Rika Yulita Sari
ABSTRAK
PENGARUH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN
THINK PAIR SHARE (TPS)
Oleh Rika Yulita Sari
Pengelolaan proses pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik merupakan titik
awal keberhasilan pembelajaran yang muaranya akan meningkatkan prestasi belajar
siswa. Untuk meningkatkan kualitas berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa,
maka perlu untuk mengubah proses belajar mengajar dan merubah
komponen-komponen yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar itu sendiri. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap hasil
belajar kognitif siswa melalui pembelajaran Think Pair Share. Penelitian ini dilakukan di SMP Wiyatama Bandar Lampung dengan fokus bahasan materi
penelitian pada hukum newton. Penelitian ini menggunakan desain tipe One-Shot Case Study. Sampelpenelitian ini diambil secara purposive. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes berupa soal essay. Data hasil penelitian, dianalisis dengan uji normalitas, linearitas dan uji regresi linear sederhana. Hasil
Rika Yulita Sari
antara kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif siswa SMP melalui
pembelajaran TPS. Besarnya persentase pengaruh berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif adalah 87,4% .
Kata kunci : Kemampuan Berpikir Kritis, Hasil Belajar Fisika, Model Cooperative Learning, Think Pair Share (TPS)
PENGARUH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN
THINK PAIR SHARE (TPS)
Oleh
RIKA YULITA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : PENGARUH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA MELALUI
PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE(TPS)
Nama Mahasiswa : Rika Yulita Sari
Nomor Pokok Mahasiswa : 0913022104
Program Studi : Pendidikan Fisika
Jurusan : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Undang Rosidin, M.Pd. Viyanti, S.Pd., M.Pd.
NIP. 19600301 198503 1 003 NIP. 19800330 200501 2 001
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswita, M. Si.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Undang Rosidin, M.Pd.
Sekretaris : Viyanti, S.Pd., M.Pd.
Penguji
Bukan Pembimbing : Drs. I Putu Dewa Nyeneng, M.Sc.
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Bujang Rahman, M.Si.
NIP 19600315 198503 1 003
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah:
Nama : Rika Yulita Sari
NPM : 0913022104
Fakultas/Jurusan : FKIP/P. MIPA Program Studi : Pendidikan Fisika
Alamat : Jl. P. Polim Gg Mawar Putih 3 No. 31 Bandar Lampung
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam acuan naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Bandar Lampung, 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunung Raya, pada tanggal 04 Juli 1991 anak kesatu dari
tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zulhadi Efendi S.Pd dan Ibu Rosdawati.
Penulis mengawali pendidikan formal Pada tahun1997 di SD Negeri 1 Gunung
Raya, diselesaikan tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di
SLTP Negeri 10 Bandar Lampung hingga tahun 2006, kemudian penulis
melanjutkan pendidikannya di SMA Perintis 1 Bandar Lampung, diselesaikan
pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis diterima dan terdaftar sebagai
mahasiswa program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.
Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di
SMP PGRI 2 Merbau Mataram Desa Karang Raja Kecamatan Merbau Mataram
Kabupaten Lampung Selatan. Dan pada tahun 2013 penulis melaksanakan
MOTTO
“Allah tidak membebani suatu kaum melainkan dengan kesanggupannya . . .” (Q.S. Al-Baqarah: 286)
Gagal melakukan hal-hal besar itu lebih terhormat dari pada berhasil melakukan hal-hal kecil, karena orang yang gagal melakukan hal-hal yang besar
sudah pasti berhasil melakukan hal-hal kecil” (Mario Teguh)
“Tuliskan rencana kita dengan sebuah pensil, tetapi berikan penghapusnya kepada
Allah. Izinkan Dia menghapus bagian-bagian yang salah dan menggantikan dengan rencana-Nya yang indah di dalam hidup kita, karena Allah selalu tahu apa
yang kita butuhkan, bukan apa yang kita minta, dan Allah tidak henti-hentinya
memenuhi kebutuhan seseorang, selama ia memenuhi kebutuhan saudaranya.”
(HR. Thabrani)
“Jangan cepat menyerah dengan keadaan, berusaha dan berjuanglah semaksimal mungkin karena hidup adalah perjuangan dan kembalikan
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Penulis persembahkan karya
sederhana ini sebagai tanda cinta dan terima kasih penulis kepada:
1. Ayah penulis Zulhadi Efendi S.Pd dan Ibu Rosdawati tercinta, yang selalu
memperjuangkan masa depan, yang telah lama menantikan keberhasilan
penulis, yang tak pernah lupa menyebut nama penulis dalam setiap doa, yang
tak pernah lelah memperhatikan, dan yang selalu mendukung penulis.
Semoga Allah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bisa selalu
membahagiakan kalian.
2. Adik–adik penulis ‘‘Anhar Jaya Putra dan Ela Tri Ani.’’ yang selalu
memberikan motivasi, dukungan, dan doa bagi penulis.
