• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PROBIOTIK LOKAL TERHADAP KECERNAAN SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR TONGKOL JAGUNG INVITRO ABSTRACT ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN PROBIOTIK LOKAL TERHADAP KECERNAAN SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR TONGKOL JAGUNG INVITRO ABSTRACT ABSTRAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

344 PENGGUNAAN PROBIOTIK LOKAL TERHADAP KECERNAAN SERAT KASAR

DAN PROTEIN KASAR TONGKOL JAGUNG INVITRO

(Utilization of Local Probiotics on Crude Fiber and Crude Proteins Digestibility of Corn Cobs in Vitro)

Nevy Diana Hanafi1, Ma’ruf Tafsin1, dan Wulandari2

1. Staf Pengajar Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2. Mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas SumateraUtara

ABSTRACT

This study aims to assess the ability of local probiotic to increase the digestibility of crude fiber (CFD) and crude protein (CPD) of corn cob in vitro. The design used in this study was a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 replications. Treatments consists of R0=Corn cob without treatment (control); R1=Corn cob + Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisiae; R2=R1+Bacterial isolates rumen from buffalo; R3=Bacterial isolates rumen from addaptive sheep. The results showed the CFD (%) for treatments R0, R1, R2, R3 were 60.29; 68.56; 76.76; and R3 76.38 respectively, while for CPD (%) were 57.68; 62.35; 76.38; and 77.58 respectively. Analysis of variance showed the fermentation with local probiotic significantly (P<0.05) increased digestibility of crude protein and crude fiber in vitro. The utilization of local probiotic (R1, R2, R3) showed higher digestibility than R0, while R2 and R3 showed the best results compared with other treatments. It is concluded that the utilization Aspergillus niger and Saccharomycess cerevisiae and rumen bacterial isolates buffalo / sheep showed increase digestibility of corn cob.

Key words: Corn Cobs, Local Probiotic, Rumen, Digestibility, In vitro

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan probiotik lokal dalam meningkatkan kecernaan serat kasar dan kecernaan protein kasar tongkol jagung in vitro. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari R0=Tongkol jagung tanpa perlakuan (kontrol); R1=Tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan

Saccharomyces cerevisiae; R2=R1 + isolat bakteri rumen kerbau; R3=R1 + isolat bakteri rumen domba adaptif.

Hasil penelitian menunjukkan rataan kecernaan serat kasar (%) pada perlakuan R0, R1, R2, R3 berturut-turut = 60.29; 68.56; 76.76; dan R3 76.38, sedangkan kecernaan protein kasar (%) 56.12; 62.60; 71.66; dan 73.26. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fermentasi dengan probiotik local nyata (P <0.05) meningkatkan kecernaan serat kasar dan kecernaan protein kasar in vitro. Penggunaan probiotik lokal (R1, R2, R3) menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding R0, sedangkan R2 dan R3 menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan penggunaan probiotik lokal seperti Aspergillus niger dan Saccharomicess cerevisiae ditambah isolat bakteri rumen kebau/domba menunjukan kecernaan yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Kata kunci : Tongkol jagung, Probiotik lokal, Rumen, Kecernaan, In vitro

PENDAHULUAN

Pemanfaatan tongkol jagung salah satunya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Penggunaan tongkol jagung sebagai pakan ternak ruminansia seperti domba pada masyarakat masih terbatas. Salah satu kendala yang muncul adalah nilai manfaat dari tongkol jagung sebagai pakan masih rendah. Tongkol jagung banyak mengandung serat kasar yang tersusun atas senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose (lignoselulose), dan yang potensial

(2)

345 sebagai sumber serat untuk ternak ruminansia seperti domba. Penggunaan sumber serat sekarang ini masih mengandalkan rumput yang ketersediaannya sekarang ini semakin bermasalah karena keterbatasan lahan yang ada dan persaingan dengan ternak ruminansia lainnya.

