Judul : Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien
Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Syawalina Fithri Siregar
NIM : 061101091
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Tanggal Lulus:
Pembimbing Penguji I
(Fatwa Imelda, S.Kep. NS) (Mula Tarigan, S.Kp. MKes) NIP. 19800401 201001 2 024 NIP. 19741002 200112 1 001
Penguji II
(Farida Linda Sari, S.Kep. M.Kep)
NIP. 19780320 200501 2 003
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah Menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Medan, Juni 2010 Pembantu Dekan I,
Erniyati, S.Kp. MNS
Prakata
Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya serta segala nikmat yang tidak terhingga yang diberikanNya. Shalawat dan salam tercurahkan untuk Rasulullah SAW, keluarga, dan para sahabat Rasulullah SAW.
Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur di
Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Erniyati, S.Kp. MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
3. Fatwa Imelda, SKep. NS sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang penuh
keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang
bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
4. Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes sebagai dosen penguji I dan Ibu Jenny M. Purba, S.Kp.
MNS sebagai dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang
berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Dudut Tanjung, S.Kp. M.Kep yang telah bersedia memvalidasi instrument
6. Rika Endah Nurhidayah, S. Kep. M. Pd yang telah bersedia memvalidasi
instrument penelitian penulis.
7. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf
nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.
8. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah
memberikan izin penelitian.
9. Kepala Keperawatan di Ruang Rindu B3 yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk melakukan penelitian.
10. Para responden yang telah bersedia berpartispasi selama proses penelitian
berlangsung.
11. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
khususnya teman-teman seperjuangan stambuk 2006 (roslaini, juliani, astika, firda, anggi, elis, husna, minta ito, ani , fitri, desi, Juliana, ana, lucia, dan semua
teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu) yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teristimewa kepada kedua orang tua ku tercinta yang selalu membimbing,
menghibur, mendoakan, memberikan motivasi, dan semangat kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
13. Ucapkan terima kasih juga penulis tujukan kepada kakak-kakak ku (kak nita, kak
seri, kak kiki, kak cinta, dan kak henti) dan adik-adik ku (adik rosni dan adik
anggi) yang telah menghibur, dan memberikan semangat.
14. Especially for Fery Darmansyah motivator setiaku yang paling ganteng dan baik
mengingatkan dan memberi semangat kepada penulis dengan segala
kemampuannya dan yang paling penting selalu perhatian dan mencintai diriku sepenuh hati.
15. Kepada seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi
kepada penulis.
16. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT selalu mencurahkan berkat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Semoga bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada
penulis menjadi amal sholeh dan mendapat ridho dari Allah SWT.
Medan, Juni 2010
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Lembar Pengesahan ... ii
Prakata... iii
Daftar Isi ... vi
Daftar Skema ... ix
Daftar Tabel ... x
Daftar Diagram ... xi
Abstrak ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Pertanyaan Penelitian ... 4
3. Tujuan Penelitian ... 5
4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Personal Hygiene ... 7
1.1. Defenisi Personal Hygiene ... 7
1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene ... 7
1.3. Macam-Macam Personal Hygiene dan Manfaatnya ... 10
1.4. Jenis Personal Hygiene Berdasarkan Waktu Pelaksanaannya 15
2. Immobilisasi ... 17
2.1. Definisi Immobilisasi ... 17
2.2. Jenis Immobilisasi ... 17
2.3. Efek dari Immobilissasi ... 18
3. Fraktur ... 21
3.1. Defenisi Fraktur ... 21
3.2. Etiologi Fraktur ... 21
3.3. Klasifikasi Fraktur ... 21
3.4. Manifestasi Fraktur ... 23
3.5. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur ... 23
3.6. Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 23
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 25
2. Defenisi Operasional ... 26
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 28
2. Populasi, sampel penelitian, dan tehnik sampling ... 28
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4. Pertimbangan Etik ... 29
5. Instrumen Penelitian ... 30
5.1. Kuesioner Penelitian ... 30
5.2. Uji Validitas ... 31
5.3. Uji Reliabilitas ... 32
6. Pengumpulan Data ... 33
7. Analisa Data ... 34
1.1 Karakteristik Responden ... 36
1.2 Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 38
1.3 Pelaksanaan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 43
2. Pembahasan ... 55
2.1 Karakteristik Responden ... 55
2.2 Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 57
2.3 Pelaksanaan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 64
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 69
2. Saran ... 70
2.1. Untuk Praktek Keperawatan dan Rumah Sakit ... 70
2.2. Untuk Pendidikan Keperawatan ... 71
2.3. Untuk Penelitian Selanjutnya ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN:
1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 4. Kuesioner Data Demografi
5. Kuesioner Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur
6. Kuesioner Pelaksanaan Personal Hygiene yang Dilakukan oleh Pasien, Perawat, Keluarga, dan yang Tidak Dilakukan
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema1. Kerangka Konseptual ... 25
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 26
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi
Responden di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan Tahun 2010 ... 37
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 5.1. Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene ... … 38
Diagram 5.2. Distribusi Persentase Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene … 43
Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-2 rawatan)….. 49
Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-3 rawatan)….. 50
Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-4 rawatan)….. 51
Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-5 rawatan)….. 52
Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-6 rawatan)….. 53
Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-7 rawatan)….. 54
Judul : Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien
Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Syawalina Fithri Siregar
NIM : 061101091
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2006
Abstrak
Personal hygiene adalah suatu tindakan memelihara kebersihan, kesehatan
untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Ukuran kebersihan seseorang dalam pemenuhan personal
hygiene berbeda pada setiap orang sakit karena terjadi gangguan pemenuhan
kebutuhan, begitu pula pada pasien immobilisasi post operasi fraktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan oleh pasien, perawat, keluarga.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif, menggunakan desain deskriptif, dilakukan pada 06 januari sampai dengan 06 maret 2010. Sampel penelitian sebanyak 42 pasien immobilisasi post operasi fraktur, dengan tehnik purposive sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan personal
hygiene sudah terpenuhi untuk perawatan kaki dan kuku yaitu 42 pasien (100%)
belum terpenuhi. Hari kedua sampai hari keempat masa rawatan sebagian besar pelaksanaan personal hygiene pasien dilakukan oleh perawat, hari kelima sampai hari ketujuh sebagian besar dilakukan oleh keluarga dan beberapa tindakan personal
hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri, hari keenam dan hari ketujuh
sebagian besar pelaksanaan personal hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri yaitu higiene mulut dan perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu masing-masing sebanyak 42 pasien (100%), perawatan rambut yaitu 10 pasien (23,8%).
