• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus Altilis Sp.) pada Aneka Kudapan sebagai Alternatif Makanan Bergizi Program PMT-AS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus Altilis Sp.) pada Aneka Kudapan sebagai Alternatif Makanan Bergizi Program PMT-AS"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG SUKUN (

Artocarpus altilis sp.

) PADA

PEMBUATAN ANEKA KUDAPAN SEBAGAI ALTERNATIF

MAKANAN BERGIZI UNTUK PROGRAM PMT-AS

Dewanti Putri Pratiwi

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan

Tepung Sukun (

Artocarpus altilis Sp.

) pada Pembuatan Aneka Kudapan

Sebagai Alternatif Makanan Bergizi untuk Program PMT-AS adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya

kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Dewanti Putri Pratiwi

NIM I14080111

(4)
(5)

ABSTRACT

DEWANTI PUTRI PRATIWI. Utilization of Breadfruit Flour in Production of Snacks as Nutritious Foods for School Supplementary Feeding (PMT-AS) Programme. Under supervision of Ahmad Sulaeman and Leily Amalia

The aim of this research was to utilize breadfruit flour in production of nutritious snack foods for School Supplementary Feeding (PMT-AS) programme. There were three products developed in this study, is brownies, pia, and croquette. The research was conducted using experimental design. The proportions of breadfruit flour and wheat flour were different for each product, which brownies was formulated using 70:30, 80:20, 90:10, and 100:0; whereas bakpia and croquette was formulated by 50:50, 60:40, 70:30, and 80:20. According to organoleptic test, selected products were brownies with 90% breadfruit flour, pia with 60% breadfruit flour, and croqquette with 60% breadfruit flour. Proximate analysis showed that 100 grams brownies contained 409 Kcal energy and 7,5 grams protein, 100 grams pia had 383 Kcal energy and 6,7 grams protein and croquette had the highest energy and protein content is 455 Kcal and 9,9 grams protein. In conclusion, all products are suitable as alternative snacks for PMT-AS programme. The products have fulfilled 300 Kal energy and 5 grams protein per serving size. Considered also the cost of production, these products have fufilled criteria to be used in PMT-AS programme.

(6)

RINGKASAN

DEWANTI PUTRI PRATIWI. Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus altilis Sp.)

pada Pembuatan Aneka Kudapan Sebagai Alternatif Makanan Bergizi untuk Program PMT-AS. Di bawah bimbingan Ahmad Sulaeman dan Leily Amalia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tepung sukun (Arthocarpus altilis) dalam pembuatan aneka kudapan (brownies, pia, kroket) sebagai salah satu alternatif makanan bergizi dalam program PMT-AS.Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mempelajari proses pembuatan tepung sukun dan menganalisis kandungan zat gizi tepung sukun 2) mempelajari cara pembuatan dan formulasi aneka kudapan basah dengan subtitusi tepung sukun 3) menganalisis sifat organoleptik kudapan dan tingkat kesukaan terhadap kudapan untuk menentukan formula terpilih 4) menganalisis kandungan zat gizi aneka kudapan dari formula terpilih 5) menganalisis daya terima anak sekolah terhadap aneka kudapan dengan formula terpilih 6) menganalisis kesesuaian kudapan berbahan dasar tepung sukun untuk program PMT AS.

Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan kimia tepung sukun dan mengetahui formulasi yang tepat dalam penggunaan tepung sukun sebagai bahan dasar pembuatan kudapan basah. Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengetahui sifat organoleptik dari formulasi terpilih, melakukan analisis zat gizi terhadap formulasi produk terpilih, dan mengetahui daya terima anak sekolah terhadap produk dengan formulasi terpilih. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan.

Pembuatan tepung sukun dilakukan melalui tahap pengupasan, perendaman dengan larutan natrium metabisulfit 0,3%, pengirisan, pengeringan menggunakan oven dengan suhu 600C sampai mudah patah, penghalusan menggunakan blender dan pengayakan menggunakan ayakan 60 mesh. Rendemen tepung sukun yang dihasilkan dari 36,118 kg adalah 20,33%. Kandungan zat gizi tepung sukun hasil analisis terdiri dari kadar air 9,2%, abu 1,9% (bb), lemak 0,38% (bb), protein 2,83% (bb), karbohidrat 85,65% (bb). Tepung sukun dibuat menjadi 3 jenis kudapan dengan cara pengolahan yang berbeda, yaitu brownies kukus, pia (panggang), dan kroket (goreng). Brownies dibuat dengan formulasi 70%, 80%, 90%, dan 100%. Pia dan kroket dibuat dengan formulasi 50%, 60%, 70%, dan 80%.

(7)

berbeda nyata (p>0,05) terhadap parameter aroma sukun produk brownies dan pia, namun berbeda nyata (p<0,05) pada produk kroket.

Hasil uji ragam menunjukkan bahwa aroma produk brownies dan kroket berbeda nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan, namun tidak berbeda nyata (p>0,05) pada produk pia. Berdasarkan penilaian panelis produk brownies yang paling disukai adalah yang beraroma sukun agak lemah, sedangkan produk kroket yang disukai adalah yang beraroma sukun agak kuat. Produk pia yang paling disukai panelis adalah yang memiliki aroma biasa (kuat tidak, lemah juga tidak). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun terhadap rasa sukun produk brownies dan pia tidak berbeda nyata (p>0,05), sedangkan pada produk kroket berbeda nyata (p<0,05). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun terhadap rasa manis produk brownies berbeda nyata (p<0,05), namun tidak berbeda nyata pada produk pia. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara penambahan tepung dengan rasa gurih produk pia, dan berbeda nyata (p<0,05) terhadap kroket.

Hasil uji ragam menunjukkan bahwa formulasi tepung sukun tidak berbeda nyata (p>0,05) dalam hal tingkat kesukaan terhadap rasa pada produk brownies dan pia, namun berbeda nyata (p<0,05) pada produk kroket. Produk brownies dengan rasa yang paling disukai panelis memiliki rasa sukun agak lemah dan rasa manis yang agak kuat. Produk pia yang paling disukai adalah yang memiliki rasa sukun biasa, rasa gurih yang lemah rasa manis yang agak kuat. Produk kroket yang paling disukai adalah yang memiliki rasa sukun biasa (tidak lemah dan tidak kuat) dan rasa gurih yang agak kuat.

Hasil uji ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung sukun terhadap masing-masing formula tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap tekstur brownies, sedangkan pada produk pia dan kroket berbeda nyata (p<0,05). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa tekstur pada masing-masing formulasi berbeda nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan produk brownies dan kroket, sedangkan pada produk pia tidak berbeda nyata. Produk brownies yang paling disukai panelis adalah bertekstur lunak, sedangkan produk pia yang paling disukai adalah yang bertekstur agak lunak. Panelis menyukai produk kroket yang bertekstur biasa hingga agak keras.

Berdasarkan hasil uji hedonik, diketahui bahwa produk dengan rasa yang paling disukai dan ditetapkan sebagai formula terpilih adalah brownies dengan formulasi 90%, produk pia dengan formulasi 60%, dan produk kroket dengan formulasi 60%. Setiap 100 gram brownies, mengandung 409 kkal energi dan 7,5 gram protein, sedangkan 100 gram pia mengandung 383 kkal energi dan 6,7 gram protein. Kandungan energi terbesar kudapan adalah pada kroket yaitu, 455 kkal energi dan 9,9 gram protein.

(8)

PEMANFAATAN TEPUNG SUKUN (

Artocarpus altilis sp.

) PADA

ANEKA KUDAPAN SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN BERGIZI

PROGRAM PMT-AS

Dewanti Putri Pratiwi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus Altilis Sp.) pada Aneka Kudapan sebagai Alternatif Makanan Bergizi Program PMT-AS

Nama : Dewanti Putri Pratiwi NIM : I14080111

Disetujui oleh :

Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Dosen Pembimbing I

Leily Amalia, STP, M.Si Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh :

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena dengan kekuatan dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul

“Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus altilis sp.) pada Pembuatan Kudapan sebagai Alternatif Makanan Bergizi untuk Program PMT-AS” dapat terselesaikan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman MS, dan Ibu Leily Amalia, STP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak motivasi, arahan dan masukkan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

2. Dr. drh. M. Rizal M. Damanik, M.Rep selaku dosen penguji atas saran dan bimbingannya untuk penyempurnaan skripsi ini dan Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing akademik untuk bimbingannya. 3. Sahabat-sahabat GM 45 Ika, April, Didik Tryascipta, Ayu Sekar, Desiani,

Rahman, Gita, Nazhif, Ade Ayu, Didik Toro, Saman‟ers GM 45 atas persahabatan dan keceriaan yang diberikan, dan Rohadi untuk bantuan, dukungan, dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.

