• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tongkol Jagung Dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Tongkol Jagung Dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG DENGAN Starbio,

Aspergillus niger, DAN Trichoderma viride TERHADAP

KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH

RICO RIFKI YUDIAR 090306060

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG DENGAN Starbio,

Aspergillus niger, DAN Trichoderma viride TERHADAP

KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh :

RICO RIFKI YUDIAR 090306060

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG DENGAN Starbio,

Aspergillus niger, DAN Trichoderma viride TERHADAP

KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh :

RICO RIFKI YUDIAR 090306060/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul : Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

Nama : Rico Rifki Yudiar

NIM : 090306060

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin , M.Si Dr.Nevy Diana Hanafi,S.Pt,M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin , M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(5)

ABSTRAK

RICO RIFKI YUDIAR, 2014 “Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Bioaktivator Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Serat Kasar dan

Protein Kasar pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih. Dibimbing oleh MA’RUF

TAFSIN dan NEVI DIANA HANAFI.

Potensi hasil samping tongkol jagung fermentasi sebagai bahan baku pakan komplit domba untuk meningkatkan kecernaan protein kasar dan serat kasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan komplit hasil samping tongkol jagung terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar. Penelitian dilaksanakan di Fakultas pertanaian Univesitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan September 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitaian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Perlakuan ini terdiri atas P0: (Tongkol jagung tanpa fermentasi); P1(tongkol jagung fermentasi 0,5% starbio); P2( tongkol jagung fermentasi 0,5% Aspergillus niger); P3(tongkol jagung fermentasi 0,5% Trichoderma viride); P4(tongkol jagung fermentasi 0,25% Aspergillus niger dan 0,25%Trichoderma viride).

Hasil penelitian menunjukkan rataan kecernaan protein kasar feses pada P0 65.18; P1 70.56; P2 67.72; P3 67.83; dan P4 68.22%. Rataan kecernaan serat kasar, perlakuan P0 39.64; P1 43.67; P2 44.36; P3 44.07; dan P4 45.88%.

Kesimpulan

(6)

ABSTRACT

RICO RIFKI YUDIAR , 2014 " Utilization of Corn Cob with bio-activator Starbio, Aspergillus niger and Trichoderma viride on Crude Fiber and Crude Protein Digestibility on Weaning Local Ram”. Under supervised by MARUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.

Potential by products of corn cobs as feedstock complete feed sheep to improve feed efficiency. This study aims to determine the effect of complete feed by product of the corn cob digestibility of crude fiber and crude protein. The experiment was conducted at the Faculty of Agriculture at the University of North Sumatra, July to September 2013. The design used in this study was a completely randomized design ( CRD ) with five treatments. This treatment consists of P0 : ( unfermented corn cobs ) ; P1 ( fermented corn cobs 0.5 % starbio) ; P2 (fermented corn cobs 0.5 % Aspergillus niger ) ; P3 ( fermented corn cobs Trichoderma viride 0.5 % ) ; P4 ( fermented corn cobs 0.25 % Aspergillus niger and 0.25 % Trichoderma viride ).

The results showed the average faecal digestibility of crude protein in P0 65.18 ; P1 70.56 ; P2 67.72 ; P3 67.83 ; and P4 68.22 % . Mean digestibility of crude fiber, 39.64 P0 treatment ; P1 43.67 ; P2 44.36 ; P3 44.07 ; and P4 45.88 %.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 05 Juli 1991 dari Ayah M

Pakpahan dan Ibu L br Aritonang. Penulis merupakan anak keempat dari enam

bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Teladan Medan Cinta Damai dan pada

tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih program

studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis pernah menjadi anggota

Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP). Penulis melaksanakan Praktek

Kerja Lapangan (PKL) di desa Pardugul Kecamatan Pangururan, Kabupaten

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Bioaktifator Starbio, Aspergillus niger dan Trichoderma viride dalam Meningkatkan Kualitas Nutrisi Tongkol Jagung”. Yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di

Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sunatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak

Darma Bakti selaku dekan fakultas pertanian, Bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua

program studi peternakan, Bapak Alm.Zulfikar Siregar selaku dosen pengajar,

Bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Nevy Diana

Hanafi sebagai anggota komisi pembimbing, Bapak Armyn Hakim Daulay dan

Bapak Sayed Umar selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, pikiran,

tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi yang berharga bagi penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademik Program

Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian.

Penulis mengharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN

(10)

Kecernaan Serat Kasar ... 28

Pelaksanaan penelitian ... 28

Persiapan Kandang ... 28

Persiapan Domba ... 28

Persiapan Pakan ... 28

Fermentasi Tongkol Jagung ... 28

Pembuatan Pakan Komplit (Complete Feed) ... 29

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 29

Pemberian Obat-obatan ... 30

Pengumpulan Data ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan ... 32

Kecernaan Protein Kasar ... 32

Kecernaan Serat Kasar ... 35

Rekapitulasi Penelitian ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal.

1.Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba ... 8

2.Kandungan zat gizi dalam pakan domba (dasar bahan kering) ... 8

3.Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan BK... .... 12

4.Kandungan nilai gizi dedak halus ... 13

5.Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit ... 13

6.Kandungan nilai gizi molases ... 14

7.Unsur mineral yang esensial dan kadarnya dalam tubuh hewan ... 17

8.Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral ... 17

9.Susunan ransum komplit dan kandungan beberapa nutrisi ransum komplit ... 26

10.Pembanding uji orthogonal kontras terhadap kecernaan protein kasar ... 33

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. ... Hal.

1.Rataan kecernaan protein kasar pakan domba lokal jantan (%) ……... 45

2.Analisisi keragaman kecernaan protein kasar terhadap feses domba ... 45

3.Rataan kecernaan serat kasar terhadap feses domba lokal jantan (%) ... 46

4.Analisis keragaman kecernaan protein kasar terhadap feses domba ... 46

5.Bagan fermentasi tongkol jagung sebagai bahan baku pakan perlakuan dalam penelitian ... 47

6.Bagan pembuatan pakan komplit sebagai pakan perlakuan didalam penelitian ...48

(13)

ABSTRAK

RICO RIFKI YUDIAR, 2014 “Pemanfaatan Tongkol Jagung dengan Bioaktivator Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Serat Kasar dan

Protein Kasar pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih. Dibimbing oleh MA’RUF

TAFSIN dan NEVI DIANA HANAFI.

Potensi hasil samping tongkol jagung fermentasi sebagai bahan baku pakan komplit domba untuk meningkatkan kecernaan protein kasar dan serat kasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan komplit hasil samping tongkol jagung terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar. Penelitian dilaksanakan di Fakultas pertanaian Univesitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan September 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitaian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Perlakuan ini terdiri atas P0: (Tongkol jagung tanpa fermentasi); P1(tongkol jagung fermentasi 0,5% starbio); P2( tongkol jagung fermentasi 0,5% Aspergillus niger); P3(tongkol jagung fermentasi 0,5% Trichoderma viride); P4(tongkol jagung fermentasi 0,25% Aspergillus niger dan 0,25%Trichoderma viride).