Pasien yang mampu melakukan personal hygiene mandiri harus diizinkan untuk melakukannya sendiri. Hal ini penting dilakukan oleh perawat atau keluarga dalam hal meningkatkan kemandirian pasien terutama kebutuhan personal hygiene dan mempercepat proses penyembuhan. Dukungan serta bantuan perawat dan keluarga masih sangat diperlukan oleh pasien walaupun sebagian besar dari mereka sudah dapat melakukannya secara mandiri.
Judul : Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien
Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Syawalina Fithri Siregar
NIM : 061101091
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2006
Abstrak
Personal hygiene adalah suatu tindakan memelihara kebersihan, kesehatan
untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Ukuran kebersihan seseorang dalam pemenuhan personal
hygiene berbeda pada setiap orang sakit karena terjadi gangguan pemenuhan
kebutuhan, begitu pula pada pasien immobilisasi post operasi fraktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan oleh pasien, perawat, keluarga.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif, menggunakan desain deskriptif, dilakukan pada 06 januari sampai dengan 06 maret 2010. Sampel penelitian sebanyak 42 pasien immobilisasi post operasi fraktur, dengan tehnik purposive sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan personal
hygiene sudah terpenuhi untuk perawatan kaki dan kuku yaitu 42 pasien (100%)
belum terpenuhi. Hari kedua sampai hari keempat masa rawatan sebagian besar pelaksanaan personal hygiene pasien dilakukan oleh perawat, hari kelima sampai hari ketujuh sebagian besar dilakukan oleh keluarga dan beberapa tindakan personal
hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri, hari keenam dan hari ketujuh
sebagian besar pelaksanaan personal hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri yaitu higiene mulut dan perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu masing-masing sebanyak 42 pasien (100%), perawatan rambut yaitu 10 pasien (23,8%).
Pasien yang mampu melakukan personal hygiene mandiri harus diizinkan untuk melakukannya sendiri. Hal ini penting dilakukan oleh perawat atau keluarga dalam hal meningkatkan kemandirian pasien terutama kebutuhan personal hygiene dan mempercepat proses penyembuhan. Dukungan serta bantuan perawat dan keluarga masih sangat diperlukan oleh pasien walaupun sebagian besar dari mereka sudah dapat melakukannya secara mandiri.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan jaman, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus lalu lintas dewasa ini mengakibatkan meningkatnya
angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya, yang dapat menyebabkan cedera pada anggota gerak atau yang di sebut fraktur, fraktur atau patah tulang ini merupakan
salah satu kedaruratan medik yang harus segera ditangani secara cepat, tepat, dan sesuai dengan prosedur penatalaksanaan patah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini dilaksanakan secara keliru oleh masyarakat atau orang awam di
tempat kejadian kecelakaan. Menyinggung angka kematian di Indonesia, kecelakaan lalu lintas adalah merupakan salah satu penyebabnya, selain menyebabkan kematian
masalah yang timbul dari kecelakaan lalu lintas adalah trauma berupa fraktur atau patah tulang yang dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan dan immobilisasi. Fraktur adalah “Diskontinuitas jaringan
tulang yang biasanya disebabkan oleh kekerasan yang timbul secara mendadak” (Syaiful, 2009).
Pasien post operasi fraktur cenderung untuk mengalami immobilisasi karena pada hari pertama post operasi fraktur tidak dianjurkan untuk duduk dan pasien masih mengalami nyeri sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien melakukan
aktivitas termasuk pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal higiene.Dampak dari immobilisasi post operasi fraktur antara lain menurunnya kemandirian dan otonomi
penurunan rentang gerak, tirah baring, dan penurunan kekuatan otot (Asmadi, 2008).
Dampak langsung immobilisasi post operasi fraktur yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan personal hygiene karena terbatasnya kemampuan untuk memenuhinya.
Personal hygiene menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan
meminimalkan pintu masuk (portal of entry) mikroorganisme dan mencegah seseorang terkena penyakit. Dengan membantu memelihara personal hygiene
perorangan bermanfaat untuk mencegah penyakit – penyakit tertentu akibat dari penekanan tubuh yang terlalu lama. Selain itu dengan memelihara personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur membantu mencegah terjadinya luka
pada jaringan menjadi nekrosis yang disebut dekubitus, mencegah terjadinya beberapa penyakit nosokomial serta mencegah berlanjutnya keadaan immobilisasi seseorang
(Haryati, 2007). Sejalan dengan pendapat Sudarto (1996) dalam Pratiwi (2008) bahwa
personal hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai
penyakit, seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut, penyakit saluran
cerna, dan dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya kulit.
Penelitian Purwaningsih (2000) dalam Setiyawan (2008) pada pasien
immobilisasi post operasi fraktur yang mengalami tirah baring menyatakan bahwa dari 78 orang pasien tirah baring yang dirawat di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar sebanyak 15,8% mengalami luka dekubitus. Sementara penelitian hampir
sama pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang mengalami tirah baring di Rumah Sakit Moewardi Surakarta, dimana kejadian luka dekubitus sebanyak 38,2%
melaksanakan kebutuhan personal hygiene maka beresiko untuk mengalami dekubitus
dan infeksi nosokomial.