3.
Keluarga besar terima kasih untuk do’a, dukungan, dan kebersamaan yangselalu dihadirkan.
4.
Keluarga besar Pendidikan Fisika 2009 terima kasih untuk do’a, dukungan,dan kebersamaan yang selalu dihadirkan.
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena kasih sayang dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Universitas
Lampung.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
3. Bapak Dr. Agus Suyatna, M. Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika.
4. Bapak Dr. Undang Rosidin, M. Pd., selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
5. Ibu Viyanti, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing Akademik dan sekaligus
Pembimbing II atas keikhlasannya memberikan bimbingan, saran, dan
motivasi.
6. Bapak Drs. I Putu Dewa Nyeneng, M.Sc., selaku pembahas yang banyak
memberikan kritik serta masukan yang bersifat positif dan konstruktif.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Pendidikan MIPA.
8. Ibu Hj. Kusmijati, S.Pd., selaku Kepala SMP Wiyatama Bandar Lampung
9. Ibu Susy, S.Pd., selaku Guru Mitra dan murid-murid kelas VIII c SMP
Wiyatama Bandar Lampung atas bantuan dan kerjasamanya.
10.Bapak dan ibu tercinta adalah inspirator terbesar dalam hidup penulis, terima
kasih untuk perhatian, doa dan kasih sayang yang tak terhingga selama ini..
11.Teman seperjuangan di P. Fisika’09
12.Seluruh keluarga P. Fisika bersatu semoga selalu menjadi keluarga besar.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua,
serta berkenan membalas semua budi yang diberikan kepada penulis dan semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandarlampung, Juni 2013 Penulis
3. Uji regresi linear sederhana ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 29
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 29
1.1 Uji validitas ... 29
1.2 Uji Reliabilitas ... 30
2. Uji Normalitas ……... 31
3. Uji linieritas ... 32
4. Uji regresi linier sederhana……… 32
B. Pembahasan ... 33
1. Kemampuan Berpikir Kritis... 33
2. Hasil Belajar Kognitif ... 34
3. Pengaruh Kemampuan Berpikir Kritis terhadap hasil kognitif melalui pembelajaran TPS ……… 36
6. Lembar Kerja Kelompok Hukum Newton………. 66
7. Rubrik-Rubrik Penilaian... 79
8. Buku Siswa... 82
9. Data hasil analisis Kemampuan berpikir kritis……….. 91
10. Data Analisis Hasil Belajar Kognitif..………92
11. Data Hasil Uji Instrumen Soal……… .. 93
12. Hasil Validitas Kemampuan Berpikir Kritis……….. 94
13. Hasil Validitas Hasil Belajar Kognitif……….. 95
15. Hasil Reliabilitas Hasil Belajar Kognitif……….. . 97
16. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis………. 98
17. Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Kognitif……….. 99
18. Hasil Uji linieritas……….…………..………….. 100
19. Hasil Uji regresi linear sederhana.……… 102 20. Surat Keterangan Penelitian Pendahuluan
21. Surat Keterangan Izin Penelitian
i
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Aspek keterampilan berpikir kritis ... 9
2. Interpretasi ukuran kemantapan nilai alpha ... 25
3. Kategori berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa ……….. 26
4. Hasil uji validasi soal kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
kognitif……….………. 30
5. Hasil uji reliabilitas soal kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
kognitif……….………. 30
6. Hasil uji normalitas skor postest kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
kognitif………..… 31
7. Hasil uji linieritas data……….…. 32
8. Hasil uji regresi pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram kerangka pemikiran ... 20
2. Desain penelitian One-shot case studyt ... 22
3. Grafik persentase posttest kemampuanberpikir kritis ………... 34
4. Grafik persentase posttest hasil belajar kognitif siswa….…... 35
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan pokok dalam proses pembelajaran saat ini yaitu kesulitan
siswa dalam menerima, merespon, serta mengembangkan materi yang diberikan
oleh guru. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik apabila di
dalamnya terdapat kesiapan antara guru dengan siswa. Guru sebagai fasilitator
dituntut untuk bisa membawa siswanya ke dalam pembelajaran yang aktif,
inovatif dan menyenangkan, sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran dan
dapat menjangkau semua sudut kelas. Bukan merupakan pembelajaran
konvensional yang selama ini berpusat pada guru, karena akan terkesan
merugikan siswa, terutama siswa yang berkemampuan rendah karena cenderung
jenuh dalam pembelajaran.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru bidang studi fisika di
SMP Wiyatama pembelajaran fisika yang dilakukan memang masih
menitikberatkan guru sebagai peran utama dalam pembelajaran. Guru lebih
banyak menjelaskan, memberikan contoh soal dan kemudian siswa mencatat serta
mendengarkan. Sesuai dengan hasil observasi tersebut, diketahui bahwa siswa
kurang aktif dalam berpikir kritis. Selain itu, siswa juga kurang paham dalam
2
Hal ini dapat diketahui dari hasil belajar siswa pada ulangan harian pertama yang
rendah dan masih banyak siswa belum mencapai KKM yang ditetapkan disekolah.
