PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG DENGAN Starbio,
Aspergillus niger, DAN Trichoderma viride TERHADAP
KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR
PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH
RICO RIFKI YUDIAR 090306060
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG DENGAN Starbio,
Aspergillus niger, DAN Trichoderma viride TERHADAP
KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR
PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh :
RICO RIFKI YUDIAR 090306060
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG DENGAN Starbio,
Aspergillus niger, DAN Trichoderma viride TERHADAP
KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR
PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh :
RICO RIFKI YUDIAR 090306060/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih
Nama : Rico Rifki Yudiar
NIM : 090306060
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin , M.Si Dr.Nevy Diana Hanafi,S.Pt,M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin , M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
RICO RIFKI YUDIAR, 2014 “Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Bioaktivator Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Serat Kasar dan
Protein Kasar pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih. Dibimbing oleh MA’RUF
TAFSIN dan NEVI DIANA HANAFI.
Potensi hasil samping tongkol jagung fermentasi sebagai bahan baku pakan komplit domba untuk meningkatkan kecernaan protein kasar dan serat kasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan komplit hasil samping tongkol jagung terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar. Penelitian dilaksanakan di Fakultas pertanaian Univesitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan September 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitaian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Perlakuan ini terdiri atas P0: (Tongkol jagung tanpa fermentasi); P1(tongkol jagung fermentasi 0,5% starbio); P2( tongkol jagung fermentasi 0,5% Aspergillus niger); P3(tongkol jagung fermentasi 0,5% Trichoderma viride); P4(tongkol jagung fermentasi 0,25% Aspergillus niger dan 0,25%Trichoderma viride).
Hasil penelitian menunjukkan rataan kecernaan protein kasar feses pada P0 65.18; P1 70.56; P2 67.72; P3 67.83; dan P4 68.22%. Rataan kecernaan serat kasar, perlakuan P0 39.64; P1 43.67; P2 44.36; P3 44.07; dan P4 45.88%.
Kesimpulan
ABSTRACT
RICO RIFKI YUDIAR , 2014 " Utilization of Corn Cob with bio-activator Starbio, Aspergillus niger and Trichoderma viride on Crude Fiber and Crude Protein Digestibility on Weaning Local Ram”. Under supervised by MARUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.
Potential by products of corn cobs as feedstock complete feed sheep to improve feed efficiency. This study aims to determine the effect of complete feed by product of the corn cob digestibility of crude fiber and crude protein. The experiment was conducted at the Faculty of Agriculture at the University of North Sumatra, July to September 2013. The design used in this study was a completely randomized design ( CRD ) with five treatments. This treatment consists of P0 : ( unfermented corn cobs ) ; P1 ( fermented corn cobs 0.5 % starbio) ; P2 (fermented corn cobs 0.5 % Aspergillus niger ) ; P3 ( fermented corn cobs Trichoderma viride 0.5 % ) ; P4 ( fermented corn cobs 0.25 % Aspergillus niger and 0.25 % Trichoderma viride ).
The results showed the average faecal digestibility of crude protein in P0 65.18 ; P1 70.56 ; P2 67.72 ; P3 67.83 ; and P4 68.22 % . Mean digestibility of crude fiber, 39.64 P0 treatment ; P1 43.67 ; P2 44.36 ; P3 44.07 ; and P4 45.88 %.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 05 Juli 1991 dari Ayah M
Pakpahan dan Ibu L br Aritonang. Penulis merupakan anak keempat dari enam
bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Teladan Medan Cinta Damai dan pada
tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih program
studi peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis pernah menjadi anggota
Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP). Penulis melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan (PKL) di desa Pardugul Kecamatan Pangururan, Kabupaten
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Bioaktifator Starbio, Aspergillus niger dan Trichoderma viride dalam Meningkatkan Kualitas Nutrisi Tongkol Jagung”. Yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sunatera Utara.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Darma Bakti selaku dekan fakultas pertanian, Bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua
program studi peternakan, Bapak Alm.Zulfikar Siregar selaku dosen pengajar,
Bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Nevy Diana
Hanafi sebagai anggota komisi pembimbing, Bapak Armyn Hakim Daulay dan
Bapak Sayed Umar selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, pikiran,
tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi yang berharga bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademik Program
Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian.
Penulis mengharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN
Kecernaan Serat Kasar ... 28
Pelaksanaan penelitian ... 28
Persiapan Kandang ... 28
Persiapan Domba ... 28
Persiapan Pakan ... 28
Fermentasi Tongkol Jagung ... 28
Pembuatan Pakan Komplit (Complete Feed) ... 29
Pemberian Pakan dan Air Minum ... 29
Pemberian Obat-obatan ... 30
Pengumpulan Data ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan ... 32
Kecernaan Protein Kasar ... 32
Kecernaan Serat Kasar ... 35
Rekapitulasi Penelitian ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1.Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba ... 8
2.Kandungan zat gizi dalam pakan domba (dasar bahan kering) ... 8
3.Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan BK... .... 12
4.Kandungan nilai gizi dedak halus ... 13
5.Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit ... 13
6.Kandungan nilai gizi molases ... 14
7.Unsur mineral yang esensial dan kadarnya dalam tubuh hewan ... 17
8.Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral ... 17
9.Susunan ransum komplit dan kandungan beberapa nutrisi ransum komplit ... 26
10.Pembanding uji orthogonal kontras terhadap kecernaan protein kasar ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No. ... Hal.
1.Rataan kecernaan protein kasar pakan domba lokal jantan (%) ……... 45
2.Analisisi keragaman kecernaan protein kasar terhadap feses domba ... 45
3.Rataan kecernaan serat kasar terhadap feses domba lokal jantan (%) ... 46
4.Analisis keragaman kecernaan protein kasar terhadap feses domba ... 46
5.Bagan fermentasi tongkol jagung sebagai bahan baku pakan perlakuan dalam penelitian ... 47
6.Bagan pembuatan pakan komplit sebagai pakan perlakuan didalam penelitian ...48
ABSTRAK
RICO RIFKI YUDIAR, 2014 “Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Bioaktivator Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Serat Kasar dan
Protein Kasar pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih. Dibimbing oleh MA’RUF
TAFSIN dan NEVI DIANA HANAFI.
Potensi hasil samping tongkol jagung fermentasi sebagai bahan baku pakan komplit domba untuk meningkatkan kecernaan protein kasar dan serat kasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan komplit hasil samping tongkol jagung terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar. Penelitian dilaksanakan di Fakultas pertanaian Univesitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan September 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitaian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Perlakuan ini terdiri atas P0: (Tongkol jagung tanpa fermentasi); P1(tongkol jagung fermentasi 0,5% starbio); P2( tongkol jagung fermentasi 0,5% Aspergillus niger); P3(tongkol jagung fermentasi 0,5% Trichoderma viride); P4(tongkol jagung fermentasi 0,25% Aspergillus niger dan 0,25%Trichoderma viride).