Menurut Soejadi (1996) dalam Pratiwi (2008) pasien immobilisasi post operasi fraktur tidak mampu bergerak bebas sehingga memerlukan bantuan perawat
dan keluarga dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. Pasien immobilisasi post operasi fraktur cenderung mengalami tirah baring sehingga
pemenuhan kebutuhan personal higiene pasien sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah berbagai dampak yang timbul akibat keadaan immobilisasi pasien. Sejalan dengan pendapat Potter (2005) jika pasien tidak mampu melakukan personal
hygiene maka tugas perawat memberikan bantuan dan mengajarkan keluarga dalam
melaksanakan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pasien.
Personal hygiene sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan
sehingga personal hygiene merupakan hal penting dan harus diperhatikan karena
personal hygiene akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Tarwoto,
2004). Personal hygiene merupakan upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi mandi, kebersihan kulit, gigi, mulut, mata, hidung, telinga, rambut,
kaki, kuku, dan genitalia (Effendy, 1997 dalam Pertiwi, 2008). Pada keadaan sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan memerlukan bantuan orang lain untuk melakukannya. Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu
dalam melakukan personal hygiene. Hal ini tentunya berpengaruh pada tingkat kesehatan individu dimana individu akan semakin lemah dan jatuh sakit (Mubarak,
untuk mandi, menggosok gigi, dan membersihkan mulut, 42% mengatakan tidak
pernah membersihkan atau memotong kuku, serta 42% tidak pernah dibantu untuk membersihkan atau merapikan rambut.
Berdasarkan data pada rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan khususnya Ruang Rindu B3 terhitung mulai bulan Januari hingga September 2009 jumlah pasien fraktur yang dirawat di Ruang Rindu B3 386 orang.
Dari jumlah tersebut pasien immobilisasi post operasi fraktur 208 orang, jumlah pasien rata-rata perbulan selama satu tahun adalah 23 orang. (catatan Kepala Perawat Ruangan Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Oktober
2009). Dimana pasien post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 cenderung mengalami tirah baring dan tidak mampu untuk aktivitas sehari-hari sehingga pemenuhan
kebutuhan personal higiene pasien sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah berbagai dampak yang timbul akibat keadaan immobilisasi pasien.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik ingin mengetahui
bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.
2. PERTANYAAN PENELITIAN
Bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal higiene pada pasien
3. TUJUAN PENELITIAN
3.1. Tujuan umum
Mengetahui pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
3.2. Tujuan khusus
a. Mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan
oleh pasien.
b. Mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan
oleh perawat.
c. Mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan
4. MANFAAT PENELITIAN
4.1. Pendidikan keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan tentang bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi
post operasi fraktur.
4.2. Pelayanan keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengoptimalkan pemberian asuhan keperawatan yang efektif dan efisien selama memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam
pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur.
4.3. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian dapat menjadi data dasar dan masukan maupun informasi tambahan untuk penelitian selanjutnya mengenai pentingnya pelaksanaan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur.
4.4. Pasien dan keluarga pasien
Sebagai tambahan pengetahuan dan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penting pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. PERSONAL HYGIENE
1.1. Defenisi personal hygiene
Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2006).
Personal hygiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan
kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam
Pratiwi, 2008). Menurut Mubarak (2008) personal hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan
fisik dan psikologis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit. Praktik personal hygiene bertujuan untuk
peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu
anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2005).
1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
Menurut Potter dan Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal
hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:
Citra tubuh (Body Image) penampilan umum pasien dapat menggambarkan
subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan
mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sudeen, 1999 dalam setiadi, 2005). Citra tubuh dapat berubah, karena operasi, pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan
hygiene dimana citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Body
image seseorang berpengaruhi dalam pemenuhan personal hygiene karena adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
Praktik sosial kelompok-kelompok sosial wadah seorang pasien berhubungan
dapat mempengaruhi bagaimana pasien dalam pelaksanaan praktik personal hygiene.
Perawat harus menentukan apakah pasien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Perawat juga harus
menentukan jika penggunaan dari produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktekkan oleh kelompok sosial pasien.
Status sosial ekonomi menurut Friedman (1998) dalam Pratiwi (2008),
pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang hidup dan
kelangsungan hidup keluarga. Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkatan praktik personal hygiene. Untuk melakukan personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan
mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (mis. sabun, sikat gigi, sampo, dll).
Pengetahuan pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting, karena
Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, pasien juga harus
termotivasi untuk memelihara personal higiene. Individu dengan pengetahuan tentang pentingnya personal higene akan selalu menjaga kebersihan dirinya untuk mencegah dari kondisi atau keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998 dalam pratiwi, 2008).
Kebudayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan
perawatan personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda,
mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan defenisi tentang kesehatan dan perawatan diri. Dalam merawat pasien dengan praktik higiene yang berbeda, perawat menghindari
menjadi pembuat keputusan atau mencoba untuk menentukan standar kebersihannya (Potter & Perry, 2005).
Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang setiap pasien memiliki keinginan
individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi
seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan personal
higiene. Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan
1.3. Macam-Macam Personal Hygiene dan Manfaatnya
Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan
memiliki personal hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan
tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya.
Menurut Potter dan Perry (2005) macam-macam personal hygiene dan tujuannya adalah:
Perawatan kulit kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai
pelindung dari berbagai kuman atau trauma, sekresi, eksresi, pengatur temperature, dan sensasi, sehingga diperlukan perawatan yang adekuat dalam mempertahankan
fungsinya. Kulit memiliki 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis, dan subkutan. Ketika pasien tidak mampu atau melakukan perawatan kulit pribadi maka perawat memberikan bantuan atau mengajarkan keluarga bagaimana melaksanakan personal
higiene. Seorang pasien yang tidak mampu bergerak bebas karena penyakit akan
beresiko terjadinya kerusakan kulit. Bagian badan yang tergantung dan terpapar
tekanan dari dasar permukaan tubuh (misalnya matrasi gips tubuh atau lapisan linen yang berkerut), akan mengurangi sirkulasi pada bagian tubuh yang terkena sehingga dapat menyebabkan dekubitus.
