• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tari Inai dalam konteks Upacara Adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tari Inai dalam konteks Upacara Adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi

salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP 195110131976031001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A. ( )

4. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. ( )

5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( )

(4)

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam pertunjukan tari dan musik inai dalam konteks upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai; (b) struktur musik iringan (baik ensambel maupun melodi dan ritmenya); dan (c) fungsi tari inai dalam budaya masyarakat Melayu di Batang Kuis.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan, dengan pendekatan metode kualitatif, dan pengamatan terlibat. Teori yang digunakan adalah teori koreografi untuk gerak tari, disertai teori weighted scale untuk melodi musik iringan, dan teori fungsionalisme di bidang etnokoreologi untuk menguraikan fungsi tari inai dalam masyarakat Melayu.

Hasil yang diperoleh adalah, gerak tari inai adalah gerakan berpola, yang diambil dari gerak-gerak silat, yaitu salah satu seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Pola lantainya bebas dan variatif. Musik iringan yang digunakan adalah ensambel yang terdiri dari: biola dan akordion yang membawa melodi secara heterofoni, ditambah satu gendang ronggeng yang membawa rentak musik. Lagu dan rentak yang digunakan disebut patam-patam. Fungsi tari inai yang utama adalah sebagai eksprtesi ritual yaitu menjaga calon mepelai wanita dari gangguan-gangguan supernatural yang berasal dari manusia atau makhluk halus. Selain itu fungsinya adalah sebagai ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis.

Kata kunci: inai, tari, fungsi, musik iringan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Tari Inai dalam konteks upacara adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi.

Tugas Akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna

memperoleh gelar sarjana Seni (S.Sn) dari jurusan Etnomusikologi Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tugas akhir

ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak

terbatas. Dalam hal ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada

Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku ketua Jurusan

Etnomusikologi sekaligus dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Fadlin M.A selaku

dosen pembimbing II. Kedua dosen pembimbing yang baik dan luar biasa ini

telah memberikan saran serta semangat penulis untuk menyelesaikan proses

skripsi ini. Kemudian, Segenap para dosen di Jurusan Etnomusikologi yang

turut membantu lancar nya proses perkuliahan saya selama ini dari awal

semester sampai akhir semester penyelesaian skripsi ini, tidak lupa saya

ucapkan terima kasih kepada:

1. Terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh keluarga terutama

orangtua saya Ayahanda Syahrial Nasution,ST dan Ibunda Zulaikha

yang selalu memberikan semangat serta doa, tak lupa doa setulus hati

saya buat Ibunda tercinta Almh. Zuriah atas kasih sayang nya selama

ini semoga amal dan ibadah beliau diterima oleh Allah SWT.

(6)

dengan judul tugas akhir penulis.

3. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh

teman-teman seperjuangan yang sudah penulis anggap keluarga selama proses

perkuliahan yaitu Kosong Sembilan: Reny Yulyati, Nesya Vania , Teti

Elena , Fitri Suci Hati Saragih, Verawati Simbolon, Anita R.P Purba,

Martin Tambunan, Maruli Purba, Sugiardi, Wahyu Boangmanalu,

Dicky Silalahi, Krisrendi Siregar, Herman Simanjuntak, Septianta

Bangun, Giat Sihotang, dan Ranto Samuel Manik. Terima kasih telah

menjadi saudara dan keluarga buat penulis. Tidak terasa sudah hampir

4 tahun kita merasakan susah senang selama duduk dibangku

perkuliahan, dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat

penulis sebutkan satu- persatu. Dan terima kasih kepada orang-orang

terdekat saya yang selalu memberikan semangat dan perhatiannya yaitu:

Bang Rizad,Rudini, Rosilawati, Ranila Sari, Fath Yarjuna,dan untuk

anggota Komunitas Biola dan Seniman Medan yaitu: Dita Lestari, Bang

Andi, Bang Wanda, Bang Didi, Bang Juna, Riska, dan anggota KBSM

yang lainnya.

Penulis menyadari skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab

itu penulis mengaharapkan sekali kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun

dan memotivasi, sehingga mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang ilmu etnomusikologi.

Medan, 2013

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI……… iv

KATA PENGANTAR………. v

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR GAMBAR………... ix

DAFTAR TABEL……… x

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.5.1 Studi Kepustakaan ………...………. 13

1.5.2 Kerja Lapangan ………. 13

1.5.3 Kerja Laboratorium ………... 15

1.6 Lokasi Penelitian……….. 16

BAB II : MASYARAKAT MELAYU DI BATANG KUIS 2.1 Pemerintahan dan Wilayah Kecamatan Batang Kuis……….. 17

2.2 Gambaran Umum Masyarakat Melayu Batang Kuis……… 21

2.3 Adat-Istiadat Melayu...………. 22

2.4 Sistem Religi……….……… 24

2.5 Sistem Kekerabatan…………..……… 26

2.6 Sistem Mata Pencaharian …………..……….. 27

2.7 Kesenian……… 28

BAB III: UPACARA ADAT PERKAWINAN DALAM BUDAYA MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 3.1Gambaran Umum Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu………... 31

3.2Pembagian Upacara Perkawinan pada Masyarakat Melayu ………….. 32

3.2.1 Merisik kecil dan Merisik resmi ……….. 32

3.2.2 Jamu Sukut …...……… 33

3.2.3 Meminang……….………... 34

3.2.4 Mengantar Bunga Sirih………... 37

3.2.5 Malam Berinai……….………... 38

3.2.6 Acara Nikah……….……… 43

3.2.7 Berandam……… ……… 44

3.2.8 Bersanding………... 44

3.2.9 Mandi Bedimbar………..……… 49

(8)

BAB IV: DESKRIPSI TARI INAI

4.1 Deskripsi Tari Inai……...……… 50

4.2 Penari ……….. 51

4.3 Busana dan Properti Tari Inai……….. 52

4.4 Gerak Dalam Pertunjukan………... 54

BAB V: ANALISIS MUSIK IRINGAN TARI INAI 5.1 Alat Musik Pengiring……….. 64

5.2 Analisis Musik Pengiring……… 65

5.3 Model Notasi……….. 66

5.4 Tangga Nada……….. 74

5.5 Nada Dasar………. 74

5.6 Wilayah Nada………. 75

5.7 Frekuensi Pemakaian Nada……… 75

5.8 Jumlah Interval……….. 76

5.9 Formula Melodik………... 77

5.10 Pola Kadensa………... 80

5.11 Kontur……….. 81

5.12 Transkripsi tempo Gendang Ronggeng……….... 82

BAB VI: FUNGSI TARI INAI 6.1 Seputar Fungsi Tari dalam disiplin Etnologi Tari……….. 83

6.2 Fungsi Tari Inai……….. 86

6.2.1 Teori Radcliffe-Brown………..……….. 87

6.2.2 Teori Kurath……… 89

6.2.3 Teori V.Shay………... 90

6.2.4 Teori Narawati dan Soedarsono……….. 92

BAB VII: PENUTUP 7.1 Kesimpulan………. 94

7.2 Saran………... 96

DAFTAR PUSTAKA……… 97

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1: Properti Tepung Tawar……….. 24

Gambar 3.1 : Sujud Sembah Kepada Kedua Orangtua……… 40

Gambar 3.2 : Calon Penganti Perempuan………. 40

Gambar 3.3: Proses Tepung Tawar………. 41

Gambar 3.4: Inai yang sudah digiling Halus……….. 41

Gambar 3.5: Penampilan Tari Inai……….. 42

Gambar 3.6: Pemakaian Inai………... 42

Gambar 3.7: Hempang Pintu………... 47

Gambar 3.8: Tepak Nikah………... 48

Gambar 3.9: Bertukaran Tepak……… 48

Gambar 4.1: Penari Inai………... 53

Gambar 4.2: Properti Tari Inai………. 53

Gambar 4.3: Pemusik Tari Inai……… 54

Gambar 5.1: Gendang Ronggeng……… 64

Gambar 5.2: Biola………... 65

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1: Data PNS di Kantor Kecamatan Batang Kuis………. 18