Peningkatan nilai nutrisi tongkol jagung sebagai sumber pakan menjadi dasar penting untuk pemanfaatannnya sebagai ransum komplit untuk domba. Peranan bioteknologi diperlukan mengatasi masalah tersebut dengan memanfaatkan beberapa sumber mikroba lokal. Sumber mikroba lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber probiotik dan dapat dikombinasikan dengan cara melakukan biokonversi secara aerobik dalam mengatasi permasalahan keterbatasan suatu bahan pakan. Beberapa mikroba seperti dari kapang Aspergillus niger, ragi Saccharomyces cerevisae diketahui mempunyai potensi besar untuk meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan maupun meningkatkan aktivitas kinerja mikroba rumen. Chen et al., (2004) melaporkan bahwa mikroorganisme yang bisa dijadikan probiotik adalah khamir dan jamur. Spesies khamir yang digunakan sebagai probiotik adalah Saccharomyces cereviseae dan Candida pentolopesii, sedangkan spesies jamur yang digunakan sebagai probiotik adalah Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae. Sumber lain yang dapat digunakan adalah jenis bakteri yang berasal dari ternak ruminansia yang dapat diisolasi dari rumen maupun feses.

Penelitian ini mencoba mengkaji penggunaan kombinasi mikroba lokal sebagai probiotik untuk ternak domba. Jenis mikroba yang digunakan adalah kapang, ragi, dan isolat bakteri pendegradasi serat yang diisolasi dari ternak kerbau dan domba. Penggunaan teknis probiotik campuran pada penelitian ini didasarkan kepada pemikiran yang terjadi secara alamiah pada ekosistem rumen yaitu terjadinya interaksi dalam proses pencernaan dari kelompok kapang dan bakteri untuk memanfaatkan sumber serat dan menggunakan isolat bakteri rumen kerbau dan bakteri rumen asal domba yang adaptif.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan mulai bulan Juli sampai September 2014.

(3)

346 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung dan bioaktivator sebagai fermentor. Bahan pakan difermentasikan dengan Aspergillus niger, Saccharomyces, molases dan urea.

Alat

Alat yang digunakan antara lain, autoclave untuk mensterilkan alat dan bahan, inkubator untuk menyimpan hasil penanaman mikroba, timbangan untuk menimbang bahan yang akan digunakan, tabung reaksi sebagai wadah untuk mereaksikan dua/lebih larutan dan sebagai wadah pengembangan mikroba, cawan petri sebagai wadah penyimpanan dan pembuatan kultur media, alumunium foil sebagai penutup erlenmeyer/tabung reaksi, plastik wrap untuk menutup wadah yang sudah berisi media, mikropipet untuk memindahkan cairan yang bervolume cukup kecil, rak tabung reaksi untuk tempat penyimpanan tabung reaksi, bunsen untuk mensterilkan alat-alat dan memanaskan medium, dan alat tulis untuk mencatat data selama penelitian.

Metode Penelitian

Tahap I. Fermentasi Tongkol Jagung

Sebanyak 20 gram tongkol jagung yang telah dihaluskan dimasukkan ke 15 buah tabung (masing-masing 20 gr setiap tabungnya). Siapkan aquadest sebanyak 400 ml yang telah di autoclave. Lalu pindahkan Aspergillus niger yang telah diremajakan ke dalam aquadest tadi, setelah itu siapkan 4 gr molases 4 gram urea dan 2 gr Saccharomyces. Lalu masukkan molases, urea dan Saccharomices tersebut ke aquadest 400ml tadi setelah itu homogenkan. Setelah homogen masukkan masing-masing 10ml larutan molases, urea, Saccharomyces dan Aspergillus niger ke dalam masing-masing tabung tongkol jagung (R1, R2, R3 kecuali R0). Setelah itu masukkan 5 ml isolat rumen domba (R21, R22, R23, R24) dan 5 ml rumen kerbau (R31, R32, R33, R34), tutup dengan aluminium foil lalu simpan di tempat yang jauh dari cahaya selama 6 hari (Tillman et al, 1991).

Tahap II. Isolasi Bakteri a. Persiapan Mikroba Lokal

Beberapa mikroba seperti dari kapang Aspergillus niger, ragi Saccharomyces cerevisae diketahui mempunyai potensi besar untuk meningkatkan nilai nutrisi bahanpakan maupun meningkatkan aktivitas kinerja mikroba rumen.

(4)

347 b. Pengkajian Isolasi

 Isolasi di Media Bakteri Pengembangbiakan

ini menggunakan nutrient agar yang dilakukan dengan menumbuhkan bakteri dari sumber isolat bakteri rumen kerbau dan isolat bakteri rumen asal domba yang adaptif dalam media yang mengandung nutrisi. Dalam mempelajari sifat pertumbuhan dari masing-masing jenis mikroorganisme, maka mikroorganisme tersebut harus dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga didapatkan kultur murni yang disebut isolat. Kultur murni merupakan suatu biakan yang terdiri dari sel-sel dari satu spesies atau satu galur mikroorganisme. Kultur murni diperoleh dengan cara isolasi menggunakan metode tuang maupun gores.