Pelembab pada permukaan kulit merupakan media pertumbuhan bakteri dan menyebabkan iritasi lokal, menghaluskan sel epidermis, dan dapat menyebabkan
infeksi. Pasien yang menggunakan beberapa jenis alat eksternal pada kulit seperti
gips, baju pengikat, pembalut, balutan, dan jaket ortopedik dapat menimbulkan tekanan atau friksi terhadap permukaan kulit sehinggga menyebabkan kerusakan kulit. Tujuan perawatan kulit adalah pasien akan memiliki kulit yang utuh, bebas bau badan,
pasien dapat mempertahankan rentang gerak, merasa nyaman dan sejahtera, serta dapat berpartisifasi dan memahami metode perawatan kulit.
Mandi memandikan pasien merupakan perawatan higienis total. Mandi dapat
dikategorikan sebagai pembersihan atau terapeutik. Mandi ditempat tidur yang lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan memerlukan
personal higiene total. Keluasan mandi pasien dan metode yang digunakan untuk
mandi berdasarkan pada kemampuan fisik pasien dan kebutuhan tingkat hygiene
yang dibutuhkan. Pasien yang bergantung dalam pemenuhan kebutuhan personal
higiene, terbaring ditempat tidur dan tidak mampu mencapai semua anggota badan
dapat memperoleh mandi sebagian di tempat tidur. Tujuan memandikan pasien di
tempat tidur adalah untuk menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksi akibat kulit kotor, memperlancar sistem peredaran darah, dan menambah kenyamanan pasien.
Mandi dapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit serta sekresi tubuh, menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke kulit, dan membuat pasien merasa lebih rileks dan segar. Pasien dapat dimandikan setiap hari di rumah
sakit. Namun, bila kulit pasien kering, mandi mungkin dibatasi sekali atau dua kali seminggu sehingga tidak akan menambah kulit menjadi kering. Perawat atau anggota
mengguyur atau mengeringkan bila perlu atau mengganti pakaian bersih setelah
mandi. Kadang pasien dapat mandi sendiri di tempat tidur atau mereka memerlukan bantuan dari perawat atau anggota keluarga untuk memandikan bagian punggung atau kakinya. Kadang pasien tidak dapat mandi sendiri dan perawat atau anggota keluarga
memandikan pasien di tempat tidur.
Hygiene mulut pasien immobilisasi terlalu lemah untuk melakukan perawatan
mulut, sebagai akibatnya mulut menjadi terlalu kering atau teriritasi dan menimbulkan bau tidak enak. Masalah ini dapat meningkat akibat penyakit atau medikasi yang digunakan pasien. Perawatan mulut harus dilakukan setiap hari dan bergantung
terhadap keadaan mulut pasien. Gigi dan mulut merupakan bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.
Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan
bibir, menggosok membersihkan gigi dari partikel – partikel makanan, plak, bakteri, memasase gusi, dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa
yang tidak nyaman.
Beberapa penyakit yang mungkin muncul akibat perawatan gigi dan mulut
yang buruk adalah karies, gingivitis (radang gusi), dan sariawan. Hygiene mulut yang baik memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan. Tujuan perawatan hygiene mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuh
yang terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan melalui mulut (misalnya tifus, hepatitis), mencegah penyakit mulut dan gigi,
Perawatan mata, hidung, dan telinga perhatian khusus diberikan untuk
membersihkan mata, hidung, dan telinga selama pasien mandi. Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena secara terus – menerus dibersihkan oleh air mata, kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel
asing kedalam mata. Normalnya, telinga tidak terlalu memerlukan pembersihan. Namun, pasien dengan serumen yang terlalu banyak telinganya perlu dibersihlkan
baik mandiri pasien atau dilakukan oeh perawat dan keluarga. Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Bila benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, maka akan mengganggu konduksi suara.
Hidung berfungsi sebagai indera penciuman, memantau temperature dan kelembapan udara yang dihirup, serta mencegah masuknya partikel asing ke dalam
sistem pernapasan. Pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi memerlukan bantuan perawat atau anggota keluarga untuk melakukan perawatan mata, hidung, dan telinga. Tujuan perawatan mata, hidung, dan telinga adalah pasien akan memiliki
organ sensorik yang berfungsi normal, mata, hidung, dan telinga pasien akan bebas dari infeksi, dan pasien akan mampu melakukan perawatan mata, hidung, dan telinga
sehari – hari.
Perawatan rambut penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali
tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau
ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara perawatan rambut sehari-sehari. Menyikat, menyisir dan bersampo adalah cara-cara dasar higienis perawatan
tertentu atau obat obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut
merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat diidentifikasi.
Penyakit atau ketidakmampuan menjadikan pasien tidak dapat memelihara
perawatan rambut sehari – hari. Pasien immobilisasi rambutnya cenderung terlihat kusut. Menyikat, menyisir, dan bersampo merupakan dasar higyene rambut untuk
semua pasien. Pasien juga harus diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan. Pasien yang mampu melakukan perawatan diri harus dimotivasi untuk memelihara perawatan rambut sehari – hari. Sedangkan pada pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi
memerlukan bantuan perawat atau keluarga pasien dalam melakukan higyene rambut. Tujuan perawatan rambut adalah pasien akan memiliki rambut dan kulit kepala yang
bersih dan sehat, pasien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri, dan pasien dapat berpartisifasi dalam melakukan praktik perawatan rambut.
Perawatan kaki dan kuku kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian
khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Tetapi seringkali orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau
ketidaknyamanan. Menjaga kebersihan kuku penting dalam mempertahankan
personal hygiene karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku.
Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Perawatan
dapat digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Tujuan perawatan kaki dan kuku adalah pasien akan memiliki kulit utuh dan permukaan kulit yang
Perawatan genitalia perawatan genitalia merupakan bagian dari mandi
lengkap. Pasien yang paling butuh perawatan genitalia yang teliti adalah pasien yang beresiko terbesar memperoleh infeksi. Pasien yang mampu melakukan perawatan diri dapat diizinkan untuk melakukannya sendiri. Perawat mungkin menjadi malu untuk
memberikan perawatan genitalia, terutama pada pasien yang berlainan jenis kelamin. Dapat membantu jika memiliki perawat yang sama jenis kelamin dengan pasien
dalam ruangan pada saat memberikan perawatan genitalia. Tujuan perawatan genitalia adalah untuk mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan kebersihan genitalia, meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan personal higiene.
1.4. Jenis personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya
Menurut Alimul (2006) personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya
dibagi menjadi empat yaitu:
Perawatan dini hari merupakan personal hygiene yang dilakukan pada waktu
bangun tidur, untuk melakukan tindakan untuk tes yang terjadwal seperti dalam
pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan seperti menawarkan bedpan atau urinal jika pasien tidak mampu ambulasi , mempersiapkan
pasien dalam melakukan sarapan atau makan pagi dengan melakukan tindakan
personal hygiene, seperti mencuci muka, tangan, menjaga kebersihan mulut, .
Perawatan pagi hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah
melakukan sarapan atau makan pagi seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mandi atau mencuci rambut,
kuku, rambut, serta merapikan tempat tidur pasien. Hal ini sering disebut sebagai
perawatan pagi yang lengkap.
Perawatan siang hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah
melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang
dimana pasien yang dirawat di rumah sakit seringkali menjalani banyak tes diagnostik yang melelahkan atau prosedur di pagi hari. Berbagai tindakan personal
hygiene yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan
mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien.
Perawatan menjelang tidur merupakan personal hygiene yang dilakukan
pada saat menjelang tidur agar pasien relaks sehingga dapat tidur atau istirahat dengan
tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.
1.5. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene
Menurut Tarwoto (2004) dampak yang sering timbul pada masalah personal
hygiene adalah Dampak fisik banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya personal higiene dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi
pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. Dampak psikososial masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene pada pasien immobilisasi adalah
2. IMMOBILISASI
2.1. Defenisi immobilisasi
Immobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan atau aktivitas (Alimul,
2006). Konsep immobilisasi merupakan hal relatif dalam arti tidak saja kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktifitas dari normalnya. Pada keadaan
immobilisasi, pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada setiap aspek kehidupan (Potter dan Perry, 2005). Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur,
tidak dapat secara bebas karena kondisi yang mengganggu atau aktivitas. Pada pasien immobilisasi yang mengalami tirah baring yang lama, maka makin besar
kemungkinan untuk mengalami komplikasi karena kurang pergerakan. Penyebab immobilisasi antara lain: trauma, fraktur pada ekstremitas, kecacatan dan sebagainya (Asmadi, 2008).
2.2. Jenis Immobilisasi
Menurut Alimul (2006) secara umum ada beberapa keadaan immobilitas yang
dialami pasien yaitu Immobilitas fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah
paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan, dan pasien post operasi fraktur, immobilitas intelektual merupakan keadaan ketika
atau kanker otak, immobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh
atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai, dan immobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena
keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh pasien yang mengalami kecacatan pada anggota tubuhnya karena kecelakaan, dan pasien yang mengalami gangguan jiwa.
2.3. Efek dari Immobilisasi
Menurut Asmadi (2008) ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat
immobilisasi fisik antara lain:
Sistem integument immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan
integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada
immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehinggga terjadi iskemik pada
jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. Immobilitas merupakan faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan (dekubitus)
(Yunita, 2007). Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu Rumah Sakit di Pontianak juga menunjukkan bahwa immobilitas merupakan faktor yang signifikan
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh immobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri), peningkatan beban kerja jantung (jika beban kerja jantung
meningkat maka konsumsi oksigen juga meningkat. Jika immobilisasi meningkat maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan
peningkatan beban kerja), dan pembentukan thrombus (akumulasi trombosit, fibrin, faktor - faktor pembekuan darah, dan elemen sel – sel darah yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang – kadang menutup lumen pembuluh
darah).
Sistem respirasi immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem
pernapasan. Akibat immobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan
aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehinggga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
Sistem perkemihan immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi
urine. Dalam kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal
dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis
Sistem muskuloskletal pengaruh immobilisasi pada sistem muskuloskletal
meliputi gangguan mobilisasi permanen. Immobilisasi mempengaruhi otot pasien, menyebabkan penurunan massa otot (atropi otot) sebagai akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga mengakibatkan
berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya koordinasi pergerakan. Pengaruh lain dari immobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan
metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.
Sistem neurosensoris dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata
pada pasien immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada
ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat
menggerakkan bagian bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa nyeri yang hebat.
Perubahan perilaku immobilisasi menyebabkan respon emosional,
intelektual, sensori dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Perubahan emosional yang peling umum adalah perubahan perilaku sebagai
3. FRAKTUR
3.1. Defenisi fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Brunner & Suddarth, 2002). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995 dalam Suharto, 2007). Fraktur
adalah terputusnya kontiniutas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret & Bryant, 1990 dalam Suharto 2007).
3.2. Etiologi
Etiologi dari fraktur antara lain kekerasan langsung menyebabkan patah
tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring, kekerasan tidak langsung kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan, dan kekerasan akibat tarikan otot patah tulang akibat
tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, atau penarikan.
