• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian Utama isi Copy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagian Utama isi Copy"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang

Cabai besar (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia. Cabai besar merupakan cabai dengan ukuran lebih panjang dibandingkan dengan cabai lainnya. Buahnya dikenal sebagai bahan penyedap dan pelengkap berbagai menu masakan khas Indonesia. Karenanya hampir setiap hari produk ini dibutuhkan, selain itu, cabai mengandung banyak gizi yang baik untuk kesehatan mulai dari karbohidrat, lemak, protein, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C dan mineral yang terdapat dalam buah cabai. Tanaman cabai ternyata masih satu famili (solanaceae) dengan tanaman kentang, tomat, dan terung, sehingga kemungkinan adanya kesamaan dalam serangan hama dan penyakit. Cabai yang paling pedas pun setara dengan sayuran dan buah-buahan lainnya (Warisno, 2010).

Cabai adalah tanaman anggota genus Capsicum. Buahnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran, obat-obatan maupun bumbu dapur, bergantung pada tujuan penggunaannya. Buah cabai yang pedas sangat populer di masyarakat sebagai penguat rasa makanan. Dalam industri makanan, penggunan ekstrak bubuk cabai dapat digunakan sebagai pengganti lada untuk membangkitkan selera makan dan penyedap masakan, digunakan juga dalam pembuatan ramuan obat-obatan (industri farmasi), industri pewarna makanan, bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan dan minuman serta penghasil minyak atsiri (Cahyono, 2003).

(2)

2 Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Di Indonesia tanaman cabai tersebar di Pulau Jawa seperti Jawa Timur, Gresik, Lamongan, Tuban, dan Malang. Jawa tengah (Brebes, Semarang, Magelang, Rembang, dan DI Yongyakarta) dan Jawa Barat (Cianjur, Bandung, Serang, Bekasi, dan Bogor). Kawasan di luar Pulau Jawa meliputi Lampung, Sumatera Barat, dan Aceh Timur. Berdasarkan data statistik pertanian, produksi rata-rata cabai Indonesia periode 1987 – 1991 tercatat 506.430 ton per tahun pertumbuhannya sekitar 2,38 % pada tahun terakhir (Alexs, 2009).

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (2013), produktivitas cabai besar di Kalimantan Selatan selama periode tahun 2008 sampai tahun 2012 yaitu rata-rata 6,02 t/ha, ini lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas nasional tahun 2012 mencapai 7,94 t/ha. Salah satu kendala rendahnya produksi adalah adanya gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), satu diantaranya penyakit antraknosa. Penyebab penyakit antraknosa pada cabai adalah cendawan Colletotrichum spp. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman cabai karena dapat menyebabkan kerugian antara 20 – 50 % bahkan dapat mencapai 100% (Rompas, 2001; Wiratma et al., 1983).

(3)

Data kumulatif luas tambah serangan antraknosa tahun 2011 adalah 10,1 t/ha kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 14,7 t/ha (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2014).

Pengendalian penyakit antraknosa pada cabai yang selama ini menggunakan pestisida yaitu fungsida. Pengendalian dengan menggunakan pestisida memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, matinya organisme bukan sasaran, terdapatnya residu pestisida. Di samping itu, penggunaan pestisida dalam jangka yang panjang dapat mengakibatkan patogen dan serangga menjadi resisten terhadap pestisida yang digunakan (Sariah, 2005).

(4)

4 Keuntungan dari penggunaan rhizobakteria tanaman yaitu tidak mempunyai bahaya atau efek samping sehingga bahaya dari pencemaran lingkungan dapat dihindari dengan baik. Beberapa spesies rhizobakteri yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman antara lain genus-genus rhizobium, Azotobacter, Azospirilium, Bacillus, Arthrobacter, Bacterium, Mycobacterium, dan Pseudomonas (Biswas et al., 2000).

