Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELAKSANAAN AMBULASI DINI PASIEN PASKA OPERASI
FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH di RINDU B3
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Nova Mega Yanty 051101504
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
Prakata
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya yang tidak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstrmitas Bawah di Rindu B3
RSUP. H. Adam Malik Medan”, yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian
Skripsi ini, sebagai berikut :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes., selaku dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dudut Tanjung, M.Kep., SpKMB., selaku dosen pembimbing skripsi
dan dosen Penguji I yang telah banyak mengarahkan dan membimbing
penulis selama penyusunan skripsi,
4. Ibu Cholina T. Siregar, M.Kep., SpKMB., selaku dosen Penguji II, yang telah
banyak memberi masukan dan saran-saran kepada penulis.
5. Ibu Rika Endah N, S.Kp. selaku dosen Penguji III yang telah banyak memberi
masukan dan saran-saran kepada penulis.
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
7. Bapak Dr. H. Djamaluddin Sambas, MARS selaku Direktur RSUP. H. Adam
Malik Medan, beserta seluruh staf dan pasien yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
8. Kepada sahabat terbaikku Ajeng, Eliska, Wulan, Budi dan teman satu kostku
Azmah, Sita, Piyu, Olva, Lia, Umi terimakasih atas semangat dan
dukungannya serta bantuan dan informasi yang diberikan selama
penyelesaian skripsi ini,
Secara khusus Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang
tuaku, Ayahanda Ibrahim dan Ibunda Sulastri yang selalu mencurahkan segala
perhatian serta doanya, yang memberiku dorongan baik moril dan materil.
Abangku Abdul Jabbar, ST dan adik-adikku tersayang Heri Andhika, Heri Anda
Surahman yang tidak pernah berhenti memberi dorongan dalam menghadapi
semua permasalahan dan yang menjadi alasan bagi saya untuk terus maju dan
berusaha.
Semoga amalan kebaikan semuanya mendapat imbalan pahala dari Allah
SWT. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat nantinya demi kemajuan
ilmu pengetahuan khususnya keperawatan.
Medan, November 2009
Penulis
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR ISI
Bab 2. Tinjauan Pustaka 1. Fraktur ... 8
1.1. Definisi Fraktur ... 8
1.2. Klasifikasi Fraktur ... 8
1.3. Jenis-jenis Fraktur Ekstremitas Bawah ... 9
1.4. Proses Penyembuhan Fraktur... 12
1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur ... 13
2. Penatalaksanaan pasien yang menjalani Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah ... 14
2.1. Jenis Pembedahan ... 14
2.2. Anastesi Bedah Fraktur ... 16
2.3. Perawatan Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah ... 17
3. Konsep Ambulasi ... 17
3.1. Defenisi Ambulasi Dini ... 17
3.2. Manfaat Ambulasi Dini ... 18
3.3. Persiapan ambulasi Dini ... 19
3.4. Alat yang digunakan untuk Ambulasi Dini ... 20
3.5. Pelaksanaan Ambulasi Dini ... 20
3.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi ... 23
Bab 3. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konseptual ... 30
2. Definisi Operasional ... 31
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
2. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik sampling... 34
3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 36
7.1. Analisis Univariat dan Bivariat ... 41
7.2. Analisis Multivariat ... 42
Bab 5. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian... 44
1.1. Analisis Karakteristik Responden ... 44
1.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah ... 45
1.2.1. Faktor Kondisi Kesehatan Pasien terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini ... 46
1.2.2. Faktor Emosi terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini ... 49
1.2.3. Faktor Gaya Hidup terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini .. 50
1.2.4. Faktor Dukungan Sosial terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini ... 50
1.2.5. Faktor Pengetahuan terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini 51
1.3. Analisis Pengaruh Faktor Kondisi Kesehatan, Emosi, Gaya Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah ... 52
2.4. Pengaruh Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini ... 59
2.5. Pengaruh Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini ... 60
Bab 6. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 62
2. Saran ... 63
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
Lampiran-lampiran
1. Inform Consent ... 68
2. Jadwal Tentatif Penelitian ... 69
3. Instrument Penelitian ... 70
4. Uji Realibilitas... 75
5. Regresi Logistik ... 78
6. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU ... 81
7. Surat Izin Penelitian dari RSUP. H. Adam Malik Medan ... 82
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Kerangka Penelitian Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah ... 31 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di
Rindu B3 di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009. ... 45
Tabel 5.2. uji Chi-square Faktor Suhu terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu
B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009. ... 46
Tabel 5.3. uji Chi-square Faktor Tekanan Darah
terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009. ... 47
Tabel 5.4. uji Chi-square faktor Pernafasan terhadap
Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik
Medan Tahun 2009 ... 47 Tabel 5.5. uji Chi-square Faktor Hb terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini
Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3
RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009. ... 48 Tabel 5.6. uji Chi-square Faktor Nyeri terhadap Pelaksanaan Ambulasi
Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah
di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009. ... 49 Tabel 5.7. uji Chi-square Faktor Emosi terhadap Pelaksanaan Ambulasi
Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu
B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009. ... 49
Tabel 5.8. uji Chi-square Faktor Gaya Hidup
terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009 ... 50
Tabel 5.9. uji Chi-square Faktor Dukungan sosial terhadap
Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan
Tahun 2009... 51
Tabel 5.10. uji Chi-square Faktor Pengetahuan terhadap
Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009... 51 Tabel 5.11. Analisis Pengaruh Faktor Kondisi Kesehatan Pasien,
Emosi, Gaya Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR SKEMA
Skema
Halaman
1. Kerangka Konsep penelitian Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan.
Peneliti : Nova Mega Yanty
NIM : 051101504
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2009/2010
Abstrak
Ambulasi dini merupakan bagian dari mobilisasi dalam asuhan keperawatan pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Ambulasi dini dianjurkan pada 48 jam paska operasi fraktur sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor kondisi kesehatan, emosi, gaya hidup, dukungan sosial dan pengetahuan terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Desain penelitian menggunakan deskriptif observasi dengan jumlah sampel 24 responden pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar checklis, kuesioner dan lembar observasi. Hasil penelitian Analisis uji regresi logistik menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara: faktor kondisi kesehatan pasien: Hb terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana (p=0,026<0,05) dan faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana (p=0,029<0,05). Sedangkan faktor kondisi kesehatan: suhu, hipotensi ortostatik, pernafasan dan nyeri, faktor emosi, faktor gaya hidup dan faktor pengetahuan tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan ambulasi dini (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, maka perawat ruangan di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah, sehingga ambulasi dini dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan kemampuan pasien. Perlunya di buat protap dan program khusus tentang pelaksanaan ambulasi di ruang perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh cedera, trauma yang menyebabkan fraktur dapat
berupa trauma langsung dan tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat dilakukan secara koservatif dan
operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental pasien (Smeltzer
& Bare, 2002). Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
pasien fraktur meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (Open reduction
and internal fixation/ORIF). Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri
dan disabilitas (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Brunner & Suddarth (2002) masalah yang sering muncul segera
setelah operasi, pasien telah sadar dan berada di ruang perawatan dengan edema/
bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot serta
penurunan kemampuan untuk ambulasi dan berjalan karena luka bekas operasi
dan luka bekas trauma. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
tempat tidur sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar
berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002).