Hasil penelitian menunjukkan rataan kecernaan protein kasar feses pada P0 65.18; P1 70.56; P2 67.72; P3 67.83; dan P4 68.22%. Rataan kecernaan serat kasar, perlakuan P0 39.64; P1 43.67; P2 44.36; P3 44.07; dan P4 45.88%.
Kesimpulan
ABSTRACT
RICO RIFKI YUDIAR , 2014 " Utilization of Corn Cob with bio-activator Starbio, Aspergillus niger and Trichoderma viride on Crude Fiber and Crude Protein Digestibility on Weaning Local Ram”. Under supervised by MARUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.
Potential by products of corn cobs as feedstock complete feed sheep to improve feed efficiency. This study aims to determine the effect of complete feed by product of the corn cob digestibility of crude fiber and crude protein. The experiment was conducted at the Faculty of Agriculture at the University of North Sumatra, July to September 2013. The design used in this study was a completely randomized design ( CRD ) with five treatments. This treatment consists of P0 : ( unfermented corn cobs ) ; P1 ( fermented corn cobs 0.5 % starbio) ; P2 (fermented corn cobs 0.5 % Aspergillus niger ) ; P3 ( fermented corn cobs Trichoderma viride 0.5 % ) ; P4 ( fermented corn cobs 0.25 % Aspergillus niger and 0.25 % Trichoderma viride ).
The results showed the average faecal digestibility of crude protein in P0 65.18 ; P1 70.56 ; P2 67.72 ; P3 67.83 ; and P4 68.22 % . Mean digestibility of crude fiber, 39.64 P0 treatment ; P1 43.67 ; P2 44.36 ; P3 44.07 ; and P4 45.88 %.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak domba merupakan subsektor peternakan sebagai salah satu bagian
yang memberikan pengaruh sebagai sumber protein hewani yang sangat potensial
untuk dikembangkan. Dengan demikian peluang pasarnya selalu tersedia setiap
saat dan selalu meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan meningkatnya kebutuhan gizi. Pada dasarnya, antara persediaan
dan permintaan daging di Indonesia terjadi kesenjangan yang cukup besar.
Kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar dari pada ketersediaan daging yang
ada. Berdasarkan kondisi tersebut, usaha beternak domba sangat prosfektif untuk
dikembangkan di Indonesia sebagai penghasil daging.
Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia terus meningkat seiring
dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya zat gizi. Sehingga peternakan merupakan sektor yang berperan sangat
penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan protein
hewani tersebut.
Dalam sektor peternakan semakin sempitnya lahan akan memberikan
dampak ketersediaan bahan pakan yang dibutuhkan ternak, terutama ternak
ruminansia yang bahan pakan utamanya adalah hijauan atau rumput. Untuk
mengatasi hal tersebut maka perlu dicari suatu pakan alternatif yang dapat
menggantikan rumput sebagai pakan ternak salah satunya adalah tongkol jagung.
Pemanfaatan tongkol jagung sebagai komponen ransum domba belum banyak
digunakan karena sifat fisik yang keras ditambah dengan nilai nutrisinya yang
nilai nutrisinya. Perkembangan teknologi pascapanen jagung dalam menghasilkan
jagung pipilan kering, telah mampu menghasilkan hasil samping berupa tongkol
jagung dengan ukuran partikel yang lebih kecil sehingga memungkinkan
digunakan sebagai komponen pakan domba. Namun pada kondisi seperti ini, nilai
nutrisi tongkol jagung tidak mengalami perubahan sehingga bentuk pengolahan
lain yang dapat meningkatkan nilai nutrisinya masih perlu dilakukan. Salah satu
metode pengolahan yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan jasa teknologi
fermentasi menggunakan beberapa bioaktifator yang ada.
Berdasarkan uraian diatas penulis berkeinginan melakukan penelitian
dengan memanfaatkan pemanfaatan tongkol jagung dengan fermentasi
bioaktifator Starbio, Aspergillus niger dan Trichoderma viride terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar pada domba lokal jantan.
Tujuan Penelitian
Menguji pengaruh berbagai bioaktifator dalam meningkatkan kualitas
nutrisi tongkol jagung fermentasi sebagai pakan domba terhadap kecernaan serat
kasar dan protein kasar pada domba lokal jantan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan
akademis, peneliti dan masyarakat tentang pemanfaatan tongkol jagung dengan
Hipotesis Penelitian
Penggunaan berbagai bioaktifator dalam meningkatkan kualitas nutrisi
tongkol jagung fermentasi sebagai pakan domba dapat meningkatkan kecernaan
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Domba
Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak
ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia yang
menyusui anaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, domba dan
kambing juga menghasilkan kulit yang dapat di manfaatkan untuk berbagai
macam keperluan industri kulit dan khusus untuk domba menghasilkan bulu
(wool) yang sangat baik untuk keperluan bahan sandang (tekstil) (Cahyono,1998).
Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang
berkuku belah dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries
(Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985), bahwa
semua domba mempunyai karakteristik yang sama. Adapun klasifikasinya
adalalah Kingdom : Animalia (hewan) ; Phylum : Chordata (hewan bertulang
belakang) ; Class : Mammalia (hewan menyusui) ; Ordo : Artiodactyla (hewan
berkuku genap) ; Family: Bovidae (memamah biak) ; Genus : Ovis (domba) ;
Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi).
Menurut Ensminger (1991) pada mulanya domba didomestikasi di
kawasan Eropa dan Asia. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang
berpenampang segitiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada
domba jantan. Bobot badan pada domba jantan lebih tinggi dibandingkan domba
betina.
Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan)
hewan mamalia, karena menyusui anak-anaknya. Sistem pencernaan pakan yang
khas didalam rumen menyebabkan domba juga digolongkan sebagai hewan
ruminansia. Sistem pencernaan yang khas inilah yang menyebabkan domba
mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi
tinggi, seperti daging dan susu, serta hasil ikutan yang berkualitas tinggi seperti
kulit dan wol (Sodiq dan Abidin, 2002).
Menurut Tomaszeweska et al., (1993) ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaannya, yakni : cepat berkembang biak,
dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam satu tahun,
selalu bergerombol bila sedang merumput atau berjalan, kurang memilih dalam
hal pakan sehingga memudahkan dalam pemeliharaan, memberikan pupuk
kandang untuk keperluan pertanian, serta sebagai sumber keuangan untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak.
Pertumbuhan Domba
Laju pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi
pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia
(Cole, 1982). Pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal
yang bermula dari suatu telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan
mencapai dewasa. Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan kenaikan berat
badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan
diketengahkan dengan pertumbuhan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap
Sistem Pencernaan Ruminansia
Ternak ruminansia berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena
mempunyai lambung sejati, yaitu abomasum, dan lambung muka yang membesar,
yang mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum dan omasum ruminansia
mempunyai kapasitas lambung yang besar tetapi jumlah yang dapat dimakan
masih terbatas oleh kecepatan pencernaan dan sisa makanan yang dapat
dikeluarkan dari saluran pencernaan. Proses utama dari pencernaan adalah secara
mekanik, enzimatik ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau
pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang
dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau
kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan
dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al., 1981).
Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk
asam-asam lemak terbang. Mikroorganisme tersebut mencerna pati, gula, lemak,
protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan
vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam
sintesa mikrobial (Anggorodi, 1979).
Ruminansia secara spesifik mampu mensintesis asam-asam amino dari
unsur-unsur yang dihasilkan oleh berbagai proses yang terjadi di dalam rumen.
Itulah sebabnya, ruminansia mampu mengkonsumsi urea (yang merupakan
non-protein nitrogen) dalam jumlah terbatas, yang di dalam rumen terurai menjadi
NH3 dan merupakan bahan utama pembentukan asam-asam amino. Selain itu
bahan pakan yang dikonsumsinya, kebutuhan tubuh ruminansia terhadap protein
Pakan Ternak Domba
Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur
yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi
ternak. Pakan sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan
menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam
tubuh secara normal. Pada batasan minimal, pakan bagi ternak domba berguna
untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga
mampu melaksanakan peran dalam proses metabolisme (Murtidjo, 1993).
Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar
atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk
kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan
untuk produksi. (Widayati dan Widalestari, 1996).
Bahan pakan harus menyediakan zat-zat nutrisi yang dapat digunakan
untuk membangun dan menggantikan bagian-bagian tubuh dan menciptakan
hasil-hasil produksinya, seperti daging, wol. Bahan pakan harus pula memberikan
energi untuk keperluan proses-proses tersebut (Anggorodi, 1979).
Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat
menyebabkan defisiensi zat-zat nutrisi sehingga ternak mudah terserang penyakit.
Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus menerus dan sesuai dengan
Kebutuhan zat gizi dalam pakan domba dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba
BB (Kg)
BK ENERGI Protein
Ca P
Sumber : NRC (Nutrient Requirement of sheep, 1985).
Kebutuhan ternak akan zat gizi dalam pakan domba perlu diperhatikan
untuk mandapat hasil yang maksimal dalam usaha penggemukan domba.
Kandungan gizi dalam pakan domba ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan zat gizi dalam pakan domba (dasar bahan kering) Berat Domba jantan muda digemukkan
30 1,3 64 2,8 2,3 11,0 0,37 0,23 588
40 1,6 70 3,1 2,5 11,0 0,31 0,19 638
50 1,8 70 3,1 2,5 11,0 0,28 0,17 708
Domba jantan muda disapih awal
10 0,6 73 3,2 2,6 16,0 0,40 0,27 1417
30 1,4 73 3,2 2,6 14,0 0,36 0,24 1821
Sumber : NRC (Nutrient Requirement of sheep, 1985).
Pakan komplit (Complete Feed) adalah campuran semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi
satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya
pakan tanpa tambahan rumput segar. Pakan komplit dibuat dari hasil samping
pertanian seperti jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu,
bungkil biji kapok, dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan
Wahjuni dan Bijanti (2006) menjelaskan, pakan komplit disusun untuk
menyediakan ransum secara komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai nutrisi
yang tercukupi untuk kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk perbaikan
sistem pemberian pakan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan
complete feed antara lain : 1) sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu), 2) sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes), 3) sumber
protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok), dan
4) sumber mineral (tepung tulang, garam dapur).
Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi
dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan
yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong
meningkatnya konsumsi, untuk membatasi konsumsi konsentrat karena harga
konsentrat mahal (Yani, 2001).
Teknologi pengolahan hasil samping pertanian dan hasil samping
agroindustri menjadi pakan lengkap merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan nilai kedua hasil samping tersebut dengan metode prosessing yang
terdiri atas : 1) perlakuan pencacahan (choppping) untuk merubah ukuran partikel dan melunakkan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien, 2) perlakuan
pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengering untuk menurunkan kadar air bahan, dan 3) proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan perlakuan penggilingan
Hijauan Pakan Ternak Domba
Hijauan pakan merupakan pakan kasar yang terdiri dari hijauan pakan
yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul
yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan
merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja
sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga,
vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993).
Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada yang tua.
Perbedaan dalam daya cerna tersebut terjadi bila tumbuh-tumbuhan menjadi tua,
disebabkan terutama karena bertambahnya kadar lignin yang hampir tidak dapat
dicerna meskipun oleh hewan ruminansia (Anggorodi, 1979).
Tillman et al., (1981) menyatakan bahwa kadar serat tanaman adalah terendah bila tanaman masih sangat muda dan cenderung naik kadar serat
kasarnya bila tanaman makin tua. Pada umumnya, kadar serat kasar tanaman yang
makin tinggi, pencernaannya makin lama dan nilai energi produktifnya makin
rendah.
Hijauan merupakan pakan utama untuk ruminansia sehingga
penyediaannya harus kontinyu. Rumput gajah merupakan rumput yang berasal
dari Afrika tropik dan merupakan rumput potong (Reksohadiprodjo, 1994).
Rumput gajah mengandung protein kasar (PK) 9,72%, lemak kasar (LK) 1,04%,
serat kasar (SK) 27,54%, abu 18,13% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
43,56% (Lubis, 1992). Penggunaan rumput gajah sebagai pakan tunggal belum
dapat memenuhi kebutuhan protein dan energi untuk ternak berproduksi.
energi dan mineral, sehingga perlu dilakukan penambahan pakan berupa
konsentrat. Rumput gajah dan konsentrat yang dicampur secara homogen bisa
disebut dengan istilah pakan komplit (complete feed). Pakan komplit merupakan suatu jenis pakan yang terdiri dari hijauan dan konsentrat yang diberikan dalam
imbangan yang memadai (Wahjuni dan Bijanti, 2006).
Tongkol Jagung
Tongkol jagung/ janggel adalah hasil samping yang diperoleh ketika biji
jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk
utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al., 2006). Tongkol jagung ini sangat potensial dikembangkan untuk pakan ternak
ruminansia. Namun hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai
bahan pakan ternak. Hal ini mungkin disebabkan oleh kualitasnya yang relatif
rendah seperti pada hasil samping pertanian lainnya. Tongkol jagung ini
mempunyai kadar protein yang rendah dengan kadar lignin dan selulosa yang
tinggi (Aregheore, 1995). Dengan kandungan sellulosa yang cukup tinggi yang
merupakan komponen serat yang dapat dicerna, maka tongkol jagung dapat
menyediakan energi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen.
