• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis jaringan tanaman lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan pemanfaatan patinya sebagai edible film dengan penambahan gliserol dan karagenan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis jaringan tanaman lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan pemanfaatan patinya sebagai edible film dengan penambahan gliserol dan karagenan"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS JARINGAN TANAMAN LINDUR

(Bruguiera gymnorrhiza) DAN PEMANFAATAN PATINYA

SEBAGAI EDIBLE FILM DENGAN PENAMBAHAN

GLISEROL DAN KARAGENAN

SILUH PUTU SRI DIA UTARI C3480013

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

RINGKASAN

SILUH PUTU SRI DIA UTARI. C34080013. Analisis jaringan tanaman lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan pemanfaatan patinya sebagai edible film dengan penambahan gliserol dan karagenan. Dibimbing oleh AGOES MARDIONO JACOEB dan RONI NUGRAHA.

Edible film merupakan salah satu kemasan yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan yang telah berkembang dewasa ini. Salah satu sumber hayati yang dapat dikaji sebagai bahan baku edible film adalah buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza), buah ini adalah salah satu jenis buah dari tumbuhan mangrove yang keberadaannya cukup banyak ditemui di Indonesia. Kandungan karbohidrat buah lindur relatif tinggi sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi edible film

berbasis pati.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik jaringan tanaman lindur B. gymnorrhiza, memanfaatkan pati buah lindur sebagai edible film, dan mempelajari karakteristik edible film yang dihasilkan. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian awal dan penelitian lanjutan. Penelitian awal bertujuan untuk mengetahui kandungan proksimat, karakteristik histologi tanaman lindur, dan karakteristik tepung pati buah lindur yang dihasilkan. Penelitian lanjutan bertujuan untuk mendapatkan edible film dan mengatahui karakteristik edible film

yang dihasilkan. Penggunaan konsentrasi tepung pati buah lindur adalah 4%, gliserol 1% dan 1,5%, dan konsentrasi karagenan 2%, 2,5% dan 3%. Pengujian karakteristik edible film yang dihasilkan meliputi pengujian ketebalan, kuat tarik (tensile strength), persen pemanjangan (elongation), dan laju transmisi uap air (WVTR).

(3)

ANALISIS JARINGAN TANAMAN LINDUR

(Bruguiera gymnorrhiza) DAN PEMANFAATAN PATINYA

SEBAGAI EDIBLE FILM DENGAN PENAMBAHAN

GLISEROL DAN KARAGENAN

SILUH PUTU SRI DIA UTARI C3480013

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

Judul : Analisis Jaringan Tanaman Lindur (Bruguiera

gymnorrhiza) dan Pemanfaatan Patinya sebagai Edible Film dengan Penambahan Gliserol dan Karagenan

Nama : Siluh Putu Sri Dia Utari

NRP : C34080013

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol NIP. 19591127 198601 1 005

Roni Nugraha, S.Si, M.Sc NIP. 19830421 200912 1 003

Mengetahui

Ketua Depertemen Teknologi Hasil Perairan

Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phill. NIP.19580511 198503 1 002

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Siluh Putu Sri Dia Utari lahir di Tabanan, Bali tanggal 15 Januari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak I Gede Putra Widiarsa dan Ibu Ni Nyoman Parwati. Pada masa kecil penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Rama Bawa Kerambitan serta pendidikan Sekolah Dasar di SD 2 Kukuh Kelod.

Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Kerambitan, Tabanan, Bali. Penulis menyelesaikan Pendidikan Menengah Atas di SMAN 2 Tabanan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama diterima di kampus IPB sebagai mahasiswi melalui jalur USMI. Penulis sekarang tercatat sebagai mahasiswi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama berada di IPB penulis aktif di berbagai organisasi antara lain KMHD (Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma) pada tahun 2008 hingga sekarang, Brahmacarya Bogor pada tahun 2008 hingga sekarang, HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan) sebagai anggota Divisi Kewirausahaan pada 2010-2011, FPC (Fish Processing Club) pada tahun 2011 hingga sekarang. Selain itu penulis pernah menjadi asisten luar biasa mata kuliah Ikhtiologi pada tahun 2010-2011 dan asisten luar biasa mata kuliah Avertebrata Perairan 2011- 2012. Penulis melaksanakan kegiatan praktek lapangan di PT Bali Maya Permai Jembrana, Bali pada tahun 2011. Aktif dalam mengikuti kegiatan PKM 2012 yang didanai oleh DIKTI.

Penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Jaringan Tanaman Lindur (Bruguiera Gymnorrhiza) Dan Pemanfaatan Patinya Sebagai Edible Film

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Analisis jaringan tanaman lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan pemanfaatan patinya sebagai edible film dengan penambahan gliserol dan karagenan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat wara nugraha-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi sabagai tugas akhir yang Berjudul Analisis Jaringan Tanaman Lindur (Bruguiera Gymnorrhiza) Dan Pemanfaatan Patinya Sebagai Edible Film Dengan Penambahan Gliserol Dan Karagenan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa banyak dukungan dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya :

1) Bapak Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol dan Roni Nugraha, S.Si, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

2) Dr. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang teah diberikan.

3) Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phill. selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan nasihat, kritik dan saran dalam penulisan skripsi.

4) Bapak Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol selaku Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan atas bimbingan kepada penulis.

5) Seluruh dosen, pegawai dan staf tata usaha Departemen Teknologi Hasil Parairan atas bantuannya selama ini.

(8)

7) Bapak dan Ibu tersayang yang selalu memberikan doa, semangat cinta kasih dan dukungan kepada penulis baik moril maupun materil. Lode dan Dehan, adik-adik tersayang yang telah memberikan semangat dan doanya.

8) Arya Dharmawan atas motivasi, perhatian, pengertian dan dukungannya yang diberikan.

9) Teman seperjuangan ”Tim Lindur” : Niswani Seknun, Selviyani, Helmy,

Zahida, dan Hardi dan terimakasih atas kebersamaannya.

10) Sahabat – sahabat seperjuangan Hana, Dibar, Kurnia, Fitriyani-ase, Dwi, Andi, Steven, Esa, Emen, Aninta, Aulia, Lidia, Mpit, Wina atas semangat, bantuan, dan canda tawa selama ini.

11) Tim Edible Film : Ryan, Mawaddah, Gia ginanjar (THP 47) dan Annisa Shylina (THP 47) atas kekompakkan dan perjuangan PKM 2012.

12) Teman – teman “Kontrakan Grhya Sandat” : Putri, Debby, Sindra, Keswari, dan Lunas atas kebersamaan, canda tawa dan suka duka yang dilalui bersama dan telah memberikan kenangan tersendiri selama ini.

13) Teman-teman THP 47, 46, dan 45 yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2012

(9)

