ASPEK HUKUM MEDIASI PERBANKAN DALAM
PENYELESAIAN KREDIT MACET
(Studi Pada PT. Bank Sumut)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Akhir dan Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
SARAH DIVA NIM : 110200386
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ASPEK HUKUM MEDIASI PERBANKAN DALAM
PENYELESAIAN KREDIT MACET
(Studi Pada PT. Bank Sumut)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
SARAH DIVA NIM: 110200386
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, S.H. M. Hum NIP: 196603031985091001
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Hasim Purba, S.H. M. Hum Aflah, S.H. M. Hum
NIP: 196603031985091001 NIP :1970050192002122002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi inni dengan baik dan tepat pada waktunya.
Skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Didorong dengan kenyataan ini,
maka akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
“ASPEK HUKUM MEDIASI PERBANKAN DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET (STUDI PADA PT. BANK SUMUT)”.
Skripsi ini membahas tentang aspek hukum mediasi perbankan dalam
penyelesaian kredit macet pada PT. Bank Sumut, semoga skripsi ini berguna dan
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para pihak yang berkepentingan
pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun dengan lapang hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan
yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I.
3. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan waktu, tenaga dan arahannya kepada penulis dalam
4. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Dagang.
5. Ibu Aflah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, tenaga, arahan, dan nasehat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan arahan selama penulis berada dalam
perkuliahan, serta seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang dengan dedikasinya dan pengabdiannya telah mendidik penulis
selama menjadi Mahasiswa, dan Staff Administrasi yang telah membantu
dalam pengurusan selama perkuliahan.
7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya tercinta, Ir. Faizal Rida dan
Fauziah Hanum Lubis serta abang dan kakak ipar saya Gallif Faizal Rida,
S.H dan Jihan Farhana Lubis, S.E, yang selalu mendoakan, mendukung,
menyemangati dan memberikan kasih sayang selama ini kepada penulis
baik dalam menyelesaikan perkuliahan maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
8. Kepada Fauzal Rizkal, S.T, yang selalu memberikan semangat, dan kasih
sayang, dan selalu sabar mendengarkan keluhan penulis mulai dari
masa-masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
9. Kepada sahabat-sahabat yang penulis sayangi : Calvin, Rido, Nadhira,
Lutfhi, Fauzan Zaki, Yovina, dan Ka Anditha, terima kasih telah setia
mendengarkan keluhan penulis dan selalu menyemangati penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini, seluruh teman-teman seperjuangan
kepada teman-teman Grup A Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
serta teman-teman Departemen Keperdataan Program Kekhususan
Dagang, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.
10.Kepada seluruh staff PT. Bank Sumut : Bapak Abdi Santosa, Bapak
Ikhwan Simanjuntak, Bapak Prima dan seluruh staff yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih atas bimbingan, kerjasamanya,
dan keramahannya dalam penyelesaian skripsi ini.
11.Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama ini
yang tidak dapat penulis lupakan atas segala bantuan dan dukungannya
hingga terselesaikannya skripsi ini.
Atas semua dukungan tersebut, kiranya tuhan Yang Maha Esa
melimpahkan rahmatNya dan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput
dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, karena sebagai manusia penulis tentu
jauh dari kesempurnaan dan ingin melangkah baik dan belajar dari kesalahan.
Penulis juga berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dalam
memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.
Medan, April 2015
ABSTRAK
Sarah Diva*
Hasim Purba**
Aflah***
Perbankan sebagai lembaga yang memberikan kredit kepada rakyat, akan selalu di ancam oleh berbagai krisis, antara lain adalah krisis kredit bermasalah. Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit oleh bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan hutangnya dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Terjadinya kredit macet terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pihak bank setidaknya mempertimbangkan lembaga penyelesaian sengketa mana yang dipandang dapat menyelesaikan secara efektif dan efisien dengan hasil yang memuaskan. Untuk penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara kedua belah pihak, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 8/5/PBI/2006 yang telah dirubah menjadi No. 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan. Beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini diantaranya, bagaimana pelaksanaan pemberian kredit, bagaimana menentukan kredit tersebut dapat dikatakan sebagai kredit macet, bagaimana proses pelaksanaan mediasi perbankan, dan apa saja yang menjadi hambatan dalam menyelesaikan kredit macet tersebut dilihat dari segi pihak bank.
Metode penelitian yang digunakan metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kepustakaan, yaitu dengan meneliti bahan pustaka seperti perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, pendapat para sarjana, jurnal hukum, internet, dan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, yakni dilakukannya wawancancara di PT. Bank Sumut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, pihak Bank Sumut juga mengalami perkreditan macet, nasabah yang memperoleh kredit dari Bank Sumut pada akhirnya ada beberapa yang tidak bisa membayar hutangnya. Dari hasil penelitian pihak Bank Sumut pernah melakukan mediasi untuk saling membantu kedua bela pihak agar bisa menyelesaikan kredit bermasalah tersebut. Mediasi yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 dengan medasi dalam peraturan lainnya memiliki beberapa persamaan dalam unsur-unsurnya maupun dalam pelaksanaannya dan juga tidak memiliki perbedaan yang begitu menonjol. Peranan mediasi ini bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan perkreditan macet pada dasar nya sama-sama menguntungkan bagi keduanya, sehingga baik pihak bank maupun pihak nasabah tetap dapat menjalankan hubungan mereka dengan baik.
Kata kunci: Mediasi Perbankan, Kredit Macet
*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Peneilitan ... 7
E. Metode Penelitian... 8
F. Keaslian Penulisan ... 11
G. Sistematika Penulisan... 12
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI ... 15
A. Pengertian Mediasi Perbankan ... 15
B. Unsur-Unsur Mediasi Perbankan ... 19
C. Manfaat dan Tujuan Mediasi Perbankan... 23
D. Penyelesaian Sengketa Pada Perbankan Melalui Mediasi ... 27
E. Pengaturan Hukum Mengenai Mediasi Perbankan ... 30
BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PERBANKAN ... 34
A. Struktur Organisasi PT. Bank Sumut ... 34
B. Jenis-Jenis Kredit ... 37
C. Perjanjian Kredit ... 43
D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit... 53
BAB IV: PENERAPAN MEDIASI PERBANKAN DALAM
PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM BANK SUMUT . 60
A. Pelaksanaan Pemberian Kredit Pada Bank Sumut ... 60
B. Pengertian Kredit Macet Pada Bank Sumut ... 65
C. Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Sumut Melalui Mediasi Perbankan... 68
D. Hambatan yang Dihadapi dalam Penyelesaian Kredit Macet dalam Mediasi Perbankan ... 72
BABV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN
a. Wawancara (Question of Interview)
b. Surat Izin Riset dari PT. Bank Sumut
ABSTRAK
Sarah Diva*
Hasim Purba**
Aflah***
Perbankan sebagai lembaga yang memberikan kredit kepada rakyat, akan selalu di ancam oleh berbagai krisis, antara lain adalah krisis kredit bermasalah. Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit oleh bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan hutangnya dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Terjadinya kredit macet terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pihak bank setidaknya mempertimbangkan lembaga penyelesaian sengketa mana yang dipandang dapat menyelesaikan secara efektif dan efisien dengan hasil yang memuaskan. Untuk penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara kedua belah pihak, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 8/5/PBI/2006 yang telah dirubah menjadi No. 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan. Beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini diantaranya, bagaimana pelaksanaan pemberian kredit, bagaimana menentukan kredit tersebut dapat dikatakan sebagai kredit macet, bagaimana proses pelaksanaan mediasi perbankan, dan apa saja yang menjadi hambatan dalam menyelesaikan kredit macet tersebut dilihat dari segi pihak bank.