Namun karena rendahnya kandungan protein dan tingginya kadar lignin
menyebabkan selulose menjadi tidak tersedia untuk difermentasi di dalam
rumen akibatnya kecernaannya menjadi rendah (kecernaan in vitro nya < 50%) (Brandt, 1986). Oleh karena itu perlu diolah untuk meningkatkan nilai nutrien dan
kecernaannya. Hasil penelitian sebelumnya pengolahan tongkol jagung
menggunakan urea dapat menghasilkan kadar protein sebasar 10% dan kecernaan
Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil samping industri jagung sangat
bervariasi (terdapat pada Tabel 3). Nilai kecernaan kulit jagung dan tongkol
(60%) ini hampir sama dengan nilai kecernaan rumput gajah sehingga
kedua bahan ini dapat menggantikan rumput gajah sebagai sumber hijauan
(Mcctucheon dan Samples, 2002).
Tabel 3. Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan bahan keringnya
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil
ikutan penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf (1992)
Sebagai bahan makanan asal nabati, dedak memang hasil samping proses
pengolahan padi menjadi beras. Oleh sebab itu kandungan nutrisinya juga cukup
baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12 %-13 %, kandungan
Kandungan nilai gizi dalam dedak halus ini dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini.
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak halus
Uraian Kandungan (%)
Protein Kasar 11,90
TDN 67.00
Serat Kasar 8.50
Lemak Kasar 9.10
Bahan Kering 89,60
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2001).
Bungkil Inti Sawit
Menurut Devendra (1997) bungkil inti sawit adalah hasil samping/ hasil
ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi
atau cara mekanik walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat
kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi
ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.
Silitonga (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi persentase bungkil inti
sawit dalam ransum maka kenaikan berat badan perhari semakin besar, namun
demikian pemberian optimal dari bungkil inti sawit ialah 1,5 % dari berat badan
untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak domba. Batubara et al., (1992) melaporkan bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam konsentrat
Kandungan nilai gizi dalam bungkil inti sawit ini dapat dilihat pada Tabel
5 di bawah ini.
Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit
Uraian Kandungan (%)
Protein Kasar 15,4 a
TDN 81 b
Serat Kasar 16,9 a
Lemak Kasar 2,4 a
Bahan Kering 92,6 a
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005). b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000).
Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi
gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan
karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi sehingga bisa juga dijadikan
pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Disamping
harganya murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya
(Widayati dan Widalestari, 1996).
Molases sebagai hasil ikutan proses pengolahan tebu menjadi gula sangat
palatabel bagi ternak domba. Penyertaan molases dalam campuran dengan bahan
pakan tambahan lain dapat meningkatkan konsumsi pakan tambahan secara
keseluruhan akibat aroma yang ditimbulkannya, maupun terbentuknya ikatan fisik
dintara bahan penyusun pakan tambahan sehingga mengurangi hilangnya pakan
terutama bahan pakan yang bersifat pendebuan. Pemberian molases sebagai bahan
pakan tambahan tunggal atau dalam bentuk campuran dengan bahan pakan lain
meningkatkan laju pertambahan berat badan harian pada domba
Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 6 yang tertera
dibawah ini.
Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases
Kandungan Zat Kadar Zat (%) Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan FP-USU, Medan (2000).
Urea
Menurut Basir (1990) selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga
dapat dimanfaatkan sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea juga dapat
memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan dan produksi ternak ruminansia.
Menurut Utomo (1991) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam
ransum ternak domba sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum
menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea yang diberikan terlalu
banyak akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.
Garam
Garam diperlukan oleh domba sebagai perangsang menambah nafsu
makan.Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan sekali dalam kelancaran
pekerjaan faali tubuh (Sumoprastowo, 1993).
Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam
bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena
hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor
Pada umumnya bahan pakan yang digunakan untuk ternak tidak cukup
mengandung Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk
untuk unggas). Hampir semua bahan pakan nabati (termasuk khususnya hijauan
tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan pakan hewani.
Oleh karena itu bahan pakan ruminan (terutama hijauan) maka suplemen Na dan
Cl dalam bentuk garam dapur dapat (hendaknya) dilakukan oleh peternak,
pemberian tersebut dapat ad libitum (Parakkasi, 1995) Mineral
Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil,
namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.
Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan
darah dan pembentukkan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen
enzim yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral
dalam ransum domba dapat mencegah kekurangan mineral didalam makanan
(Setiadi dan Inounu, 1991).
Mineral yang dibutuhkan ternak domba memang relatif sedikit, namun
mineral sangat penting dan diperlukan untuk kesempurnaan pakan yang
dikonsumsi oleh ternak domba. Mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh
ternak domba terbagi dalam 2 kelompok, yakni mineral makro yang terdiri dari
Ca, P, Mg, Na, K dan Cl, serta mineral mikro yang terdiri dari Cu, Mo,Fe dan
lain-lain.Kebutuhan akan mineral makro lebih banyak daripada jumlah kebutuhan
mineral mikro (Murtidjo, 1993).
Parakkasi (1995) menyatakan bahwa guna memenuhi kebutuhan mineral,
hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya mengandung (relatif) kurang
mineral (terutama dimusim kemarau) maka umumnya ruminan didaerah tropis
cenderung defisiensi akan mineral.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada domba
ini. Diantaranya adalah sebagai berikut: bangsa hewan, umur, jenis kelamin,
pertumbuhan, kesuburan berkembang biak, laktasi, iklim, ransum, kandungan
mineral tanah, keseimbangan hormonal dan kegiatan faali di dalam tubuh
(Sumoprastowo, 1993).
Secara umum mineral-mineral berfungsi sebagai berikut : 1) Bahan
pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat,
2) Mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh,
3) Memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, 4) Aktivator sistem enzim
tertentu, 5) Komponen dari suatu enzim, dan 6) Mineral mempunyai sifat yang
karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf (Tillman et al., 1981).
Tabel 7. Unsur-unsur mineral yang esensial dan kadarnya dalam tubuh hewan Makro Mikro
Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral dapat dilihat pada Tabel
Tabel 8. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral
Kandungan Zat Kadar Zat (%)
Kalsium Karbonat 50,00
Phospor 25,00 Mangan 0,35 Iodium 0,20 Kalium 0,10 Cuprum 0,15
Sodium Klorida 23,05
Besi 0,80 Zn 0,20 G 0,15 Sumber : Eka Farma (2014)
Bioaktifator
Starbio
Starbio merupakan serbuk berwarna coklat hasil pengembangan
bioteknologi modern temuan LHM (Lembah Hijau Multifarm) Research Station.
Berisi koloni bakteri yang diisiolasi dari alam, bersifat bersahabat dengan
kehidupan (Probiotik). Kandungan bakteri dalam Starbio antara lain: Azobacter spp., Spirillum lipoferum, Trichoderma polysporeum, Cellulomonas acidula, Bacillus cellulase, Clavaria dendroidie, Streptomyces, Pseudomonas, Fusarium, Bacillus cellulase Disolvens. Starbio bekerja secara enzimatis (menghasilkan enzim) yang berfungsi memecah protein (proteolitik), karbohidrat struktural
(selulolitik, hemiselulolitik, lignolitik), dan lemak (lipolitik) serta dilengkapi
dengan bakteri nitrogen fiksasi non simbiose Starbio dapat digunakan untuk
menguraikan limbah baik limbah rumah tangga, Rumah Potong Hewan, pabrik,
tambak yang sering menimbulkan masalah terhadap pencemaran air.
Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan
(mikroba probiolitik, selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan aminolitik serta nitrogen
fiksasi non simbiosis) yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada
pakan menjadi bahan organik yang lebih sederhana.
Aspergillus niger
Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan
asam amino yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan (Lehninger, 1991).
Aspergillus niger didalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan
komponen lain yang larut disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain
yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih
dahulu sebelum diserap kedalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosidase, pektinase,
selulase, katalase, dan glukosidase (Hardjo et al., 1989).
Menurut Hardjo, (1989) klasifikasi Aspergillus niger adalah berasal dari genus Aspergillus, famili Euratiaceae, ordo Eutiales, kelas Asomycotina, dan divisi Asmatgmycota.
Aspergillus niger bersifat aerobik sehingga membutuhkan oksigen terhadap pertumbuhan. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya adalah antara
35oC – 37oC. pH optimum antara 5 - 7 dan pH antara 2 - 8,5 kadar air media
antara 65-70%. Ciri-ciri khas Aspergillus niger menurut Fardiaz (1989) antara lain: berupa benang-benang tunggal yang disebut hifa, tidak mempunyai klorofil
Trichoderma viride
Trichoderma viride adalah salah satu jenis jamur yang bersifat selulolitik karena dapat menghasilkan selulase. Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa
adalah selulase. Produksi selulase secara komersial biasanya menggunakan
kapang atau bakteri. Kapang yang bisa menghasilkan selulase adalah Aspergillus niger, Trichoderma viride dan lain-lain. Bakteri yang bisa menghasilkan selulase adalah Pseudomonas, Cellulomonas, dan Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang dan bakteri yang bisa menghasilkan selulase, yang potensial untuk dikembangkan
dalam pembuatan enzim selulase salah satunya adalah kapang Trichoderma viride. Trichoderma viride adalah kapang berfilamen yang sangat dikenal sebagai organisme selulolitik dan menghasilkan enzim-enzim selullolitik, termasuk enzim
selobiohidrolase, endoglukanase dan ß-glukosidase. Kelebihan dari Trichoderma viride selain menghasilkan enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan
enzim xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini akan semakin mempermudah enzim selulolitik dalam memecah selulosa. Trichoderma viride telah dimanfaatkan untuk mengisolasi xylooligosaccharida dari bronjong sawit (Salina et al., 2008).
Untuk keperluan fermentasi, Trichoderma viride bisa aktivasi dengan menggunakan media air steril, yang dimasukkan ke dalamnya gula pasir (1% dari
volume air), urea (1%) dan NPK (0.5% dari berat air), lalu dilarutkan. Ke dalam
larutan tersebut dimasukkan bibit kapang Trichodermaviride sebanyak 1% dari volume air. Lalu larutan diaerasi menggunakan aerator selama 35-48 jam. Larutan
Trichoderma viride tersebut kemudian dijadikan inokulan dalam fermentasi tongkol jagung. Sebelum difermentasi, sebaiknya tongkol jagung dicacah atau
difermentasi selama 7 hari, dan kemudian dikeringkan. Melalui teknik
fermentasi, akan dapat meningkatkan kandungan protein dan energi bahan,
sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Trichoderma viride dapat memfermentasi tongkol jagung sebagai pakan alternatif pada musim kemarau
(Rohaeni et al., 2006) dan memfermentasi limbah agroindustri (Prayitno, 2008.).
Fermentasi
Fermentasi adalah proses biologis yang menghasilkan
komponen-komponen dan jasa sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme
mikrobia. Pengertian fermentasi ini mencakup baik fermentasi aerob maupun
anaerob (Muchtadi et al., 1992).
Fermentasi merupakan proses penguraian unsur-unsur organik kompleks
terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan
diiringi dengan pembebasan gas (Sarwono, 1996).
Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong
dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat
digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan pada
proses fermentasi akan terurai oleh enzim urease menjadi ammonia dan
karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino
(Fardiaz, 1989).
Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe aerobik dan anaerobik.
Untuk hidup semua organisme membutuhkan sumber energi, energi diperoleh dari
metabolisme bahan pangan dimana berada didalamnya. Bahan baku yang paling
oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air,
karbon dioksida dan sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh
(Bukcle et al., 1985).
Konsumsi Pakan Ternak Domba
Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah pakan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan ransum, aktivitas
ternak, berat badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat
perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan
palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi
dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah sehingga kualitas pakan yang
relatif sama maka tingkat konsumsinya juga tidak berbeda (Parakkasi, 1995).
Tingkat Konsumsi dan Kecernaan
Kecernaan pakan didefenisikan dengan cara menghitung bagian zat
makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan
tersebut telah diserap oleh ternak, biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering
dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Selisih antara nutrient yang
dikandung dalam bahan pakan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian
nutrient yang dicerna (Anggorodi, 1979).
Tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas pakan,
oleh tingkat kecernaan zat-zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat
makanan tersebut tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan
dikeluarkan melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat
hubungannya dengan jumlah mikroba rumen (Tomaszewska, et al., 1993).
Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan
palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi
dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah (Parakkasi, 1995).
Kecernaan Protein Kasar
Protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi
sebagai tambahannya, semua protein mengandung nitrogen. Hampir 50% dari
berat kering suatu sel hewan adalah protein (Tillman et al., 1991).
Kecernaan Serat Kasar
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang sebagian
besar tidak dapat dicerna unggas dan bersifat sebagai pengganjal atau bulky. Serat
kasar dapat membantu gerak peristaltik usus, mencegah penggumpalan ransum
dan mempercepat laju digesta (Anggorodi,1985). Kadar SK yang terlalu tinggi,
pencernaan nutrien akan semakin lama dan nilai energy produktifnya semakin
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program
Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Berlangsung selama 3 bulan mulai bulan Juli sampai September 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor. Bahan pakan yang
diberikan terdiri atas : tongkol jagung dan bioaktifator sebagai fermentor serta
konsentrat terdiri atas: dedak halus, bungkil kedelai, ultra mineral dan garam.
Bahan pakan difermentasikan dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride. Obat-obatan seperti obat cacing (Kalbazen), anti bloat untuk obat kembung, air minum, desinfektan (Rodalon) dan obat tradisional.
Alat
Kandang terdiri atas kandang individu 20 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m2
beserta perlengkapannya, ember sebanyak 20 buah sebagai tempat pakan dan 20
buah tempat minum, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 150
kg dengan kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g
untuk menimbang pakan, terpal plastik untuk mencampur dan menjemur bahan
pakan/konsentrat, goni plastik sebagai tempat pakan, alat penerangan, grinder
alat tulis untuk mencatat data selama penelitian, alat pembersih kandang dan
termometer untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang.
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara
experimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5
perlakuan dan 4 ulangan.