Tabel 2.2: Daftar Kepala Desa dan Ketua BPD Batang Kuis………... 19

Tabel 2.3: Jumlah Penduduk Batang Kuis……… 20

Tabel 2.4: Mata pencaharian Penduduk Batang Kuis………... 27

Tabel 4.1: Deskripsi Kinisiologi Gerak Tari Inai……….. 55

Tabel 5.1: Interval Melodi Biola……….. 76

(11)

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam pertunjukan tari dan musik inai dalam konteks upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai; (b) struktur musik iringan (baik ensambel maupun melodi dan ritmenya); dan (c) fungsi tari inai dalam budaya masyarakat Melayu di Batang Kuis.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan, dengan pendekatan metode kualitatif, dan pengamatan terlibat. Teori yang digunakan adalah teori koreografi untuk gerak tari, disertai teori weighted scale untuk melodi musik iringan, dan teori fungsionalisme di bidang etnokoreologi untuk menguraikan fungsi tari inai dalam masyarakat Melayu.

Hasil yang diperoleh adalah, gerak tari inai adalah gerakan berpola, yang diambil dari gerak-gerak silat, yaitu salah satu seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Pola lantainya bebas dan variatif. Musik iringan yang digunakan adalah ensambel yang terdiri dari: biola dan akordion yang membawa melodi secara heterofoni, ditambah satu gendang ronggeng yang membawa rentak musik. Lagu dan rentak yang digunakan disebut patam-patam. Fungsi tari inai yang utama adalah sebagai eksprtesi ritual yaitu menjaga calon mepelai wanita dari gangguan-gangguan supernatural yang berasal dari manusia atau makhluk halus. Selain itu fungsinya adalah sebagai ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis.

Kata kunci: inai, tari, fungsi, musik iringan

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batang Kuis adalah sebuah kawasan kota di Kabupaten Deli Serdang, yang

berada di pesisir timurnya. Batang Kuis merupakan daerah pertanian dan juga

terkenal dengan peternakan nya. Selain itu, wilayah Batang Kuis juga terkenal

dengan seni budayanya. Kawasan ini juga berkembang dengan pesat di sektor

perekonomian, yang memberikan dampak terhadap penduduk yang

menempatinya.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat yang terdapat di daerah

Batang Kuis terdiri dari bermacam-macam suku, seperti: Melayu, Mandailing,

Jawa, Batak Toba, Simalungun, Karo, Tamil, Hokkian, dan lain-lainnya. Mereka

hidup dalam suasana budaya yang heterogen, sesuai dengan filsafat hidup bangsa

Indonesia yaitu bhinneka tunggal ika, artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu

juga. Namun dilihat dari sisi sejarah, kawasan Batang Kuis berada di dalam

wilayah kebudayaan Melayu Serdang, yang di masa pemerintahan kesultanan,

berada di wilayah Kesultanan Melayu Serdang. Dengan demikian, “tuan rumah”

Batang Kuis adalah etnik Melayu, yang sangat terbuka menerima etnik-etnik lain

untuk berdampingan hidup bersama secara sosial dengan mereka.

Dalam konteks Sumatera Utara, orang Melayu di Batang Kuis memiliki

berbagai genre kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka. Di antara

genre seni-seni Melayu adalah: marhaban, barzanji, syair, gurindam, pantun,

(13)

Di antara kesenian tersebut, ada yang difungsikan di dalam upacara

pernikahan (perkawinan), terutama tari inai, persembahan, dan silat. Upacara

pernikahan dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Batang Kuis di dalam

pelaksanaannya berdasar kepada tata cara adat Melayu dan agama Islam.

Masyarakat Melayu, dalam hal ini mempunyai konsep adat bersendikan sayarak

(hukum Islam), dan syarak bersendikan kitabullah (Al-Qur’an).

Peraturan tersebut melibatkan tata cara komunikasi yang digunakan ketika

proses upacara pernikahan berlangsung. Upacara pernikahan yang dilaksanakan

oleh masyarakat Melayu merupakan gabungan dua faktor yang saling

melengkapi, yaitu aspek syari’at sebagaimana yang diajarkan di dalam agama

Islam dan aspek adat. Setiap upacara pernikahan dalam budaya Melayu

melibatkan adat-istiadat dan agama yang akan dilakukan secara tertib dan

berurutan dari awal sampai akhir.

Dalam upacara pernikahan masyarakat Melayu, pada umumnya malam berinai

digunakan untuk berkumpul dengan semua keluarga dan teman-teman terdekatnya sebagai

tanda melepas masa lajangnya untuk terakhir kalinya. Dahulu malam berinai dapat dilakukan

selama tiga malam yakni: malam pertama disebut malam inai curi, dimana pengantin diberi

inai1 oleh teman-temannya sewaktu ia tidur sehingga tidak ketahuan. Malam kedua disebut

malam inai kecil, pengantin wanita dihiasi, didandani dan didudukkan di atas pelaminan

yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, dan kerabat untuk ditepungtawari. Lalu

dilanjutkan dengan inai besar, terlebih dahulu tari inai ditampilkan dan tarian Melayu lainnya,

kemudian pengantin wanita dipasangkan inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh

      

1

(14)

kedua orangtuanya, keluarga, dan teman-teman dekatnya. Setelah semua acara selesai,

selanjutnya pengantin wanita dipasangkan inai yang sebenarnya yang disebut berinai besar.

Tetapi kini malam berinai hanya dilakukan satu malam saja karena faktor dan waktu yang

kurang mendukung. Sehingga, malam berinai yang dilakukan hanya malam berinai besar

saja. Kegiatan upacara berinai ini biasanya disertai dengan tari inai dan musik iringannya.

Tari inai merupakan salah satu upacara adat masyarakat Melayu di Batang Kuis

yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan

masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika tari inai atau upacara malam

berinai tidak diadakan, upacara pernikahan keesokan harinya tetap berlangsung. Namun

demikian, seiring berjalannya waktu, malam berinai sekarang dilakukan satu malam saja

karena faktor waktu dan dana yang terkadang menjadi kendala, sehingga malam berinai

hanya dilakukan satu malam sebelum keesokan harinya melakukan akad nikah. Kesenian

inai adalah merupakan seni pertunjukan yang melibatkan tari dan musik. Tarian ini biasanya

hanya dilakukan di rumah pengantin wanita saja, sedangkan di rumah pengantin pria tidak

dilakukan upacara malam berinai. Hanya saja inai dihantar dari rumah pengantin wanita

kerumah si calon pengantin pria dan menurut adat diadakan tepung tawar kemudian

dilanjutkan pemasangan inai ke kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh keluarga dan

teman-teman dekatnya.

Dalam penelitian ini, penulis mengkaji tiga aspek dari tari inai, yaitu deskripsi gerak,

deskripsi musik iringan baik ensambel maupun struktur musiknya dalam melodi dan ritme,

serta kajian terhadap fungsi tari inai dan musik pengiringnya dalam kebudayaan Melayu di

Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Deskripsi gerak akan

difokuskan terhadap gerak tari yang meliputi motif gerak, hitungan dan siklus, pola lantai,

busana, properti tari, dan hal-hal sejenis. Kemudian untuk musik iringan meliputi alat-alat

(15)

akan difokuskan kepada bagaimana tari inai dna musik iringan menyumbangkan perannya di

dalam kehidupan masyarakat Melayu di batang Kuis.