Metode penelitian yang digunakan metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kepustakaan, yaitu dengan meneliti bahan pustaka seperti perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, pendapat para sarjana, jurnal hukum, internet, dan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, yakni dilakukannya wawancancara di PT. Bank Sumut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, pihak Bank Sumut juga mengalami perkreditan macet, nasabah yang memperoleh kredit dari Bank Sumut pada akhirnya ada beberapa yang tidak bisa membayar hutangnya. Dari hasil penelitian pihak Bank Sumut pernah melakukan mediasi untuk saling membantu kedua bela pihak agar bisa menyelesaikan kredit bermasalah tersebut. Mediasi yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 dengan medasi dalam peraturan lainnya memiliki beberapa persamaan dalam unsur-unsurnya maupun dalam pelaksanaannya dan juga tidak memiliki perbedaan yang begitu menonjol. Peranan mediasi ini bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan perkreditan macet pada dasar nya sama-sama menguntungkan bagi keduanya, sehingga baik pihak bank maupun pihak nasabah tetap dapat menjalankan hubungan mereka dengan baik.
Kata kunci: Mediasi Perbankan, Kredit Macet
*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang No. 7 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998, dimana dalam undang-undang
tersebut, pada pasal angka 2, telah didefinisikan bahwa :
“Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia :
Bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan
uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang.1
Bank merupakan intermediasi dana untuk menggerakkan dunia bisnis dan
mempunyai tugas sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan
permintaan kredit pada waktu yang ditentukan dan suatu badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang penyalurannya
akan kembali pada masyarakat juga dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan
keuntungan dari usaha yang dijalankannya, sebaliknya sebagai lembaga keuangan
bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, untuk
mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Dalam hal ini
tanpa perbankan yang sehat dan berkembang sebuah perekonomian tidak akan
1
dapat di bangun, terutama dalam era globalisasi dan ekonomi pasar sekarang,
hanya dengan kesehatan yang primalah bank dapat menjalankan fungsinya.2
Perbaikan struktur permodalan dunia usaha merupakan keharusan untuk
meningkatkan efisiensi dan memperkokoh daya saing perusahaan dalam
mengadapi persaingan yang semakin tajam terutama dalam era globalisasi.
Upaya-upaya perbaikan dapat dilakukan salah satunya dengan memperhatikan
aspek-aspek good corporate governance, yang studi dan risetnya makin banyak
dilakukan oleh berbagai intitusi baik dalam lingkungan nasional maupun
internasional. Globalisasi yang ditandai dengan adanya perapatan dunia
(Compression of the world) telah mengubah peta perekonomian, politik dan
budaya. Pergerakan barang dan jasa terjadi semakin cepat. Modal dari suatu
Negara beralih ke Negara lain dalam hitungan detik akibat pemanfaatan teknologi
informasi. Sejalan dengan itu, kegiatan perbankan sebagai urat nadi perekonomian
bangsa tidak luput dari dampak globalisasi.3
Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai
nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu Negara. Lembaga tersebut
dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana
(Surplus of Funds) dengan pihak-pihak yang kekuranngan dan memerlukan dana
(Lack of Funds). Dengan demikian perbankan akan bergerak dalam kegiatan
perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian masyarakat. Menurut ilmu sosiologi, perbankan diakui merupakan
suatu lembaga sosial, dalam arti bahwa perbankan tersebut merupakan bentuk
2Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
dan Kepailitan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hal. V
3
himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang menyangkut kebutuhan pokok
manusia.
Perbankan mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dan pengatur
dana masyarakat dan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
nansional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,
dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dalam
menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya perbankan harus lah tetap senantiasa
bergerak cepat guna menghadapi tantangan-tantangan yang semakin berat dan
luas, baik dalam perkembangan ekonomi nasional maupun internasional.4
Dunia perbankan di berbagai belahan dunia ini tampaknya selalu di ancam
oleh berbagai krisis, antara lain krisis kredit bermasalah atau yang lazim disebut
sebagai Debt Crisis. Hal ini dapat dipahami karena dunia perbankan adalah suatu
kegiatan usaha yang selalu melayani dan hidup dalam kesatuannya dengan
kegiatan ekonomi nyata dimasyarakat mana pun.5
Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak
seluruhnya dapat mengembalikan hutang nya dengan lancar sesuai dengan waktu
yang telah diperjanjikan. Pada kenyatannya di dalam praktik nya selalu ada
sebagian nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah
meminjaminya. Akibat dari nasabah tidak dapat membayar lunas hutang nya,
maka akan tergambar perjalanan kredit menjadi kredit yang bermasalah. Kredit
bermasalah ini sangat dikhawatirkan oleh bank, karena akan mengganggu kondisi
keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.
4
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti , 2006,hal. 4
Oleh karena itu setiap bank memiliki prosedur dalam pemberian kredit, dan tidak
semata-mata memberikan fasilitas kredit tersebut secara mudah.
Dalam persoalan kredit bermasalah, debitur mengingkari janji mereka
membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo. Sehingga terjadi
keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran. Di dalam
persoalan kredit bermasalah ini, ada kemungkinan yang memungkinkan kreditur
untuk terpaksa melakukan tindakan hukum, atau menderita kerugian dalam
jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah yang diperkirakan.6
Terjadinya kredit bermasalah ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nya, yaitu faktor yang berasal dari nasabah dan faktor yang berasal dari bank.