Hasil penelitian menunjukkan rataan kecernaan protein kasar feses pada P0 65.18; P1 70.56; P2 67.72; P3 67.83; dan P4 68.22%. Rataan kecernaan serat kasar, perlakuan P0 39.64; P1 43.67; P2 44.36; P3 44.07; dan P4 45.88%.

Kesimpulan

(14)

ABSTRACT

RICO RIFKI YUDIAR , 2014 " Utilization of Corn Cob with bio-activator Starbio, Aspergillus niger and Trichoderma viride on Crude Fiber and Crude Protein Digestibility on Weaning Local Ram”. Under supervised by MARUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.

Potential by products of corn cobs as feedstock complete feed sheep to improve feed efficiency. This study aims to determine the effect of complete feed by product of the corn cob digestibility of crude fiber and crude protein. The experiment was conducted at the Faculty of Agriculture at the University of North Sumatra, July to September 2013. The design used in this study was a completely randomized design ( CRD ) with five treatments. This treatment consists of P0 : ( unfermented corn cobs ) ; P1 ( fermented corn cobs 0.5 % starbio) ; P2 (fermented corn cobs 0.5 % Aspergillus niger ) ; P3 ( fermented corn cobs Trichoderma viride 0.5 % ) ; P4 ( fermented corn cobs 0.25 % Aspergillus niger and 0.25 % Trichoderma viride ).

The results showed the average faecal digestibility of crude protein in P0 65.18 ; P1 70.56 ; P2 67.72 ; P3 67.83 ; and P4 68.22 % . Mean digestibility of crude fiber, 39.64 P0 treatment ; P1 43.67 ; P2 44.36 ; P3 44.07 ; and P4 45.88 %.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak domba merupakan subsektor peternakan sebagai salah satu bagian

yang memberikan pengaruh sebagai sumber protein hewani yang sangat potensial

untuk dikembangkan. Dengan demikian peluang pasarnya selalu tersedia setiap

saat dan selalu meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk dan meningkatnya kebutuhan gizi. Pada dasarnya, antara persediaan

dan permintaan daging di Indonesia terjadi kesenjangan yang cukup besar.

Kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar dari pada ketersediaan daging yang

ada. Berdasarkan kondisi tersebut, usaha beternak domba sangat prosfektif untuk

dikembangkan di Indonesia sebagai penghasil daging.

Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia terus meningkat seiring

dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan

pentingnya zat gizi. Sehingga peternakan merupakan sektor yang berperan sangat

penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan protein

hewani tersebut.

Dalam sektor peternakan semakin sempitnya lahan akan memberikan

dampak ketersediaan bahan pakan yang dibutuhkan ternak, terutama ternak

ruminansia yang bahan pakan utamanya adalah hijauan atau rumput. Untuk

mengatasi hal tersebut maka perlu dicari suatu pakan alternatif yang dapat

menggantikan rumput sebagai pakan ternak salah satunya adalah tongkol jagung.

Pemanfaatan tongkol jagung sebagai komponen ransum domba belum banyak

digunakan karena sifat fisik yang keras ditambah dengan nilai nutrisinya yang

(16)

nilai nutrisinya. Perkembangan teknologi pascapanen jagung dalam menghasilkan

jagung pipilan kering, telah mampu menghasilkan hasil samping berupa tongkol

jagung dengan ukuran partikel yang lebih kecil sehingga memungkinkan

digunakan sebagai komponen pakan domba. Namun pada kondisi seperti ini, nilai

nutrisi tongkol jagung tidak mengalami perubahan sehingga bentuk pengolahan

lain yang dapat meningkatkan nilai nutrisinya masih perlu dilakukan. Salah satu

metode pengolahan yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan jasa teknologi

fermentasi menggunakan beberapa bioaktifator yang ada.

Berdasarkan uraian diatas penulis berkeinginan melakukan penelitian

dengan memanfaatkan pemanfaatan tongkol jagung dengan fermentasi

bioaktifator Starbio, Aspergillus niger dan Trichoderma viride terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar pada domba lokal jantan.

Tujuan Penelitian

Menguji pengaruh berbagai bioaktifator dalam meningkatkan kualitas

nutrisi tongkol jagung fermentasi sebagai pakan domba terhadap kecernaan serat

kasar dan protein kasar pada domba lokal jantan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan

akademis, peneliti dan masyarakat tentang pemanfaatan tongkol jagung dengan

(17)

Hipotesis Penelitian

Penggunaan berbagai bioaktifator dalam meningkatkan kualitas nutrisi

tongkol jagung fermentasi sebagai pakan domba dapat meningkatkan kecernaan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Domba

Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak

ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia yang

menyusui anaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, domba dan

kambing juga menghasilkan kulit yang dapat di manfaatkan untuk berbagai

macam keperluan industri kulit dan khusus untuk domba menghasilkan bulu

(wool) yang sangat baik untuk keperluan bahan sandang (tekstil) (Cahyono,1998).

Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang

berkuku belah dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries

(Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985), bahwa

semua domba mempunyai karakteristik yang sama. Adapun klasifikasinya

adalalah Kingdom : Animalia (hewan) ; Phylum : Chordata (hewan bertulang

belakang) ; Class : Mammalia (hewan menyusui) ; Ordo : Artiodactyla (hewan

berkuku genap) ; Family: Bovidae (memamah biak) ; Genus : Ovis (domba) ;

Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi).

Menurut Ensminger (1991) pada mulanya domba didomestikasi di

kawasan Eropa dan Asia. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang

berpenampang segitiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada

domba jantan. Bobot badan pada domba jantan lebih tinggi dibandingkan domba

betina.

Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan)

(19)

hewan mamalia, karena menyusui anak-anaknya. Sistem pencernaan pakan yang

khas didalam rumen menyebabkan domba juga digolongkan sebagai hewan

ruminansia. Sistem pencernaan yang khas inilah yang menyebabkan domba

mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi

tinggi, seperti daging dan susu, serta hasil ikutan yang berkualitas tinggi seperti

kulit dan wol (Sodiq dan Abidin, 2002).

Menurut Tomaszeweska et al., (1993) ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaannya, yakni : cepat berkembang biak,

dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam satu tahun,

selalu bergerombol bila sedang merumput atau berjalan, kurang memilih dalam

hal pakan sehingga memudahkan dalam pemeliharaan, memberikan pupuk

kandang untuk keperluan pertanian, serta sebagai sumber keuangan untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak.

Pertumbuhan Domba

Laju pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi

pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia

(Cole, 1982). Pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal

yang bermula dari suatu telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan

mencapai dewasa. Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan kenaikan berat

badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan

diketengahkan dengan pertumbuhan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap

(20)

Sistem Pencernaan Ruminansia

Ternak ruminansia berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena

mempunyai lambung sejati, yaitu abomasum, dan lambung muka yang membesar,

yang mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum dan omasum ruminansia

mempunyai kapasitas lambung yang besar tetapi jumlah yang dapat dimakan

masih terbatas oleh kecepatan pencernaan dan sisa makanan yang dapat

dikeluarkan dari saluran pencernaan. Proses utama dari pencernaan adalah secara

mekanik, enzimatik ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau

pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang

dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau

kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan

dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al., 1981).

Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk

asam-asam lemak terbang. Mikroorganisme tersebut mencerna pati, gula, lemak,

protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan

vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam

sintesa mikrobial (Anggorodi, 1979).

Ruminansia secara spesifik mampu mensintesis asam-asam amino dari

unsur-unsur yang dihasilkan oleh berbagai proses yang terjadi di dalam rumen.

Itulah sebabnya, ruminansia mampu mengkonsumsi urea (yang merupakan

non-protein nitrogen) dalam jumlah terbatas, yang di dalam rumen terurai menjadi

NH3 dan merupakan bahan utama pembentukan asam-asam amino. Selain itu

bahan pakan yang dikonsumsinya, kebutuhan tubuh ruminansia terhadap protein

(21)

Pakan Ternak Domba

Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur

yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi

ternak. Pakan sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan

menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam

tubuh secara normal. Pada batasan minimal, pakan bagi ternak domba berguna

untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga

mampu melaksanakan peran dalam proses metabolisme (Murtidjo, 1993).

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar

atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk

kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan

untuk produksi. (Widayati dan Widalestari, 1996).

Bahan pakan harus menyediakan zat-zat nutrisi yang dapat digunakan

untuk membangun dan menggantikan bagian-bagian tubuh dan menciptakan

hasil-hasil produksinya, seperti daging, wol. Bahan pakan harus pula memberikan

energi untuk keperluan proses-proses tersebut (Anggorodi, 1979).

Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat

menyebabkan defisiensi zat-zat nutrisi sehingga ternak mudah terserang penyakit.

Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus menerus dan sesuai dengan

(22)

Kebutuhan zat gizi dalam pakan domba dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

ini.

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba

BB (Kg)

BK ENERGI Protein

Ca P

Sumber : NRC (Nutrient Requirement of sheep, 1985).

Kebutuhan ternak akan zat gizi dalam pakan domba perlu diperhatikan

untuk mandapat hasil yang maksimal dalam usaha penggemukan domba.

Kandungan gizi dalam pakan domba ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan zat gizi dalam pakan domba (dasar bahan kering) Berat Domba jantan muda digemukkan

30 1,3 64 2,8 2,3 11,0 0,37 0,23 588

40 1,6 70 3,1 2,5 11,0 0,31 0,19 638

50 1,8 70 3,1 2,5 11,0 0,28 0,17 708

Domba jantan muda disapih awal

10 0,6 73 3,2 2,6 16,0 0,40 0,27 1417

30 1,4 73 3,2 2,6 14,0 0,36 0,24 1821

Sumber : NRC (Nutrient Requirement of sheep, 1985).

Pakan komplit (Complete Feed) adalah campuran semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi

satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya

pakan tanpa tambahan rumput segar. Pakan komplit dibuat dari hasil samping

pertanian seperti jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu,

bungkil biji kapok, dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan

(23)

Wahjuni dan Bijanti (2006) menjelaskan, pakan komplit disusun untuk

menyediakan ransum secara komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai nutrisi

yang tercukupi untuk kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk perbaikan

sistem pemberian pakan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan

complete feed antara lain : 1) sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu), 2) sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes), 3) sumber

protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok), dan

4) sumber mineral (tepung tulang, garam dapur).

Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi

dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan

yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong

meningkatnya konsumsi, untuk membatasi konsumsi konsentrat karena harga

konsentrat mahal (Yani, 2001).

Teknologi pengolahan hasil samping pertanian dan hasil samping

agroindustri menjadi pakan lengkap merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan nilai kedua hasil samping tersebut dengan metode prosessing yang

terdiri atas : 1) perlakuan pencacahan (choppping) untuk merubah ukuran partikel dan melunakkan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien, 2) perlakuan

pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengering untuk menurunkan kadar air bahan, dan 3) proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan perlakuan penggilingan

(24)

Hijauan Pakan Ternak Domba

Hijauan pakan merupakan pakan kasar yang terdiri dari hijauan pakan

yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul

yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan

merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja

sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga,

vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993).

Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada yang tua.

Perbedaan dalam daya cerna tersebut terjadi bila tumbuh-tumbuhan menjadi tua,

disebabkan terutama karena bertambahnya kadar lignin yang hampir tidak dapat

dicerna meskipun oleh hewan ruminansia (Anggorodi, 1979).

Tillman et al., (1981) menyatakan bahwa kadar serat tanaman adalah terendah bila tanaman masih sangat muda dan cenderung naik kadar serat

kasarnya bila tanaman makin tua. Pada umumnya, kadar serat kasar tanaman yang

makin tinggi, pencernaannya makin lama dan nilai energi produktifnya makin

rendah.

Hijauan merupakan pakan utama untuk ruminansia sehingga

penyediaannya harus kontinyu. Rumput gajah merupakan rumput yang berasal

dari Afrika tropik dan merupakan rumput potong (Reksohadiprodjo, 1994).

Rumput gajah mengandung protein kasar (PK) 9,72%, lemak kasar (LK) 1,04%,

serat kasar (SK) 27,54%, abu 18,13% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)

43,56% (Lubis, 1992). Penggunaan rumput gajah sebagai pakan tunggal belum

dapat memenuhi kebutuhan protein dan energi untuk ternak berproduksi.

(25)

energi dan mineral, sehingga perlu dilakukan penambahan pakan berupa

konsentrat. Rumput gajah dan konsentrat yang dicampur secara homogen bisa

disebut dengan istilah pakan komplit (complete feed). Pakan komplit merupakan suatu jenis pakan yang terdiri dari hijauan dan konsentrat yang diberikan dalam

imbangan yang memadai (Wahjuni dan Bijanti, 2006).

Tongkol Jagung

Tongkol jagung/ janggel adalah hasil samping yang diperoleh ketika biji

jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk

utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al., 2006). Tongkol jagung ini sangat potensial dikembangkan untuk pakan ternak

ruminansia. Namun hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai

bahan pakan ternak. Hal ini mungkin disebabkan oleh kualitasnya yang relatif

rendah seperti pada hasil samping pertanian lainnya. Tongkol jagung ini

mempunyai kadar protein yang rendah dengan kadar lignin dan selulosa yang

tinggi (Aregheore, 1995). Dengan kandungan sellulosa yang cukup tinggi yang

merupakan komponen serat yang dapat dicerna, maka tongkol jagung dapat

menyediakan energi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen.

Namun karena rendahnya kandungan protein dan tingginya kadar lignin

menyebabkan selulose menjadi tidak tersedia untuk difermentasi di dalam

rumen akibatnya kecernaannya menjadi rendah (kecernaan in vitro nya < 50%) (Brandt, 1986). Oleh karena itu perlu diolah untuk meningkatkan nilai nutrien dan

kecernaannya. Hasil penelitian sebelumnya pengolahan tongkol jagung

menggunakan urea dapat menghasilkan kadar protein sebasar 10% dan kecernaan

(26)

Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil samping industri jagung sangat

bervariasi (terdapat pada Tabel 3). Nilai kecernaan kulit jagung dan tongkol

(60%) ini hampir sama dengan nilai kecernaan rumput gajah sehingga

kedua bahan ini dapat menggantikan rumput gajah sebagai sumber hijauan

(Mcctucheon dan Samples, 2002).