DAFTAR ISI

2.7 Persiapan Preparat Dengan Metode Parafin. ... 10

2.7.1 Fiksasi. ... 10

2.7.2 Dehidrasi (dehydration). ... 11

2.7.3 Penjernihan, infiltasi, penanaman ... 11

2.7.4 Penyayatan (sectioning) dan penempelan sayatan... 11

2.7.5 Pewarnaan (staining). ... 12

b. Kuat tarik dan persen pemanjangan (ASTM 1989).. ... 18

(10)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 20

4.1 Penelitian awal. ... 20

4.1.1 Morfologi tumbuhan tindur. ... 20

4.1.2 Anatomi daun. ... 21

4.1.3 Anatomi batang... 23

4.1.4 Anatomi buah. ... 24

4.2 Komposisi Kimia Buah Lindur Segar. ... 26

4.2.1 Kadar air (AOAC 2007) ... 26

4.2.2 Kadar abu (AOAC 2007) ... 27

4.2.3 Kadar lemak (AOAC 2007) ... 27

4.2.4 Kadar Protein (AOAC 2007). ... 27

4.2.5 Kadar Karbohidrat (AOAC 2007). ... 28

4.3 Karakteristik Tepung Pati Buah Lindur... 28

4.4 Penelitian Lanjutan. ... 33

4.4.1 Ketebalan. ... 34

4.4.2 Kuat tarik (Tensile Strenght). ... 36

4.4.3 Persen elongasi (persen pemanjangan). ... 38

4.4.4 WVTR / Water Transmissoin Rate. ... 39

5 KESIMPULAN. ... 42

5.1 Kesimpulan. ... 42

5.2 Saran. ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Komposisi kimia buah lindur segar... 26

2 Komposisi kimia tepung pati buah lindur. ... 28

3 Komposisi fisik tepung pati buah lindur. ... 30

4 Perbandingan kadar pati buah lindur dengan dengan pati lainnya. ... 33

5 Perbandingan karakteristik edible film dengan film lain. ... 36

6 Data hasil pengukuran karakteristik edible film. ... 59

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza). ... 3

2 Ekstrak pati buah lindur Bruguiera gymnorrhiza. ... 15

3 Diagram alir proses pembuatan edible film. ... 17

4 Morfologi tumbuhan lindur (Bruguiera gymnorrhiza). ... 20

5 Daun, bunga dan buah lindur. ... 21

6 Penampang melintang daun tumbuhan lindur. ... 22

7 Stomata pada bagian atas daun tumbuhan lindur. ... 23

8 Penampang melintang batang tumbuhan lindur. ... 24

9 Penampang melintang buah lindur. ... 24

10 Berkas pembuluh pada buah lindur. ... 25

11 Perbesaran granula tepung pati buah lindur 100 kali dan 200 kali. ... 30

12 Beberapa jenis granula pati lainnya. ... 31

13 Perubahan warna buah lindur saat dikupas dan setelah dikupas. ... 32

14 Reaksi pencoklatan secara enzimatis. ... 32

15 Histogram ketebalan... 34

16 Histogram Kuat tarik. ... 37

17 Histogram persen pemanjangan. ... 38

18 Histogram laju transmisi uap air. ... 40

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Alat – alat pembuatan dan pengukuran edible film. ... 48

2 Analisis proksimat buah lindur segar. ... 50

3 Analisis histologi jaringan buah lindur segar. ... 53

4 Analisa karakteristik tepung pati buah lindur. ... 56

5 Data uji karakterstik edible film. ... 59

6 Contoh perhitungan. ... 61

(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan era globalisasi dan semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia menyebabkan kebutuhan pangan meningkat. Masyarakat dunia semakin memahami akan pentingnya kualitas pangan, yaitu dengan meningkatnya kesadaran penggunaan kemasan yang mudah terdegradasi dan aman bagi kesehatan. Penggunaan kemasan sintetis yang umum digunakan selama ini menimbulkan masalah baru bagi kesehatan dan lingkungan hidup, oleh karena itu diperlukan suatu teknologi kemasan yang aman dan tidak merusak lingkungan, salah satunya dengan penggunaan edible film (Donhowe dan Fannema 1994).

Edible film adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, digunakan sebagai pelapis permukaan komponen makanan atau diletakkan antara komponen makanan yang berfungsi untuk menghambat migrasi kelembaban, oksigen, karbon dioksida, aroma, lipid; sebagai carrier bahan makanan dan aditif; untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta dan Johnston 1997). Edible film dapat dibuat dari tiga komponen penyusun dasar yaitu, hidrokoloid (misal protein, polisakarida, alginat), lipid ( misal asam lemak, acil gliserol, wax atau lilin) dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid) (Donhowe dan Fannema 1994). Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film

untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik. Pati yang termasuk ke dalam polisakarida dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film

(Bourtoom 2007).

(15)

kawasan Malaysia), sampai timur laut Australia, Mikronesia, Polinesia dan kepulauan Ryukyu (Duke et al. 2006). Hal tersebut yang mendasari penelitian ini, untuk memanfaatkan buah lindur sebagai bahan baku edible film yang dapat digunakan sebagai kemasan makanan.

1.2 Tujuan

(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza)

(17)

Timur dan Madagaskar, ke Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di kawasan Malaysia), sampai timur laut Australia, Mikronesia, Polinesia and kepulauan Ryukyu (Duke et al. 2006). Tanaman lindur mampu membantu menstabilkan tanah, melindungi pantai, dan sebagai habitat aneka fauna. Kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang. Pepagan (kulit batang) dimanfaatkan sebagai bahan penyamak kulit dan pengawet jala ikan yang baik karena mengandung tanin rata-rata antara 28,5–32,2% (Glen 2005). Selain itu penduduk Solomon memanfaatkan papagan untuk menyembuhkan luka bakar. Di pulau-pulau kecil Indonesia digunakan untuk mengobati diare dan demam, sementara di Kamboja dimanfaatkan sebagai anti malaria (Duke et al. 2006). Penduduk di pulau-pulau terpencil memanfatkan daun mudanya sebagai lalap atau sayuran. Bagian dalam hipokotil buah lindur dapat dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Penduduk Indonesia bagian timur memanfaatkan buah lindur sebagai sumber pangan saat musim paceklik tiba (Glen 2005).

2.2 Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi sebagai granula semi kristalin dari bahan polimer. Dalam bentuk aslinya tepung pati merupakan butir-butir kecil yang disebut granula pati. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung dari jenis patinya (Swinkle 1985). Granula pati tersusun atas tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara yang merupakan komponen minor berupa lemak dan protein.

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas di bawah suhu gelatinisasi. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut

disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α

(18)

Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Pati dapat diproses dengan cara ekstraksi yang terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia misal perubahan warna. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Cui 2005).

2.3 Edible Film

Edible Film adalah suatu lapisan tipis dan kontinu, terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan antara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang terhadap transfer massa (misalnya, kelembaban, oksigen, lipid dan zat terlarut) (Hui, 2006). Fungsi edible film adalah sebagai penghambat perpindahan uap air, menghambat pertukaran gas, mencegah kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak, meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Bahan – bahan yang biasa digunakan dalam pembentukan edible film adalah protein, polisakarida, lemak, waxes dan turunannya (Canes et al. 1998). Komponen utama penyusun edible film dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid). Hidrokoloid dapat berupa protein, turunan selulosa, alginat, pektin, pati dan polisakarida lain. Lipid yang umum digunakan antara lain lilin (waxes), gliserol, dan asam lemak. Edible film

dengan komponen campuran komposit dapat berupa film emulsi lipid hidrokoloid atau beberapa bilayer film dengan satu muka film hidrofilik dan muka lain yang hidrofobik (Donhowe dan Fennema 1994).

(19)

edible film memiliki banyak kelebihan diantaranya protein mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan tubuh, dan edible film yang dihasilkan dari bahan dasar protein dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan kelembaban, membatasi absorpsi O2, dan mengurangi perpindahan lemak.

Menurut Gennadios (1990) keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan edible film dibandingkan dengan penggunaan pengemas tradisional non-edible adalah:

(1) edible film dapat langsung dikonsumsi bersama produk yang dikemas sehingga tidak ada sampah kemasan;

(2) jika edible film tidak dapat dikonsumsi, maka film masih dapat didegradasi oleh bakteri sehingga mengurangi polusi lingkungan;

(3) edible film dapat meningkatkan sifat-sifat organoleptik produk pangan karena didalamnya dapat ditambahkan flavor, pewarna, dan pemanis;

(8) edible film cocok digunakan untuk mikroenkapsulasi flavor pangan dan

leaving agent;

(9) edible film dapat dipakai bersama-sama non-edible sebagai lapisan dalam untuk mencegah migrasi komponen kimia berbahaya ke dalam makanan.

Pada umumnya edible film yang terbuat dari polisakarida (hidrokoloid) mempunyai sifat penghambatan terhadap gas yang lebih baik daripada terhadap uap air (Baldwin et al. 1995). Edible film yang larut dalam air memiliki penghalang lebih buruk dibandingkan dengan edible film yang larut dalam pelarut selain air. Hal ini terjadi karena uap air tidak dapat larut dengan cepat pada edible film yang larut dalam pelarut selain air. Menurut Krochta et al. (1994), permeabilitas dipengaruhi oleh sifat kimia bahan, struktur polimer, kondisi uji, dan sifat dari bahan yang akan berdifusi. Untuk memperbaiki sifat tersebut biasanya polisakarida dikombinasikan dengan beberapa pangan fungsional yaitu resin, platicizer, surfaktan, minyak, lilin dan emulsifier yang memiliki fungsi memberikan permukaan yang halus dan mencegah kehilangan uap air (Krochta et al.1994).

