ANALISIS PERSEPSI SISWA TERHADAP HUBUNGAN
INTERPERSONAL GURU-SISWA PADA PEMBELAJARAN
KIMIA DI SMA DI KOTA TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
DESSY MAULIDINA
NIM. 1111016200038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
N a m a : Dessy Maulidina
Tempat/Tgl.Lahir : Pontianak, 03 Desember 1991
NIM : 1111016200038
Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA/Pendidikan Kimia
Judul Skripsi : Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal
Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota
Tangerang Selatan
Dosen Pembimbing : 1. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph.D. 2. Luki Yunita, M.Pd.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Munaqasah.
Jakarta, 23 November 2016 Mahasiswa Ybs.
Dessy Maulidina 1111016200038
v ABSTRAK
Dessy Maulidina (NIM: 1111016200038). Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan interpersonal antara guru kimia dan siswa, mengetahui perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), serta mengidentifikasi profil perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan persepsi siswa. Data penelitian diambil dari 10 Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang Selatan yang terdiri atas 472 siswa kelas XI IPA dari 5 SMA Negeri dan 5 SMA Swasta pada kelas kimia secara random sampling menggunakan angket hubungan interpersonal guru-siswa hasil adaptasi Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) versi Indonesia yang dikonstruk oleh Maulana, dkk. (2011). Data dianalisis menggunakan pemodelan Rasch dengan bantuan perangkat lunak Winsteps versi 3.73 for windows. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan interpersonal guru kimia dan siswa SMA di Kota Tangerang Selatan terkategori cukup baik. Guru kimia dianggap cukup mendominasi dan sangat bekerja sama dengan siswa di dalam kelas. Sementara itu, pada level skala perilaku interpersonal, guru kimia dipersepsi siswa memiliki skor perilaku kepemimpinan, membantu/bersahabat, dan pengertian lebih tinggi dibandingkan perilaku yang berlawanan. Selanjutnya, penyelidikan terhadap profil perilaku interpersonal guru menunjukkan bahwa guru kimia di Kota Tangerang Selatan teridentifikasi sebagai guru yang otoritatif.
vi ABSTRACT
Dessy Maulidina (NIM: 1111016200038). The Analysis of Students Perception on Teacher-Student Interpersonal Relationships in Learning Chemistry on Senior High School of South Tangerang City.
The aims of this study are to analyze the interpersonal relationships between chemistry teachers and their students, investigate chemistry teacher intepersonal behaviour using Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), and also identify profile of chemistry teacher interpersonal behaviour according to students perception. The data were collected from 472 students of science class in 5 Public Senior High School and 5 Private Senior High School who were randomly sampled using teacher-student interpersonal relationships questionnaire adapted from Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) constructed by Maulana, et al. (2011). Data were analyzed using Rasch model in Winsteps version 3.73. Results showed that in general, it was indicated that the interpersonal relationships of chemistry teachers and their students is categorized as realtively good. The teachers were considered to have adequately dominant and very cooperative behaviour with students in classroom. Meanwhile, in term of interpersonal behaviour scale, students perceived their teachers as having higher rate on leadership, helping/friendly, and understanding behaviour than the hostility behaviour. Yet, according to interpersonal behaviour profile, it showed that chemistry teachers in South Tangerang City were identified as authoritative.
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Keluarga tersayang
Ibuku Ermi Suswati
Semoga setiap air mata yang jatuh dari matamu atas segala kepentinganku,
menjadi sungai untukmu di Surga nanti.
Abangku Arief Setiawan
Semoga segala kebaikanmu menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di hari
dimana tiada lagi pertolongan selain darinya.
Para Dosen dan Guru-guruku
Rekan-rekan Pendidikan Kimia Angkatan 2011 UIN Jakarta
Almamaterku: Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh.
Alhamdulillah puja dan puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai harapan dengan judul “Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan”.
Shalawat serta salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang
telah berjuang untuk membawa kebenaran dan menyempurnakan akhlak manusia,
kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Pada dasarnya, banyak kesulitan yang penulis alami selama penyusunan
skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih atas
bimbingan dan dukungan serta bantuan yang diberikan selama penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa bagaimana pun usaha yang ditempuh tanpa adanya
bimbingan dan bantuan dari pihak-pihak terkait, penulisan skripsi ini tidak akan
terselesaikan dengan baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph. D., selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan ilmu, masukan, bimbingan, dan perhatiannya kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ix
5. Luki Yunita, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan ilmu,
saran, bimbingan dan perhatiannya selama penyusunan skripsi ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
6. Kepala sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum di sepuluh SMA
Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melalukan penelitian di sekolah tersebut.
7. Ibunda tercinta Ermi Suswati dan Abangku Arief Setiawan, terima kasih yang
sebesar-besarnya atas semua kasih sayang, pengorbanan, perhatian, pengertian, dan dorongan baik moriil serta materiil, semangat, dan do’a yang diberikan setiap saat.
8. Nely Rahmawati, S.Kom.I. yang selalu menyemangati dan mengingatkan
penulis untuk tak menyerah dalam proses penyusunan skripsi ini. Jazaakillahu
khayran katsiran.
9. Sella Marselyana Abadi, S.Pd. dan Amrina Alhumaira yang telah sedianya
memberikan waktu untuk menyemangati dan memberi masukan serta
saran-saran yang bermanfaat dalam proses pengerjaan penelitian ini. Jazaakunallahu
khayran katsiran.
10. Teman-teman bimbingan Ibu Salamah Agung dan Ibu Luki Yunita dan seluruh
keluarga besar kimia 2011 yang juga sedang berjuang meraih kesuksesannya,
dimanapun kalian berada, terima kasih telah memberikan banyak pelajaran dan
pengalaman berharga kepada penulis, Semoga Allah SWT mengumpulkan kita
dalam kebaikan.
11. Adik-adik Pendidikan Kimia 2012 di sekolah-sekolah tempat peneliti
mengambil data penelitian, yang sedang berjuang dalam pengerjaan skripsi,
namun tetap bersedia memberi semangat serta bantuan dalam proses
penyusunan skripsi ini. Jazaakumullahu khayran katsiran.
12. Teman-teman rumah binaan Tasqif dan Nahdhoh yang telah memberi
semangat dan bantuan kepada peneliti dari awal penelitian ini dimulai hingga
x
13. Teman-teman Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Kampus Ciputat atas
dorongan semangat dan bantuan selama peneliti menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Jazaakunnallahu khayran katsiran.
14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu hingga tersusunnya karya ini.
Mudah-mudahan segala bentuk partisipasi dari berbagai pihak terkait dapat
menjadi berkah dan semua kebaikan di balas oleh Allah SWT. Masih banyak cacat
dan cela pada skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diperlukan demi perbaikan. Semoga karya ini dapat bermanfaat, Aamiin. Wassalamua’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh.