Bank sebagai kreditur juga tidak terlepas dari kelemahan yang dimiliki. Faktor
tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan nasabah.7
Kredit macet bukan hanya persoalan antara bank dengan nasabahnya di
bidang perkreditan, namun juga menjadi persoalan bagi pihak nasabah, karena
pihak nasabah yang tidak dapat membayar hutangnya akan terancam dengan
adanya penyitaan dan akhirnya akan terjadi pelelangan atas jaminan yang nasabah
berikan kepada bank. Persoalan kredit macet merupakan bukan hal yang baru
dalam dunia perbankan karena pemberian kredit berisiko kemacetan. Sebagai
pihak yang meghadapi masalah, bank memiliki kebebasan untuk menentukan
lembaga mana yang akan dipilih untuk penyelesaian sengketa kredit macet dengan
nasabahnya.
Pihak bank setidaknya akan mempertimbangkan lembaga penyelesaian
sengketa mana yang dipandang dapat menyelesaikan secara efektif dan efisien
dengan hasil yang memuaskan. Untuk penyelesaian sengketa di bidang perbankan
antara bank dengan nasabah, Bank Indonnesia telah mengeluarkan PBI No.
8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan, maka yang dimaksud dengan mediasi
perbankan adalah alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank yang
tidak mencapai penyelesaian yang melibatkan mediator untuk membantu para
pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan
sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.
Mediasi perbankan merupakan figur baru dalam dunia perbankan. Mediasi
di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan independen yang
dibentuk oleh asosiasi perbankan. Mediasi perbankan sebagai cara untuk
penyelesaian sengketa mempunyai kelebihan dan keunggulan, yaitu proses
penyelesaiannya yang murah, cepat dan sederhana.8
Keberadaan mediasi perbankan juga dalam rangka tindakan pembinaan
dan pengawasan dari Bank Indonesia sebagai bank sentral, dimana tujuan dari
pembinaan dan pengawasan tersebut adalah mengingat bank terutama bekerja
dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan,
maka suatu bank perlu dipantau oleh Bank Indonesia, yang bertujuan agar
kesehatan bank tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap
terpelihara sebab kepercayaan terhdap lembaga perbankan hanya dapat
ditimbulkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada
dalam keadaan yang sehat.9
Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara
litigasi atau dimuka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang
bersengketa sangat antagonistis atau saling berlawanan satu sama lain.
Penyelesaian sengketa seperti ini tidak direkomendasikan. Dan kalaupun
ditempuh, sifatnya semata-mata hanya sebagai jalan yang terakhir setelah
alternatif lain dinilai tidak mampu membuahkan hasil. Proses penyelesaian
sengketa yang membutuhkan waktu yanglama mengakibatkan perusahaan atau
para pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian. Cara penyelesaian seperti
itu tidak diterima di dunia bisnis karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman.10
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka penulis membuat penelitian
hukum yang mengambil judul sebagai berikut : “Aspek Hukum Pelaksanaan
Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Kredit Macet”, ini diangkat sebagai suatu
karya ilmiah yang diharapkan mampu menambah pengetahuan di bidang hukum,
khususnya hukum perbankan di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Setelah menguraikan latar belakang pemilihan judul skripsi, penulis akan
merinci permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun pokok-pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Kredit Pada Bank Sumut?
2. Bagaimana Pengertian Kredit Macet Pada Bank Bank Sumut?
3. Bagaimana Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Sumut melalui
Mediasi Perbankan?
10
4. Apa Saja Hambatan Yang Dihadapi Dalam Penyelesaian Kredit Macet
Dalam Mediasi Perbankan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah bertujuan untuk
menghasilkan tulisan yang akurat dan dapat dibuktikan kebenarannya dan juga
bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pemberian kredit pada Bank Sumut.
2. Untuk mengetahui pengertian kredit macet pada Bank Sumut.
3. Untuk mengetahui proses penyelesaian kredit macet pada Bank Sumut
melalui mediasi perbankan.
4. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi dalam penyelesaian
kredit macet dalam mediasi perbankan.
D. Manfaat Penulisan
Adapun penulisan ini dilakukan diharapkan bermanfaat, baik bermanfaat
teoritis maupun praktis. Adapun kedua manfaat itu adalah sebagai berikut :
a. Secara Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dalam
suatu karya ilmiah yang berbentuk dalam skripsi, yang dapat bermanfaat
bagi masyarakat yang membaca skripsi ini mengenai aspek hukum mediasi
perbankan dalam penyelesaian kredit macet.
b. Secara Praktis
Hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi setiap bank
kepentingan bank maupun nasabah sama-sama terlindungi dan tidak ada
hak yang dilanggar demi tercapainya kepentingan kedudukan antara bank
dan nasabah.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu research, yaitu
berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Pada dasarnya yang dicari
itu adalah “pengetahuan yang benar” untuk menjawab pertanyaan atau
ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir.
Metode penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian
ilmiah itu sendiri suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang
logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian
ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan
yuridis empiris.
Metode penelitian sebenarnya adalah cara alamiah untuk memperoleh data
dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Jadi setiap penelitian yang dilakukan itu
melakukan kegunaan serta terdapat tujuan tertentu, adapun tujuan umum dari
penelitian ini adalah adanya suatu penemuan, pembuktian dan pengembangan.
Penemuan yang dimaksud adalah data nya benar-benar suatu hal yang baru dan
belum pernah dibahas sebelumnya, sedangkan pembuktian yang berarti itu
datanya bisa digunakan untuk membuktikan keraguan terhadap pengetahuan atau
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini, agar tujuan lebih terarah dan dapat
dipertanggung jawabkan, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini
adalah metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis
normatif dikenal juga dengan pendekatan kepustakaan, yaitu dengan
meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tresier. Pendekatan
yuridis empiris yakni dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dalam
praktek dilapangan. Pendekatan ini dikenal juga dengan pendekatan secara
sosiologis yang dilakukan secara langsung ke lapangan.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian pada skripsi ini bersifat penelitian deskriptif dan penelitian
studi kasus. Penelitian deskriptif secara sistematis, dan akurat mengenai
fakta-fakta yang akan dibahas dalam skripsi ini.
3. Jenis dan Sumber Data
Penyusunan skripsi ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan, serta didukung oleh data
yang diperoleh dari studi lapangan di PT. Bank Sumut.
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat seperti
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak
mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer seperti
buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, doktrin atau pendapat
para sarjana, jurnal hukum, internet, dan diperoleh secara langsung
dari penelitian lapangan, yakni dilakukannya wawancara.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hujum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan
hukum primer dan sekunder. Bahan hukum yang dipergunakan seperti
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.