Adapun perlakuan yang diberikan adalah :
P0 : Tongkol jagung fermentasi tanpa bioaktifator (kontrol)
P1 : Tongkol jagung fermentasi dengan Starbio 0,5%
P2 : Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,5% P3 : Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride 0,5%
P4 :Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,25% dan Trichoderma viride 0,25%
Dengan ulangan yang didapat berasal dari rumus :
T (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n - 5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Setiap percobaan diulang sebanyak lima kali, dengan demikian terdapat
Susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut:
Model Matematik RAL adalah sebagai berikut:
Yij = µ + σi + εij
Dimana :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j
i = 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan)
j = 1, 2, 3, 4 (ulangan)
µ = nilai tengah umum σi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Pakan yang digunakan merupakan fermentasi tongkol jagung dengan
bioaktifator, konsentrat berupa dedak halus, bungkil kedelai, ultra mineral, garam
dan molasses.
Adapun susunan ransum komplit dan kandungan beberapa nutrisi dalam
ransum yang disusun dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9. Susunan Ransum Komplit
Bahan pakan Perlakuan (%)
P0 P1 P2 P3 P4
Tongkol jagung tanpa perlakuan (kontrol) 50 0 0 0 0
Tongkol jagung + Starbio 0 50 0 0 0
Tongkol jagung + Aspegillus niger 0 0 50 0 0
Tongkol jagung +Trichoderma viride 0 0 0 50 0
Tongkol jagung + Aspergillus niger dan
Trichoderma viride
0 0 0 0 50
Dedak padi 9 9 9 9 9
Molases 6 6 6 6 6
Urea 3 3 3 3 3
Garam 1 1 1 1 1
Ultra mineral 1 1 1 1 1
Jenis nutrisi Kandungan nutrisi (%)
Protein Kasar (PK) 15,7 17,2 16,4 16,3 17,3
Serat Kasar (SK) 23,8 17,1 17,6 17,9 17
TDN 61,5
Analisis Data
Semua data pada peubah yang diamati yang meliputi serat kasar dan
protein kasar akan dihitung berdasarkan rancangan percobaan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial. Apabila diantara
perlakuan terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata, maka akan dilanjutkan
dengan menggunakan Uji Ortogonal Kontras yang dikemukakan Hanafiah (2002).
Dari 5 perlakuan dapat disusun 4 pembandingan linier ortogonal kontras
sebagai berikut:
Perlakuan Keterangan
P0 vs P1P2P3P4 Ransum tongkol jagung tanpa fermentasi dibandingkan dengan ransum tongkol jagung fermentasi Starbio,
Aspergillus niger, Trichoderma viride dan gabungan
Aspergillus niger dengan Trichoderma viride
P1 vs P2P3P4 Ransum tongkol jagung fermentasi Starbio
dibandingkan dengan ransum tongkol jagung
Aspergillus niger, Trichoderma viride dan gabungan
Aspergillus niger dengan Trichoderma viride
P2 vs P3P4 Ransum tongkol jagung fermentasi Aspergillus niger dibandingkan dengan ransum tongkol jagung
Trichoderma viride dan gabungan Aspergillus niger
dengan Trichoderma viride
P3 vs P4 Ransum tongkol jagung fermentasi Trichoderma viride
dibandingkan dengan ransum tongkol jagung gabungan
Aspergillus niger dengan Trichoderma viride
a. Kecernaan Serat Kasar (KcSK)
Kecernaan serat kasar dapat diukur dengan menghitung berdasarkan
rumus:
KcSK = SK konsumsi – SK feses x 100%
SK konsumsi
Konsumsi dari pengeluaran feses (SK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran
selama periode koleksi yaitu satu minggu.
b. Kecernaan Protein Kasar (KcPK)
Kecernaan protein kasar dapat diukur dengan menghitung berdasarkan
rumus:
KcPK = PK konsumsi – PK feses x 100%
PK konsumsi
Konsumsi dan pengeluaran feses (PK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran
selama periode koleksi yaitu selama satu minggu.
Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan Kandang
Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan
penyemprotan dengan Rodalon (dosis 10 ml/2,5 liter air) pada lantai dan dinding
kandang sebelum proses pemeliharaan.
b. Persiapan Domba
Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor yang
terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan, tiap percobaan terdapat 1 ekor domba.
Penempatan domba dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan
bobot badan domba.
- Fermentasi Tongkol Jagung
Sebelum difermentasi, tongkol jagung di jemur lalu digrinder untuk
memperkecil partikelnya. Tepung tongkol jagung di siram dengan air yang
telah dilarutkan Bioaktifator hingga merata dengan kelembaban 60%.
Selanjutnya perlakuan difermentasi selama 10 hari di dalam karung goni
terbuka, kemudian dikeringkan (lampiran 2)
- Pembuatan Pakan Komplit (Complete Feed)
Semua bahan pakan penyusun pakan ditimbang berdasarkan persentasinya.
Bahan pakan tersebut diaduk secara merata bersama dengan tongkol
jagung yang telah difermentasi secara merata. Pakan dimasukkan kdalam
karung goni yang telah dilapisi plastik PPC. Setelah karung terisi penuh
dan padat lalu ikat dengan tali rapiah. Karung hanya dibuka ketika akan
memberikan pakan ke ternak agar pakan tidak rusak dan bertahan lama
(lampiran 3)
d. Pemberian Pakan dan Air Minum
Pakan yang diberikan adalah pakan komplit berbentuk tepung tongkol
jagung fermentasi sesuai dengan perlakuan:
P0= Tongkol jagung fermentasi tanpa bioaktifator (kontrol)
P1= Tongkol jagung fermentasi dengan Starbio 0,5%
P2= Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,5% P3= Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride 0,5% P4= Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,25% dan
Pakan diberikan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB dan pada sore
hari pukul 16.00 WIB. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi hari keesokan
harinya sesaat sebelum ternak diberi makan kembali untuk mengetahui konsumsi
ternak tersebut. Sebelum dilaksanakan penelitian diberikan waktu untuk
beradaptasi selama 10 hari sedikit demi sedikit. Pemberian air minum diberikan
secara ad libitum, air diganti setiap harinya dan tempat minum dicuci bersih.
e. Pemberian Obat-obatan
Sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu domba diberikan obat
cacing Kalbazen dengan dosis 1 tablet/50 berat badan untuk menghilangkan
parasit dalam saluran pencernaan.Sedangkan obat-obatan lain diberikan
berdasarkan kebutuhan bila ternak sakit.
f. Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada kecernaan pakan
ini adalah metode total collection netral sesuai petunjuk Harris (1970), yaitu dengan menggunakan koleksi total feses dalam satu hari (24 jam). Cara
mengkoleksi feses tersebut adalah :
- Feses diambil setiap pagi hari pada tiap ekor domba yang menjadi perlakuan,
kemudian di timbang berat totalnya
- Feses diaduk merata, kemudian diambil sampel 100 gram untuk kemudian
dimasukkan oven 60o C untuk analisa SK kemudian dikomposit sampai
- Selanjutnya diambil sampel untuk dianalisa kandungan serat kasar (SK) dan
protein kasar (PK)
Pengambilan data dilakukan pada dua minggu sebelum berakhirnya
penelitian. Adapun parameter kecernaan pakan yang akan diamati dalam
penelitian ini meliputi: kecernaan serat kasar dan kecernaan protein kasar.
a. Persentase kecernaan serat kasar dihitung dengan cara serat kasar konsumsi
dikurangi dengan serat kasar feses dibagi dengan serat kasar konsumsi setelah
itu dikalikan 100%.
b. Persentase kecernaan protein kasar dihitung dengan cara protein kasar
konsumsi dikurangi dengan protein kasar feses dibagi dengan protein kasar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecernaan Protein Kasar
Kecernaan merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan dalam
feses (Tillman et al., 1998). Kecernaan protein kasar dihitung dengan cara protein kasar konsumsi dikurangi protein kasar feses dibagi protein kasar konsumsi
dikalikan seratus persen. Data kecernaan protein kasar domba disajikan sebagai
berikut :
Grafik 1. Rataan kecernaan protein kasar (%)
Grafik 1 terlihat bahwa rataan kecernaan protein kasar yang tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 70.56% sedangkan yang terendah pada
perlakuan P0 yaitu sebesar 65.18%. Analisa keragaman kecernaan protein
menunjukkan bahwa pemberian ransum tongkol jagung fermentasi memberikan
pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap kecernaan protein kasar feses
domba dengan berbagai jenis fermentasi dimana hal ini disebabkan oleh pakan
memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, sehingga dapat meningkatkan daya
cerna pakan itu sendiri dan yang mempengaruhi daya cerna tersebut adalah
komposisi pakan (Lampiran 2). Untuk mengetahui pengaruh tongkol jagung
fermentasi Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride terhadap kecernaan protein kasar pada domba setiap perlakuan maka dilakukan uji ortogonal kontras
yang dapat di lihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan protein kasar selama penelitian
Tabel 10 menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar pada perlakuan P0
(ransum tongkol jagung tanpa difermentasi) nyata lebih rendah (P<0.01)
dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, P3, P4 yaitu ransum tongkol jagung yang
difermentasi dengan Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride. Hal ini memberikan indikasi bahwa bioaktifator tersebut mengandung mikroba proteolitik yang akan
menghasilkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipetida
yang selanjutnya menjadi peptide sederhana. Hasil penelitian menggambarkan
bahwa komposisi protein tongkol jagung yang telah difermentasi dengan
Uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar pada
perlakuan P1 memberikan pengaruh yang sangat nyata lebih tinggi (P<0.01)
dibandingkan perlakuan P2, P3 dan P4. Uji tersebut juga menunjukkan bahwa
perlakuan P1 ransum tongkol jagung dengan fermentasi menggunakan Starbio
lebih baik dibandingkan perlakuan P2, P3, dan P4 yang difermentasi menggunakan
Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan
Trichoderma viride. Hal ini dikarenakan probiotik Starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probilitik, selulotik, lignolitik, lipolitik dan aminolitik
serat nitrogen fiksasi nin simbiosis) berbeda dengan Aspergillus niger dan
Trichoderma viride yang hanya merupakan kapang. Hasil analisa laboratorium menunjukkan perlakuan P1 memiliki nilai protein kasar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan P2, P3 dan P4. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (2005) bahwa kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein dalam pakan. Pakan yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai
kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein
tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang
masuk dalam saluran pencernaan.
Hasil penelitian diperoleh bahwa kecernaan protein kasar pada perlakuan
P2 ransum tongkol jagung dengan fermentasi 0,5% Aspergillus niger tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P3,P4 yaitu
fermentasi tongkol jagung dengan Trichoderma viride dan tongkol jagung fermentasi 0,25% Aspergillus niger dan 0,25% Trichoderma viride. Demikian halnya juga dengan perlakuan P3 juga memberikan pengaruh yang tidak nyata
dan 0,25% Trichoderma viride . Hal ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang sama dalam proses fermentasi, sehingga mikroba bekerja dalam kondisi
yang sama pula.
Kecenaan Serat Kasar
Kecernaan serat kasar pakan pada domba lokal jantan dihitung dengan
cara serat kasar dari konsumsi dikurangi serat kasar feses dibagi serat kasar
konsumsi dikalikan seratus persen.
Grafik 2. Rataan kecernaan serat kasar pada domba (%)
Berdasarkan Grafik 2 dapat dilihat rataan kecernaan serat kasar feses
domba jantan lokal sebesar 43,52%. Rataan kecernaan serat kasar feses pada
domba tertinggi diperoleh dari perlakuan P2 sebesar 44,32% dan kecernaan serat
kasar feses terendah diperoleh dari perlakuan P0 yaitu sebesar 39,64%. Menurut
Sutardi (1980) nilai kecernaan suatu serat kasar dari suatu pakan dapat
Pengaruh pemanfaatan tongkol jagung dengan bioaktifator Starbio, Aspergillus niger dan Trichoderma viride dalam pakan terhadap kecernaan feses domba selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman. Analisa keragaman
kecernaan serat kasar menunjukkan bahwa pemberian tongkol jagung fermentasi
Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap kecernaan serat kasar domba (Lampiran 4). Untuk
mengetahui pengaruh tongkol jagung fermentasi Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride terhadap kecernaan serat kasar pada domba setiap perlakuan maka dilakukan uji ortogonal kontras yang dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan serat kasar selama penelitian
Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada
perlakuan P0 (ransum tongkol jagung tanpa difermentasi) memberikan pengaruh
yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, P3 dan
P4 yaitu pakan tongkol jagung yang difermentasi dengan Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride. Hal ini disebabkan perlakuan P0 pakan tongkol jagung tanpa fermentasi memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi sebesar 36% dibandingkan
dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yang difermentasi dengan Starbio yang
Trichoderma viride 24,1% dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride 22,3%. Penurunan serat kasar ini membuktikan adanya mikroba yang bekerja dalam proses fermentasi dalam menurunkan serat kasar karena sifat
mikroba yang mampu mendegradasi serat kasar. Kadar serat kasar pakan yang
lebih rendah diharapkan akan menghasilkan kecernaaan yang lebih tinggi.
Menurut Despal (2000) serat kasar memiliki hubungan yang negatif dengan
kecernaan. Semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan ransum.