4. Pengurus Himagizi 2010 (Grevi, Nurayu, Faqih, dan Vita) untuk pengalaman yang tidak terlupakan.

5. Ririn NA dan Radini Ayu untuk kebersamaannya di IPB.

6. Teman-teman Gizi Masyarakat 45, kakak kelas GM 44, adik kelas GM 46 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis.

7. Kedua orang tua, H. Agus Setyo Sudewo dan Hj. Nurhayati, serta adik-adik tersayang atas cinta kasih dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan

Agus Setyo Sudewo dan Nurhayati. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal

24 November 1990. Pendidikan formal penulis diawali dari TK Islam

Amanah 1994-1996, SD Negeri Rama 1 Tangerang pada tahun

1996-2002, dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 9 Tangerang

pada tahun 2002-2005 serta SMA Negeri 65 Jakarta pada tahun

2005-2008. Penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama masa perkuliahan penulis aktif berpartisipasi dalam

kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi

Sekertaris Umum di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI), dan

anggota Klub Kulinari HIMAGIZI. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan

yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dan

HIMAGIZI. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa

Condongcampur, Kecamatan Pejawaran, Banjarnegara pada tahun 2011

dan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi Bogor pada

tahun 2012. Selain itu, penulis juga aktif menjadi asisten praktikum MK.

Percobaan Makanan tahun 2012. Penulis menyelesaikan tugas akhir ini

untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat,

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI………...………. v

DAFTAR TABEL………..…....……….………. vii

DAFTAR GAMBAR…………..…....……….………. vii

DAFTAR LAMPIRAN…………..…....……….………. Viii PENDAHULUAN………...……….………. 1

Latar Belakang ………..……..……….………. 1

Tujuan Penelitian ..………….….……….………. 3

Kegunaan Penelitian ….……...……….………. 3

TINJAUAN PUSTAKA……….…....……….………. 4

Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS).………... 4

Sukun ...………..……….…. 5

Tepung Sukun....……… 7

Kudapan...……… 9

Brownies ………. 10

Kroket... ……… 12

Bakpia... 12

METODE PENELITIAN……...…..……….………. 14

Tempat dan Waktu ...…..………. 14

Alat dan Bahan ...……….…. 14

Metode...……… 14

Penelitian Pendahuluan...……….. 15

Penelitian Lanjutan...……… 18

Rancangan Percobaan ………... 21

Pengolahan dan Analisis Data.……… 22

HASIL DAN PEMBAHASAN……...………..………23

Pembuatan Tepung Sukun ...…..……….23

Formulasi Kudapan PMT AS Berbahan Dasar Tepung Sukun...…….…. 25

Brownies...………... 25

Pia...……… 27

Kroket...………... 28

Karakteristik Organoleptik Kudapan.……… 29

Analisis Zat Gizi Kudapan Formula Terpilih.………39

(13)

Analisis Kesesuaian Kudapan untuk Program PMT AS………44

KESIMPULAN DAN SARAN…..…………..………. 48

Kesimpulan………...…… 48

Saran...………...…… 49

DAFTAR PUSTAKA………..……….50

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kandungan zat gizi sukun tiap 100 gram dengan BDD 70% ...……... 6

2. Komposisi zat gizi buah sukun muda dan sukun tua………...…….. 6

3. Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan.…... 7

4. Hasil analisis proksimat tepung sukun (%bk) ……...………….……… 7

5. Formula pia sukun... ……….………... 16

6. Formula kroket sukun... ……….……… 16

7. Formula brownies sukun... ……….………18

8. Komposisi kimia tepung sukun... ……….……… 24

9. Zat gizi kudapan berbahan dasar tepung sukun per 100 gram ... 40

10. Jumlah energi dan protein kudapan per takaran saji……….……...…43

11. Daya terima kudapan terpilih pada anak sekolah ...………….………44

12. Persentase kesukaan terhadap kudapan ………...……….………... 44

13. Biaya pembuatan tepung sukun... ……….……… 45

14. Biaya pembuatan brownies... …………...…….……… 46

15. Biaya pembuatan pia... ……….……… 46

16. Biaya pembuatan kroket... ……….………... 47

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Skema pembuatan tepung sukun...……... 14

2. Diagram alir pembuatan pia...……... 17

3. Diagram alir pembuatan kroket...……...17

4. Diagram alir pembuatan brownies...……... 18

5. Tepung sukun yang dihasilkan...……... 23

6. Brownies kukus sukun...……... 26

7. Produk pia sukun...……... 27

8. Kroket sukun matang...…… ... 28

9. Diagram karakteristik mutu hedonik brownies... ... 29

10. Diagram karakteristik hedonik brownies... ...…….. 29

11. Diagram presentase kesukaan panelis terhadap brownies... ... 30

12. Diagram karakteristik mutu hedonik pia... ...…33

(15)

14. Diagram presentase kesukaan panelis terhadap pia... ...….34

15. Diagram karakteristik mutu hedonik kroket... ... 36

16. Diagram karakteristik hedonik kroket...……. ...37

17. Diagram presentase kesukaan panelis terhadap kroket...…….. ...37

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner mutu hedonik produk ... 55

2. Kuisioner hedonik produk ... 58

3. Hasil uji ragam mutu hedonik brownies ... 61

4. Hasil uji ragam hedonik brownies... 62

5. Hasil uji ragam mutu hedonik pia ... 63

6. Hasil uji ragam hedonik pia ... 64

7. Hasil uji ragam mutu hedonik kroket ... 64

8. Hasil uji ragam hedonik kroket ... 67

9. Kuisioner uji kesukaan sekolah ... 69

(16)

Kualitas hidup manusia merupakan suatu ukuran tingkat kesejahteraan hidup manusia yang dapat diukur dengan berbagai indikator. Kualitas hidup ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi teknologi, dan jasa pelayanan lainnya. Sumberdaya manusia yang mengonsumsi makanan dengan gizi yang berimbang akan hidup sehat dan memiliki ketahanan yang baik terhadap penyakit sehingga lebih mudah dalam menerima pendidikan dan mengenal informasi dan teknologi (Jalal et al. 1998)

Salah satu periode perkembangan dan pertumbuhan manusia yang utama adalah pada usia sekolah. Anak-anak usia sekolah yaitu pada rentang 6-12 tahun berada dalam periode growth spurt dalam periode kehidupan manusia. Dalam periode ini, terjadi perkembangan yang pesat baik dari segi kognitif, motorik, maupun sosial emosional pada anak (Manik 2001). Salah satu faktor pendukung dalam proses perkembangan ini adalah terpenuhinya kebutuhan gizi anak. Pemenuhan gizi yang sesuai dengan kebutuhan akan mendorong pertumbuhan yang baik dan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Oleh karena itu, untuk membentuk generasi yang sehat, cerdas, dan produktif diperlukan pemenuhan zat gizi sesuai dengan kebutuhan anak–anak dalam rentang usia ini.

(17)

Agar tujuan dari program dapat tercapai dengan baik, penyelanggaraan PMT-AS memiliki pedoman yang meliputi standar pelaksanaan kegiatan dan penyediaan makanan. Penyediaan makanan pada program PMT-AS mencakup beberapa persyaratan dalam hal bentuk, kandungan gizi, dan bahan makanan yang digunakan. Syarat penggunaan bahan makanan salah satunya adalah sebaiknya menggunakan bahan hasil pertanian setempat (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).

Buah sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam family Moraceae. Sukun merupakan tumbuhan lokal yang memiliki prospek cukup baik karena dapat tumbuh dengan baik tanpa perawatan intensif. Sukun mulai berbuah pada umur 2,5-3 tahun dan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-700 meter di atas permukaan laut. Pohon sukun berbuah dua kali dalam setahun pada saat hujan (Januari-Maret) dan kemarau (Juli-September) (Sunarto 1988). Daerah penyebaran tanaman ini hampir merata di seluruh daerah di Indonesia, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keunggulan dari tanaman ini adalah penyebarannya yang terdapat di sebagian besar kepulauan Indonesia serta jarang terserang hama dan penyakit yang membahayakan.