 Isolasi pada Media Selektif

- Deskripsi isolat mengenai warna, diameter koloni, zona difusi, dan zona jernih. Pengembangbiakan ini menggunakan tongkol jagung dengan penambahan mineral (Plata et al, 1994).

Tahap III. Kecernaan In vitro

Proses in vitro pada percobaan ini dilakukan dua tahap, yaitu :  Tahap proses pencernaan fermentatif

- Sampel sebanyak 1 gram (BK) dimasukkan kedalam tabung. Lalu ditambah 40 ml larutan penyangga Mc Dougall dan 10 ml cairan rumen ke dalam tabung tersebut. Kemudian ditutup dengan karet.

- Kondisi an aerob dibuat dengan jalan mengalirkan gas CO2.

- Dilakukan inkubasi selama 48 jam pada suhu 39oC dalam inkubator.

- Fermentasi dihentikan dengan menambahkan HgCl2 jenuh untuk membunuh

mikroba.

 Tahap proses pencernaan secara hidrolisis

- Masukkan 50 ml larutan pepsin 0,2 % dalam 0,1 % HCl ke dalam botol percobaan.

- Kemudian diinkubasi kembali (aerob) pada suhu 39oC selama 48 jam.

- Kemudian disentrifuge 4.000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan supernatan dari endapan.

- Sisa dari sampel yang tidak dicerna dipisahkan dengan penyaringan larutan dengan menggunakan kertas Whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum.

(5)

348 - Sisa penyaringan tadi di ovenkan pada suhu 105oC selama 12 jam

(Jhonson, 1996).

Tahap IV. Pengukuran Serat Kasar dan Protein Kasar a. Pengukuran Serat Kasar

Sebanyak 2 gram sampel tongkol jagung fermentasi dimasukan kebeaker glassyang telah ditambahkan 150 ml H₂SO₄1,25 % dan direbus selama 30 menit, setelah itu sampel disaring dan dicuci dengan air panas 100 ml dan dimasukkan sampel ke beaker glass yang telah ditambahkan 150 ml NaOH 1,25% dan direbus selama 30 menit lagi. Lalu biarkan sampel mengering di kertas saring dan masukkan kecawan porselin lalu oven 105oC selama 12 jam dan desikator 1 jam lalu ditanur 600oC selama 8 jam, kemudian sampel ditimbang dan dihitung kandungan serat kasarnya dengan rumus:

%SK = (Berat C + S stlh oven) – (Berat C + S stlh tanur) x 100 % Berat Sampel Keterangan : SK = Serat Kasar C = Cawan Porselin S = Sampel bahan (AOAC, 1995).

b. Pengukuran Protein Kasar

Di timbang sampel sebanyak 2 gram masukkan ke tabung reaksi lalu tambahkan 1 gr Selenium, 2,5 mlH₂SO₄dan 3 tetes H2O2. Lalu lakukan tahap pengenceran, destilasi, dan

titrasi. Kemudian dihitung kadar proteinnya dengan rumus : Kadar Protein % = % N x faktor konversi (6,25) (AOAC, 1995).

Parameter yang Diamati

a. Kecernaan Serat Kasar

Kecernaan serat kasar hasil in vitro didapat dengan menggunakan rumus: Kecernaan SK= SK sampel – (SK residu – SK residu blanko) x 100%

SK sampel (Tillman et al., 1991).

(6)

349 b. Kecernaan Protein Kasar

Pengukuran kecernaan protein kasar dilakukan dengan cara sampel yang telah dititrasi selanjutnya dilakukan pengenceran. Kecernaan protein kasar hasil in vitro didapat dengan menggunakan rumus:

Kecernaan PK= PK sampel – (PK residu – PK residu blanko) x 100% PK sampel

(Wahyu, 1997).

