• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI SISWA TERHADAP HUBUNGAN

INTERPERSONAL GURU-SISWA PADA PEMBELAJARAN

KIMIA DI SMA DI KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

DESSY MAULIDINA

NIM. 1111016200038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

N a m a : Dessy Maulidina

Tempat/Tgl.Lahir : Pontianak, 03 Desember 1991

NIM : 1111016200038

Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA/Pendidikan Kimia

Judul Skripsi : Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal

Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota

Tangerang Selatan

Dosen Pembimbing : 1. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph.D. 2. Luki Yunita, M.Pd.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya

sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Munaqasah.

Jakarta, 23 November 2016 Mahasiswa Ybs.

Dessy Maulidina 1111016200038

(5)

v ABSTRAK

Dessy Maulidina (NIM: 1111016200038). Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan interpersonal antara guru kimia dan siswa, mengetahui perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), serta mengidentifikasi profil perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan persepsi siswa. Data penelitian diambil dari 10 Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang Selatan yang terdiri atas 472 siswa kelas XI IPA dari 5 SMA Negeri dan 5 SMA Swasta pada kelas kimia secara random sampling menggunakan angket hubungan interpersonal guru-siswa hasil adaptasi Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) versi Indonesia yang dikonstruk oleh Maulana, dkk. (2011). Data dianalisis menggunakan pemodelan Rasch dengan bantuan perangkat lunak Winsteps versi 3.73 for windows. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan interpersonal guru kimia dan siswa SMA di Kota Tangerang Selatan terkategori cukup baik. Guru kimia dianggap cukup mendominasi dan sangat bekerja sama dengan siswa di dalam kelas. Sementara itu, pada level skala perilaku interpersonal, guru kimia dipersepsi siswa memiliki skor perilaku kepemimpinan, membantu/bersahabat, dan pengertian lebih tinggi dibandingkan perilaku yang berlawanan. Selanjutnya, penyelidikan terhadap profil perilaku interpersonal guru menunjukkan bahwa guru kimia di Kota Tangerang Selatan teridentifikasi sebagai guru yang otoritatif.

(6)

vi ABSTRACT

Dessy Maulidina (NIM: 1111016200038). The Analysis of Students Perception on Teacher-Student Interpersonal Relationships in Learning Chemistry on Senior High School of South Tangerang City.

The aims of this study are to analyze the interpersonal relationships between chemistry teachers and their students, investigate chemistry teacher intepersonal behaviour using Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), and also identify profile of chemistry teacher interpersonal behaviour according to students perception. The data were collected from 472 students of science class in 5 Public Senior High School and 5 Private Senior High School who were randomly sampled using teacher-student interpersonal relationships questionnaire adapted from Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) constructed by Maulana, et al. (2011). Data were analyzed using Rasch model in Winsteps version 3.73. Results showed that in general, it was indicated that the interpersonal relationships of chemistry teachers and their students is categorized as realtively good. The teachers were considered to have adequately dominant and very cooperative behaviour with students in classroom. Meanwhile, in term of interpersonal behaviour scale, students perceived their teachers as having higher rate on leadership, helping/friendly, and understanding behaviour than the hostility behaviour. Yet, according to interpersonal behaviour profile, it showed that chemistry teachers in South Tangerang City were identified as authoritative.

(7)

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

Keluarga tersayang

Ibuku Ermi Suswati

Semoga setiap air mata yang jatuh dari matamu atas segala kepentinganku,

menjadi sungai untukmu di Surga nanti.

Abangku Arief Setiawan

Semoga segala kebaikanmu menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di hari

dimana tiada lagi pertolongan selain darinya.

Para Dosen dan Guru-guruku

Rekan-rekan Pendidikan Kimia Angkatan 2011 UIN Jakarta

Almamaterku: Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh.

Alhamdulillah puja dan puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai harapan dengan judul “Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan”.

Shalawat serta salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang

telah berjuang untuk membawa kebenaran dan menyempurnakan akhlak manusia,

kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga

akhir zaman.

Pada dasarnya, banyak kesulitan yang penulis alami selama penyusunan

skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih atas

bimbingan dan dukungan serta bantuan yang diberikan selama penyusunan skripsi

ini. Penulis menyadari bahwa bagaimana pun usaha yang ditempuh tanpa adanya

bimbingan dan bantuan dari pihak-pihak terkait, penulisan skripsi ini tidak akan

terselesaikan dengan baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph. D., selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan ilmu, masukan, bimbingan, dan perhatiannya kepada penulis

selama penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

(9)

ix

5. Luki Yunita, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan ilmu,

saran, bimbingan dan perhatiannya selama penyusunan skripsi ini, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Kepala sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum di sepuluh SMA

Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk melalukan penelitian di sekolah tersebut.

7. Ibunda tercinta Ermi Suswati dan Abangku Arief Setiawan, terima kasih yang

sebesar-besarnya atas semua kasih sayang, pengorbanan, perhatian, pengertian, dan dorongan baik moriil serta materiil, semangat, dan do’a yang diberikan setiap saat.

8. Nely Rahmawati, S.Kom.I. yang selalu menyemangati dan mengingatkan

penulis untuk tak menyerah dalam proses penyusunan skripsi ini. Jazaakillahu

khayran katsiran.

9. Sella Marselyana Abadi, S.Pd. dan Amrina Alhumaira yang telah sedianya

memberikan waktu untuk menyemangati dan memberi masukan serta

saran-saran yang bermanfaat dalam proses pengerjaan penelitian ini. Jazaakunallahu

khayran katsiran.

10. Teman-teman bimbingan Ibu Salamah Agung dan Ibu Luki Yunita dan seluruh

keluarga besar kimia 2011 yang juga sedang berjuang meraih kesuksesannya,

dimanapun kalian berada, terima kasih telah memberikan banyak pelajaran dan

pengalaman berharga kepada penulis, Semoga Allah SWT mengumpulkan kita

dalam kebaikan.

11. Adik-adik Pendidikan Kimia 2012 di sekolah-sekolah tempat peneliti

mengambil data penelitian, yang sedang berjuang dalam pengerjaan skripsi,

namun tetap bersedia memberi semangat serta bantuan dalam proses

penyusunan skripsi ini. Jazaakumullahu khayran katsiran.

12. Teman-teman rumah binaan Tasqif dan Nahdhoh yang telah memberi

semangat dan bantuan kepada peneliti dari awal penelitian ini dimulai hingga

(10)

x

13. Teman-teman Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Kampus Ciputat atas

dorongan semangat dan bantuan selama peneliti menyelesaikan penyusunan

skripsi ini. Jazaakunnallahu khayran katsiran.

14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

membantu hingga tersusunnya karya ini.

Mudah-mudahan segala bentuk partisipasi dari berbagai pihak terkait dapat

menjadi berkah dan semua kebaikan di balas oleh Allah SWT. Masih banyak cacat

dan cela pada skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat diperlukan demi perbaikan. Semoga karya ini dapat bermanfaat, Aamiin. Wassalamua’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh.