(20)

dikemas untuk meningkatkan kualitas pangan. Selain itu dengan penggunaan

edible film dapat memberikan penampakan produk yang dikemas menjadi halus, berwarna, tidak berminyak, tidak lengket dan tidak terjadi pemudaran warna pada permukaan produk (Kroctha 2002).

Menurut Donhowe dan Fannema (1994), beberapa metode dalam pembuatan edible film/coating adalah:

(1) Dipping

Metode ini merupakan aplikasi dari coating. Produk yang akan di-coating

dicelupkan ke dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan coating.

Metode ini sudah digunakan, diantaranya sebagai pengemas/pelapis pada produk daging, sayur, dan buah-buahan.

(2) Spraying

Metode ini menggunakan larutan bahan yang akan di-coating dengan cara disemprotkan, kemudian dikeringkan sehingga lapisan dapat menempel pada produk dengan baik.

(3) Casting

Casting atau penuangan, merupakan metode yang digunakan dalam pembuatan edible film. Metode ini diawali dengan pembuatan larutan bahan pembentuk film, kemudian dituangkan dalam cetakan dengan ketebalan tertentu, yang kemudian dilanjutkan dengan pengeringan. Setelah kering film

diangkat dari cetakan dan siap untuk diaplikasikan. Dengan metode ini ketebalan film dapat dikontrol sehingga dihasilkan film dengan ketebalan yang lebih rata.

2.4 Plasticizer

Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan film (Gennadios 2002).

(21)

sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas, suhu kristalisasi, atau suhu pelelehan dari suatu polimer (Sperling 1992). Kester dan Fannema (1989) menyatakan bahwa plasticizer dapat ditambahkan pada pembuatan edible coating, untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas, dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah.

Jenis plasticizer yang biasanya ditambahkan antara lain; gliserin, gliserol, trietil glikol, asam lemak, dan monogliserin yang diasetilisasi. Salah satu

plasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah gliserol. Plasticizer ini merupakan senyawa alkohol polianhidrat dengan tiga gugus hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalen). Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3 dengan nama

kimia 1,2,3-propanatriol. Berat molekul gliserol adalah 92,10 dan titik didih sebesar 204 °C (Winarno 2008). Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer

pada hidrofilik film. Penambahan gliserol akan mengahasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Menurut Gontard et al.(1993) gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena sifat gliserol yang hidrofilik. Gliserol mempunyai sifat mudah larut dalam air, meningkatkan kekentalan larutan, mengikat air dan menurunkan aw (Lindsay 1985). Selain itu gliserol juga bersifat humektan dan bagian dari aksi plasticizing yang berasal dari kemampuannya untuk menahan air pada film tersebut (Kristanoko 2000).

2.5 Karagenan

(22)

menyebabkan kemampuan mengikat air yang lebih baik sehingga memberikan matrik gel yang dapat meningkatkan sifat mekanik dari pengemas. Menurut Carriedo (1994), gel yang dihasilkan dari karagenan dapat digunakan dalam pelapisan makanan. Dalam bidang industri karaginan berfungsi sebagai stabilisator , thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lai-lain. Karagenan dapat diperoleh dari hasil pengendapan rumput laut yang dihancurkan dengan alkohol, pengeringan dengan alat (drum dryer) dan dengan proses pembekuan.

Beberapa sifat yang berperan penting dalam karagenan antara lain; kelarutan, stabilitas pH, pembentukan gel, dan viskositas. Karagenan larut dalam air, kelarutannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tipe karagenan, pengaruh ion, suhu, komponen organik larutan, dan pH. Semua karagenan larut dalam air panas terutama pada suhu >70 °C. Dalam air dingin hanya lamda-karagenan, garam sodium dari kappa-karagenan, dan iota-karagenan yang dapat larut (Gliksman 1983).

2.6 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan

Jaringan merupakan sekelompok sel yang mempunyai asal, struktur, dan fungsi yang sama (Nugroho et al. 2006). Ilmu yang mempelajari struktur internal tanaman disebut histologi tanaman. Histologi tumbuhan umumnya dikaji melalui teknik mikroskopis. Kajian objektif untuk mengidentifikasi histologi pada tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan ukuran sel dan bentuk dan dengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004).

Metode umum untuk mempelajari jaringan diantaranya metode beku, metode seloidin, metode parafin, metode pananaman rangkap. Metode parafin banyak digunakan karena hampir semua matriks jaringan dapat dipotong baik bila menggunakan metode ini. Kelebihan metode parafin diantaranya irisan dapat jauh lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini dan prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin (Suntoro 1983).

(23)

tiga macam yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount) dan preparat yang dilakukan dengan proses penanaman (embedding). Pembuatan preparat segar dilakukan dengan pembuatan sayatan tipis melintang dan diletakkan pada gelas objek kemudian diwarnai. Pembuatan preparat utuh merupakan metode pembuatan preparat sampel secara utuh biasanya untuk tanaman dengan ukuran kecil. Tahapan untuk preparat ini terdiri atas fiksasi bertahap, penggunaan silol berseri, pewarnaan, inkubasi, dehidrasi dan perekatan ke gelas preparat kemudian dilakukan penutupan. Proses pembuatan preparat embedding terdiri atas gelatin

embedding, parafin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan

embedding pada plastik (Keirnan 1990, diacu dalam Kristiono 2009).

2.7 Persiapan Preparat Dengan Metode Parafin

Hal yang penting dalam persiapan jaringan adalah meningkatkan kemampuan pewarnaan dari bagian-bagian jaringan dan mengubah indeks bias ke arah jarak penglihatan (Humason 1967). Tahapan dalam persiapan preparat adalah fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltasi, penanaman, penyayatan, penempelan sayatan, dan pewarnaan.

2.7.1 Fiksasi

(24)

2.7.2 Dehidrasi (dehydration)

Jaringan yang telah difiksasi akan mempertahankan kandungan air yang tinggi, suatu kondisi yang menjadi penghambat untuk proses selanjutnya, sehingga jaringan perlu didehidrasi. Cairan dalam jaringan dapat menyebabkan jaringan lunak, berisi lumen atau celah cekung dan mudah rusak oleh penyayatan. Penghilangan air dari jaringan biasanya dicapai dalam suatu rangkaian larutan alkohol dengan persentase yang meningkat secara bertahap, yakni 30%, 50%, 70%, 80% dan 95% dan alkohol absolut yang bertujuan untuk mengurangi penyusutan pada jaringan. Jika tahap dehidrasi tidak dilakukan dalam suatu rangkaian, maka dapat dilakukan dengan langkah 30% dan 80% alkohol, dan penggantian tetap 50%. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap bergantung pada ukuran objek yakni ½ jam hingga 2 jam, 3 jam untuk kasus yang ekstrim. Penggantian kedua dari alkohol absolut harus dapat menghilangkan air dengan sempurana (Humason 1967). Sampel yang difiksasi dengan (Formalin, Alkohol, Asam asetat glasial) FAA mulai didehidrasi dalam alkohol 50% (Sass 1951). Dehidrasi dengan Tertiary Butyl Alkohol (TBA) merupakan metode yang lebih memuaskan. Setiap tingkatan dari dehidrasi TBA membutuhkan waktu minimal 1 jam. Rangkain tersebut kemudian diikuti dengan 100% TBA murni yang dilakukan sebanyak 3 kali (Johansen 1940).

2.7.3 Penjernihan (clearing), infiltasi, penanaman (embedding) dengan metode parafin

Hidrokarbon benzene, toluene dan xylene merupakan reagen, umumnya digunakan untuk tujuan penjernihan. Jika selama penjernihan, zat penjernih (benzene, toluene dan xylene) menjadi keruh menunjukkan bahwa air masih ada dalam jaringan dan jaringan tidak terdehidrasi dengan sempurna. Hal ini dapat dilakukan pengulangan ke dalam alkohol absolut. Penjernihan menghilangkan atau menjernihkan jaringan yang tidak tembus cahaya menjadi transparan (Humason 1967).