Rumusan Masalah

Apakah isolat rizobakteria (Pseudomonas kelompok Flourescens(PF) dan Bacillus spp) yang berasal dari rizosfer pertanaman cabai dari Kota Banjarbaru (Kecamatan Landasan Ulin yaitu Desa Suka Maju dan Kecamatan Cempaka yaitu Gunung Kupang) dan Kabupaten Banjar yaitu Kecamatan Karang Intan Desa Padang Panjang efektif dalam pengendalian penyakit antraknosa.

Hipotesis

Berdasarakan perumusan masalah yang ada maka hipotesis penelitian ini adalah isolat rizobakteria (Pseudomonas kelompok Flourescens (PF) dan Bacillus spp) yang ditemukan mampu mengendalikan penyakit antraknosa Colletotrichum spp.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan isolat rizobakteria (Pseudomonas kelompok Flourescens (PF) dan Bacillus spp) dalam pengendalian penyakit antraknosa Colletotrichum spp

(5)
(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Tanaman Cabe

Tanaman cabai ( Capsicum annum L.) adalah merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari suku (famili) terong-terongan (Solanaceae). Menurut Tindall (1983)

Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Ordo : Polemoniales

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum L.

Tanaman cabai termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam famili Solanaceae, buahnya sangat digemari, karena memiliki rasa pedas dan merupakan perangsang bagi selera makan. Selain itu buah cabai memiliki kandungan vitamin-vitamin, protein dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman ini mempunyai arti ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan (Rusli et al.,1997).

(7)

Tanaman cabai memiliki daun yang bervariasi menurut spesies dan varietasnya ada yang berbentuk oval, lonjong, dan lanset. Panjang tangkai daun antara 2-5 cm. Permukaan daun cabai ada yang halus dan juga ada yang berkerut. Warna permukaan daun bagian atas biasanya berwarna hijau, hijau tua, hijau muda, dan bahkan bisa berwarna hijau kebiruan. Sedangkan permukaan daun bagian bawah umumnya berwarna hijau, hijau muda, dan hijau pucat.

Bunga

Tanaman cabai memiliki bunga bervariasi tetapi memiliki bentuk yang sama yaitu bentuk bintang. Hal ini menunjukan tanaman cabai termasuk dalam sub kelas Ateridae (berbunga bintang). Bunga cabai umumnya tumbuh pada bagian ketiak daun dalan keadaan tunggal atau bergerombol yang bisa terdapat 2-3 bunga. Diameter bunga antara 5-20 mm. Mahkota bunga tanaman cabai memiliki warna yang bervariasi, ada yang berwarna putih, putih kehijauan, dan ungu.

Batang

Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dengan batang tidak berkayu. Batang akan tumbuh sampai ketinggian 2 meter atau lebih, kemudian membentuk banyak cabang. Batang tanaman cabai berwarna hijau, hijau tua, atau hijau muda. Akar

(8)

8 Buah dan biji

Buah cabai yang paling banyak dikenal dan memiliki banyak variasi. Pada cabai besar umumnya buah rata dan halus dan kuli daging buahnya tebal. Pada saat muda buah cabai biasanya berwarna hijau atau hijau tua. Sedangkan pada saat buah telah tua warna buah berubah menjadi merah, merah tua, atau hijau kemerahan.

Didalam buah terdapat biji. Biji buah cabai ini dapat dikelompoka menjadi 3 (tiga) jenis yaitu buah berbiji banyak, berbiji sedikit, dan bahkan ada yang tidak berbiji sama sekali. Biji cabai berbentuk pipih dengan warna kream atau putih kekuningan.

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Syarat tumbuh merupakan kondisi optimal yang dibutuhkan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang, serta berproduksi dengan baik. Iklim mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan cocok atau tidaknya suatu tempat untuk membudidayakan tanaman. Tanaman cabai umumnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik didataran rendah sampai dataran tinggi, dengan tingkat ketinggian 0 – 1.000 meter dpl. Untuk tanaman cabai besar cocok ditanam didataran menengah hingga tinggi, dengan ketinggian 400 – 600 (1.000) meter dpl. Cabai besar memang membutuhkan suhu udara yang cukup rendah untuk dapat berproduksi dengan baik. Curah hujan yang optimum untuk tanman cabai adalah antara 500 – 300 mm/tahun. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman cabai antara 8 – 34oC. Namun optimalnya, tanaman cabai mendapatkan suhu

udara siang 21 – 28oC dan suhu udara malam 8 – 20oC. Tanaman cabai

(9)

intensitas cahaya matahari berkurang, meskipun tidak berpengaruh terhadap produksi, namum berpengaruh terhadap umur panen buah (Harpenas, 2010).