Kurangnya informasi mengenai potensi buah sukun menyebabkan, pemanfaatannya tidak maksimal. Pemanfaatan buah sukun yang dikenal oleh masyarakat adalah melalui proses perebusan, penggorengan, pembuatan keripik, difermentasi, dan cara tradisonal lainnya. Menurut Anna (1991), sukun dapat dimanfaatkan sebagai pengganti sumber karbohidrat yang sudah ada, seperti beras, ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, dan lain-lainnya.

(18)

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui cara pembuatan aneka kudapan yang berbahan dasar tepung sukun sebagai salah satu alternatif makanan bergizi dalam program PMT-AS.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari proses pembuatan tepung sukun dan menganalisis kandungan zat gizi tepung sukun

2. Mempelajari cara pembuatan dan formulasi aneka kudapan dengan subtitusi tepung sukun

3. Menganalisis pengaruh penambahan tepung sukun terhadap sifat organoleptik kudapan dan tingkat kesukaan terhadap kudapan untuk menentukan formula terpilih

4. Menganalisis kandungan zat gizi aneka kudapan dengan subtitusi tepung sukun dari formula yang terpilih

5. Menganalisis daya terima sasaran terhadap aneka kudapan dengan subtitusi tepung sukun

6. Menganalisis kesesuaian kudapan untuk program PMT-AS Kegunaan

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyediaan Makanan Tambahan Anak sekolah (PMT-AS)

Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk memperbaiki asupan gizi peserta didik TK/SD dan RA/MI sehingga meningkatkan ketahanan fisik, minat, dan kemampuan belajar dalam rangka menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif. Pengertian dari program PMT-AS adalah kegiatan pemberian makanan kepada peserta didik TK/SD dan RA/MI dalam bentuk kudapan yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya, dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).

Sasaran penerimaan program PMT-AS adalah seluruh peserta didik TK/SD baik negeri maupun swasta di wilayah kabupaten terpilih yang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Bupati dan peserta RA/MI baik negeri ataupun swasta di di wilayah kabupaten terpilih yang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendidikan Islam. Penetapan kabupaten didasarkan pada kriteria: (a) kabupaten tertinggal (Kementrian PDT, 2010); (b) persentase penduduk miskin (BPS 2008); dan (c) prevalensi penduduk stunting (Riskesdas 2007) (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).

Menurut Pedoman Penyelenggaraan PMT-AS (2010), program PMT-AS memiliki beberapa persyaratan khusus dalam hal kudapan yang disajikan. Bentuk makanan tambahan adalah berupa kudapan yang menyediakan 10-20% dari kebutuhan energi dan protein peserta didik. Beberapa syarat lain adalah mencakup kandungan gizi, keamanan makanan, dan cita rasa. Kandungan gizi makanan kudapan harus mengandung minimal 300 kkal dan 5 gram protein untuk setiap hari pelaksanaan PMT-AS. Jumlah tersebut senilai dengan masukkan kalori dan protein makanan pagi peserta didik.

(20)

Bahan pangan yang digunakan sebagai bahan dasar dalam PMT-AS sebaiknya menggunakan hasil pertanian setempat (desa, kecamatan, atau kabupaten). Tujuannya adalah agar peserta didik dan masyarakat dapat memanfaatkan bahan pangan dan makanan yang diproduksi dari usaha pertanian setempat. Apabila bahan hasil pertanian setempat tidak tersedia, maka dapat diperoleh dari produksi pertanian daerah sekitar, akan tetapi harus tetap mempertimbangkan mutu gizi, dan daya terima peserta didik. Bahan utama kudapan terutama mengandung sumber karbohidrat seperti ubi jalar, ubi kayu, talas, sukun, sagu, beras, jagung, dan sebagainya. Bahan pangan lain dapat diberikan untuk meningkatkan mutu gizi. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan sumber protein, seperti kacang-kacangan dan olahannya, susu, ikan, telur, dan sebagainya yang diproduksi oleh usaha pertanian setempat (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).

Biaya yang diperhitungkan dalam penyelenggaraan kudapan PMT-AS adalah biaya bahan makanan, biaya transportasi, biaya bahan bakar, „upah‟ tenaga kerja, dan biaya lain-lain. Biaya kudapan Rp2250,-/anak/hari untuk Kawasan Barat Indonesia dan Rp2600,-/anak/hari untuk Kawasan Timur Indonesia (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).

Sukun

Menurut Depkes (1997), klasifikasi sukun adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Urticales Suku : Moraceae Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus altilis (Park.) Fsb.

(21)

Barat (3,3 ribu ton), DI Yogyakarta (3,0 ribu ton), Sulawesi Selatan (2,9 ribu ton), dan Nusa Tenggara Timur (2,5 ribu ton) (Anonim 2001).

Hujan merupakan faktor utama yang mendukung pertumbuhan, pembungaan, dan kecepatan tumbuh buah sukun. Tanaman sukun yang masih kecil akan tumbuh baik di bawah naungan dan kemudian membutuhkan sinar matahari penuh untuk tumbuh optimal (Verheij & Coronel 1997).

Menurut Depkes (1997), bunga dan daun sukun mengandung saponin, polifenol, dan tanin, sedangkan kulit batangnya mengandung flavonida. Sukun tanpa biji mengandung 70% bagian yang dapat dimakan (Verheij & Coronel 1997), yang tiap-tiap 100 gram berisi kandungan zat gizi seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan Zat Gizi Sukun Tiap 100 gram dengan BDD 70%

Kandungan Jumlah

Energi (kJ) 470-670

Air (g) 65-85

Fosfor (mg) 52-88

Lemak (g) 0,2-0,5

Karbohidrat (g) 21,5-31,7

Protein (g) 1,2-2,4

Kalsium (mg) 18-32

Besi (mg) 0,4-1,5

Vitamin A (IU) 26-40

Tiamin (mg) 0,10-0,14

Riboflavin (mg) 0,05-0,08

Niacin (mg) 0,7-1,5

Vitamin C (mg) 17-35

Sumber : Verheij & Coronel (1997)

Buah sukun siap untuk dipanen pada usia 15-19 minggu setelah proses pembuahan (keluarnya bunga). Sukun muda dan sukun masak dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara pengolahan seperti perebusan, disangrai, maupun digoreng. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada sukun menjadikan sukun banyak digunakan sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat. Sukun kemudian dimanfaatkan menjadi tepung atau pasta dan diolah kembali menjadi kue basah, kue kering, pasta mie, dan roti. Menurut Prabawati & Suismono (2009), sukun merupakan salah satu pangan sumber karbohidrat yang dijadikan komoditas untuk menunjang diversifikasi pangan.

(22)

Tabel 2 Komposisi zat gizi buah sukun muda dan sukun tua

Unsur-unsur Sukun muda Sukun tua

Air 87,1 69,1

Energi (Kal) 46 108

Protein (g) 2,0 1,4

Lemak (g) 0,7 0,3

Karbohidrat (g) 9,2 28,2

Kalsium (mg) 59 21

Fosfor (mg) 46 59

Besi (mg) - 0,4

Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12

Vitamin B2 (mg) 0,06 0,06

Vitamin C(mg) 21 17

Serat (g) 2,2 -

Sumber : Considine (1982)

Selain merupakan sumber karbohidrat yang potensial, buah sukun juga memiliki oligosakarida dengan ikatan α(1,3 glukosa) yang berpotensi sebagai prebiotik (Ankaru 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kusnandar et al. (2007), bahwa buah sukun dapat digunakan sebagai sumber prebiotik karena pada hasil kromatografi kertas ekstrak gula dari tepung sukun menunjukkan bahwa daging buah sukun mengandung rafinosa dan oligosakarida yang belum teridentifikasi. Penelitian yang dilakukan juga membuktikan bahwa lima jenis bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik pada media dengan sumber gula dari ekstrak buah sukun. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada media dengan sumber gula dari ekstrak buah sukun, jumlah bakteri patogen seperti Salmonella thypimurium, E. Coli, dan B. Cereus berkurang jumlahnya.

Tepung Sukun

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno 2000 dalam Widowati 2003). Prosedur pembuatan tepung dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan.