2.7.4 Penyayatan (sectioning) dan penempelan sayatan

(25)

dibedakan dengan bentuk seperti empat persegi panjang. Blok parafin ditanamkan di atas blok kayu. Faktor yang mempengaruhi penyayatan adalah kualitas parafin, infiltrasi yang tepat, orientasi penempelan material, kekakuan penempelan, suhu, kekerasan atau kerapuhan material. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom ( Sass 1951).

2.7.5 Pewarnaan (staining)

Sebelum sayatan dapat diwarnai parafin harus dihilangkan dengan menggunakan xilol. Slide ditempatkan pada rak dan dimasukkan dalam wadah xilol selama 5 menit, xilol hendaknya dapat menutupi slide. Slide kemudian dipindahkan dalam campuran etanol absolut dan xilol dengan jumlah yang sama. Pemindahan selanjutnya dilakukan ke dalam campuran alkohol absolut dan eter selama 5-10 menit. Slide lalu diangin-anginkan hingga sayatan menunjukan tanda keputih-putihan. Slide kemudian dimasukkan dalam serangkaian alkohol, dimulai dengan 95%, 70%, 35% masing-masing 5 menit (Johansen 1940).

Toluidine blue merupakan salah satu zat warna yang tergolong dalam golongan pewarna kationik yang bersifat basa. Sel mast akan teramati cukup jelas pada pewarnaan toluidine blue dibandingkan dengan pewarnaan lainnya misal

alcian blue dan alcian blue-safranin (Agung dan Kazutaka 2011). Zat pewarna ini dapat bereaksi spesifik untuk komponen-komponen penyusun sel tumbuhan.

Toluidine blue biasanya digunakan untuk mengidentifikasi sel mast dan pengujian kandungan lignin. Selain itu juga digunakan untuk mengidentifikasi makromolekul karbohidrat. Penggunaan pewarna ini biasanya untuk pewarnaan bagian jaringan semi tipis yang berukuran 0,5 sampai 1pM. Pewarnaan toluidine blue dilarutkan ke dalam buffer McIlvaine pada pH 4,0. Setelah diwarnai preparat dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan. Setelah selesai dilakukan pewarnaan kemudian slide ditetesi dengan Canada Balsam dan ditutup dengan cover slip.

Canada Balsam digunakan untuk merekatkan objek dengan slide dan cover glass

(26)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 hingga Juni 2012 yang bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB; International Join Research Laboratory Pusat Antar Universitas IPB dan Laboratorium Kemasan Balai Pengujian Mutu Barang Ekspor dan Impor Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) yang diperoleh dari Pulau Kay, Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara. Bahan lain yang digunakan adalah natrium bisulfit (Na2S2O3) sebagai campuran pada perendaman dan aquades.

Bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan edible film adalah tepung pati buah lindur, gliserol, kappa-karagenan komersil, aquades. Bahan yang digunakan untuk pengujian karakteristik fisik edible film adalah silika gel dan vaselin. Bahan – bahan yang digunakan untuk pewarnaan preparat adalah parafin, xylol, toluidine blue, etanol, larutan seri Johansen, FAA.

(27)

digunakan untuk pemeriksaan jaringan adalah mikrotom, cover glass, dan mikroskop cahaya (Olympus BH-2).

3.3 Penelitian Awal

Penelitian awal meliputi tahapan berupa analisis proksimat, analisis histologi tanaman lindur, dan pembuatan tepung pati dari buah lindur (B. gymnorrhiza). Pengujian karakteristik tepung pati buah lindur meliputi pengujian kadar air, pati, amilosa, amilopektin.

3.3.1 Analisis proksimat buah lindur segar

Analisis proksimat buah lindur segar meliputi pengujian kadar air, kadar abu, kadar protein, lemak dan karbohidrat. Metode analisis dari masing-masing pengujian tersebut dapat dilihat pada pada Lampiran 2.

3.3.2 Analisis jaringan daun, batang, dan buah lindur segar

Analisis jaringan menggunakan metode pembenaman dalam parafin, pewarnaan dengan larutan toluidine blue dan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop brightfield Olympus BH-2. Pengambilan gambar dilakukan dengan kamera Olympus VG-120. Langkah kerja dari masing-masing tahapan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3.

3.3.3 Pembuatan tepung pati buah lindur

(28)

pada suhu 50 °C selama 8-12 jam. Serpihan pati kemudian dihaluskan dengan blender dan diayak dengan saringan 150 mesh.

3.3.4 Analisis karakteristik tepung pati buah lindur

Analisis karakteristik pati yang dilakukan adalah kadar air, kadar pati, amilosa dan amilopektin. Metode analisis karakteristik pati dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 2 Ekstrak pati buah lindur B. gymnorrhiza (Modifikasi Rini, 2004) Pati

Pengendapan pada suhu 4 °C selama 12 jam

Pengeringan pada suhu 50 °C selama 8-12 jam

Penghancuran dengan blender

Pengayakan dengan menggunakan saringan 150 mesh Air hasil pengendapan dibuang lalu dilakukan

pencucian dengan aquades Pengendapan pada suhu 4 °C selama 6 jam

Buah Lindur

Penghancuran dengan blender dan penambahan air 1: 2 terhadap buah lindur

Pengupasan dan pencucian dengan air

Perbandingan air: Na2S2O3 0,05% adalah 1:1 (b/v)

2X

2X Penyaringan dengan kain blacu

(29)

3.4 Penelitian lanjutan

Penelitian lanjutan terdiri dari formulasi edible film dari pati buah lindur dan pengujian karakteristik edible film yang dihasilkan. Pengujian karakteristik fisik edible film meliputi analisis proksimat buah lindur, ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan edible film, dan laju trasnmisi uap air edible film.

3.4.1 Pembuatan edible film

Edible film yang dibuat pada penelitian ini menggunakan pati buah lindur, gliserol, karagenan dan akuades. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah pati buah lindur4% (% bobot/ volume larutan), konsentrasi gliserol 1,5% dan 2% (% volume/volume larutan), dan konsentrasi karagenan 2%, 2,5% dan 3% (% bobot/volume larutan). Berdasarkan perlakuan yang diberikan diperoleh enam kode perlakuan edible film dengan rincian perbedaan konsentrasi antara pati, gliserol dan karagenan sebagai berikut:

A : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1%, Karagenan 2%, B : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1%, Karagenan 2,5% C : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1%, Karagenan 3% D : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1,5%, Karagenan 2% E : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1,5%, Karagenan 2,5% F : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1,5%, Karagenan 3%

Tahapan pembuatan edible film dapat dilihat pada Gambar 3. Pati buah lindur yang telah dibuat sebelumnya dilarutkan dalam akuades sambil diaduk dengan

magnetic stirrer dan dipanaskan di atas hot plate stirrer pada suhu 60-70 °C selama 20 menit. Karagenan sesuai dengan formula dilarutkan dalam aquades sambil diaduk dengan magnetic stirrer dan dipanaskan di atas hot plate hingga suhu mencapai 80 °C. Kemudian larutan karagenan dicampurkan dengan larutan pati pada suhu 70-80 °C, dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Gliserol ditambahkan sesuai formula ke dalam larutan tersebut. Larutan edible film dihasilkan kemudian dituangkan pada plat kaca sesuai ukuran yang telah disiapkan dan diratakan, sebelumnya plat kaca tersebut dialasi terlebih dahulu dengan plastik mika yang bertujuan untuk memudahkan pengangkatan edible film

dari cetakan. Film pada plat kaca dikeringkan dalam oven pada suhu 60 °C selama 5-6 jam, edible film yang telah kering kemudian dilepas dari cetakan ( metode

(30)

pada inkubator bersuhu ruang selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik edible film yang meliputi pengujian ketebalan edible film, kuat tarik

edible film, persen pemanjangan edible film, dan laju trasmisi uap air edible film.