Selain iklim tanah juga merupakan aspek penting dalam budidaya cabai, karena tanah berperan sebagai media tumbuh sekaligus sebagai sumber unsur hara. Tanaman cabai membutuhkan tanah yang gembur dengan tingkat kesuburan yang tinggi untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal. Tekstur tanah yang cocok untuk tanaman cabai adalah lempung berpasir, pasir berlepung, lempung, dan lempung berdebu, sedangkan tanah yang berliat tinggi tidak cocok untuk lahan tanaman cabai. Derajat kemasaman tanah atau pH yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah pH netral yaitu 6,0 – 7,5 (Setiadi, 2008).

Penyakit Antraknosa

(10)

10 hasil paling besar. Lebih dari 90 persen penyakit antraknosa yang menginfeksi buah cabai diakibatkan C. Gloeosporiodes. Namun akhir-akhir ini, C. acutatum menggantikan posisi C. gloeosporiodes (Syukur, 2007)

Ordo ini terdiri dari satu family khusus, yaitu Melanconiaceae. Banyak spesies yang masuk family khusus ini merupakan parasit yang menyebabkan penyakit tumbuhan yang dikenal dengan antraknosa (Dwidjoseputro, 1978).

Gambar 1 : Buah cabai yang terserang Antraknosa

Sumber : (http://bppindonesia.com/penyakit-patek-atau-antraknosa/)

Gejala Serangan Antraknosa

(11)

Jika cuaca kering cendawan hanya membentuk bercak kecil yang tidak meluas. Tetapi kelak setelah buah dipetik, karena kelembapan udara yang tinggi selama disimpan dan diangkut, cendawan akan berkembang dengan cepat. Di India Colletotrichum spp juga menyerang ranting-ranting muda dan menyebabkan mati ujung (die-back).

Daur penyakit Antraknosa

Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. Kelak cendawan menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah sakit. Cendawan hanya sedikit sekali menggangu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu cendawan dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium disebarkan oleh angin. Menurut Nur Imah Sidik dan pusposendjojo (1985) infeksi Colletotrichum spp hanya terjadi melalui luka-luka.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyakit Antraknosa

Salah satu faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan cendawan Colletotrichum spp adalah pH tanah dimana pH 4,5 dan 8 dapat menyebabkan cendawan tidak tumbuh secara maksimal karena derajat keasaman (pH) optimal untuk pertumbuhan cendawan Colletotrichum spp adalah pH 5 (Yulianty, 2006)

Periode inkubasi Colletotrichum sp. antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi. Suhu optimal untuk pertumbuhan cendawan antara 24-300C dengan

kelembaban relatif 80-92% (Rompas, 2001).

(12)

12 misra & mahmod dalam bulkis (1994) suhu optimal untuk perkecambahan bila kelembaban relatif lebih dari 100%, suhu optimun untuk pertumbuhan cendawan ini sekitar 280C, yang merupakan pertumbuhan paling baik terjadi pada

perkecambahan 92%. Pada tanaman cabai yang ditanam secara tumpang sari dengan tomat dan jagung intensitas penyakit antraknosa lebih rendah, tetapi sistem tanam ini meningkatkan bercak daun karena Cercospora capsici. Suhu optimun untuk pertumbuhan cendawan ini sekitar 280C, yang merupakan

pertumbuhan paling baik terjadi pada perkecambahan 92% (chowdry dalam Bulkis, 1994).

Menurut Budi Astuti dan Suhardi (1986), perkembangan bercak dari kedua penyakit tersebut paling baik terjadi pada suhu 300C, sedangkan sporulasi

cendawan G. Piperatum pada suhu 230C, dan Colletotrichum spp pada suhu 300C.