Beberapa literatur menyebutkan manfaat ambulasi adalah untuk
memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (trombosis vena profunda/DVT),
mengurangi komplikasi immobilisasi paska operasi, Mempercepat pemulihan
peristaltik usus, mempercepat proses pemulihan pasien paska operasi (Hinchliff,
1999; Craven & Hirnle, 2009). Catatan perbandingan memperlihatkan bahwa
frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali ke normal lebih cepat bila pasien berupaya
untuk mencapai tingkat aktivitas normal praoperatif secepat mungkin. Akhirnya,
lama pasien dirawat di rumah sakit memendek dan lebih murah, yang lebih jauh
merupakan keuntungan bagi rumah sakit dan pasien (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut Kamel et al (1999) penundaan ambulasi dini pasien paska operasi
fraktur hip meningkatkan terjadinya komplikasi paska operasi misalnya
pneumonia, dekubitus, resiko tinggi delirium dan 98 % pasien menyebabkan lama
dirawat di rumah sakit. Penelitian juga menunjukkan bahwa nyeri berkurang bila
ambulasi dini diperbolehkan (Brunner & Suddarth, 2002). Ambulasi sangat
penting dilakukan pada pasien paska operasi karena jika pasien membatasi
pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien
akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Kozier, 1989).
Masalah sering terjadi adalah ketika pasien merasa terlalu sakit atau nyeri
dan faktor lain yang menyebabkan mereka tidak mau melakukan mobilisasi dini
dan memilih untuk istirahat di tempat tidur (Kozier et al, 1995). Dalam masa
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
meskipun kondisi mereka mungkin membolehkan untuk melakukan aktivitas atau
pergerakan lain (Berger & Williams, 1992). Menurut kamel et al (1999) ambulasi
dini paska operasi fraktur secara signifikan kurang terlaksana dilakukan pada
pasien dengan pelayanan ortopedik dibandingkan dengan pelayanan pembedahan
umum lainnya.
Banyak pasien dirumah sakit yang harus menjalani imobilisasi, apakah
harus tirah baring karena terapi atau karena penyakit yang diderita. Salah satunya
adalah pasien yang menjalani paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Padahal
hampir semua jenis pembedahan, setelah 24-48 jam pertama paska bedah, pasien
dianjurkan untuk segera meninggalkan tempat tidur atau melakukan mobilisasi
(Kozier et al, 1995). Menurut Oldmeadow et al (2006) ambulasi dini dianjurkan
segera pada 48 jam pasien paska operasi fraktur hip. Sebelum membantu pasien
melakukan ambulasi perawat sebagai tenaga kesehatan perlu mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur
ekstremitas bawah sehingga dapat membantu pasien untuk kembali berjalan.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini
pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Menurut Kozier & Erb (1987)
faktor yang mempengaruhi ambulasi adalah kondisi kesehatan pasien, nutrisi,
emosi, situasi dan kebiasaan, keyakinan dan nilai, gaya hidup dan pengetahuan.
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 60 pasien paska operasi fraktur hip
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini adalah status mental,
mobilisasi pre operasi, kondisi kesehatan pasien dilihat dari catatan riwayat
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
terdekat pasien untuk memberi motivasi dan bantuan melakukan latihan ambulasi
(Oldmeadow et al, 2006). Menurut Brunner & Suddarth (2002) ambulasi dini
ditentukan oleh tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, kestabilan sistem
kardiovaskuler dan neuromuskular pasien menjadi faktor penentu dalam kemajuan
langkah yang diikuti dengan mobilisasi pasien.
Di RSUP. H. Adam Malik Medan jumlah pasien paska operasi fraktur
ekstremitas bawah 8 bulan terakhir januari s/d Agustus 2009 mencapai 204 orang.
Berdasarkan rekam medis Rindu B3, diagnosa fraktur ektremitas bawah
merupakan kelompok terbesar dalam kunjungan pasien dengan fraktur dan hampir
semua pasien fraktur dilakukan tindakan ORIF dan eksternal fiksasi. Sebenarnya
tidak ada data yang pasti berapa banyak jumlah pasien paska operasi fraktur
ekstremitas bawah yang sudah melaksanakan ambulasi dini dan yang belum
melaksanakan ambulasi. Hanya menurut pengamatan peneliti pada saat
melakukan studi pendahuluan, masih banyak ditemukan pasien tidak melakukan
ambulasi dini, latihan ambulasi jarang dilakukan pada 48 jam paska operasi,
rata-rata pasien melakukan ambulasi setelah empat atau lima hari paska operasi bahkan
beberapa pasien tidak melakukan ambulasi dini, hal ini mungkin disebabkan
karena nyeri insisi, ketakutan, kurang motivasi keluarga dan ketidaktahuan pasien
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan gambaran pelaksanaan
ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah yang belum optimal,
peneliti tertarik untuk mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas
bawah di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Pertanyaan penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah dalam
melaksanakan ambulasi dini di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan.
4. Hipotesa Penelitian
Hipotesa alternatif (Ha) dalam penelitian ini sebagai berikut :
4.1. Ada pengaruh kondisi kesehatan pasien terhadap pelaksanaan ambulasi
dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
4.2. Ada pengaruh emosi pasien terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien
paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
4.3. Ada pengaruh dukungan sosial terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien
paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
4.4. Ada pengaruh gaya hidup pasien secara umum terhadap pelaksanaan
ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
4.5. Ada pengaruh pengetahuan pasien terhadap pelaksanaan ambulasi dini
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
Hipotesa penelitian yang akan dibuktikan adalah jika nilai p-value < 0,05
maka Ha gagal ditolak hal ini menunjukkan terdapat pengaruh faktor kondisi
kesehatan pasien (suhu, tekanan darah/hipotensi ortostatik, pernfasan, Hb dan
nyeri), emosi, dukungan sosial, gaya hidup dan pengetahuan pasien terhadap
pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
5. Tujuan Penelitian
5.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah dalam
melaksanakan ambulasi dini di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan.
