PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP 195110131976031001
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D ( )
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )
3. Drs. Fadlin, M.A. ( )
4. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. ( )
5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( )
ABSTRAKSI
Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam pertunjukan tari dan musik inai dalam konteks upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai; (b) struktur musik iringan (baik ensambel maupun melodi dan ritmenya); dan (c) fungsi tari inai dalam budaya masyarakat Melayu di Batang Kuis.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan, dengan pendekatan metode kualitatif, dan pengamatan terlibat. Teori yang digunakan adalah teori koreografi untuk gerak tari, disertai teori weighted scale untuk melodi musik iringan, dan teori fungsionalisme di bidang etnokoreologi untuk menguraikan fungsi tari inai dalam masyarakat Melayu.
Hasil yang diperoleh adalah, gerak tari inai adalah gerakan berpola, yang diambil dari gerak-gerak silat, yaitu salah satu seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Pola lantainya bebas dan variatif. Musik iringan yang digunakan adalah ensambel yang terdiri dari: biola dan akordion yang membawa melodi secara heterofoni, ditambah satu gendang ronggeng yang membawa rentak musik. Lagu dan rentak yang digunakan disebut patam-patam. Fungsi tari inai yang utama adalah sebagai eksprtesi ritual yaitu menjaga calon mepelai wanita dari gangguan-gangguan supernatural yang berasal dari manusia atau makhluk halus. Selain itu fungsinya adalah sebagai ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis.
Kata kunci: inai, tari, fungsi, musik iringan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Tari Inai dalam konteks upacara adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi.
Tugas Akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana Seni (S.Sn) dari jurusan Etnomusikologi Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tugas akhir
ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak
terbatas. Dalam hal ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada
Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku ketua Jurusan
Etnomusikologi sekaligus dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Fadlin M.A selaku
dosen pembimbing II. Kedua dosen pembimbing yang baik dan luar biasa ini
telah memberikan saran serta semangat penulis untuk menyelesaikan proses
skripsi ini. Kemudian, Segenap para dosen di Jurusan Etnomusikologi yang
turut membantu lancar nya proses perkuliahan saya selama ini dari awal
semester sampai akhir semester penyelesaian skripsi ini, tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada:
1. Terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh keluarga terutama
orangtua saya Ayahanda Syahrial Nasution,ST dan Ibunda Zulaikha
yang selalu memberikan semangat serta doa, tak lupa doa setulus hati
saya buat Ibunda tercinta Almh. Zuriah atas kasih sayang nya selama
ini semoga amal dan ibadah beliau diterima oleh Allah SWT.
dengan judul tugas akhir penulis.
3. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
teman-teman seperjuangan yang sudah penulis anggap keluarga selama proses
perkuliahan yaitu Kosong Sembilan: Reny Yulyati, Nesya Vania , Teti
Elena , Fitri Suci Hati Saragih, Verawati Simbolon, Anita R.P Purba,
Martin Tambunan, Maruli Purba, Sugiardi, Wahyu Boangmanalu,
Dicky Silalahi, Krisrendi Siregar, Herman Simanjuntak, Septianta
Bangun, Giat Sihotang, dan Ranto Samuel Manik. Terima kasih telah
menjadi saudara dan keluarga buat penulis. Tidak terasa sudah hampir
4 tahun kita merasakan susah senang selama duduk dibangku
perkuliahan, dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu- persatu. Dan terima kasih kepada orang-orang
terdekat saya yang selalu memberikan semangat dan perhatiannya yaitu:
Bang Rizad,Rudini, Rosilawati, Ranila Sari, Fath Yarjuna,dan untuk
anggota Komunitas Biola dan Seniman Medan yaitu: Dita Lestari, Bang
Andi, Bang Wanda, Bang Didi, Bang Juna, Riska, dan anggota KBSM
yang lainnya.
Penulis menyadari skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab
itu penulis mengaharapkan sekali kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun
dan memotivasi, sehingga mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang ilmu etnomusikologi.
Medan, 2013
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI……… iv
KATA PENGANTAR………. v
DAFTAR ISI……… vii
DAFTAR GAMBAR………... ix
DAFTAR TABEL……… x
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1
1.5.1 Studi Kepustakaan ………...………. 13
1.5.2 Kerja Lapangan ………. 13
1.5.3 Kerja Laboratorium ………... 15
1.6 Lokasi Penelitian……….. 16
BAB II : MASYARAKAT MELAYU DI BATANG KUIS 2.1 Pemerintahan dan Wilayah Kecamatan Batang Kuis……….. 17
2.2 Gambaran Umum Masyarakat Melayu Batang Kuis……… 21
2.3 Adat-Istiadat Melayu...………. 22
2.4 Sistem Religi……….……… 24
2.5 Sistem Kekerabatan…………..……… 26
2.6 Sistem Mata Pencaharian …………..……….. 27
2.7 Kesenian……… 28
BAB III: UPACARA ADAT PERKAWINAN DALAM BUDAYA MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 3.1Gambaran Umum Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu………... 31
3.2Pembagian Upacara Perkawinan pada Masyarakat Melayu ………….. 32
3.2.1 Merisik kecil dan Merisik resmi ……….. 32
3.2.2 Jamu Sukut …...……… 33
3.2.3 Meminang……….………... 34
3.2.4 Mengantar Bunga Sirih………... 37
3.2.5 Malam Berinai……….………... 38
3.2.6 Acara Nikah……….……… 43
3.2.7 Berandam……… ……… 44
3.2.8 Bersanding………... 44
3.2.9 Mandi Bedimbar………..……… 49
BAB IV: DESKRIPSI TARI INAI
4.1 Deskripsi Tari Inai……...……… 50
4.2 Penari ……….. 51
4.3 Busana dan Properti Tari Inai……….. 52
4.4 Gerak Dalam Pertunjukan………... 54
BAB V: ANALISIS MUSIK IRINGAN TARI INAI 5.1 Alat Musik Pengiring……….. 64
5.2 Analisis Musik Pengiring……… 65
5.3 Model Notasi……….. 66
5.4 Tangga Nada……….. 74
5.5 Nada Dasar………. 74
5.6 Wilayah Nada………. 75
5.7 Frekuensi Pemakaian Nada……… 75
5.8 Jumlah Interval……….. 76
5.9 Formula Melodik………... 77
5.10 Pola Kadensa………... 80
5.11 Kontur……….. 81
5.12 Transkripsi tempo Gendang Ronggeng……….... 82
BAB VI: FUNGSI TARI INAI 6.1 Seputar Fungsi Tari dalam disiplin Etnologi Tari……….. 83
6.2 Fungsi Tari Inai……….. 86
6.2.1 Teori Radcliffe-Brown………..……….. 87
6.2.2 Teori Kurath……… 89
6.2.3 Teori V.Shay………... 90
6.2.4 Teori Narawati dan Soedarsono……….. 92
BAB VII: PENUTUP 7.1 Kesimpulan………. 94
7.2 Saran………... 96
DAFTAR PUSTAKA……… 97
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1: Properti Tepung Tawar……….. 24
Gambar 3.1 : Sujud Sembah Kepada Kedua Orangtua……… 40
Gambar 3.2 : Calon Penganti Perempuan………. 40
Gambar 3.3: Proses Tepung Tawar………. 41
Gambar 3.4: Inai yang sudah digiling Halus……….. 41
Gambar 3.5: Penampilan Tari Inai……….. 42
Gambar 3.6: Pemakaian Inai………... 42
Gambar 3.7: Hempang Pintu………... 47
Gambar 3.8: Tepak Nikah………... 48
Gambar 3.9: Bertukaran Tepak……… 48
Gambar 4.1: Penari Inai………... 53
Gambar 4.2: Properti Tari Inai………. 53
Gambar 4.3: Pemusik Tari Inai……… 54
Gambar 5.1: Gendang Ronggeng……… 64
Gambar 5.2: Biola………... 65
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1: Data PNS di Kantor Kecamatan Batang Kuis………. 18
Tabel 2.2: Daftar Kepala Desa dan Ketua BPD Batang Kuis………... 19
Tabel 2.3: Jumlah Penduduk Batang Kuis……… 20
Tabel 2.4: Mata pencaharian Penduduk Batang Kuis………... 27
Tabel 4.1: Deskripsi Kinisiologi Gerak Tari Inai……….. 55
Tabel 5.1: Interval Melodi Biola……….. 76
ABSTRAKSI
Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam pertunjukan tari dan musik inai dalam konteks upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai; (b) struktur musik iringan (baik ensambel maupun melodi dan ritmenya); dan (c) fungsi tari inai dalam budaya masyarakat Melayu di Batang Kuis.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan, dengan pendekatan metode kualitatif, dan pengamatan terlibat. Teori yang digunakan adalah teori koreografi untuk gerak tari, disertai teori weighted scale untuk melodi musik iringan, dan teori fungsionalisme di bidang etnokoreologi untuk menguraikan fungsi tari inai dalam masyarakat Melayu.