Tabel 3. Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan bahan keringnya

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras

dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil

ikutan penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf (1992)

Sebagai bahan makanan asal nabati, dedak memang hasil samping proses

pengolahan padi menjadi beras. Oleh sebab itu kandungan nutrisinya juga cukup

baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12 %-13 %, kandungan

(27)

Kandungan nilai gizi dalam dedak halus ini dapat dilihat pada Tabel 4

berikut ini.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak halus

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 11,90

TDN 67.00

Serat Kasar 8.50

Lemak Kasar 9.10

Bahan Kering 89,60

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2001).

Bungkil Inti Sawit

Menurut Devendra (1997) bungkil inti sawit adalah hasil samping/ hasil

ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi

atau cara mekanik walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat

kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi

ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.

Silitonga (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi persentase bungkil inti

sawit dalam ransum maka kenaikan berat badan perhari semakin besar, namun

demikian pemberian optimal dari bungkil inti sawit ialah 1,5 % dari berat badan

untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak domba. Batubara et al., (1992) melaporkan bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam konsentrat

(28)

Kandungan nilai gizi dalam bungkil inti sawit ini dapat dilihat pada Tabel

5 di bawah ini.

Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 15,4 a

TDN 81 b

Serat Kasar 16,9 a

Lemak Kasar 2,4 a

Bahan Kering 92,6 a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005). b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi

gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan

karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi sehingga bisa juga dijadikan

pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Disamping

harganya murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya

(Widayati dan Widalestari, 1996).

Molases sebagai hasil ikutan proses pengolahan tebu menjadi gula sangat

palatabel bagi ternak domba. Penyertaan molases dalam campuran dengan bahan

pakan tambahan lain dapat meningkatkan konsumsi pakan tambahan secara

keseluruhan akibat aroma yang ditimbulkannya, maupun terbentuknya ikatan fisik

dintara bahan penyusun pakan tambahan sehingga mengurangi hilangnya pakan

terutama bahan pakan yang bersifat pendebuan. Pemberian molases sebagai bahan

pakan tambahan tunggal atau dalam bentuk campuran dengan bahan pakan lain

meningkatkan laju pertambahan berat badan harian pada domba

(29)

Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 6 yang tertera

dibawah ini.

Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases

Kandungan Zat Kadar Zat (%) Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan FP-USU, Medan (2000).

Urea

Menurut Basir (1990) selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga

dapat dimanfaatkan sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea juga dapat

memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan dan produksi ternak ruminansia.

Menurut Utomo (1991) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam

ransum ternak domba sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum

menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea yang diberikan terlalu

banyak akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.

Garam

Garam diperlukan oleh domba sebagai perangsang menambah nafsu

makan.Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan sekali dalam kelancaran

pekerjaan faali tubuh (Sumoprastowo, 1993).

Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam

bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena

hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor

(30)

Pada umumnya bahan pakan yang digunakan untuk ternak tidak cukup

mengandung Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk

untuk unggas). Hampir semua bahan pakan nabati (termasuk khususnya hijauan

tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan pakan hewani.

Oleh karena itu bahan pakan ruminan (terutama hijauan) maka suplemen Na dan

Cl dalam bentuk garam dapur dapat (hendaknya) dilakukan oleh peternak,

pemberian tersebut dapat ad libitum (Parakkasi, 1995) Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil,

namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan

darah dan pembentukkan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen

enzim yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral

dalam ransum domba dapat mencegah kekurangan mineral didalam makanan

(Setiadi dan Inounu, 1991).

Mineral yang dibutuhkan ternak domba memang relatif sedikit, namun

mineral sangat penting dan diperlukan untuk kesempurnaan pakan yang

dikonsumsi oleh ternak domba. Mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh

ternak domba terbagi dalam 2 kelompok, yakni mineral makro yang terdiri dari

Ca, P, Mg, Na, K dan Cl, serta mineral mikro yang terdiri dari Cu, Mo,Fe dan

lain-lain.Kebutuhan akan mineral makro lebih banyak daripada jumlah kebutuhan

mineral mikro (Murtidjo, 1993).

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa guna memenuhi kebutuhan mineral,

(31)

hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya mengandung (relatif) kurang

mineral (terutama dimusim kemarau) maka umumnya ruminan didaerah tropis

cenderung defisiensi akan mineral.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada domba

ini. Diantaranya adalah sebagai berikut: bangsa hewan, umur, jenis kelamin,

pertumbuhan, kesuburan berkembang biak, laktasi, iklim, ransum, kandungan

mineral tanah, keseimbangan hormonal dan kegiatan faali di dalam tubuh

(Sumoprastowo, 1993).

Secara umum mineral-mineral berfungsi sebagai berikut : 1) Bahan

pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat,

2) Mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh,

3) Memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, 4) Aktivator sistem enzim

tertentu, 5) Komponen dari suatu enzim, dan 6) Mineral mempunyai sifat yang

karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf (Tillman et al., 1981).

Tabel 7. Unsur-unsur mineral yang esensial dan kadarnya dalam tubuh hewan Makro Mikro

Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral dapat dilihat pada Tabel

(32)

Tabel 8. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral

Kandungan Zat Kadar Zat (%)

Kalsium Karbonat 50,00

Phospor 25,00 Mangan 0,35 Iodium 0,20 Kalium 0,10 Cuprum 0,15

Sodium Klorida 23,05

Besi 0,80 Zn 0,20 G 0,15 Sumber : Eka Farma (2014)

Bioaktifator

Starbio

Starbio merupakan serbuk berwarna coklat hasil pengembangan

bioteknologi modern temuan LHM (Lembah Hijau Multifarm) Research Station.

Berisi koloni bakteri yang diisiolasi dari alam, bersifat bersahabat dengan

kehidupan (Probiotik). Kandungan bakteri dalam Starbio antara lain: Azobacter spp., Spirillum lipoferum, Trichoderma polysporeum, Cellulomonas acidula, Bacillus cellulase, Clavaria dendroidie, Streptomyces, Pseudomonas, Fusarium, Bacillus cellulase Disolvens. Starbio bekerja secara enzimatis (menghasilkan enzim) yang berfungsi memecah protein (proteolitik), karbohidrat struktural

(selulolitik, hemiselulolitik, lignolitik), dan lemak (lipolitik) serta dilengkapi

dengan bakteri nitrogen fiksasi non simbiose Starbio dapat digunakan untuk

menguraikan limbah baik limbah rumah tangga, Rumah Potong Hewan, pabrik,

tambak yang sering menimbulkan masalah terhadap pencemaran air.

Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan

(33)

(mikroba probiolitik, selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan aminolitik serta nitrogen

fiksasi non simbiosis) yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada

pakan menjadi bahan organik yang lebih sederhana.

Aspergillus niger

Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan

asam amino yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan (Lehninger, 1991).

Aspergillus niger didalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan

komponen lain yang larut disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain

yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih

dahulu sebelum diserap kedalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosidase, pektinase,

selulase, katalase, dan glukosidase (Hardjo et al., 1989).