Jakarta, November 2016
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 6
C.Pembatasan Masalah ... 6
D.Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI ... 9
A.Kajian Teori ... 9
1. Persepsi Siswa ... 9
a. Pengertian Persepsi ... 9
b. Proses Pembentukan Persepsi ... 10
c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 11
2. Hakikat Kimia dan Pembelajarannya ... 13
3. Konsep Hubungan Interpersonal ... 14
a. Pengertian Hubungan Interpersonal ... 14
xii
c. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal 18
4. Hubungan Interpersonal Guru dan Siswa ... 20
a. Model Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 20
b. Profil Perilaku Interpersonal Guru ... 27
B.Penelitian yang Relevan ... 30
C.Kerangka Berpikir ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
B.Metode Penelitian ... 34
C.Desain Penelitian ... 34
D.Populasi dan Sampel ... 36
E. Teknik Pengumpulan Data ... 37
F. Instrumen Penelitian ... 38
G.Uji Coba Instrumen ... 41
H.Teknik Analisis Data ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
A.Hasil Penelitian ... 49
B.Pembahasan ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
A.Kesimpulan ... 86
B.Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 88
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 12
Gambar 2.2 Dua Sumbu Dimensi Proximity dan Influence dalam Model Perilaku Interpersonal Guru ... 22
Gambar 2.3 Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB) ... 24
Gambar 2.4 Profil Perilaku Interpersonal Guru ... 29
Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir ... 33
Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian ... 35
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa di SMA di Kota Tangerang Selatan ... 51
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa di Sepuluh SMA di Kota Tangerang Selatan ... 52
Gambar 4.3 Grafik Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Sumbu Dimensi ... 55
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA Negeri dan Swasta Berdasarkan Sumbu Dimensi ... 56
Gambar 4.5 Grafik Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Level Skala Perilaku ... 61
Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA Negeri dan SMA Swasta Berdasarkan Level Skala Perilaku ... 62
Gambar 4.7 Ilustrasi Peta Konstruk Pengukuran “X” ... 63
Gambar 4.8 Peta Konstruk Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 64
Gambar 4.9 Radar Chart dan Representasi Grafis Profil Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA di Kota Tangerang Selatan ... 78
Gambar 4.10 Radar Chart dan Representasi Grafis Profil Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan ... 78
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sampel Penelitian Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 37
Tabel 3.2 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban ... 39
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 39
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Angket Hubungan Interpersonal Guru-Siswa . 42
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Setelah
Divalidasi ... 43
Tabel 3.6 Kategori Kecenderungan Variabel Hubungan Interpersonal
Guru-Siswa ... 47
Tabel 4.1 Hasil Analisis Data Hubungan Interpersonal Guru Kimia dan
Siswa ... 49
Tabel 4.2 Klasifikasi Hubungan Interpersonal Guru Kimia dan Siswa di SMA
di Kota Tangerang Selatan ... 49
Tabel 4.3 Rata-rata Skor dan Persentase Hubungan Interpersonal Guru Kimia
dan Siswa di SMA di Kota Tangerang Selatan ... 51
Tabel 4.4 Hasil Analisis Data Rata-rata Perilaku Interpersonal Guru Kimia
Ditinjau dari Dimensi Pengaruh dan Dimensi Kedekatan ... 53
Tabel 4.5 Rata-rata dan Persentase Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA
di Kota Tangerang Selatan ... 56
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian Sebelum Diuji Coba ... 92
Lampiran 2 Tabulasi Data Untuk Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .... 97
Lampiran 3 Instrumen Penelitian Setelah Diuji Coba ... 99
Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 103
Lampiran 5 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 ... 104
Lampiran 6 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 ... 105
Lampiran 7 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 4 ... 107
Lampiran 8 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 8 ... 108
Lampiran 9 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 10 ... 109
Lampiran 10 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Darussalam ... 112
Lampiran 11 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Dua Mei ... 113
Lampiran 12 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 8 ... 114
Lampiran 13 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 25 ... 115
Lampiran 14 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Triguna Utama ... 116
Lampiran 15 Tabulasi Data Untuk Analisis Deskriptif dengan Perangkat Lunak Winsteps 3.73 for Windows ... 117
Lampiran 16 Data Hasil Perhitungan Statistik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia ... 124
Lampiran 17 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia ... 125
Lampiran 18 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Dominasi Guru Kimia ... 126
Lampiran 19 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Dimensi Dominasi Guru Kimia ... 127
Lampiran 20 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Kepatuhan Guru Kimia ... 128
xvi
Lampiran 22 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Kerjasama Guru
Kimia ... 130
Lampiran 23 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Dimensi Kerjasama Guru Kimia ... 131
Lampiran 24 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Perlawanan Guru
Kimia ... 132
Lampiran 25 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Dimensi Perlawanan Guru Kimia ... 133
Lampiran 26 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Kepemimpinan Guru
Kimia ... 134
Lampiran 27 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Perilaku Kepemimpinan Guru Kimia ... 135
Lampiran 28 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Membantu/
Bersahabat Guru Kimia ... 136
Lampiran 29 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Perilaku Membantu/Bersahabat Guru Kimia .... 137
Lampiran 30 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Pengertian Guru
Kimia ... 138
Lampiran 31 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Perilaku Pengertian Guru Kimia ... 139
Lampiran 32 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Memberi Kebebasan/
Tanggung Jawab pada Siswa oleh Guru Kimia ... 140
Lampiran 33 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Perilaku Memberi Kebebasan/ Tanggung Jawab
pada Siswa oleh Guru Kimia... 141
Lampiran 34 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Ragu-ragu Guru
Kimia ... 142
Lampiran 35 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Perilaku Ragu-ragu Guru Kimia ... 143
Lampiran 36 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Tidak Puas Guru
xvii
Lampiran 37 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,
dan Persentase Perilaku Tidak Puas Guru Kimia ... 145
Lampiran 38 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Menegur Guru Kimia ... 146
Lampiran 39 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Perilaku Menegur Guru Kimia ... 147
Lampiran 40 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Disiplin Guru Kimia ... 148
Lampiran 41 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Perilaku Disiplin Guru Kimia ... 149
Lampiran 42 Peta Konstruk Perilaku Kepemimpinan (DC) ... 150
Lampiran 43 Peta Konstruk Perilaku Membantu/Bersahabat (CD) ... 151
Lampiran 44 Peta Konstruk Perilaku Pengertian (CS) ... 152
Lampiran 45 Peta Konstruk Perilaku Memberi Tanggung Jawab/Kebebasan Siswa (SC) ... 153
Lampiran 46 Peta Konstruk Perilaku Ragu-ragu (SO) ... 154
Lampiran 47 Peta Konstruk Perilaku Tidak Puas (OS) ... 155
Lampiran 48 Peta Konstruk Perilaku Menegur (OD) ... 156
Lampiran 49 Peta Konstruk Perilaku Disiplin (DO) ... 157
Lampiran 50 Representasi Grafis Profil Guru Tiap Sekolah ... 158
Lampiran 51 Lembar Uji Referensi ... 159
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Menurut Purwanto, “belajar adalah proses yang menimbulkan terjadinya perubahan dalam tingkah laku atau kecakapan. Sampai di mana perubahan itu
dapat tercapai, berhasil atau tidaknya belajar, tergantung kepada
bermacam-macam faktor, di antaranya yaitu guru dan cara mengajarnya” (2011, hlm. 102). Dalam belajar di sekolah, guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang
penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang
dimiliki guru, dan cara guru mengajarkan pengetahuan kepada siswa turut
menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai (Purwanto, 2011, hlm.