Nilai rata-rata pada ulangan hari pertama yang diperoleh kelas VIIIc adalah 52.07.
Nilai tersebut belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata
pelajaran IPAyang ditetapkan sekolah yaitu 65. Siswa yang nilainya >60
sebanyak 25.00 % dan sebanyak 75.00 % lainnya belum mencapai KKM.
Faktor penyebab dari rendahnya hasil belajar siswa antara lain adalah kurangnya
keterlibatan siswa dalam proses belajar. Selain itu, model pembelajaran yang
kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik, misalnya kebisingan atau keributan sering mendominasi
situasi kelas yang membuat siswa menjadi kurang tertarik dan tidak terpusat pada
pelajaran saat pembelajaran berlangsung .
Menanggulangi permasalahan tersebut, diperlukan model pembelajaran yang tepat
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran dengan penyajian materi yang
menarik yang lebih dominan melibatkan siswa sehingga siswa dapat lebih aktif
dalam proses pembelajaran yang lebih mengedepankan berpikir kritis, dimana
siswa dituntut memperoleh pengalaman secara langsung dan menemukan sendiri
maupun dari kelompok ilmu pengetahuan yang terjadi di lingkungan sekitar.
Dewasa ini berbagai model dan metode pembelajaran yang telah dikembangkan
dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam
3
Model pembelajaran ini terdiri dari 3 tahap yaitu berpikir (thinking), berpasangan (Pairing) dan berbagi (sharing).
Model pembelajaran ini dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran,
membiarkan siswa menemukan gagasan/ide melalui diskusi kelompok,
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi, meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa, membuat seorang siswa dapat belajar dari siswa
lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan
di depan kelas. Selain itu, model pembelajaran TPS juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas
sehingga terbentuk pemahaman terhadap sebuah konsep, yang diharapkan
menimbulkan berpikir kritis sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Selain itu pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tetapi berpusat pada siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti telah melakukan
penelitian mengenai seberapa besar pengaruh berpikir kritis terhadap hasil belajar
kognitif siswa melalui pembelajaran TPS.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Adakah pengaruh yang positif dan
signifikan antara kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif siswa
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui pengaruh kemampuan berpikir kritis
terhadap hasil belajar kognitif siswa melalui pembelajaran TPS.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat menjadi alternatif baru bagi guru dalam menyajikan materi
pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa.
2. Diharapkan dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam
kegiatan belajar untuk meningkatkan hasil belajar.
E.Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan bernalar dan berpikir
reflektif yang difokuskan untuk memutuskan hal-hal yang diyakini dan
dilakukan. Pada penelitian ini indikator pencapaian keterampilan berpikir kritis
siswa SMP meliputi: memberikan penjelasan dasar, membangun keterampilan
dasar, dan menyimpulkan
2. Hasil belajar suatu gambaran kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Pada penelitian ini hasil belajar yang digunakan difokuskan
5
3. Pembelajaran TPS adalah suatu strategi diskusi kooperatif. Model
pembelajaran ini terdiri dari 3 tahap yaitu berpikir (Thinking), berpasangan (Pairing) dan berbagi (Sharing). Pada penelitian ini yaitu: 1). Guru
mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian
siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri
untuk beberapa saat; 2). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain
untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama; 3).
Guru meminta kepada beberapa pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas
tentang apa yang telah didiskusikan.
4. Materi pokok dalam penelitian ini adalah Hukum I Newton, Hukum II Newton,
6
II. KERANGKA TEORETIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Berpikir Kritis
Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan
tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir kritis siswa
merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercaya dan diyakininya dalam
memecahkan masalah. Menurut Suryabrata (2001: 54) menyatakan bahwa:
Berpikir adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan seseorang. Bagian pengetahuan tersebut, yaitu sesuatu yang telah dimiliki, yang berupa pengertian-pengertian dan dalam batas tertentu juga tanggapan-tanggapan.
Berpikir dapat diartikan pula dengan meletakkan hubungan antara bagian-bagian
pengetahuan. Pengetahuan ini berupa pengertian dalam tertentu. Pengertian akan
menghasilkan tanggapan-tanggapan yang berbeda pada setiap orang. Dalam arti
bergantung pada pengetahuannya. Pola pikir tinggi dibentuk berdasarkan cara
berpikir kritis dan kreatifitasnya. Sebagian dari orang tua dan pendidik sepakat
bahwa dalam masyarakat sekarang anak-anak sangat membutuhkan keahlian pola
7
Berpikir kritis dapat terjadi bila mendapatkan rangsangan dari luar sehingga dapat
memberikan arahan dalam berpikir dan bekerja. Maksudnya tidak hanya
memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain
menggunakan bukti dan logika. Johnson (2009: 48) mendefinisikan berpikir kritis
sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri.