Jakarta, November 2016

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A.Kajian Teori ... 9

1. Persepsi Siswa ... 9

a. Pengertian Persepsi ... 9

b. Proses Pembentukan Persepsi ... 10

c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 11

2. Hakikat Kimia dan Pembelajarannya ... 13

3. Konsep Hubungan Interpersonal ... 14

a. Pengertian Hubungan Interpersonal ... 14

(12)

xii

c. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal 18

4. Hubungan Interpersonal Guru dan Siswa ... 20

a. Model Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 20

b. Profil Perilaku Interpersonal Guru ... 27

B.Penelitian yang Relevan ... 30

C.Kerangka Berpikir ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B.Metode Penelitian ... 34

C.Desain Penelitian ... 34

D.Populasi dan Sampel ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Instrumen Penelitian ... 38

G.Uji Coba Instrumen ... 41

H.Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A.Hasil Penelitian ... 49

B.Pembahasan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A.Kesimpulan ... 86

B.Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 12

Gambar 2.2 Dua Sumbu Dimensi Proximity dan Influence dalam Model Perilaku Interpersonal Guru ... 22

Gambar 2.3 Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB) ... 24

Gambar 2.4 Profil Perilaku Interpersonal Guru ... 29

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir ... 33

Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian ... 35

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa di SMA di Kota Tangerang Selatan ... 51

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa di Sepuluh SMA di Kota Tangerang Selatan ... 52

Gambar 4.3 Grafik Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Sumbu Dimensi ... 55

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA Negeri dan Swasta Berdasarkan Sumbu Dimensi ... 56

Gambar 4.5 Grafik Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Level Skala Perilaku ... 61

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA Negeri dan SMA Swasta Berdasarkan Level Skala Perilaku ... 62

Gambar 4.7 Ilustrasi Peta Konstruk Pengukuran “X” ... 63

Gambar 4.8 Peta Konstruk Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 64

Gambar 4.9 Radar Chart dan Representasi Grafis Profil Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA di Kota Tangerang Selatan ... 78

Gambar 4.10 Radar Chart dan Representasi Grafis Profil Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan ... 78

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sampel Penelitian Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 37

Tabel 3.2 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban ... 39

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 39

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Angket Hubungan Interpersonal Guru-Siswa . 42

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Setelah

Divalidasi ... 43

Tabel 3.6 Kategori Kecenderungan Variabel Hubungan Interpersonal

Guru-Siswa ... 47

Tabel 4.1 Hasil Analisis Data Hubungan Interpersonal Guru Kimia dan

Siswa ... 49

Tabel 4.2 Klasifikasi Hubungan Interpersonal Guru Kimia dan Siswa di SMA

di Kota Tangerang Selatan ... 49

Tabel 4.3 Rata-rata Skor dan Persentase Hubungan Interpersonal Guru Kimia

dan Siswa di SMA di Kota Tangerang Selatan ... 51

Tabel 4.4 Hasil Analisis Data Rata-rata Perilaku Interpersonal Guru Kimia

Ditinjau dari Dimensi Pengaruh dan Dimensi Kedekatan ... 53

Tabel 4.5 Rata-rata dan Persentase Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA

di Kota Tangerang Selatan ... 56

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian Sebelum Diuji Coba ... 92

Lampiran 2 Tabulasi Data Untuk Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .... 97

Lampiran 3 Instrumen Penelitian Setelah Diuji Coba ... 99

Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 103

Lampiran 5 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 ... 104

Lampiran 6 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 ... 105

Lampiran 7 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 4 ... 107

Lampiran 8 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 8 ... 108

Lampiran 9 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 10 ... 109

Lampiran 10 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Darussalam ... 112

Lampiran 11 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Dua Mei ... 113

Lampiran 12 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 8 ... 114

Lampiran 13 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 25 ... 115

Lampiran 14 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Triguna Utama ... 116

Lampiran 15 Tabulasi Data Untuk Analisis Deskriptif dengan Perangkat Lunak Winsteps 3.73 for Windows ... 117

Lampiran 16 Data Hasil Perhitungan Statistik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia ... 124

Lampiran 17 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia ... 125

Lampiran 18 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Dominasi Guru Kimia ... 126

Lampiran 19 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Dimensi Dominasi Guru Kimia ... 127

Lampiran 20 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Kepatuhan Guru Kimia ... 128

(16)

xvi

Lampiran 22 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Kerjasama Guru

Kimia ... 130

Lampiran 23 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Dimensi Kerjasama Guru Kimia ... 131

Lampiran 24 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Perlawanan Guru

Kimia ... 132

Lampiran 25 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Dimensi Perlawanan Guru Kimia ... 133

Lampiran 26 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Kepemimpinan Guru

Kimia ... 134

Lampiran 27 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Kepemimpinan Guru Kimia ... 135

Lampiran 28 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Membantu/

Bersahabat Guru Kimia ... 136

Lampiran 29 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Membantu/Bersahabat Guru Kimia .... 137

Lampiran 30 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Pengertian Guru

Kimia ... 138

Lampiran 31 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Pengertian Guru Kimia ... 139

Lampiran 32 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Memberi Kebebasan/

Tanggung Jawab pada Siswa oleh Guru Kimia ... 140

Lampiran 33 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Memberi Kebebasan/ Tanggung Jawab

pada Siswa oleh Guru Kimia... 141

Lampiran 34 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Ragu-ragu Guru

Kimia ... 142

Lampiran 35 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Ragu-ragu Guru Kimia ... 143

Lampiran 36 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Tidak Puas Guru

(17)

xvii

Lampiran 37 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Tidak Puas Guru Kimia ... 145

Lampiran 38 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Menegur Guru Kimia ... 146

Lampiran 39 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Perilaku Menegur Guru Kimia ... 147

Lampiran 40 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Disiplin Guru Kimia ... 148

Lampiran 41 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Perilaku Disiplin Guru Kimia ... 149

Lampiran 42 Peta Konstruk Perilaku Kepemimpinan (DC) ... 150

Lampiran 43 Peta Konstruk Perilaku Membantu/Bersahabat (CD) ... 151

Lampiran 44 Peta Konstruk Perilaku Pengertian (CS) ... 152

Lampiran 45 Peta Konstruk Perilaku Memberi Tanggung Jawab/Kebebasan Siswa (SC) ... 153

Lampiran 46 Peta Konstruk Perilaku Ragu-ragu (SO) ... 154

Lampiran 47 Peta Konstruk Perilaku Tidak Puas (OS) ... 155

Lampiran 48 Peta Konstruk Perilaku Menegur (OD) ... 156

Lampiran 49 Peta Konstruk Perilaku Disiplin (DO) ... 157

Lampiran 50 Representasi Grafis Profil Guru Tiap Sekolah ... 158

Lampiran 51 Lembar Uji Referensi ... 159

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Menurut Purwanto, “belajar adalah proses yang menimbulkan terjadinya perubahan dalam tingkah laku atau kecakapan. Sampai di mana perubahan itu

dapat tercapai, berhasil atau tidaknya belajar, tergantung kepada

bermacam-macam faktor, di antaranya yaitu guru dan cara mengajarnya” (2011, hlm. 102). Dalam belajar di sekolah, guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang

penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang

dimiliki guru, dan cara guru mengajarkan pengetahuan kepada siswa turut

menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai (Purwanto, 2011, hlm.