Menurut Hardjo, (1989) klasifikasi Aspergillus niger adalah berasal dari genus Aspergillus, famili Euratiaceae, ordo Eutiales, kelas Asomycotina, dan divisi Asmatgmycota.

Aspergillus niger bersifat aerobik sehingga membutuhkan oksigen terhadap pertumbuhan. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya adalah antara

35oC – 37oC. pH optimum antara 5 - 7 dan pH antara 2 - 8,5 kadar air media

antara 65-70%. Ciri-ciri khas Aspergillus niger menurut Fardiaz (1989) antara lain: berupa benang-benang tunggal yang disebut hifa, tidak mempunyai klorofil

(34)

Trichoderma viride

Trichoderma viride adalah salah satu jenis jamur yang bersifat selulolitik karena dapat menghasilkan selulase. Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa

adalah selulase. Produksi selulase secara komersial biasanya menggunakan

kapang atau bakteri. Kapang yang bisa menghasilkan selulase adalah Aspergillus niger, Trichoderma viride dan lain-lain. Bakteri yang bisa menghasilkan selulase adalah Pseudomonas, Cellulomonas, dan Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang dan bakteri yang bisa menghasilkan selulase, yang potensial untuk dikembangkan

dalam pembuatan enzim selulase salah satunya adalah kapang Trichoderma viride. Trichoderma viride adalah kapang berfilamen yang sangat dikenal sebagai organisme selulolitik dan menghasilkan enzim-enzim selullolitik, termasuk enzim

selobiohidrolase, endoglukanase dan ß-glukosidase. Kelebihan dari Trichoderma viride selain menghasilkan enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan

enzim xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini akan semakin mempermudah enzim selulolitik dalam memecah selulosa. Trichoderma viride telah dimanfaatkan untuk mengisolasi xylooligosaccharida dari bronjong sawit (Salina et al., 2008).

Untuk keperluan fermentasi, Trichoderma viride bisa aktivasi dengan menggunakan media air steril, yang dimasukkan ke dalamnya gula pasir (1% dari

volume air), urea (1%) dan NPK (0.5% dari berat air), lalu dilarutkan. Ke dalam

larutan tersebut dimasukkan bibit kapang Trichodermaviride sebanyak 1% dari volume air. Lalu larutan diaerasi menggunakan aerator selama 35-48 jam. Larutan

Trichoderma viride tersebut kemudian dijadikan inokulan dalam fermentasi tongkol jagung. Sebelum difermentasi, sebaiknya tongkol jagung dicacah atau

(35)

difermentasi selama 7 hari, dan kemudian dikeringkan. Melalui teknik

fermentasi, akan dapat meningkatkan kandungan protein dan energi bahan,

sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Trichoderma viride dapat memfermentasi tongkol jagung sebagai pakan alternatif pada musim kemarau

(Rohaeni et al., 2006) dan memfermentasi limbah agroindustri (Prayitno, 2008.).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses biologis yang menghasilkan

komponen-komponen dan jasa sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme

mikrobia. Pengertian fermentasi ini mencakup baik fermentasi aerob maupun

anaerob (Muchtadi et al., 1992).

Fermentasi merupakan proses penguraian unsur-unsur organik kompleks

terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang

dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan

diiringi dengan pembebasan gas (Sarwono, 1996).

Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong

dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat

digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan pada

proses fermentasi akan terurai oleh enzim urease menjadi ammonia dan

karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino

(Fardiaz, 1989).

Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe aerobik dan anaerobik.

Untuk hidup semua organisme membutuhkan sumber energi, energi diperoleh dari

metabolisme bahan pangan dimana berada didalamnya. Bahan baku yang paling

(36)

oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air,

karbon dioksida dan sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh

(Bukcle et al., 1985).

Konsumsi Pakan Ternak Domba

Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah pakan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan ransum, aktivitas

ternak, berat badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat

perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor

ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan

palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi

dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah sehingga kualitas pakan yang

relatif sama maka tingkat konsumsinya juga tidak berbeda (Parakkasi, 1995).

Tingkat Konsumsi dan Kecernaan

Kecernaan pakan didefenisikan dengan cara menghitung bagian zat

makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan

tersebut telah diserap oleh ternak, biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering

dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Selisih antara nutrient yang

dikandung dalam bahan pakan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian

nutrient yang dicerna (Anggorodi, 1979).

Tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas pakan,

(37)

oleh tingkat kecernaan zat-zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat

makanan tersebut tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan

dikeluarkan melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat

hubungannya dengan jumlah mikroba rumen (Tomaszewska, et al., 1993).

Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan

palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi

dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah (Parakkasi, 1995).

Kecernaan Protein Kasar

Protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi

sebagai tambahannya, semua protein mengandung nitrogen. Hampir 50% dari

berat kering suatu sel hewan adalah protein (Tillman et al., 1991).

Kecernaan Serat Kasar

Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang sebagian

besar tidak dapat dicerna unggas dan bersifat sebagai pengganjal atau bulky. Serat

kasar dapat membantu gerak peristaltik usus, mencegah penggumpalan ransum

dan mempercepat laju digesta (Anggorodi,1985). Kadar SK yang terlalu tinggi,

pencernaan nutrien akan semakin lama dan nilai energy produktifnya semakin

(38)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program

Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Berlangsung selama 3 bulan mulai bulan Juli sampai September 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor. Bahan pakan yang

diberikan terdiri atas : tongkol jagung dan bioaktifator sebagai fermentor serta

konsentrat terdiri atas: dedak halus, bungkil kedelai, ultra mineral dan garam.

Bahan pakan difermentasikan dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride. Obat-obatan seperti obat cacing (Kalbazen), anti bloat untuk obat kembung, air minum, desinfektan (Rodalon) dan obat tradisional.

Alat

Kandang terdiri atas kandang individu 20 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m2

beserta perlengkapannya, ember sebanyak 20 buah sebagai tempat pakan dan 20

buah tempat minum, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 150

kg dengan kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g

untuk menimbang pakan, terpal plastik untuk mencampur dan menjemur bahan

pakan/konsentrat, goni plastik sebagai tempat pakan, alat penerangan, grinder

(39)

alat tulis untuk mencatat data selama penelitian, alat pembersih kandang dan

termometer untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara

experimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5

perlakuan dan 4 ulangan.

Adapun perlakuan yang diberikan adalah :

P0 : Tongkol jagung fermentasi tanpa bioaktifator (kontrol)

P1 : Tongkol jagung fermentasi dengan Starbio 0,5%

P2 : Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,5% P3 : Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride 0,5%

P4 :Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,25% dan Trichoderma viride 0,25%

Dengan ulangan yang didapat berasal dari rumus :

T (n-1) ≥ 15

5 (n-1) ≥ 15

5n - 5 ≥ 15

5n ≥ 20

n ≥ 4

Setiap percobaan diulang sebanyak lima kali, dengan demikian terdapat

(40)

Susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut:

Model Matematik RAL adalah sebagai berikut:

Yij = µ + σi + εij

Dimana :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j

i = 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan)

j = 1, 2, 3, 4 (ulangan)

µ = nilai tengah umum σi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Pakan yang digunakan merupakan fermentasi tongkol jagung dengan

bioaktifator, konsentrat berupa dedak halus, bungkil kedelai, ultra mineral, garam

dan molasses.