(23)

karbohidrat, 9,90% air, 2,83% abu, 3,64% protein dan 0,41% lemak. Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan protein tepung sukun lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, tepung ubi jalar, tepung pisang dan tepung haddise (Widowati,

et.al., 2001)

Tabel 3 Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan Komoditas

Kadar (%)

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Pisang Sukun Labu kuning Haddise Ubikayu Ubijalar 10,11 9,09 11,14 9,32 7,80 7,80 2,66 2,83 5,89 6,62 2,22 2,16 3,05 3,64 5,04 2,67 1,60 2,16 0,28 0,41 0,08 0,08 0,51 0,83 84,01 84,03 77,65 81,32 87,87 86,95 Sumber : Widowati et.al.2001

Tepung sukun memiliki beberapa kekhasan. Aroma yang khas serta rasa yang agak manis diharapakan membuat produk berbahan tepung sukun dapat diterima dengan baik. Kekurangan dari tepung sukun adalah daya pengembangannya yang kurang baik. Hal ini disebabkan karakteristik tepung sukun yang berbeda dengan tepung terigu, tepung ini tidak memiliki gluten Tepung sukun juga mengandung senyawa isoflavonoid yang mengakibatkan terjadinya reaksi browning dan memberi warna yang lebih gelap dibandingkan tepung terigu (Suprapti 2002).

Menurut Sutardi dan Supriyanto (1996), sifat tepung sukun mencerminkan perilaku tepung sukun dalam kaitannya dengan kesesuainnya diolah menjadi berbagai produk olahan makanan. Beberapa sifat tepung sukun yang penting adalah kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin, dan perbandingan antara keduanya, bentuk dan ukuran granula pati sebagai sifat mikroskopis hidrasi tepung sukun dan warna. Dari hasil penelitian Yohani (1995) diperoleh data, tepung sukun tua dan tepung sukun muda memiliki kandungan dan karakteristik yang berbeda (Tabel 4). Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum, (Widowati, et.al. 2001).

(24)

jumlah yang lebih sedikit untuk mencapai konsistensi adonan yang sama dengan tepung yang kapasitas hidrasinya lebih kecil. Tepung sukun juga memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibadingkan dengan tepung terigu dan kandungan amilosa yang lebih rendah dibandingkan tepung terigu (Meilani 2002). Hal ini menunjukkan bahwa untuk pemasakan tepung sukun diperlukan energi yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama. Menurut Winarno (1997), semakin kecil amilosa atau semakin tinggi amilopektin, maka akan semakin lekat.

Bobot kotor buah sukun berkisar antara 1200-2500 g, rendemen daging buah 81,21%. Dari total berat daging buah setelah disawut dan dikeringkan menghasilkan rendemen sawut kering sebanyak 11 - 20% dan menghasilkan rendemen tepung sebesar 10 - 18%, tergantung tingkat ketuaan dan jenis sukun. Pengeringan sawut sukun menggunakan alat pengering sederhana berkisar antara 5-6 jam dengan suhu pengeringan 55-60oC. Bila pengeringan dengan sinar matahari lama pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang cerah, lama pengeringan sekitar 1 - 2 hari.

Tabel 4 Hasil analisis proksimat tepung sukun (%bk) Jenis Analisa Sukun tua Sukun muda

Air 8,68 4,65

Protein 2,84 0,35

Lemak 0,37 1,56

Abu 0,62 1,09

Karbohidrat 87,94 92,35

Sumber : Yohani (1995)

Menurut Meliani 2002, tepung sukun tua dengan pengeringan drum dryer

dapat dibuat menjadi cookies karena memiliki kandungan serat makanan larut air dan daya terima yang tinggi. Cookies juga dapat disubtitusi hingga 80% dan masih dapat diterima. Produk kudapan basah, seperti chiffon cake atau sponge cake dapat disubtitusi tepung sukun sampai 100% namun biasanya hanya disubtitusi sebesar 50%, sedangkan untuk roti tingkat subtitusi tepung sukun adalah sekitar 10-20% (Widowati 2003) .

Kudapan

(25)

Makanan kudapan dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan cara pembuatannya, yaitu makanan kudapan tradisional seperti pisang goreng, nasi uduk, dan lain-lain, dan non tradisional yang merupakan makanan-makanan kudapan produksi pabrik. Makanan kudapan juga dibedakan menjadi tiga berdasarkan jenis hidangannya yaiitu minuman, santapan, dan makanan kecil (Widyanti 1989). Pengelompokkan makanan kudapan juga dapat dilakukan berdasarkan bahannya, yaitu serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, ikan, daging, telur, susu, dan buah-buahan. Pengelompokkan ini bertujuan untuk melihat bagian terbesar dari bahan yang ada pada kudapan tersebut (Guhardja 1994).

Makanan kudapan menyumbang energi yang cukup berarti bagi pertumbuhan. Komalasari (1991) menyatakan bahwa makanan kudapan dapat menyumbang energi 22% dan protein 15,5% dari konsumsi sehari. Sementara penelitian Manik (2001), menyatakan bahwa pada anak usia sekolah, kontribusi makanan jajanan adalah 15,5% untuk energi dan 4,2% untuk protein.

Menurut Sulasmi (1998), makanan jajanan yang disukai anak-anak adalah aneka makanan yang memiliki warna yang menarik, serta rasa yang gurih dan manis, seperti gula-gula, gorengan, atau cake manis (tar). Konsumen lebih memperhatikan makanan jajanan dari segi rasa yaitu enak dan murah (Guhardja 1994). Menurut Megawangi (1994), makanan jajanan dapat menjadi penyuplai zat gizi yang baik untuk pertumbuhan anak-anak jika dilakukan perbaikan kandungan gizi terhadap makanan jajanan tersebut, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Oleh sebab itu diperlukan kecermatan dalam mengerjakan, menghidangkan dan memilih makanan jajanan terutama yang dikonsumsi oleh anak-anak (Guhardja 1994).

Dalam upaya mengembangkan makanan tradisional, hal yang perlu diperhatikan adalah upaya mengangkat citra bahan pangan lainnya yang dapat menambah selera masyarakat. Bahan makanan tradisional meliputi aneka makanan yang sebagian besar berasal dari padi, palawija, sayuran, dan buah-buahan (Haerah 1993).

Brownies

(26)

citarasa yang baik (Sunaryo 1985). Brownies bertekstur padat (agak bantat) dibandingkan cake sehingga tidak membutuhkan pengembangan gluten sebagaiman cake sehingga bahan bakunya dapat menggunakan tepung non-terigu. Menurut Febrial (2009), subtitusi tepung non terigu dalam pembuatan

brownies dapat mencapai 100%. Bahan-Bahan Pembuatan Brownies

Bahan penyusun utama brownies adalah telur, lemak, gula, coklat bubuk,

dark cooking chocolate, dan terigu. Bahan tambahannya antara lain emulsifier

dan pengembang (Sulistiyo 2006). Tepung yang umum digunakan dalam pembuatan brownies adalah tepung terigu lunak. Alasan penggunaan tepung tersebut adalah untuk membentuk adonan yang lebih lembut (Matz 1992). Di dalam adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk struktur dan tekstur brownies, pengikat bahan-bahan lain dan pendistribusi bahan-bahan lain secara merata, serta pembentuk citarasa (Matz 1992).

Telur sebagai bahan utama penyusun brownies berfungsi sebagai pengganti air, pembentuk struktur, pelembut, pengikat udara (aerasi), dan pendistribusi adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, aroma, dan rasa. Kuning telur mengandung lesitin yang memiliki daya pengemulsi, sedangkan putih telur membentuk tekstur yang lebih ringan (Berenbaum 2003).

Lemak dalam pembuatan brownies berfungsi melembutkan tekstur membentuk citarasa, memacu pengembangan, membantu aerasi, emulsifikasi adonan, dan meningkatkan nilai gizi. Lemak yang biasa digunakan adalah mentega dan margarin. Margarin adalah lemak plastis yang dibuat dari proses hidrogenasi parsial minyak nabati (Hariyadi et al. 2000).

Gula sebagai bahan penyusun brownies berfungsi memberikan rasa manis, membentuk struktur, tekstur, dan keempukan, mengikat air, dan menjaga kelembaban. (Berenbaum 2003). Selain itu, gula juga berfungsi sebagai pengawet karena dapat mengurangi aw bahan pangan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1981).