104-105).
Bagi guru, mengajar tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran
tapi juga merupakan proses mengatur lingkungan yang memungkinkan siswa
betah dan merasa senang belajar sehingga mereka dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya (Sanjaya,
2008, hlm.102). Hal ini senada dengan pandangan Van Petergem, dkk. (2005,
hlm. 34) yang mengemukakan bahwa pada beberapa kasus terdapat guru yang
lebih menyukai lingkungan disiplin untuk belajar, sedangkan beberapa yang lain
ingin menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, dimana siswa dapat
merasa aman untuk mengambil risiko dan menjadi kreatif.
Di dalam kelas, proses belajar mengajar terdiri atas serangkaian
perbuatan guru dan siswa berdasarkan hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif. Interaksi timbal balik antara guru dan siswa merupakan
syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar (Usman, 2005, hlm.
4). Rencana interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu pada umumnya
didefinisikan sebagai strategi pembelajaran. Salah satu cara untuk dapat
memahami strategi pembelajaran tersebut yaitu melalui pemahaman pada pola
2
Hubungan guru dan siswa dipahami sebagai interaksi interpersonal yang
terjadi antara guru dengan siswa yang mengikat mereka satu sama lain.
Hubungan ini diasumsikan berasal dari bentuk interaksi tersebut. Pendekatan
terhadap hubungan interpersonal guru dan siswa dikonseptualisasikan melalui
pengaturan kelas berdasarkan level perilaku interpersonal guru (Wubbels, dkk.
2015, hlm. 364-365).
Hubungan guru dan siswa dapat dipelajari melalui dua kerangka teori
yaitu teori interpersonal (Wubbels dkk. 1985) dan kerangka berbasis teori
pelengkap (Pianta, 2001). Teori interpersonal mendeskripsikan persepsi dari
perilaku guru dengan siswa yang berhubungan dan berinteraksi dalam sebuah
sistem. Dalam teori ini, hubungan guru dan siswa dikarakterisasi berdasarkan
kombinasi dari dua dimensi, yaitu dimensi pengaruh (influence) dan kedekatan (proximity) dalam Model Perilaku Interpersonal Guru atau Model of Interpersonal Teacher Behaviour (MITB). Sedangkan, pada kerangka berbasis teori pelengkap yang dipopulerkan oleh Pianta (2001), hubungan guru dan siswa
dapat diketahui dengan menggunakan tiga dimensi, yaitu kedekatan (closeness), konflik (conflict), dan kepercayaan (dependency) (Wubbels, dkk. 2015, hlm. 366-367).
Dalam MITB yang dikembangkan oleh Wubbels, dkk (1985), yang
merupakan hasil adaptasi dari model Interpersonal Diagnosis of Personality di dalam kelas yang dikembangkan oleh Leary (1957), perilaku guru dipetakan
menjadi dua dimensi yaitu dimensi pengaruh (influence) dan dimensi kedekatan (proximity) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254). Dimensi pengaruh (influence) memiliki dua sumbu yaitu dominance (D) dan submission (S). Dimensi kedekatan (proximity) memiliki dua sumbu yaitu cooperation (C) dan opposition
(O). Dimensi pengaruh (influence) menggambarkan orang yang mengontrol atau mengarahkan proses komunikasi dan seberapa sering hal itu terjadi di kelas.
Sedangkan, dimensi kedekatan (proximity) menunjukkan tingkat kerja sama atau kedekatan di antara guru-siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran di kelas
Kedua sistem dimensi koordinat tersebut kemudian dibagi menjadi
delapan skala perilaku interpersonal guru, yaitu perilaku kepemimpinan
(leadership behaviour) (DC), perilaku membantu/bersahabat (helping/friendly behaviour) (CD), perilaku pengertian (understanding behaviour) (CS), perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa (student responsibility/freedom behaviour) (SC), perilaku ragu-ragu (uncertain behaviour) (SO), perilaku tidak puas (dissatisfied behaviour) (OS), perilaku menegur (admonishing behaviour) (OD) dan perilaku disiplin (strict behaviour) (DO) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254).
Setelah menyempurnakan formulasi dari MITB, Wubbels dan
rekan-rekannya merintis alat yang digunakan untuk memetakan hubungan
interpersonal guru dan siswa yang dikenal dengan nama Questionnaire on Teacher Interaction (QTI). Para peneliti menggunakan QTI untuk memahami saling keberpengaruhan antara cara guru mengajar dan hasil belajar siswa di
kelas. Instrument ini kemudian digunakan untuk memetakan gaya perilaku
interpersonal guru pada budaya yang berbeda di berbagai negara (Maulana, dkk.
2011, hlm. 34). Perbedaan terhadap gaya perilaku interpersonal guru ini
kemudian menghasilkan pemetaan lanjutan terhadap profil perilaku guru yang
menjelaskan lingkungan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Guru dapat
dikategorikan ke dalam delapan tipe profil, yaitu direktif (directive), otoritatif (authoritative), toleran/otoritatif (tolerant/authoritative), toleran (tolerant), ragu-ragu/toleran (uncertain/tolerant), ragu-ragu/agresif (uncertain/aggressive), menekan (repressive), dan membosankan (drudging) (Maulana, dkk. 2011, hlm. 35).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh den Brok, Fisher, dan Koul
(2005), menunjukkan bahwa guru sains yang baik dalam mengontrol (tinggi
pada dimensi pengaruh) dan bekerja sama dengan siswa (tinggi pada dimensi
kedekatan) mampu menciptakan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran
yang diajarkan. Pada level skala perilaku interpersonal, penelitian yang
dilakukan oleh Reid dan Fisher (2008) menunjukkan bahwa guru sains yang
4
memberikan tanggung jawab dan kebebasan pada siswa berpengaruh secara
positif terhadap motivasi siswa dalam pencapaian hasil belajar pada mata
pelajaran sains.
Pelajaran sains, salah satunya kimia, merupakan pelajaran yang sulit bagi
kebanyakan siswa, sehingga menuntut guru berusaha lebih keras untuk
memotivasi siswa mempelajari konsep-konsep kimia. Tanpa minat dan motivasi
belajar yang tinggi, maka konsep-konsep kimia sulit untuk dipahami oleh siswa
dengan baik (Suyanti, 2010, 175-176). Oleh karenanya, guru kimia harus
berupaya mendesain pembelajaran kimia yang menarik melalui berbagai strategi
pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu menganalisis konsep materi kimia
sehingga dalam proses pembelajaran, guru mengerti dan paham bagaimana
menyampaikan materi yang sulit dipahami dan dimengerti oleh siswa. Guru juga
harus mampu memvisualisasikan konsep yang abstrak agar bisa dipahami siswa
secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong sekaligus juga memotivasi
siswa untuk mempelajarinya lebih mendalam.
