• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kebutuhan air dan head loss pada distribusi air bersih di Kampus IPB Darmaga Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kebutuhan air dan head loss pada distribusi air bersih di Kampus IPB Darmaga Bogor"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN AIR DAN

HEAD LOSS

PADA

DISTRIBUSI AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DARMAGA

BOGOR

SKRIPSI

BUDI APRIYANTO

F14061266

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALYSIS OF CLEAN WATER REQUIRED AND HEAD LOSS AT WATER

DISTRISBUTION IN IPB DARMAGA CAMPUS BOGOR

Budi Apriyanto1, Erizal2, and Sutoyo2

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, West Java,

Indonesia.

email: budiapriyantoAE43@gmail.com

ABSTRACT

The objectives of this study were to find clean water needs for campus IPB Darmaga, to know the peak time water consumption in IPB Darmaga, to calculate the amount of head loss and leakage that occurred in the distribution network as well as the general condition of the water supply in IPB Darmaga. Water requirement was calculated by monitoring actual water usage on the main supply meter, in order to get the daily usage and peak time usage. Furthermore, the head loss was calculated using Darcy-Weisbach and Bernoulli equations. The prediction results showed that the academic community of IPB needs clean water 2,670.84 m3/day, while the actual use of clean water could reach 3,566.62 m3/day. This signifies the use of water in the IPB is very large when compared to standard needs. The total production capacity of clean water in IPB was 4,471.75 m3/day consisting of 903.60 m3/day from Water Treatment Plant (WTP) 1 Ciapus, 1,319 m3/day from WTP 2 Ciapus, and 2,249.15 m3/day from WTP Cihideung. Peak time of water use in IPB occurred at 09.00 until 10.00 am with the highest consumption could reach 137 m3/hour. Water leaks that occur in distribution channels Fahutan tower was 88-90 liters/hour or 64.80 m3/day. While the magnitude of head loss that occurred in the pipeline transmission from WTP Cihideung toward the Fahutan tower was 14 m and elevation difference between the two places was 41 m. Pump head that occurred was 55 m.

Keyword: water required, water distribution, water supply, peak time, WTP, head loss

1

Student of Mechanical and Biosystem Engineering Department, Faculty of Agricultural Technology – Bogor Agricultural University

2

(3)

BUDI APRIYANTO. F14061266. Analisis Kebutuhan Air dan Head Loss pada Distribusi Air Bersih di Kampus IPB Darmaga Bogor. Di bawah bimbingan Erizal dan Sutoyo. 2011

RINGKASAN

Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting, digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari seperti memasak (makan dan minum), keperluan sanitasi, mandi, mencuci, dan buang air. IPB sebagai institusi pendidikan, dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar juga membutuhkan ketersedian air bersih yang mencukupi, agar kegiatan pendidikannya tidak terganggu. Seiring dengan perkembangan kegiatan pendidikan di IPB, hingga saat ini semua kegiatan pendidikan S1 sudah seluruhnya dilaksanakan di Kampus IPB Darmaga. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebutuhan akan ketersediaan air semakin meningkat sehingga perlu dilakukan penangganan agar kebutuhan air tercukupi. Penanganan ini berupa sistem penyediaan air bersih yang memadai, terdiri dari manajemen kebutuhan, sistem produksi, dan sistem distribusi dan agar mampu memenuhi tiga aspek yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas air yang baik.

Penyediaan air bersih di IPB memanfaatkan air Sungai Cihideung dan Ciapus sebagai air bakunya. Sistem produksi air dilakukan pada dua lokasi pengolahan dengan total tujuh buah instalasi pengolahan air atau WTP (Water Treatment Plant) di IPB. Lima unit di WTP Cihideung dan dua unit di WTP Ciapus.

Di dalam penyediaan air bersih tidak akan bisa lepas dari kebutuhan air yang diperlukan bagi konsumen, sehingga perlu dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan air serta pemakaian air yang ada

di IPB. Kebutuhan air bersih civitas akademik di IPB, secara prediksi dapat mencapai 2,670.84 m3/hari, sedangkan pemakaian air bersih secara aktualnya bisa mencapai 3,566.62 m3/hari.

Ini menandakan pemakaian air di IPB memang sangat besar bila dibandingkan dengan standar kebutuhannya. Sedangkan total kapasitas produksi air bersih di IPB adalah 4,471.75 m3/hari yang terdiri dari WTP 1 Ciapus sebesar 903.60 m3/hari, WTP 2 Ciapus sebesar 1,319 m3/hari, dan WTP Cihideung 2,249.15 m3/hari. Kemudian bila dibandingkan dengan total kebutuhan air yang ada maka produksi air di IPB sebenarnya dapat mencukupi kebutuhan air para civitas akademiknya.