(27)

Dark Cooking Choccolate adalah cokelat yang khusus digunakan dalam pembuatan produk bakery. Dark Cooking Choccolate berfungsi untuk memberikan warna dan rasa yang utama pada brownies. Cokelat bubuk juga ditambahkan pada brownies untul memperkuat rasa (Febrial 2009).

Tahap pembuatan adonan dimulai dengan pengayakan tepung, pengocokan (mixing), penambahan tepung komposit, penambahan margarin, penuangan kedalam cetakan kemudian pengukusan atau pemanggangan. Sama seperti pembuatan cake, tahapan yang terpenting dalam pembuatan brownies adalah mixing. Ada beberapa metode mixing, seperti sugar batter method, flour batter method, single stage mixing method, dan lainnya. Pada

sugar batter method, shortening, gula, dan beberapa bahan kering dikocok dengan kecepatan rendah atau sedang hingga tercampur merata dan mengembang. Kememudian ditambahkan telur, susu, dan tepung. Pada flour batter method, tepung dan shortening dikocok dalam satu wadah. Di saat yang bersamaan, telur dan gula dikocok dengan kecepatan (Tireki 2007).

Proses akhir dari pembuatan brownies kukus adalah pengukusan. Prinsip utama dalam proses pengukusan adalah dengan menggunakan uap air dari air panas bersuhu 1000C dengan lama yang bervariasi sesuai dengan sifat bahan. Perubahan yang terjadi selama proses pengukusan antara lain adalah karbohidrat akan mengalami sedikit perubahan warna, pati akan tergelatinisasi membentuk struktur jaringan yang kokoh, protein akan mengeras karena mengalami koagulasi. Kadar air akan mengalami perubahan yang relatif sama (Potter 1973).

Kroket

Kroket merupakan makanan berlapiskan tepung roti dan bahan utamanya adalah kentang atau daging (ayam, daging sapi, atau domba), ikan, keju, sayuran, dan dicampur dengan rempah-rempah, telur, dan susu. Bentuk kroket biasanya adalah bulat lonjong atau silinder dan diolah dengan cara deep frying. Kroket di Indonesia umumnya terbuat dari kentang dan daging ayam dan digulung, dicelupkan ke dalam tepung roti dan digoreng (Beard 2011).

Bakpia

(28)

beberapa daerah di Indonesia, makanan yang terasa legit ini dikenal dengan nama pia atau kue pia (Anonim 2006).

(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai bulan Oktober 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan 2, dan Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Analisis daya terima terhadap anak sekolah dilakukan di SDN Rama 1 Kota Tangerang, Banten.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukun (Artocarpus altilis sp.) yang matang dengan usia sekitar 15-19 minggu. Sukun didapatkan dari lahan yang dibudidayakan. Sukun yang digunakan memiliki karakteristik fisik yang baik (tidak cacat) dengan tekstur yang tidak terlalu keras dan berwarna krem cerah. Sukun dibuat menjadi tepung dengan menggunakan Natrium Metabisulfit dan air. Bahan yang digunakan dalam pembuatan kroket adalah tepung sukun, tepung terigu, bawang bombay, wortel, ayam, kentang, susu, dan garam. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pia adalah tepung sukun, tepung terigu, gula kastor, kacang hijau, telur, santan bubuk, margarin, garam, dan susu cair. Bahan yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah tepung sukun, tepung terigu, telur, margarin, gula kastor, coklat bubuk, coklat batang, pasta coklat, ovalet, dan garam. Bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan analisis kimia adalah aquades, pelarut heksan, H3BO3, H2SO4, HCl, NaOH, Na2SO3, dan metil merah.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung adalah pisau, penggiling tepung, dan oven. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kudapan adalah timbangan, mixer (pengaduk adonan), baskom, gelas ukur, penggiling dan pencetak adonan, kompor, dandang, pisau, sendok, dan oven. Alat-alat yang digunakan untuk melakukan analisis kimia antara lain adalah pH meter, spektrofotometer, labu ukur, tabung reaksi, gelas piala, cawan porselen, pipet, labu erlenmeyer, tanur, oven, dan alat pengukur waktu.

Metode

(30)

penggunaan tepung sukun sebagai bahan dasar pembuatan kudapan basah. Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengetahui sifat organoleptik dari formula terpilih, melakukan analisis zat gizi terhadap formula produk terpilih, dan mengetahui daya terima sasaran terhadap produk dengan formula terpilih.

Penelitian Pendahuluan

1. Pembuatan Tepung Sukun

Pembuatan tepung sukun meliputi pengupasan, pemisahan antara daging buah dan kulit, penghancuran (pembuatan sawut), pengeringan dan penggilingan sawut menjadi tepung. Skema pembuatan tepung sukun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema pembuatan tepung sukun 2. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tepung Sukun

Kandungan zat gizi tepung yang dianalisis meliputi kadar air dengan metode oven, kadar abu dengan metode pengabuan kering, kadar protein dengan metode mikrokjehdahl, lemak metode soxhlet, dan karbohidrat metode

by difference. Uji sifat fisik dilakukan dengan melakukan perhitungan rendemen tepung sukun yang dihasilkan.

3. Metode Pembuatan dan Formulasi Kudapan

Kudapan yang dibuat adalah pia, kroket, dan brownies kukus. Penetapan formula dilakukan secara trial dan error untuk masing-masing kudapan. Penetapan formula juga ditetapkan dari penelitian Widowati (2003) yang menyatakan bahwa kue kering dan kue basah dapat disubstitusi hingga 100% tergantung jenis kue. Selain itu, agar dapat dikatakan produk yang berbahan dasar tepung sukun maka penggunaan tepung sukun minimal adalah 50% dari

Buah Sukun

Pengupasan

pemisahan antara daging buah dan kulit

Pemisahan antara daging buah dan jantung buah

penghancuran (pembuatan sawut)

Perendaman dengan larutan Natrium Metabisulfit

pengeringan dengan oven 50-600C selama 12 jam

(31)

jumlah total bahan yang dibuat. Tabel 5 menunjukkan formula dan bahan yang digunakan dalam pembuatan pia. Formula dan bahan pembuatan kroket dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan Tabel 7 menunjukkan formula dan bahan-bahan pembuatan brownies.

Tabel 5 Formula pia sukun

Bahan F 1

(50:50) F2 (60:40) F3 (70:30) F4 (80:20) Kulit

Tepung terigu (g) 15,5 12,4 9,3 6,2

Tepung sukun (g) 15,5 18,6 21,7 24,8

Gula (g) 6,2 6,2 6,2 6,2

Garam (g) 0,3 0,3 0,3 0,3

Minyak (g) 15,5 15,5 15,5 15,5

Air (ml) 14 14 14 14

Isi

Kacang hijau (g) 23,3 23,3 23,3 23,3

Gula (g) 3,7 3,7 3,7 3,7

Garam (g) 0,2 0,2 0,2 0,2

Susu (g) 3,9 3,9 3,9 3,9

Margarin (g) 1,9 1,9 1,9 1,9

Total (g) 100 100 100 100

Formula tepung sukun untuk pia seperti yang tercantum pada Tabel 5 adalah F1 (50:50), F2 (60:40), F3 (70:30), dan F4 (80:20). Formula ini didapatkan melalui proses trial dan error. Pia tidak dapat disubstitusi oleh tepung sukun lebih dari 80% karena adonan menjadi sulit untuk dibentuk dan pecah ketika dipanggang. Proses pembuatan pia sukun dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 6 Formula kroket sukun

Bahan F 1

(50:50) F2 (60:40) F3 (70:30) F4 (80:20)

Tepung terigu (g) 10,2 8,1 6,1 4,1

Tepung sukun (g) 10,2 12,3 14,3 16,3

Ayam (g) 16,3 16,3 16,3 16,3

Kentang (g) 10,2 10,2 10,2 10,2

Bawang Bombay (g) 15,3 15,3 15,3 15,3

Wortel (g) 4,2 4,2 4,2 4,2

Susu (g) 10,2 10,2 10,2 10,2

Tepung roti (g) 10,2 10,2 10,2 10,2

Margarin (g) 3 3 3 3

Telur (g) 10,2 10,2 10,2 10,2

Total 100 100 100 100

(32)
[image:32.595.91.483.42.814.2]

Proses akhir pengolahan kroket adalah penggorengan yang dilakukan selama 5-7 menit hingga berwarna kuning keemasan.