Spliter dalam Komalasari (2010: 267) mengemukakan bahwa keterampilan
berpikir kritis adalah keterampilan bernalar dan berpikir reflektif yang difokuskan
untuk memutuskan hal-hal yang diyakini dan dilakukan.
Suatu aktifitas kogitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar maka dapat
dikatakan berpikir kritis dimana berpikir kritis salah satu jenis berpikir konvergen.
Menurut Setiono ( 2007: 30) yang menyatakan bahwa Berpikir kritis adalah salah
satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Kemampuan
berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir
kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar.
Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti
memperhatikan, mengkategorikan, menyeleksi, dan menilai/memutuskan.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir
dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang
lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat
dibutuhkan dalam pembelajaran.
Berdasarkan dua kutipan di atas dapat dianalisis bahwa berpikir kritis adalah
8
dalam memecahkan masalah dimana berpikir kritis itu salah satu jenis berpikir
yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik.
Ada beberapa indikator berpikir kritis. Ennis dalam Aryati (2009: 3),
mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya dalam lima
besar aktivitas sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: (a) memfokuskan pertanyaan;
(b) menganalisis pertanyaan dan bertanya; (c) menjawab pertanyaan tentang
suatu penjelasan atau pernyataan.
2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas : (a) mempertimbangkan
apakah sumber dapat dipercaya atau tidak; (b) mengamati serta
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan: (a) mendeduksi atau
mempertimbangkan hasil deduksi; (b) meninduksi atau mempertimbangkan
hasil induksi; (c) membuat serta menentukan nilai pertimbangan
4. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas: (a) mengidentifikasi
istilah-istilah dan definisi pertimbangan serta dimensi; (b) mengidentifikasi asumsi
5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas: (a) menentukan tindakan; (b)
berinteraksi dengan orang lain
Berdasarkan dua kutipan di atas dapat dianalisis bahwa berpikir kritis adalah
siswa dapat merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercaya dan diyakininya
dalam memecahkan masalah dimana berpikir kritis itu salah satu jenis berfikir
9
Mengenai berpikir kritis dibagi dalam dua aspek besar dimana aspek tersebut
meliputi aspek pembentukan watak dan aspek keterampilan. Menurut Tresnawati
(2010: 19) mengembangkan berpikir kritis kedalam dua aspek besar yaitu:
Aspek pembentukan watak (disposition), yang terdiri dari komponen : a) mencari sebuah pertanyaan yang benar dari pertanyaan, b) mencari alasan, c) mencoba untuk memperoleh informasi yang baik, d) menggunakan sumber yang dapat dipercaya dan menyebutkannya, e) memasukkan informasi/ sumber ke dalam laporan, f) mencoba mempertahankan
pemikiran yang relevan, g) menjaga pikiran tetap dalam focus perhatian, h) melihat beberapa alternatif, i) menjadi berpikir terbuka, j) menga sebuah posisi ketika fakta dan alasan sesuai, k) mencari keakuratan subjek secara benar, l) mengikuti sebuah kebiasaan yang teratur, m) menjadi lebih respon dalam merasakan tingkatan pengetahuan dan pengalaman. Selanjutnya adalah aspek keterampilan (ability): keterampilan berpikir kritis yang ditinjau untuk siswa SMP meliputi 3 keterampilan, 4 sub keterampilan, dan 6 indikator.
Keterampilan berpikir kritis seperti diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis yang Diamati
Keterampilan Berpikir
1. Menganalisis argument 1. Mencari persamaan dan perbedaan
3. Menyimpulkan 3. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
3. Berhipotesis 4. Menggeneralisasi
10
Selain indikator berpikir kritis, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
memiliki ciri-ciri tersendiri. Ada pula ciri-ciri dari berpikir kritis yang
dikemukakan Kirschenbaum dalam Zuchdi (2008: 49-50) menyatakan:
Ciri-ciri orang yang berpikir kritis adalah: mencari kejelasan pernyataan atau pertanyaan; mencari alasan; mencoba memperoleh informasi yang benar; menggunakan sumber yang dapat dipercaya; mempertimbangkan seluruh situasi; mencari alternatif; bersikap terbuka; mengubah pandangan apabila ada bukti yang dapat dipercayai; mencari ketepatan suatu
permasalahan, sensitif terhadap perasaan, tingkat pengetahuan, dan tingkat kecanggihan orang lain. Ciri tersebut hanya dapat dikembangkan lewat latihan yang dilakukan secara terus-menerus, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Berpikir kritis dapat mengarah pada pembentukan sifat bijaksana.
Berdasarkan uraian di atas dapat dianalisis bahwa untuk mengukur kemampuan
berpikir kritis siswa meliputi: kemampuan mendefinisikan masalah, kemampuan
menyeleksi informasi untuk pemecahan masalah, kemampuan merumuskan
hipotesis, dan kemampuan menarik kesimpulan.
2. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan dalam suatu pembelajaran, maka
guru harus bisa memilih dan menetapkan model atau strategi yang optimal.
Dengan itu, guru harus menetapkan model dan strategi yang tepat.
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikembangkan oleh Frank Lyman diuniversitas Maryland tahun 1981, yang disampaikan kembali oleh Nurhadi
(2004: 23)
11
Hal ini didukung dengan Lie (2002: 56) yang menyatakan:
TPS atau berpikir-berpasangan-berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisonal. Struktur ini menghendaki siswa bekerja sama saling membantu dalam kelompok kecil (2-5 anggota) dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individu.
Dalam pembelajaran TPS siswa menjadi aktif dan interaktif dikelas. Dasar tujuan pembelajaran kooperatif model TPS adalah mengembangkan partisipasi siswa dalam kelas melalui diskusi baik dengan pasangan maupun kelas. Melalui model
pembelajaran ini siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya agar dapat
menghasilkan ide- ide yang berkualitas.
Berdasarkan dua kutipan di atas maka dapat dianalisis bahwa dalam pembelajaran
TPS jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sehingga siswa menjadi aktif dan interaktif.
Tahap dalam TPS terdiri dari tiga yaitu berpikir, berpasangan, dan berbagi. Menurut Ibrahim (2000: 26), yaitu;
Thinking (berfikir), siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan yang diberikan oleh guru, Pairing (berpasangan), siswa berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikan apa yang telah dipikirkan secara individual.
Share (berbagi), pasangan diminta mempresentasikan atau berbagi dengan seluruh kelas dari apa yang telah dibicarakan dalam kelompok.
Tahap pertama, guru mengajukan pertanyaan isu yang berhubungan dengan
pelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan atau
isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap kedua, guru meminta
siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang
dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi
12
berpasangan. Tahap ketiga, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan
seluruh kelas tentang apa yang mereka bicarakan. Ini dapat dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai dengan sekitar
seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Lebih lanjut Lyman dalam Depdiknas (2003: 25) membagi langkah-langkah
dalam pembelajaran TPS sebagai berikut:
1.Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai; (2) Siswa diminta untuk berfikir tentang materi yang disampaikan; (3) Siswa diminta berpasangan dan berdiskusi; (4) Tiap pasangan mengemukakan hasil diskusinya; Guru memimpin diskusi; (5) Guru menambah materi yang belum diungkapkan siswa; (6) Guru memberi kesimpulan.
Berdasarkan dua kutipan di atas maka dapat dianalisis bahwa pembelajaran
dengan menggunakan model TPS memberikan peluang kepada para siswa untuk dapat mendiskusikan ide-ide yang mereka miliki dalam rangka menyelesaikan
masalah yang disajikan guru dengan pasangannya.
TPS yaitu teknik yang dikembangkan oleh Frank Lyman Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain.
Keunggulan dan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi
kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan
menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2006).
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa pendekatan, salah satunya
ialah TPS. Strategi TPS tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Strategi ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskusi
13
perlu dilakukan di dalam setting seluruh kelompok. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk
berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Strategi TPS yang digunakan oleh para guru menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap-1: Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran
kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara
mandiri untuk beberapa saat.
Tahap-2: Pairing
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa
yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan
dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika
suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5
menit untuk berpasangan.
Tahap-3: Share
Pada tahap ini, guru meminta kepada beberapa pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah didiskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan pekerjaannya. (Ibrahim, 2006: 27).
Kegiatan “berpikir-berpasangan-berbagi” dalam model TPS memberikan
keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya
masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Ibrahim (2006), akuntabilitas berkembang karena
14
(berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus
berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong
setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak
pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena
pasangannya.
Berdasarkan kutipan di atas dapat dianalisis TPS suatu strategi kooperatif dimana
TPS membantu struktur diskusi, meningkatkan partisipasi siswa,siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial sesama siswa dan guru. TPS memiliki tiga tahapan yaitu: (1) guru mengemukakan suatu pertanyaan; (2) siswa berpikir
secara individu kemudian siswa mendiskusikan dengan kelompok masing-masing;
(3) siswa berbagi jawaban dengan anggota kelompok yang lain.
3. Hasil Belajar Kognitif
Hasil belajar siswa berkaitan dengan cara siswa menangkap dan memahami isi
materi yang disampaikan oleh guru. Hasil belajar siswa dapat diketahui setelah
proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010: 3-4):
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa tingkat perkembangan
siswa tampak pada evaluasi hasil belajar siswa, hasil belajar diperoleh setelah
berakhirnya proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan proses penilaian yang
15
telah diterima siswa. Dari hasil penilaian tersebut guru dapat mengevaluasi sistem
mengajar yang telah ia lakukan untuk mengetahui berapa persen hasil dari metode
yang ia terapkan saat itu. Dari hasil belajar tersebut siswa juga dapat mengetahui
kesalahan serta kekurang pahaman meteri yang diajarkan untuk didiskusikan
bagian yang ia tidak mengerti berdasar kemampuan yang ia miliki.
Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung dari aktivitas belajar siswa itu
sendiri. Karena aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan daya serap siswa
terhadap pelajaran yang diterimanya. Sehingga keberhasilan proses belajar
mengajar diukur dari hasil yang diperoleh siswa dalam pembelajaran.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2010: 121):
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan kutipan di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir
atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak
ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk mengetahui
keberhasilan dalam belajar diperlukan adanya suatu pengukuran hasil belajar yaitu
melalui suatu evaluasi atau tes dan dinyatakan dalam bentuk angka.
Setiap proses pembelajaran akan mencapai suatu puncak kegiatan dengan
melakukan pengukuran terhadap proses pembelajaran tersebut. Proses pengukuran
ini membantu untuk mengetahui hasil belajar setelah dilangsungkannya
pembelajaran. Sedangkan menurut Slameto (2008: 131) hasil belajar itu sendiri
16
(kognitif); b) Kepribadian atau sikap (afektif); c) Keterampilan atau penampilan
(psikomotor). Sedangkan hasil belajar dalam kecakapan kognitif menurut Dimyati
dan Mudjiono (2010: 10) memiliki beberapa tingkatan, yaitu: a). Informasi non
verbal, b). Informasi fakta dan pengetahuan verbal, c). Konsep dan prinsip, d).
Pemecahan masalah dan kreatifitas.
Berdasarkan dua kutipan di atas bahwa hasil belajar diakhir dari suatu proses
pembelajaran, maka siswa akan memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar
tampak apabila terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati
dan diukur dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Nilai aspek
kognitif diperoleh dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis
siswa yang dievaluasi di setiap akhir pembelajaran. Hasil evaluasi kemudian
dianalisis dan disajikan dalam bentuk hasil belajar siswa
Sasaran penilaian dalam evaluasi hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah. Menurut
Daryanto (2010: 100) ada tiga ranah yang menjadi sasaran dalam evaluasi hasil
belajar yaitu “ ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor”. Namun dalam
penelitian ini hasil belajar siswa dibatasi pada ranah kognitif saja. Selanjutnya
adapun aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang diantaranya: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (aplication), analisis
(analysis), sintsis (syntesis), dan evaluasi penilaian (evaluation).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dianalisis bahwa keberhasilan proses
belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang
diperoleh oleh siswa. Selain itu, nilai aspek kognitif diperoleh dari pengetahuan,
17
pembelajaran. Hasil evaluasi kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk
hasil belajar siswa. Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu pembelajaran
pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan seseorang yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diukur dengan menggunakan tes
hasil belajar.
Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan.
Dengan adanya tes maka siswa akan mengetahui tingkat pengetahuan yang
dimilikinya.
B.Kerangka Pikir
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh berpikir kritis
siswa SMP terhadap hasil kognitif menggunakan model pembelajaran TPS.
Pelajaran fisika dianggap sebagai pelajaran yang rumit karena memuat banyak
rumus dan fenomena-fenomena abstrak. Siswa mengalami kesulitan untuk
memahami konsep jika pembelajaran di kelas hanya berupa penyampaian materi
yang monoton. Menyoroti hal tersebut maka diperlukan inovasi dalam
pembelajaran untuk membantu siswa. Salah satu cara adalah mengembangkan
keterampilan berpikir kritis guna mempermudah siswa dalam memecahkan
persoalan-persoalan dalam pelajaran fisika.
Keterampilan berpikir kritis memerlukan model pembelajaran yang berpusat pada
siswa dan memberi kesempatan bagi siswa untuk mengemukakan
18
tepat dapat menggali keterampilan berpikir kritis siswa secara efektif. Model
pembelajaran yang digunakan hendaknya senantiasa merangsang siswa untuk
berpikir kritis sehingga turut meningkatkan hasil belajar fisika siswa.
Keberhasilan belajar fisika sangat ditentukan oleh model pembelajaran yang
diterapkan oleh guru di dalam kelas. Model pembelajaran tersebut tentu saja harus
ada interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa.
Interaksi yang baik juga menghendaki suasana pembelajaran yang tidak
membosankan dan memicu semangat siswa sehingga tercapai tujuan dari
pembelajaran tersebut. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat
mengembangkan keterampilan-keterampilan intelektual dengan model
pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe salah satunya pembelajaran kooperatif TPS yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil kognitif siswa. Model pembelajaran TPS
akan menciptakan kondisi belajar siswa yang efektif. Dengan berfokus pada
keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, siswa dituntut berpikir
secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan
secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Dimana dalam model pembelajaran ini siswa belajar sesuai dengan
kemampuannya sehingga masing-masing siswa mempunyai kesempatan yang
sama untuk sukses. Di dalam pelaksanaannya hal pertama yang dilakukan adalah
guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran, kemudian
19
beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah
informasi yang dia dapat. Lalu guru meminta siswa duduk berpasangan dengan
siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama.