Buah yang muda cenderung lebih rentan daripada yang setengah masak. Pusposendjojo dan Rasyid (1985) menyatakan bahwa perkembangan bercak karena Colletotrichum spp lebih cepat terjadi pada buah yang lebih tua, meskipun buah muda lebih cepat gugur karena infeksi ini.

Penyakit antraknosa dapat timbul pada buah cabai rawit maupun cabai besar. Menurut Sidik dan Pusposendjojo (1985), cabai besar varietas Tampar Brebah tampak lebih tahan terhadap Colletotrichum spp daripada varietas Prissen, Plumpung, Teropong, Tegal, Tampar Rembang, dan Tampar Tuban (Semangun, 2007)

Rizobakteria

(13)

bakteri yang berasosiasi dengan tanaman sebagai penghambatan pertumbuhan cendawan patogen, yaitu Alcaligenes, Acinetobacter, enterobacter, Erwinia Rhizobium, Flavobacterium, Agrobacterium, Bacillus, Burkholderia, Serratia, Streptomyces, Azospirillum, Acetobacter, Herbaspirilium dan Pseudomonas. Rizobakteria bersimbiosis mutualisme secara tidak langsung dengan tanaman, karena beberapa bakteri dilaporkan mampu memicu pertumbuhan tanaman atau disebut sebagai mikroorganisme PGPR (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria).

Pada dasarnya rizobakteria dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (1) rizobakteria yang memacu pertumbuhan tanaman (PGPR : Plant Growth-Promoting Rizobakteria) dan (2) rizobakteria yang merugikan tanaman (DRB : deleterious rhizobakteria) (Kloepper, 1993).

PGPR dapat menekan pertumbuhan patogen tanaman dengan dua mekanisme yaitu :

1. Memacu pertumbuhan tanaman sehingga lebih “sehat” sehingga tidak mudah diserang oleh patogen

2. Menghasilkan metabolit tertentu seperti :antibiotik siderofor dan HCN yang dapat membunuh patogen. PGPR memiliki beberapa fungsi khususnya bagi tanaman antara lain dapat meningkatkan kesuburan tanah dan sebagai agen pengendali biologi yang berkolerasi dengan pemacu pertumbuhan tanaman (Kloepper, 1993).

Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah:

(14)

14 giberelat, sitokinin, dan etilen atau prekursor (1-1aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) didalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan fosfat mineral, mempengaruhi pembintilan atau menguasai bintil akar.

2. Bioprotectants, PGPR memberi efek antagonis terhadap patogen tanaman melalui beberapa cara yaitu produksi antibiotik, siderofore, enzim kitinase, β-1,3-glucanase, sianida, parasitisme, kompetisi sumber nutrisi dan relung eklologi, menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik (Kloepper, 1993).

Tanaman merupakan habitat berbagai spesies bakteri yang secara umum dikenal sebagai rizobakteri. Isolat rizobakteri dapat berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman atau plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merugikan dan sebagai agens antagonis terhadap patogen tanaman (Timmusk, 2003).

Penelitian agens biokontrol dilaporkan oleh Sutariati (2006) yang menunjukkan perlakuan benih cabai dengan campuran rizobakteria B. polymixa BG25 dan P. Fluorescens PG01 mampu mengurangi tingkat kejadian penyakit antraknosa. Penurunan kejadian penyakit antraknosa terjadi melalui mekanisme antibiosis, parasitisme dan kompetisi nutrisi serta sebagai PGPR yang menginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi C. capsici.

(15)

spp, yang telah dilaporkan mampu memproduksi hormon tumbuh seperti asam indol asetat (IAA). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taufik et al. (2005 dan 2010) bahwa aplikasi PGPR mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai di rumah kaca. Inokulasi agens hayati Bacillus formis melalui perlakuan pada benih sebelum tanam dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil kacang tanah lebih dari 19% dibandingkan dengan kontrol (Kishore et al., 2005).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat Bahan

Benih cabai.Benih cabai yang digunakan merupakan benih cabai merah varietas “Hot chilli”.