Hasil yang diperoleh adalah, gerak tari inai adalah gerakan berpola, yang diambil dari gerak-gerak silat, yaitu salah satu seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Pola lantainya bebas dan variatif. Musik iringan yang digunakan adalah ensambel yang terdiri dari: biola dan akordion yang membawa melodi secara heterofoni, ditambah satu gendang ronggeng yang membawa rentak musik. Lagu dan rentak yang digunakan disebut patam-patam. Fungsi tari inai yang utama adalah sebagai eksprtesi ritual yaitu menjaga calon mepelai wanita dari gangguan-gangguan supernatural yang berasal dari manusia atau makhluk halus. Selain itu fungsinya adalah sebagai ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis.
Kata kunci: inai, tari, fungsi, musik iringan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Batang Kuis adalah sebuah kawasan kota di Kabupaten Deli Serdang, yang
berada di pesisir timurnya. Batang Kuis merupakan daerah pertanian dan juga
terkenal dengan peternakan nya. Selain itu, wilayah Batang Kuis juga terkenal
dengan seni budayanya. Kawasan ini juga berkembang dengan pesat di sektor
perekonomian, yang memberikan dampak terhadap penduduk yang
menempatinya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat yang terdapat di daerah
Batang Kuis terdiri dari bermacam-macam suku, seperti: Melayu, Mandailing,
Jawa, Batak Toba, Simalungun, Karo, Tamil, Hokkian, dan lain-lainnya. Mereka
hidup dalam suasana budaya yang heterogen, sesuai dengan filsafat hidup bangsa
Indonesia yaitu bhinneka tunggal ika, artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu
juga. Namun dilihat dari sisi sejarah, kawasan Batang Kuis berada di dalam
wilayah kebudayaan Melayu Serdang, yang di masa pemerintahan kesultanan,
berada di wilayah Kesultanan Melayu Serdang. Dengan demikian, “tuan rumah”
Batang Kuis adalah etnik Melayu, yang sangat terbuka menerima etnik-etnik lain
untuk berdampingan hidup bersama secara sosial dengan mereka.
Dalam konteks Sumatera Utara, orang Melayu di Batang Kuis memiliki
berbagai genre kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka. Di antara
genre seni-seni Melayu adalah: marhaban, barzanji, syair, gurindam, pantun,
Di antara kesenian tersebut, ada yang difungsikan di dalam upacara
pernikahan (perkawinan), terutama tari inai, persembahan, dan silat. Upacara
pernikahan dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Batang Kuis di dalam
pelaksanaannya berdasar kepada tata cara adat Melayu dan agama Islam.
Masyarakat Melayu, dalam hal ini mempunyai konsep adat bersendikan sayarak
(hukum Islam), dan syarak bersendikan kitabullah (Al-Qur’an).
Peraturan tersebut melibatkan tata cara komunikasi yang digunakan ketika
proses upacara pernikahan berlangsung. Upacara pernikahan yang dilaksanakan
oleh masyarakat Melayu merupakan gabungan dua faktor yang saling
melengkapi, yaitu aspek syari’at sebagaimana yang diajarkan di dalam agama
Islam dan aspek adat. Setiap upacara pernikahan dalam budaya Melayu
melibatkan adat-istiadat dan agama yang akan dilakukan secara tertib dan
berurutan dari awal sampai akhir.
Dalam upacara pernikahan masyarakat Melayu, pada umumnya malam berinai
digunakan untuk berkumpul dengan semua keluarga dan teman-teman terdekatnya sebagai
tanda melepas masa lajangnya untuk terakhir kalinya. Dahulu malam berinai dapat dilakukan
selama tiga malam yakni: malam pertama disebut malam inai curi, dimana pengantin diberi
inai1 oleh teman-temannya sewaktu ia tidur sehingga tidak ketahuan. Malam kedua disebut
malam inai kecil, pengantin wanita dihiasi, didandani dan didudukkan di atas pelaminan
yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, dan kerabat untuk ditepungtawari. Lalu
dilanjutkan dengan inai besar, terlebih dahulu tari inai ditampilkan dan tarian Melayu lainnya,
kemudian pengantin wanita dipasangkan inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh
1
kedua orangtuanya, keluarga, dan teman-teman dekatnya. Setelah semua acara selesai,
selanjutnya pengantin wanita dipasangkan inai yang sebenarnya yang disebut berinai besar.
Tetapi kini malam berinai hanya dilakukan satu malam saja karena faktor dan waktu yang
kurang mendukung. Sehingga, malam berinai yang dilakukan hanya malam berinai besar
saja. Kegiatan upacara berinai ini biasanya disertai dengan tari inai dan musik iringannya.
Tari inai merupakan salah satu upacara adat masyarakat Melayu di Batang Kuis
yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan
masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika tari inai atau upacara malam
berinai tidak diadakan, upacara pernikahan keesokan harinya tetap berlangsung. Namun
demikian, seiring berjalannya waktu, malam berinai sekarang dilakukan satu malam saja
karena faktor waktu dan dana yang terkadang menjadi kendala, sehingga malam berinai
hanya dilakukan satu malam sebelum keesokan harinya melakukan akad nikah. Kesenian
inai adalah merupakan seni pertunjukan yang melibatkan tari dan musik. Tarian ini biasanya
hanya dilakukan di rumah pengantin wanita saja, sedangkan di rumah pengantin pria tidak
dilakukan upacara malam berinai. Hanya saja inai dihantar dari rumah pengantin wanita
kerumah si calon pengantin pria dan menurut adat diadakan tepung tawar kemudian
dilanjutkan pemasangan inai ke kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh keluarga dan
teman-teman dekatnya.