4. Analisis Data
Data yang dikumpulkan dapat dipertanggung jawabkan dan dapat
menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu
suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah
selanjutnya untuk mengelola hasil penelitian menjadi suatu laporan.11
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya
menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk
kalimat-kalimat. Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak pada analisis
empiris, yang didalamnya dilengkapi dengan analisis normatif.
Berdasarkan hasil analisis kesimpulan yang ditarik secara dedukatif, yaitu
cara berpikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum untuk
kemudian ditarik suatu kesimpulan bersifat khusus.
11
F. Keaslian Penulisan
Pembuatan karya ilmiah haruslah merupakan suatu hal yang berasal dari
alam pikiran yang berdasarkan pengetahuaan yang dimiliki oleh penulis, tidak
merupakan suatu hal yang telah ditulis terlebih dahulu oleh orang lain atau yang
biasa disebut plagiat.
Penulisan karya ilmiah ini adalah murni dan benar-benar berasal dari
pemikiran penulis dan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam diri penulis
bahwa terhadap judul diperlukannya suatu pembahasan yang lebih dalam.
Keaslian penulisan ini dapat dibuktikan karena sebelum penulisan ini
berlangsung penulis telah melakukan pengecekkan terhadap judul ini terlebih
dahulu ke Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dari hasil
tersebut penulis mendapatkan beberapa judul yang bisa dijadikan sebagai refrensi
bagi penulis, yaitu :
Nama : Dupa Andhyka S. K
Nim : 030200012
Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Pengaduan Nasabah Dalam
Transaksi Perbankan Indonesia (tinjauan yuridis terhadap PBI
No.7/7/PPI/2005 tentang penyelesaian pengaduan nasabah dan PBI
No.8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan)
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi di atas adalah, bagaimana prosedur
penyelesaian sengketa perbankan sebelum keluarnya PBI No.8/5/2006 tentang
mediasi perbankan dan bagaimana prosedur penyelesaian sengketa perbankan
Nama : Endika Triono Dachi
Nim : 030200197
Judul : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara
Bank Dengan Nasabah, merujuk pada peraturan Bank Indonesia
No.8/5/PBI/2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/14/DPNP
Perumusan masalah yang dibahas dalam skripsi diatas adalah, bagaimana
pertanggung jawaban bank terhadap adanya kerugian nasabah, bagaimana proses
pelaksanaan mediasi perbankan, bagaimana akta kesepakatan dari proses mediasi
dan ketentuan hukum beserta sanksi-sanksinya, dan bagaimana independensi
mediator dalam melaksanakan fungsi mediasi perbankan.
Judul dan perumusan masalah diatas adalah beberapa judul yang telah
menjelaskan tentang Mediasi Perbankan, namun judul maupun permasalahan
yang dibahas tersebut berbeda dengan penulisan skripsi ini. Adapun judul skripsi
ini adalah “Aspek Hukum Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Kredit Macet”
(Studi pada PT. Bank Sumut), dan pemasalahannya yaitu bagaimana pelaksanaan
pemberian kredit, bagaimana menentukan kredit tersebut dapat dikatakan sebagai
kredit macet, bagaimana proses pelaksanaan mediasi perbankan, dan apa saja
yang menjadi hambatan dalam menyelesaikan kredit macet, maka dari itu
penulisan karya ilmiah ini telah terbukti keasliannya.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasannya harus
diuraikan dengan sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka
yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini
adalah :
BAB I : Pendahuluan, bab ini berisikan pendahuluan yang merupakan
pengantar yang didalamnya terdiri mengenai, latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan diakhiri
oleh sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan umum tentang mediasi, bab ini memaparkan tentang
pengertian mediasi perbankan, unsur-unsur mediasi perbankan,
manfaat dan tujuan mediasi perbankan, penyelesaian sengketa
pada perbankan melalui mediasi, dan pengaturan hukum
mengenai mediasi perbankan.
BAB III : Tinjauan umum mengenai kredit perbankan, bab ini
memaparkan tentang struksur organisasi PT. Bank Sumut,
jenis-jenis kredit, perjanjian kredit, hak dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian kredit, serta wanprestasi dalam
perjanjian kredit.
BAB IV : Penerapan mediasi perbankan dalam penyelesaian kredit macet
pada PT. Bank Sumut, bab ini memaparkan tentang bagaimana
pelaksanaan pemberian kredit, pengertian kredit macet, proses
penyelesaian kredit macet melalui mediasi perbankan, dan
hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian kredit macet
BAB V : Kesimpulan dan Saran, bab ini berisikan kesimpulan dari
bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang
mungkin berguna bagi pihak perbankan, pihak akademis dan
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI
A. Pengertian Mediasi Perbankan
Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan
kembali kepada masyarakat. Selain itu bank juga memberikan jasa-jasa keuangan
dan pembayaran lainnya.12 Praktek transaksi yang terjadi diantara bank dan
nasabah tidak terlepas dari adanya risiko. Salah satu risiko yang sering terjadi
yaitu sengketa antara pihak bank dan nasabah. Ketika hubungan hukum antara
bank dan nasabah mulai tercipta, maka sejak itu terbuka kemungkinan sengketa
antar para pihak.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah
sengketa yaitu melalui proses Mediasi. Mediasi merupakan salah satu pilihan
alternatif yang digunakan pada saat sengketa yang terjadi antara nasabah dan bank
tidak dapat diselesaikan. Ciri utama mediasi adalah perundingan yang esensinya
sama dengan proses musyawarah atau consensus. Sesuai dengan hakikat
perundingan atau musyawarah maka dalam mediasi tidak boleh ada paksaan untuk
menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi
berlangsung.13
Mediasi adalah perluasan dari proses negosiasi. Dimana para pihak yang
bersengekta merasa tidak mampu menyelesaikan sengketanya, dimana seorang
pihak ketiga yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa
12
Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank, dalam
http://www. djpp.kemenkumham.go.id diakses pada tanggal 27 November 2014.
13
PTABandung, MEDIASI Pengertian Mediasi, dalam http://www. pta-bandung.go.id dikases pada tanggal 27 November 2014.
untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk
menetapkan keputusan bagi para pihak14. Dalam mediasi pihak ketiga akan
membantu pihak-pihak yang bertikai dalam menerapkan niai-nilainya terhadap
fakta-fakta untuk mencapai hasil akir. Nilai-nilai ini dapat meliputi hukum, rasa
keadilan, kepercayaan agama, moral, dan masalah-masalah etika15.