Dalam The National Science Teachers Association (NSTA) Standards for Science Teacher Preparation (2003) dijelaskan bahwa guru mata pelajaran, khususnya guru IPA (sains), dituntut untuk tidak hanya mampu dalam
penguasaan konsep dan materi atau memvariasikan metode dan strategi yang
digunakan dalam mengajar, namun juga diharapkan mampu menciptakan dan
menjaga kondisi lingkungan pembelajaran yang nyaman dan mendukung secara
psikologis maupun sosial bagi siswa (National Science Teachers Association,
2003, hlm. 21). Hal ini senada dengan indikator proses pembelajaran dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65
tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang
menyatakan:
proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan” (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, hlm. 1).
Dengan demikian, penting bagi guru IPA, termasuk guru kimia tidak
hanya mampu dalam penguasaan konsep dan materi, namun juga menjaga
kondisi lingkungan pembelajaran yang nyaman dan memotivasi siswa lewat
hubungan interpersonal guru kimia dan siswa yang terbentuk melalui perilaku
interpersonal guru. Hal ini dikarenakan perilaku interpersonal guru memberikan
pengaruh yang besar, baik dalam sikap siswa terhadap mata pelajaran yang
diajarkan, hasil belajar, maupun motivasi belajar siswa yang timbul dari perilaku
tersebut.
Namun, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fisher dan Rickards
(1998), den Brok, Fisher, dan Koul (2005), Reid dan Fisher (2008), Maulana,
dkk. (2012), menunjukkan bahwa studi mengenai hubungan interpersonal guru
dan siswa sering kali hanya dilakukan di dalam kelas Matematika, Bahasa
Inggris, dan Sains pada Pendidikan Menengah Pertama (SMP). Tidak ada
temuan yang menunjukkan penelitian mengenai hubungan interpersonal guru
dan siswa pernah dilakukan pada kelas Kimia di Sekolah Menengah Atas di Kota
Tangerang Selatan. Padahal, memahami hubungan interpersonal guru dan siswa
ketika pembelajaran berlangsung dapat menjadi pertimbangan penting untuk
menunjang kesuksesan siswa di sekolah dan dapat menjadi alat refleksi, baik
bagi guru, siswa, maupun praktisi pendidikan untuk memahami atmosfer
lingkungan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas melalui perilaku dan profil
interpersonal guru yang terukur.
Uraian yang telah dipaparkan tentang pentingnya hubungan interpersonal
guru-siswa terhadap pembelajaran kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan
menjadi dasar pijakan perlunya pengkajian lebih lanjut mengenai hal ini.
Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia
6
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
1. Perilaku interpersonal guru di dalam kelas mempengaruhi sikap dan motivasi
belajar siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan.
2. Hubungan interpersonal guru-siswa memiliki peran penting dalam
tercapainya tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa, namun penelitian
pada pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota
Tangerang Selatan belum pernah dilakukan.
3. Penting bagi guru kimia untuk mengetahui hubungan interpersonal
guru-siswa yang terbentuk melalui perilaku interpersonal guru dan mengetahui
lingkungan pembelajaran yang teridentifikasi lewat profil interpersonal guru
demi menjaga lingkungan pembelajaran yang nyaman dan mendukung
kondisi psikologis dan sosial bagi siswa.
C. Pembatasan Masalah
Guna memberi ruang lingkup yang jelas dan terarah, mengingat begitu
luas dan kompleksnya permasalahan, maka perlu dibuat suatu pembatasan
masalah sebagai berikut:
1. Hubungan interpersonal guru-siswa yang diukur hanya pada Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang Selatan pada pembelajaran kimia
berdasarkan persepsi siswa SMA Negeri dan SMA Swasta kelas XI IPA
Tahun Ajaran 2015/2016.
2. Hubungan interpersonal guru-siswa diukur berdasarkan Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB) pada level dimensi influence
(pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru menggunakan angket persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal
guru-siswa, hasil adaptasi dari QTI versi Indonesia yang dikembangkan oleh
Maulana, dkk. (2011).
3. Perilaku interpersonal guru dipetakan menggunakan prinsip pemodelan
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat penulis rumuskan item
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan interpersonal guru-siswa pada pembelajaran kimia di
kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA Negeri dan SMA Swasta di
Kota Tangerang Selatan?
2. Bagaimana perilaku interpersonal guru kimia di dalam kelas berdasarkan
berdasarkan level dimensi influence (pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru dalam Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB)?
3. Apakah tipe profil perilaku interpersonal guru kimia yang teridentifikasi
berdasarkan persepsi siswa kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA
Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan dengan pemetaan
perilaku interpersonal guru berdasarkan prinsip pemodelan Rasch? E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
menganalisis hubungan interpersonal guru kimia dan siswa, mengetahui perilaku
interpersonal guru kimia di dalam kelas berdasarkan level dimensi influence
(pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru dalam Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), serta mengidentifikasi profil perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan persepsi
siswa kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA di Kota Tangerang Selatan.
F.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada sekolah
sehingga dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi sekolah dalam
mengambil kebijakan-kebijakan terhadap pelaksanaan pembelajaran di
8
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru agar lebih memberikan
perhatian terhadap hubungan interpersonal yang terbentuk dengan siswanya
di dalam kelas. Selain itu, angket persepsi siswa terhadap hubungan
interpersonal guru-siswa yang telah dibuat dapat menjadi alat refleksi diri
guru terhadap kinerja pengajaran yang telah dilakukan sehingga guru dapat
merancang lingkungan pengajaran dan pembelajaran yang lebih tepat untuk
siswa.
3. Bagi siswa
Siswa sebagai peserta didik diharapkan dapat memahami persepsinya
terhadap proses pembelajaran di sekolah dan menjadi salah satu pendorong
bagi siswa untuk lebih tekun dalam mengoptimalkan kualitas prestasi
belajarnya.
4. Bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti sendiri adalah sebagai gambaran tentang hubungan
interpersonal yang terbentuk di antara guru dan siswa dalam pengajaran
kimia. Selain itu, penelitian ini sebagai cakrawala ilmu pengetahuan penulis
dalam berkarya dalam khasanah ilmu pengetahuan dan dapat menambah
BAB II
KAJIAN TEORI
A. KAJIAN TEORI
1. Persepsi Siswa
a. Pengertian Persepsi
Istilah persepsi berasal dari bahasa Inggris “perception”, yang
diambil dari bahasa Latin “perceptio”, yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Leavitt (1978), perception dalam pengertian sempit adalah “penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah “pandangan”,
yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu
(Desmita, 2010, hlm. 117).