Tanah. Tanah digunakan sebagai media tanam yaitu tanah jenis ultisol Media semai.Media semai yang digunakan adalah media tanah pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.

Air.Air digunakan untuk menyiram tanaman adalah air dari PDM.. Koran.Koran digunakan untuk meniriskan benih setelah direndam.

Tali rafia.Tali rafia digunakan untuk mengikat tanaman cabai keturus/kayu galam.

Turus/Kayu galam.Turus/Kayu galam untuk dijadikan turus agar tanaman tumbuh berdiri tegak.

(16)

16

Alat

Cangkul.Cangkul digunakan untuk membuat bedengan

Gembor. Gembor yang digunakan yaitu dengan kapasitas 5 liter, untuk menyiram tanaman.

Alat tulis.Alat tulis digunakan untuk mencatat data dan hasil penelitian yang berupa buku, pulpen, pensil, pengaris, dan penghapus.

Kamera.Kamera digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian. Papan nama, Papan nama digunakan untuk membri nama atau kode pada tanman

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal. Ada 8 perlakuan dan ulangan sebanyak 3 kali sehingga berjumlah 24 satuan percobaan.

Perlakuan tersebut adalah

C = Kontrol tanpa perlakuan

C+Pf.A = Cabe + Pseudomonas fluerescens asal Gunung kupang C+Pf.B = Cabe + Pseudomonas fluerescens asal Desa Suka Mara C+Pf.C = Cabe + Pseudomonas fluerescens asal Desa Padang panjang C+Pf.D = Cabe + Pseudomonas fluerescens asal Desa Suka Maju C+Bc.A = Cabe + Bacillus spp asal Gunung kupang

(17)

Persiapan Penelitian Tempat dan Waktu

Persiapan penelitian berupa perbanyakan isolat rizobakteri dilakukan di Laboraturium Fitopatologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Pelaksanaan penelitian dilakukan dilahan petani Suka mara. Penelitian berlangsung dari bulan Desember 2014 sampai dengan Maret 2015.

Pelaksanaan Pengolahan Tanah

Pembersihan lahan . Pembersihan lahan areal penanaman cabai terutama dilakukan terhadap rumput-rumput liar atau gulma yang dapat meningkatkan kelembapan areal kebun. Pembersihan juga dilakukan terhadap tanaman keras lainnya yang dapat menggangu tanaman cabai, terutama yang bisa menghambat sinar matahari. Bekas tanaman keras atau batu-batu harus disingkirkan agar tidak menggangu perakaran tanaman cabai.

(18)

18 yang tadinya padat atau keras menjadi gembur atau remah sehingga akar cabai dapat dengan mudah menembus tanah dan mengambil zat makanan.

Pembuatan Bedengan. Tanah yang sudah dicangkul sebaiknya didiamkan terkena sinar matahari selama kurang lebih 2 minggu supaya terjadi pertukaran udara dan bibit penyakit atau hama yang berada di dalam tanah hilang. Setelah dua minggu tanah terjemur, pembuatan bedengan dapat langsung dibuat. Tujuan pembuatan bedengan agar tanaman cabai tidak tergenang air pada musim hujan. Bedengan untuk penanaman pada musim hujan harus dibuat lebar karena pada musim hujan sinar matahari tidak optimal sehingga kondisi kebun akan menjadi lembab. Jarak antar bedeng yang ideal sebaiknya 75-100 cm dengan lajur bedengan menghadap ke arah utara selatan. Tinggi bedengan minimal 50 cm dan lebar 90 cm - 100 cm. Panjang bedengan diusahakan tidak terlalu panjang (rata-rata 10-15 m atau tergantung pada kondisi lahan) untuk mempermudah perawatan dan pembuangan air. Untuk membentuk bedengan yang rapi dan mempermudah pekerjaan, sebelum membuat bedengan sebaiknya dibuat plot-plot dengan menggunakan tali (raffia atau benang kasur) dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi sesuai dengan ukuran yang kita kehendaki. Pembentukan bedengan dilakukan dengan menggunakan cangkul dengan cara menaikkan tanah di luar plot untuk bedengan. Berbarengan dengan pembentukan bedengan ini, pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang atau kompos bisa sekaligus dilakukan. Bedengan kemudian ditutup dengan mulsa plastik untuk mencegah pertumbuhan gulma dan menjaga kelembaban tanah