Mediasi adalah juga salah satu dari beberapa jalur alternative lain selain
arbitrase yang dapat dipergunakan sebagai sarana memecahkan persoalan yang
masih dibawah pemukaan atau sebagian besar masih dibawah permukaan atau
masalah yang timbul masih dapat diantisipasi agar tidak memasuki jalur litigasi
yang prosesnya dapat berlarut-larut. Dimana jalur mediasi ini ditangani oleh
mereka yang ditunjuk sebagai mediator.16
Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak
memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Ciri-ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama
dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan
atau musyawarah atau konsensus maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima
atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi
berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.17
Pada prinsipnya Mediasi adalah salah satu mekanisme penyelesaian
sengketa diluar pengadilan (Out of Court Settlemen) melalui perundingan yang
14
Arus Akbar Silondae, Andi Farian Fathoeddin, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisinis, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2010, 2013, Hal.89
15
Astrid Vinolia Siahaan, Op.Cit Hal 17
16
Hamid Shahab, Menyingkap dan Meneropong Undang-undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999 dan Jalur Penyelesaian Alternatif, Jakarta, Djambatan, 2000, Hal. 6
17
melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak. Penyelesaian
sengketa melalui mekanisme mediasi tidak mencari siapa yang salah atau benar,
atau siapa yang wanprestasi dan siapa yang dirugikan atau siapa yang dilanggar
haknya dimasa lalu yang mengakibatkan timbulnya sengketa.
Fokus mediasi adalah untuk mencapai kesepakatan karena para pihak
memahami bahwa jika konflik terus berlanjut para piihak akan mengalami
kerugian, yaitu kehilangan meraih peluang dimasa depan. Dengan demikian
persoalan dimasa lalu yang menimbulkan konflik tidak diungkapkan lagi, tetapi
lebih mengutamakan mencapai kesepakatan agar dari kerjasama yang dilanjutkan
tersebut membawa keuntungan bagi mereka.18
Mediasi Perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan
mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai
penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian maupun
seluruh permasalahan yang disengketakan.19
Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3
Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006, yakni Lembaga Mediasi Perbankan
independen yang dibentuk asosiasi perbankan. Proses beracara dalam Mediasi
Perbankan secara teknis diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006
dan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006.20
Ada beberapa pengertian tentang mediasi dan mediasi perbankan yang
dapat disebutkan disini, antara lain :
18 Arus Akbar Silondae, Andi Farian Fathoeddin, Op.Cit. Hal. 89
19
DBS Treasures, Mediasi-Perbankan, http://www.dbs.com/id/treasures-id/mediasi-perbankan.page. Diakses tanggal 27 November 2014
20
a. Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan
yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian atau
solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak21.
b. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
atau mufakat para pihak dengan dibantuk oleh mediator yang tidak
memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.22
c. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator
untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai
penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian atau
seluruh permasalahan yang disengketakan.
Sebenarnya PBI No.8/5/PBI/2006 tidak menyatakan definisi mediasi
perbankan secara lengkap, karena Pasal 1 angka 5 hanya menjelaskan apa yang
dimaksud dengan “Mediasi” sebagai bentuk rumusan lain yang tidak jauh berbeda
dengan rumusan-rumusan yang ditemukan dalam undang-undang atau pendapat
para ahli. Berpedoman pada definisi di atas, definisi mediasi perbankan adalah
proses penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah atau perwakilan nasabah
yang melibatkan mediator sebagai pihak ketiga yang membantu para pihak yang
bersengketa untuk mencapai kesepakatan secara sukarela tanpa adanya
kewenangan atau keputusan dari mediator.
Adapun hal- hal yang diatur dalam mediasi perbankan adalah :
21
Bennylin, Mediasi – Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, dalam
http://www.id.wikipedia.org/wiki/Mediasi diakses tanggal 27 November 2014
22
Gunadarma, Hidup Adalah Perjuangann : Pengertiian Mediasi, dalam
a. Nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian
sengketa melalui mediasi ke BI apabila nasabah merasa tidak puas atas
penyelesaian pengaduan nasabah;
b. Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah sengketa keperdataan
yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Nasabah tidak dapat
mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial;
c. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh hari) kerja
saat tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank
kepada nasabah;
d. Pelaksanaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi
sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan oleh para pihak
dilaksanakan dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai
dengan 30 hari berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank;
e. Akta kesepakatan dapat memuat menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak
tercapainya kesepakatan atau kasus yang disengketakan.23
B. Unsur-unsur Mediasi Perbankan
Mediasi perbankan memiliki beberapa unsur yang terdapat di dalamnya,
mediasi perbankan bersifat sebagai suatu alternatif dalam menyelesaikan
sengketa, yang merupakan keinginan para pihak yang bersengketa sendiri tanpa
adanya paksaan dari pihak mana pun, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan
sengketa, adanya itikad baik dan adanya pihak ketiga.
23
Mediasi perbankan sebagai wujud perlindungan terhadap nasabah bank dalam
Dikatakan sebagai mediasi perbankan adalah, dengan adanya unsur
sengketa dan pengaduan dari nasabah. Dalam kredit macet, terjadinya peristiwa
kredit macet ini lah yang menjadi suatu sengketa antara nasabah dengan bank.
Pengaduan yang diajukan oleh pihak nasabah kepada bank adalah seperti nasabah
yang tidak sanggup lagi melakukan pembayaran hutangnya beserta bunga,
sehingga pihak nasabah mengadukan hal ini dan meminta diadakannya mediasi
agar pihak nasabah bisa mendapatkan keringanan. Dalam proses penagihan
terkadang juga pihak nasabah mengadukan cara penagihan tersebut, seperti pihak
nasabah yang merasa malu dengan seringnya dilakukan kunjungan oleh pihak
bank.
Mediasi perbankan merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa
diluar pengadilan bagi kalangan perbankan saja. Sengketa yang terjadi haruslah
dalam ruang lingkup perbankan, yaitu antara nasabah dan bank. Bank sebagai
penghimpun dana masyarakat dan sebagai lembaga yang memberi pelayanan
kepada masyarakat, salah satu nya adalah pemberian kredit kepada masyarakat,
pasti tidak terlepas dari segala risiko, baik risiko yang ditimbulkan dari bank
maupun risiko yang ditimbulkan dari pihak nasabah.
Menurut Soebagjo, didalamnya terdapat 3 (tiga) unsur dalam mediasi :
1) Adanya pihak (dua pihak atau lebih). Dengan demikian jika dalam
sengketa. Anggapan lain adalah bahwa yang tunduk untuk haarus menyelesaikan sengketa melalui jalur mediasi hanyalah nasabah, sedangkan bank dapat dan bebas menggunakan jalur penyelesaian sengketa lain. Kalaupun bank kemudian mengajukan sengketa tersebut kepada penyelenggara mediasi perbankan, hal itu tidak akan dapat dilayani karena tidak termasuk dalam cakupan “sengketa” seperti yang dimaksud PBI No. 8/5/PBI/2006.