5.2. Tujuan Khusus
5.2.1. Mengidentifikasi pengaruh faktor kondisi kesehatan pasien (suhu,
Tekanan darah/hipotensi ortostatik, pernafasan, Hb/anemia dan nyeri)
terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur
ekstremitas bawah.
5.2.2. Mengidentifikasi pengaruh faktor emosi terhadap pelaksanaan ambulasi
dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
5.2.3. Mengidentifikasi pengaruh faktor gaya hidup terhadap pelaksanaan
ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
5.2.4. Mengidentifikasi pengaruh faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
5.2.5. Mengidentifikasi pengaruh faktor pengetahuan terhadap pelaksanaan
ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
5.2.6. Mengidentifikasi faktor paling dominan yang mempengaruhi pelaksanaan
ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
6. Manfaat Penelitian
6.1. Pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan
masukan bagi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pasien paska operasi
fraktur ekstremitas bawah di rumah sakit.
6.2. Ilmu Keperawatan
Diharapkan dapat menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan dalam
keperawatan terutama dalam mobilisasi pasien paska operasi.
6.3. Penelitian
Sebagai data bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup ambulasi dini
pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fraktur
1.1. Defenisi fraktur
Menurut Admin (2005), fraktur adalah keadaan dimana hubungan
kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur dengan
kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka
terjadi fraktur, terjadinya fraktur disebabkan karena trauma, stress kronis dan
berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal. Menurut Apley (1995), fraktur
adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang, patahan mungkin lebih dari satu
retakan.
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa
trauma langsung, misalnya yang sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah
yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula dan juga dapat berupa trauma
tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
1.2. Klasifikasi Fraktur
Beberapa jenis fraktur yang sering terjadi akibat trauma, cedera maupun
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
1. Fraktur komplet/tidak komplet
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak komplet, patah
hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
2. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
3. fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai
ke bagian yang fraktur. Fraktur terbuka digradasi menjadi; Gradasi I dengan luka
bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan jaringan lunak sedikit; Gradasi II
luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; Gradasi yang
sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,
merupakan kondisi yang paling berat.
1.3. Jenis-jenis Fraktur Ekstremitas Bawah
Menurut Lewis et al (2000) jenis-jenis fraktur pada bagian ekstremitas
bawah, antara lain :
1. Fraktur collum femur (fraktur hip)
Mekanisme fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct) dan
trauma tidak langsung (indirect). Trauma langsung (direct) biasanya penderita
jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras. Trauma tidak langsung (indirect) disebabkan gerakan
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
dengan ligamen didalam acetabulum oleh ligamen iliofemoral dan kapsul sendi,
mengakibatkan fraktur didaerah collum femur. fraktur leher femur kebanyakan
terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulang sudah mengalami
osteoporosis.
2. Fraktur subtrochanter femur
Fraktur subtrochanter femur ialah dimana garis patah berada 5 cm distal dari
trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya trauma langsung dapat terjadi pada
orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan seperti jatuh dan
terpeleset dan pada orang muda biasanya karena trauma dengan kecepatan tinnggi.
3. Fraktur batang femur
Mekanisme trauma biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas dikota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak sehingga
menimbulkan shock pada penderita. Secara klinis penderita tidak dapat bangun,
bukan saja karena nyeri tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya
seluruh tungkai bawah terotasi keluar, terlihat lebih pendek dan bengkak pada
bagian proximal akibat perdarahan kedalam jaringan lunak.
4. Fraktur patella
Mekanisme Fraktur dapat disebabkan karena trauma langsung atau tidak
langsung. Trauma tidak langsung disebabkan karena tarikan yang sangat kuat dari
otot kuadrisep yang membentuk muskulotendineus melekat pada patella. Hal ini
sering disertai pada penderita yang jatuh dimana tungkai bawah menyentuh tanah
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
kestabilan lutut. Fraktur langsung dapat disebabkan penderita jatuh dalam posisi
lutut fleksi, dimana patella terbentur dengan lantai.
5. Fraktur proximal tibia
Mekanisme trauma biasanya terjadi trauma langsung dari arah samping
lutut, dimana kakinya masih terfiksir ditanah. Gaya dari samping ini
menyebabkan permukaan sendi bagian lateral tibia akan menerima beban yang
sangat besar yang akhirnya akan menyebabkan fraktur intraartikuler atau terjadi
patahnya permukaan sendi bagian lateral tibia, dan kemungkinan yang lain
penderita jatuh dari ketinggian yang akan menyebabkan penekanan vertikal pada
permukaan sendi. Hal ini akan menyebabkan patah intra artikular berbentuk T
atau Y.
6. Fraktur tulang tibia dan fibula
Mekanisme trauma biasanya dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian
lebih dari 4 cm, fraktur yang terjadi biasanya fraktur terbuka. Sedangkan yang
tidak langsung diakibatkan oleh gaya gerak tubuh sendiri. Biasanya fraktur tibia
fibula dengan garis patah spiral dan tidak sama tinggi pada tibia pada bagian distal
sedang fibula pada bagian proksimal. Trauma tidak langsung dapat disebabkan
oleh cedera pada waktu olah raga dan biasanya fraktur yang terjadi yaitu tertutup.
Gambaran klinisnya berupa pembengkakan dan karena kompartemen otot
merupakan sistem yang tertutup, dapat terjadi sindrom kompartemen dengan
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
1.4. Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan ukuran tulang dan
umur pasien. Faktor lainnya adalah tingkat kesehatan pasien secara keseluruhan,
atau kebutuhan nutrisi yang cukup. Berdasarkan proses penyembuhan fraktur,
maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Proses hematom
Merupakan proses terjadinya pengeluaran darah hingga terbentuk hematom
(bekuan darah) pada daerah terjadinya fraktur tersebut, dan yang mengelilingi
bagian dasar fragmen. Hematom merupakan bekuan darah kemudian berubah
menjadi bekuan cairan semi padat (Dicson & Wright, 1992).