Gerakan tari inai yang dilakukan merupakan kombinasi dari gerak-gerak hewan atau

kejadian-kejadian alam, sehingga gerakannya hampir menyerupai gerakan silat. Pada

dasarnya alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi Tari inai ini

adalah sebuah serunai Melayu yang berfungsi sebagai pembawa melodi, satu atau

dua buah gendang Melayu satu muka (gendang ronggeng), dan sebuah gong.

Rentak musik yang disajikan berdasarkan irama musik silat seperti yang telah

diketahui bahwa musik dari Melayu Batang Kuis yang selalu digunakan adalah

musik Melayu yang berirama dan bertajuk patam-patam. Namun dari hasil

pengamatan di lapangan, alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi

tari hiburan Melayu adalah sebuah biola,sebuah gendang ronggeng dan keyboard,

sedangkan alat musik untuk mengiringi tari Inai adalah sebuah gendang ronggeng

sebagai rentak atau tempo, sebuah akordion dan satu buah biola sebagai pembawa

melodi. Hal itu dipengaruhi karena adanya perubahan dalam penggunaan alat

musik, akan tetapi musik yang digunakan dalam penyajian tari inai tetap

patam-patam.

Fungsi tari inai yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang merupakan

salah satu upacara adat Melayu. Tari inai adalah tari yang difungsikan pada malam berinai

yang mempunyai makna simbolis dan pengintegrasian masyarakat terhadap keluarga yang

menggunakan acara malam berinai.

Penari inai memakai busana adat Melayu. Kepala ditutup dengan memakai peci dan

mengenakan baju baju Gunting Cina atau baju Kecak Musang dan celana panjang longgar

kemudian, memakai. Sesamping yaitu kain sarung atau songket yang dibentuk segitiga atau

(16)

berfungsi sebagai pelengkap saja atau juga sebagai alat pendukung gerak tari tersebut,

properti juga sering dipakai sebagai nama, judul dari sebuah tarian, misalnya properti payung

untuk tari payung, properti piring untuk tari piring, keris untuk tari keris, dan lain-lainnya.

Properti yang digunakan pada tari inai etnik Melayu di Batang Kuis, penari menggunakan

piring dan lilin yang sudah dinyalakan, serta inai yang sudah ditumbuk

mengelilingi lilin. Masing-masing penari memegang dua buah piring untuk tangan kanan

dan tangan kiri.

Penelitian ini juga akan memperhatikan pertunjukan tari inai dalam konteks upacara

perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis. Adapun aspek utama yang akan penulis

diskusikan di dalam penulisan ini adalah bagaimana gerak, musik iringan, dan fungsi tari inai

tersebut dalam penyajiannya pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis?

Gerak-gerak yang bagaimanakah yang diekspresikan penari inai ini, apa saja istilah-istilahnya

menurut para penari Melayu? Kemudian di dalam penyajian tari inai digunakan ensambel

musik inai.

Selanjutnya jika fungsinya dianggap penting, bagaimanakah proses penyajian tari

inai tersebut agar dapat memenuhi fungsi yang dimaksud? Jika fungsi tari inai mengalami

perubahan, apakah ada pengaruhnya terhadap masyarakat Melayu di Batang Kuis tersebut?

(17)

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan yang ditentukan agar pembahasan lebih terarah dalam

skripsi nantinya. Penulis menentukan tiga pokok masalah yaitu:

1. Bagaimana struktur gerak tari inai yang digunakan dalam upacara adat

perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan

deskripsi tentang pola lantai, jenis-jenis gerak, istilah gerak, makna gerak, dan

hal-hal sejenis.

2. Bagaimana musik iringan tari inai yang digunakan dalam upacara adat

perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan

uraian terhadap ensambel musik inai, dan jalinan antara alat-alat musik.

Selanjutnya juga akan dikaji struktur melodi utama yang disajikan oleh biola.

Juga rentak gendang yang disajikan oleh pemain gendang ronggeng.

3. Sejauh apa fungsi seni inai dalam konteks upacara adat perkawinan Melayu di

Batang Kuis? Ini akan diurai dengan dua pendekatan utama yaitu guna dan

fungsi kesenian inai dalam masyarakat pendukungnya.

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

1. Untuk mengetahui dan memahami gerak yang dilakukan penari inai dalam

menarikan tarian inai.

2. Untuk mengetahui dan memahami struktur ritme dan melodi musik pengiring

yang digunakan mengiringi tarian inai.

3. Untuk mengetahui fungsi tari inai yang dimaksud dalam konteks upacara

(18)

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut.

(1) Menambah refrensi tulisan tentang kesenian, khususnya tari inai dalam

konteks kebudayaan Melayu.

(2) Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai kesenian

tari inai.

(3) Untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya etnomusikologi dalam

konteks ilmu pengetahuan.

(4) Untuk memberikan data awal bagi pengembangan kesenian etnik sebagai

pendukung utama kesenian nasional, dalam konteks pembentukan jatidiri

dan karakter bangsa di tengah-tengah globalisasi.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R. Merton

mendefenisikan sebagai berikut: “Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati.

Seterusnya, konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan

hubungan empiris” (Merton, 1963:89).

Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258).

Upacara yang dilakukan masyarakat dilandasi oleh kepercayaan dan

kebudayaan rutinitas semata akan tetapi mengandung maksud dan tujuan

tertentu. Upacara bukan sebagai suatu kegiatan biasa yang dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari, akan tetapi merupakan aktivitas yang mengandung

(19)

(KBBI 2005:1250). Dalam tulisan ini yang dimaksud adalah upacara

perkawinan, setiap upacara perkawinan masing-masing etnik memiliki tujuan

tertentu dan selalu menampilkan musik dan tarian yang berfungsi sebagai

hiburan maupun kepercayaan religius.

Tulisan ini berisi suatu kajian tentang fungsi tari inai masyarakat Melayu pada

masyarakat Melayu di Batang Kuis. Pada umumnya tari inai yang dipakai oleh masyarakat

Melayu di Batang Kuis yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang termasuk

kedalam konteks upacara perkawinan adat Melayu.

Curt Sachs (1963:5) dalam bukunya yang berjudul History of The Dance

mengemukakan bahwa perkembangan tari sebagai seni yang tinggi telah ada pada

zaman prasejarah. Pada awal kebudayaan tari telah mencapai tingkat

kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya .

Dalam tulisan ini yang dimaksud tari inai adalah tari etnik Melayu yang

digunakan dalam konteks upacara perkawinan. Jumlah penari pada tari inai harus

genap atau berpasangan misalnya 2 penari, 4 penari, maupun 6 penari yang

menggunakan properti rumah inai. Dalam kenyataanya sekarang mengalami

perubahan properti karena sudah sulit mendapatkan rumah inai, jadi diganti

dengan piring ataupun properti lainnya. Dalam penyajiannya, tari inai diawali

dari posisi depan, sebelum memulai tarian dilakukan penghormatan kepada

pengantin dan para tamu, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan

silat yang bersifat refleks dan saling berlawanan (saling mengisi gerakan dan

ruangan yang kosong antara penari yang satu dengan penari yang lainnya). Tari

inai juga menggunakan istilah-istilah gerak tertentu yang dari tahun ke tahun

(20)

Fungsi merupakan tujuan dari suatu pertunjukan suatu kesenian. Setiap suatu upacara

adat yang dibuat pasti memiliki suatu tujuan dari pihak keluarga ataupun segi pandangan dari

masyarakat itu sendiri. Jadi, upacara adat malam berinai yang menggunakan musik dan tari

inai yang memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda-beda dari masyarakat, selain untuk

meneruskan kebiasaan etnik Melayu yang telah ada pada zaman dahulu, tarian inai ini juga

memiliki fungsi religi dan pengintegrasian masyarakat. Fungsi sebagai religi menurut

keluarga ataupun masyarakat, jika tari inai yang ditampilkan diharapkan supaya kedua belah

pihak calon pengantin tidak mendapatkan kendala ketika menjelang akad nikah keesokan

harinya. Sedangkan fungsi pengintegrasian masyarakat menurut penulis pada penelitian di

lapangan, ketika malam upacara berinai akan dilaksanakan, sebelumnya pihak keluarga juga

mengundang persatuan masyarakat Melayu yang ada di daerah Batang kuis agar menghadiri

upacara malam berinai dan menjalin silaturahmi sesama masyarakat Melayu pada acara

malam berinai tersebut.