[image:32.595.76.498.59.783.2]

Gambar 2 Diagram alir pembuatan pia (SAJI 2004)

Gambar 3 Diagram alir pembuatan kroket (PMT-AS 2010) Margarin dilelehkan

Bawang bombay cincang ditumis

Wortel, ayam, kentang kukus halus dimasukkan

Tepung terigu + tepung sukun ditambahkan

susu cair dimasukkan

Dibentuk bulat lonjong

Dimasukkan ke telur dan tepung roti

Digoreng dalam api sedang

Tepung sukun + tepung terigu + minyak + gula + garam + air dicampur (adonan 1)

Tepung sukun + tepung terigu + air dicampur hingga kalis (adonan 2)

Kacang hiijau rebus + gula + margarin + susu bubuk dicampur (adonan isi)

Adonan 1 ditimbang masing-masing 8 gram

digiling hinga ketebalan 1 mm

Adonan 2 ditimbang 5 gram

dipipihkan diletakkan di atas adonan 1

Digiling hingga ketebalan 1 mm

Adonan isi dtimbang masing-masing 5 gram

Diletakkan di atas adonan kulit

Dibulatkan

(33)
[image:33.595.88.511.63.835.2]

Tabel 7 Formula brownies sukun Bahan

F 1 (70:30)

F2 (80:20)

F3 (90:10)

F4 (100:0)

Tepung terigu (g) 4 2 1,4 0

Tepung sukun (g) 10 12 12,6 14

Coklat bubuk (g) 2,7 2,7 2,7 2,7

Coklat batang (g) 11 11 11 11

Margarin (g) 13,8 13,8 13,8 13,8

Telur (g) 41,5 41,5 41,5 41,5

Tepung gula (g) 16,6 16,6 16,6 16,6

Ovalet (g) 0,4 0,4 0,4 0,4

Total 100 100 100 100

Formula brownies pada tabel di atas dibuat berdasarkan formulasi yang dilakukan oleh Vania (2010) dan proses trial dan error. Brownies dapat disubstitusi hingga 100%. Hasil dari proses trial error yang dilakukan menunjukkan bahwa, substitusi tepung sukun di atas 70% menyebabkan tekstur

brownies menjadi lebih padat. Gambar 4 memuat proses pengolahan brownies. Metode pembuatan brown ies dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan Vania (2010). Brownies dikukus hingga matang dengan kisaran waktu 25 menit.

Penelitian Lanjutan

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui apakah produk-produk berbahan dasar tepung sukun yang dihasilkan disukai atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik dengan menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 30 orang.

Telur + gula halus + ovalet + pasta coklat dikocok dengan mixer kecepatan tinggi

Coklat cair + margarin dimasukkan

Kecepatan mixer diturunkan

Tepung sukun + tepung terigu + coklat bubuk dimasukkan ↓ ↓

[image:33.595.114.516.94.232.2]

Dikukus hingga matang

(34)

a. Uji Hedonik

Pada uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dari 3 jenis kudapan dengan taraf substitusi tepung sukun yang berbeda. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-9, dimana angka 1= sangat amat tidak suka dan 9= sangat amat suka. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance

(ANOVA). Jika hasil uji ANOVA menyatakan bahwa sampel yang diujikan berbeda nyata terhadap taraf kepercayaan 0,05 maka dilakukan uji lanjut Duncan.

b. Uji Mutu Hedonik

Sama halnya seperi uji hedonik, uji mutu hedonik panelis diminta tanggapannya berdasarkan karakteristik kudapan, yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur dari 3 jenis kudapan dengan taraf substisuti tepung sukun yang berbeda. Rasa pada uji mutu hedonik disesuaikan dengan jenis kudapan. Pada uji mutu hedonik, penilaian dilakukan bukan berdasarkan tingkat kesukaan namun dari mutu produk. Skala yang diberikan untuk setiap variabel adalah 1= karakteristik yang paling lemah dan 9 = karakteristik yang paling kuat.

2. Analisis Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisik Formulasi Kudapan Terpilih.

Produk kudapan yang terpilih berdasarkan hasil uji hedonik, dianalisis secara kimia. Kandungan zat gizi yang dianalisis meliputi kadar air metode oven, abu metode pengabuan kering, protein metode mikrokjehdahl, lemak metode soxhlet, dan karbohidrat metode by difference.

a. Kadar Air Metode Oven (Apriyantono et al 1989)

Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1050C selama 15 menit dan didinginkan selama 10 menit dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dengan teliti dalam cawan alumunium tersebut. Cawan beserta isinya dipanaskan dalam oven bersuhu 1050C. Pemanasan dilakukan sampai diperoleh berat contoh tetap. Kadar air (berdasarkan bobot kering) contoh dihitung dengan rumus :

Kadar Air (%) = W1 x 100% W2

Dimana :

W1 = kehilangan berat (g)

(35)

b. Kadar Abu (Apriyantono et al 1989)

Cawan pengabuan dibakar dalam tanur selama 15 menit. Kemudian dimasukan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dibakar hingga tidak berasap lagi. Selanjutnya cawan dibakar dalam tanur pengabuan sampai diperoleh abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap (kurang lebih selama 12 jam). Suhu tanur pengabuan sekitar 5500C. Sampel didinginkan dalam desikator kemudian dihitung :

Kadar Abu (%) = berat abu x 100% berat sampel

c. Kadar Protein Metode Mirko-Kjeldahl (Apriyantono et al 1989)

Sampel ditimbang sebanyak 0,3-0,5 gram dan diletakan dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 0,5 gram selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat. Sampel kemudian didestruksi selama 1,5-2 jam sampai cairan menjadi jernih dan uap SO2 hilang. Setelah proses destruksi selesai maka sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah air secara perlahan- lahan, lalu dinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 3-4 kali dengan aquades kemudian sampel dimasukan ke dalam labu destilasi dan ditambah indikator metil merah (Na2S2O3) sebanyak tiga tetes sehingga warna larutan menjadi kemerahan. Larutan NaOH ditambahkan hingga warna berubah menjadi kehijauan. Pada Erlenmeyer diisi 20 ml larutan asam borat (H3BO3) dan tiga tetes indikator metil merah kemudian diletakan di bawahkondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di dalam larutan asam borat. Selanjutnya didestilasi sampai tertampung sekitar 75 ml destilat dalam tabung erlenmeyer. Tabung kondesor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0,1301222 N sampai terjadi perubahan warna. Dilakukan juga penetapan blanko.

Total Nitrogen = (ml HCl contoh - ml HCl blanko) x N HCl x fp x 14 x 100% mg bobot contoh

Kadar Protein (%) = Total nitrogen x faktor konversi

d. Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al 1989)

(36)

dan labu lemak dibawahnya). Refluks dilakukan selama minimum 3 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dihitung :

Kadar Lemak (%) = berat lemak x 100% berat sampel

e. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (KA + A + P + L) Dimana :

KA = Kadar air (%) A = Kadar abu (%) P = Kadar protein (%) L = Kadar lemak (%)

3. Uji Daya Terima Formulasi Kudapan Terpilih kepada Sasaran

Produk dari formulasi terpilih yang telah diuji analisis kemudian diuji secara hedonik (kesukaan) kepada sasaran program PMT-AS, yaitu anak usia sekolah dasar di SDN Rama 1 Tangerang. Produk ini diujikan kepada 30 panelis dengan metode pemilihan sampe secara tidak acak (purposive sampling). Uji daya terima dilakukan dengan menimbang sisa produk yang tidak dimakan oleh anak-anak. Daya terima dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang. Produk kudapan memiliki daya terima yang baik, apabila konsumsi >50% dan kurang baik jika konsumsi <50% (Kushargina 2012).

Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan kuisioner dengan lima skala (sangat suka, suka, biasa, tidak suka, dan sangat tidak suka). Anak diminta memilih dengan cara melingkari salah satu skala yang ada. Untuk memudahkan panelis dalam pengisian, sebelumnya diberikan pelatihan pengisian kuisioner.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan yang digunakan sebagai rancangan percobaan untuk pembuatan produk kudapan. Perlakuan yang dilakukan pada unit percobaan adalah perbandingan antara jumlah tepung sukun dan tepung terigu pada kudapan. Peubah respon yang diamati adalah sifat orgenoleptik kudapan. Model matematisnya adalah sebagai berikut:

(37)

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i proporsi tepung sukun pada ulangan ke-j.

