebanyak 0,5 – 2 gram dan dimasukkan dalam
muffle, dibakar pada suhu 100°C selama 1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 300
°C selama 2 jam. Didinginkan kemudian ditimbang dan dihitung kadar abu dengan
rumus :
Kadar abu % = 100 %
Keterangan : a = berat akhir (berat abu)
b = berat awal (berat sampel)
Kadar Vitamin C (Sudarmadji, et al., 1989)
Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi sebanyak 10 gram
contoh, dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 100 ml dan ditambahkan
aquadest kemudian daduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring.
Diambil filtratnya sebanyak 10 ml dengan menggunakan gelas ukur lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 – 3 tetes larutan pati 1 %.
Dititrasi dengan menggunakan larutan iodin 0,01 N sampai terjadi perubahan
Kadar Vitamin C dihitung dengan rumus:
Kadar Vitamin C = ml iodin gram contoh
Keterangan :
KVC = mg vitamin C per 100 gr bahan
Penentuan Kecepatan Dispersi
Ditimbang sampel bahan + 5 gr. Ditambahkan air sebagai pelarut sebesar
10 kali dari berat bahan. Diaduk dengan magnetic stirer pada kecepatan skala 10.
Dihitung lamanya bahan terdispersi dalam pelarut air dengan menggunakan
stopwatch. Lamanya bahan terdispersi dalam pelarut air dinyatakan dalam satuan
menit.
Penentuan Uji Organoleptik (Numerik) (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa dilakukan dengan uji
kesukaan terhadap 10 orang dengan proporsi sebagai berikut :
Warna : 40%
Aroma : 30%
Rasa : 30%
Tabel 3. Skala uji hedonik warna
Skala Hedonik Skala Numerik
Merah 4
Merah Kecokelatan 3
Cokelat 2
Tabel 4. Skala uji hedonik aroma
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat Suka 4
Suka 3
Agak Suka 2
Tidak Suka 1
Tabel 5. Skala uji hedonik rasa
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat Suka 4
Suka 3
Agak Suka 2
Gambar 2. Skema pembuatan tepung sari buah terung belanda
Dicuci
Dikupas dan dibuang kulitnya
Disaring dengan kain saring untuk mendapatkan sarinya Diblender sampai terbentuk bubur
Terung Belanda
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CMC dan lama
pengeringan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh
konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap parameter yang diamati dapat
dijelaskan dibawah ini.
Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CMC memberikan
pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan
dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa) yang dapat dilihat pada
Tabel 6.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa konsentrasi CMC memberikan pengaruh
terhadap parameter yang diamati. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan K4
yaitu sebesar 15,98% dan terendah pada K1 yaitu sebesar 11,88%. Kadar air
tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 13,81% dan terendah pada K4
yaitu sebesar 7,56%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar
5,79% dan terendah pada K1 yaitu sebesar 4,10%. Kadar vitamin C tertinggi
K1 yaitu sebesar 14,19 mg/100 g bahan. Kecepatan dispersi terbesar terdapat pada
perlakuan K1 yaitu sebesar 6,46 menit dan terendah pada K4 yaitu sebesar 1,56
menit. Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan K2 yaitu sebesar 3,46%
dan terendah pada K1 yaitu sebesar 3,18%.
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengeringan memberikan
pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, kecepatan
dispersi dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa) yang dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh lama pengeringan terhadap parameter yang diamati. Kadar
Lama Kadar Kadar Vitamin C Kecepatan Nilai Pengeringan Rendemen Air Abu (mg/100 g Dispersi Organoleptik (jam) (%) (%) (%) bahan) (menit) (numerik)
L1 = 8 jam 14,40 12,50 5,26 40,70 4,26 3,58
L2 = 10 jam 14,17 11,62 5,14 38,36 3,55 3,40
L3 = 12 jam 13,89 10,31 5,05 33,99 3,34 3,29
L4 = 14 jam 13,57 8,93 4,96 31,68 3,06 3,15
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa lama pengeringan memberikan pengaruh
terhadap parameter yang diamati. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan L1
yaitu sebesar 14,40% dan terendah pada L4 yaitu sebesar 13,57%. Kadar air
tertinggi terdapat perlakuan L1 yaitu sebesar 12,50% dan terendah pada L4 yaitu
sebesar 8,93%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar
5,26% dan terendah pada L4 yaitu sebesar 4,96%. Kadar vitamin C tertinggi
terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 40,70 mg/100 g bahan dan terendah pada
L4 yaitu sebesar 31,68 mg/100 g bahan. Kecepatan dispersi terbesar terdapat pada
organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 3,58% dan
terendah pada L4 yaitu sebesar 3,15%.