Adapun susunan ransum komplit dan kandungan beberapa nutrisi dalam

ransum yang disusun dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :

Tabel 9. Susunan Ransum Komplit

Bahan pakan Perlakuan (%)

P0 P1 P2 P3 P4

Tongkol jagung tanpa perlakuan (kontrol) 50 0 0 0 0

Tongkol jagung + Starbio 0 50 0 0 0

Tongkol jagung + Aspegillus niger 0 0 50 0 0

Tongkol jagung +Trichoderma viride 0 0 0 50 0

Tongkol jagung + Aspergillus niger dan

Trichoderma viride

0 0 0 0 50

(41)

Dedak padi 9 9 9 9 9

Molases 6 6 6 6 6

Urea 3 3 3 3 3

Garam 1 1 1 1 1

Ultra mineral 1 1 1 1 1

Jenis nutrisi Kandungan nutrisi (%)

Protein Kasar (PK) 15,7 17,2 16,4 16,3 17,3

Serat Kasar (SK) 23,8 17,1 17,6 17,9 17

TDN 61,5

Analisis Data

Semua data pada peubah yang diamati yang meliputi serat kasar dan

protein kasar akan dihitung berdasarkan rancangan percobaan dengan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial. Apabila diantara

perlakuan terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata, maka akan dilanjutkan

dengan menggunakan Uji Ortogonal Kontras yang dikemukakan Hanafiah (2002).

Dari 5 perlakuan dapat disusun 4 pembandingan linier ortogonal kontras

sebagai berikut:

Perlakuan Keterangan

P0 vs P1P2P3P4 Ransum tongkol jagung tanpa fermentasi dibandingkan dengan ransum tongkol jagung fermentasi Starbio,

Aspergillus niger, Trichoderma viride dan gabungan

Aspergillus niger dengan Trichoderma viride

P1 vs P2P3P4 Ransum tongkol jagung fermentasi Starbio

dibandingkan dengan ransum tongkol jagung

Aspergillus niger, Trichoderma viride dan gabungan

Aspergillus niger dengan Trichoderma viride

P2 vs P3P4 Ransum tongkol jagung fermentasi Aspergillus niger dibandingkan dengan ransum tongkol jagung

Trichoderma viride dan gabungan Aspergillus niger

dengan Trichoderma viride

P3 vs P4 Ransum tongkol jagung fermentasi Trichoderma viride

dibandingkan dengan ransum tongkol jagung gabungan

Aspergillus niger dengan Trichoderma viride

(42)

a. Kecernaan Serat Kasar (KcSK)

Kecernaan serat kasar dapat diukur dengan menghitung berdasarkan

rumus:

KcSK = SK konsumsi – SK feses x 100%

SK konsumsi

Konsumsi dari pengeluaran feses (SK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran

selama periode koleksi yaitu satu minggu.

b. Kecernaan Protein Kasar (KcPK)

Kecernaan protein kasar dapat diukur dengan menghitung berdasarkan

rumus:

KcPK = PK konsumsi – PK feses x 100%

PK konsumsi

Konsumsi dan pengeluaran feses (PK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran

selama periode koleksi yaitu selama satu minggu.

Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan Kandang

Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan

penyemprotan dengan Rodalon (dosis 10 ml/2,5 liter air) pada lantai dan dinding

kandang sebelum proses pemeliharaan.

b. Persiapan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor yang

terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan, tiap percobaan terdapat 1 ekor domba.

Penempatan domba dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan

bobot badan domba.

(43)

- Fermentasi Tongkol Jagung

Sebelum difermentasi, tongkol jagung di jemur lalu digrinder untuk

memperkecil partikelnya. Tepung tongkol jagung di siram dengan air yang

telah dilarutkan Bioaktifator hingga merata dengan kelembaban 60%.

Selanjutnya perlakuan difermentasi selama 10 hari di dalam karung goni

terbuka, kemudian dikeringkan (lampiran 2)

- Pembuatan Pakan Komplit (Complete Feed)

Semua bahan pakan penyusun pakan ditimbang berdasarkan persentasinya.

Bahan pakan tersebut diaduk secara merata bersama dengan tongkol

jagung yang telah difermentasi secara merata. Pakan dimasukkan kdalam

karung goni yang telah dilapisi plastik PPC. Setelah karung terisi penuh

dan padat lalu ikat dengan tali rapiah. Karung hanya dibuka ketika akan

memberikan pakan ke ternak agar pakan tidak rusak dan bertahan lama

(lampiran 3)

d. Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah pakan komplit berbentuk tepung tongkol

jagung fermentasi sesuai dengan perlakuan:

P0= Tongkol jagung fermentasi tanpa bioaktifator (kontrol)

P1= Tongkol jagung fermentasi dengan Starbio 0,5%

P2= Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,5% P3= Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride 0,5% P4= Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,25% dan

(44)

Pakan diberikan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB dan pada sore

hari pukul 16.00 WIB. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi hari keesokan

harinya sesaat sebelum ternak diberi makan kembali untuk mengetahui konsumsi

ternak tersebut. Sebelum dilaksanakan penelitian diberikan waktu untuk

beradaptasi selama 10 hari sedikit demi sedikit. Pemberian air minum diberikan

secara ad libitum, air diganti setiap harinya dan tempat minum dicuci bersih.

e. Pemberian Obat-obatan

Sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu domba diberikan obat

cacing Kalbazen dengan dosis 1 tablet/50 berat badan untuk menghilangkan

parasit dalam saluran pencernaan.Sedangkan obat-obatan lain diberikan

berdasarkan kebutuhan bila ternak sakit.

f. Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada kecernaan pakan

ini adalah metode total collection netral sesuai petunjuk Harris (1970), yaitu dengan menggunakan koleksi total feses dalam satu hari (24 jam). Cara

mengkoleksi feses tersebut adalah :

- Feses diambil setiap pagi hari pada tiap ekor domba yang menjadi perlakuan,

kemudian di timbang berat totalnya

- Feses diaduk merata, kemudian diambil sampel 100 gram untuk kemudian

dimasukkan oven 60o C untuk analisa SK kemudian dikomposit sampai

(45)

- Selanjutnya diambil sampel untuk dianalisa kandungan serat kasar (SK) dan

protein kasar (PK)

Pengambilan data dilakukan pada dua minggu sebelum berakhirnya

penelitian. Adapun parameter kecernaan pakan yang akan diamati dalam

penelitian ini meliputi: kecernaan serat kasar dan kecernaan protein kasar.

a. Persentase kecernaan serat kasar dihitung dengan cara serat kasar konsumsi

dikurangi dengan serat kasar feses dibagi dengan serat kasar konsumsi setelah

itu dikalikan 100%.

b. Persentase kecernaan protein kasar dihitung dengan cara protein kasar

konsumsi dikurangi dengan protein kasar feses dibagi dengan protein kasar

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan Protein Kasar

Kecernaan merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan dalam

feses (Tillman et al., 1998). Kecernaan protein kasar dihitung dengan cara protein kasar konsumsi dikurangi protein kasar feses dibagi protein kasar konsumsi

dikalikan seratus persen. Data kecernaan protein kasar domba disajikan sebagai

berikut :