µ = Rata-rata hasil uji organoleptik

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Galat percobaan karena pengaruh taraf ke-i dari proporsi tepung sukun pada ulangan ke-j

i = Banyaknya perlakuan (proporsi tepung sukun dengan tepung terigu) j = Banyaknya ulangan

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil uji organoleptik pada penelitian dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai rata-rata dan persentase penerimaan panelis dari masing-masing taraf perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh jenis formula terhadap mutu hedonik dan tingkat kesukaan panelis terhadap produk kudapan, data hasil uji organoleptik dianalisis secara statistik dengan uji Analysis of Variance (ANOVA),

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Tepung Sukun

Tepung sukun dibuat dengan menggunakan buah sukun masak yang berusia 15-19 minggu. Ciri-ciri dari buah sukun yang masak adalah kulitnya berwarna kuning atau kuning kecoklatan, kulitnya halus, daging buahnya terasa agak manis, dan berwarna krem (Ragone 2006). Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum, (Widowati et.al. 2001).

Pembuatan tepung sukun dilakukan melalui tahap pengupasan, perendaman dengan larutan natrium metabisulfit 0,3%. Perendaman ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan warna pada daging sukun yang telah dikupas (pencoklatan) (Winata 2001). Tahapan selanjutnya adalan pembuatan sawut dengan cara diiris. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan sehingga daging sukun lebih cepat kering dan lebih mudah dihaluskan.

Tahapan terpenting dalam pembuatan tepung sukun adalah proses pengeringan dengan oven pada suhu 600C hingga kandungan air hilang atau sawut mudah patah. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 8-10 jam. Sawut harus benar-benar kering karena sawut yang masih basah lebih sulit dihaluskan dan akan lebih sulit untuk diayak. Proses selanjutnya adalah penghalusan menggunakan blender dan pengayakan menggunakan ayakan 60 mesh. Rendemen tepung sukun yang dihasilkan dari 36,118 kg adalah 20,33 %. Hal ini menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dari penelitian Widowati (2003), bahwa dari total berat daging buah setelah disawut dan dikeringkan menghasilkan rendemen sawut kering sebanyak 11 - 20% dan menghasilkan rendemen tepung sebesar 10 - 18%, tergantung tingkat ketuaan dan jenis sukun. Tepung sukun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.

(39)

Tabel 8 Komposisi kimia tepung sukun (% bb) Jenis Analisa Tepung sukun

Analisis

Tepung sukun* Tepung terigu**

Air 9,2 8,68 11,2

Protein 2,83 2,84 8,9

Lemak 0,38 0,37 1,3

Abu 1,9 0,62 1,3

Karbohidrat 85,65 87,94 77,3

* Sumber : Yohani (1995) ** Sumber : DKBM (2005)

Kadar Air

Kadar air merupakan bagian penting dalam bahan pangan. Penghilangan air dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga meningkatkan umur simpan bahan pangan tersebut (Belitz 1999). Kadar air tepung sukun sebesar 8,68% (Tabel 8) dan lebih kecil dibandingkan tepung terigu, ini menunjukkan bahwa daya simpan tepung sukun dapat lebih lama dibandingkan tepung terigu. Selain itu, kadar air tepung sukun sesuai dengan persyaratan kadar air untuk tepung yaitu kurang dari 14% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang (Winarno dan Jenie 1974, diacu dalam Wulandari 2011). Kadar Abu

Kadar abu menunjukkan bahan anorganik (mineral) dalam bahan pangan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil analisis, kadar abu tepung sukun adalah 1,9%. Kadar abu hasil uji berbeda dengan penelitian Yohani (1995) yaitu 0,62% dan kadar abu tepung terigu 1,3%. Kadar abu yang berbeda dengan hasil penelitian Yohani (1995) dimungkingkan akibat proses pengeringan yang dilakukan. Tepung sukun hasil penelitian Yohani (1995) menggunakan metode

drum dryer sedangkan tepung sukun yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode oven. Perbedaan kadar abu mengindikasikan kandungan mineral yang berbeda.

Kadar Protein

(40)

yang dihasilkan yeast atau ragi terperangkap oleh protein dalam bentuk gluten yang banyak terkandung dalam tepung terigu.

Kadar Lemak

Lemak memiliki peran yang signifikan berkaitan dengan umur simpan produk, menciptakan aroma (odor) berupa ketengikan, dan rasa gurih produk (Alice et al. 2012). Hasil analisis kadar lemak yang dilakukan diketahui bahwa kadar lemak adalah 0,38% tidak jauh berbeda dengan penelitian Yohani (1995) yaitu 0,37% namun lebih rendah dari tepung terigu. Kandungan lemak pada tepung terigu adalah 1,3%. Hal ini dapat menyebabkan cita rasa yang berbeda antara tepung sukun dan tepung terigu.

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang terdiri atas unsur-unsur C (karbon), H (hidrogen), dan O (oksigen) (Winarno 1997). Menurut Golden & Williams (2010), karbohidrat dalam 100 gram tepung sukun terdiri dari arabinosa (468 mg), sukrosa (415 mg), dan glukosa (365 mg). Kandungan sukrosa pada tepung sukun juga memberikan rasa manis (Suprapti 2002). Tepung sukun yang dianalisis memiiliki kadar karbohidrat 85,65% tidak jauh berbeda dengan penelitian Yohani (1995) yaitu 87,94% dan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Karbohidrat diukur melalui karbohidrat by difference.

Formulasi Kudapan PMT AS Berbahan Dasar Tepung Sukun

Kudapan PMT AS dibuat sebanyak tiga buah. Jenis kudapan dibuat dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (1) kemampuan tepung sukun mensubtitusi kudapan minimal 50% karena kudapan yang dihasilkan harus berbahan dasar tepung sukun (2) kudapan tersebut diolah dengan cara yang berbeda (dipanggang, digoreng, dan dikukus) (3) keefektifan kudapan tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein. Takaran saji kudapan tersebut tidak berlebihan dalam hal jumlah namun dapat mencukupi batas minimal zat gizi yang disarankan dalam pedoman PMT-AS. Seluruh kudapan yang dibuat disubtitusi dengan tepung sukun di atas 50% karena kudapan yang dihasilkan berbahan dasar tepung sukun.

Brownies

(41)

Vania (2010) dan mengacu dari proses trial and error yang telah dilakukan bahwa brownies dengan tepung sukun di atas 60% memiliki tekstur yang lebih baik. Tingkat subtitusi yang dilakukan adalah 70%, 80%, 90%, dan 100% atau F1, F2, F3, dan F4. Proses pembuatan brownies dilakukan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Vania (2010). Brownies dengan tingkat subtitusi tertinggi (F4) memiliki warna yang lebih gelap. Hal ini disebakan tepung sukun mengandung enzim polifenolase yang dapat menyebabkan

browning pada saat pemanasan berlangsung (Suprapti 2002). Brownies yang telah masak dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Brownies kukus sukun

Proses pembuatan brownies tepung sukun sama seperti pembuatan brownies pada umumnya. Tahap pembuatan adonan dimulai dengan pengayakan tepung, pengocokan (mixing), penambahan tepung komposit, penambahan margarin, penuangan kedalam cetakan kemudian pengukusan atau pemanggangan. Sama seperti pembuatan cake, tahapan yang terpenting dalam pembuatan brownies adalah mixing. Metode yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah sugar batter method. Tahapan dalam metode ini adalah pengocokan shortening, gula, dan beberapa bahan kering dengan kecepatan rendah atau sedang hingga tercampur merata dan mengembang dan kemudian ditambahkan telur, susu, dan tepung (Tireki 2007).

(42)

menunjukkan bahwa suhu dan waktu pematangan tepung sukun lebih lama dibandingkan dengan tepung terigu.