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya.
Tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan
seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan
dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar
seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil diskusi
mereka.
Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap teliti, kreatif, tekun/ulet,
objektif/jujur, dan juga menghormati pendapat orang lain. Keunggulan dari Model
pembelajaran TPS adalah optimalisasi partisipasi siswa dan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada
orang lain sehingga dapat meningkatkan kreativitas, berpikir krtitis dan
kemampuan kognitif pada siswa.
Penelitian ini menggunakan tiga bentuk variabel penelitian , yaitu variabel bebas,
variabel terikat, dan variabel moderator. Sebagai variabel bebas adalah berpikir
kritis (X), variabel terikatnya adalah hasil belajar kognitif siswa (Y), sedangkan
variabel moderator adalah Model pemebelajaran TPS. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hubungan variabel bebas dan variabel terikatnya
serta variabel moderator maka dapat dijelaskan dalam Diagram kerangka
20
Gambar 1.Diagram Kerangka Pemikiran Keterangan:
X = berpikir kritis
Y = hasil belajar kognitif siswa Z = Model pembelajaran TPS.
r = pengaruh berpikir kritis terhadap hasil kognitif siswa
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian ini yang akan diuji adalah:
Ho : Tidak ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif
melalui pembelajaran TPS.
H1 : Ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif
melalui pembelajaran TPS.
X Y
Z
III. METODE PENELITIAN
A.Populasi Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu
seluruh siswa kelas VIII SMP Wiyatama Bandar Lampung pada semester genap
Tahun Pelajaran 2013/2014.
B.Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan populasi yang terdiri dari 4 kelas kemudian dipilih 1 kelas sebagai sampel dengan
anggapan siswa pada kelas tersebut dapat dilakukan pengukuran terhadap variabel
penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan dan dari hasil pengukuran
tersebut akan diperoleh data yang benar. Sampel yang diperoleh adalah siswa
kelas VIIIc SMP Wiyatama Bandar Lampung semester genap Tahun Pelajaran
2013/2014. Dengan jumlah siswa laki-laki 17 orang dan perempuan 17 orang.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah studi eksperimen dengan menggunakan sebuah kelas yang
menjadi populasi sekaligus sampel dalam penelitian. Kelas tersebut diberikan
22
yang diberi perlakuan dan selanjutnya diberikan soal ujian akhir (posttest) untuk melihat hasil belajar. Secara prosedur rancangan desain penelitian pola seperti
ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Desain Penelitian One-Shot case Study
Keterangan:
X = kemampuan berpikir kritis O = Posttest hasil belajar kognitif
(Sugiyono, 2010: 110)
Kelas yang menjadi sampel yaitu VIIIc diberikan perlakuan yaitu penerapan
pembelajaran dengan model TPS. Kemudian pada akhir pembelajaran, siswa diberikan postest ( tes akhir ) dalam bentuk soal essay.
D.Variabel Penelitian
Variabel penelitian ada tiga yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel
moderator. Variabel bebasnya adalah berpikir kritis, variabel terikatnya adalah
kemampuan hasil kognitif siswa, dan variabel moderator adalah pembelajaran
TPS.
E.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Instrumen untuk
mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dan untuk mengukur hasil belajar
kognitif siswa adalah soal tes berbentuk essay. Tes ini digunakan pada saat postest
23
F. Analisis Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih
dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.
1. Uji Validitas
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium,
dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan).Untuk menguji validitas
instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= Koefisien korelasi yang menyatakan validitas
= Skor butir soal = Skor total
= Jumlah sampel
(Arikunto, 2008: 72)
Diketahui dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total
lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika
korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut
dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabeldengan α = 0,05 maka koefisien
24
Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. (Sugiyono, 2010: 188)
Berdasarkan kutipan di atas jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari
0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar
butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak
valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka koefisien korelasi tersebut
signifikan. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriteria uji bila correlated item – total correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data tersebut kuat (valid).
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat
Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas
dapat digunakan rumus alpha, yaitu:
∑
Keterangan :
r11 = reliabilitas yang dicari
Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item
σt2 = varians total
(Arikunto, 2008: 109)
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran
dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk
25
dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala alpha cronbach’s 0 sampai 1.
Menurut Sayuti dalam Saputri (2010: 30), instrumen dinyatakan reliabel jika
mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemanta-pan alpha
yang diinterprestasikan sebagai berikut:
Tabel 2. Interpretasi ukuran kemantapan nilai alpha
Nilai Alpha Cronbach’s Keterangan
0,00-0,20 kurang reliabel.
0,21-0,40 agak reliabel.
0,41-0,60 cukup reliabel.