3.3. Klasifikasi fraktur
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) maka fraktur diklasifikasikan menjadi dua yaitu fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi, dan fraktur terbuka (open /
compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan kulit. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang, dan fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur tranversal yaitu fraktur yang arah melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung, fraktur
oblik yaitu fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi (langsung), fraktur spiral yaitu fraktur yang
arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi, fraktur
kompresi yaitu fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang kearah permukaan lain, dan fraktur avulse yaitu fraktur yang diakibatkan
karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. Sedangkan berdasarkan jumlah garis patah maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur
komunitif yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan,
fraktur segmental yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan, dan fraktur multiple yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu
3.4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, deformitas (kelainan bentuk), krepitasi (suara berderik), bengkak, peningkatan temperature lokal, pergerakan abnormal, echymosis (perdarahan sub kutan yang lebar - lebar), dan kehilangan fungsi.
3.5. Prinsip penatalaksanaan fraktur
Cara konservatif dilakukan pada anak – anak dan remaja dimana masih
memungkinkan terjadinyan pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi, dan cara operatif / pembedahan pada saat ini metode
pelaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian
direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen – fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat – alat ortopedik
berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
3.6. Pasien immobilisasi post operasi fraktur
Hari pertama post operasi fraktur (anastesi spinal) tidak dianjurkan duduk,
pasien masih mengalami nyeri, karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan menjadi berkurang termasuk dalam kemampuan pasien untuk
dibantu oleh perawat atau keluarga, sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien
melakukan aktivitas. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik. Reduksi dan immobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. partisifasi dalam aktivitas hidup sehari – hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri. Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan tentang pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur. Pasien
yang mengalami immobilisasi post operasi fraktur seringkali mengalami keterbatasan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari termasuk dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal higiene (Potter & Perry, 2005).
Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut, maka hubungan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut:
Post Operasi Fraktur
Immobilisasi
Personal Higiene
1. Perawatan kulit 2. Mandi
3. Higiene mulut 4. Perawatan mata,
hidung, dan telinga 5. Perawatan rambut 6. Perawatan kaki dan
kuku
7. Perawatan genitalia
Pemenuhan
personal higiene
1. Terpenuhi 2. Tidak terpenuhi
Pelaksanaan
personal higiene
1. Dilakukan oleh pasien
2. Dilakukan oleh perawat
2. DEFENISI OPERASIONAL
No Variable Defenisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala
1. Pemenuh an
Personal hygiene
Suatu upaya perawatan pasien dalam memelihara dan mempertahankan kebersihan tubuhnya dengan tujuan member rasa nyaman, mencegah terjadinya dekubitus, infeksi nosokomial,
serta mencegah berlanjutnya keadaan immobilisasi pasien dan untuk mempertahankan
kesehatannya seperti perawatan kulit (masase
punggung, pemberian lotion/kream sehabis mandi),
mandi, higiene mulut (kumur-kumur, sikat gigi, pemberian pelembab bibir), perawatan rambut (keramas, penyisiran rambut, pemangkasan rambut,
pencukuran rambut), perawatan mata dengan menggunakan air atau waslap bersih, perawatan hidung dengan menggunakan tissue yang lembut, perawatan telinga dengan menggunakan waslap atau cotton buds, perawatan
genitalia (BAB/BAK), perawatan kaki dan kuku (menggunting kuku dan pemberian lotion pada kaki), dan mengganti pakaian minimal dua kali sehari.
No Variable Defenisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala
Ketidakmampuan pasien post operasi fraktur untuk bergerak bebas yang disebabkan oleh kondisi post operasi fraktur dimana gerakan terganggu dan dibatasi secara terapeutik dimana satu hari post operasi fraktur pasien tidak dianjurkan duduk, pasien masih mengalami nyeri sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas termasuk dalam pelaksanaan personal
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. DESAIN PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien
immobilisasi post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
2. POPULASI, SAMPEL PENELITIAN, dan TEHNIK SAMPLING
2.1. Populasi penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien immobilisasi post operasi fraktur yang
dirawat di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan rata-rata jumlah pasien selama sebulan adalah sebanyak 208 orang.
2.2. Sampel penelitian
Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi lebih besar dari 100 maka, sampel yang diambil adalah sebesar 10-15% atau 20-25%. Maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20% dari populasi yaitu 20% dari 208 pasien
immobilisasi post operasi fraktur yaitu 42 orang.
2.3. Tehnik sampling
atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri pokok populasi. Dalam penelitian ini
pasien yang dijadikan sampel adalah pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berjumlah 42 orang. Adapun kriteria inklusi responden adalah pasien immobilisasi
post operasi fraktur yang dirawat dua hari setelah post operasi fraktur, baik yang menggunakan pen, sekrup, pelat, dan paku yang dirawat di ruang rindu B3 RSUP Haji
Adam Malik Medan, pasien immobilisasi post operasi fraktur ekstremitas bawah, bersedia menjadi responden, pasien immobilisasi post operasi fraktur yang sadar, dapat mendengar, membaca dan menulis dengan baik. Sedangkan kriteria eksklusi
responden adalah pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat satu hari post operasi fraktur dan pasien yang dirawat lebih dari dua hari setelah post operasi fraktur
pasien immobilisasi post operasi fraktur selain ekstremitas bawah, pasien immobilisasi yang tidak sadar.
3. LOKASI dan WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 06 Januari sampai dengan 06 Maret 2010 di Ruangan Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan karena Rumah Sakit tersebut merupakan Rumah Sakit Pendidikan, lokasi Rumah Sakit yang mudah dijangkau dan memiliki jumlah pasien fraktur yang relatif banyak sehingga
dapat memenuhi kriteria sampel yang diharapkan.
4. PERTIMBANGAN ETIK
penelitian. Setelah memperoleh persetujuan, peneliti meminta izin kepada Direktur
RSUP Haji Adam Malik Medan. Kemudian peneliti melakukan penelitian dengan pertimbangan etik, yaitu: peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan penelitian kepada responden, ini bertujuan agar responden mengetahui maksud dan
tujuan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka lebih dulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden pada lembar pengumpulan data yang akan diajukan kepada responden, lembar tersebut hanya diberi kode nomor tertentu. Kerahasiaan informasi yang
diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursallam, 2003).