2) Unsur yang kedua adalah adanya unsur “sengketa” diantara para pihak. Dimana, dalam PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan pada Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank sebagaimana diatur dalam Perturan Bank Indonesia tentang penyelesaian Pengaduan Nasabah.
3) Unsur yang ketiga adalah unsur Mediator yang membantu
menyelesaikan sengketa di antara para pihak. Dimana mediator adalah :
a. Seorang fasiliator yang akan membantu para pihak untuk
mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak. Mediator tidak akan membuat keputusan tentang mana yang salah atau benar, mengintruksikan para pihak tentang apa yang harus dilakikam atau memaksakann para pihak untuk melaksanakan kesepakatan. Segala bentuk komentar, pendapat, saran, pernyataan, atau rekomendasi yang dibuat oleh mediator, bila ada, tidak dapat mengikat para pihak.
b. Mediator tidak memberikan nasehat atau pendapat hukum.
c. Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum
terhadap salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atas kasus yang sama.
d. Para pihak paham bahwa agar proses mediasi dapat berjalan
dengan baik, maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur. Selanjutnya, segala bentuk komunikasi, negoisasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlakukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia. Oleh sebab itu Mediator tidak akan membicarakan atau menyampaikan hal-hal yang telah didiskusikan dalam proses mediasi ke pohak lain tanpa izin para pihak.
e. Apabila memdiator menganggap bahwa permasalahan tidak
dapat diselesaikan melalui proses mediasi, maka proses mediasi berakhir setelah mediator menyampaikan hal tersebut kepada para pihak.
Jadi, pada umumnya syarat-syarat menjadi seorang mediator adalah :
a. Mempunyai kemampuan dan keahlian sehubungan
keuangan dan atau hukum. Sedangkan mengenai syarat-syarat pengangkatan mediator dapat dipergunakan syarat-syarat pengangkatan arbiter sebagaimana terdaoat dalam Pasal 12 Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b. Tidak mempunyai benturan kepentingan finansial atau
kepentingan lain atas penyelesaian sengketa
c. Tidak mempunyai hubungan sedarah atau semenda
sampai dengan derajat kedua dengan nasabah atau
perwakilan nasabah dan bank.24
Dari penjelasan diatas mengenai unsur-unsur mediasi, dapat disimpulkan
bahwa unsur adalah sebagai berikut :25
1. Adanya pihak (dua atau lebih) yang bersengketa, jika dalam proses
mediasi hanya dijumpai satu pihak yang bersengketa, maka hal itu
menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur yang bersengketa.
2. Adanya unsur sengketa di antara para pihak.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian
4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
perundingan berlangsung
5. Mediasi bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Unsur tambahan lain yang terdapat dalam mediasi perbankan antara lain:
1. Sengketa yang dapat diajukan dalam mediasi perbankan adalah sengketa
keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.
24
Felix Oentong Soebagjo, Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang
Perbankan, Bahan diskusi Teratas “Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia dan
Pembentukan Lembaga Independen Mediasi Perbankan, dalam http://www.bapmi.org. Diakses tanggal 27 November 2014
25
2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil
penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.
3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh
kerugian immaterial. Yang dimaksud dengan kerugian immaterial adalah
kerugian karena pencemaran nama naik dan perbuatan yang tidak
menyenangkan.
C. Manfaat dan Tujuan Mediasi Perbankan
Bank indonesia telah menyediakan fasilitas lembaga mediasi perbankan
yang bertujuan untuk membantu para nasabah untuk dapat menyelesaikan
sengketanya kepada pihak bank. Sengeketa yang sering terjadi dalam dunia
perbankan adalah sengketa dalam persoalaan kredit, dimana permasalahan kredit
ini harus lah segera diselesaikan, karena dapat mengganggu kondisi bank tersebut.
Permasalahan sengketa diantara bank dan nasabah diaggap penting dan
harus segera diselesaikan, mediasi perbankan di harapkan dapat menyelesaikan
sengketa antara pihak bank dengan nasabah dengan cara yang cepat, sederhana,
dan biaya rinngan.
Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya,
karena para pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan
mereka secara adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal
pun, di mana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah
merasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak bertemu di dalam proses mediasi,
paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan
keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, namun mereka belum
menemukan format tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak.
Model utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan iktikad baik
para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan iktikad baik
ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya.
Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan
pihak ketiga.
Adapun beberapa karakteristik dari mediasi adalah sebagai berikut :
1. Interest accommodation/interest based-problem solving, penyelesaian
sengketa didasarkan pada terakomodasinya kepetingan-kepentingan
pihak-pihak yang bersengketa. Mekanisme ini lebih mengutamakan persamaan dari
pada perbedaan.
2. Voluntary and consensual, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan
sengketa dengan menempuh melalui mediasi bersifat sukarela dan telah
disepakati oleh pihak yang bersengketa.
3. Procedural flexibility, prosedur yang ditempuh dalam proses untuk mencapai
kesepakatan bersifat informal, mudah, tidak ada suatu proses yang baku atau
standar yang harus diterapkan seperti dalam proses litigasi di pengadilan atau
arbitrase. Pada mediasi, prosedurnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang
bersengketa dengan dibantu oleh Mediator.
4. Norm creating, penyelesaian sengketa tidak harus mengacu pada norma
hukum privat yang berlaku atau pada isi perjanjian atau kontrak yang menjadi
dapat membangun norma-norma baru yang disepakati para pihak sebagai
acuan untuk menyelesaikan sengketa mereka.
5. Person-centered, untuk dapat mencapai kesepakatan sangat tergantung dari
kemauan yang serius atau itikad baik dari para pihak untuk mencapai
kesepakatan. Kesepakatan tidak akan tercapai apabila dalam diri
masing-masing pihak masih ada keengganan untuk melanjutkan kerjasama.
6. Relationship-oriented, mekanisme mediasi dilaksanakan dalam hal para pihak
yang bersengketa masih saling menghargai atau setidaknya menilai bahwa
hubungan bisnis atau kerjasama diantara mereka masih bisa untuk dilanjutkan.
7. Future focus, mediasi berfokus untuk mencapai kesepakatan karena para pihak
memahami bahwa jika konflik terus berlanjut maka para pihak akan
mengalami kerugian.