Branca (1964), Woodworth dan Marquis (1957) dalam Walgito
(2003, hlm. 53) mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh penginderaan.
“Penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu indera. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu menyadari apa yang diinderanya itu”.
Pada tataran yang lebih kompleks, persepsi dapat didefinisikan
sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan mereka. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan
mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan
keadaan diri individu yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat
10
juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan (Robbins,
2001, hlm. 88).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa persepsi
adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah diterima oleh
sistem indera manusia. Persepsi pada dasarnya menyangkut hubungan
manusia dengan lingkungannya, bagaimana ia mengerti dan
menginterpretasikan stimulus yang ada di lingkungannya dengan
pengetahuan yang dimilikinya. Setelah individu mengindera objek di
lingkungannya, kemudian ia memproses hasil pengindraan itu sehingga
timbullah makna tentang objek tersebut.
Persepsi individu terhadap objek tertentu akan mempengaruhi
pikirannya. Artinya, persepsi seseorang akan memungkinkannya untuk
memberi penilaian terhadap suatu kondisi stimulus. Sebagai contoh,
persepsi siswa terhadap perilaku guru di dalam kelas akan
mempengaruhi pikirannya dan menjadikan siswa memberikan penilaian
kepada perilaku guru tersebut.
b. Proses Pembentukan Persepsi
Persepsi mengikuti suatu interaksi rumit yang melibatkan
setidaknya tiga komponen utama (Desmita, 2010, hlm. 120), yaitu:
1) Seleksi
Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap
stimulus. Dalam proses ini, struktur kognitif yang telah ada dalam
kepala akan menyeleksi, membedakan data yang masuk dan
memilih data mana yang relevan sesuai dengan kepentingan dirinya.
2) Penyusunan
Penyusunan adalah proses reduksi, mengorganisasikan,
menata atau menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam
suatu pola yang bermakna. Sesuai dengan teori Gestalt, manusia
secara alamiah memiliki kecenderungan tertentu dan melakukan
penyederhanaan struktur di dalam mengorganisasikan objek-objek
perseptual. Sejumlah stimulus dari lingkungan cenderung
diklasifikasikan menjadi pola-pola tertentu dengan cara yang sama.
Berdasarkan pemikiran ini, Gestalt mengajukan beberapa pinsip
tentang kecenderungan-kecenderungan manusia dalam penyusunan
onformasi ini, di antaranya prinsip kemiripan (similarity), prinsip kedekatan (proximity), prinsip ketertutupan atau kelengkapan (closure), prinsip searah (direction), dan lain-lain.
3) Penafsiran
Penafsiran adalah proses menerjemahkan atau
menginterpretasikan informasi atau stimulus ke dalam bentuk
tingkah laku sebagai respon. Dalam proses ini, individu membangun
kaitan-kaitan antara stimulus yang datang dengan struktur kognitif
yang lama, dan membedakan stimulus yang datang untuk memberi
makna berdasarkan hasil interpretasi yang dikaitkan dengan
pengalaman sebelumnya, dan kemudian bertindak atau bereaksi.
Tindakan ini dapat berupa tindakan bersembunyi (seperti:
pembentukan pendapat dan sikap) dan dapat pula berupa tindakan
terbuka atau perilaku nyata.
c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang
mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk
persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks
situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Ketika seorang individu melihat
sebuah target dan berusaha untuk mengintepretasikan apa yang ia lihat,
12
dari pembuat persepsi individual tersebut. Karakteristik pribadi yang
memengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, minat,
pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang. Karakteristik
target yang diobservasi bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Individu
yang bersuara keras cenderung diperhatikan dalam sebuah kelompok
dibanding individu yang diam. Begitu pula dengan guru yang
berpenampilan menarik, cenderung mendapatkan perhatian dari para
siswanya di kelas. Faktor yang mempengaruhi persepsi digambarkan
sebagai berikut.
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sumber: (Robbins, 2001, hlm. 92)
David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977) dalam Rakhmat
(2011, hlm. 54-57) menyebutkan bahwa persepsi ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu:
1) Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
lalu, dan hal-hal lain, termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-Faktor pada pemersepi
- Sikap - Motif - Kepentingan - Pengalaman - Pengharapan
Persepsi
Faktor-faktor dalam diri target
- Hal yang baru - Gerakan - Bunyi - Ukuran - Latar belakang - Kedekatan
Faktor-faktor dalam situasi
- Waktu
faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk
stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada
stimulus tersebut. Dalam hal ini, persepsi dipengaruhi oleh
karakteristik siswa yang menilai guru.
2) Faktor Struktural
Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat
stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem
saraf individu. Kohler, Wartheimer dan Koffka merumuskan
prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural, yang kemudian
terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita
mempersepsi sesuatu, kita memersepsinya sebagai suatu
keseluruhan, melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya.
Jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat
meneliti fakta-fakta yang terpisah. Kita harus memandangnya dalam
hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus
melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam
masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini, persepsi dipengaruhi oleh
perilaku guru dan lingkungan dimana dia berada.
2. Hakikat Kimia dan Pembelajarannya
Susiwi (2007, hlm. 5) mengemukakan bahwa hakikat ilmu kimia
mencakup dua hal, yaitu kimia sebagai produk yang meliputi sekumpulan
pengetahuan atas fakta, konsep dan prinsip kimia dan kimia sebagai proses
yang meliputi keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para
ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan kimia.
Kimia pada awalnya merupakan ilmu yang diperoleh dan
dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada
perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang
tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang
berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) temuan ilmuwan dan kimia
14
penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia
sebagai proses dan produk (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, hlm.
177).
Kimia sebagai ilmu termasuk ke dalam rumpun Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) memiliki karakteristik yang sama dengan IPA dalam proses
pembelajarannya. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar (Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2006, hlm. 177). Pengalaman menunjukkan bahwa
mempelajari ilmu kimia cukup sulit, karena yang dibahas adalah hukum dan
teori tentang atom dan molekul yang tidak dapat dilihat. Yang dapat
ditangkap hanyalah gejala yang ditimbulkan oleh atom dan molekul tersebut
melalui percobaan (eksperimen) di laboratorium. Oleh karena itu, untuk
mempermudah dalam mempelajari kimia dapat dilakukan dengan
menunjukkan kaitan antara hukum dan teori dengan percobaan yang
mendasarinya (Syukri, 1999, hlm. 7a). Dalam hal ini, siswa membutuhkan
peran guru melalui interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam
strategi pembelajaran yang terencana.
3. Konsep Hubungan Interpersonal
a. Pengertian Hubungan Interpersonal
Menurut Miller & Steinberg (1975) dalam Budyatna & Ganiem
(2012, hlm. 44), hubungan antarpribadi (interpersonal) adalah hubungan
komunikasi timbal balik berdasarkan data psikologis. Pengembangan
hubungan antarpribadi mengacu kepada proses di mana manusia
mengadakan kontak terhadap satu sama lain dan mendasarkan prediksi
tentang perilaku komunikasi satu sama lain terutama pada data
psikologis.
Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajat
keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya. Makin cermat
komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi (Hidayat,
2012, hlm. 56).
Komunikasi penting dalam mengembangkan dan memelihara
hubungan-hubungan antarpribadi. Hubungan antarpribadi yang sehat
ditandai oleh keseimbangan pengungkapan diri atau self-disclosure
yang tepat, yaitu saling memberikan data biografis, gagasan-gagasan
pribadi, dan perasaan-perasaan yang tidak diketahui orang lain, serta
umpan balik berupa verbal dan respon-respon fisik kepada orang atau
pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan (Budyatna & Ganiem,
2011, hlm. 44).
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan
interpersonal yang baik. Setiap kali melakukan komunikasi, manusia
tidak hanya menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar
hubungan interpersonal (Rohim, 2009, hlm. 70).
b. Tahap-tahap Hubungan Interpersonal
Menurut Rakhmat (2011, hlm. 122-127), hubungan
interpersonal berlangsung melewati tiga tahap, yaitu pembentukan
hubungan, peneguhan hubungan, dan pemutusan hubungan.
1) Pembentukan Hubungan
Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan
(aquaintance process). Menurut Steve Duck (1976), perkenalan adalah proses komunikasi di mana individu mengirimkan (secara
sadar) atau menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi
tentang struktur dan isi kepribadiannya dengan menggunakan
cara-cara agak berbeda pada bermacam-macam tahap perkembangan
persahabatan.
Dalam hubungan interpersonal, kesan pertama dibentuk dari
petunjuk proksemik, kinesik, paralinguistik, dan artifaktual, yaitu
dengan mempertahankan jarak, gerak tangan dan lirikan matanya,
intonasi suara, dan pakaian yang dikenakannya. Kesan pertama amat
16
diperteguh. Para psikolog sosial menemukan bahwa penampilan
fisik, apa yang diucapkan pertama, apa yang dilakukan pertama
menjadi penentu yang penting terhadap pembentukan citra pertama
tentang orang itu.
2) Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu
berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan
interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Menurut Rakhmat (2011, hlm. 124-127), ada empat faktor yang amat penting
dalam memelihara keseimbangan ini: keakraban, kontrol, respons
yang tepat, dan nada emosional yang tepat.
Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua
belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.
Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan
mengontrol siapa dan bilamana. Konflik terjadi umumnya bila
masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau
mengalah.
Faktor ketiga adalah ketepatan respons. Dalam percakapan,
misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon
dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respons
ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga
pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan serius dijawab dengan
main-main, ungkapan bersungguh-sungguh diterima dengan air
muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, hubungan
interpersonal mengalami keretakan
Faktor keempat yang memelihara hubungan interpersonal
adalah keserasian suasana emosional ketika berlangsungnya
komunikasi. Walaupun mungkin saja terjadi dua orang berinteraksi
akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak mengakhiri
interaksi atau mengubah suasana emosi.
3) Pemutusan Hubungan
R.D. Nye (1973) dalam bukunya Conflict among Humans
menyebutkan lima sumber konflik yang dapat menyebabkan
pemutusan hubungan, yaitu:
a) Kompetisi; adalah di mana salah satu pihak berusaha
memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain.
Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan
merendahkan orang lain.
b) Dominasi; adalah di mana salah satu pihak berusaha
mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasakan
hak-haknya dilanggar.
c) Kegagalan; adalah di mana masing-masing berusaha
menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.
d) Provokasi; adalah di mana salah satu pihak terus menerus
berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang
lain.
e) Perbedaan nilai; adalah di mana kedua pihak tidak sepakat
tentang nilai-nilai yang mereka anut.
Untuk mempertahankan hubungan dalam jangka waktu lama,
diperlukan kemampuan (kompetensi) untuk menjalin hubungan
interpersonal. Menurut Buhrmeister (1988) terdapat lima domain
kompetensi interpersonal (Dayakisni & Hudaniah, 2009, hlm. 120),
yaitu:
1) Initiative, yakni usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif selalu
diarahkan baik pada penciptaan suatu hubungan antarpribadi yang
18
tindakan-tindakan yang dapat membantu mempertahankan
hubungan yang telah dibina.
2) Negative Assertion, yakni kemampuan untuk mempertahankan diri dari tuduhan yang tidak benar atau tidak adil, kemampuan untuk mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang tidak masuk akal, dan kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan saat
diperlukan.
3) Disclosure, yakni pengungkapan bagian dalam diri (innerself) antara lain berupa pengungkapan ide-ide, pendapat, permintaan,
pengalaman dan perasaan-perasaannya kepada orang lain. Self disclosure dapat mengubah suatu perkenalan yang tidak mendalam menjadi suatu hubungan yang lebih serius.
4) Emotional Support, yakni ekspresi perasaan yang memperlihatkan adanya perhatian, simpati dan penghargaan terhadap orang lain.
Emotional support juga mencakup kemampuan untuk menenangkan
dan memberikan perasaan nyaman kepada orang lain yang sedang
dalam kondisi tertekan dan bermasalah.
5) Conflict Management, yakni cara atau strategi untuk menyelesaikan adanya pertentangan dengan orang lain yang mungkin terjadi saat
melakukan hubungan interpersonal. Konflik dapat disalurkan dan
dibangun secara konstruktif sehingga meningkatkan kualitas
hubungan antarpribadi. Teknik pengendalian dan kemampuan
verbal individu dapat digunakan sebagai media untuk menangani
konflik dan mengarahkannya menuju akhir yang konstruktif.
c. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal
Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang
melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik
hubungan mereka. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi
dilakukan. Akan tetapi, bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jika di
antara dua orang yang berkomunikasi berkembang sikap curiga, makin
Maka perlu dipahami, faktor-faktor yang dapat menumbuhkan
hubungan interpersonal yang baik (Rakhmat, 2011, hlm. 127-134),
yaitu:
1) Percaya (Trust)
Percaya adalah faktor yang paling penting yang
mempengaruhi komunikasi interpersonal. Dengan percaya,
seseorang akan lebih banyak membuka diri kepada orang yang
dipercaya. Hal ini terjadi ketika seseorang yakin bahwa orang yang
dipercaya tidak akan mengkhianati atau merugikannya. Sejak tahap
yang pertama dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan),
sampai pada tahap kedua (tahap peneguhan), percaya menentukan
efektivitas komunikasi.
Terdapat empat faktor yang berhubungan dengan sikap
percaya (Rakhmat, 2011, hlm. 129-130), yaitu:
a) Karakteristik dan maksud orang lain.