104-105).

Bagi guru, mengajar tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran

tapi juga merupakan proses mengatur lingkungan yang memungkinkan siswa

betah dan merasa senang belajar sehingga mereka dapat berkembang secara

optimal sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya (Sanjaya,

2008, hlm.102). Hal ini senada dengan pandangan Van Petergem, dkk. (2005,

hlm. 34) yang mengemukakan bahwa pada beberapa kasus terdapat guru yang

lebih menyukai lingkungan disiplin untuk belajar, sedangkan beberapa yang lain

ingin menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, dimana siswa dapat

merasa aman untuk mengambil risiko dan menjadi kreatif.

Di dalam kelas, proses belajar mengajar terdiri atas serangkaian

perbuatan guru dan siswa berdasarkan hubungan timbal balik yang berlangsung

dalam situasi edukatif. Interaksi timbal balik antara guru dan siswa merupakan

syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar (Usman, 2005, hlm.

4). Rencana interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu pada umumnya

didefinisikan sebagai strategi pembelajaran. Salah satu cara untuk dapat

memahami strategi pembelajaran tersebut yaitu melalui pemahaman pada pola

(19)

2

Hubungan guru dan siswa dipahami sebagai interaksi interpersonal yang

terjadi antara guru dengan siswa yang mengikat mereka satu sama lain.

Hubungan ini diasumsikan berasal dari bentuk interaksi tersebut. Pendekatan

terhadap hubungan interpersonal guru dan siswa dikonseptualisasikan melalui

pengaturan kelas berdasarkan level perilaku interpersonal guru (Wubbels, dkk.

2015, hlm. 364-365).

Hubungan guru dan siswa dapat dipelajari melalui dua kerangka teori

yaitu teori interpersonal (Wubbels dkk. 1985) dan kerangka berbasis teori

pelengkap (Pianta, 2001). Teori interpersonal mendeskripsikan persepsi dari

perilaku guru dengan siswa yang berhubungan dan berinteraksi dalam sebuah

sistem. Dalam teori ini, hubungan guru dan siswa dikarakterisasi berdasarkan

kombinasi dari dua dimensi, yaitu dimensi pengaruh (influence) dan kedekatan (proximity) dalam Model Perilaku Interpersonal Guru atau Model of Interpersonal Teacher Behaviour (MITB). Sedangkan, pada kerangka berbasis teori pelengkap yang dipopulerkan oleh Pianta (2001), hubungan guru dan siswa

dapat diketahui dengan menggunakan tiga dimensi, yaitu kedekatan (closeness), konflik (conflict), dan kepercayaan (dependency) (Wubbels, dkk. 2015, hlm. 366-367).

Dalam MITB yang dikembangkan oleh Wubbels, dkk (1985), yang

merupakan hasil adaptasi dari model Interpersonal Diagnosis of Personality di dalam kelas yang dikembangkan oleh Leary (1957), perilaku guru dipetakan

menjadi dua dimensi yaitu dimensi pengaruh (influence) dan dimensi kedekatan (proximity) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254). Dimensi pengaruh (influence) memiliki dua sumbu yaitu dominance (D) dan submission (S). Dimensi kedekatan (proximity) memiliki dua sumbu yaitu cooperation (C) dan opposition

(O). Dimensi pengaruh (influence) menggambarkan orang yang mengontrol atau mengarahkan proses komunikasi dan seberapa sering hal itu terjadi di kelas.

Sedangkan, dimensi kedekatan (proximity) menunjukkan tingkat kerja sama atau kedekatan di antara guru-siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran di kelas

(20)

Kedua sistem dimensi koordinat tersebut kemudian dibagi menjadi

delapan skala perilaku interpersonal guru, yaitu perilaku kepemimpinan

(leadership behaviour) (DC), perilaku membantu/bersahabat (helping/friendly behaviour) (CD), perilaku pengertian (understanding behaviour) (CS), perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa (student responsibility/freedom behaviour) (SC), perilaku ragu-ragu (uncertain behaviour) (SO), perilaku tidak puas (dissatisfied behaviour) (OS), perilaku menegur (admonishing behaviour) (OD) dan perilaku disiplin (strict behaviour) (DO) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254).

Setelah menyempurnakan formulasi dari MITB, Wubbels dan

rekan-rekannya merintis alat yang digunakan untuk memetakan hubungan

interpersonal guru dan siswa yang dikenal dengan nama Questionnaire on Teacher Interaction (QTI). Para peneliti menggunakan QTI untuk memahami saling keberpengaruhan antara cara guru mengajar dan hasil belajar siswa di

kelas. Instrument ini kemudian digunakan untuk memetakan gaya perilaku

interpersonal guru pada budaya yang berbeda di berbagai negara (Maulana, dkk.

2011, hlm. 34). Perbedaan terhadap gaya perilaku interpersonal guru ini

kemudian menghasilkan pemetaan lanjutan terhadap profil perilaku guru yang

menjelaskan lingkungan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Guru dapat

dikategorikan ke dalam delapan tipe profil, yaitu direktif (directive), otoritatif (authoritative), toleran/otoritatif (tolerant/authoritative), toleran (tolerant), ragu-ragu/toleran (uncertain/tolerant), ragu-ragu/agresif (uncertain/aggressive), menekan (repressive), dan membosankan (drudging) (Maulana, dkk. 2011, hlm. 35).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh den Brok, Fisher, dan Koul

(2005), menunjukkan bahwa guru sains yang baik dalam mengontrol (tinggi

pada dimensi pengaruh) dan bekerja sama dengan siswa (tinggi pada dimensi

kedekatan) mampu menciptakan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran

yang diajarkan. Pada level skala perilaku interpersonal, penelitian yang

dilakukan oleh Reid dan Fisher (2008) menunjukkan bahwa guru sains yang

(21)

4

memberikan tanggung jawab dan kebebasan pada siswa berpengaruh secara

positif terhadap motivasi siswa dalam pencapaian hasil belajar pada mata

pelajaran sains.

Pelajaran sains, salah satunya kimia, merupakan pelajaran yang sulit bagi

kebanyakan siswa, sehingga menuntut guru berusaha lebih keras untuk

memotivasi siswa mempelajari konsep-konsep kimia. Tanpa minat dan motivasi

belajar yang tinggi, maka konsep-konsep kimia sulit untuk dipahami oleh siswa

dengan baik (Suyanti, 2010, 175-176). Oleh karenanya, guru kimia harus

berupaya mendesain pembelajaran kimia yang menarik melalui berbagai strategi

pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu menganalisis konsep materi kimia

sehingga dalam proses pembelajaran, guru mengerti dan paham bagaimana

menyampaikan materi yang sulit dipahami dan dimengerti oleh siswa. Guru juga

harus mampu memvisualisasikan konsep yang abstrak agar bisa dipahami siswa

secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong sekaligus juga memotivasi

siswa untuk mempelajarinya lebih mendalam.