2. Proses proliferasi
Pada proses ini, terjadi perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi
memadat, dan terjadi perbaikan aliran pembuluh darah (Pakpahan, 1996).
3. Proses pembentukan callus pada orang dewasa antara 6-8 minggu, sedangkan
pada anak-anak 2 minggu. Callus merupakan proses pembentukan tulang baru,
dimana callus dapat terbentuk diluar tulang (subperiosteal callus) dan didalam
tulang (endosteal callus). Proses perbaikan tulang terjadi sedemikian rupa,
sehingga trabekula yang dibentuk dengan tidak teratur oleh tulang imatur untuk
sementara bersatu dengan ujung-ujung tulang yang patah sehingga membentuk
suatu callus tulang (Pakpahan, 1996).
4. Proses konsolidasi (penggabungan)
Perkembangan callus secara terus-menerus, dan terjadi pemadatan tulang
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
(ossificasi) dan antara 12-26 minggu (matur). Tahap ini disebut dengan
penggabungan atau penggabungan secara terus-menerus (Pakpahan, 1996).
5. Proses remodeling
Proses remodeling merupakan tahapan terakhir dalam penyembuhan tulang,
dan proses pengembalian bentuk seperti semula. Proses terjadinya remodeling
antara 1-2 tahun setelah terjadinya callus dan konsolidasi (Smeltzer & Bare,
2002).
1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur.
Fraktur atau patah tulang merupakan keadaan dimana hubungan atau
kesatuan jaringan tulang putus. Dalam proses penyembuhan fraktur ada beberapa
faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan pada fraktur, antara lain :
1. Usia
Lamanya proses penyembuhan fraktur sehubungan dengan umur lebih
bervariasi pada tulang dibandingkan dengan jaringan-jaringan lain pada tubuh.
Cepatnya proses penyembuhan ini sangat berhubungan erat dengan aktifitas
osteogenesis dari periosteum dan endosteum. Sebagai contoh adalah fraktur
diafisis femur yang akan bersatu (konsolidasi sempurna) sesudah 12 (dua belas)
minggu pada usia 12 tahun, 20 (dua puluh) minggu pada usia 20 tahun sampai
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
2. Tempat (lokasi) fraktur
Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot akan sembuh lebih cepat dari pada
tulang yang berada di subkutan atau didaerah persendian. Fraktur pada tulang
berongga (cancellous bone) sembuh lebih cepat dari pada tulang kompakta.
Fraktur dengan garis fraktur yang oblik dan spiral sembuh lebih cepat dari pada
garis fraktur yang transversal.
3. Dislokasi fraktur
Fraktur tanpa dislokasi, periosteumnya intake, maka lama penyembuhannya
dua kali lebih cepat daripada yang mengalami dislokasi. Makin besar dislokasi
maka semakin lama penyembuhannya.
4. Aliran darah ke fragmen tulang
Bila fragmen tulang mendapatkan aliran darah yang baik, maka
penyembuhan lebih cepat dan tanpa komplikasi. Bila terjadi gangguan
berkurangnya aliran darah atau kerusakan jaringan lunak yang berat, maka proses
penyembuhan menjadi lama atau terhenti.
2. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Operasi Fraktur Ekstremitas
Bawah
2.1. Jenis Pembedahan
Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat dilakukan secara
konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental
pasien (Smeltzer & Bare, 2001). Operasi adalah tindakan pengobatan yang
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
akan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Menurut Smeltzer & Bare (2002)
Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur ekstremitas
bawah meliputi :
1. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (open reduction and internal
fixation/ORIF). Fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkaan
paku, sekrup atau pin kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan. Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri
dan disabilitas.
2. Fiksasi eksterna, digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak. Alat ini dapat memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur
comminuted (hancur & remuk) sementara jaringan lunak yang hancur dapat
ditangani dengan aktif. Fraktur complicated pada femur dan tibia serta pelvis
diatasi dengan fiksator eksterna, garis fraktur direduksi, disejajarkan dan
diimmobilsasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan kedalam fragmen tulang.
Pin yang telah terpasang dijaga tetap dalam posisinya yang dikaitkan pada
kerangkanya, Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi dini
dan latihan awal untuk sendi disekitarnya.
3. Graft Tulang yaitu penggantian jaringan tulang untuk stabilisasi sendi, mengisi
defek atau perangsangan untuk penyembuhan. Tipe graft yang digunakan
tergantung pada lokasi fraktur, kondisi tulang dan jumlah tulang yang hilang
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
tulang dari tissue bank (allograft). Graft tulang dengan autograft biasanya diambil
dari bagian atas tulang iliaka, dimana terdapat tulang kortikal dan cancellous
bone. Cancellous graft mungkin diambil dari ileum, olecranon, atau distal radius;
cortical graft mungkin diambil dari tibia, fibula atau iga. Graft tulang dengan
allograft dilakukan ketika tulang dari pasien itu tidak tersedia karena kualitas tidak
baik atau karena prosedur sekunder tidak diinginkan pada pasien (Meeker &
Rothrock, 1999).
2.2. Anastesi bedah fraktur
Anastesi adalah kehilangan sensasi baik sebagian atau keseluruhan dengan
atau tanpa kehilangan kesadaran. Ini mungkin terjadi sebagai hasil dari penyakit
dan cedera atau proses kerja obat atau gas. Dua tipe yang menyebabkan anastesi
adalah general yang membuat pasien tidak sadar dan anastesi regional
menyebabkan hilangnya kesadaran pada beberapa lokasi tubuh dan membutuhkan
pengawasan. Anastesi general (mayor) adalah suatu obat yang menimbulkan
depresi susunan saraf pusat yang ditandai analgesia dan tidak sadar dengan
hilangnya refleks dan tonus otot (Groah, 1996).
Proses anastesi dimulai dengan medikasi praoperasi. Tujuan pemberian
medikasi pada praoperasi adalah menghilangkan kecemasan, mengurangi sekresi
saluran pernafasan, mengurangi refleks rangsang, menghilangkan nyeri dan
mengurangi metabolisme tubuh. Jenis obat yang dipilih adalah golongan
barbiturat, narkotik dan anti kolinergik (Groah, 1996).