Rendemen (%)
Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Rendemen (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa
konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
rendemen tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh konsentrasi
CMC terhadap rendemen dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan K2, K3 dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan K3 dan K4. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar
15,98% dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 11.89%.
Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap rendemen yang dihasilkan
Gambar 3. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap rendemen (%).
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi CMC maka
rendemen tepung sari buah terung belanda akan semakin meningkat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Satuhu, (1996), bahwa jenis bahan penstabil seperti CMC dan
pektin selain dapat membuat penampilan lebih menarik juga dapat menambah
volume pada bahan.
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Rendemen (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama
pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
rendemen yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh lama
pengeringan terhadap rendemen yang dihasilkan untuk setiap perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 9.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata
Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 14.40% dan terendah
terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar 13.57%.
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Grafik hubungan lama pengeringan terhadap rendemen yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik hubungan lama pengeringan terhadap rendemen (%).
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin lama pengeringan maka
rendemen tepung sari buah terung belanda akan semakin rendah. Hal ini
disebabkan karena kandungan air dan komponen-komponen larut dalam air akan
semakin banyak yang menguap seiring dengan semakin lamanya pengeringan yang
menyebabkan berat bahan akan semakin menurun, sehingga rendemen yang
dihasilkan akan menurun pula.
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulose) dan Lama Pengeringan terhadap Rendemen (%)
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi
antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan pengaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap rendemen tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan
sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Air (%)
Pengaruh Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) terhadap Kadar Air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2), dapat dilihat bahwa
konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
kadar air tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh konsentrasi
CMC terhadap kadar air dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 CMC 0,05 0,01
- - - K1 = 0 % 13,81 a A
2 0,351 0,483 K2 = 2 % 12,50 b B
3 0,368 0,507 K3 = 4 % 9,50 c C
4 0,378 0,520 K4 = 6 % 7,56 d D
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata
dan K4. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata terhadap K4. Kadar air tertinggi
terdapat pada perlakuan K1 yaitu 13,81% dan terendah pada perlakuan K4 yaitu
sebesar 7,56%.
Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar air dari setiap perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar air (%).
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi CMC maka
kadar air tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan akan semakin menurun.
Penambahan bahan pengisi Carboxy Methyl Cellulosa dapat membuat bahan
menjadi lebih kental sehingga kadar air semakin menurun. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Fardiaz, (1986), bahwa sebagai pengental, Carboxy Methyl Cellulosa
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur
gel yang dibentuk oleh Carboxy Methyl Cellulosa.
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa lama
pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
air tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh lama
pengeringan terhadap kadar air dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air (%)
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan L3 dan L4. Perlakuan L3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan L4.
Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 12,50% dan terendah
pada L4 yaitu sebesar 8,94%.
Grafik hubungan lama pengeringan terhadap kadar air dari setiap perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi lama pengeringan maka
kadar air tepung sari buah terung belanda akan semakin menurun. Hal ini
disebabkan karena banyaknya air yang menguap selama proses pengeringan.
Menurut Desrosier, (1988), semakin lama waktu pengeringan akan
menyebabkan jumlah air yang menguap akan semakin banyak, sehingga kadar air
pada bahan akan semakin menurun.
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan Lama Pengeringan terhadap Kadar Air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa
konsentrasi CMC dan lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata (P<0,01) terhadap kadar air tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Hasil
pengujian dengan LSR menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara konsentrasi
CMC dan lama pengeringan terhadap kadar air dari setiap perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat
bahwa kombinasi perlakuan antara konsentrasi CMC dan lama pengeringan
menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1L1 yaitu
sebesar 15,75% dan terendah terdapat pada perlakuan K4L4 yaitu sebesar 5,25%.