Dalam The National Science Teachers Association (NSTA) Standards for Science Teacher Preparation (2003) dijelaskan bahwa guru mata pelajaran, khususnya guru IPA (sains), dituntut untuk tidak hanya mampu dalam

penguasaan konsep dan materi atau memvariasikan metode dan strategi yang

digunakan dalam mengajar, namun juga diharapkan mampu menciptakan dan

menjaga kondisi lingkungan pembelajaran yang nyaman dan mendukung secara

psikologis maupun sosial bagi siswa (National Science Teachers Association,

2003, hlm. 21). Hal ini senada dengan indikator proses pembelajaran dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65

tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang

menyatakan:

(22)

proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan” (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, hlm. 1).

Dengan demikian, penting bagi guru IPA, termasuk guru kimia tidak

hanya mampu dalam penguasaan konsep dan materi, namun juga menjaga

kondisi lingkungan pembelajaran yang nyaman dan memotivasi siswa lewat

hubungan interpersonal guru kimia dan siswa yang terbentuk melalui perilaku

interpersonal guru. Hal ini dikarenakan perilaku interpersonal guru memberikan

pengaruh yang besar, baik dalam sikap siswa terhadap mata pelajaran yang

diajarkan, hasil belajar, maupun motivasi belajar siswa yang timbul dari perilaku

tersebut.

Namun, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fisher dan Rickards

(1998), den Brok, Fisher, dan Koul (2005), Reid dan Fisher (2008), Maulana,

dkk. (2012), menunjukkan bahwa studi mengenai hubungan interpersonal guru

dan siswa sering kali hanya dilakukan di dalam kelas Matematika, Bahasa

Inggris, dan Sains pada Pendidikan Menengah Pertama (SMP). Tidak ada

temuan yang menunjukkan penelitian mengenai hubungan interpersonal guru

dan siswa pernah dilakukan pada kelas Kimia di Sekolah Menengah Atas di Kota

Tangerang Selatan. Padahal, memahami hubungan interpersonal guru dan siswa

ketika pembelajaran berlangsung dapat menjadi pertimbangan penting untuk

menunjang kesuksesan siswa di sekolah dan dapat menjadi alat refleksi, baik

bagi guru, siswa, maupun praktisi pendidikan untuk memahami atmosfer

lingkungan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas melalui perilaku dan profil

interpersonal guru yang terukur.

Uraian yang telah dipaparkan tentang pentingnya hubungan interpersonal

guru-siswa terhadap pembelajaran kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan

menjadi dasar pijakan perlunya pengkajian lebih lanjut mengenai hal ini.

Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia

(23)

6

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Perilaku interpersonal guru di dalam kelas mempengaruhi sikap dan motivasi

belajar siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

2. Hubungan interpersonal guru-siswa memiliki peran penting dalam

tercapainya tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa, namun penelitian

pada pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota

Tangerang Selatan belum pernah dilakukan.

3. Penting bagi guru kimia untuk mengetahui hubungan interpersonal

guru-siswa yang terbentuk melalui perilaku interpersonal guru dan mengetahui

lingkungan pembelajaran yang teridentifikasi lewat profil interpersonal guru

demi menjaga lingkungan pembelajaran yang nyaman dan mendukung

kondisi psikologis dan sosial bagi siswa.

C. Pembatasan Masalah

Guna memberi ruang lingkup yang jelas dan terarah, mengingat begitu

luas dan kompleksnya permasalahan, maka perlu dibuat suatu pembatasan

masalah sebagai berikut:

1. Hubungan interpersonal guru-siswa yang diukur hanya pada Sekolah

Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang Selatan pada pembelajaran kimia

berdasarkan persepsi siswa SMA Negeri dan SMA Swasta kelas XI IPA

Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Hubungan interpersonal guru-siswa diukur berdasarkan Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB) pada level dimensi influence

(pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru menggunakan angket persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal

guru-siswa, hasil adaptasi dari QTI versi Indonesia yang dikembangkan oleh

Maulana, dkk. (2011).

3. Perilaku interpersonal guru dipetakan menggunakan prinsip pemodelan

(24)

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat penulis rumuskan item

masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan interpersonal guru-siswa pada pembelajaran kimia di

kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA Negeri dan SMA Swasta di

Kota Tangerang Selatan?

2. Bagaimana perilaku interpersonal guru kimia di dalam kelas berdasarkan

berdasarkan level dimensi influence (pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru dalam Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB)?

3. Apakah tipe profil perilaku interpersonal guru kimia yang teridentifikasi

berdasarkan persepsi siswa kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA

Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan dengan pemetaan

perilaku interpersonal guru berdasarkan prinsip pemodelan Rasch? E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

menganalisis hubungan interpersonal guru kimia dan siswa, mengetahui perilaku

interpersonal guru kimia di dalam kelas berdasarkan level dimensi influence

(pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru dalam Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), serta mengidentifikasi profil perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan persepsi

siswa kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA di Kota Tangerang Selatan.

F.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada sekolah

sehingga dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi sekolah dalam

mengambil kebijakan-kebijakan terhadap pelaksanaan pembelajaran di

(25)

8

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru agar lebih memberikan

perhatian terhadap hubungan interpersonal yang terbentuk dengan siswanya

di dalam kelas. Selain itu, angket persepsi siswa terhadap hubungan

interpersonal guru-siswa yang telah dibuat dapat menjadi alat refleksi diri

guru terhadap kinerja pengajaran yang telah dilakukan sehingga guru dapat

merancang lingkungan pengajaran dan pembelajaran yang lebih tepat untuk

siswa.

3. Bagi siswa

Siswa sebagai peserta didik diharapkan dapat memahami persepsinya

terhadap proses pembelajaran di sekolah dan menjadi salah satu pendorong

bagi siswa untuk lebih tekun dalam mengoptimalkan kualitas prestasi

belajarnya.

4. Bagi peneliti

Manfaat bagi peneliti sendiri adalah sebagai gambaran tentang hubungan

interpersonal yang terbentuk di antara guru dan siswa dalam pengajaran

kimia. Selain itu, penelitian ini sebagai cakrawala ilmu pengetahuan penulis

dalam berkarya dalam khasanah ilmu pengetahuan dan dapat menambah

(26)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. KAJIAN TEORI

1. Persepsi Siswa

a. Pengertian Persepsi

Istilah persepsi berasal dari bahasa Inggris “perception”, yang

diambil dari bahasa Latin “perceptio”, yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Leavitt (1978), perception dalam pengertian sempit adalah “penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah “pandangan”,

yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu

(Desmita, 2010, hlm. 117).

Branca (1964), Woodworth dan Marquis (1957) dalam Walgito

(2003, hlm. 53) mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses

yang didahului oleh penginderaan.

“Penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu indera. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu menyadari apa yang diinderanya itu”.

Pada tataran yang lebih kompleks, persepsi dapat didefinisikan

sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan

menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada

lingkungan mereka. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan

mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan

keadaan diri individu yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat

(27)

10

juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan (Robbins,

2001, hlm. 88).

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa persepsi

adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah diterima oleh

sistem indera manusia. Persepsi pada dasarnya menyangkut hubungan

manusia dengan lingkungannya, bagaimana ia mengerti dan

menginterpretasikan stimulus yang ada di lingkungannya dengan

pengetahuan yang dimilikinya. Setelah individu mengindera objek di

lingkungannya, kemudian ia memproses hasil pengindraan itu sehingga

timbullah makna tentang objek tersebut.