Anastesi regional (lokal) adalah teknik pembiusan yang digunakan pada
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
dari daerah khusus dengan memblok lintasan sodium pada membran saraf. Fungsi
pergerakan mungkin terganggu tetapi bisa juga mungkin tidak terganggu, tetapi
pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran. Teknik pemberian anastesi lokal
yang digunakan termasuk topikal, lokal infiltrasi, blok saraf, epidural dan spinal
anastesi (Groah, 1996).
2.3. Perawatan Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas bawah dengan ORIF.
Asuhan keperawatan pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah
dengan ORIF mencakup beberapa observasi dan intervensi meliputi: monitor
neurovaskuler setiap 1-2 jam, monitor tanda vital selama 4 jam, kemudian setiap 4
jam sekali selama 1-3 hari dan seterusnya. Monitor hematokrit dan hemoglobin.
Observasi karakteristik dan cairan yang keluar, laporkan pengeluaran cairan dari
100-150 mL/hr setelah 4 jam pertama. Rubah posisi klien setiap 2 jam dan
sediakan trapeze gantung yang dapat digunakan pasien untuk melakukan
perubahan posisi. Letakkan bantal kecil di antara kaki klien untuk memelihara
kesejajaran tulang. Anjurkan dan bantu pasien malakukan teknik nafas dalam dan
batuk. Memberikan pengobatan seperti analgesik, obat relaksasi otot,
antikoagulant atau antibiotik. Anjurkan weight bearing yang sesuai dengan
kondisi pasien dan melakukan mobilisasi dini (Reeves et al, 2001).
3. Konsep Ambulasi Dini
3.1. Defenisi Ambulasi Dini
Ambulasi adalah latihan yang paling berat dimana pasien yang dirawat di
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
Hal ini seharusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua
pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. Keuntungan
dari latihan berangsur-angsur dapat ditingkatkan seiring dengan pengkajian data
pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas (Berger & Williams,
1992). Menurut Kozier et al. (1995 dalam Asmadi, 2008) ambulasi adalah
aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan
segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien
turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan
kondisi pasien (Roper, 2002).
3.2. Manfaat Ambulasi Dini
Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan paska
operasi fraktur karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan
sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai
berjalan (Kozier, 1989). Menurut beberapa literatur manfaat ambulasi adalah: (1)
menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi meliputi: sistem
kardiovaskuler; penurunan curah jantung, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatik, thrombopeblitis/deep vein trombosis/DVT dan atelektasis,
sistem respirasi; penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi/perfusi setempat,
mekanisme batuk yang menurun, embolisme pulmonari. Sistem perkemihan;
infeksi saluran kemih. Iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan,
sistem muskuloskeletal; atropy otot, hilangnya kekuatan otot, kontraktur,
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
ileus, konstipasi, stress ulcer, anoreksia dan gangguan metabolisme (2)
Mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi (3) mempercepat pemulihan
peristaltik usus dan kemungkinan distensi abdomen (4) mempercepat proses
pemulihan pasien paska operasi (5) mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus (6)
penurunan intensitas nyeri (7) frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal
(Asmadi, 2008; Craven & Hirnle, 2009; Kamel et al, 1990; Lewis et al, 2000;
Potter & Perry, 1999; Brunner & Suddarth, 2002).
3.3. Persiapan Ambulasi Dini
1. Latihan otot-otot kuadriseps femoris dan otot-otot gluteal: (a) Instruksikan
pasien mengkontraksikan otot-otot panjang pada paha, tahan selama 10 detik lalu
dilepaskan (b) Instruksikan pasien mengkontraksikan otot-otot pada bokong
bersama, tahan selama 10 detik lalu lepaskan, ulangi latihan ini 10-15 kali
semampu pasien (Hoeman, 2001).
2. Latihan untuk menguatkan otot-otot ekstremitas atas dan lingkar bahu: (a)
bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat traksi atau
benda yang beratnya berangsur-angsur ditambah dan jumlah pengulangannya. Ini
berguna untuk menambah kekuatan otot ekstremitas atas (b) menekan balon karet.
Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan genggaman (c) angkat kepala dan bahu
dari tempat tidur kemudian rentangkan tangan sejauh mungkin (d) duduk ditempat
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
3.4. Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi
Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah; (1) kruk sering
digunakan untuk meningkatkan mobilisasi, terbuat dari logam dan kayu dan
sering digunakan permanen, misalnya Conventional, adjustable dan lofstrand.
Kruk biasanya digunakan pada pasien fraktur hip dan ekstremitas bawah, kedua
lengan yang benar-benar kuat untuk menopang tubuh, pasien dengan
keseimbangan yang bagus (2) Canes (tongkat) adalah alat yang ringan, mudah
dipindahkan, setinggi pinggang terbuat dari kayu atau logam, digunakan pada
pasien dengan lengan yang mampu dan sehat, meliputi tongkat berkaki panjang
lurus (single straight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (Quad cane) (3)
walkers adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi
pinggang dan terbuat dari logam, walker mempunyai empat penyangga yang
kokoh. Klien memegang pemegang tangan pada batang dibagian atas, melangkah
memindahkan walker lebih lanjut, dan melangkah lagi. Digunakan pada pasien
yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu menopang
tubuh, usila, pasien dengan masalah gangguan keseimbangan, pasien dengan
fraktur hip dan ekstremitas bawah (Gartland, 1987; Potter & Perry, 1999).
3.5. Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas
Bawah
Ambulasi yang aman memerlukan keseimbangan dan kekuatan yang
cukup untuk menopang berat badan dan menjaga postur. Beberapa pasien
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
2001). Berikut ini diuraikan beberapa tahapan ambulasi yang diterapkan pada
pasien: preambulation bertujuan mempersiapkan otot untuk berdiri dan
berjalan yang dipersiapkan lebih awal ketika pasien bergerak dari tempat tidur
(Hoeman, 2001). Sitting balance yaitu membantu pasien untuk duduk disisi
tempat tidur dengan bantuan yang diperlukan (Berger & Williams, 1992).
Pasien dengan disfungsi ekstremitas bawah biasanya dimulai dari duduk
ditempat tidur. Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10
sampai dengan 15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur
dengan bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien (Lewis et al, 1998).