(19)

Perendaman benih cabai. Benih cabai direndam dalam suspensi larutan rizobakteria (Pseudomonas kelompok Flourescens (PF) dan Bacillus spp) 10 ml selama 6 jam, dan sebagai kontrol benih direndam dengan air selama 6 jam. Masing –masing perlakuan di ulang sebanyak tiga kali.

Penyemaian benih. Sebelum tanam ditempat permanen, benih disemai dalam polibag kecil (khusus semai). Media berupa tanah halus dan pupuk kandang dengan perbandingan (1:1) tanah yang sudah halus disterilkan dengan uap panas ± 3 jam, media tanah disiapkan 1 minggu sebelum penyemaian benih. Waktu benih ditanam, diatasnya ditutup selapis tipis tanah agar pada waktu perkecambahan aman dari serangan OPT lain. Kemudian persemaian tersebut diletakkan di tempat teduh dan dilakukan penyiraman secukupnya agar media semai tetap lembab. Bibit yang akan dipindahkan ke bedengan seleksi terlebih dahulu, dipilih bibit yang sehat dan pertumbuhannya seragam. Setelah bibit ditanam langsung disiram supaya kondisinya lembab dan diberi naungan pelepah pisang agar bibit dapat beradaptasi dulu pada kondisi lahan.

Penanaman

Penanaman. Bibit cabai umur 3-4 mss (biasanya telah tumbuh 4-6 helai daun, tinggi antara 10 – 15 cm ) sudah dapat dipindahkan ke bedengan yang siap digunakan dan terpasang mulsa yang sudah dilubangi sebagai tempat tanam.

(20)

20 Pemeliharaan benih. Benih biasanya tumbuh terus dengan baik. Bila ada tanaman yang mati, sebaiknya segera disulam. Tujuannya agar pertumbuhan tanaman susulan tidak terlalu jauh berbeda dengan yang lebih dahulu tumbuh baik. Tindakan pemeliharaan lain untuk tanaman tomat yang penting adalah penyiangan, penggemburan, dan pengairan.

Penyiangan . Penyiangan dilakukan dengan koder atau dengan langsung mencabut. Penyiangan dengan kored berfungsi juga sebagai penggembur tanah.

Pengairan . Pengairan dilakukan terutama pada awal penanaman atau pada saat air hujan tak mencukupi kebutuhan tanaman.

Panen

Panen. Pemetikan buah cabai dilakukan dengan hati-hati agar percabangan atau tangkai tanaman tidak patah dengan menggunakan gunting tajam atau gunting pangkas. Umur panen cabai pertama sekitar 75-80 hst, yang ditandai dengan 85-90% cabai sudah berwarna merah.

Pengamatan

Parameter pengamatan yang dilakukan adalah parameter pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, sedangkan bobot basah basah biomasa dan bobot kering biomasa tanaman diamti saat akhir penelitian; parameter hasil terdiri dari jumlah buah pertanaman dan bobot buah segar pertanaman; parameter penyakit yang diamati adalah presentase tingkat kejadian penyakit antraknosa; parameter pH tanah pengambilan sampel tanah dilakukan untuk mengetahui perubahan pH tanah setelah tanam.

(21)

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang bagian bawah atas permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak perpindahan semai ke polibag hingga umur tanaman 5 mst. Waktu pengamatan seminggu sekali. Satuan pengukuran adalah centimeter (cm)

Bobot basah biomasa

Berat basah biomasa dihitung dengan menimbang setiap sampel tanaman yang didestruksi pada akhir penelitian, terhadap akar, batang, dan daun. Satuan pengukuranya adalah gram(gr).