Persepsi individu terhadap objek tertentu akan mempengaruhi

pikirannya. Artinya, persepsi seseorang akan memungkinkannya untuk

memberi penilaian terhadap suatu kondisi stimulus. Sebagai contoh,

persepsi siswa terhadap perilaku guru di dalam kelas akan

mempengaruhi pikirannya dan menjadikan siswa memberikan penilaian

kepada perilaku guru tersebut.

b. Proses Pembentukan Persepsi

Persepsi mengikuti suatu interaksi rumit yang melibatkan

setidaknya tiga komponen utama (Desmita, 2010, hlm. 120), yaitu:

1) Seleksi

Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap

stimulus. Dalam proses ini, struktur kognitif yang telah ada dalam

kepala akan menyeleksi, membedakan data yang masuk dan

memilih data mana yang relevan sesuai dengan kepentingan dirinya.

(28)

2) Penyusunan

Penyusunan adalah proses reduksi, mengorganisasikan,

menata atau menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam

suatu pola yang bermakna. Sesuai dengan teori Gestalt, manusia

secara alamiah memiliki kecenderungan tertentu dan melakukan

penyederhanaan struktur di dalam mengorganisasikan objek-objek

perseptual. Sejumlah stimulus dari lingkungan cenderung

diklasifikasikan menjadi pola-pola tertentu dengan cara yang sama.

Berdasarkan pemikiran ini, Gestalt mengajukan beberapa pinsip

tentang kecenderungan-kecenderungan manusia dalam penyusunan

onformasi ini, di antaranya prinsip kemiripan (similarity), prinsip kedekatan (proximity), prinsip ketertutupan atau kelengkapan (closure), prinsip searah (direction), dan lain-lain.

3) Penafsiran

Penafsiran adalah proses menerjemahkan atau

menginterpretasikan informasi atau stimulus ke dalam bentuk

tingkah laku sebagai respon. Dalam proses ini, individu membangun

kaitan-kaitan antara stimulus yang datang dengan struktur kognitif

yang lama, dan membedakan stimulus yang datang untuk memberi

makna berdasarkan hasil interpretasi yang dikaitkan dengan

pengalaman sebelumnya, dan kemudian bertindak atau bereaksi.

Tindakan ini dapat berupa tindakan bersembunyi (seperti:

pembentukan pendapat dan sikap) dan dapat pula berupa tindakan

terbuka atau perilaku nyata.

c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang

mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk

persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks

situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Ketika seorang individu melihat

sebuah target dan berusaha untuk mengintepretasikan apa yang ia lihat,

(29)

12

dari pembuat persepsi individual tersebut. Karakteristik pribadi yang

memengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, minat,

pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang. Karakteristik

target yang diobservasi bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Individu

yang bersuara keras cenderung diperhatikan dalam sebuah kelompok

dibanding individu yang diam. Begitu pula dengan guru yang

berpenampilan menarik, cenderung mendapatkan perhatian dari para

siswanya di kelas. Faktor yang mempengaruhi persepsi digambarkan

sebagai berikut.

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Sumber: (Robbins, 2001, hlm. 92)

David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977) dalam Rakhmat

(2011, hlm. 54-57) menyebutkan bahwa persepsi ditentukan oleh

beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa

lalu, dan hal-hal lain, termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-Faktor pada pemersepi

- Sikap - Motif - Kepentingan - Pengalaman - Pengharapan

Persepsi

Faktor-faktor dalam diri target

- Hal yang baru - Gerakan - Bunyi - Ukuran - Latar belakang - Kedekatan

Faktor-faktor dalam situasi

- Waktu

(30)

faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk

stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada

stimulus tersebut. Dalam hal ini, persepsi dipengaruhi oleh

karakteristik siswa yang menilai guru.

2) Faktor Struktural

Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat

stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem

saraf individu. Kohler, Wartheimer dan Koffka merumuskan

prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural, yang kemudian

terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita

mempersepsi sesuatu, kita memersepsinya sebagai suatu

keseluruhan, melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya.

Jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat

meneliti fakta-fakta yang terpisah. Kita harus memandangnya dalam

hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus

melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam

masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini, persepsi dipengaruhi oleh

perilaku guru dan lingkungan dimana dia berada.

2. Hakikat Kimia dan Pembelajarannya

Susiwi (2007, hlm. 5) mengemukakan bahwa hakikat ilmu kimia

mencakup dua hal, yaitu kimia sebagai produk yang meliputi sekumpulan

pengetahuan atas fakta, konsep dan prinsip kimia dan kimia sebagai proses

yang meliputi keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para

ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan kimia.

Kimia pada awalnya merupakan ilmu yang diperoleh dan

dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada

perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan

berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang

tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang

berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) temuan ilmuwan dan kimia

(31)

14

penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia

sebagai proses dan produk (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, hlm.

177).

Kimia sebagai ilmu termasuk ke dalam rumpun Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) memiliki karakteristik yang sama dengan IPA dalam proses

pembelajarannya. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa

mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar (Badan Standar Nasional

Pendidikan, 2006, hlm. 177). Pengalaman menunjukkan bahwa

mempelajari ilmu kimia cukup sulit, karena yang dibahas adalah hukum dan

teori tentang atom dan molekul yang tidak dapat dilihat. Yang dapat

ditangkap hanyalah gejala yang ditimbulkan oleh atom dan molekul tersebut

melalui percobaan (eksperimen) di laboratorium. Oleh karena itu, untuk

mempermudah dalam mempelajari kimia dapat dilakukan dengan

menunjukkan kaitan antara hukum dan teori dengan percobaan yang

mendasarinya (Syukri, 1999, hlm. 7a). Dalam hal ini, siswa membutuhkan

peran guru melalui interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam

strategi pembelajaran yang terencana.

3. Konsep Hubungan Interpersonal

a. Pengertian Hubungan Interpersonal

Menurut Miller & Steinberg (1975) dalam Budyatna & Ganiem

(2012, hlm. 44), hubungan antarpribadi (interpersonal) adalah hubungan

komunikasi timbal balik berdasarkan data psikologis. Pengembangan

hubungan antarpribadi mengacu kepada proses di mana manusia

mengadakan kontak terhadap satu sama lain dan mendasarkan prediksi

tentang perilaku komunikasi satu sama lain terutama pada data

psikologis.

Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajat

keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya. Makin cermat

(32)

komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi (Hidayat,

2012, hlm. 56).

Komunikasi penting dalam mengembangkan dan memelihara

hubungan-hubungan antarpribadi. Hubungan antarpribadi yang sehat

ditandai oleh keseimbangan pengungkapan diri atau self-disclosure

yang tepat, yaitu saling memberikan data biografis, gagasan-gagasan

pribadi, dan perasaan-perasaan yang tidak diketahui orang lain, serta

umpan balik berupa verbal dan respon-respon fisik kepada orang atau

pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan (Budyatna & Ganiem,

2011, hlm. 44).