Jangan terlalu memaksakan pasien untuk melakukan banyak pergerakan pada
saat bangun untuk menghindari kelelahan. Standing balance yaitu melatih
berdiri dan mulai berjalan. Perhatikan waktu pasien turun dari tempat tidur
apakah menunjukkan gejala-gejala pusing, sulit bernafas, dan lain-lain. Tidak
jarang pasien tiba-tiba lemas akibat hipotensi ortostatik. Menurut (Berger &
Williams, 1992) Memperhatikan pusing sementara adalah tindakan pencegahan
yang penting saat mempersiapkan pasien untuk ambulasi. Bahkan bedrest
jangka pendek, terutama setelah cedera atau tindakan pembedahan dapat
disertai dengan hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik adalah komplikasi
yang sering terjadi pada bedrest jangka panjang, meminta pasien duduk disisi
tempat tidur untuk beberapa menit sebelum berdiri biasanya sesuai untuk
hipotensi ortostatik yang benar. Lakukan istirahat sebentar, ukur denyut nadi
(Asmadi, 2008). Ketika membantu pasien turun dari tempat tidur perawat harus
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
perawat meletakkan tangannya dibawah ketiak pasien. Pasien dibiarkan berdiri
sebentar untuk memastikan tidak merasa pusing. Bila telah terbiasa dengan
posisi berdiri, pasien dapat mulai untuk berjalan. Perawat harus berada
disebelah pasien untuk memberikan dukungan dan dorongan fisik, harus
hati-hati untuk tidak membuat pasien merasa letih: lamanya periode ambulasi
pertama beragam tergantung pada jenis prosedur bedah dan kondisi fisik serta
usia pasien (Brunner & Suddarth, 2002).
Ambulasi biasanya dimulai dari parallel bars dan untuk latihan berjalan
dengan menggunakan bantuan alat. Ketika pasien mulai jalan perawat harus tahu
weight bearing yang diizinkan pada disfungsi ekstremitas bawah (Lewis et al,
1998). Ada tiga jenis weight bearing ambulation, meliputi; (1) non weight bearing
ambulation; tidak menggunakan alat Bantu jalan sama sekali, berjalan dengan
tungkai tidak diberi beban (menggantung) dilakukan selama 3 minggu setelah
paska operasi. (2) partial weight bearing ambulation; menggunakan alat Bantu
jalan pada sebagian aktivitas, berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari
beban tungkai itu sendiri dilakukan bila kallus mulai terbentuk (3-6 minggu)
setelah paska operasi (3) full weight bearing ambulation; semua aktivitas
sehari-hari memerlukan bantuan alat, berjalan dengan beban penuh dari tubuh dilakuka n
setelah 3 bulan paska operasi dimana tulang telah terjadi konsolidasi (Lewis et al,
1998).
Pasien paska operasi fraktur hip (pangkal femur) dengan ORIF dianjurkan
untuk ambulasi dini duduk dalam periode yang singkat pada hari pertama paska
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
48 jam pada pasien paska operasi fraktur hip. Berangsur-angsur lakukan ambulasi
dengan kruk (tongkat) no weight bearing selama 3 s/d 5 bulan proses
penyembuhan baru akan terjadi. Pasien dengan paska operasi batang femur perlu
dilakukan latihan otot kuadriseps dan gluteal untuk melatih kekuatan otot dan
merangsang pembentukan kallus, karena otot–otot ini penting untuk ambulasi,
proses penyembuhan 10 s/d 16 minggu, berangsur-angsur mulai partial weight
bearing 4-6 minggu dan kemudian full weight bearing dalam 12 minggu. Fraktur
patella segera lakukan ambulasi weight bearing sesuai dengan kemampuan pasien
setelah paska operasi dan lakukan latihan isometris otot kuadriseps dengan lutut
berada pada posisi ekstensi. Paska operasi fraktur tibia dan fibula lakukan
ambulasi dengan partial weight bearing disesuaikan dengan tingkat cedera yang
dialami pasien (Saxton et al, 1983; Williamson, 1998).
3.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien
Paska Operasi Ekstremitas Bawah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini pasien paska operasi
ekstremitas bawah adalah:
a. Kondisi kesehatan pasien
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal
dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat
disebabkan oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
Nyeri paska bedah kemungkinan disebabkan oleh luka bekas operasi tetapi
kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Setelah pembedahan nyeri
mungkin sangat berat, edema, hematom dan spasme otot merupakan penyebab
nyeri yang dirasakan, beberapa pasien menyatakan bahwa nyerinya lebih ringan
dibanding sebelum pembedahan dan hanya memerlukan jumlah anlgetik yang
sedikit saja harus diupayakan segala usaha untuk mengurangi nyeri dan
kestidaknyamanan. Tersedia berbagai pendekatan farmakologi berganda terhadap
penatalaksanaan nyeri. Analgesia dikontrol pasien (ADP) dan analgesia epidural
dapat diberikan untuk mengontrol nyeri, pasien dianjurkan untuk meminta
pengobatan nyeri sebelum nyeri itu menjadi berat. Obat harus diberikan segera
dalam interval yang ditentukan bila awitan nyeri dapat diramalkan misalnya ½
jam sebelum aktivitas terencana seperti pemindahan dan latihan ambulasi
(Brunner & Suddarth, 2002). Menurut Brunner & Suddarth (2002) kebanyakan
pasien merasa takut untuk bergerak setelah paska operasi fraktur karena merasa
nyeri pada luka bekas operasi dan luka bekas trauma.
Efek immobilisasi pada sistem kardiovaskular adalah hipotensi ortostatik.
Hipotensi orthostatik adalah suatu kondisi ketidak mampuan berat dengan
karakteristik tekanan darah yang menurun ketika pasien berubah dari posisi
horizontal ke vertikal (posisi berbaring ke duduk atau berdiri), yang dikatakan
hipotensi ortostatik jika tekanan darahnya < 100 mmhg (Dingle, 2003 dalam
Perry & Potter, 2006). Ditandai dengan sakit kepala ringan, pusing, kelemahan,
kelelahan, kehilangan energi, gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
1999). Keadaan ini sering menyebabkan pasien kurang melakukan mobilisasi dan
ambulasi.