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji tiga aspek dari tari inai, yaitu deskripsi gerak,
deskripsi musik iringan baik ensambel maupun struktur musiknya dalam melodi dan ritme,
serta kajian terhadap fungsi tari inai dan musik pengiringnya dalam kebudayaan Melayu di
Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Deskripsi gerak akan
difokuskan terhadap gerak tari yang meliputi motif gerak, hitungan dan siklus, pola lantai,
busana, properti tari, dan hal-hal sejenis. Kemudian untuk musik iringan meliputi alat-alat
akan difokuskan kepada bagaimana tari inai dna musik iringan menyumbangkan perannya di
dalam kehidupan masyarakat Melayu di batang Kuis.
Gerakan tari inai yang dilakukan merupakan kombinasi dari gerak-gerak hewan atau
kejadian-kejadian alam, sehingga gerakannya hampir menyerupai gerakan silat. Pada
dasarnya alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi Tari inai ini
adalah sebuah serunai Melayu yang berfungsi sebagai pembawa melodi, satu atau
dua buah gendang Melayu satu muka (gendang ronggeng), dan sebuah gong.
Rentak musik yang disajikan berdasarkan irama musik silat seperti yang telah
diketahui bahwa musik dari Melayu Batang Kuis yang selalu digunakan adalah
musik Melayu yang berirama dan bertajuk patam-patam. Namun dari hasil
pengamatan di lapangan, alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi
tari hiburan Melayu adalah sebuah biola,sebuah gendang ronggeng dan keyboard,
sedangkan alat musik untuk mengiringi tari Inai adalah sebuah gendang ronggeng
sebagai rentak atau tempo, sebuah akordion dan satu buah biola sebagai pembawa
melodi. Hal itu dipengaruhi karena adanya perubahan dalam penggunaan alat
musik, akan tetapi musik yang digunakan dalam penyajian tari inai tetap
patam-patam.
Fungsi tari inai yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang merupakan
salah satu upacara adat Melayu. Tari inai adalah tari yang difungsikan pada malam berinai
yang mempunyai makna simbolis dan pengintegrasian masyarakat terhadap keluarga yang
menggunakan acara malam berinai.
Penari inai memakai busana adat Melayu. Kepala ditutup dengan memakai peci dan
mengenakan baju baju Gunting Cina atau baju Kecak Musang dan celana panjang longgar
kemudian, memakai. Sesamping yaitu kain sarung atau songket yang dibentuk segitiga atau
berfungsi sebagai pelengkap saja atau juga sebagai alat pendukung gerak tari tersebut,
properti juga sering dipakai sebagai nama, judul dari sebuah tarian, misalnya properti payung
untuk tari payung, properti piring untuk tari piring, keris untuk tari keris, dan lain-lainnya.
Properti yang digunakan pada tari inai etnik Melayu di Batang Kuis, penari menggunakan
piring dan lilin yang sudah dinyalakan, serta inai yang sudah ditumbuk
mengelilingi lilin. Masing-masing penari memegang dua buah piring untuk tangan kanan
dan tangan kiri.
Penelitian ini juga akan memperhatikan pertunjukan tari inai dalam konteks upacara
perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis. Adapun aspek utama yang akan penulis
diskusikan di dalam penulisan ini adalah bagaimana gerak, musik iringan, dan fungsi tari inai
tersebut dalam penyajiannya pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis?
Gerak-gerak yang bagaimanakah yang diekspresikan penari inai ini, apa saja istilah-istilahnya
menurut para penari Melayu? Kemudian di dalam penyajian tari inai digunakan ensambel
musik inai.
Selanjutnya jika fungsinya dianggap penting, bagaimanakah proses penyajian tari
inai tersebut agar dapat memenuhi fungsi yang dimaksud? Jika fungsi tari inai mengalami
perubahan, apakah ada pengaruhnya terhadap masyarakat Melayu di Batang Kuis tersebut?
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan yang ditentukan agar pembahasan lebih terarah dalam
skripsi nantinya. Penulis menentukan tiga pokok masalah yaitu:
1. Bagaimana struktur gerak tari inai yang digunakan dalam upacara adat
perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan
deskripsi tentang pola lantai, jenis-jenis gerak, istilah gerak, makna gerak, dan
hal-hal sejenis.
2. Bagaimana musik iringan tari inai yang digunakan dalam upacara adat
perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan
uraian terhadap ensambel musik inai, dan jalinan antara alat-alat musik.
Selanjutnya juga akan dikaji struktur melodi utama yang disajikan oleh biola.
Juga rentak gendang yang disajikan oleh pemain gendang ronggeng.
3. Sejauh apa fungsi seni inai dalam konteks upacara adat perkawinan Melayu di
Batang Kuis? Ini akan diurai dengan dua pendekatan utama yaitu guna dan
fungsi kesenian inai dalam masyarakat pendukungnya.
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini:
1. Untuk mengetahui dan memahami gerak yang dilakukan penari inai dalam
menarikan tarian inai.
2. Untuk mengetahui dan memahami struktur ritme dan melodi musik pengiring
yang digunakan mengiringi tarian inai.
3. Untuk mengetahui fungsi tari inai yang dimaksud dalam konteks upacara
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut.
(1) Menambah refrensi tulisan tentang kesenian, khususnya tari inai dalam
konteks kebudayaan Melayu.
(2) Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai kesenian
tari inai.
(3) Untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya etnomusikologi dalam
konteks ilmu pengetahuan.
(4) Untuk memberikan data awal bagi pengembangan kesenian etnik sebagai
pendukung utama kesenian nasional, dalam konteks pembentukan jatidiri
dan karakter bangsa di tengah-tengah globalisasi.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R. Merton
mendefenisikan sebagai berikut: “Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati.
Seterusnya, konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan
hubungan empiris” (Merton, 1963:89).
Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258).
Upacara yang dilakukan masyarakat dilandasi oleh kepercayaan dan
kebudayaan rutinitas semata akan tetapi mengandung maksud dan tujuan
tertentu. Upacara bukan sebagai suatu kegiatan biasa yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari, akan tetapi merupakan aktivitas yang mengandung
(KBBI 2005:1250). Dalam tulisan ini yang dimaksud adalah upacara
perkawinan, setiap upacara perkawinan masing-masing etnik memiliki tujuan
tertentu dan selalu menampilkan musik dan tarian yang berfungsi sebagai
hiburan maupun kepercayaan religius.
Tulisan ini berisi suatu kajian tentang fungsi tari inai masyarakat Melayu pada
masyarakat Melayu di Batang Kuis. Pada umumnya tari inai yang dipakai oleh masyarakat
Melayu di Batang Kuis yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang termasuk
kedalam konteks upacara perkawinan adat Melayu.
Curt Sachs (1963:5) dalam bukunya yang berjudul History of The Dance
mengemukakan bahwa perkembangan tari sebagai seni yang tinggi telah ada pada
zaman prasejarah. Pada awal kebudayaan tari telah mencapai tingkat
kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya .
Dalam tulisan ini yang dimaksud tari inai adalah tari etnik Melayu yang
digunakan dalam konteks upacara perkawinan. Jumlah penari pada tari inai harus
genap atau berpasangan misalnya 2 penari, 4 penari, maupun 6 penari yang
menggunakan properti rumah inai. Dalam kenyataanya sekarang mengalami
perubahan properti karena sudah sulit mendapatkan rumah inai, jadi diganti
dengan piring ataupun properti lainnya. Dalam penyajiannya, tari inai diawali
dari posisi depan, sebelum memulai tarian dilakukan penghormatan kepada
pengantin dan para tamu, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan
silat yang bersifat refleks dan saling berlawanan (saling mengisi gerakan dan
ruangan yang kosong antara penari yang satu dengan penari yang lainnya). Tari
inai juga menggunakan istilah-istilah gerak tertentu yang dari tahun ke tahun
Fungsi merupakan tujuan dari suatu pertunjukan suatu kesenian. Setiap suatu upacara
adat yang dibuat pasti memiliki suatu tujuan dari pihak keluarga ataupun segi pandangan dari
masyarakat itu sendiri. Jadi, upacara adat malam berinai yang menggunakan musik dan tari
inai yang memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda-beda dari masyarakat, selain untuk
meneruskan kebiasaan etnik Melayu yang telah ada pada zaman dahulu, tarian inai ini juga
memiliki fungsi religi dan pengintegrasian masyarakat. Fungsi sebagai religi menurut
keluarga ataupun masyarakat, jika tari inai yang ditampilkan diharapkan supaya kedua belah
pihak calon pengantin tidak mendapatkan kendala ketika menjelang akad nikah keesokan
harinya. Sedangkan fungsi pengintegrasian masyarakat menurut penulis pada penelitian di
lapangan, ketika malam upacara berinai akan dilaksanakan, sebelumnya pihak keluarga juga
mengundang persatuan masyarakat Melayu yang ada di daerah Batang kuis agar menghadiri
upacara malam berinai dan menjalin silaturahmi sesama masyarakat Melayu pada acara
malam berinai tersebut.
Kata masyarakat di dalam tulisan ini memiliki makna tertentu yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990:146-147) menyatakan bahwa
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama. Masyarakat yang terdapat di Batang Kuis ialah masyarakat nya
bermacam-macam suku dan mengidentitaskan diri masing-masing sebagai suku
Melayu dan berbahasa Melayu, sehingga adat- istiadat nya pun memakai upacara
1.4.2 Teori
Dalam rangka mendeskripsikan gerak tari inai, musik iringan tari inai,
dan fungsi kesenian inai, penulis menggunakan beberapa teori yang
berhubungan dengan judul di atas dan dianggap relevan. Teori yang dimaksud
sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1990:30), yaitu bahwa pengetahuan
yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita
sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian
tentang suatu teori bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang
dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.
Dalam meneliti gerak tari tersebut, penulis akan mendeskripsikan
bagaimana gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari inai tersebut. Penyusunan
gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari
bersama. Ditambah dengan penyesuaian ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, semuanya
merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23).
Dalam hal ini,yang dimaksud koreografi adalah gerakan-gerakan yang dilakukan para penari
pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk
tarian etnik lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelaku dan penonton nya.
Gerakan-gerakannya terpola didalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang dilakukan
secara simbolis serta serta memiliki makna-makna tersendiri.
Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat
bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut
Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah
rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik
merupakan audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena
ruang dan waktu (Sachs, 1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74) serta dapat
dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang
menghubungkan keduanya adalah waktu, yaitu gerak ritmis (musik dan tari)
dan tempo.
Untuk mendeskripsikan musik iringan tari inai ini, khususnya struktur
melodi biola yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama,
penulis menggunakan teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang
ditawarkan oleh Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk
mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada
dasar, (4) interval, (5) distribusi nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadnsa,
dan (8) kontur.
Dalam hal ini, penulis juga akan membuat transkrip musik pengiring tari
inai dengan menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua
pendekatan, yaitu: 1. kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita
dengar, 2. kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas dan
kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.
Dalam meneliti fungsi tari inai ini, penulis akan membahas tentang
fungsi tari yang dikemukakan oleh V. Shay dalam terjemahan R.M. Soedarsono
(1986), ada enam fungsi tari yaitu: sebagai refleksi organisasi sosial, sebagai
sarana ekspresi untuk ritual,sekuler, dan keagamaan, sebagai aktivitas reaksi
dan hiburan, sebagai refleksi ungkapan estetis, sebagai ungkapan serta
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti tari Inai pada upacara
perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam
Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.”
Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum ke
lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra
lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan
sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun
rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih
informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.
Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk
mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan
alat bantu yaitu, kamera digital merk Casio, dan catatan lapangan. Pengamatan
langsung (menyaksikan) upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis.
Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam
pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari.
Informan biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang
khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan
Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah
terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan
sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori. Dan sebagai hasil akhir dari
menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan
skripsi.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan
literatur-literatur yang berhubungan dan dapat membantu pemecahan
permasalahan. Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan penelitian tari Inai
dalam upacara perkawinan masyarakat adat Melayu masih sulit didapat.
Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan
konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis tentang kebudayaan
masyarakat Melayu yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan
pembahasan atau penelitian.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman
kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku
Metode-metode penelitian masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa
pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan
(1) Observasi (pengamatan),dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan
langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115),
bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari
sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan, maka pengamat
menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang
diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan
oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya.
Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang
diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya
tari Inai pada upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalah-masalah
lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis
juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil
pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari
pihak panitia upacara.
(2) Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan
keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta
pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara
lisan dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat
Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu :
persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara.
Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan
Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu
tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu,
sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data,
penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar
pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan.
(3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara,
yaitu (a) perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan
menggunakan kamera digital Casio. Perekaman ini sebagai bahan analisis
tekstual dan musikal. (b) Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar
digunakan kamera digital merk Casio. Pengambilan gambar dilakukan setelah
terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak pelaksana dan pihak yang bersangkutan.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah
didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun
bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan
penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian
dan selanjutnya dianalisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan
penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan.
Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi,
aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai
dengan keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang
inter-disipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi),
sehingga permasalahannya yang merupakan hasil laporan penelitian yang disusun
melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini
dilakukan berulang-ulang.
1.6 Lokasi Penelitian
Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih daerah Batang Kuis yang masih
menggunakan tari inai pada upacara adat malam berinai, informan dan anggota
penari sanggar Pusaka Serumpun Pantai Labu menjadi penari Inai pada acara
tersebut. Upacara inai ini tepatnya dilakukan di rumah O.K. Syarifuddin Rosha,
yang mengadakan upacara perkawinan (termasuk di dalmnya upacara berinai dan
pertunjukan tarian inai). Ia menyelenggarakan pesta perkawinan anak
prempuannya yang bernama dr. Chici Elfida Rosha.
BAB II
MASYARAKAT MELAYU DI BATANG KUIS
2.1 Pemerintahan dan Wilayah Kecamatan Batang Kuis
Batang Kuis adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Deli Serdang,
Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Batang Kuis terdiri atas 11 Desa,
dan 72 Dusun.
Sejalan dengan rencana pemindahan Bandara Internasional Polonia Medan
ke Bandara Internasional Kuala Namu yang berbatasan dengan Kecamatan Batang
Kuis, kecamatan ini terus berbenah diri menjadi Kecamatan Gapura (Gerbang dan
Pintu Utama Menuju Bandara). Selanjutnya, melalui kebijakan lokal Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang yang dinamakan Gerakan Deli Serdang Membangun,
sampai dengan akhir tahun 2010, kecamatan ini mampu menghimpun partisipasi
swadaya masyarakat dan pengusaha senilai Rp.17.735.160.000 (sumber:
id.wikipedia.org) Atas prestasi tersebut, pada tahun 2008 itu pula kecamatan ini
ditetapkan sebagai juara ketiga Kecamatan Terbaik Tingkat Provinsi Sumatera
Utara.