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan

interpersonal yang baik. Setiap kali melakukan komunikasi, manusia

tidak hanya menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar

hubungan interpersonal (Rohim, 2009, hlm. 70).

b. Tahap-tahap Hubungan Interpersonal

Menurut Rakhmat (2011, hlm. 122-127), hubungan

interpersonal berlangsung melewati tiga tahap, yaitu pembentukan

hubungan, peneguhan hubungan, dan pemutusan hubungan.

1) Pembentukan Hubungan

Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan

(aquaintance process). Menurut Steve Duck (1976), perkenalan adalah proses komunikasi di mana individu mengirimkan (secara

sadar) atau menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi

tentang struktur dan isi kepribadiannya dengan menggunakan

cara-cara agak berbeda pada bermacam-macam tahap perkembangan

persahabatan.

Dalam hubungan interpersonal, kesan pertama dibentuk dari

petunjuk proksemik, kinesik, paralinguistik, dan artifaktual, yaitu

dengan mempertahankan jarak, gerak tangan dan lirikan matanya,

intonasi suara, dan pakaian yang dikenakannya. Kesan pertama amat

(33)

16

diperteguh. Para psikolog sosial menemukan bahwa penampilan

fisik, apa yang diucapkan pertama, apa yang dilakukan pertama

menjadi penentu yang penting terhadap pembentukan citra pertama

tentang orang itu.

2) Peneguhan Hubungan

Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu

berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan

interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu

untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Menurut Rakhmat (2011, hlm. 124-127), ada empat faktor yang amat penting

dalam memelihara keseimbangan ini: keakraban, kontrol, respons

yang tepat, dan nada emosional yang tepat.

Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua

belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.

Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan

mengontrol siapa dan bilamana. Konflik terjadi umumnya bila

masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau

mengalah.

Faktor ketiga adalah ketepatan respons. Dalam percakapan,

misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon

dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respons

ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga

pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan serius dijawab dengan

main-main, ungkapan bersungguh-sungguh diterima dengan air

muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, hubungan

interpersonal mengalami keretakan

Faktor keempat yang memelihara hubungan interpersonal

adalah keserasian suasana emosional ketika berlangsungnya

komunikasi. Walaupun mungkin saja terjadi dua orang berinteraksi

(34)

akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak mengakhiri

interaksi atau mengubah suasana emosi.

3) Pemutusan Hubungan

R.D. Nye (1973) dalam bukunya Conflict among Humans

menyebutkan lima sumber konflik yang dapat menyebabkan

pemutusan hubungan, yaitu:

a) Kompetisi; adalah di mana salah satu pihak berusaha

memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain.

Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan

merendahkan orang lain.

b) Dominasi; adalah di mana salah satu pihak berusaha

mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasakan

hak-haknya dilanggar.

c) Kegagalan; adalah di mana masing-masing berusaha

menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.

d) Provokasi; adalah di mana salah satu pihak terus menerus

berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang

lain.

e) Perbedaan nilai; adalah di mana kedua pihak tidak sepakat

tentang nilai-nilai yang mereka anut.

Untuk mempertahankan hubungan dalam jangka waktu lama,

diperlukan kemampuan (kompetensi) untuk menjalin hubungan

interpersonal. Menurut Buhrmeister (1988) terdapat lima domain

kompetensi interpersonal (Dayakisni & Hudaniah, 2009, hlm. 120),

yaitu:

1) Initiative, yakni usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif selalu

diarahkan baik pada penciptaan suatu hubungan antarpribadi yang

(35)

18

tindakan-tindakan yang dapat membantu mempertahankan

hubungan yang telah dibina.

2) Negative Assertion, yakni kemampuan untuk mempertahankan diri dari tuduhan yang tidak benar atau tidak adil, kemampuan untuk mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang tidak masuk akal, dan kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan saat

diperlukan.

3) Disclosure, yakni pengungkapan bagian dalam diri (innerself) antara lain berupa pengungkapan ide-ide, pendapat, permintaan,

pengalaman dan perasaan-perasaannya kepada orang lain. Self disclosure dapat mengubah suatu perkenalan yang tidak mendalam menjadi suatu hubungan yang lebih serius.

4) Emotional Support, yakni ekspresi perasaan yang memperlihatkan adanya perhatian, simpati dan penghargaan terhadap orang lain.

Emotional support juga mencakup kemampuan untuk menenangkan

dan memberikan perasaan nyaman kepada orang lain yang sedang

dalam kondisi tertekan dan bermasalah.

5) Conflict Management, yakni cara atau strategi untuk menyelesaikan adanya pertentangan dengan orang lain yang mungkin terjadi saat

melakukan hubungan interpersonal. Konflik dapat disalurkan dan

dibangun secara konstruktif sehingga meningkatkan kualitas

hubungan antarpribadi. Teknik pengendalian dan kemampuan

verbal individu dapat digunakan sebagai media untuk menangani

konflik dan mengarahkannya menuju akhir yang konstruktif.

c. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal

Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang

melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik

hubungan mereka. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi

dilakukan. Akan tetapi, bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jika di

antara dua orang yang berkomunikasi berkembang sikap curiga, makin

(36)

Maka perlu dipahami, faktor-faktor yang dapat menumbuhkan

hubungan interpersonal yang baik (Rakhmat, 2011, hlm. 127-134),

yaitu:

1) Percaya (Trust)

Percaya adalah faktor yang paling penting yang

mempengaruhi komunikasi interpersonal. Dengan percaya,

seseorang akan lebih banyak membuka diri kepada orang yang

dipercaya. Hal ini terjadi ketika seseorang yakin bahwa orang yang

dipercaya tidak akan mengkhianati atau merugikannya. Sejak tahap

yang pertama dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan),

sampai pada tahap kedua (tahap peneguhan), percaya menentukan

efektivitas komunikasi.

Terdapat empat faktor yang berhubungan dengan sikap

percaya (Rakhmat, 2011, hlm. 129-130), yaitu:

a) Karakteristik dan maksud orang lain.

Orang akan menaruh kepercayaan kepada seorang yang

dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman

dalam bidang tertentu. Kita akan percaya pada guru kimia dalam

urusan mereaksikan zat-zat tetapi tidak akan percaya padanya

dalam urusan sastra dan sebagainya.

b) Hubungan kekuasaan

Percaya tumbuh apabila orang-orang mempunyai kekuasaan

terhadap orang lain. Bila seseorang mengetahui bahwa orang

lain akan tunduk dan patuh kepadanya, ia akan mempercayainya.

c) Sifat dan kualitas komunikasi

Sikap percaya akan tumbuh ketika komunikasi bersifat terbuka,

maksud dan tujuan jelas, dan ekspektasi sudah dinyatakan.

d) Pengalaman

Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan lainnya

berlaku jujur. Sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman

(37)

20

2) Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif

dalam komunikasi. Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal

akan gagal karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri

dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi

ketimbang memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat

terjadi karena faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan,

harga diri yang rendah, pengalaman defensif, dan juga faktor

situasional seperti perilaku komunikasi orang lain.

3) Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.