Kata masyarakat di dalam tulisan ini memiliki makna tertentu yang

dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990:146-147) menyatakan bahwa

masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu

sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa

identitas bersama. Masyarakat yang terdapat di Batang Kuis ialah masyarakat nya

bermacam-macam suku dan mengidentitaskan diri masing-masing sebagai suku

Melayu dan berbahasa Melayu, sehingga adat- istiadat nya pun memakai upacara

(21)

1.4.2 Teori

Dalam rangka mendeskripsikan gerak tari inai, musik iringan tari inai,

dan fungsi kesenian inai, penulis menggunakan beberapa teori yang

berhubungan dengan judul di atas dan dianggap relevan. Teori yang dimaksud

sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1990:30), yaitu bahwa pengetahuan

yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita

sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian

tentang suatu teori bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang

dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.

Dalam meneliti gerak tari tersebut, penulis akan mendeskripsikan

bagaimana gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari inai tersebut. Penyusunan

gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari

bersama. Ditambah dengan penyesuaian ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, semuanya

merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23).

Dalam hal ini,yang dimaksud koreografi adalah gerakan-gerakan yang dilakukan para penari

pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk

tarian etnik lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelaku dan penonton nya.

Gerakan-gerakannya terpola didalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang dilakukan

secara simbolis serta serta memiliki makna-makna tersendiri.

Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat

bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut

Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah

rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik

merupakan audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena

(22)

ruang dan waktu (Sachs, 1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74) serta dapat

dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang

menghubungkan keduanya adalah waktu, yaitu gerak ritmis (musik dan tari)

dan tempo.

Untuk mendeskripsikan musik iringan tari inai ini, khususnya struktur

melodi biola yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama,

penulis menggunakan teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang

ditawarkan oleh Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk

mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada

dasar, (4) interval, (5) distribusi nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadnsa,

dan (8) kontur.

Dalam hal ini, penulis juga akan membuat transkrip musik pengiring tari

inai dengan menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua

pendekatan, yaitu: 1. kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita

dengar, 2. kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas dan

kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.

Dalam meneliti fungsi tari inai ini, penulis akan membahas tentang

fungsi tari yang dikemukakan oleh V. Shay dalam terjemahan R.M. Soedarsono

(1986), ada enam fungsi tari yaitu: sebagai refleksi organisasi sosial, sebagai

sarana ekspresi untuk ritual,sekuler, dan keagamaan, sebagai aktivitas reaksi

dan hiburan, sebagai refleksi ungkapan estetis, sebagai ungkapan serta

(23)

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang

menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti tari Inai pada upacara

perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam

Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan

orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.”

Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum ke

lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra

lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan

sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun

rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih

informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.

Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk

mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan

alat bantu yaitu, kamera digital merk Casio, dan catatan lapangan. Pengamatan

langsung (menyaksikan) upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis.

Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam

pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari.

Informan biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang

khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan

(24)

Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah

terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan

sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori. Dan sebagai hasil akhir dari

menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan

skripsi.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan

literatur-literatur yang berhubungan dan dapat membantu pemecahan

permasalahan. Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan penelitian tari Inai

dalam upacara perkawinan masyarakat adat Melayu masih sulit didapat.

Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan

konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam

pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis tentang kebudayaan

masyarakat Melayu yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan

pembahasan atau penelitian.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman

kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku

Metode-metode penelitian masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa

pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan

(25)

(1) Observasi (pengamatan),dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan

langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115),

bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari

sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan, maka pengamat

menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang

diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan

oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya.

Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang

diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya

tari Inai pada upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalah-masalah

lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis

juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil

pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari

pihak panitia upacara.

(2) Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta

pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.

Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara

lisan dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat

Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu :

persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara.

Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan

(26)

Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu

tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu,

sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data,

penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar

pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan.

(3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara,

yaitu (a) perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan

menggunakan kamera digital Casio. Perekaman ini sebagai bahan analisis

tekstual dan musikal. (b) Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar

digunakan kamera digital merk Casio. Pengambilan gambar dilakukan setelah

terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak pelaksana dan pihak yang bersangkutan.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah

didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun

bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan

penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian

dan selanjutnya dianalisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan

penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan.

Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi,

aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai

dengan keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang

inter-disipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi),

sehingga permasalahannya yang merupakan hasil laporan penelitian yang disusun

(27)

melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini

dilakukan berulang-ulang. 

1.6 Lokasi Penelitian

Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih daerah Batang Kuis yang masih

menggunakan tari inai pada upacara adat malam berinai, informan dan anggota

penari sanggar Pusaka Serumpun Pantai Labu menjadi penari Inai pada acara

tersebut. Upacara inai ini tepatnya dilakukan di rumah O.K. Syarifuddin Rosha,

yang mengadakan upacara perkawinan (termasuk di dalmnya upacara berinai dan

pertunjukan tarian inai). Ia menyelenggarakan pesta perkawinan anak

prempuannya yang bernama dr. Chici Elfida Rosha.

 

(28)

BAB II

MASYARAKAT MELAYU DI BATANG KUIS

2.1 Pemerintahan dan Wilayah Kecamatan Batang Kuis

Batang Kuis adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Deli Serdang,

Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Batang Kuis terdiri atas 11 Desa,

dan 72 Dusun.

Sejalan dengan rencana pemindahan Bandara Internasional Polonia Medan

ke Bandara Internasional Kuala Namu yang berbatasan dengan Kecamatan Batang

Kuis, kecamatan ini terus berbenah diri menjadi Kecamatan Gapura (Gerbang dan

Pintu Utama Menuju Bandara). Selanjutnya, melalui kebijakan lokal Pemerintah

Kabupaten Deli Serdang yang dinamakan Gerakan Deli Serdang Membangun,

sampai dengan akhir tahun 2010, kecamatan ini mampu menghimpun partisipasi

swadaya masyarakat dan pengusaha senilai Rp.17.735.160.000 (sumber:

id.wikipedia.org) Atas prestasi tersebut, pada tahun 2008 itu pula kecamatan ini

ditetapkan sebagai juara ketiga Kecamatan Terbaik Tingkat Provinsi Sumatera

Utara.

Sesuai dengan Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor: 886 Tahun 2008

tentang Tugas Pokok, Fungsi Dan Rincian Tugas Jabatan Perangkat Daerah

Kabupaten Deli Serdang, dalam menjalankan tugas-tugas sehari-harinya, camat

dibantu oleh 3 (tiga) kepala sub bagian dan 4 (empat ) orang kepala seksi, 6

(enam) orang staf/ pegawai, beserta 4 (empat) orang sekretaris desa.