Sesuai dengan Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor: 886 Tahun 2008
tentang Tugas Pokok, Fungsi Dan Rincian Tugas Jabatan Perangkat Daerah
Kabupaten Deli Serdang, dalam menjalankan tugas-tugas sehari-harinya, camat
dibantu oleh 3 (tiga) kepala sub bagian dan 4 (empat ) orang kepala seksi, 6
(enam) orang staf/ pegawai, beserta 4 (empat) orang sekretaris desa.
Adapun data pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang ada di Kantor Camat
Tabel 2.1:
Data PNS di Kantor Kecamatan Batang Kuis
NO NAMA NIP JABATAN
1. T. MHD. ZAKI AUFA, S.Sos 19730426 199203 1 005 CAMAT
2. PAHRUM SIREGAR, SH 19690530 198712 1 004 KASI PMD
3. ALI HOTMA, SH 19660703 198712 1 009 KASI KEBERSIHAN
4. MARADOLI DALIMUNTHE 19581231 198203 1 514 PL. KASI TRANTIB
5. SALIM 19640806 198602 1 010 PL. KASI KESSOS
6. RADHIAH SINUHAJI, BA 19640416 198602 2 006 KASUBBAG KEUANGAN
7. SYAFRI WIJAYA 19600410 198602 1 006 KASUBBAG UMUM
8. ARFAH LUBIS, SE 19781117 199803 2 005 KASUBBAG PROGRAM
9. BAMBANG RISWANTO 19640813 198503 1 018 STAF
10. KHOLIDAH NASUTION 19711009 199602 2 002 STAF
11. FANI ANGGIRA 19821021 200502 2 010 STAF
12. ROSDEWANI SIREGAR 19710707 199503 2 001 STAF
13. WAGINI 19610722 198503 2 005 STAF
14. ARIFIN PASARIBU 19591207 198602 1 004 STAF
15. KHAIRANTO 19730822 200906 1 001 SEKRETARIS DESA TANJUNG SARI
16. YUSDIARNINGSIH 19781201 201001 2 002 SEKRETARIS DESA BAKARAN BATU
17. M. YAHYA 19621223 200701 1 006 SEKRETARIS DESA MESJID
18. AZWAR 19730421 200906 1 003 SEKRETARIS DESA PAYA GAMBAR
Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)
Dalam konteks tata pemerintahan di pedesaan dan kelurahan-kelurahan di seluruh
Kecamatan Batang Kuis, maka berikut ini adalah nama desa, kepala desa, dan
Tabel 2.2:
Para Kepala Desa dan Ketua BPD
Kecamatan Batang Kuis
NO NAMA DESA NAMA KEPALA DESA NAMA KETUA BPD
1. TANJUNG SARI EDI SUPRIANTO AGUS SALIM, S.Ag
2. BATANG KUIS PEKAN KHAIRUL ARZANI EFIFI IRFANSYAH
3. SENA BANTU SUPRAYITNO YOYON INDARU
4. BARU ZULFIKAR UMRI ZAINUDDIN S.Ag
5. TUMPATAN NIBUNG JUARNO DRS.SURATMAN
6. PAYA GAMBAR IRIANTO VICTOR SILABAN
7. BINTANG MERIAH BAMBANG HARTOKO M.RIDWAN
8. MESJID HERMAN FELANI, SH NAHAYAT
9. SIDODADI EDI SUARDI NGADIONO
10. SUGIHARJO BURHANUDDIN JASIMAN
11. BAKARAN BATU TONO SUTEDJO GHAZALI AHMAD, SpdI
Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)
Kecamatan Batang Kuis yang memiliki wilayah dengan luas wilayah yaitu
40, 34 km2. ini, terletak pada ketinggian 4 - 30 m di atas permukaan laut dan
beriklim tropis. Adapun batas wilayah kecamatan Batang Kuis adalah sebagai
berikut.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Labu,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa,
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Pantai Labu,
Kecamatan Batang Kuis memiliki penduduk sejumlah 59.989 jiwa dan
10.837 Rumah Tangga (Kepala Keluarga). Perincian jumlah rumah tangga dan
jumlah penduduk di setiap desa dapat dilihat melalui Tabel 2.3 sebagai berikut.
Tabel 2.3:
Perincian Nama Desa, Luas Desa, Jumlah Rumah Tangga,
dan Jumah Penduduk Kecamatan Batang Kuis
NO NAMA DESA LUAS DESA
( KM2 )
JUMLAH R.TANGGA
JUMLAH PENDUDUK
1. TANJUNG SARI 7,34 2.027 12.596
2. BATANG KUIS PEKAN 0,75 1.115 5.779
3. SENA 6,40 1.593 7.079
4. BARU 4,32 1.001 6.047
5. TUMPATAN NIBUNG 3,70 1.100 6.898
6. PAYA GAMBAR 3,03 432 3.138
7. BINTANG MERIAH 0,65 899 6.073
8. MESJID 2,67 328 1.292
9. SIDODADI 9,50 850 3.822
10. SUGIHARJO 1,53 1.040 4.644
11. BAKARAN BATU 0,45 487 2.757
2.2 Gambaran Umum Masyarakat Melayu Batang Kuis
Menurut Tengku Lah Husni, Orang Melayu adalah kelompok yang
menyatukan diri dalam ikatan perkawinan antar suku, dan selanjutnya memakai
adat resam serta bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni, 1957:7).
Selanjutnya Husni menyebutkan lagi bahwa, orang Melayu Pesisir Sumatera
Timur merupakan turunan campuran antara orang Melayu yang memang sudah
menetap di Pesisir Sumatera Timur dan suku-suku Melayu pendatang, seperti
Johor, Melaka, Riau, Aceh, Mandailing, Jawa, Melayu, Karo, India,Bugis dan
Arab yang selanjutnya memakai adat resam dan bahasa Melayu sebagai bahasa
pengantar dalam pergaulan antara sesamanya atau dengan orang dari daerah lain,
serta yang terpenting adalah beragama Islam. Suku Melayu berdasarkan falsafah
hidupnya, terdiri dari lima dasar : Islam, beradat, berbudaya, berturai dan berilmu.
(Lah Husni, 1975:100). Berturai adalah mempunyai susunan-susunan social dan
berusaha menjaga integrasi dalam perbedaan di antara individu.
Pelzer (1985:18-19) menyebutkan bahwa masyarakat yang tinggal di
Sumatera Timur tersebut diperkirakan sebagai keturunan dari para migrant dari
berbagai daerah kebudayaan seperti : Semenanjung Melaka, Jambi, Palembang,
Jawa, Melayu, Bugis, yang telah menetap dan bercampur diwilayah setempat.
Percampuran dan adaptasi Melayu dalam pengertian sebagai kelompok etnik
dangan kelompok etnik lain, terjadi di sepanjang pantai pulau Sumatera,
semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Demikian dapat disimpulkan bahwa
orang Melayu terdiri dari berbagai macam asal-usul sehingga membentuk suatu
sungai hilir, mereka hidup didaerah maritim dan kelangsungan hidupnya sangat
erat berkaitan dengan lingkungan alam di laut maupun pesisir.