Dari Tabel 12
dapat diketahui bahwa kombinasi perlakuan antara konsentrasi CMC dan lama
pengeringan memberikan pengaruh terhadap kadar air tepung sari buah terung
belanda yang dihasilkan dimana semakin tinggi konsentrasi CMC dan lama
pengeringan maka kadar air tepung sari buah terung belanda akan semakin
pengeringan maka kadar air tepung sari buah terung belanda akan semakin
meningkat.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Perlakuan
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Grafik hubungan interaksi konsentrasi CMC dan lama pengeringan
terhadap kadar air dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik hubungan interaksi konsentrasi CMC dan lama pengeringan terhadap kadar air (%).
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa hubungan interaksi konsentrasi CMC
dan lama pengeringan memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air tepung
sari buah terung belanda yang dihasilkan, dimana semakin tinggi konsentrasi CMC
dan lama pengeringan maka kadar air tepung sari buah terung belanda akan
semakin menurun. Menurut Fardiaz, (1986), hal ini disebabkan CMC mampu
mengikat air sehingga molekul-molekul air yang terdapat pada bahan terperangkap
dalam gel yang dibentuk oleh CMC. Berdasarkan Desrosier, (1988), semakin lama
waktu pengeringan menyebabkan jumlah air yang menguap akan semakin tinggi,
sehingga kadar air pada bahan akan menurun.
Kadar Abu (%)
Pengaruh Konsentrasi CMC terhadap Kadar Abu (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa
konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
kadar abu tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh konsentrasi
CMC terhadap kadar abu dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar abu (%)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 CMC 0,05 0,01
- - - K1 = 0 % 4,10 c C
2 0,051 0,071 K2 = 2 % 5,20 b B
3 0,054 0,074 K3 = 4 % 5,31 b B
4 0,055 0,076 K4 = 6 % 5,80 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata
perlakuan K3 namun berbeda sangat nyata dengan K4. Perlakuan K3 berbeda
sangat nyata terhadap perlakuan K4. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan
K4 yaitu sebesar 5,80% dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar 4,10%.
Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar abu dari setiap
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar abu (%).
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi CMC maka
kadar abu tepung sari buah terung belanda akan semakin meningkat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Tranggono, et al., (1990) yang menyatakan bahwa zat penstabil
dapat mengikat gula, komponen-komponen mineral dan asam-asam organik
sehingga dengan penambahan konsentrasi zat penstabil yang semakin tinggi
menyebabkan kadar abu pada bahan akan semakin meningkat.
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuan. Dalam hal ini CMC memberikan pengaruh terhadap kadar abu tepung
sari buah terung belanda karena dengan penambahan konsentrasi CMC yang
semakin tinggi maka kandungan mineral dalam bahan akan semakin meningkat
sehingga kadar abu juga meningkat. Menurut Afrianti, (2004) kadar abu ada
hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan karena apabila kandungan
mineral semakin tinggi maka kadar abu akan semakin tinggi.
Pengaruh Lama Pengeringan tehadap Kadar Abu (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa lama
pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
abu tepung sari buah terung belanda yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR yang menunjukkan pengaruh lama
pengeringan terhadap kadar abu untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel
14.
Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar abu (%)
Jarak LSR Lama Rataan Notasi
0,05 0,01 Pengeringan 0,05 0,01
- - - L1 = 8 Jam 5,26 a A
2 0,051 0,071 L2 = 10 Jam 5,14 b B
3 0,054 0,074 L3 = 12 Jam 5,05 b B
4 0,055 0,076 L4 = 14 Jam 4,95 c C
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 berbeda tidak nyata terhadap
perlakuan L3 namun berbeda sangat nyata terhadap L4. Perlakuan L3 berbeda
sangat nyata terhadap perlakuan L4. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan
L1 yaitu sebesar 5,26% dan terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar 4,95%.
Grafik hubungan lama pengeringan terhadap kadar abu dari setiap