Adapun data pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang ada di Kantor Camat

(29)

Tabel 2.1:

Data PNS di Kantor Kecamatan Batang Kuis

NO NAMA NIP JABATAN

1. T. MHD. ZAKI AUFA, S.Sos 19730426 199203 1 005 CAMAT

2. PAHRUM SIREGAR, SH 19690530 198712 1 004 KASI PMD

3. ALI HOTMA, SH 19660703 198712 1 009 KASI KEBERSIHAN

4. MARADOLI DALIMUNTHE 19581231 198203 1 514 PL. KASI TRANTIB

5. SALIM 19640806 198602 1 010 PL. KASI KESSOS

6. RADHIAH SINUHAJI, BA 19640416 198602 2 006 KASUBBAG KEUANGAN

7. SYAFRI WIJAYA 19600410 198602 1 006 KASUBBAG UMUM

8. ARFAH LUBIS, SE 19781117 199803 2 005 KASUBBAG PROGRAM

9. BAMBANG RISWANTO 19640813 198503 1 018 STAF

10. KHOLIDAH NASUTION 19711009 199602 2 002 STAF

11. FANI ANGGIRA 19821021 200502 2 010 STAF

12. ROSDEWANI SIREGAR 19710707 199503 2 001 STAF

13. WAGINI 19610722 198503 2 005 STAF

14. ARIFIN PASARIBU 19591207 198602 1 004 STAF

15. KHAIRANTO 19730822 200906 1 001 SEKRETARIS DESA TANJUNG SARI

16. YUSDIARNINGSIH 19781201 201001 2 002 SEKRETARIS DESA BAKARAN BATU

17. M. YAHYA 19621223 200701 1 006 SEKRETARIS DESA MESJID

18. AZWAR 19730421 200906 1 003 SEKRETARIS DESA PAYA GAMBAR

Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)

Dalam konteks tata pemerintahan di pedesaan dan kelurahan-kelurahan di seluruh

Kecamatan Batang Kuis, maka berikut ini adalah nama desa, kepala desa, dan

(30)

Tabel 2.2:

Para Kepala Desa dan Ketua BPD

Kecamatan Batang Kuis

NO NAMA DESA NAMA KEPALA DESA NAMA KETUA BPD

1. TANJUNG SARI EDI SUPRIANTO AGUS SALIM, S.Ag

2. BATANG KUIS PEKAN KHAIRUL ARZANI EFIFI IRFANSYAH

3. SENA BANTU SUPRAYITNO YOYON INDARU

4. BARU ZULFIKAR UMRI ZAINUDDIN S.Ag

5. TUMPATAN NIBUNG JUARNO DRS.SURATMAN

6. PAYA GAMBAR IRIANTO VICTOR SILABAN

7. BINTANG MERIAH BAMBANG HARTOKO M.RIDWAN

8. MESJID HERMAN FELANI, SH NAHAYAT

9. SIDODADI EDI SUARDI NGADIONO

10. SUGIHARJO BURHANUDDIN JASIMAN

11. BAKARAN BATU TONO SUTEDJO GHAZALI AHMAD, SpdI

Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)

Kecamatan Batang Kuis yang memiliki wilayah dengan luas wilayah yaitu

40, 34 km2. ini, terletak pada ketinggian 4 - 30 m di atas permukaan laut dan

beriklim tropis. Adapun batas wilayah kecamatan Batang Kuis adalah sebagai

berikut.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Labu,

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa,

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Pantai Labu,

(31)

Kecamatan Batang Kuis memiliki penduduk sejumlah 59.989 jiwa dan

10.837 Rumah Tangga (Kepala Keluarga). Perincian jumlah rumah tangga dan

jumlah penduduk di setiap desa dapat dilihat melalui Tabel 2.3 sebagai berikut.

Tabel 2.3:

Perincian Nama Desa, Luas Desa, Jumlah Rumah Tangga,

dan Jumah Penduduk Kecamatan Batang Kuis

NO NAMA DESA LUAS DESA

( KM2 )

JUMLAH R.TANGGA

JUMLAH PENDUDUK

1. TANJUNG SARI 7,34 2.027 12.596

2. BATANG KUIS PEKAN 0,75 1.115 5.779

3. SENA 6,40 1.593 7.079

4. BARU 4,32 1.001 6.047

5. TUMPATAN NIBUNG 3,70 1.100 6.898

6. PAYA GAMBAR 3,03 432 3.138

7. BINTANG MERIAH 0,65 899 6.073

8. MESJID 2,67 328 1.292

9. SIDODADI 9,50 850 3.822

10. SUGIHARJO 1,53 1.040 4.644

11. BAKARAN BATU 0,45 487 2.757

(32)

2.2 Gambaran Umum Masyarakat Melayu Batang Kuis

Menurut Tengku Lah Husni, Orang Melayu adalah kelompok yang

menyatukan diri dalam ikatan perkawinan antar suku, dan selanjutnya memakai

adat resam serta bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni, 1957:7).

Selanjutnya Husni menyebutkan lagi bahwa, orang Melayu Pesisir Sumatera

Timur merupakan turunan campuran antara orang Melayu yang memang sudah

menetap di Pesisir Sumatera Timur dan suku-suku Melayu pendatang, seperti

Johor, Melaka, Riau, Aceh, Mandailing, Jawa, Melayu, Karo, India,Bugis dan

Arab yang selanjutnya memakai adat resam dan bahasa Melayu sebagai bahasa

pengantar dalam pergaulan antara sesamanya atau dengan orang dari daerah lain,

serta yang terpenting adalah beragama Islam. Suku Melayu berdasarkan falsafah

hidupnya, terdiri dari lima dasar : Islam, beradat, berbudaya, berturai dan berilmu.

(Lah Husni, 1975:100). Berturai adalah mempunyai susunan-susunan social dan

berusaha menjaga integrasi dalam perbedaan di antara individu.

Pelzer (1985:18-19) menyebutkan bahwa masyarakat yang tinggal di

Sumatera Timur tersebut diperkirakan sebagai keturunan dari para migrant dari

berbagai daerah kebudayaan seperti : Semenanjung Melaka, Jambi, Palembang,

Jawa, Melayu, Bugis, yang telah menetap dan bercampur diwilayah setempat.

Percampuran dan adaptasi Melayu dalam pengertian sebagai kelompok etnik

dangan kelompok etnik lain, terjadi di sepanjang pantai pulau Sumatera,

semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Demikian dapat disimpulkan bahwa

orang Melayu terdiri dari berbagai macam asal-usul sehingga membentuk suatu

(33)

sungai hilir, mereka hidup didaerah maritim dan kelangsungan hidupnya sangat

erat berkaitan dengan lingkungan alam di laut maupun pesisir.

Begitu juga pada daerah penelitian penulis yakni di Batang Kuis-Deli Serdang

terletak di dataran rendah, yang dominan menggunakan adat-istiadat Melayu,

Batang kuis terdiri dari berbagai suku bangsa antara lain : Melayu, Karo,

Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Melayu dan lain-lain yang pada umumnya

memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

2.3 Adat-Istiadat Melayu

Adat adalah peraturan yang sudah diamalkan turun-temurun dalam sesuatu

masyarakat sehingga menjadi hukum yang harus dipatuhi. Perkataan adat berasal

dari bahasa Arab artinya kebiasaan. Kedatangan Islam ke Alam Melayu membawa

konsep ini dengan makna yang lebih luas dan mendalam sehingga mencakup

keseluruhan cara hidup yang kini ditetapkan sebagai kebudayaan, undang-undang,

sistem masyarakat, upacara, dan segala kebiasaan yang sering dilakukan, seperti

cara makan atau cara duduk. Kini, makna adat dalam masyarakat Melayu sudah

menjadi semakin khusus dan semakin mengecil, yakni upacara kebiasaan serta

unsur-unsur masyarakat yang tidak digolongkan sebagai unsur Islam.