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan edible film (Modifikasi Fransiska, 2008)

Pati 4 % (b/v) Karagenan 2%, 2,5%

dan 3% (b/v)

Pencampuran pada suhu 70-80 °C

Penambahan gliserol 1,5%, dan 2% (v/v)

Penambahan aquades hingga 50 ml

Pencetakan di atas plat kaca 15 x 20 cm

Pengeringan dalam oven (60°C selama 5-6 jam)

Pelepasan film dari cetakan plat kaca Pelepasan film dari alas mika film yang (sebelumnya

didiamkan pada inkubator bersuhu ruang, ± 24 jam)

Edible Film

Pemanasan dan pengadukan (80 °C ± 5 menit) Homogenisasi (Penambahan air 20 ml

(31)

3.4.2 Karakteristik edible film

Pengujian yang dilakukan terhadap edible film yang dihasilkan meliputi ketebalan edible film, kuat tarik edible film, persen pemanjangan edible film, dan laju transmisi uap air edible film.

a) Ketebalan edible film (American Society For Testing and Material/ASTM) 1989)

Film diukur ketebalannya dengan alat pengukur ketebalan digital thickness

(Adamel Lhomargy) dengan ketelitian 0,0001 mm pada lima tempat yang berbeda. Nilai ketebalan yang diukur menggunakan rata-rata hasil lima pengukuran tersebut.

b) Kuat tarik (Tensile Strengh) dan persen pemanjangan (Elongasi) (ASTM 1989)

Kuat tarik dan persen pemanjangan film diukur menggunakan alat tensile strength and elongation teste strograph (MI Toyoseiki). Sebelum pengukuran, film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 25 °C, RH 50% selama 24 jam. Alat ukur pada initial grip separation 10 cm, load cells 5 kg dan kecepatan cross head

50 mm per menit. Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah, dan persentase pemanjangan didasarkan pada pertambahan panjang saat film pecah.

c) Laju transmisi uap air metode cawan / WVTR (ASTM 1989)

Laju transmisi uap air terhadap film diukur menggunakan metode cawan (moisture cup). Sebelum pengukuran, film disimpan pada ruangan bersuhu 25°C, RH 50% selama 24 jam untuk pengkondisian. Cawan diisi dengan silika gel dan sampel film disimpan menutupi cawan tersebut dan ditimbang. Luasan film yang

(32)

menutupi cawan dihitung. Selanjutnya cawan disimpan dalam inkubator pada suhu 25 °C, selama 24 jam. Setelah itu cawan ditimbang. Pengambilan data dilakukan selama 4 hari. Kehilangan berat selama penyimpanan dihitung sebagai fungsi waktu. Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

A = Selisih berat film setelah disimpan dalam cawan 0,002462 = Konstanta

t = Waktu pengujian (jam)

(33)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Awal

Tahapan penelitian ini meliputi analisis proksimat buah lindur segar, analisis histologi jaringan tumbuhan lindur meliputi batang, daun dan buah, dan pembuatan tepung pati dari buah lindur. Pengujian karakteristik tepung pati buah lindur meliputi pengujian kadar air, pati, amilosa, amilopektin.

4.1.1 Morfologi tumbuhan lindur (Bruguiera gymnorrhiza)

Tanaman lindur yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Pulau Kay, Kabupaten Maluku tenggara. Morfologi dari tanaman lindur dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4 Morfologi tumbuhan lindur (Bruguiera gymnorrhiza)

Sumber : James dan Duke (2006)

Tumbuhan lindur memiliki daun yang umumnya berwarna hijau tua dan berbentuk elips. Daunnya dikenal dengan large-leafed mangrove karena memiliki panjang antara 8-22 cm dan lebar antara 5-8 cm. Ujung daun meruncing, berwarna hijau pada bagian atas dan hijau kekuningan pada bagian bawah dengan bercak-bercak hitam. Letak daun biasanya saling berhadapan dengan posisi menyilang. Batang dari tumbuhan ini umumnya berwarna abu-abu sampai hitam, memiliki lentisel yang besar dengan percabangan simpodial. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar dengan warna abu-abu tua sampai coklat. Akar

Akar Daun

(34)

membentuk akar papan dan melebar kesamping tetapi juga memiliki sejumlah akar lutut. Tumbuhan lindur juga memiliki bunga dan buah, bunga terletak diujung buah dengan kelopak berwarna merah muda hingga merah serta panjang bunga berkisar antara 1,5-3,5 cm. Buah berbentuk silinder (hipokotil), melingkar spiral dengan lebar 2-2.5 cm dan panjang antara 12-30 cm. Gambar 5 menunjukkan bagian daun (a), bagian bunga (b) dan bagian buah (c).

(a) (b) (c) Gambar 5 Daun, bunga dan buah lindur.

4.1.2 Anatomi daun

Salah satu bagian yang penting pada tumbuhan untuk melakukan fotosintesis adalah daun. Daun mengandung sejumlah besar zat berwarna hijau yang disebut klorofil. Bagian – bagian daun biasanya terdiri atas pelepah daun (vagina), tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa warna daun bagian atas tampak lebih cerah dan mengkilap dibandingkan dengan bagian bawah daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjitrosoepomo (1996) bahwa pada umumnya warna daun pada sisi atas tampak lebih hijau, licin, atau mengkilap jika dibandingkan dengan sisi bawah daun.

(35)

jaringan epidermis atas adalah parenkim palisade dan parenkim spons. Sel-sel parenkim palisade tersusun berdampingan dan membentuk ruang antar sel. Jaringan palisade tersusun dalam dua lapis sel. Adanya titik-titik yang tersebar dalam parenkim palisade menunjukan adanya kloroplas yang berfungsi untuk menangkap cahaya. Di bawah jaringan parenkim palisade terdapat jaringan parenkim spons yang berbentuk lobus berongga yang tidak beraturan dan memiliki banyak rongga interseluler. Parenkim spons juga mengandung kloroplas namun tidak sebanyak parenkim palisade. Parenkim palisade tersusun oleh sel-sel yang tidak teratur dan berdinding tipis, lepas dan mengandung kloroplas dalam jumlah yang sedikit (Nugroho et al. 2006). Bagian paling bawah dari daun lindur adalah epidermis bawah, dengan struktur yang mirip dengan epidermis atas.

Gambar 6 Penampang melintang daun tumbuhan lindur

Berdasarkan Gambar 6 terlihat isi sel berwarna keunguan bila diwarnai dengan toluidine blue. Lapisan epidermis bagian atas dinding sel tidak berwarna hanya terlihat sedikit gelap, begitu pula pada epidermis bagian bawah dinding sel tidak berwarna namun isi sel berwarna keunguan, hal ini diduga menunjukan adanya kandungan polisakarida. Terdapat banyak kloroplas yang berwarna keunguan dengan pewarnaan toluidine blue dalam jaringan palisade. Saluran-saluran pengangkutan relatif lebih kecil dibandingkan dengan Saluran-saluran utama terdapat di daerah yang mengarah ke tangkai daun pada jaringan bunga karang.

Jaringan palisade memiliki ruang interseluler yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan ruang interseluler pada jaringan bunga karang. Saluran pengangkut terdiri dari xilem dan floem. Floem terletak di luar xilem, floem terdiri dari sel yang lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel pada korteks ataupun

(36)

xilem. Xilem mengalami penebalan dinding dan bentuknya poligonal dengan sisi yang bersudut, adanya pewarnaan dengan toluidine blue akan menjadikan xilem berwarna biru kehijauan dan lebih mengkilat. Sel-sel xilem tumbuhan lindur tersusun berbentuk menjari.