8. Private and confidential, sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme
mediasi adalah terutama dalam wilayah sengketa pribadi yang tunduk pada
hukum perdata atau dagang. 26
Untuk tercapainya kesepakatan dalam mediasi atau mediasi bisa dikatakan
berhasil, Garry Goodpaster mengemukakan pendapatnya bahwa syarat-syarat agar
mediasi berhasil adalah sebagai berikut :
1. Para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang seimbang.
2. Para pihak menaruh perhatian terhadap kelanjutan hubungan
kerjasama dimasa depan.
3. Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran
kepentingan.
4. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan.
5. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan
mendalam.
6. Mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan
menyelesaikan persoalan mendesak.27
26
Arus Akbar Silondae, Andi Fariana Fathoeddin, Op.Cit. Hal 89-91
27
Mediasi perbankan dapat memberikan sejumlah manfaat antara lain:
1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif
murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.
2. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan
merekan secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.
3. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara
langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
4. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol
terhadap proses dan hasilnya.
7. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir
selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan
oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.28
Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan ini adalah agar
hak-hak nasabah dapat terpenuhi dengan baik dan setiap pihak-hak yang bersengketa dapat
mencapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Terciptanya Peraturan
Bank Indonesia ini tentang Mediasi Perbankan diharapkan akan mencitptakan
iklim perbankan yang semakin kondusif.
1. Tujuan Utama
a. Membantu mencarikan jalan keluar atau alternatif penyelesaian
sengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh pihak yang bersengketa.
b. Mencapai suatu penyelesaian masalah dan bukan kebenaran dan /
atau dasar hukum untuk diterapkan dalam suatu sengketa.
2. Tujuan Tambahan
a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai komunikasi yang
lebih baik antara para pihak yang bersengketa.
b. Menjadikan para pihak yanng bersengketa dapat mendengar,
c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah / bermusuhan antara para pihak.
d. Memahami kekurangan / kelebihan / kekurangan masing-masing,
dan hal ini diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari pihak-pihak yang bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat
diterima para pihak.29
D. Penyelesaian Sengketa Pada Perbankan Melalui Mediasi
Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali menimbulkan
perbedaan pendapat sehingga dapat terjadi sengketa antara bank dan nasabah.
Dalam kegiatan perkreditan juga tidak lepas dengan akan adanya sengketa antara
bank dan nasabah ini. Sengketa yang disebabkan debitur tidak dapat
mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada pihak bank. Sehingga terjadi
kredit macet dan pihak bank sebagai kreditur akan mengambil langkah-langkah
hukum untuk menyelesaikan kredit macet tersebut. Namun terjadinya kredit
macet bukan hanya terjadi oleh faktor nasabah saja, tetapi juga bisa terjadi dari
pihak bank yang salah menganalisa calon debiturnya
Proses mediasi perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah
apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan penyelesaian yang
diberikan oleh bank, namun terjadi nya sengketa antara pihak bank dan nasabah
terkadang juga tidak hanya semata-mata ada kesalahan dari pihak bank, tetapi
juga dari pihak nasabah.
Penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank perlu diupayakan
secara sederhana, murah dan cepat melalui mediasi perbankan. Mediasi Perbankan
merupakan proses penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank yang
difasilitasi oleh Bank Indonesia, untuk mencapai penyelesaian dalam bentuk
kesepakatan sukarela.
29
Mediasi perbankan merupakan penyelesaian sengketa yang murah, cepat
dan sederhana, karena mediasi perbankan tidak memungut biaya, jangka waktu
proses mediasi yang singkat paling lama 60 hari kerja dan proses mediasi
dilakukan secara informal atau dengan cara fleksibel.30
Penyelesaian sengketa melalui mediasi juga mampu mencakup masalah
prosedural dan psikologis yang tidak mungkin diselesaikan melalui jalur hukum.
Mediasi juga memberikan pihak-pihak didalamnya memiliki kontrol yang lebih
besar terhadap hasil sengketa. Dan juga, keputusan yang dihasilkan dapat
dilaksanakan dan berlaku tanpa mengenal waktu.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi juga mendorong terciptanya iklim
yang kondusif bagi para pihak yang bersengketa tetap dapat menjaga hubungan
kerjasama mereka yang sempat terganggu akibat adanya persengketaan diantara
mereka. Selain itu juga, putusan yang dihasilkan dari mediasi tersebut sifat nya
tidak memihak, namun bersifat sukarela yang telah disepakati dari masing-masing
pihak.
Proses penyelesaian sengketa pada perbankan melalui mediasi :
1. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi perbankan hanya sengketa
yang menyangkut aspek keperdataan dalam transaksi keuangan nasabah pada
bank, dengan ketentuan nilai sengeketa setinggi-tingginya adalah
Rp.500.000.000.
2. Sebelum melakukan proses mediasi, pihak nasabah dan bank harus
menandatangani perjanjian mediasi yang memuat tentang kesepakatan untuk
30
memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan persetujuan dari
kedua belah pihak untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi
3. Dalam mediasi akan ada pihak ketiga selaku mediator yang akan bersikap
netral, tidak memihak, memotivasi para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya, dan tidak memberikan rekomendasi atau keputusan. Hasil dari
penyelesaian terhadap sengketa tersebut merupakan harus kesepakatan antara
pihak nasabah dengan bank.
4. Apabila telah tercapai kesepakatan,maka dituangkan secara tertulis sebagai
suatu kesepakatan bersama dan para pihak akan menandatangani akta
kesepakatan.
5. Namun apabila tidak terjadi kesepakatan, maka para pihak dapat melakukan
upaya penyelesaian lanjutan melalui arbitrase atau pengadilan.31
Dalam proses mediasi tersebut, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Nasabah yang hendak mengajukan sengketanya kepada lembaga mediasi
perbankan Bank Indonesia ini terlebih dahulu memastikan bahwa
sengketanya memenuhi syarat untuk dapat diselesaikan melalui jalur mediasi
perbanbnhkan.
2. Dokumen disampaikan secara lengkap disertai data pendukung.
3. Telah mendapatkan informasi mengenai mediasi perbankan dari bank yang
bersangkutan.
4. Mematuhi hasil kesepakatan yang tertuang dalam akta kesepakatan.
31
E. Pengaturan Hukum Mengenai Mediasi Perbankan
Mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, antara lain
diatur dalam arbitrase dan mediasi seperti yang diatur dalam UU No. 30 tahun
1999. Pengaturan mediasi di pengadilan diatur dalam PERMA No. 2 tahun 2003.
Mediasi diatur dalam UU No.4 tahun 2004 pasal 16 ayat (2) tentang
kekuasaan kehakiman yang berbunyi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata dengan cara perdamaian.