Bobot kering biomasa

Berat kering biomasa dihitung dengan menimbang setiap tanaman sampel tanaman yang didestruksi pada akhir penelitian, terhadap akar, batang, dan daun setelah dikeringkan menggunakan oven listrik pada 750C selama 48 jam. Satuan

pengukuranya adalah gram (gr). Parameter hasil

Bobot buah segar per tanaman

Bobot buah segar pertanaman, dihitung dengan cara menimbang buah segar per tanaman secara kumulatif dari panen pertama sampai panen terakhir. Permanen dilakukan sebanyak 5 kali dengan selang waktu 3 (tiga) hari. Satuan pengukuran dinyatakan dengan gram (gr).

(22)

22 Jumlah buah pertanaman yang dihitung adalah buah yang dipanen dihitung secara kumulatif dari panen pertama sampai panen ke 5 dalam penelitian. Satuan pengukuran dinyatakan dengan buah.

Parameter penyakit

Persentase kejadian penyakit antraknosa

Tingkat kejadian penyakit diamati sejak muncuk gejala antraknosa yang ditandai dengan munculnya bercak nekrotis berupa lingkaran konsentris pada buah cabai. Buah positif terserang antraknosa jika diameter bercak nekrotis ≥ 4 mm. Interval pengamatan 1 minggu sekali sampai panen

Tingkat serangan penyakit busuk buah dengan cara menghitung jumlah buah terserang dan jumlah buah sehat per petak contoh (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2007c) dengan menggunakan rumus :

P = A/N x 100 % Keterangan ;

P = Tingkat kerusakan tanaman (%)

A = Jumalah buah yang terserang per petak contoh N = Jumlah buah yang diamati per petak contoh

(23)

Pengamatan pH tanah dilakukan sebelum penanaman, pengambilan sampel tanah di lapangan dilakukan menggunakan bor pada kedalaman 0-15cm dan 15-30 cm atau pada lapisan olah tanah pada beberapa titik sampling dalam lokasi yang sama.

Analisis Data

Model linier aditif yang digunakan untuk menganalisis faktor yang diamati adalah :

Yij =  + i + j + ij

Dimana

i = 1,2,3,4, 5, 6, 7 dan 8 (perlakuan rizobakteria), J = 1,2 dan 3 (kelompok/ulangan),

Yijk = Respon satuan percobaan yag menerima perlakuan ke-I pada

kelompok ke-j,

 = Nilai tengah (rata-rata) umum, i = Pengaruh kelompok ke-j,

j = Pengaruh perlakuan ke-I,

ij = Pengaruh galat acak percobaan yang menerima perlakuan ke-I pada

kelompok ke-j.

Setelah data yang diperoleh dinyatakan homogen, kemudian dapat dilakukan analisis ragam dengan RAK 1 faktor menggunakan uji F pada taraf 5% dan 1%. Apabila dari hasil analisis ragam tersebut menunjukan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka dapat dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) pada taraf 5%.

(24)

24

Arifin, K dan Lahmuddin Lubis. 2003. Teknik PHT pada Tanaman Cabai. Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Alexs. 2009. Kreatif Bertanam Cabai Dalam Pot. Pustaka Baru Press. Yongyakarta.

Biswas, J.C., J.K. Ladha, F.B. Dazzo, Y.G.Yanni, and B.G. Rolfe. 2000. Rhizobial inoculation influences seedling vigor and yield of rice. Agron J. 92: 880-886.

Bulkis, S. 1994. Identifikasi Penyebab Penyakit Buah pada TanamanLombok Besar (Capsicum annum L.) Di Desa Gunung Raja. Kecamatan Bati-Bati [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani.

(25)

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.2013. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.Departemen Pertanian Provinsi Daerah Tingkat I Kal-Sel. Banjarbaru.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.2014. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.Departemen Pertanian Provinsi Daerah Tingkat I Kal-Sel. Banjarbaru.