Etnik Melayu di Batang Kuis juga mempunyai adat-istiadat yang sangat

dipatuhi oleh penduduknya. Sejak zaman animisme ada beberapa kebiasaan suku

Melayu, umpamanya memakan sirih. Dalam upacara adat, sirih tidak boleh

terlupakan. Sirih tersebut diletakkan pada sebuah tepak bersama dengan kapur,

pinang, gambir, dan tembakau. Menurut paham Animisme, tumbuh-tumbuhan itu

(34)

tumbuh-tumbuhan itu, daya hidup manusia akan bertambah. Selain itu, ada

kebiasaan suku Melayu yang bahkan sudah menjadi adat, yaitu suku bangsa

Melayu suka mengatakan sesuatu dengan cara tersirat. Mereka cenderung

mengatakan sesuatu dengan perumpamaan dan seolah-olah menyuruh orang untuk

berpikir.

Upacara tepung tawar juga merupakan adat-istiadat suku bangsa Melayu

yang sangat penting. Upacara ini dilakukan apabila ada kejadian penting, seperti

perkawinan, pertunangan, sunatan, atau jika seseorang kembali dengan selamat

dari sesuatu perjalanan atau terlepas dari bahaya. Tepung tawar juga dilakukan

apabila seseorang mendapatkan rezeki tidak terduga sebelumnya. Tepung tawar

ini dilakukan dengan pengharapan seseorang itu akan tetap selamat dan bahagia.

Etnik Melayu juga mempunyai adat-istiadat perkawinan. Seperti dalam adat

Melayu, apabila orang tua ingin mencari menantu harus berpegang pada lima

syarat utama, yaitu calon menantu haruslah beragama Islam, berketurunan,

budiman, berilmu, dan rupawan. Kemudian, Adat dalam etnik melayu tercakup

dalam empat ragam, yaitu:

1. Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika

dikurangi akan merusak, jika dilebihkan akan mubazir.

2. Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu,

menurut mufakat dari daerah tersebut yang pelaksanaannya dilakukan oleh

penduduk.

3. Adat yang teradat adalh kebiasaan-kebiasaan yang secara

(35)
(36)

Melayu adalah agama Islam yang mencapai puncak kejayaannya pada masa

pemerintahan para sultan Melayu.

Pepatah Melayu menyebutkan "tak hilang adat dimakan zaman" yang

artinya adat istiadat sampai hari terakhir atau hari kiamat pun masih ada. Sesuai

dengan pepatah tersebut, masyarakat di Batang Kuis masih memegang teguh

adat-istiadat leluhurnya seperti tampak dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat di

Kabupaten Deli Serdang masih mempergunakan adat-istiadat turun-temurun

seperti kenduri turun ke sawah, memberkati anak bayi, kenduri pada akhir bulan

safar, dan sebagainya.

Walaupun penduduk Melayu itu telah beragama Islam, tanda-tanda

Animisme masih ada pada sebagian penduduknya. Ada kepercayaan pada

masyarakat Melayu bahwa kita harus memberi salam kepada penghuni rimba,

sungai, dan tanah yang berbukit (busut), dan tempat-tempat yang dianggap

angker. Kalau tidak memberi salam, ada kepercayaan, kita akan sakit atau sesat

dalam perjalanan. Jenis kepercayaan lainnya adalah tentang burung Sibirit-birit

yang terbang pada malam hari dianggap membawa kabar tidak baik. Selain itu,

kunyit dianggap mempunyai daya tangkal. Kunyit dapat menjaga seorang ibu

yang baru bersalin dan anak yang baru dilahirkan dari gangguan roh orang yang

sudah meninggal. Kunyit juga berkhasiat untuk ”memanggil semangat” orang

yang sedang menghadapi suatu kejadian atau sakit.

Bahasa yang dipakai oleh masyarakat adalah bahasa Melayu dialek Deli.

yang dipakai dan dikenal secara umum oleh masyarakat pesisir. Akan halnya suku

Batak, WNI keturunan Cina, mereka jumlahnya hampir seimbang dengan orang

(37)

sehari-hari memakai bahasa Melayu atau bahasa daerahnya masing-masing untuk

berkomunikasi antar sesamanya.

2.5 Sistem Kekerabatan

Dalam kebudayaan Melayu, garis keturunan ditentukan berdasarkan pada

garis keturunan bilateral, yaitu garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu.

Namun, dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan etnik Melayu yang

dijadikan pandangan hidupnya, maka garis keturunan cenderung ke arah garis

keturunan patrilineal, yaitu berdasar kan garis keturunan ayah. Pembagian harta

pusaka berdasarkan kepada hukum Islam (syara`) yang mengatur pembagian yang

adil.

Sistem kekerabatan etnik Melayu di Batang Kuis sistem kekerabatan

secara vertikal yang dimulai dari urutan tertua sampai yang termuda, adalah : (1)

nini, (2) datu, (3) oyang(moyang), (4) atok(datuk), (5) ayah(bapak), (6) anak, (7)

cucu, (8) cicit, (9) piut, dll. Sedangkan sistem kekerabatan secara horizontal

adalah (1) saudara satu ibu dan satu ayah(ayah tiri), (2) saudara sekandung yaitu

saudara seibu atau lain ayah, (3) saudara seayah yaitu saudara satu ayah lain

ibu(ibu tiri), (4) saudara sewali yaitu ayah nya saling bersaudara, (5) saudara

berimpal yaitu anak dari makcik(saudara perempuan ayah).

Sapaan dan istilah kekerabatan adalah sebagai berikut : (1) ayah, (2) emak,

(3) abang(abah), (4) akak(kakak), (5) uwak (saudara ayah atau ibu yang paling tua

umurnya), (6) uda (saudara ayah atau ibu yang paling muda umurnya), (7) uwak

ulung (saudara ayah atau saudara ibu yang pertama baik laki-laki maupun

perempuan), (8) uwak ngah (uwak tengah, saudara ayah atau saudara ibu yang

(38)

saudara ibu yang ketiga baik laki-laki maupun perempuan), (10) uwak utih

(saudara ayah atau saudara ibu yang keempat baik laki-laki maupun perempuan),

(11) uwak andak (saudara ayah atau saudara ibu yang kelima baik laki-laki

maupun perempuan), (12) uwak uda (saudara ayah atau saudara ibu yang keenam

baik laki-laki maupun perempuan), (13) uwak ucu (saudara ayah atau saudara ibu

yang bungsu/paing akhir baik laki-laki maupun perempuan).  

2.6 Sistem Mata Pencaharian

Menurut data yang penulis dapat dari lapangan sistem mata pencaharian di

daerah Batang Kuis adalah petani, pedagang, nelayan, buruh, Pegawai Negeri

Sipil, TNI, pensiunan PNS dan TNI. Namun,dari hasil data tersebut potensi utama

mata pencaharian masyarakat Batang Kuis adalah petani dan buruh. Berikut

datanya.

Tabel 2.4:

Mata Pencaharian

Penduduk Batang Kuis

NO. Pekerjaan Jumlah

1. Buruh 21.515

2. Petani 20.644

3. Pedagang 1.327

4. PNS dan ABRI 999

5. Pensiunan PNS dan ABRI 137

6. Nelayan 29

(39)

2.7 Kesenian

Orang Melayu di Batang Kuis memiliki berbagai genre kesenian, yang

difungsikan di dalam kehidupan mereka seperti: marhaban, barzanji, syair,

gurindam, pantun, tari serampang dua belas, tari inang, tari zapin, tari inai, dan

lain-lain. Kesenian-kesenian ini hidup dan berkebang terus sampai sekarang.