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 4 ulangan. Model rancangan acak lengkap yang digunakan adalah :

Yij = µ + τ + ε Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j µ = Nilai rata-rata (mean) harapan

τ = Pengaruh faktor perlakuan ε = Pengaruh galat

Adapun perlakuan yang diberikan yaitu: R0 = Tongkol jagung tanpa perlakuan (kontrol)

R1= Tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger, Saccharomyces R2= R1 + Isolat bakteri rumen kerbau

R3= R1+ Isolat bakteri rumen asal domba yang adaptif

Pada perlakuan R1 menjelaskan bahwa tongkol jagung yang ditambahkan dengan Aspergillus Niger dan kemudian ditambahkan lagi dengan aquadest sampai tingkat kadar airnya mencapai 60%. Lalu pada perlakuan R3 menjelaskan R1 dengan penambahan isolat bakteri rumen asal domba yang adaptif artinya ternak domba yang telah diberi pakan tongkol jagung fermentasi Aspergillus Niger selama 2 bulan.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova), apabila diantara perlakuan terdapat pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BNJD) yang dikemukakan Hanafiah (2002).

(7)

350 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan serat kasar in vitro merupakan suatu prosedur yang mencoba meniru proses kecernaan yang terjadi dalam tubuh ternak tetapi dilakukan di luar tubuh ternak untuk melihat nilai kecernaan serat kasarnya. Prosedur ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama adalah pencernaan yang dilakukan mikroorganisme cairan rumen, kemudian diikuti tahap kedua oleh larutan asam dan pepsin. Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0.3 N dan NaOH 1.5 N yang berturut turut dimasak selama 30 menit

(Anggorodi, 1990).

Tabel 1. Rekapitulasi hasil penelitian kecernaan serat kasar dan protein kasar. Perlakuan Kecernaan (%)

Serat Kasar Protein Kasar R0 60.29B ± 8.35 56.12B ± 9.22 R1 68.56AB± 7.50 62.60AB± 8.44 R2 76.76A ± 3.43 71.66A ± 4.36 R3 76.38A ± 3.07 73.26A ± 2.73

Ket ; Huruf dengan superskrip yang berbeda menunjukan berbeda nyata.

Kecernaan Serat Kasar

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan kecernaan serat kasar tertinggi pada perlakuan tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan Saccharomycess cerevisiae + isolat bakteri rumen kerbau (R2) sebesar 76,76% kemudian pada perlakuan tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan Saccharomycess cerevisiae + isolat bakteri asal domba adaptif (R3) sebesar 76,38% dan pada perlakuan tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae (R1) sebesar 68,56% kemudian pada perlakuan kontrol (R0) sebesar 60,29%.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fermentasi dengan menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih tersedia, sehingga diharapkan pula nilai nutrisinya meningkat (Muchtadi et al.,1992). Kandungan lignin pada tongkol jagung yang dapat menghambat hidrolisis tersebut dapat diatasi dengan delignifikasi. Proses delignifikasi yaitu dengan cara penggilingan tongkol jagung. Selain itu enzim lignase yang juga di produksi oleh Aspergillus niger dapat memecah ikatan lignin polisakarida menjadi bagian yang lebih sederhana.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar pada perlakuan R2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3.Kecernaan serat kasar yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dapat dicerna oleh mikroba rumen.

(8)

351 Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan tersebutberarti semakin baik kualitasnya. Cairan rumen mengandung berbagai macam mikroba yang menghasilkan berbagai jenis enzim seperti amilase, protease dan selulase. Enzim-enzim tersebut akan mendegredasi zat-zat makanan tersebut menjadi bentuk yang lebih sederhana, hal ini

memudahkan bakteri rumen untuk mencerna pakan

sehingga kecernaan pakan meningkat (Jhonson, 1996).

Menurut Chen et al., (2004) menyatakan bahwa tongkol jagung tergolong pakan serat bermutu rendah, kecernaan dan palatabilitasnya pun rendah. Rendahnya kecernaan disebabkan kandungan lignin yang tinggi yang membentuk komplek dengan selulosa dan hemiselulosa. Oleh karena itu agar nilai gizi dan kecernaannya dapat ditingkatkan perlu dilakukan pengolahan. Salah satu alternatif peningkatan mutu bahan pakan adalah teknik fermentasi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kecernaan serta nilai nutrisi tongkol jagung dengan cara tongkol jagung yang sudah digiling atau dihaluskan kemudian difermentasi menggunakan Aspergillus niger.