Stomata adalah lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau, dibatasi oleh sel khusus yang disebut penutup (Nugroho et al. 2006). Stomata pada daun tumbuhan lindur terdapat pada bagian atas dan bawah daun. Jumlah stomata pada sisi epidermis atas daun lindur lebih banyak dibandingkan jumlah stomata pada sisi epidermis bawah daun lindur. Stomata tanaman lindur terdiri atas stoma dan sel penjaga. Adanya warna kehijauan pada stomata yang tampak pada gambar 7 dikarenakan terdapatnya kloroplast yang merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis. Sel penjaga berfungsi untuk mengatur pertukaran gas dan air pada daun (Nugroho et al.2006). Stomata diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Stomata pada bagian atas daun tumbuhan lindur

4.1.2 Anatomi batang

Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan yang amat penting, batang memiliki kedudukan sebagai tubuh tumbuhan sehingga batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan. Batang tanaman lindur berwarna hijau muda hingga hijau kecoklatan, batang tanaman diduga lindur memiliki stomata pada bagian epidermisnya. Sesuai dengan Gambar 8 dapat diketahui bahwa bagian paling luar adalah jaringan epidermis yang terdiri dari satu lapis sel dan tersusun secara rapat. Dinding luar batang tampak tidak mengalami penebalan oleh zat kutin, diduga kutikula yang terdapat pada batang sangat tipis sehingga penebalan yang terjadi tidak terlihat. Korteks batang tanaman lindur terdiri atas sel parenkim.

Sel-sel tetangga

Stoma

(37)

Sesuai dengan gambar dibawah terlihat adanya warna unggu pada sel parenkim korteks menunjukkan bahwa sel parenkim korteks batang lindur mengandung butiran pati. Selain itu sel – sel parenkim pada korteks mengandung kloroplas yang ditandai dengan adanya titik-titik kecil yang terdapat pada gambar penampang melintang batang lindur.

Gambar 8 Penampang melintang batang tumbuhan lindur

4.1.3 Anatomi buah

Buah merupakan salah satu organ tumbuhan untuk pembiakan dan biasanya mengandung biji. Setelah pembuahan pistil (bunga betina) akan tumbuh menjadi buah (Mulyani 2006). Pada umumnya buah hanya akan terbentuk sesudah terjadi penyerbukan dan pembuahan pada bunga. Walaupun demikian buah juga dapat terbentuk tanpa ada penyerbukan dan pembuahan.

Gambar 9 Penampang melintang buah lindur

Buah lindur dapat digolongkan sebagai buah semu tunggal karena terjadi dari satu bunga dengan satu bakal buah. Pada buah ini selain terdapat bakal buah ada bagian lain bunga yang ikut membentuk buah (Tjitrosoepomo 1996). Gambar

Sel korteks beserta butiran pati

Rongga antar sel Epidermis

Epidermis

Butiran pati

(38)

9 menunjukkan penampang melintang buah lindur yang terdiri dari epidermis, rongga sel dan butiran pati. Sel epidermis terlihat tersusun rapat satu sama lain yang membentuk persegi tanpa ruang antar sel. Tipisnya dinding sel epidermis buah lindur dikarenakan tidak adanya penebalan oleh kutin pada bagian kulit buah lindur sehingga lignin yang ada terlihat kurang begitu jelas.

Gambar 10 Berkas pembuluh pada buah lindur

Gambar 10 menunjukkan adanya granula pati pada buah ditandai dengan adanya warna keunguan dengan menggunakan pewarnaan toluidine blue yang terdapat dalam vakuola. Menurut Tjitrosoepomo (1996) vakuola merupakan ruang dalam sel yang berisi cairan, berupa rongga yang diselaputi membran (tonoplas). Cairan ini adalah air dan berbagai zat yang terlarut di dalamnya. Vakuola memiliki beberapa fungsi seperti sebagai tempat penyimpanan zat cadangan makanan seperti amilum dan glukosa, tempat menyimpan pigmen (daun, bunga dan buah), tempat penyimpanan minyak atsiri yang merupakan golongan minyak yang memberikan bau khas seperti minyak kayu putih dan sebagai pengatur tirgiditas sel atau tekanan osmotik sel. Terlihat sejumlah besar granula pati yang terdapat pada vakuola baik pada penampang melintang buah lindur maupun pada berkas pembuluh buah lindur. Bagian korteks terlihat tidak berwarna dengan adanya pewarnaan menggunakan toluidine blue. Korteks buah lindur tersusun dari lapisan-lapisan sel yang berdinding tipis. Koteks memiliki ruang-ruang antarsel yang berfungsi untuk pertukaran gas. Peran korteks adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Berkas pembuluh xylem pada buah berfungsi untuk transpor air dan garam-garam mineral dari akar ke buah. Penyusun utama

Vakuola dgn butiran pati Floem

Xilem

(39)

xylem buah lindur adalah trakeid dan trakea sebagai saluran pengangkut air dengan penebalan dinding sel yang cukup tebal pada Gambar 10 sekaligus berfungsi sebagai penyokong. Sedangkan pembuluh floem berfungsi untuk mengedarkan gula, asam amino serta hasil fotosintesis lainnya dari daun ke buah dan disinilah cadangan makanan disimpan. Umumnya pembuluh floem memiliki dua bentuk yaitu sel tapis (sieve plate) berupa sel tunggal yang memanjang dan buluh tapis (sieve tubes) yang serupa pipa. (Nugroho et al. 2006).

4.2 Komposisi Kimia Buah Lindur Segar

Buah lindur (B. gymnorrhiza) biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan pengganti nasi pada saat musim paceklik, khususnya di Kabupaten Maluku Tenggara dan dibeberapa wilayah nusantara. Buah ini biasanya diolah dengan cara direbus dan dikeringkan agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Masyarakat umumnya tidak mengonsumsi buah ini dalam keadaan mentah. Analisis proksimat buah lindur ini perlu dilakukan agar dapat mengetahui komposisi kimia buah segar. Komposisi kimia buah lindur dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia buah lindur segar

Analisa Proksimat Jumlah (%)

Buah lindur merupakan tumbuhan mangrove yang habitatnya berada di dekat wilayah perairan dan umumnya tumbuh di pesisir pantai. Berdasarkan hasil analisis proksimat dari buah lindur segar menunjukkan bahwa nilai kadar air adalah 62,92 % yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar air buah lindur hasil penelitian sebelumnya yaitu sebesar 73,76 (Fortuna 2005) dan kadar air dari buah

(40)

besar dari kadar air Avecennia marina yang diteliti oleh Wibowo et al. (2009) yaitu 61,95%.

4.2.2 Abu

Analisis proksimat yang telah dilakukan pada buah lindur segar menunjukan bahwa kadar abu yang dikandung adalah 1,29 %. Nilai kadar abu buah lindur hasil penelitian Fortuna (2005) yang sebesar 0,34% jauh lebih kecil dibandingkan dengan kadar abu hasil penelitian. Apabila dibandingkan dengan kadar abu dari berbagai jenis buah mangrove lain misalnya Sonneratia sp. dan

Avecennia marina maka kadar abu hasil penelitian lebih kecil. Sonneratia sp. menghasilkan kadar abu sebesar 4,35% (Febrianti 2010) dan kadar abu buah buah mangrove jenis Avecennia marina sebesar 1,27% (Wibowo et al. 2009) sedikit lebih kecil dari kadar abu buah lindur hasil penelitian.

4.2.3 Lemak

Kadar lemak yang didapatkan dari hasil analisa proksimat buah lindur segar adalah 0,79 %. Pada tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi (Winarno 2008). Pada penelitian sebelumnya terhadap buah lindur Fortuna (2005) memperoleh kadar lemak sebesar 1,25% yang lebih besar dari kadar lemak hasil penelitian ini. Begitu pula dengan kadar lemak buah Sonneratia sp. yang dilakukan oleh Febrianti (2010) sebesar 0,89 % yang lebih besar dari kadar lemak hasil penelitian. Sedangkan jika dibandingkan dengan kadar lemak Avecennia marina yang sebesar 0,04%. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo et al. (2009) kadar lemak buah lindur hasil penelitian lebih besar.

4.2.4 Protein

(41)

dilakukan oleh Fortuna (2005) dan 1,17% dalam penelitian yang dilakukan oleh Febrianti (2010).