Brooks dan Emmert (1977) menjelaskan karakteristik orang yang

terbuka, yaitu menilai pesan secara objektif dengan menggunakan

data dan keajegan logika; membedakan dengan mudah, melihat

nuansa; berorientasi pada isi; mencari informasi dari berbagai

sumber; lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah

kepercayaannya; dan mencari pengertian pesan yang tidak sesuai

dengan rangkaian kepercayaaannya.

4. Hubungan Interpersonal Guru dan Siswa

a. Model Hubungan Interpersonal Guru-Siswa

Wubbels & Levy (1993) dalam Van Petergem, dkk. (2005, hlm.

34) mengemukakan bahwa mengajar adalah aktivitas yang sangat

kompleks yang dipengaruhi oleh materi pelajaran, waktu yang tersedia,

karakter guru, karakter peserta didik, sumber daya, khususnya

kompetensi pedagogik, perspektif metodologi pengajaran, dan

perspektif antar pribadi yang berfokus pada hubungan interpersonal

guru-siswa.

Hubungan interpersonal guru-siswa merupakan aspek penting

dalam komunikasi yang terjadi di dalam kelas. Pengamatan pada

(38)

dengan komunikasi yang efektif (Goh, 1994, hlm. 30). Efektifitas

mengajar secara informal didefinisikan sebagai tingkat keterampilan

pedagogik seorang guru. Misalnya, guru yang baik tahu bagaimana

mengkomunikasikan informasi, memimpin diskusi, memberi

pertanyaan, menunggu jawaban, mempersiapkan rencana pembelajaran,

menulis bahan pelajaran, dan sebagainya. Guru yang baik tahu

kemampuan dirinya. Misalnya, guru bahasa inggris harus ahli dalam

grammar, writing, dan literature; guru matematika harus ahli dalam bidangnya; guru sains yang baik harus memiliki pola pikir sains

(Tuckman, 1995, hlm. 177).

Mengajar merupakan sebuah bentuk komunikasi yang serius.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa untuk keberlangsungan proses

pembelajaran, siswa harus memahami guru mereka. Selain menjadi ahli

dalam materi pelajaran, setidaknya terdapat tiga karakteristik yang perlu

dikenal siswa untuk guru mereka miliki, yaitu ketegasan, keramahan,

dan keadilan, di samping perhatian dan pengertian. Hal ini dapat

menjadi umpan balik bagi siswa dan pengakuan dari kemungkinan

adanya pengaruh terhadap hubungan interpersonal guru-siswa dalam

proses pembelajaran, sehingga adalah langkah yang tepat untuk

memperkenalkan model perilaku interpersonal guru (Goh, 1994, hlm.

30).

Secara konseptual, model perilaku interpersonal guru

terinspirasi oleh: pertama, teori sistem komunikasi Watzlawick, Beavin,

& Jackson (1967) dan kedua, model perilaku interpersonal Leary

(1957). Teori sistem komunikasi dan model Leary kemudian diadaptasi

oleh sekelompok tim peneliti di Belanda untuk digunakan dalam bidang

pendidikan sejak tahun 1980-an. Model Perilaku Interpersonal Guru

(39)

22

terhadap perilaku guru yang menjadi hasil penelitian jangka panjang di

Universitas Utrecht, Belanda (Goh, 1994, hlm. 30-31).

Model Perilaku Interpersonal Guru didasarkan pada penelitian

Timothy Leary tentang diagnosa kepribadian interpersonal dan

aplikasinya terhadap pengajaran. Dalam model ini, perilaku guru

dipetakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi Influence (Pengaruh) dan dimensi Proximity (Kedekatan). Dimensi Influence (Pengaruh) memiliki dua sumbu, yaitu Dominance (D) dan Submission (S). Dimensi

Proximity (Kedekatan) memiliki dua sumbu, yaitu Opposition (O) dan

Cooperation (C) (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 8). Dua dimensi pada model perilaku interpersonal guru digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Dua Sumbu Dimensi Proximity dan Influence dalam Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB)

Sumber: (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 8)

Dimensi Influence (Pengaruh) menggambarkan siapa yang mengintrol atau mengarahkan proses komunikasi dan seberapa sering

hal itu terjadi. Sedangkan dimensi Proximity (Kedekatan) menunjukkan tingkat kerjasama atau kedekatan di antara mereka yang terlibat dalam

proses komunikasi. Kedua dimensi Influence (Pengaruh) dan Proximity

(Kedekatan) secara bebas mengingatkan pada perilaku guru yang efektif

Dominance (D)

Submission (S)

Opposition (O) Cooperation (C)

Proximity

In

flu

en

(40)

yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas.

Masing-masing dari dua sumbu dimensi DS dan CO mewakili perilaku yang

berlawanan, sumbu DS untuk dominasi (dominance) dan kepatuhan (submission) dan sumbu CO untuk kerjasama (cooperation) dan oposisi (opposition) (Goh, 1994, hlm. 32)

Setiap kuadran dari struktur koordinat yang dihasilkan

berdasarkan dua dimensi menampilkan dua segmen dari perilaku guru.

Sektor yang ada didefinisikan bergantung pada derajat dari perilaku

yang ditentukan. Sebagai contoh, kuadran pertama terdiri atas dua

karakter yang berbeda yang disebut Dominance-Cooperation (DC) dan

Cooperation-Dominance (CD). DC menunjukkan perilaku guru yang terkarakterisasi dengan tingginya tingkat dominasi dan sedikit

kerjasama. Sedangkan CD menampilkan perilaku guru dengan

tingginya tingkat kerjasama dan tingkat dominasi yang lebih sedikit.

Selanjutnya, tiap kuadran dari model ini terdiri atas dua sektor perilaku

yang digambarkan pertama kali dari perilaku yang paling umum dan

kemudian diikuti oleh perilaku kedua dari dimensi yang sama (Maulana,

dkk. 2012, hlm. 254).

Kedua sistem dimensi koordinat tersebut kemudian dibagi

menjadi delapan skala perilaku interpersonal guru-siswa, yaitu perilaku

kepemimpinan (leadership behaviour) (DC), perilaku membantu/bersahabat (helping/friendly behaviour) (CD), perilaku pengertian (understanding behaviour) (CS), perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa (student responsibility/freedom behaviour) (SC), perilaku ragu-ragu (uncertain behaviour) (SO), perilaku tidak puas (dissatisfied behaviour) (OS), perilaku menegur (admonishing behaviour) (OD) dan perilaku disiplin (strict behaviour) (DO) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254). Untuk menjelaskan deskripsi dari

perilaku guru yang dimiliki masing-masing sektor, ditampilkan dalam

(41)

24

Gambar 2.3 Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB)

Sumber: (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 9)

Berdasarkan gambar di atas, pada masing-masing pola perilaku

guru dideskripsikan sebagai berikut.

1) Leadership (Kepemimpinan)

“Notice what’s happening, lead, organize, give orders, set

tasks, determine, procedure, structure the classroom situation,

explain, hold the attention”

Perilaku kepemimpinan ditunjukkan dengan:

memperhatikan apa yang terjadi di kelas, memimpin,

mengorganisasikan, memberi perintah, menetapkan tugas,

menentukan prosedur, menyusun situasi kelas, menjelaskan, dan

memegang perhatian.