Marhaban dan barjanzi adalah seni berunsur Islam yang umum digunakan

di dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti

perkawinan, khitanan, mengantar calon dan menyambut haji, festival budaya

Islam, dan lain-lain. Kesenian ini bersumber dari Kitab Al-Barzanji yang di

dalamnya adalah kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Kitab ini dikarang

oleh ulama Islam ternama yaitu Syekh Ahmad Barzanji. Seni barzanji biasanya

disajikan secara bersama dengan seni marhaban sekaligus.

Selanjutnya syair adalah salah satu genre seni sastra yang dipertunjukkan.

Isinya berupa kisah-kisah atau riwayat, yang disajikan menurut aturan-aturan puisi

tradisional Melayu yang disebut syair. Genre ini disajikan dengan cara bernyanyi

dengan menggunakan melodi-melodi yang khas digunakan untuk pembacaan

syair, seperti melodi Selendang Delima, Dandan Setia, dan lain-lain.

Di samping itu ada pula seni gurindam, yang juga merupakan salah satu

puisi tradisional Melayu. Gurindam berisi tentang nasihat-nasihat yang berakar

dari ajaran Islam. Di antara gurindam yang terkenal di Dunia Melayu adalah

Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji dari Riau. Gurindam ini juga sama

seperti syair disajikan dengan menggunakan melodi tertentu yang dapat dibedakan

(40)

Pantun adalah salah satu genre sastra tradisional Melayu yang paling lazim

dan umum digunakan dalam berbagai konteks kebudayaan Melayu. Pantun dapat

terdiri dari dua baris, empat baris, dan enam baris. Penggal pertama adalah

sampiran dan penggal kedua adalah isi pantun. Antara sampiran dan isi pantun

terjadi kesatuan, baik dari segi isi, tema, dan rima (persajakan). Yang paling

umum adalah pantun empat baris atau pantun empat rangkap, dengan rima rata

(a-a-a-a) maupun binari (a-b-a-b). Pantun dapat disajikan dengan gaya berbicara

sehari-hari, tetapi dapat juga dinyanyikan dengan berbagai melodi dalam budaya

musik Melayu.

Tari Serampang Dua Belas (XII) adalah tari yang memang berasal dari

Kesultanan Serdang, yang awalnya disebut musik dan tari Pulau Sari yang

kemudian dipolakan oleh Guru Sauti dibantu oleh seniman O.K. Adram. Tarian

ini menjadi begitu populer di era awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Tarian ini bercerita tentang pengalaman sepasang kekasih dari mulai kenal,

memadu kasih, sampai bersanding di atas pelaminan. Tarian ini setiap waktu

selalu diperlombakan, termasuk di Batang Kuis sendiri.

Tari inang adalah tari-tarian Melayu yang ditata dari rentak inang. Di

antaranya yang terkenal adalah tari Mak Inang Pulau Kampai dan tari Mak Inang

Pak Malau. Tarian ini biasanya adalah untuk fungsi hiburan dalam berbagai

pertunjukan budaya Melayu, termasuk di Batang Kuis. Tarian inang ini diambil

dari nama para inang-inang pengasuh keluarga kesultanan yang emmang biasanya

menarikan inang ini dalam konteks hiburan di istana-istana kesultanan Melayu

(41)

Selanjutnya tari zapin adalah satu jenis tari dalam kebudayaan Melayu dan

berbnagai kelompok masyarakat Nusantara ini yang begitu populer. Tarian ini

dipercayai berasal dari kawasan Arabia, khususnya Yaman. Tarian ini awalnya

digunakan untuk hiburan para tetamu di acara pesta perkawinan. Tari zapin

memiliki berbagai nama sesuai dengan judul lagu atau musik yang diciptakan

untuk mengiringinya. Dalam kebudayaan Melayu di antara tari zapin yang

terkenal adalah Ya Salam, Selabat Laila, Zapin Persebatian, Bunga Hutan,

Menjelang Maghrib, Zapin Deli, Zapin Serdang, dan lain-lain.

Tari inai adalah salah satu tarian yang digunakan pada saat upacara malam

berinai adat Melayu,dan menurut kepercayaan masyarakat Melayu, upacara

malam berinai dapat menjauhkan pengantin dari hal-hal yang buruk pada saat

upacara perkawinan berlangsung, khususnya saat upacara malam berinai adat

(42)
(43)

 

 

(44)

 

 

(45)

 

 

    

 

 

(46)
(47)
(48)

Jumlah pemakaian nada-nada pada melodi biola adalah:

1. Nada E sebanyak 70

2. Nada Fis sebanyak 103

3. Nada G sebanyak 110

4. Nada A sebanyak 42

5. Nada B sebanyak 18

6. Nada C sebanyak 17

7. Nada D sebanyak 43

5.8 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari

interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi biola :

Tabel 5.1

Interval melodi Biola

Interval Posisi Jumlah Total

1P - 25 25

2m

78

132

54

2M

107

183

76

2Aug

18

38

20

4P

-

2

(49)
(50)

  

 

 

 

 

 

2. Frasaa pada meloodi biola berrjumlah 8 b

B

C

buah frasa. UUntuk lebihh jelasnya :

A

 

 

 

 

 

 

(51)

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

        

 

  

 

 

  

 

 

 

E

F

G

(52)
(53)

5.11 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam irawan 1997 :

85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu :

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada

yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada

yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada

ke nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang

lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih

rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada

yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun

minor.

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai

batas-batasan.

Garis kontur yang terdapat pada melodi biola dalam tulisan ini pada umumnya

adalah conjuct . Pergerakan melodinya bergerak melangkah baik baik mau pun

(54)
(55)

BAB VI FUNGSI TARI INAI

6.1 Seputar Fungsi Tari dalam Disiplin Etnologi Tari

Dalam rangka mengkaji fungsi tari inai di dalam kebudayaan masyarakat

Melayu di Batang Kuis digunakan teori fungsionalisme baik dalam ilmu antropologi

maupun dalam etnologi tari, yang ditawarkan oleh beberapa pakar. Mereka

menggagas teori fungsi itu sebagai berikut.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan

struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan

individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown

yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat,

mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada

keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah

untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya

berikut ini.

(56)

Dalam hubungannya dengan tari inai di dalam upacara perkawinan adat

Melayu di Batang Kuis, Deli Serdang, maka tari inai merupakan salah satu aktivitas

dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai

harmoni atau konsistensi internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bagian dari

sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu secara umum,

dan khususnya Melayu Serdang dan Sumatera Timur.

Curt Sachs (1963:5) seorang ahli musik dan tari dari Belanda mengemukakan

dalam bukunya yang berjudul World History of the Dance mengutarakan bahwa

fungsi tari secara mendasar ada dua, yaitu: (1) tari berfungsi untuk tujuan magis, dan

(2) tari berfungsi sebagai media hiburan atau tontonan. Dalam hal ini tari inai dalam

kebudayaan Melayu di Batang Kuis memiliki fungsi sebagai tujuan magis dan sekali

gus juga sebagai media hiburan. Magis dalam konteks ini adalah sebagai sarana

untuk menangkal kekuatan gaib yang jahat yang hendak mencelakai pengantin.

Untuk itu tarian ini merupakan ekspresi dari sistem ritual masyarakat Melayu.

Namun demikian, sebagai sebuah tari etnik, tari inai ini memiliki fungsi hiburan

juga. Artinya masyarakat pendukung tarian inai merasa akan terhibur dengan

menonton pertunjukan tari inai. Setelah itu tarian ini juga berfungsi sebagai penguat

identitas kebudayaan, solidaritas kelompok, sistem sosial kemasyarakatan orang

Melayu, dan fungsi-fungsi lainnya.