UU No. 30 tahun 1990 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa,
yang lebih memperjelas keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga alternatif
penyelesaian sengketa. Sedangkan Mediasi Perbankan diatur dalam PBI No.
8/5/PBI/2006. 32
Sesuai dengan pasal 3 ayat 1 PBI No.8/5/PBI/2006, yang membentuk
lembaga mediasi perbankan independen adalah asosiasi perbankan. Asosiasi
perbankan yang membentuk lembaga mediasi perbankan independen dapat terdiri
dari gabungan asosiasi perbankan untuk menjaga indepedensinya. Bank Indonesia
harus mewajibkan seluruh bank untuk menjadi anggota dari lembaga mediasi
perbankan. Agar mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka Bank
Indonesia perlu membuat PBI tentang kewajiban Bank menjadi anggota lembaga
mediasi.
Dalam lembaga mediasi harus ada mediator independen yang dapat
memberikan saran sesuai dengan profesinya masing-masing, misalnya apabila ada
sengketa antara nasabah dengan bank, maka harus ada mediator yang ahli dalam
bidang perbankan.33
32
Muhammad Djumhana Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti ,Bandung 2006, Hal. 343
33
Pembentukan mediasi perbankan diharapkan akan memberikan nilai
positif baik bagi nasabah maupun bank, seoerti terciptanya keseimbangan
hubungan antara posisi nasabah dengan bank.34
Keberadaan Lembaga Mediasi Perbankan di Indonesia telah
disosialisasikan melalui Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006, tanggal 30
Januari 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.
10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran No. 8/14/DPNP
tanggal 1 Juni 2006, sehingga bank-bank di Indonesia telah dapat
menginformasikan kepada masyarakat umum dan juga nasabahnya tentang Bank
Indonesia yang menjalankan fungsi Mediasi Perbankan sebagai sarana yang
sederhana, murah, cepat dalam hal penyelesaian sengketa antara pihak nasabah
dan bank.35
Pengajuan penyelesaian sengketa yang dimaksud dapat disampaikan
kepada Bank Indonesia oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan
persyaratan sebagai berikut :
1. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul
dari transaksi keuangan.
2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil
penyelesaian pengaduan nasabah yang telah dilakukan oleh bank.
3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntuan finansial yang diakibatkan oleh
kerugian immaterial. Yang dimaksud dengan kerugian immaterial antara
lain adalah karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak
4. Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan jumlah
maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jumlah
tersebut dapat berubah kumulatif dari kerugian karena penundaan atau
tidak dapat dilaksanakan transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain,
dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan
penyelesaian sengketa.
5. Batas waktu pengajuan adalah paling lambat 60 hari kerja, yang dihitung
sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari bank.
6. Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga Mediasi
Perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir terlampir atau
dibuat sendiri oleh nasabah dan dilengkapi dokumen pendukung antara
lain :
a. Foto copy surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan Bank
kepada Nasabah.
b. Foto copy bukti identitas Nasabah yang masih berlaku.
c. Surat pernyataan yang ditandatanganii diatas materai yang cukup
bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah
mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau
lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam Mediasi
Perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.
d. Foto copy dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang
diajukan.
e. Foto copy surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa
f. Formulir yang telah diisi dan dilengkapi dokumen pendukung
disampaikan kepada Bank Indonesia yang berada di Jakarta bidang
Direktorat Investigasu dan Mediasi Perbankan.36
36
BAB III
TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PERBANKAN
A. Struktur Organisasi Bank Sumut
Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara didirikan pada tanggal 4
November 1961 dengan Akte Notaris Rusli Nomor 22 dalam bentuk Perseroan
terbatas dengan nama BPDSU. Pada tahun 1962 berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 tahun 1962 tentang ketentuan pokok Bank Pembangunan
DaerahTingkat 1 Sumatera Utara Nomor 5 tahun 1965.
Modal dasar pada saat itu sebesar Rp.100.000.000 dan sahamnya dimiliki
oleh Pemerintah Daerah Tingkat II se-Sumatera Utara. Pada tanggal 16 April
1999, berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 tahun 1999
bentuk badan dirubah kembali menjadi perseroan terbatas dengan nama Bank
Sumut. Perubahan tersebut ddituangkan dalam Akte Pendirian Alina Hanum
Nasution SH, dan telah mendapat pengesahan dari menteri Kehakiman Republik
Indonesia berdasarkan surat keputusan No. C-8224 HT.01.01.TH.99 tanggal 5
Mei 1999, serta diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia Nomor 54
tanggal 6 Juli 1999.
PT. Bank Sumut merupakan bank non devisa yang kantor pusatnya di
jalan Imam Bonjol No. 18 Medan. Adapun Visi daripada Bank Sumut yaitu
menjadi bank andalan untuk membantu mendorong pertumbuhan perekonomian
dan pembangunan daerah disegala bidang serta sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. 37
37
Wawancara dengan Bapak Ikhwan Simanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit (DPK), Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015.
Dalam menjalankan kehidupannya, PT. Bank Sumut telah berusaha untuk
mewujudkan visinya dengan cara memberikan bantuan kepada masyarakat yang
kurang mampu berupa bantuan beasiswa kepada anak yatim, bantuan kepada
anak-anak yang berada di panti asuhan, bantun kepada orang tua yang berada
dipanti jompo, bantuan kepada fakir miskin serta turut berpartisipasi dalam
pembangunan rumah ibadah dan kegiatan akademis, ibadah dan kegiatan
kemasyarakatan lainnya.
Misi daripada Bank Sumut ini yakni mengelola dana pemerintah dan
masyarakat secara profesional yang didasarkan pada prinsip-prinsip compliance
dan budaya dari perusahaan ini adalah yakni ingin memberikan pelayanan yang
terbaik bagi seluruh nasabahnya.38
PT. Bank Sumut berfungsi sebagai alat kelengkapan otonomi daerah
dibidang perbankan. PT. Bank Sumut sebagai penggerak dan pendorong lajunya
pembangunan di daerah, dan bertindak sebagai pemegang kas daerah yang
melaksanakan peenyimpanan uang daerah serta sebagai salah satu sumber
pendapatan asli daerah dengan melakukan kegiatan usaha sebagai Bank umum
seperti yang dimaksudkan pada Undang-Undang Nomor. 7 tahun 1992, tentang
perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998.
Perorganisasian adalah suatu aktivitas yang menghasilkan suatu struktur
organisasi. Organisasi adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh
orang-orang yang bekerja didalamnya. Struktur adalah susunan dari suatu bidang
pekerjaan yang akan diduduki sesuai dengan keahlian masing-masing. Jadi
38