2) Helping/Friendly (Membantu/Bersahabat)

“Assist, show interest, join, behave in a friendly or

considerate manner, be able to make a joke, inspire confidence and

(42)

Perilaku membantu/bersahabat ditunjukkan dengan:

membantu, menunjukkan minat, bergabung, berperilaku ramah atau

perhatian, bisa membuat lelucon, menginspirasi keyakinan dan

kepercayaan.

3) Understanding (Pengertian)

“Listen with interest, emphatize, show confidence and understanding, accept apologies, look for ways to settle differences,

be patient, be open”.

Perilaku pengertian ditunjukkan dengan: mendengarkan

siswa dengan penuh minat, berempati, menunjukkan kepercayaan

dan pengertian, menerima permintaan maaf, mencari cara untuk

menyelesaikan perbedaan, bersabar, bersikap terbuka terhadap

siswa.

4) Student Responsibility/Freedom (Memberi Tanggung jawab/Kebebasan siswa)

“Give opportunity for independent work, wait for class to let off steam, give freedom and responsibility, approve of something”.

Perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa

ditunjukkan dengan: memberikan kesempatan untuk bekerja

mandiri, menunggu kelas diam, memberikan kebebasan dan

tanggung jawab pada siswa, menyetujui sesuatu.

5) Uncertain (Ragu-ragu)

“Keep a low profile, apologize, wait and see how the wind blows, admit one is in the wrong”.

Perilaku ragu-ragu ditunjukkan dengan: bersikap merendah,

meminta maaf, menunggu dan melihat bagaimana arah proses

pembelajaran, dan mengakui kesalahan.

6) Dissatified (Tidak puas)

“Wait for the silence, consider pros and cons, keep quiet,

(43)

26

Perilaku tidak puas ditunjukkan dengan: menunggu siswa

diam, mempertimbangkan pendapat pro dan kontra, diam,

menunjukkan ketidakpuasan, terlihat murung, bertanya-tanya/ragu,

dan mencela.

7) Admonishing (Menegur)

“Get angry, take pupils to task, express irritation and anger, forbid, correct, punish”.

Perilaku menegur ditunjukkan dengan: gampang marah,

memberikan siswa tugas, menampilkan ekspresi terganggu dan

kemarahan, melarang siswa, selalu ingin benar, dan suka

menghukum.

8) Strict (Disiplin)

“Keep reins tight, check, judge, get class silent, maintain silence, be strict, exact norms and set rules”.

Perilaku disiplin ditunjukkan dengan: menjaga kendali yang

ketat, memeriksa, menghakimi, menjaga kelas tetap diam,

mempertahankan keheningan, bersikap tegas/disiplin, menetapkan

aturan dan norma-norma yang tepat.

Untuk mengukur delapan skala perilaku interpersonal guru

dalam Model Perilaku Interpersonal Guru (Model for Interpersonal Teacher Behaviour/MITB), Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) secara khusus dikembangkan untuk tujuan tersebut. QTI pertama kali

dikembangkan di Belanda di antara tahun 1978 dan 1984, yang terdiri atas 77 item pertanyaan dengan lima point skala Likert dari “Tidak pernah/Tidak sama sekali” hingga “Selalu/Sangat”. Tidak berapa lama sejak konstruksi QTI di Belanda, versi Amerika dikembangkan pada

tahun 1988 dan diujikan sebanyak tiga kali dengan melibatkan guru dan

siswa dan menghasilkan 64 item dengan tingkat validitas dan reliabilitas

baik, yang setara dengan QTI versi Belanda. Kemudian, versi QTI yang

lebih singkat dengan 48 item dikembangkan di Australia. Selanjutnya,

(44)

peneliti di negara-negara lainnya untuk mengembangkan QTI versi

negara mereka. Secara umum, versi QTI yang berbeda-beda

menampilkan hasil yang baik dan sebanding dengan versi asli Belanda

dan Amerika. Pada lintas budaya, den Brok (2006) menemukan

perbedaan kedudukan skala empiris terhadap hipotesis, yang kemudian

mempengaruhi perbedaan pengartian dari sektor dan skala di antara

negara-negara. Alhasil, hasil penelitian dari penggunaan QTI tidak

sebanding di antara beberapa negara pada level skala, namun sebanding

pada level dimensi (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254).

Di Indonesia, penggunaan QTI pertama kali dilakukan oleh

Fraser (2010) untuk mengukur persepsi mahasiswa perguruan tinggi

dalam 12 kelas ilmu komputer. Validasi QTI menunjukkan hasil yang

memuaskan dan beberapa skala QTI memiliki korelasi yang cukup

signifikan terhadap sikap belajar mahasiswa. Meskipun penelitian ini

tidak menyediakan informasi persepsi mahasiswa terhadap perilaku

interpersonal guru berdasarkan level dimensi, yang mana membuatnya

sulit untuk dibandingkan dengan hasil penelitian dari negara lain.

Namun, penelitian ini memberikan informasi awal yang menunjukkan

pentingnya hubungan interpersonal guru-siswa di Indonesia (Maulana,

dkk. 2012, hlm. 255).

b. Profil Perilaku Interpersonal Guru

Untuk mendeskripsikan profil perilaku interpersonal guru,

pertama kali yang harus dilakukan adalah beralih ke profil yang telah

ditemukan dengan bantuan Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB) dan Questionnaire on Teacher Interaction (QTI). Profil perilaku interpersonal guru adalah kombinasi khusus dari delapan skala yang

dihasilkan dari QTI (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 11-12).

Berdasarkan Brekelmans, Levy, dan Rodriguez (1993), profil

perilaku interpersonal guru dapat dikategorikan menjadi delapan tipe,

Gambar

Gambar 2.2 Dua Sumbu Dimensi Proximity dan Influence dalam
Gambar 2.3 Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB)
Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 3.2 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab dua ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan penulis untuk membangun sistem yaitu mengenai pengembangan sistem informasi geografis dalam menunjang

Agar masyarakat tidak kesulitan lagi dalam mendapatkan air bersih dan hemat energi listrik maka perlu digunakan pompa air DC yang suplai PLTS peneliti

The findings on participants ’ actions related to pal - liative care that are not the results of their knowledge about palliative care, which further cause inconsis- tencies

pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga swasta atau lembaga lainnya. 4) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang selanjutnya disebut Badan

terlebih apabila melihat ketentuan pada Pasal 189 Ayat (3) KUHAP dimana keterangan terdakwa hanya berlaku untuk dirinya sendiri, serta Pendapat Nyoman Serikat Putra

Taspen (Persero) KC Pekanbaru, dimana dengan adanya penerapan gaya kepemimpinan demokratis ini akan memacu semangat kerja pegawai untuk dapat bekerja lebih giat dengan

Dalam penelitian eksperimen ini, pengujian hipotesis yang harus dilakukan adalah pengujian tehadap perbedaan efektifitas yang terjadi pada penggunaan metode

Alat penarik kayu sistem kabel layang ini merupakan prototipe hasil perekayasaan yang didesain dengan ukuran tidak terlalu besar dan berat, serta beroda agar mudah dibawa dan