Begitu juga pada daerah penelitian penulis yakni di Batang Kuis-Deli Serdang
terletak di dataran rendah, yang dominan menggunakan adat-istiadat Melayu,
Batang kuis terdiri dari berbagai suku bangsa antara lain : Melayu, Karo,
Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Melayu dan lain-lain yang pada umumnya
memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
2.3 Adat-Istiadat Melayu
Adat adalah peraturan yang sudah diamalkan turun-temurun dalam sesuatu
masyarakat sehingga menjadi hukum yang harus dipatuhi. Perkataan adat berasal
dari bahasa Arab artinya kebiasaan. Kedatangan Islam ke Alam Melayu membawa
konsep ini dengan makna yang lebih luas dan mendalam sehingga mencakup
keseluruhan cara hidup yang kini ditetapkan sebagai kebudayaan, undang-undang,
sistem masyarakat, upacara, dan segala kebiasaan yang sering dilakukan, seperti
cara makan atau cara duduk. Kini, makna adat dalam masyarakat Melayu sudah
menjadi semakin khusus dan semakin mengecil, yakni upacara kebiasaan serta
unsur-unsur masyarakat yang tidak digolongkan sebagai unsur Islam.
Etnik Melayu di Batang Kuis juga mempunyai adat-istiadat yang sangat
dipatuhi oleh penduduknya. Sejak zaman animisme ada beberapa kebiasaan suku
Melayu, umpamanya memakan sirih. Dalam upacara adat, sirih tidak boleh
terlupakan. Sirih tersebut diletakkan pada sebuah tepak bersama dengan kapur,
pinang, gambir, dan tembakau. Menurut paham Animisme, tumbuh-tumbuhan itu
tumbuh-tumbuhan itu, daya hidup manusia akan bertambah. Selain itu, ada
kebiasaan suku Melayu yang bahkan sudah menjadi adat, yaitu suku bangsa
Melayu suka mengatakan sesuatu dengan cara tersirat. Mereka cenderung
mengatakan sesuatu dengan perumpamaan dan seolah-olah menyuruh orang untuk
berpikir.
Upacara tepung tawar juga merupakan adat-istiadat suku bangsa Melayu
yang sangat penting. Upacara ini dilakukan apabila ada kejadian penting, seperti
perkawinan, pertunangan, sunatan, atau jika seseorang kembali dengan selamat
dari sesuatu perjalanan atau terlepas dari bahaya. Tepung tawar juga dilakukan
apabila seseorang mendapatkan rezeki tidak terduga sebelumnya. Tepung tawar
ini dilakukan dengan pengharapan seseorang itu akan tetap selamat dan bahagia.
Etnik Melayu juga mempunyai adat-istiadat perkawinan. Seperti dalam adat
Melayu, apabila orang tua ingin mencari menantu harus berpegang pada lima
syarat utama, yaitu calon menantu haruslah beragama Islam, berketurunan,
budiman, berilmu, dan rupawan. Kemudian, Adat dalam etnik melayu tercakup
dalam empat ragam, yaitu:
1. Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika
dikurangi akan merusak, jika dilebihkan akan mubazir.
2. Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu,
menurut mufakat dari daerah tersebut yang pelaksanaannya dilakukan oleh
penduduk.
3. Adat yang teradat adalh kebiasaan-kebiasaan yang secara
Melayu adalah agama Islam yang mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan para sultan Melayu.
Pepatah Melayu menyebutkan "tak hilang adat dimakan zaman" yang
artinya adat istiadat sampai hari terakhir atau hari kiamat pun masih ada. Sesuai
dengan pepatah tersebut, masyarakat di Batang Kuis masih memegang teguh
adat-istiadat leluhurnya seperti tampak dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat di
Kabupaten Deli Serdang masih mempergunakan adat-istiadat turun-temurun
seperti kenduri turun ke sawah, memberkati anak bayi, kenduri pada akhir bulan
safar, dan sebagainya.
Walaupun penduduk Melayu itu telah beragama Islam, tanda-tanda
Animisme masih ada pada sebagian penduduknya. Ada kepercayaan pada
masyarakat Melayu bahwa kita harus memberi salam kepada penghuni rimba,
sungai, dan tanah yang berbukit (busut), dan tempat-tempat yang dianggap
angker. Kalau tidak memberi salam, ada kepercayaan, kita akan sakit atau sesat
dalam perjalanan. Jenis kepercayaan lainnya adalah tentang burung Sibirit-birit
yang terbang pada malam hari dianggap membawa kabar tidak baik. Selain itu,
kunyit dianggap mempunyai daya tangkal. Kunyit dapat menjaga seorang ibu
yang baru bersalin dan anak yang baru dilahirkan dari gangguan roh orang yang
sudah meninggal. Kunyit juga berkhasiat untuk ”memanggil semangat” orang
yang sedang menghadapi suatu kejadian atau sakit.
Bahasa yang dipakai oleh masyarakat adalah bahasa Melayu dialek Deli.
yang dipakai dan dikenal secara umum oleh masyarakat pesisir. Akan halnya suku
Batak, WNI keturunan Cina, mereka jumlahnya hampir seimbang dengan orang
sehari-hari memakai bahasa Melayu atau bahasa daerahnya masing-masing untuk
berkomunikasi antar sesamanya.
2.5 Sistem Kekerabatan
Dalam kebudayaan Melayu, garis keturunan ditentukan berdasarkan pada
garis keturunan bilateral, yaitu garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu.
Namun, dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan etnik Melayu yang
dijadikan pandangan hidupnya, maka garis keturunan cenderung ke arah garis
keturunan patrilineal, yaitu berdasar kan garis keturunan ayah. Pembagian harta
pusaka berdasarkan kepada hukum Islam (syara`) yang mengatur pembagian yang
adil.
Sistem kekerabatan etnik Melayu di Batang Kuis sistem kekerabatan
secara vertikal yang dimulai dari urutan tertua sampai yang termuda, adalah : (1)
nini, (2) datu, (3) oyang(moyang), (4) atok(datuk), (5) ayah(bapak), (6) anak, (7)
cucu, (8) cicit, (9) piut, dll. Sedangkan sistem kekerabatan secara horizontal
adalah (1) saudara satu ibu dan satu ayah(ayah tiri), (2) saudara sekandung yaitu
saudara seibu atau lain ayah, (3) saudara seayah yaitu saudara satu ayah lain
ibu(ibu tiri), (4) saudara sewali yaitu ayah nya saling bersaudara, (5) saudara
berimpal yaitu anak dari makcik(saudara perempuan ayah).
Sapaan dan istilah kekerabatan adalah sebagai berikut : (1) ayah, (2) emak,
(3) abang(abah), (4) akak(kakak), (5) uwak (saudara ayah atau ibu yang paling tua
umurnya), (6) uda (saudara ayah atau ibu yang paling muda umurnya), (7) uwak
ulung (saudara ayah atau saudara ibu yang pertama baik laki-laki maupun
perempuan), (8) uwak ngah (uwak tengah, saudara ayah atau saudara ibu yang
saudara ibu yang ketiga baik laki-laki maupun perempuan), (10) uwak utih
(saudara ayah atau saudara ibu yang keempat baik laki-laki maupun perempuan),
(11) uwak andak (saudara ayah atau saudara ibu yang kelima baik laki-laki
maupun perempuan), (12) uwak uda (saudara ayah atau saudara ibu yang keenam
baik laki-laki maupun perempuan), (13) uwak ucu (saudara ayah atau saudara ibu
yang bungsu/paing akhir baik laki-laki maupun perempuan).