Kecernaan Protein Kasar

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan kecernaan protein kasar tertinggi pada perlakuan tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan Saccharomycess cerevisiae + isolat bakteri rumen kerbau (R3) sebesar 73,26% kemudian pada perlakuan tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan Saccharomycess cerevisiae + isolat bakteri asal domba adaptif (R2) sebesar 71,66% dan pada perlakuan tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae (R1) sebesar 62,60 kemudian pada perlakuan kontrol (R0) sebesar 56,12%.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar tertinggi terdapat pada R3, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2 hal ini disebabkan karena sumber mikroorganisme tiap ternak memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda dalam mencerna. Tingkat kecernaan substrat dalam rumen dipengaruhi oleh populasi dan kombinasi dari aktivitas mikroorganisme baik antar golongan atau spesies (Schlegel, 1994).

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R3 dan R2 tidak berbeda nyata karena isolat bakteri kerbau dapat mengimbangi isolat bakteri domba adaptif, hal ini karena ternak kerbau memiliki kemampuan istimewa untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang buruk serta cukup efisien dalam memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah karena didukung oleh volume rumen kerbau yang besar, sekresi saliva tinggi,

(9)

352 laju pakan meninggalkan rumen lambat serta aktivitas selulotik dan populasi mikroba yang lebih tinggi (Sutardi, 1978).

Perlakuan R1 lebih rendah dari perlakuan R2 dan R3, terlihat bahwa perlakuan R2 dan R3 lebih tinggi, hal ini dikarenakan adanya populasi mikroorganisme rumen yang semakin tinggi akan mengakibatkan populasi enzim juga semakin tinggi sehingga pencernaan substrat juga semakin tinggi pula dan akhirnya kecernaan akan meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1995), yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah mikroorganisme rumen akan menyebabkan peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam mencerna bahan pakan.

Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae + isolat bakteri rumen asal domba adaptif) menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, antara ke 3 perlakuan menunjukkan kecernaan tertinggi terdapat pada perlakuan R3 (73,26 %). Perlakuan R3 tertinggi disebabkan karena isolat bakteri rumen asal domba yang adaptif dapat mengimbangi perlakuan lainnya dikarenakan ternak domba yang adaptif memiliki kemampuan istimewa untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang buruk serta cukup efisien dalam memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah karena didukung oleh volume rumen domba yang besar, sekresi saliva tinggi, laju pakan meninggalkan rumen lambat serta aktivitas selulotik dan populasi mikroba yang lebih tinggi.

Tongkol jagung sulit dicerna karena protein berikatan dengan serat kasar yang kompleks, adanya perbedaan nilai kecernaan dipengaruhi oleh penambahan mikroba didalamnya semakin tinggi tingkat penambahan mikroba maka semakin tinggi pula nilai kecernaan tongkol jagung disebabkan semakin beragam dan tinggi populasi yang memecah serat kasar sehingga protein lebih mudah dicerna (Aregheore, 1995). Perlakuan tanpa penggunaan mikroba menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecernaan protein kasar tongkol jagung pada perlakuan kontrol (R0).

Selain itu nilai kecernaan tongkol jagung dapat lebih meningkat dengan adanya penambahan bahan nutrien seperti molases, urea, garam maupun mineral karena bahan nutrien tersebut mempunyai nilai yang tinggi untuk meningkatkan konsumsi pakan maupun tingginya daya cerna yang diperoleh (Yulistiani et al., 2009).

Tingginya nilai kecernaan protein kasar tongkol jagung in vitro di pengaruhi oleh tinggi rendahnya nilai lignin atau ikatan gula kompleks yang menjadi dinding sel tanaman. Lignin menghambat kecernaan hemiselulose dan selulose (Brandt, 1986).

Fermentasi dengan menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih tersedia, sehingga diharapakan pula nilai

(10)

353 nutrisinya meningkat. Kandungan lignin pada tongkol jagung yang dapat menghambat hidrolisis tersebut dapat diatasi dengan delignifikasi. Proses delignifikasi yaitu dengan cara penggilingan tongkol jagung. Selain itu, enzim lignase yang juga diproduksi oleh Aspergillus niger dapat memecah ikatan lignin polisakarida menjadi bagian yang lebih sederhana. Saccharomyces cerevisiae juga sebagai salah satu galur yang paling umum digunakan untuk fermentasi, karena bersifat fermentatife kuat dan anaerob fakultatif (mampu hidup dengan atau tanpa oksigen), memiliki sifat yang stabil dan seragam, mampu tumbuh dengan cepat saat proses fermentasi sehingga proses fermentasi berlangsung dengan cepat pula (Winarno, 1995).