Dwidjoseputro, 1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni Bandung. Hal : 123 Fernando D, Nakkeeran, Zhang Yilan. 2005. biosynthesis of antibiotics by PGPR

and its relation in biocontrol of plant diseases.dalam: Z.A. Siddiqui (ed.), PGPR: Biocontrol and Biofertilization 67-109. Springer, Dordrecht, The Netherlands

Harpenas, A, Dermawan, R. 2010. Budidaya Cabe Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kloepper, J. W. 1993. Plant Growth-Promotting Rhizobakceria as biological control agents.Dalam : F.B. Metting, Jr. (ed)., Soil Microbiology Ecology Application in Agricultural anda Environmental Management. Marcel Dekker Inc. New York.

Maunuksela, L. 2004. Molecular And Physiological Characterization Of Rhizosphere Bacteria And Frankia In Forest Soils Devoid of Actinorhizal Plants. Dissertationes Biocentri Wikki Universitatis Helsingiensis. http://ethesis. Helsinki. fi./julkaisnt/mat/ manuksela/molecula.pdf. [19 Juli 2008].

Pusposendjojo, N. Dan B.A. Rasyid (1985), Perkembangan Colletrichum capsici pada berbagai tingkat umur buah lombok (Capsicum annuum).Kongr.Nas VIII PFI, Cibubur, Jakarta, Okt. 1985.

Rusli, I., Mardinus danZulpadli, 1997. Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai Di Sumatera Barat. Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah,

(26)

26 Semangun, H. 1989. Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada

University press. Yogyakarta

Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia.Gajah Mada University Press.Yongyakarta.

Setiadi. 2008. Bertanam Cabe.Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumaryono, H., 1992. Budidaya Cabai Merah (Capsicum annum L.). Sinar Baru Algesindo. Bandung. Hal :27-28.

Syukur, M., 2007. Mencari Genotip Cabai Tahan Antraknosa, diakses dari http://ipb.bogor.Agricultural.university/mencari.genotip.cabai.tahan.antrakn osa.htm.

Tarumingkeng, R C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta.

Timmusk, S., 2003. Mechanism of action of the plant-growth-promoting rhizobacterium Paenibacillus poyimyxa [Dissertation]. Uppsala, Sweden: Departemen of Cell and Molecular Biology, Uppsala University.

Tindall, H.D., 1983. Vegetable in the Tropics. Mac Milan Press Ltd., London Thakuria, D., N.C. Talukdar, C. Goswami, S. Hazarika, R.C. Boro, and M.R.

Khan. 2004. Characterization and screening of bacteria from rhizosphere of rice grown in acidic soils of assam. Curren Sci. 86: 978-985. http:// www.bio.uu.nl/fytopath/pdffiles/ Bookch.vanLoon 2003 [17 Maret 2010] Tjondronegoro, P. D., M. Natasaputra, A. W. Gunawan, M. Djaelani, dan A.

Suwanto. 1989. Botani Umum. Bogor: PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor.

Yulianty . 2006. Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Jamur Colletotrichum spp Penyebab Antraknosa pada. Cabai (Capsicum annum L) Asal lampung.http;//www.thechileman.org/guide.disease.ass. Diakses tanggal 20 Oktober 2014

Warisno dan Kres D. 2010. Peluang usaha dan budidaya Cabai. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

(27)

Gambar

Gambar 1 : Buah cabai yang terserang Antraknosa Sumber : (http://bppindonesia.com/penyakit-patek-atau-antraknosa/)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

[r]

[r]

didanai tahun anggaran 2014, Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, akan melaksanakan Seminar Usulan / Desk

Kompetensi Khusus Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang : (1) masalah- masalah pokok organisasi ekonomi, 2) metodologi

Yesus Kristus bersabda, "apabila kalian sedang berdiri di hadapan mezbah Bait Allah untuk mempersembahkan kurban kepada Allah, dan tiba-tiba teringat bahwa ada seorang

BAHAWASANYA negara kita Malaysia mendukung cita- cita untuk mencapai perpaduan yang lebih erat dalam kalangan seluruh masyarakatnya; memelihara satu cara hidup demokratik;

Nomor : Nomor : BA-101 Pemenang oleh Kelompok Timur tanggal 26 Juli 2017 Training Peningkatan Pemulihan Data Tahun Anggaran gan tersebut adalah sebagai. th

[r]