2.6 Sistem Mata Pencaharian
Menurut data yang penulis dapat dari lapangan sistem mata pencaharian di
daerah Batang Kuis adalah petani, pedagang, nelayan, buruh, Pegawai Negeri
Sipil, TNI, pensiunan PNS dan TNI. Namun,dari hasil data tersebut potensi utama
mata pencaharian masyarakat Batang Kuis adalah petani dan buruh. Berikut
datanya.
Tabel 2.4:
Mata Pencaharian
Penduduk Batang Kuis
NO. Pekerjaan Jumlah
1. Buruh 21.515
2. Petani 20.644
3. Pedagang 1.327
4. PNS dan ABRI 999
5. Pensiunan PNS dan ABRI 137
6. Nelayan 29
2.7 Kesenian
Orang Melayu di Batang Kuis memiliki berbagai genre kesenian, yang
difungsikan di dalam kehidupan mereka seperti: marhaban, barzanji, syair,
gurindam, pantun, tari serampang dua belas, tari inang, tari zapin, tari inai, dan
lain-lain. Kesenian-kesenian ini hidup dan berkebang terus sampai sekarang.
Marhaban dan barjanzi adalah seni berunsur Islam yang umum digunakan
di dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti
perkawinan, khitanan, mengantar calon dan menyambut haji, festival budaya
Islam, dan lain-lain. Kesenian ini bersumber dari Kitab Al-Barzanji yang di
dalamnya adalah kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Kitab ini dikarang
oleh ulama Islam ternama yaitu Syekh Ahmad Barzanji. Seni barzanji biasanya
disajikan secara bersama dengan seni marhaban sekaligus.
Selanjutnya syair adalah salah satu genre seni sastra yang dipertunjukkan.
Isinya berupa kisah-kisah atau riwayat, yang disajikan menurut aturan-aturan puisi
tradisional Melayu yang disebut syair. Genre ini disajikan dengan cara bernyanyi
dengan menggunakan melodi-melodi yang khas digunakan untuk pembacaan
syair, seperti melodi Selendang Delima, Dandan Setia, dan lain-lain.
Di samping itu ada pula seni gurindam, yang juga merupakan salah satu
puisi tradisional Melayu. Gurindam berisi tentang nasihat-nasihat yang berakar
dari ajaran Islam. Di antara gurindam yang terkenal di Dunia Melayu adalah
Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji dari Riau. Gurindam ini juga sama
seperti syair disajikan dengan menggunakan melodi tertentu yang dapat dibedakan
Pantun adalah salah satu genre sastra tradisional Melayu yang paling lazim
dan umum digunakan dalam berbagai konteks kebudayaan Melayu. Pantun dapat
terdiri dari dua baris, empat baris, dan enam baris. Penggal pertama adalah
sampiran dan penggal kedua adalah isi pantun. Antara sampiran dan isi pantun
terjadi kesatuan, baik dari segi isi, tema, dan rima (persajakan). Yang paling
umum adalah pantun empat baris atau pantun empat rangkap, dengan rima rata
(a-a-a-a) maupun binari (a-b-a-b). Pantun dapat disajikan dengan gaya berbicara
sehari-hari, tetapi dapat juga dinyanyikan dengan berbagai melodi dalam budaya
musik Melayu.
Tari Serampang Dua Belas (XII) adalah tari yang memang berasal dari
Kesultanan Serdang, yang awalnya disebut musik dan tari Pulau Sari yang
kemudian dipolakan oleh Guru Sauti dibantu oleh seniman O.K. Adram. Tarian
ini menjadi begitu populer di era awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia.
Tarian ini bercerita tentang pengalaman sepasang kekasih dari mulai kenal,
memadu kasih, sampai bersanding di atas pelaminan. Tarian ini setiap waktu
selalu diperlombakan, termasuk di Batang Kuis sendiri.
Tari inang adalah tari-tarian Melayu yang ditata dari rentak inang. Di
antaranya yang terkenal adalah tari Mak Inang Pulau Kampai dan tari Mak Inang
Pak Malau. Tarian ini biasanya adalah untuk fungsi hiburan dalam berbagai
pertunjukan budaya Melayu, termasuk di Batang Kuis. Tarian inang ini diambil
dari nama para inang-inang pengasuh keluarga kesultanan yang emmang biasanya
menarikan inang ini dalam konteks hiburan di istana-istana kesultanan Melayu
Selanjutnya tari zapin adalah satu jenis tari dalam kebudayaan Melayu dan
berbnagai kelompok masyarakat Nusantara ini yang begitu populer. Tarian ini
dipercayai berasal dari kawasan Arabia, khususnya Yaman. Tarian ini awalnya
digunakan untuk hiburan para tetamu di acara pesta perkawinan. Tari zapin
memiliki berbagai nama sesuai dengan judul lagu atau musik yang diciptakan
untuk mengiringinya. Dalam kebudayaan Melayu di antara tari zapin yang
terkenal adalah Ya Salam, Selabat Laila, Zapin Persebatian, Bunga Hutan,
Menjelang Maghrib, Zapin Deli, Zapin Serdang, dan lain-lain.
Tari inai adalah salah satu tarian yang digunakan pada saat upacara malam
berinai adat Melayu,dan menurut kepercayaan masyarakat Melayu, upacara
malam berinai dapat menjauhkan pengantin dari hal-hal yang buruk pada saat
upacara perkawinan berlangsung, khususnya saat upacara malam berinai adat
Jumlah pemakaian nada-nada pada melodi biola adalah:
1. Nada E sebanyak 70
2. Nada Fis sebanyak 103
3. Nada G sebanyak 110
4. Nada A sebanyak 42
5. Nada B sebanyak 18
6. Nada C sebanyak 17
7. Nada D sebanyak 43
5.8 Jumlah Interval
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari
interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi biola :
Tabel 5.1
Interval melodi Biola
Interval Posisi Jumlah Total
1P - 25 25
2m
↑ 78
132
↓ 54
2M
↑ 107
183
↓ 76
2Aug
↑ 18
38
↓ 20
4P
↑ -
2
2. Frasaa pada meloodi biola berrjumlah 8 b
B
C
buah frasa. UUntuk lebihh jelasnya :
A
A
E
F
G
5.11 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam irawan 1997 :
85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu :
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada
yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada
yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada
ke nada yang lain baik naik maupun turun.
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang
lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih
rendah ke nada yang lebih tinggi.
6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada
yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun
minor.
7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai
batas-batasan.
Garis kontur yang terdapat pada melodi biola dalam tulisan ini pada umumnya
adalah conjuct . Pergerakan melodinya bergerak melangkah baik baik mau pun
BAB VI FUNGSI TARI INAI
6.1 Seputar Fungsi Tari dalam Disiplin Etnologi Tari
Dalam rangka mengkaji fungsi tari inai di dalam kebudayaan masyarakat
Melayu di Batang Kuis digunakan teori fungsionalisme baik dalam ilmu antropologi
maupun dalam etnologi tari, yang ditawarkan oleh beberapa pakar. Mereka
menggagas teori fungsi itu sebagai berikut.
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan
struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan
individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown
yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat,
mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada
keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah
untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya
berikut ini.