Orang akan menaruh kepercayaan kepada seorang yang
dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman
dalam bidang tertentu. Kita akan percaya pada guru kimia dalam
urusan mereaksikan zat-zat tetapi tidak akan percaya padanya
dalam urusan sastra dan sebagainya.
b) Hubungan kekuasaan
Percaya tumbuh apabila orang-orang mempunyai kekuasaan
terhadap orang lain. Bila seseorang mengetahui bahwa orang
lain akan tunduk dan patuh kepadanya, ia akan mempercayainya.
c) Sifat dan kualitas komunikasi
Sikap percaya akan tumbuh ketika komunikasi bersifat terbuka,
maksud dan tujuan jelas, dan ekspektasi sudah dinyatakan.
d) Pengalaman
Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan lainnya
berlaku jujur. Sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman
20
2) Sikap Suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif
dalam komunikasi. Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal
akan gagal karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri
dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi
ketimbang memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat
terjadi karena faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan,
harga diri yang rendah, pengalaman defensif, dan juga faktor
situasional seperti perilaku komunikasi orang lain.
3) Sikap Terbuka
Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.
Brooks dan Emmert (1977) menjelaskan karakteristik orang yang
terbuka, yaitu menilai pesan secara objektif dengan menggunakan
data dan keajegan logika; membedakan dengan mudah, melihat
nuansa; berorientasi pada isi; mencari informasi dari berbagai
sumber; lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah
kepercayaannya; dan mencari pengertian pesan yang tidak sesuai
dengan rangkaian kepercayaaannya.
4. Hubungan Interpersonal Guru dan Siswa
a. Model Hubungan Interpersonal Guru-Siswa
Wubbels & Levy (1993) dalam Van Petergem, dkk. (2005, hlm.
34) mengemukakan bahwa mengajar adalah aktivitas yang sangat
kompleks yang dipengaruhi oleh materi pelajaran, waktu yang tersedia,
karakter guru, karakter peserta didik, sumber daya, khususnya
kompetensi pedagogik, perspektif metodologi pengajaran, dan
perspektif antar pribadi yang berfokus pada hubungan interpersonal
guru-siswa.
Hubungan interpersonal guru-siswa merupakan aspek penting
dalam komunikasi yang terjadi di dalam kelas. Pengamatan pada
dengan komunikasi yang efektif (Goh, 1994, hlm. 30). Efektifitas
mengajar secara informal didefinisikan sebagai tingkat keterampilan
pedagogik seorang guru. Misalnya, guru yang baik tahu bagaimana
mengkomunikasikan informasi, memimpin diskusi, memberi
pertanyaan, menunggu jawaban, mempersiapkan rencana pembelajaran,
menulis bahan pelajaran, dan sebagainya. Guru yang baik tahu
kemampuan dirinya. Misalnya, guru bahasa inggris harus ahli dalam
grammar, writing, dan literature; guru matematika harus ahli dalam bidangnya; guru sains yang baik harus memiliki pola pikir sains
(Tuckman, 1995, hlm. 177).
Mengajar merupakan sebuah bentuk komunikasi yang serius.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa untuk keberlangsungan proses
pembelajaran, siswa harus memahami guru mereka. Selain menjadi ahli
dalam materi pelajaran, setidaknya terdapat tiga karakteristik yang perlu
dikenal siswa untuk guru mereka miliki, yaitu ketegasan, keramahan,
dan keadilan, di samping perhatian dan pengertian. Hal ini dapat
menjadi umpan balik bagi siswa dan pengakuan dari kemungkinan
adanya pengaruh terhadap hubungan interpersonal guru-siswa dalam
proses pembelajaran, sehingga adalah langkah yang tepat untuk
memperkenalkan model perilaku interpersonal guru (Goh, 1994, hlm.
30).
Secara konseptual, model perilaku interpersonal guru
terinspirasi oleh: pertama, teori sistem komunikasi Watzlawick, Beavin,
& Jackson (1967) dan kedua, model perilaku interpersonal Leary
(1957). Teori sistem komunikasi dan model Leary kemudian diadaptasi
oleh sekelompok tim peneliti di Belanda untuk digunakan dalam bidang
pendidikan sejak tahun 1980-an. Model Perilaku Interpersonal Guru
22
terhadap perilaku guru yang menjadi hasil penelitian jangka panjang di
Universitas Utrecht, Belanda (Goh, 1994, hlm. 30-31).
Model Perilaku Interpersonal Guru didasarkan pada penelitian
Timothy Leary tentang diagnosa kepribadian interpersonal dan
aplikasinya terhadap pengajaran. Dalam model ini, perilaku guru
dipetakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi Influence (Pengaruh) dan dimensi Proximity (Kedekatan). Dimensi Influence (Pengaruh) memiliki dua sumbu, yaitu Dominance (D) dan Submission (S). Dimensi
Proximity (Kedekatan) memiliki dua sumbu, yaitu Opposition (O) dan
Cooperation (C) (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 8). Dua dimensi pada model perilaku interpersonal guru digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.2 Dua Sumbu Dimensi Proximity dan Influence dalam Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB)
Sumber: (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 8)
Dimensi Influence (Pengaruh) menggambarkan siapa yang mengintrol atau mengarahkan proses komunikasi dan seberapa sering
hal itu terjadi. Sedangkan dimensi Proximity (Kedekatan) menunjukkan tingkat kerjasama atau kedekatan di antara mereka yang terlibat dalam
proses komunikasi. Kedua dimensi Influence (Pengaruh) dan Proximity
(Kedekatan) secara bebas mengingatkan pada perilaku guru yang efektif
Dominance (D)
Submission (S)
Opposition (O) Cooperation (C)
Proximity
In
flu
en
yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas.
Masing-masing dari dua sumbu dimensi DS dan CO mewakili perilaku yang
berlawanan, sumbu DS untuk dominasi (dominance) dan kepatuhan (submission) dan sumbu CO untuk kerjasama (cooperation) dan oposisi (opposition) (Goh, 1994, hlm. 32)
Setiap kuadran dari struktur koordinat yang dihasilkan
berdasarkan dua dimensi menampilkan dua segmen dari perilaku guru.
Sektor yang ada didefinisikan bergantung pada derajat dari perilaku
yang ditentukan. Sebagai contoh, kuadran pertama terdiri atas dua
karakter yang berbeda yang disebut Dominance-Cooperation (DC) dan
Cooperation-Dominance (CD). DC menunjukkan perilaku guru yang terkarakterisasi dengan tingginya tingkat dominasi dan sedikit
kerjasama. Sedangkan CD menampilkan perilaku guru dengan
tingginya tingkat kerjasama dan tingkat dominasi yang lebih sedikit.
Selanjutnya, tiap kuadran dari model ini terdiri atas dua sektor perilaku
yang digambarkan pertama kali dari perilaku yang paling umum dan
kemudian diikuti oleh perilaku kedua dari dimensi yang sama (Maulana,
dkk. 2012, hlm. 254).