0,61-0,80 reliabel.
0,81-1,00 sangat reliabel.
Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian instrumen akan diujikan kepada sampel
penelitian. Skor total setiap siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor setiap nomor
soal.
G.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data
berbentuk tabel yang diperoleh dari skor postest untuk kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa.
H.Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Analisis Data
Proses analisis untuk berpikir kritis dan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
a. Skor yang diperoleh dari masing-masing siswa adalah jumlah skor dari setiap
26
b. Persentase pencapaian hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus:
∑
Adapun kategori hasil belajar ranah kognitif siswa disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kategori Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa
Nilai Kategori
Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir dari kedua variabel tersebut,
menggunakan program komputer. Pada penelitian ini uji normalitas digunakan
dengan uji kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji
normalitas, dihitung menggunakan program program komputer dengan metode
kolmogorov smirnov berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai signifikasi. Data dikatakan memenuhi asumsi normalitas jika pada Kolmogorov-Smirnov
maupun Shapiro-Wilk nilai sig. > 0.05. 2. Uji Linieritas
Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode
Test for Linearity pada taraf signifikan 0, 05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05
27
3. Uji Regresi linear sederhana
Uji regresi linear sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan regresinya. Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi
nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui
arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah positif atau
negatif.
Dengan:
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑ ∑
Priyatno (2010: 55)
Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Reggression Linear. Adapun hipotesis penelitian yang telah diuji adalah:
Ho = Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan berpikir kritis terhadap hasil
belajar kognitif siswa SMP melalui model pembelajaran TPS.
H1 = Ada pengaruh yang positif dan signifikan berpikir kritis terhadap hasil
belajar kognitif siswa SMP melalui model pembelajaran TPS. Kriteria pengujian:
Jika lebih kecil dari , maka Ho diterima, dan ditolak. Dan jika
28
Berdasarkan tingkat signifikansi:
H0 diterima jika signifikansi > 0.05
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif
siswa SMP melalui pembelajaran TPS. Besarnya pengaruh berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif adalah 87,4% .
B.Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, penulis memberikan saran:
Guru IPA Fisika hendaknya berupaya untuk selalu meningkatkan berpikir kritis
siswa, khususnya dengan menggunakan pembelajaran TPS dalam proses belajar mengajar dengan pembagian pasangan jenis kelamin yang sama agar mereka lebih
aktif dalam pembelajaran dan siswa senang mengikuti pelajaran sehingga dapat
43
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, Eva. 2010. Perbedaan penggunaan model pembelajaran tipe think pair share (TPS) dengan TGT (teams games tournament) terhadap aktivitas belajar siswa dan pemahaman konsep pada materi pokok hidrokarbon.
Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.Tidak diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Aryati, Rosmedi. 2009. Bagaimana Strategi Pembelajaran Quantum Teaching
Dan Quantum Learning Dapat Dilaksanakan. [Network] diakses 25 November 2010 darihttp://blog.unila.ac.id/momon/2009/09/07/bagaimana- strategi-pembelajaran-quantum-teaching-dan-quantum-learning-dapat-dilaksanakan/
Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata pelajaran Sains. Jakarta: Depdiknas
Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djamarah, Syaiful Bahri, dan Aswan Zain. 2010. Eds Revisi : Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ibrahim, M.,Rahmadiarti,M. Nur, Ismono.2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Ibrahim.2006. Think Phair Share.http://www.tuanguru.net/2011/12/ penerapan-model-pembelajaran-kooperatif.html.18 Februari 2012 (21.34 WIB)
Isjoni.2006. Model – Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. Johnson, Elaine B. 2009. Contextual Teaching Learning (CTL). Bandung: Kaifa. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
43
Lie, Anita. 2002. Mempraktikan Cooperative learning di ruang–ruang kelas. Jakarta: Grasindo.
Meltzer D. E. 2002. The relationship between mathemathics preparation and conceptual learning gains in physics : A possible :hidden variable in diagnostic pretest score. American Journal Physics. 70 (2), 1259–1268. Nurhadi. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2004
Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Media Kom.
Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada Pembelajaran Fisika melalui Metode Pemberian Tugas terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Trimurjo Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Setiawan, Cahyo Agus. 2012. Pengaruh penerapan model pembelajaran generatif learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari kemampuan kognitif siswa. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Setiono, Agustinus. 25 September 2008. Berpikir Kritis. Diakses 12 November 2009 dari http://agustinussetiono.wordpress.com/2007/09/25/berpikir-kritis/
Setiyani, Hesti. 2011. Perbandingan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dengan metode pembelajaran cooperative learning type think pair share (TPS) dan group investigation(GI). Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Slameto. 2008. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suryabrata S, 2001. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Rajawali Pers. Tresnawati, Erna.2010. Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah
untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP (online). Tersedia (http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=859).
Skripsi pada jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI. Bandung : 26 oktober 2010 [diakses 10 November 2010]