Kelelahan dan kerusakan otot dan neuromuskular, kelelahan otot mungkin
karena gaya hidup, bedrest dan penyakit, keterbatasan kemampuan untuk bergerak
dan beraktivitas karena otot lelah menyebabkan pasien tidak dapat meneruskan
aktivitas. Kelelahan otot dapat menurunkan kekuatan pasien untuk bergerak,
ditandai dengan pergerakan yang lambat. Kelelahan yang berlebihan bisa
menyebabkan pasien jatuh atau mengalami ketidak seimbangan pada saat latihan
(Berger & Williams, 1992). ketidakmampuan untuk berjalan berhubungan dengan
kelemahan dan kerusakan otot ekstremitas bawah, terlihat tanda-tanda penurunan
kekuatan dan massa otot kaki dan lutut yang selalu ditekuk ketika berusaha untuk
berdiri (Berger & Williams, 1992). Ambulasi dini pada pasien paska operasi
fraktur sulit dilakukan karena pemasangan alat fiksasi eksternal, luka bekas
operasi dan luka bekas taruma (Gartland, 1987) yang mengakibatkan kerusakan
pada neuromuskular atau sistem skeletal yang bisa memperberat dan menghambat
pergerakan pasien (Kozier & Erb, 1987).
Demam paska bedah dapat disebabkan oleh gangguan dan kelainan.
Peninggian suhu badan pada hari pertama atau kedua mungkin disebabkan oleh
radang saluran nafas, sedangkan infeksi luka operasi menyebabkan demam setelah
kira-kira 1 minggu. Transfusi darah juga sering menyebabkan demam, dan
diperkirakan kemungkinan adanya dehidrasi (Sjamsuhidajat & jong, 2005).
Pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispnea selama
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
mengalaminya. Pada pasien lemah tidak mampu meneruskan aktivitasnya karena
energi besar diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas menyebabkan kelelahan
dan kelemahan yang menyeluruh (Potter & Perry, 1999).
Hipotermia, pasien yang telah mengalami anastesi rentan terhadap
menggigil. Pasien yang telah menjalani pemajanan lama terhadap dingin dalam
ruang operasi dan menerima banyak infus intravena dipantau terhadap hipotermi.
Ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman dan selimut disediakan untuk
mencegah menggigil. Resiko hipertermia lebih besar pada pasien yang berada
diruang operasi untuk waktu yang lama (Brunner & Suddarth, 2002).
Anemia adalah adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung
eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14
g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita.
Gejala-gejala umum anemia antara lain cepat lelah, takikardia, palpitasi dan takipnea
pada latihan fisik (Mansjoer et al, 2001).
b. Emosi
Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan perilaku yang
dapat menurunkan kemampuan ambulasi yang baik. Seseorang yang mengalami
perasaan tidak aman, tidak termotivasi dan harga diri yang rendah akan mudah
mengalami perubahan dalam ambulasi (Kozier & Erb, 1987).
Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan melakukan
aktivitas sehingga lebih mudah lelah karena mengeluarkan energi cukup besar
dalam ketakutan dan kecemasannya jadi pasien mengalami keletihan secara fisik
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
kompleks. Perasaan takut seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan perasaan takut. Menurut Paice (1991) dalam Potter & Perry
(1999) melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem
limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya rasa takut.
Setelah paska operasi fraktur nyeri mungkin sangat berat khususnya selama
beberapa hari pertama paska operasi. Area insisi mungkin menjadi satu-satunya
sumber nyeri, iritasi akibat selang drainase, balutan atau gips yang ketat
menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Secara signifikan nyeri dapat
memperlambat pemulihan. Pasien menjadi ragu-ragu untuk melakukan batuk,
nafas dalam, mengganti posisi, ambulasi atau melakukan latihan yang diperlukan.
Setelah pembedahan analgetik sebaiknya diberikan sebelum nyeri timbul dengan
dosis yang memadai. Jenis obat dan pemberian bergantung pada penyebab, letak
nyeri dan keadaan pasien (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan melakukan
aktivitas. Pasien depresi biasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi. Pasien
khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena mereka mengeluarkan energi cukup
besar dalam ketakutan dan kecemasannya jadi mereka mengalami keletihan secara
fisik dan emosional (Potter & Perry, 1999).
Tidak bersemangat karena kurangnya motivasi dalam melaksanakan
ambulasi. Penampilan luka, balutan yang tebal drain serta selang yang menonjol
keluar akan mengancam konsep diri pasien. Efek pembedahan, seperti jaringan
parut yang tidak beraturan dapat menimbulkan perubahan citra diri pasien secara
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
cemas dengan keadaannya dan tidak termotivasi untuk melakukan aktivitas.
Pasien dapat menunjukkan rasa tidak senang pada penampilannya yang
ditunjukkan dengan cara menolak melihat insisi, menutupi balutannya dengan
baju, atau menolak bangun dari tempat tidur karena adanya selang atau alat
tertentu (Perry & Potter, 1999).
c. Gaya hidup
Status kesehatan, nilai, kepercayaan, motivasi dan faktor lainnya
mempengaruhi gaya hidup. Gaya hidup mempengaruhi mobilitas. Tingkat
kesehatan seseorang dapat dilihat dari gaya hidupnya dalam melakukan aktivitas
dan dia mendefinisikan aktivitas sebagai suatu yang mencakup kerja, permainan
yang berarti, dan pola hidup yang positif seperti makan yang teratur, latihan yang
teratur, istirahat yang cukup dan penanganan stres Pender (1990 dalam berger &
Williams, 1992). Menurut Oldmeadow et al (2006) tahapan pegerakan dan
aktivitas pasien sebelum operasi di masyarakat atau dirumah dapat mempengaruhi
pelaksanaan ambulasi.
d. Dukungan Sosial
Gottlieb (1983) mendefenisikan dukungan sosial sebagai info verbal atau
non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh
orang-orang yang akrab dalam subjek didalam lingkungan soisialnya atau yang
berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau
berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Menurut Sjamsuhidajat & Jong
(2005) Keterlibatan anggota keluarga dalam rencana asuhan keperawatan pasien
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
membantu pelaksanaan latihan ambulasi atau memberi obat-obatan. Menurut
penelitian yang dilakukan Oldmeadow et al (2006) dukungan sosial yaitu
keluarga, orang terdekat dan perawat sangat mempengaruhi untuk membantu
pasien melaksanakan latihan ambulasi. Menurut Olson (1996 dalam Hoeman,
2001) ambulasi dapat terlaksana tergantung dari kesiapan pasien dan keluarga
untuk belajar dan berpatisipasi dalam latihan (Olson, 1996 dalam Hoeman, 2001).
e. Pengetahuan
Pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal akan
mengalami peningkatan alternatif penanganan. Informasi mengenai apa yang
diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah penanganan dapat memberanikan
pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan
penanganan. Informasi khusus mengenai antisipasi peralatan misalnya
pemasangan alat fiksasi eksternal, alat bantu ambulasi (trapeze, walker, tongkat),
latihan, dan medikasi harus didiskusikan dengan pasien (Brunner & Suddarth,
2002). Informasi yang diberikan tentang prosedur perawatan dapat mengurangi
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi
fraktur ekstremitas bawah. Menurut Kozier & Erb (1987) faktor yang
mempengaruhi ambulasi adalah kondisi kesehatan pasien, nutrisi, emosi, situasi
dan kebiasaan, keyakinan dan nilai, gaya hidup dan pengetahuan. Menurut
Oldmeadow et al (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi
dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah adalah status mental,
mobilisasi pre operasi kondisi kesehatan pasien dilihat dari catatan riwayat
kesehatannya dan dukungan sosial. Menurut Brunner & Suddarth (2002) ambulasi
dini ditentukan oleh tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, kestabilan sistem
kardiovaskuler dan neuromuskular pasien menjadi faktor penentu dalam kemajuan
langkah yang diikuti dengan mobilisasi pasien.