Pia

Kudapan selanjutnya adalah pia atau bakpia. Kudapan ini dipilih karena mengandung kacang hijau sebagai sumber protein nabati sehingga diharapkan dapat mencukupi syarat protein kudapan PMT-AS. Formulasi untuk produk pia kacang hijau yang dilakukan adalah 50%, 60%, 70%, dan 80% atau F1, F2, F3, dan F4. Formulasi ini ditetapkan berdasarkan proses trial and error. Berbeda dengan produk brownies yang dapat disubtitusi hingga 100%, produk pia dengan subtitusi di atas 80% menjadi kurang kompak dan tekstur kulitnya pecah setelah dipanggang. Hal ini disebabkan tepung sukun tidak memiliki gluten. Sama halnya dengan brownies, warna pia dengan tingkat subtitusi 80% menjadi lebih gelap.

Produk pia diolah dengan cara pemanggangan. Proses pembuatan pia dimulai dengan pengadukan bahan kulit, penggilingan, pengadukan bahan isi, penyatuan adonan kulit dan isi, serta pemanggangan. Bahan kulit dibuat dua lapisan yang terdiri dari bahan yang berbeda di setiap lapisannya. Lapisan pertama terdiri dari tepung, gula, garam, air, dan minyak.Lapisan kedua terdiri dari tepung dan air. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kulit yang berlapis sesuai dengan karakteristik pia. Isi dari pia adalah kacang hijau yang ditambah dengan gula, susu, margarin, dan santan yang bertujuan untuk menambah nilai gizi dari produk. Seperti halnya pada brownies, semakin tinggi tingkat subtitusi tepung sukun pada kulit pia akan mengakibatkan waktu pemanggangan semakin lama. Pia yang telah dipanggang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Produk pia sukun Kroket

(43)

wortel. Kudapan ini diolah dengan cara digoreng, sehingga terdapat tambahan energi yang berasal dari minyak. Tepung sukun digunakan sebagai pengganti tepung terigu.

Formulasi yang digunakan dalam pembuatan kroket adalah 50%, 60%, 70%, dan 80% atau F1, F2, F3, dan F4. Formulasi ini didasarkan pada proses

trial and error yang dilakukan. Subtitusi di atas 80% membuat produk ini menjadi lengket dan sulit untuk dibentuk. Menurut penelitian Meilani (2002), tepung sukun memiliki kandungan amilosa yang lebih rendah atau kandungan amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu. Menurut Winarno (1997), semakin tinggi kandungan amilopektin maka akan semakin lekat. Jumlah tepung sukun yang semakin tinggi juga menyebabkan warna bagian dalam kroket menjadi semakin gelap dan waktu penggorengan semakin lama. Warna kroket bagian luar hampir sama karena sebelum digoreng, kroket dimasukkan ke dalam telur dan tepung panir. Tujuan penggunaan tepung panir dan telur adalah untuk menyeragamkan warna bagian luar kroket, menambah nilai gizi, dan membuatnya lebih menarik. Gambar 8 menyajikan produk kroket matang.

Gambar 8 Kroket sukun matang

Karakteristik Organoleptik Kudapan

Brownies

(44)
[image:44.595.93.501.76.788.2]

Gambar 9 Diagram karakteristik mutu hedonik brownies

Keterangan:

Warna : 1=Amat sangat pucat 9=Amat sangat gelap Aroma : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat Rasa sukun : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat Rasa manis : 1= Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat Tekstur : 1=Amat sangat lunak 9=amat sangat keras

Gambar 10 Diagram tingkat kesukaan brownies

Keterangan:

Warna : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka Aroma : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka Rasa : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka Tekstur : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka

3,50 4,50 5,50 6,50

Warna

Aroma

Rasa Sukun Rasa Manis

Tekstur 70%

80% 90% 100%

5,00 5,50 6,00 6,50 7,00Warna

Aroma

Rasa Tekstur

(45)
[image:45.595.117.508.88.283.2]

Gambar 11 Diagram persentase kesukaan panelis terhadap brownies Warna

Kesan pertama yang didapat dari sebuah produk adalah warna. Warna merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan terhadap suatu produk. Menurut Balya (2011), penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima. Warna dapat berperan sebagai indikator yang menentukan mutu, kesegaran, dan tingkat kematangan.

Nilai rataan mutu warna pada produk brownies berada pada kisaran 5,90-6,70. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak gelap sampai gelap. Hasil uji ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun berpengaruh nyata (p<0,05 ) terhadap warna produk, artinya semakin banyak tepung yang ditambahkan maka warna yang dihasilkan semakin gelap. Hal ini disebabkan tepung sukun memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan tepung terigu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alice et al. (2012), yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap kualitas sensori makanan dengan jenis cake akibat penambahan tepung sukun di atas 30%.

Rataan nilai kesukaan warna produk brownies adalah 6,14-6,625. Nilai tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna. Persentase kesukaan warna brownies tertinggi berdasarkan Gambar 11 adalah produk F3 atau mengandung 90% tepung sukun. Produk brownies yang paling disukai panelis adalah yang berwarna agak gelap.

91,67 91,67 91,67 91,67

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Warna Aroma Rasa Tekstur

(46)

Aroma

Aroma produk dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Aroma pada masing-masing produk kudapan berasal dari bahan yang berbeda. Aroma dalam produk brownies berasal dari tepung sukun dan cokelat (dark cooking chocolate

dan cokelat bubuk).

Nilai rataan mutu aroma sukun pada produk brownies berada pada kisaran 3,9-4,2. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak lemah. Hasil uji ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap karakteristik aroma brownies. Hal ini dikarenakan produk brownies memiliki aroma lain yang lebih kuat yaitu dari cokelat.

Rataan nilai kesukaan aroma produk brownies adalah 6,14-7,08. Nilai tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma brownies. Persentase kesukaan aroma produk tertinggi adalah produk F3 atau mengandung 90% tepung sukun. Produk brownies yang paling disukai panelis adalah yang beraroma sukun agak lemah.

Rasa

Pembuatan produk untuk PMT-AS mengutamakan rasa dalam pembuatannya dibandingkan karakteristik organoleptik lainnya. Hal ini dikarenakan pada anak usia sekolah rasa merupakan atribut sensori yang paling diterima. Rasa pada produk brownies terbagi menjadi rasa sukun dan rasa manis. Nilai rataan rasa sukun pada produk brownies berada pada kisaran 3,87-4,28. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak lemah . Hasil uji ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun terhadap tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap rasa sukun produk. Hal ini dikarenakan produk brownies memiliki rasa lain yang lebih kuat yaitu rasa manis dari cokelat.

(47)

Rataan nilai kesukaan rasa pada produk brownies adalah 5,95-6,55. Nilai tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa brownies. Produk dengan rasa yang paling disukai panelis memiliki rasa sukun agak lemah dan rasa manis agak kuat.

Tekstur

Produk brownies memiliki rataan nilai mutu tekstur kisaran 3,94-4,59. Nilai tersebut dapat dideskripsikan lunak hingga agak lunak. Hasil uji ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan tepung sukun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tekstur brownies. Brownies bertekstur agak bantat sehingga tidak membutuhkan pengembangan gluten. Penambahan tepung sukun dalam masing-masing formula tidak terlalu mempengaruhi tekstur brownies (Sunaryo 1985 dalam Sulistiyo 2006).

Rataan nilai kesukaan tekstur produk brownies adalah 5,63-6,64. Nilai tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur brownies. Persentase kesukaan tekstur produk tertinggi adalah 91,67% yaitu pada produk F3 atau yang mengandung 90% tepung sukun. Produk brownies yang paling disukai pan

Gambar

Tabel 3  Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan
Gambar 2 Diagram alir pembuatan pia (SAJI 2004)
Tabel 7 Formula brownies sukun
Gambar 9 Diagram karakteristik mutu hedonik brownies
+7

Referensi

Dokumen terkait

The first answer deals with the content of the song in Guns N’ Roses’ trilogy songs which are consists of “Don’t Cry”, “November Rain”, and “Estranged”. As described

sensor pada kepala silinder untuk ketiga kondisi ring piston 46 Gambar 4.23 Total energi sinyal getaran putaran 2250 rpm dengan letak. sensor pada kepala silinder untuk

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan.. Urai an Pe ke rjaan Sat Vol Harga Satu an Ju ml ah

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 24 Tahun 2OlO tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2005 2025 (Lembaran

Guru melakukan penilaian secara klasikal terhadap pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap penjelasan yang telah disampaikan dengan memberikan pertanyaan

Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Dalam melaksanakan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden. Sebelum tahun 2004, presiden

Peraturan Presiden RI nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden RI nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah;.. Peraturan Menteri

[r]