Mikroba rumen dapat meningkatkan nilai gizi bahan makanan karena adanya protein mikrobia sehingga akan meningkatkan daya cerna. Selain itu rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dirumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari kompleks mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase. Didalam rumen, mikroorganisme akan memfermentasi karbohidrat yang spesifik dibutuhkan enzim yang digunakan untuk mendegradasi substrat sebagai sumber energi (Jhonson, 1996).

KESIMPULAN

Penggunaan probiotik lokal seperti Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan kecernaan serat kasar dan protein kasar tongkol jagung in vitro dibandingkan tanpa perlakuan. Penggunaan campuran Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae ditambah isolat bakteri rumen kerbau/domba menunjukkan kecernaan yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta

AOAC., 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. 16th Edn., AOAC International, Washington, USA., Pages: 1141

Aregheore, E.M . 1995. Effect of sex on growth rate, voluntary feed intake and nu rie :digestibility of West African Dwarf goats fed crop residue rations Small RuminantResearch 15: 217-221

Brandt, Jr. R. L, 1986. Evaluation of Alfalfa-Corn Cob Associative Action. I. Interactions between Alfalfa Hay and Ruminal Escape Protein on Growth of Lambs and Steers, J Anim Sci 63:894-901

(11)

354 Chen, C.R., B. Yu and P .W.S lou. 2004. Roughage energy and degradability estimationwith Aspergillus oryzae inclusion using dairy in vitro fermentation. Asian-Aust. J.Anim. Sci. 17: 53 – 62

Hanafiah, K.A. 2002. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Jhonson, R.R, 1996. Technics and Procedures for In-Vitro and In-Vitro Rumen Studies. New York.

Klich, M. A. 2002. Indentification of common Aspergillus species. Utrecht, The Netherlands, Centraalbureau voor Schimmelcultures.

Muchtadi, D., S. D. Nurhaeni, dan M. Astawan. 1992. Bahan Kuliah. Enzim Dalam Industri Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti. PAU Pangan dan Gizi.IPB. Bogor.

Plata, P. F., M. G. D. Mendoza, J. R. Barcena-Gama, and M. S. Gonzalez.1994. Effect of a yeast culture (Saccharomyces cerevisiae) on neutral detergent fiber digestion in steers fet oat straw based diets. Anim. Feed Sci. Technol.

Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada Universiy Press, Yogyakarta (Diterjemahkan oleh T. Baskoro dan J. R. Wattimena).

Sutardi, T. 1978. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon. Lembang. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tillman, A.D.H., Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo dan S. Lepdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wallace,RJ and c. James newbold. 2013. Microbial feed additives for ruminants. Rowett research institute, bucksburn, aberdeen, uk. Http://www.old-herbornuniversity. de/literature/books/ohuni_book_8_article_9.pdf.

Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Grameida, Jakarta

Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ketiga. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Yulistiani, D. 2009. Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Nilai Nutrisi Tongkol Jagung, 17 (1) : 59-66. Bogor.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan variasi waktu maka volume minyak atsiri yang terbaik pada variasi 6 jam, karena dengan variasi 6 jam minyak atsiri telah terangkat penuh dari biji lada dan

Posisi cadangan devisa saat ini menurut Bank Indonesia (BI), masih setara dengan 6,7 bulan pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri Indonesia, di atas standar

unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya (termasuk pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan

Namun untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kriteria religiusitas fikih kita harus mengetahui dahulu apa-apa yang diwajibkan, disunahkan, dimakruhkan, dan

Pada sistem empat logam pada logam bermassa sama dan bermolaritas sama diketahui bahwa Pb(II) lebih banyak teradsorpsi dibandingkan dengan Hg(II), Cu(II) dan

Untuk kriteria Minat, Paskibraka menjadi pemenang dari pemilihan Ekstrakurikuler untuk Siswa Sekolah Menengah Kejuruan, hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan yang

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengembangkan perangkat boost converter yang berfungsi menaikkan tegangan keluaran panel surya menjadi tegangan keluaran