Kedua sistem dimensi koordinat tersebut kemudian dibagi
menjadi delapan skala perilaku interpersonal guru-siswa, yaitu perilaku
kepemimpinan (leadership behaviour) (DC), perilaku membantu/bersahabat (helping/friendly behaviour) (CD), perilaku pengertian (understanding behaviour) (CS), perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa (student responsibility/freedom behaviour) (SC), perilaku ragu-ragu (uncertain behaviour) (SO), perilaku tidak puas (dissatisfied behaviour) (OS), perilaku menegur (admonishing behaviour) (OD) dan perilaku disiplin (strict behaviour) (DO) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254). Untuk menjelaskan deskripsi dari
perilaku guru yang dimiliki masing-masing sektor, ditampilkan dalam
24
Gambar 2.3 Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB)
Sumber: (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 9)
Berdasarkan gambar di atas, pada masing-masing pola perilaku
guru dideskripsikan sebagai berikut.
1) Leadership (Kepemimpinan)
“Notice what’s happening, lead, organize, give orders, set
tasks, determine, procedure, structure the classroom situation,
explain, hold the attention”
Perilaku kepemimpinan ditunjukkan dengan:
memperhatikan apa yang terjadi di kelas, memimpin,
mengorganisasikan, memberi perintah, menetapkan tugas,
menentukan prosedur, menyusun situasi kelas, menjelaskan, dan
memegang perhatian.
2) Helping/Friendly (Membantu/Bersahabat)
“Assist, show interest, join, behave in a friendly or
considerate manner, be able to make a joke, inspire confidence and
Perilaku membantu/bersahabat ditunjukkan dengan:
membantu, menunjukkan minat, bergabung, berperilaku ramah atau
perhatian, bisa membuat lelucon, menginspirasi keyakinan dan
kepercayaan.
3) Understanding (Pengertian)
“Listen with interest, emphatize, show confidence and understanding, accept apologies, look for ways to settle differences,
be patient, be open”.
Perilaku pengertian ditunjukkan dengan: mendengarkan
siswa dengan penuh minat, berempati, menunjukkan kepercayaan
dan pengertian, menerima permintaan maaf, mencari cara untuk
menyelesaikan perbedaan, bersabar, bersikap terbuka terhadap
siswa.
4) Student Responsibility/Freedom (Memberi Tanggung jawab/Kebebasan siswa)
“Give opportunity for independent work, wait for class to let off steam, give freedom and responsibility, approve of something”.
Perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa
ditunjukkan dengan: memberikan kesempatan untuk bekerja
mandiri, menunggu kelas diam, memberikan kebebasan dan
tanggung jawab pada siswa, menyetujui sesuatu.
5) Uncertain (Ragu-ragu)
“Keep a low profile, apologize, wait and see how the wind blows, admit one is in the wrong”.
Perilaku ragu-ragu ditunjukkan dengan: bersikap merendah,
meminta maaf, menunggu dan melihat bagaimana arah proses
pembelajaran, dan mengakui kesalahan.
6) Dissatified (Tidak puas)
“Wait for the silence, consider pros and cons, keep quiet,
26
Perilaku tidak puas ditunjukkan dengan: menunggu siswa
diam, mempertimbangkan pendapat pro dan kontra, diam,
menunjukkan ketidakpuasan, terlihat murung, bertanya-tanya/ragu,
dan mencela.
7) Admonishing (Menegur)
“Get angry, take pupils to task, express irritation and anger, forbid, correct, punish”.
Perilaku menegur ditunjukkan dengan: gampang marah,
memberikan siswa tugas, menampilkan ekspresi terganggu dan
kemarahan, melarang siswa, selalu ingin benar, dan suka
menghukum.
8) Strict (Disiplin)
“Keep reins tight, check, judge, get class silent, maintain silence, be strict, exact norms and set rules”.
Perilaku disiplin ditunjukkan dengan: menjaga kendali yang
ketat, memeriksa, menghakimi, menjaga kelas tetap diam,
mempertahankan keheningan, bersikap tegas/disiplin, menetapkan
aturan dan norma-norma yang tepat.
Untuk mengukur delapan skala perilaku interpersonal guru
dalam Model Perilaku Interpersonal Guru (Model for Interpersonal Teacher Behaviour/MITB), Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) secara khusus dikembangkan untuk tujuan tersebut. QTI pertama kali
dikembangkan di Belanda di antara tahun 1978 dan 1984, yang terdiri atas 77 item pertanyaan dengan lima point skala Likert dari “Tidak pernah/Tidak sama sekali” hingga “Selalu/Sangat”. Tidak berapa lama sejak konstruksi QTI di Belanda, versi Amerika dikembangkan pada
tahun 1988 dan diujikan sebanyak tiga kali dengan melibatkan guru dan
siswa dan menghasilkan 64 item dengan tingkat validitas dan reliabilitas
baik, yang setara dengan QTI versi Belanda. Kemudian, versi QTI yang
lebih singkat dengan 48 item dikembangkan di Australia. Selanjutnya,
peneliti di negara-negara lainnya untuk mengembangkan QTI versi
negara mereka. Secara umum, versi QTI yang berbeda-beda
menampilkan hasil yang baik dan sebanding dengan versi asli Belanda
dan Amerika. Pada lintas budaya, den Brok (2006) menemukan
perbedaan kedudukan skala empiris terhadap hipotesis, yang kemudian
mempengaruhi perbedaan pengartian dari sektor dan skala di antara
negara-negara. Alhasil, hasil penelitian dari penggunaan QTI tidak
sebanding di antara beberapa negara pada level skala, namun sebanding
pada level dimensi (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254).
Di Indonesia, penggunaan QTI pertama kali dilakukan oleh
Fraser (2010) untuk mengukur persepsi mahasiswa perguruan tinggi
dalam 12 kelas ilmu komputer. Validasi QTI menunjukkan hasil yang
memuaskan dan beberapa skala QTI memiliki korelasi yang cukup
signifikan terhadap sikap belajar mahasiswa. Meskipun penelitian ini
tidak menyediakan informasi persepsi mahasiswa terhadap perilaku
interpersonal guru berdasarkan level dimensi, yang mana membuatnya
sulit untuk dibandingkan dengan hasil penelitian dari negara lain.
Namun, penelitian ini memberikan informasi awal yang menunjukkan
pentingnya hubungan interpersonal guru-siswa di Indonesia (Maulana,
dkk. 2012, hlm. 255).
b. Profil Perilaku Interpersonal Guru
Untuk mendeskripsikan profil perilaku interpersonal guru,
pertama kali yang harus dilakukan adalah beralih ke profil yang telah
ditemukan dengan bantuan Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB) dan Questionnaire on Teacher Interaction (QTI). Profil perilaku interpersonal guru adalah kombinasi khusus dari delapan skala yang
dihasilkan dari QTI (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 11-12).
Berdasarkan Brekelmans, Levy, dan Rodriguez (1993), profil
perilaku interpersonal guru dapat dikategorikan menjadi delapan tipe,