4.2.5 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Buah lindur memiliki kandungan karbohidrat yang lebih besar dari komponen gizi lainnya. Karbohidrat yang terdapat pada buah lindur segar yang telah dianalisis adalah 32,91 %. Hasil pengujian kadar pati lebih lanjut yang menggunakan metode Luff Scrhrool diperoleh kadar pati sebesar 57,73%, kadar amilosa 31,56 %, dan kadar amilopektin sebesar 26,17%.

Kandungan karbohidrat buah lindur hasil penelitian memiliki nilai yang paling besar jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat buah lindur dari penelitian sebelumnya maupun dari kadar karbohidrat beberapa buah mangrove lainnya. Kadar karbohidrat buah lindur sebelumnya yang telah diteliti oleh Fortuna (2005) adalah 23,53%, buah Sonneratia sp. memiliki kadar karbohidrat sebesar 14,35 % (Febrianti 2010) dan kadar karbohidrat Avecennia marina yang diteliti oleh Wibowo et al. (2009) adalah 21,43%.

4.3 Karakteristik Tepung Pati Buah Lindur

Karakteristik kimia yang dianalisa pada tepung buah lindur adalah kadar air, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin. Hasil analisa pengujian karakteristik kimia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia tepung pati buah lindur

Komposisi Jumlah (%)

(42)

yang kurang baik setelah dikeringkan. Selain ini dengan kandungan kadar air tepung pati yang dihasilkan dibawah 14% yaitu sebesar 6,19 % yang menjadikan tepung pati buah lindur dapat disimpan hingga jangka yang lama. Tepung yang baik hendaknya memiliki kadar air yang tidak lebih dari 14%, karena batas toleransi mikroba masih dapat tumbuh pada 14-15% (Fardias 1989). Kandungan amilosa dan amilopektin akan menentukan karakteristik film yang dihasilkan. Rasio amilosa dan amilopektin tergantung dari jenis pati. Semakin tinggi kandungan amilosa maka film akan semakin kuat (Schultz 1969). Kandungan amilosa dan amilopektin buah lindur dari hasil penelitian diperoleh sebesar 31,56% dan 26,17 %.

Pati terbentuk dari proses asimilasi dalam tumbuhan yang disebut fotosintesis. Pati terbentuk pada siang hari ketika proses fotosintesis melebihi laju gabungan antara respirasi dan translokasi. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkannya tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal akan rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal inilah yang menyebabkan pati mengalami pengembangan dan pemadatan (gelatinisasi). Proses pemanasan pati disamping menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan memecah sel, sehingga memudahkan pencernaanya apabila pati dikonsumsi (Muchtadi 2011).

Adapun sifat fisik tepung pati yang diuji meliputi derajat putih, bentuk granula, ukuran granula, suhu gelatinisasi, dan warna tepung pati. Hasil dari pengujian karakteristik fisik tepung pati dapat dilihat pada Tabel 3. Derajat putih merupakan tingkat warna putih dari pati dibandingkan dengan warna putih BaSO4

(43)

Tabel 3 Karakteristik fisik tepung pati buah lindur

No Uji Keterangan

1 Derajat Putih 37,37%

2 Bentuk Granula lonjong melebar 3 Ukuran Granula panjang 11,21 μm

lebar 28,9μm

4 Warna putih kecoklatan

Bentuk granula pati buah lindur adalah lonjong dan melebar pada bagian atas, dengan panjang dan lebar granula antara 11,21μm - 28,9μm. Granula pati umumnya banyak ditemukan pada berbagai jaringan tanaman, mempunyai bentuk, ukuran, keseragaman dan bentuk hilum (sentrik dan eksentrik) yang khas untuk setiap jenis pati, sehingga dapat digunakan untuk identifikasi dari jenis pati (Swinkels 1985). Granula pati mempunyai sifat birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi membentuk bidang berwarna jingga dan biru. Adanya warna biru menunjukkan kandungan amilosa dan warna jingga menunjukan adanya kandungan amilopektin. Granula pati buah lindur dapat dilihat pada Gambar 11

A B

Gambar 11 Granula pati buah lindur perbesaran100 kali (A) dan granula pati di bawah mikroskop polarisasi perbesaran 200 kali (B)

(44)

yang menjadikan pati mengalami pembengkakan. Pada suhu saat pati mengalami pembengkakan inilah yang disebut dengan suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati buah lindur adalah 70 0C. Pada pemanasan di atas temperatur inilah granula pati membuka, membentuk gel dari pati di dalam air (Muchtadi 2011). Berbeda dengan pati buah lindur yang dihasilkan, pati dari berbagai sumber karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 12.

a Pati Jagung b Pati Gandum

c Pati Kentang d Pati Padi

Gambar 12 Bentuk berapa granula pati Sumber: Deutschmann et al. (1992)

(45)

beraturan dengan ukuran bervariasi antara 5-75 μm. Sedangkan Gambar 12 d merupakan gambar pati padi yang berupa butiran kecil dengan ukuran 2-10 μm dan berbentuk poligonal yang bersudut tajam (Deutschmann et al. 1992). Sesuai dengan hasil pengamatan pada pati lindur, diperoleh bahwa dari segi ukuran pati lindur serupa dengan ukuran pati jagung namun dilihat dari bentuk pati lindur tidak mirip dengan keempat pati diatas. Pati lindur memiliki bentuk yang khas yaitu lonjong dan melebar pada bagian atasnya.

Buah lindur yang telah dikupas cenderung mengalami perubahan warna akibat adanya reaksi pencoklatan. Adapun gambar perubahan warna yang dialami oleh buah lindur dapat dilihat pada gambar 13 dibawah.

A B

Gambar 13 Perubahan warna saat dikupas (A) dan (B) buah lindur pada tangan dan setelah dikupas (B) buah lindur diatas nampan.

Reaksi pencoklatan pada bahan pangan dapat terjadi secara enzimatik maupun non enzimatik (Winarno 2008). Reaksi enzimatik terjadi karena oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenolase. Polifenol oksidase atau polifenolase tergantung dari jenis fenol yang beraksi. Buah lindur mengalami reaksi pencoklatan enzimatik. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan perubahan bentuk kuinol menjadi kuinon seperti yang terlihat pada Gambar 14.

OH

OH

O

O

kuinol kuinon

-2OH

oksidasi

(46)

Warna tepung pati buah lindur yang dihasilkan adalah putih kecoklatan. Selain dipengaruhi oleh reaksi enzimatik yang dialami oleh buah lindur juga dipengaruhi oleh penambahan natrium metabisulfit pada proses pembuatan pati. Penambahan natrium metabisulfit bertujuan untuk mempertahankan derajat putih tepung pati buah lindur. Adanya penambahan natrium metabisulfit dapat mencegah timbulnya warna coklat akibat reaksi anzimatik yaitu dengan adanya reaksi antara natrium metabisulfit dengan enzim. Pati dari berbagai sumber pangan memiliki perbandingan komposisi amilosa dan amilopektin yang berbeda-beda. Perbandingan kimia yang meliputi kadar pati, amilosa dan amilopektin dari beberapa jenis pati lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan kadar pati, amilosa dan amilopektin buah lindur dengan lindur dapat digunakan sebagai sumber pati baru yang potensial. Rasio amilosa dan amilopektin merupakan karakteristik penting dalam menentukan mutu dan fungsional pati. Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar pati dan amilosa dari tepung pati buah lindur cukup tinggi, sedangkan kadar amilosa ubi kayu memiliki kadar amilosa terendah yaitu 17,41%.

4.4 Penelitian Lanjutan

(47)

yang dihasilkan. Konsentrasi pati yang digunakan adalah 4%, penambahan gliserol sebagai platicizer sebesar 1% dan 1,5 % dan konsentrasi penambahan karagenan 2 %; 2,5 % dan 3%. Adapun parameter yang yaitu ketebalan edible film, kuat tarik (tensile strength), persen elongasi, dan WVTR (laju transmisi uap air).

4.4.1 Ketebalan

Hasil pengukuran ketebalan edible film dapat dilihat pada Gambar 15. Ketebalan merupakan parameter yang sangat penting karena akan berpengaruh terhadap tujuan penggunaanya untuk pengemas atau pelapis produk. Pengukuran ketebalan pada penelitian ini menggunakan alat digital thickness. Ketebalan akan mempengaruhi laju transmisi uap air dan gas sehingga mempengaruhi produk yang dikemas. Semakin tinggi nilai ketebalannya maka sifat edible film akan semakin kaku dan keras. Namun produk yang dikemas akan semakin aman dari pengaruh luar.