Dalam penelitian ini faktor-faktor yang diteliti adalah kondisi kesehatan
pasien, faktor emosi, faktor gaya hidup, faktor dukungan sosial dan faktor
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
-: Variabel yang diteliti
Skema 3.1. Kerangka penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.
2. Defenisi Variabel Penelitian
No. Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala
1. Variabel
Checklis 1. Normal:
35,8°C- 37,0°C
c. Faktor gaya hidup d.Faktor dukungan Sosial
e. Faktor pengetahuan
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
-Tekanan
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
c.Gaya hidup Bagaimana
pergerakan dan dan orang lain dalam pelaksanaan
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Disain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas
bawah. Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain deskriptik
observasional.
2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling
2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien paska operasi fraktur
ekstremitas bawah yang dirawat di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan.
2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2002). Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah pasien paska operasi
fraktur ekstremitas bawah yang dirawat di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik
Medan.
Menurut Notoadmodjo (2002) bila populasi lebih kecil dari 10.000 maka
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
Dimana: N = jumlah populasi (25 0rang)
d = derajat kesalahan (0,05)
n = Jumlah sampel
sehingga didapat sampel sebanyak :
=
23,54 = 24 orangKriteria inklusi yang ditentukan sebagai sampel penelitian ini adalah (1)
pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah yang dirawat di Rindu B3 RSUP
H. Adam malik Medan (2) kesadaran compos mentis (3) berusia antara 18-60
tahun (4) bersedia menjadi responden. Kriteria ekslusi merupakan kontraindikasi
pelaksanaan ambulasi dini adalah (1) pasien dengan gangguan mental (2) pasien
dengan kelainan jantung (3) pasien dengan pemasangan skeletal traksi (4) pasien
yang mengalami perdarahan setelah operasi.
2.3. Tehnik Sampling
Pada penelitian pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
tekhnik purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan yang
dikehendaki peneliti sehingga sampel itu dapat mewakili karakteristik populasi
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
3. Lokasi Penelitian dan waktu penelitian
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Pemilihan
RSUP H. Adam Malik Medan sebagai tempat penelitian karena rumah sakit
pendidikan dan rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas dan pelayanan bedah
ortopedik yang cukup lengkap di Indonesia bagian barat, sehingga memungkinkan
mendapatkan jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian.
3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu setengah bulan mulai tanggal 10
agustus sampai dengan 18 September 2009.
4. Pertimbangan Etik Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu memberi
penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan
prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka
responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika
calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan
mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini
tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden. Baik resiko
fisik maupun psikologis. Untuk menghindari risiko jatuh kondisi pasien
benar-benar dikaji dalam kondisi baik sehingga memungkinkan pasien mampu dalam
pelaksanaan latihan ambulasi. Kerahasiaan catatan mengenai data responden
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua
informasi yang diberikan. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.
5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Realibilitas
5.1. Kuesioner Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat
pengumpul data berupa lembar checklis, kuesioner dan lembar observasi,
instrumen ini terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu kuesioner data demografi,
kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien
paska operasi fraktur ekstremitas bawah, lembar checklis pemeriksaan kondisi
kesehatan pasien dan lembar observasi pelaksanaan ambulasi dini.
Kuisioner yang berisi data demografi pasien yang meliputi umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan tipe pembedahan. Data yang didapat melalui
kuesioner ini tidak dianalisis, hanya untuk mendeskripsikan distribusi dan
persentase dalam bentuk tabel.
Kuisioner faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini.
Kuesioner ini disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan
pustaka. Kuesioner tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
ambulasi dini responden terdiri dari 24 pernyataan dalam bentuk pernyataan
dengan jawaban ya atau tidak (dikotomi), meliputi emosi (pernyataan
no.1,5,9,13,17,21,24), gaya hidup (pernyataan no. 2,6,10,14), dukungan sosial
Nova Mega Yanty : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, 2010.
23). Kriteria pernyataan negatif yaitu no. 1,10,14,19,24 untuk jawaban ya nilainya
1 dan untuk jawaban tidak nilainya 2. Sedangkan pernyataan positif jawaban ya
nilainya 2 dan jawaban tidak nilainya 1. Nilai terendah adalah 24 dan nilai
tertinggi adalah 48.
5.2. Lembar Checklist
Faktor kondisi kesehatan pasien diidentifikasi dengan 5 pemeriksaan
meliputi: suhu, tekanan darah, Frekuensi pernafasan, Hb dengan kategori normal
2 dan Abnormal 1, nyeri: kategori skala nyeri 1–5 (tidak nyeri sampai dengan
nyeri sedang) adalah 2 dan skala nyeri 6-10 (nyeri hebat sampai dengan paling
hebat) adalah 1. Untuk lembar cheklis pemeriksaan kondisi kesehatan terdapat 5
item setiap item masing-masing nilai terendah diberi skor 1 dan nilai tertinggi
diberi skor 2 sehingga diperoleh nilai tertinggi adalah 10 dan nilai terendah adalah
1.
5.3. Lembar Observasi
Pelaksanaan ambulasi dini diidentifikasi melalui lembar observasi dengan
5 objek pengamatan (1-5) yang dilakukan peneliti untuk mengamati pelaksanaan
ambulasi dengan memilih tanda checklis pada kolom “ya” jika tahapan ambulasi
dilaksanakan dan “tidak” jika tahapan ambulasi tidak terlaksana. Nilai 1 untuk
jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak. nilai tertinggi adalah 5 dan terendah