Dalam hubungannya dengan tari inai di dalam upacara perkawinan adat
Melayu di Batang Kuis, Deli Serdang, maka tari inai merupakan salah satu aktivitas
dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai
harmoni atau konsistensi internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bagian dari
sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu secara umum,
dan khususnya Melayu Serdang dan Sumatera Timur.
Curt Sachs (1963:5) seorang ahli musik dan tari dari Belanda mengemukakan
dalam bukunya yang berjudul World History of the Dance mengutarakan bahwa
fungsi tari secara mendasar ada dua, yaitu: (1) tari berfungsi untuk tujuan magis, dan
(2) tari berfungsi sebagai media hiburan atau tontonan. Dalam hal ini tari inai dalam
kebudayaan Melayu di Batang Kuis memiliki fungsi sebagai tujuan magis dan sekali
gus juga sebagai media hiburan. Magis dalam konteks ini adalah sebagai sarana
untuk menangkal kekuatan gaib yang jahat yang hendak mencelakai pengantin.
Untuk itu tarian ini merupakan ekspresi dari sistem ritual masyarakat Melayu.
Namun demikian, sebagai sebuah tari etnik, tari inai ini memiliki fungsi hiburan
juga. Artinya masyarakat pendukung tarian inai merasa akan terhibur dengan
menonton pertunjukan tari inai. Setelah itu tarian ini juga berfungsi sebagai penguat
identitas kebudayaan, solidaritas kelompok, sistem sosial kemasyarakatan orang
Melayu, dan fungsi-fungsi lainnya.
Pakar lainnya Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14
fungsi tari dalam masyarakat, yaitu: (1) sebagai media inisiasi (upacara
pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau
kontak sosial, (4) sarana untuk perkawinan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan
atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pertanian, (7)
sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangan, (11) sebagai sarana
pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk
pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak).
Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Sachs seperti tersebut di
atas, maka salah satu fungsi tari inai yang paling utama adalah fungsinya sebagai
sarana untuk perkawinan atau pernikahan. Selain itu juga memiliki fungsi sebagai
media inisasiasi yaitu dari masa lajang menuju ke masa perkawinan.
Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul The Function of Dance in
Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari
organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3)
sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan
psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas estetis,
dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.
Jikalau ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka tari
inai dalam kebudayaan Melayu Serdang adalah sebagai refleksi organisasi sosial
Melayu. Tari inai juga berfungsi sebagai ekspresi ritual keagamaan, hiburan, estetik,
dan juga ekonomi.
Di sisi lain, dua pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono
membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat
primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b)
fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik,
dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek
komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian (Narawati dan Soedarsono, 2005:
Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi
tari inai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam
kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata
pencaharian sekali gus. Fungsi ritualnya adalah menjaga calon mempelai dari
gangguan-gangguan jahat baik yang datangnya dari manusia atau juga
makhluk-makhluk halus, dalam sistem kosmologi Melayu. Sebagai ungkapan pribadi artinya
setiap penari inai memiliki kebebasan dalam mengeksplorasi gerak, di dalam bingkai
gerak bakunya. Begitu juga keindahan dalam tarian ini diekspresikan ke dalam
gerak yang distilisasi dari gerak manusia sehari-hari dan terutama
gerak-gerak silat sebagai seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Sementara itu, fungsi
ekonomi bukan fungsi utama tari inai, namun setiap pertunjukannya maka selalu
melibatkan sejumlah honor yang diberikan tuan rumah kepada penari dan pemain
musik.
6.2 Fungsi Tari Inai
Dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial, yang dimaksud dengan fungsi adalah
sesuatu hal yang menyangkut tujuan pemakaian dalam pandangan luas dan universal.
Fungsi berbagai aktivitas yang terinstitusi di dalam masyarakat sebenarnya adalah
untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dikehendaki di dalam sebuah
kebudayaan. Seperti dalam mekanismenya, teori fungsionalisme adalah salah satu
teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling
ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan
pada masyarakat tertentu (Lorimer et al, 1991). Pada analisis fungsi ini akan
dijelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi-institusi seperti :
Demikian pula tari inai dalam kebudayaan Melayu pada umumnya dan di
Batang Kuis secara khusus, memiliki fungsi-fungsi di dalam masyarakatnya. Fungsi
kegiatan atau pertunjukan tari inai adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di
dalam kehidupan sosial dan budayanya. Kebutuhan masyarakat tersebut dapat
dipenuhi oleh praktik tari inai. Misalnya tarian ini memenuhi kebutuhan masyarakat
Melayu di Batang Kuis untuk memelihara tradisi dan adat istiadatnya. Lebih jauh
dalam upacara perkawinan adat Melayu akan menjadi lengkap dan sempurna jika
disertai dengan tarian inai beserta musik pengiring, pantun, seloka, busana adat,
bahasa Melayu (Serdang), dan lain-lain.
Untuk mengkaji fungsi tari Inai di dalam kebudayaan masyarakat Melayu
Batang Kuis, penulis menggunakan teori fungsi yang berasal dari disiplin etnologi
tari. Selanjutnya menyimpulkan bagaimana fungsi tari inai pada masyarakat Melayu
Serdang di Batang Kuis. Sedikit berbeda dengan pendekatan yang umum digunakan
oleh para calon sarjana Etnomusikologi FIB USU, yang umumnya menggunakan
teori fungsi yang dikemukakan Merriam (1964), yang relevan dan lebih sesuai untuk
mengkaji fungsi musik, maka dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori fungsi
yang terutama digunakan dalam disiplin etnologi tari atau etnokoreologi. Adapun
fungsi-fungsi tari inai dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Kota Medan adalah
sebagai berikut.
6.2.1 Fungsi Tari Inai Menurut Teori Radcliffe-Brown
Seorang ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi, yaitu
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkaitan erat dengan struktur sosial
masyarakat. Dalam kenyataannya bahwa struktur sosial itu umumnya akan hidup
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu
masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan suatu bagian aktivitas
kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi
adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal.
Berdasarkan kepada teori fungsi Radcliffe-Brown ini, maka dalam kaitannya
dengan tari inai pada upacara perkawinan adat Melayu dalam kebudayaan Melayu di
Batang Kuis, maka tari ini adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas
etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi
internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bahagian dari sistem sosial yang
bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu.
Dari sisi pandangan aspek internal, maka tari inai ini didukung oleh aspek
tarian yang di dalamnya juga terdiri dari para penari lelaki, busana, aksesoris, tata
rias wajah, gerak-gerak dengan ragam dan polanya, pola lantai, makna gerak, dan
seterusnya. Tarian inai juga didukung oleh aktivitas musik, yang terdiri dari pemain
musik pembawa melodi dan pembawa ritme. Pemusik yang membawa melodi adalah
pemain akordion dan biola. Sementara pembawa ritme adalah pemain gendang
ronggeng. Mereka menggunakan melodi dan ritme (rentak) yang disebut
patam-patam. Antara tari dan musik terjadi integrasi pertunjukan yang kuat.
Setelah itu diperhatikan dari sudut eksternal, maka tari inai dan musik
iringannya adalah berfungsi untuk memenuhi institusi sosial lainnya yaitu
perkawinan adat. Tari dan musik inai ini menjadi bahagian penting dalam tatanan
upacara perkawinan adat Melayu, yang terdiri dari berbagai tahapan. Sementara
perkawinan ini sendiri adalah institusi yang bertujuan atau berfungsi utama untuk