Pakar lainnya Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14

fungsi tari dalam masyarakat, yaitu: (1) sebagai media inisiasi (upacara

pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau

kontak sosial, (4) sarana untuk perkawinan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan

atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pertanian, (7)

(57)

sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangan, (11) sebagai sarana

pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk

pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak).

Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Sachs seperti tersebut di

atas, maka salah satu fungsi tari inai yang paling utama adalah fungsinya sebagai

sarana untuk perkawinan atau pernikahan. Selain itu juga memiliki fungsi sebagai

media inisasiasi yaitu dari masa lajang menuju ke masa perkawinan.

Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul The Function of Dance in

Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari

organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3)

sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan

psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas estetis,

dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.

Jikalau ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka tari

inai dalam kebudayaan Melayu Serdang adalah sebagai refleksi organisasi sosial

Melayu. Tari inai juga berfungsi sebagai ekspresi ritual keagamaan, hiburan, estetik,

dan juga ekonomi.

Di sisi lain, dua pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono

membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat

primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b)

fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik,

dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek

komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian (Narawati dan Soedarsono, 2005:

(58)

Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi

tari inai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam

kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata

pencaharian sekali gus. Fungsi ritualnya adalah menjaga calon mempelai dari

gangguan-gangguan jahat baik yang datangnya dari manusia atau juga

makhluk-makhluk halus, dalam sistem kosmologi Melayu. Sebagai ungkapan pribadi artinya

setiap penari inai memiliki kebebasan dalam mengeksplorasi gerak, di dalam bingkai

gerak bakunya. Begitu juga keindahan dalam tarian ini diekspresikan ke dalam

gerak yang distilisasi dari gerak manusia sehari-hari dan terutama

gerak-gerak silat sebagai seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Sementara itu, fungsi

ekonomi bukan fungsi utama tari inai, namun setiap pertunjukannya maka selalu

melibatkan sejumlah honor yang diberikan tuan rumah kepada penari dan pemain

musik.

6.2 Fungsi Tari Inai

Dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial, yang dimaksud dengan fungsi adalah

sesuatu hal yang menyangkut tujuan pemakaian dalam pandangan luas dan universal.

Fungsi berbagai aktivitas yang terinstitusi di dalam masyarakat sebenarnya adalah

untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dikehendaki di dalam sebuah

kebudayaan. Seperti dalam mekanismenya, teori fungsionalisme adalah salah satu

teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling

ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan

pada masyarakat tertentu (Lorimer et al, 1991). Pada analisis fungsi ini akan

dijelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi-institusi seperti :

(59)

Demikian pula tari inai dalam kebudayaan Melayu pada umumnya dan di

Batang Kuis secara khusus, memiliki fungsi-fungsi di dalam masyarakatnya. Fungsi

kegiatan atau pertunjukan tari inai adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di

dalam kehidupan sosial dan budayanya. Kebutuhan masyarakat tersebut dapat

dipenuhi oleh praktik tari inai. Misalnya tarian ini memenuhi kebutuhan masyarakat

Melayu di Batang Kuis untuk memelihara tradisi dan adat istiadatnya. Lebih jauh

dalam upacara perkawinan adat Melayu akan menjadi lengkap dan sempurna jika

disertai dengan tarian inai beserta musik pengiring, pantun, seloka, busana adat,

bahasa Melayu (Serdang), dan lain-lain.

Untuk mengkaji fungsi tari Inai di dalam kebudayaan masyarakat Melayu

Batang Kuis, penulis menggunakan teori fungsi yang berasal dari disiplin etnologi

tari. Selanjutnya menyimpulkan bagaimana fungsi tari inai pada masyarakat Melayu

Serdang di Batang Kuis. Sedikit berbeda dengan pendekatan yang umum digunakan

oleh para calon sarjana Etnomusikologi FIB USU, yang umumnya menggunakan

teori fungsi yang dikemukakan Merriam (1964), yang relevan dan lebih sesuai untuk

mengkaji fungsi musik, maka dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori fungsi

yang terutama digunakan dalam disiplin etnologi tari atau etnokoreologi. Adapun

fungsi-fungsi tari inai dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Kota Medan adalah

sebagai berikut.

6.2.1 Fungsi Tari Inai Menurut Teori Radcliffe-Brown

Seorang ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi, yaitu

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkaitan erat dengan struktur sosial

masyarakat. Dalam kenyataannya bahwa struktur sosial itu umumnya akan hidup

(60)

Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu

masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan suatu bagian aktivitas

kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi

adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal.

Berdasarkan kepada teori fungsi Radcliffe-Brown ini, maka dalam kaitannya

dengan tari inai pada upacara perkawinan adat Melayu dalam kebudayaan Melayu di

Batang Kuis, maka tari ini adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas

etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi

internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bahagian dari sistem sosial yang

bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu.

Dari sisi pandangan aspek internal, maka tari inai ini didukung oleh aspek

tarian yang di dalamnya juga terdiri dari para penari lelaki, busana, aksesoris, tata

rias wajah, gerak-gerak dengan ragam dan polanya, pola lantai, makna gerak, dan

seterusnya. Tarian inai juga didukung oleh aktivitas musik, yang terdiri dari pemain

musik pembawa melodi dan pembawa ritme. Pemusik yang membawa melodi adalah

pemain akordion dan biola. Sementara pembawa ritme adalah pemain gendang

ronggeng. Mereka menggunakan melodi dan ritme (rentak) yang disebut

patam-patam. Antara tari dan musik terjadi integrasi pertunjukan yang kuat.

Setelah itu diperhatikan dari sudut eksternal, maka tari inai dan musik

iringannya adalah berfungsi untuk memenuhi institusi sosial lainnya yaitu

perkawinan adat. Tari dan musik inai ini menjadi bahagian penting dalam tatanan

upacara perkawinan adat Melayu, yang terdiri dari berbagai tahapan. Sementara

perkawinan ini sendiri adalah institusi yang bertujuan atau berfungsi utama untuk

Gambar

Tabel 2.1:
Tabel 2.2:
Tabel 2.3:
Gambarr 2.1:
+4

Referensi

Dokumen terkait

Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011 Nomor 1 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Nomor 40) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah

Siswa dapat menentukan besar salah satu unsur dari dua pasangan unsur yang berkaitan dengan perbandingan berbalik nilai, jika diberikan soal cerita dengan tiga unsur

Anda juga akan mudah mendeteksi gaya kerja orang lain, atau bahkan rekan atau.

Kemampuan untuk memilah unit-unit mana yang akan dioperasikan pada berbagai level pembebanan menunjukkan bahwa program yang dibuat berdasarkan algoritma dalam penelitian ini

Registrasi naskah keluar dipergunakan untuk mendaftarkan arsip atau surat yang akan dikirimkan oleh unit kerja kepada unit kerja lain atau instansi lain kedalam aplikasi SIKD..

Sebagai salah satu pemain dalam industri elektronik, PT. Max Top juga menghadapi beberapa pesaing potensial yang bermaksud akan mengikuti inovasi yang dilakukan

Layanan Perpustakaan Kecamatan Dalam Meningkatkan Minat Baca Masyarakat (studi implementasi layanan perpustakaan kecamatan di Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang) Layanan

BAGAIMANA PENYELESAIAN SENGKETA WARIS BAGI KAUM PEREMPUAN YANG MENUNTUT DAN APA SANKSI BAGI YANG MELANGGAR PEMBAGIAN WARISAN SUKU JERING DESA PELANGAS KECAMATAN SIMPANG