Grafik 1. Rataan kecernaan protein kasar (%)

Grafik 1 terlihat bahwa rataan kecernaan protein kasar yang tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 70.56% sedangkan yang terendah pada

perlakuan P0 yaitu sebesar 65.18%. Analisa keragaman kecernaan protein

menunjukkan bahwa pemberian ransum tongkol jagung fermentasi memberikan

pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap kecernaan protein kasar feses

domba dengan berbagai jenis fermentasi dimana hal ini disebabkan oleh pakan

(47)

memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, sehingga dapat meningkatkan daya

cerna pakan itu sendiri dan yang mempengaruhi daya cerna tersebut adalah

komposisi pakan (Lampiran 2). Untuk mengetahui pengaruh tongkol jagung

fermentasi Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride terhadap kecernaan protein kasar pada domba setiap perlakuan maka dilakukan uji ortogonal kontras

yang dapat di lihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan protein kasar selama penelitian

Tabel 10 menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar pada perlakuan P0

(ransum tongkol jagung tanpa difermentasi) nyata lebih rendah (P<0.01)

dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, P3, P4 yaitu ransum tongkol jagung yang

difermentasi dengan Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride. Hal ini memberikan indikasi bahwa bioaktifator tersebut mengandung mikroba proteolitik yang akan

menghasilkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipetida

yang selanjutnya menjadi peptide sederhana. Hasil penelitian menggambarkan

bahwa komposisi protein tongkol jagung yang telah difermentasi dengan

(48)

Uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar pada

perlakuan P1 memberikan pengaruh yang sangat nyata lebih tinggi (P<0.01)

dibandingkan perlakuan P2, P3 dan P4. Uji tersebut juga menunjukkan bahwa

perlakuan P1 ransum tongkol jagung dengan fermentasi menggunakan Starbio

lebih baik dibandingkan perlakuan P2, P3, dan P4 yang difermentasi menggunakan

Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan

Trichoderma viride. Hal ini dikarenakan probiotik Starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probilitik, selulotik, lignolitik, lipolitik dan aminolitik

serat nitrogen fiksasi nin simbiosis) berbeda dengan Aspergillus niger dan

Trichoderma viride yang hanya merupakan kapang. Hasil analisa laboratorium menunjukkan perlakuan P1 memiliki nilai protein kasar yang lebih tinggi

dibandingkan dengan P2, P3 dan P4. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (2005) bahwa kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein dalam pakan. Pakan yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai

kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein

tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang

masuk dalam saluran pencernaan.

Hasil penelitian diperoleh bahwa kecernaan protein kasar pada perlakuan

P2 ransum tongkol jagung dengan fermentasi 0,5% Aspergillus niger tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P3,P4 yaitu

fermentasi tongkol jagung dengan Trichoderma viride dan tongkol jagung fermentasi 0,25% Aspergillus niger dan 0,25% Trichoderma viride. Demikian halnya juga dengan perlakuan P3 juga memberikan pengaruh yang tidak nyata

(49)

dan 0,25% Trichoderma viride . Hal ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang sama dalam proses fermentasi, sehingga mikroba bekerja dalam kondisi

yang sama pula.

Kecenaan Serat Kasar

Kecernaan serat kasar pakan pada domba lokal jantan dihitung dengan

cara serat kasar dari konsumsi dikurangi serat kasar feses dibagi serat kasar

konsumsi dikalikan seratus persen.

Grafik 2. Rataan kecernaan serat kasar pada domba (%)

Berdasarkan Grafik 2 dapat dilihat rataan kecernaan serat kasar feses

domba jantan lokal sebesar 43,52%. Rataan kecernaan serat kasar feses pada

domba tertinggi diperoleh dari perlakuan P2 sebesar 44,32% dan kecernaan serat

kasar feses terendah diperoleh dari perlakuan P0 yaitu sebesar 39,64%. Menurut

Sutardi (1980) nilai kecernaan suatu serat kasar dari suatu pakan dapat

(50)

Pengaruh pemanfaatan tongkol jagung dengan bioaktifator Starbio, Aspergillus niger dan Trichoderma viride dalam pakan terhadap kecernaan feses domba selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman. Analisa keragaman

kecernaan serat kasar menunjukkan bahwa pemberian tongkol jagung fermentasi

Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap kecernaan serat kasar domba (Lampiran 4). Untuk

mengetahui pengaruh tongkol jagung fermentasi Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride terhadap kecernaan serat kasar pada domba setiap perlakuan maka dilakukan uji ortogonal kontras yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan serat kasar selama penelitian

Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada

perlakuan P0 (ransum tongkol jagung tanpa difermentasi) memberikan pengaruh

yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, P3 dan

P4 yaitu pakan tongkol jagung yang difermentasi dengan Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride. Hal ini disebabkan perlakuan P0 pakan tongkol jagung tanpa fermentasi memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi sebesar 36% dibandingkan

dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yang difermentasi dengan Starbio yang

(51)

Trichoderma viride 24,1% dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride 22,3%. Penurunan serat kasar ini membuktikan adanya mikroba yang bekerja dalam proses fermentasi dalam menurunkan serat kasar karena sifat

mikroba yang mampu mendegradasi serat kasar. Kadar serat kasar pakan yang

lebih rendah diharapkan akan menghasilkan kecernaaan yang lebih tinggi.

Menurut Despal (2000) serat kasar memiliki hubungan yang negatif dengan

kecernaan. Semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan ransum.

Uji kontras ortogonal menunnjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada

perlakuan P1 ransum tongkol jagung fermentasi Starbio 0,5% memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan

P2,P3 dan P4. Hal ini menunjukkan hasil bahwa daya cerna domba terhadap serat

kasar pakan tongkol jagung fermentasi dengan Starbio sama halnya dengan daya

cerna tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride. Ini dikarenakan pakan yang diberikan berupa pakan komplit yaitu pakan yang sudah disusun

sesuai dengan kebutuhan ternak. Pakan perlakuan P1, P2, P3 dan P4 merupakan

pakan dengan perlakuan tongkol jagung yang difermentasi terlebih dahulu

sebelum diberikan kepada ternak domba. Dengan demikian mikroba dalam rumen

akan bekerja dalam kondisi yang sama sehingga kecernaannya tidak berpengaruh

nyata.

Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada

perlakuan P2 dibandingkan P3 dan P4 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

kecernaan serat kasar. Kecernaan terhadap serat kasar yang tidak berbeda nyata

(52)

mikroorganisme dalam rumen domba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maynard

et al (2005) bahwa daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan aktivitas

mikroorganisme.

Uji kontras ortogonal juga menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada

perlakuan P3 tidak nyata lebih tinggi (P>0,05) dari perlakuan P4. Hasil penelitian

menunjukkan rata-rata kecernaan P3 sebesar 44,07% dan P4 45,88%. Hal ini

didukung oleh pendapat Tilman et al. (2005) yang menyatakan bahwa kecernaan serat kasar tergantung pada kandungan serat kasar dalm ransum dan jumlah serat

kasar yang dikonsumsi. Kadar serat kasar terlalu tinggi dapat mengganggu

pencernaan zat lain.