5. INSTRUMENT PENELITIAN dan PENGUKURAN VALIDITAS –
RELIABILITAS
5.1. Instrument penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket / kuesioner.
Adapun sebaran kuesioner terbagi dalam tiga bagian, yaitu: kuesioner data
demografi bagian pertama adalah data demografi responden yang terdiri dari usia,
jenis kelamin, status, penghasilan dan tingkat pendidikan, kuesioner pemenuhan
kebutuhan personal hygiene bagian kedua adalah kuesioner pemenuhan kebutuhan
personal hygiene yang berjumlah 14 pernyataan. Masing – masing pernyataan
menggunakan skala Dikotomi. Skala ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban terpenuhi atau tidak terpenuhi. Adapun
interpretasi penilaian, untuk jawaban terpenuhi = 1 dan tidak terpenuhi = 0, dan
bagian ketiga adalah kuesioner pelaksanaan personal hygiene pada pasien
immobilisasi berjumlah 10 pertanyaan dimana dilakukan selama 6 hari yang dimulai dari hari kedua immobilisasi post operasi fraktur karena pada hari pertama immobilisasi post operasi fraktur pasien tidak dianjurkan duduk dan pasien masih
mengalami nyeri sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien melakukan aktivitas termasuk pelaksanaan personal hygiene. Hasil dari pelaksanaan personal
hygiene akan dikategorikan menjadi empat kategori yaitu dilakukan oleh pasien,
dilakukan oleh perawat, dilakukan oleh keluarga, dan tidak dilakukan.
5.2. Pengukuran validitas
Kuesioner penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu penting dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang diukur, sebab alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama
(Danim, 2003). Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrument dengan baik
mewakili karakteristik yang dikaji. Penilaian tentang validitas isi ini bersifat subjektif dan keputusan apakah instrument sudah mewakili atau tidak, didasarkan pada pendapat ahli (Bronckopp, 1999). Pada penelitian ini, peneliti menunjukkan kuesioner
yang telah disusun kepada ahlinya, yaitu salah satu tim dari Keperawatan Dasar (Kebutuhan Dasar Manusia) Fakultas Keperawatan USU Medan, Ibu Rika Endah
kuesioner dikoreksi (divalidasi) oleh ahlinya, peneliti memperbaiki kuesioner sesuai
dengan saran ahli.
5.3. Pengukuran reliabilitas
Menurut Bronckopp (1999) reliabilitas suatu instrument menggambarkan
stabilitas dan konsistensi suatu instrument. Instrument yang berbentuk kuesioner yaitu kuesioner pemenuhan kebutuhan personal hygiene, reliabilitas instrument yang
dilakukan dengan menggunakan rumus K-R.21 (Arikunto, 2006) .Uji reliabilitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah adalah K-R.21. Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 10 orang responden yang memenuhi kriteria
sampel yang diambil secara acak. Kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan komputerisasi. Bila angka reliabilitas instrument yang diperoleh lebih
dari 0,532 maka alat ukur dikatakan reliabel. Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan diperoleh nilai K-R.21 sebesar 0,6353 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut reliable sedangkan uji reliabilitas yang dilakukan pada
kuesioner pelaksanaan personal hygiene adalah cronbach’s alpha. Bila angka reliabilitas instrument lebih dari 0,70 maka alat ukur dikatakan reliabel (Arikunto,
6. RENCANA PENGUMPULAN DATA
Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Institusi Pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirim ketempat penelitian yaitu
RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria
yang telah dibuat sebelumnya. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat, dan proses pengisian kuesioner. Kemudian calon responden tersebut diminta untuk
menandatangani surat persetujuan (inform consent) kemudian peneliti membagikan kuesioner kepada responden. Responden menjawab kuesioner dalam waktu lebih
kurang 30 menit atau sampai selesai semua pertanyaan terjawab dan jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti, responden diizinkan untuk bertanya kembali kepada peneliti. Khusus untuk kuesioner bagian ketiga yaitu pelaksanaan personal
hygiene, kuesioner diisi setiap hari dimana peneliti akan membagikan kuesioner
kepada responden setiap sore hari karena peneliti menganggap pada saat sore hari
sebagian besar pelaksanaan personal hygiene telah dilakukan seluruhnya, dan dilakukan selama 6 hari, dimulai dari hari kedua post operasi fraktur sampai hari ketujuh rawatan. Kemudian peneliti mengumpulkan kuesioner, setelah semua data
7. ANALISA DATA
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Danim (2003) menjelaskan langkah – langkah analisa data yang akan dilakukan yaitu Editing atau mengedit data, dimaksudkan untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan
kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian yang dalam hal ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pasien immobilisasi post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan. Coding atau mengkode data, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk kuesioner bagian kedua yaitu pemenuhan personal higiene
diberikan kode pada semua jawaban responden, terpenuhi = 1, tidak terpenuhi = 0, dan juga memberikan kode terhadap item – item yang tidak diberi skor, yaitu
kuesioner data demografi dan kuesioner pelaksanaan personal higiene. Melakukan tabulasi dari jawaban responden dengan pemberian skor terhadap item – item yang perlu diberikan skor.