Gambar 15 Histogram ketebalan edible film

Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa ketebalan antara antara formula A, B, C, D, E dan F tidak seragam. Ketebalan film formula A, B, C memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ketebalan edible film

(48)

berbeda. Hal ini diduga disebabkan oleh sifat gliserol, karagenan dan pati yang sama-sama bersifat hidrofilik sehingga mengikat lebih banyak air yang akan menguap setelah proses pengovenan. Adanya penurunan nilai ketebalan dengan penambahan gliserol dengan konsentrasi yang lebih tinggi dikarenakan gliserol 1% dan karagenan mampu membentuk ikatan molekul sehingga pada saat pemanasan air yang hilang tidak terlalu banyak dibandingakan dengan formula penambahan gliserol sebesar 1,5 % yang kehilangan air lebih banyak sehingga menghasilkan ketebalan edible film yang kecil. Selain itu gliserol menurut Winarno (2008) merupakan senyawa alkohol polihidrat dengan tiga gugus molekul hidroksil sehingga mudah berikatan dengan air dan bila mengalami pemanasan air yang terikat mudah menguap. Menurut Bourtoom (2007) lembaran

film terbentuk pada saat proses pengovenan berlangsung dimana terjadi penguapan air sehingga akan terjadi pengkerutan partikel yang akan akan membentuk lembaran film. Proses pembentukan film diawali dengan memudarnya jarak antar partikel yang saling berikatan dalam suatu cairan sehingga setelah terjadi proses penguapan akan terbentuk suatu lembaran film.

Nilai ketebalan edible film hasil penelitian lebih kecil dibandingkan dengan nilai ketebalan edible film berbasis pati dari ubi kayu (Harris 2002). Hal ini menunjukkan edible film yang dihasilkan memiliki ketebalan yang lebih baik dibandingkan dengan edible film dari pati ubi kayu. Jika dibandingkan dengan dengan ketebalan edible film dari PVC (Bukle et al. 1987), nilai ketebelan edible film hasil penelitian relatif sama. Nilai ketebalan edible film hasil penelitian lebih besar jika dibandingkan degan nilai ketebalan edible film yang menggunakan gelembung renang (Suminto 2006), edible film dari karagenan (Nurochmawati 2002), edible film dari kitosan (Nurdiana 2002), edible film dari pati sagu (Hikmat 1997), dan edible film dari pati aren (Irma 1997), maupun edible film

(49)

Tabel 5 Perbandingan karakteristik edible film dengan film lain strength atau kuat tarik karena dapat merefleksikan ketahanan film dan kemampuan pengemas untuk mempertahankan kokompakan makanan. Nilai kuat tarik rata-rata edible film masing-masing dapat dilihat Gambar 16.

(50)

membentuk matriks polimer yang kuat dan menjadikan kekuatan tarik intermolekul semakin kuat pada edible film. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai kuat tarik antara formula B dan E, begitu pula antara formula C dengan F. Adanya penambahan gliserol akan mengakibatkan penurunan gaya intermolekul yang akan menyebabkan menurunnya kekuatan tarik yang terlihat antara formula A dan D. Penambahan gliserol yang akan larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas. Bila suhu transisi gelas diturunkan maka polimer yang terbentuk makin lunak sehingga kuat tariknya makin rendah. Menurut Park et al.

(1996) adanya penambahan gliserol pada pembuatan edible film akan meningkatkan fleksibilitas film yang dihasilkan .

Gambar 16 Histogram Kuat tarik

Adanya penambahan gliserol, maka jumlah gugus –OH dalam polimer yang akan mengikat uap air semakin meningkat. Uap air inilah yang terikat dalam polimer yang akan menyebabkan film menjadi basah, lengket dan mudah putus (Kumalasari 2005). Dengan adanya penambahan gliserol akan menyebabkan peningkatan CO2 dan permeabilitas uap air (Garcia et al. 2000). Adanya

peningkatan konsentrasi karagenan akan mempengaruhi padatan terlarut dalam

edible film. Gliserol dan karagenan akan larut dalam tiap-tiap rantai polimer dan mengisi semua ruang sehingga mengurangi gerakan molekul polimer dan akan menaikkan suhu transisi gelas. Bila suhu transisi gelas meningkat maka polimer

(51)

yang terbentuk akan semakin keras dan kuat tarik yang terbentuk akan semakin tinggi (Garcia et al.1999).

Nilai kuat tarik hasil penelitian lebih besar dibandingkan dengan nilai kuat tarik edible film berbasis pati dari sagu, aren dan ubi kayu yaitu berturut-turut sebesar 0,147 Kgf/cm2 , 0,168 Kgf/cm2 dan 0,048 Kgf/cm2. Hal ini menunjukan

edible film hasil penelitian memiliki nilai kuat tarik yang baik dan dapat diaplikasikan pada produk pangan.

4.4.3Persen elongasi (persen pemanjangan)

Persen pemanjangan sangat penting dan mengindikasikan kemampuan film

dalam menahan beban sebelum film itu putus. Berdasarkan Gambar 17 terlihat adanya perbedaan persen pemanjangan yang diakibatkan oleh adanya perbedaan penambahan platicizer.

Gambar 17 Histogram persen pemanjangan

Hasil penelitian menunjukan semakin besar penambahan platicizer maka persen pemanjanganpun akan semakin bertambah, tetapi setelah penambahan pada konsentrasi tertentu nilainya akan menurun. Gliserol dalam fungsinya sebagai

plasticizer menurunkan ikatan kohesi mekanik antara polimer dan dapat merubah sifat rigiditasnya sehingga film yang terbentuk lebih fleksibel. Gliserol memiliki bobot molekul yang kecil sehingga dapat bergabung dalam matriks film dan meningkatkan fleksibilitas serta kemampuan membentuk film (Banker 1996). Semakin banyak konsentrasi platicizer maka ikatan kohesi antar polimer akan semakin kecil dan film yang terbentuk akan lebih lunak sehingga edible film yang

(52)

terbentuk mudah putus. Dengan adanya penambahan karagenan pada konsentrasi 3% akan menurunkan persen pemanjangan edible film yang dihasilkan yang dapat dilihat pada formula C dan F. Hal ini dikarenakan semakin banyak konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka padatan terlarut dalam film semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya karagenan yang larut dalam tiap – tiap rantai polimer maka semua ruang akan terisi sehingga mengurangi gerakan molekul polimer yang akan menaikkan suhu transisi gelas. Bila suhu transisi gelas meningkat maka polimer yang terbentuk akan semakin kaku dan tidak fleksible sehingga mudah patah saat mengalami peregangan (Garcia et al.1999).

Nilai persen pemanjangan edible film hasil penelitian bervariasi mulai dari 17,775 hingga 181,21%. Hal ini mirip dengan nilai persen pemanjangan edible film pati sagu, aren dan ubi kayu yaitu berturut-turut sebesar 138,68% ; 86,32% ; dan 61,7% (Tabel 5). Persentase pemanjangan edible film dikategorikan baik jika nilai persen pemanjangannya lebih dari 50%. Hasil penelitian menujukkan nilai persen pemanjangan yang tergolong baik adalah formula A, B, D, E, dan F.

4.4.4WVTR / Water Vapour Transmissoin Rate (laju transmisi uap air)

Laju Transmisi Uap Air (Water Vapour Transmition Rate/WFTR)

Gambar

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan edible film  (Modifikasi Fransiska, 2008)
Gambar 5 Daun, bunga dan buah lindur.
Gambar 9 Penampang melintang buah lindur
Tabel 3 Karakteristik fisik tepung pati buah lindur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Puji syukur panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta seluruh manifestasinya, karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya penulis dapat

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah memberikan asung kerta wara nugraha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah memberikan asung kerta wara nugraha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asungkerta wara nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis dapat