Rekapitulasi Penelitian

Rekapitulasi hasil penelitian dari pemanfaatan tongkol jagung dengan

fermentasi bioaktifator Starbio, Aspergillus niger, dan Trichoderma viride terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar pada domba jantan lokal lepas

sapih dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 12. Rekapitulasi hasil penelitian dari pemanfaatan tongkol jagung dengan fermentasi bioaktifator Starbio, Aspergillus niger, dan Trichoderma

viride terhadap kecernaan serat kasar dan protein kasar pada domba jantan lokal lepas sapih

Perlakuan Peubah yang diamati (%)

Kecernaan protein kasar Kecernaan serat kasar

(53)

Rekapitulasi hasil penelitian diperoleh bahwa kecernaan protein kasar

tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (fermentasi tongkol jagung dengan starbio)

dengan nilai 70.56% dan kecernaan protein terendah terdapat pada perlakuan P0

(tongkol jagung tanpa fermentasi) dengan nilai 65.18% dan kecernaan serat kasar

tertinggi terdapat pada perlakuan terdapat padda perlakuan P4 (fermentasi tongkol

jagung gabungan Aspergillus niger dan Trichoderma viride) dengan nilai 45.88% dan kecernaan serat kasar terendah terdapat pada perlakuan P0 (tongkol jagung

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan tongkol jagung yang difermentasi dengan bioaktifator

(Starbio, Aspergillus niger, Trichoderma viride dan gabungan Aspergillus niger dan Trichoderma viride) memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dibandingkan dengan tongkol jagung tanpa fermentasi dalam meningkatkan

kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar. Bioaktifator Starbio

memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dalam meningkatkan kecernaan

protein kasar tetapi untuk kecernaan serat kasar tidak memberikan pengaruh yang

berbeda nyata dibandingkan dengan bioaktifator lainnya.

Saran

Disarankan bagi peternak yang menggunakan tongkol jagung sebagai

bahan penyusun pakan ternak untuk melakukan fermentasi terlebih dahulu dengan

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Aregheore, E.M .1995.Effect of sex on growth rate, voluntary feed intake and nu rie : digestibility of West African Dwarf goats fed crop residue rations Small Ru i an: Research 15: 217-221.

Basir, H.J.1990. Penggunaan Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak, Laporan Penelitian Jurusan Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

Batubara, L. P., Sianipar, J., Elieser, S., Karo-karo, S dan Barus, P. 1992. Pemanfaatan Aroindustri by Product/Waste sebagai Pakan Ternak. Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Sumatera Utara.

Batubara, L. P., Boer, M dan Elieser, S. 1993. Pemberian BIS/Molases degan/tanpa Mineral dalam Ransum Kerbau. Jurnal Penelitian Pternakan Sungai Putih. Vol 1 Nomor 3 Hal 11.

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1985. Ilmu Peternakan. Terjemahan: B. Srigandono.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Brandt, Jr. R. L, 1986. Evaluation of Alfalfa-Corn Cob Associative Action. I. Interactions between Alfalfa Hay and Ruminal Escape Protein on Growth of Lambs and Steers, J Anim Sci 63894-901.

Buckle, K.A., R.A. Edward. C.H. Fleet., M. Watsoon., 1985. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adinio. Universitas Indonesia, Jakarta.

Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius, Yogyakarta.

Cole, V.G. 1982. Beef Catle Production Guide, Mc Arthur Press, Pramata, New South Wales.

Devendra, C. 1997. Utilizationof Feeding Stuff for Livestock in South East Asia. Malaysia Agricultural Research and Development Institute, Serdang Malaysia.

Ensminger. 1991. Animal Science. The Interstate Printers and Publishers, Inc., NewYork, United State of Amerika.Johnston, R. G. 1983. Introduction To Sheep Farming. Granada Publishing Ltd.Great Britain.

(56)

Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

Hardjo, S, N.S. Indrasti dan B. Tajuddin, 1989. Biokenveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Johnston, R. G. 1983. Introduction To Sheep Farming. Granada Publishing Ltd.Great Britain.

Lehninger, W. W., 1991. Dasar-Dasar Biokimia 1. Erlangga, Jakarta.

Lubis, L.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.

Maynard, L.A. Loosil, J.K. Hintz, H.F and Warner, R.G. , 2005. Animal Nutrition. (7th Edition) McGraw-Hill Book Company. New York, USA. Mccutcheon, J. and D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues.Extension Fact Sheet Ohio State University Extension.US.ANR10-02.

Muchtadi, D., S. D. Nurhaeni, dan M. Astawan. 1992. Bahan Kuliah. Enzim Dalam Industri Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti. PAU Pangan dan Gizi.IPB. Bogor.

Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.

NRC. 1985. Nutriend Requirement of Sheep. National Academy of Science, Washington DC.

Parakkasi, A. 1995.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.UI-Press, Jakarta.

Piao, X.S., I.K. Han, J.H. kim, W.T. cho, Y.H. Kim and C. Liang. 1999. Effects of Kemzyme, Phytase and Yeast.

Prayitno, C.H. 2008. Suplementasi Mikromineral pada Limbah Agroindustri yang Difermentasi Trichoderma viride yang Ditinjau dari Konsentrasi VFA dan N-NH3 secra in vitro. Prosiding seminar nasional peternakan dan Veteriner.

Bogor, 11 – 12 Nopember 2008. Puslitbang peternakan, bogor. Hlm. 761 – 767.

Preston, R.L. 2006. Feed Composition Tables. http://beefmag.

com/mag/beef_feed_composition. (20 Juli 2007). ROHAENI, E.S., N. AMALI dan A. SUBHAN. 2006a. Janggel jagung fermentasi sebagai pakan alternatif untuk ternak sapi pada musim kemarau.Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung – Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 193 – 196.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba
Tabel 3. Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan bahan keringnya
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak halus
Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Posisi cadangan devisa saat ini menurut Bank Indonesia (BI), masih setara dengan 6,7 bulan pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri Indonesia, di atas standar

Primer yang akan digunakan untuk mendeteksi SNP rs12255372 dari gen TCF7L2 dengan metode ARMS-PCR dikonstruksi menggunakan piranti lunak komputer &#34;primer

(FILM) membentuk perusahaan patungan (joint venture/ JV) dengan dua perusahaan multinasional untuk memproduksi film.. Nilai investasi untuk memben- tuk perusahan patungan

Untuk kriteria Minat, Paskibraka menjadi pemenang dari pemilihan Ekstrakurikuler untuk Siswa Sekolah Menengah Kejuruan, hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan yang

Alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan desain cetakan dan kemasan gula kelapa, diantaranya mendesain cetakan dari alumunium dengan bentuk

Usaha yang dilakukan oleh pengusaha laundry di Kecamatan Tampan Pekanbaru untuk meningkatkan usaha mikro kecil dan menengah merupakan usaha yang baik dan sejalan

Jadi konsep diri guru yang positif dan kepribadian mereka yang baik, dapat memindahkan bukan hanya penampilan di kelas saja sebagai guru yang mempunyai kepercayaan diri, tidak