Kuesioner bagian pertama yaitu data demografi akan disajikan dalam bentuk
table distribusi frekuensi dan persentase. Untuk usia dan penghasilan akan disajikan
juga dalam nilai maksimum, minimum, dan mean. Kuesioner bagian kedua yaitu pemenuhan personal higiene perhitungan datanya dihitung dengan menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2007),
Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah). Untuk pertanyaan pemenuhan personal hygiene (no 1 sampai 14), jawaban
terpenuhi = 1, tidak terpenuhi = 0. Nilai tertinggi yang mungkin diperoleh pada pertanyaan untuk pemenuhan personal hygiene adalah 14 dan nilai terendah yang
mungkin diperoleh adalah 0, maka rentang kelas adalah 7 dengan 2 kategori banyak
kelas. Dengan demikian data tentang pemenuhan personal hygiene ini dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:
0 – 7 = tidak terpenuhi
8 – 14 = terpenuhi
Kuesioner bagian ketiga yaitu pelaksanaan personal hygiene akan disajikan dalam
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Bab ini menjelaskan hasil penelitian mengenai karakteristik responden, variabel pemenuhan kebutuhan personal hygiene, dan variabel pelaksanaan personal
hygiene pada pasien yang dirawat di ruang rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan
dari tanggal 06 Januari – 06 Maret 2010 terhadap 42 pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Data hasil
penelitian dipaparkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.
1.1. Karakteristik Responden
Deskriptif karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan penghasilan dapat dilihat pada tabel 5.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien berusia antara 14-23 tahun yaitu
14 orang (33,3%) dan 24-33 tahun yaitu 14 orang (33,3%), dan sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu 30 orang (71,4%). Berdasarkan tingkat pendidikan ,
sebagian besar pendidikan terakhir pasien adalah SMU yaitu 21 orang (50%), status perkawinan pasien sebagian besar adalah tidak menikah yaitu 20 orang (47,6%) dan sebagian besar pasien berpenghasilan dibawah Rp. 500.000,00 yaitu 19 orang
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden di Ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 (N=42)
Karakteristik Demografi Frekuensi (n) Persentase (%)
menggosok punggung pasien. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat atau keluarga
pasien pada saat mandi. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan kulit pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di
ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.
1.2.2. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu mandi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene
yaitu mandi adalah terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Kondisi pasien yang lemah sehabis operasi maka pasien biasanya dimandikan ditempat tidur baik mandi total dimana seluruh badan dilap dengan waslap basah ataupun mandi parsial (sebagian)
dimana memandikan hanya bagian badan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau bau jika tidak mandi misalnya tangan, muka, daerah perineal dan axila. Sebagian
besar pasien jarang yang memakai pakaian lengkap tetapi pakaian atasnya hanya memakai baju dan pakaian bawahnya memakai kain sarung atau pakaian atas dan pakaian bawah memakai kain sarung untuk menutupi tubuhnya sebagai ganti pakaian.
Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu mandi pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat
pada diagram 5.2.
1.2.3. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu higiene mulut
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan
personal hygiene yaitu higiene mulut adalah terpenuhi yaitu 30 pasien (71,4%).
Sebagian besar pasien dapat menggosok giginya sendiri, hal ini karena kondisi pasien
dilakukan pasien dengan posisi berbaring atau jika pasien mampu untuk duduk maka
dilakukan dengan posisi duduk. Pembilasan mulut biasanya dilakukan pasien dengan kumur-kumur atau minum air putih sedangkan pemberian pelembab bibir jarang dilakukan oleh pasien karena kalau pasien merasa bibirnya kering biasanya cukup
dengan kumur-kumur atau minum air putih dan tindakan ini dilakukan pada pasien hanya jika diperlukan. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene
yaitu higiene mulut pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.
1.2.4. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan mata, hidung,
dan telinga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene
yaitu perawatan mata, hidung, dan telinga adalah terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Membersihkan mata dengan menggunakan air atau waslap, membersihkan hidung dengan menggunakan tissue yang lembut, membersihkan telinga dengan
menggunakan cotton buds atau waslap sekaligus dilakukan pada saat pasien mandi dan sebagian besar pasien dapat melakukannya secara mandiri. Distribusi persentase
1.2.5. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan rambut
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan
personal hygiene yaitu perawatan rambut adalah terpenuhi yaitu 22 pasien (52,4%).
Jika pasien bisa duduk maka mencuci rambut atau keramas dilakukan dengan posisi
pasien duduk atau dengan posisi berbaring dan pasien sedikit digeser kesamping tempat tidur. Sebagian besar pasien dapat melakukan penyisiran rambut secara
mandiri. Perawat atau keluarga pasien akan membantu pasien jika pasien tidak dapat menyisir sendiri rambutnya sedangkan untuk pemangkasan dan pencukuran rambut sangat jarang dilakukan, hal ini terkait dengan persiapan sebelum operasi dimana
dilakukan pemangkasan dan pencukuran sebelum operasi. Rambut pasien post operasi terlihat pendek dan rapi, hal ini terkait dengan persiapan sebelum melakukan operasi
dimana dilakukan pemangkasan dan pencukuran rambut sebelum operasi dilakukan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan rambut yang panjang dan tidak dipangkas atau dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu atau menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka sehingga seminggu pasca operasi tidak diperlukan
lagi pemangkasan dan pencukuran rambut. Distribusi frekuensi dan persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan rambut pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada
1.2.6. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan kaki dan kuku
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan kaki dan kuku adalah tidak terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Sebagian besar pasien jarang atau tidak pernah sama sekali dilakukan pemotongan
kuku. Kuku pasien post operasi terlihat pendek dan rapi, hal ini terkait dengan persiapan sebelum melakukan operasi dimana dilakukan pengguntingan kuku pasien
sebelum operasi yang bertujuan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena kuku yang panjang dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu atau menghambat proses penyembuhan
dan perawatan luka sehingga seminggu pasca operasi tidak diperlukan lagi pengguntingan kuku. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene
yaitu perawatan kaki dan kuku pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.
1.2.7. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan genitalia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan genitalia adalah terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Perawatan
genitalia disini adalah BAB dan BAK. Sebagian besar perawatan genitalia pasien dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini terkait dengan privasi pasien dimana pasien merasa malu jika perawat yang melakukan perawatan genitalia pasien berlainan jenis
kelamin dengan pasien. Distribusi frekuensi dan persentase pemenuhan kebutuhan
personal hygiene yaitu perawatan genitalia pada pasien immobilisasi post operasi
Diagram