Uji kontras ortogonal menunnjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada
perlakuan P1 ransum tongkol jagung fermentasi Starbio 0,5% memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan
P2,P3 dan P4. Hal ini menunjukkan hasil bahwa daya cerna domba terhadap serat
kasar pakan tongkol jagung fermentasi dengan Starbio sama halnya dengan daya
cerna tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride. Ini dikarenakan pakan yang diberikan berupa pakan komplit yaitu pakan yang sudah disusun
sesuai dengan kebutuhan ternak. Pakan perlakuan P1, P2, P3 dan P4 merupakan
pakan dengan perlakuan tongkol jagung yang difermentasi terlebih dahulu
sebelum diberikan kepada ternak domba. Dengan demikian mikroba dalam rumen
akan bekerja dalam kondisi yang sama sehingga kecernaannya tidak berpengaruh
nyata.
Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada
perlakuan P2 dibandingkan P3 dan P4 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
kecernaan serat kasar. Kecernaan terhadap serat kasar yang tidak berbeda nyata
mikroorganisme dalam rumen domba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maynard
et al (2005) bahwa daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan aktivitas
mikroorganisme.
Uji kontras ortogonal juga menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada
perlakuan P3 tidak nyata lebih tinggi (P>0,05) dari perlakuan P4. Hasil penelitian
menunjukkan rata-rata kecernaan P3 sebesar 44,07% dan P4 45,88%. Hal ini
didukung oleh pendapat Tilman et al. (2005) yang menyatakan bahwa kecernaan serat kasar tergantung pada kandungan serat kasar dalm ransum dan jumlah serat
kasar yang dikonsumsi. Kadar serat kasar terlalu tinggi dapat mengganggu
pencernaan zat lain.
Rekapitulasi Penelitian
Rekapitulasi hasil penelitian dari pemanfaatan tongkol jagung dengan
fermentasi bioaktifator Starbio, Aspergillus niger, dan Trichoderma viride terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar pada domba jantan lokal lepas
sapih dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 12. Rekapitulasi hasil penelitian dari pemanfaatan tongkol jagung dengan fermentasi bioaktifator Starbio, Aspergillus niger, dan Trichoderma
viride terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar pada domba jantan lokal lepas sapih
Perlakuan Peubah yang diamati (%)
Kecernaan protein kasar Kecernaan serat kasar
Rekapitulasi hasil penelitian diperoleh bahwa kecernaan protein kasar
tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (fermentasi tongkol jagung dengan starbio)
dengan nilai 70.56% dan kecernaan protein terendah terdapat pada perlakuan P0
(tongkol jagung tanpa fermentasi) dengan nilai 65.18% dan kecernaan serat kasar
tertinggi terdapat pada perlakuan terdapat padda perlakuan P4 (fermentasi tongkol
jagung gabungan Aspergillus niger dan Trichoderma viride) dengan nilai 45.88% dan kecernaan serat kasar terendah terdapat pada perlakuan P0 (tongkol jagung
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan tongkol jagung yang difermentasi dengan bioaktifator
(Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride dan gabungan Aspergillus niger dan Trichoderma viride) memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dibandingkan dengan tongkol jagung tanpa fermentasi dalam meningkatkan
kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar. Bioaktifator Starbio
memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dalam meningkatkan kecernaan
protein kasar tetapi untuk kecernaan serat kasar tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata dibandingkan dengan bioaktifator lainnya.
Saran
Disarankan bagi peternak yang menggunakan tongkol jagung sebagai
bahan penyusun pakan ternak untuk melakukan fermentasi terlebih dahulu dengan
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aregheore, E.M .1995.Effect of sex on growth rate, voluntary feed intake and nu rie : digestibility of West African Dwarf goats fed crop residue rations Small Ru i an: Research 15: 217-221.
Basir, H.J.1990. Penggunaan Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak, Laporan Penelitian Jurusan Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.
Batubara, L. P., Sianipar, J., Elieser, S., Karo-karo, S dan Barus, P. 1992. Pemanfaatan Aroindustri by Product/Waste sebagai Pakan Ternak. Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Sumatera Utara.
Batubara, L. P., Boer, M dan Elieser, S. 1993. Pemberian BIS/Molases degan/tanpa Mineral dalam Ransum Kerbau. Jurnal Penelitian Pternakan Sungai Putih. Vol 1 Nomor 3 Hal 11.
Blakely, J. dan D. H. Bade. 1985. Ilmu Peternakan. Terjemahan: B. Srigandono.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Brandt, Jr. R. L, 1986. Evaluation of Alfalfa-Corn Cob Associative Action. I. Interactions between Alfalfa Hay and Ruminal Escape Protein on Growth of Lambs and Steers, J Anim Sci 63894-901.
Buckle, K.A., R.A. Edward. C.H. Fleet., M. Watsoon., 1985. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adinio. Universitas Indonesia, Jakarta.
Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius, Yogyakarta.
Cole, V.G. 1982. Beef Catle Production Guide, Mc Arthur Press, Pramata, New South Wales.
Devendra, C. 1997. Utilizationof Feeding Stuff for Livestock in South East Asia. Malaysia Agricultural Research and Development Institute, Serdang Malaysia.
Ensminger. 1991. Animal Science. The Interstate Printers and Publishers, Inc., NewYork, United State of Amerika.Johnston, R. G. 1983. Introduction To Sheep Farming. Granada Publishing Ltd.Great Britain.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Hardjo, S, N.S. Indrasti dan B. Tajuddin, 1989. Biokenveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Johnston, R. G. 1983. Introduction To Sheep Farming. Granada Publishing Ltd.Great Britain.
Lehninger, W. W., 1991. Dasar-Dasar Biokimia 1. Erlangga, Jakarta.
Lubis, L.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Maynard, L.A. Loosil, J.K. Hintz, H.F and Warner, R.G. , 2005. Animal Nutrition. (7th Edition) McGraw-Hill Book Company. New York, USA. Mccutcheon, J. and D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues.Extension Fact Sheet Ohio State University Extension.US.ANR10-02.
Muchtadi, D., S. D. Nurhaeni, dan M. Astawan. 1992. Bahan Kuliah. Enzim Dalam Industri Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti. PAU Pangan dan Gizi.IPB. Bogor.
Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.
NRC. 1985. Nutriend Requirement of Sheep. National Academy of Science, Washington DC.
Parakkasi, A. 1995.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.UI-Press, Jakarta.
Piao, X.S., I.K. Han, J.H. kim, W.T. cho, Y.H. Kim and C. Liang. 1999. Effects of Kemzyme, Phytase and Yeast.
Prayitno, C.H. 2008. Suplementasi Mikromineral pada Limbah Agroindustri yang Difermentasi Trichoderma viride yang Ditinjau dari Konsentrasi VFA dan N-NH3 secra in vitro. Prosiding seminar nasional peternakan dan Veteriner.
Bogor, 11 – 12 Nopember 2008. Puslitbang peternakan, bogor. Hlm. 761 – 767.
Preston, R.L. 2006. Feed Composition Tables. http://beefmag.
com/mag/beef_feed_composition. (20 Juli 2007). ROHAENI, E.S., N. AMALI dan A. SUBHAN. 2006a. Janggel jagung fermentasi sebagai pakan alternatif untuk ternak sapi pada musim kemarau.Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung – Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 193 – 196.