Jumlah pemakaian air tiap jamnya juga perlu diketahui, agar suplai air pada jam puncak pemakaian tidak terganggu. Jam puncak pemakaian air di IPB terjadi pada pukul 09.00 hingga pukul 10.00 dengan pemakaian tertinggi bisa mencapai 137 m3/jam.

(4)

ANALISIS KEBUTUHAN AIR DAN

HEAD LOSS

PADA

DISTRIBUSI AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DARMAGA

BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh BUDI APRIYANTO

F14061266

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Kebutuhan Air Dan Head Loss Pada Distribusi Air Bersih Di Kampus IPB Darmaga

Nama : Budi Apriyanto

NIM : F14061266

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Erizal, M.Agr.) (Sutoyo, STP, M.Si)

NIP. 19650106 199002 1 001 NIP. 19770212 200701 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Kebutuhan Air Dan Head Loss Pada Distribusi Air Bersih Di Kampus IPB Darmaga adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 3 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(8)

BIODATA PENULIS

(9)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Analisa Kebutuhan Air dan Head Loss Pada

Distribusi Air Bersih Di Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga” ini berhasil diselesaikan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Erizal, M.Agr. sebagai dosen pembimbing pertama, atas segala bimbingan, nasehat, dan

arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Sutoyo, STP, M.Si. sebagai dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan, nasehat, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Orang tua penulis (Bapak Suyanto Padi Saputro dan Ibu Mugiyatmi), kakakku Purwanto serta seluruh keluarga besarku atas doa, pengorbanan, dukungan, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

4. Pak Slamet, Nana Supriatna, Nana Suryana, Uri, Oping, Yusuf dan Enda serta seluruh staf di WTP Cihideung dan WTP Ciapus yang telah banyak mendampingi dan memberikan banyak informasi kepada penulis dalam penelitian ini.

5. Rekan satu tim dalam penelitian ini Suryo Arimurti dan Eri Dwi Herdiyanto.

6. Teman-teman seperjuangan TEP 43 yang telah memberikan semangat dan saran hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. Dosen-dosen, staff, dan karyawan Departemen Teknik Pertanian yang telah memberikan banyak ilmu yang berguna bagi penulis.

Bogor, 3 Agustus 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Pengertian Air ... 3

2.2. Sumber Air Bersih ... 3

2.3. Kebutuhan Air Bersih ... 5

2.4. Sistem Produksi Air Bersih ... 8

2.5. Sistem Distribusi Air Bersih... 11

2.6. Analisis Teknis Jaringan Air Bersih ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Waktu dan Tempat ... 18

3.2. Alat dan Bahan ... 18

3.3. Metode Pengambilan dan Pengolahan Data ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1. Kondisi Umum Penyediaan Air Bersih Di IPB Darmaga ... 25

4.2. Prediksi Kebutuhan Air Bersih Di IPB Darmaga ... 37

4.3. Pemakaian Air Bersih Aktual ... 39

4.4. Head Loss ... 46

4.5. Kebocoran Pada Jaringan Distribusi ... 50

4.6. Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas ... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1. Kesimpulan ... 52

5.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata kebutuhan air per orang per hari ... 7

Tabel 2. Kebutuhan air bagi hewan ternak ... 7

Tabel 3. Berat spesifik dan kekentalan kinematik air ... 15

Tabel 4. Nilai kekasaran mutlak  berdasarkan material pipa ...

17

Tabel 5. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 1 Ciapus ... 30

Tabel 6. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 2 Ciapus ... 30

Tabel 7. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 1 hingga 4 Cihideung ... 34

Tabel 8. Hasil perhitungan prediksi kebutuhan air non-domestik ... 38

Tabel 9. Hasil perhitungan prediksi kebutuhan air domestik ... 39

Tabel 10. Hasil pengukuran pemakaian air aktual di rusunawa ... 40

Tabel 11. Total pemakaian air mahasiswa penghuni gedung astra dan astri TPB ... 41

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Moody untuk menentukan nilai f faktor gesekan pipa ... 16

Gambar 2. Tahapan penelitian ... 19

Gambar 3. Sketsa metode differential leveling ... 23

Gambar 4. Bagan struktur pendistribusian air untuk WTP Ciapus ... 26

Gambar 5. Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe tekanan ... 27

Gambar 6. Lamella yang terdapat pada bagian sedimentasi WTP tipe tekanan ... 27

Gambar 7. Kelebihan lumpur yang dibuang melalui kran pembuangan ... 27

Gambar 8. Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe gravitasi ... 28

Gambar 9. WTP 1 Ciapus yang merupakan WTP bertipe tekanan (unit koagulasi/filtrasi) ... 29

Gambar 10. WTP 2 Ciapus bertipe gravitasi, unit filtrasi (kiri), dan unit koagulasi/flokulasi ... (kanan) ... 29

Gambar 11. Bagan struktur pendistribusian air untuk WTP Cihideung ... 31

Gambar 12. Beberapa WTP Cihideung yang bertipe tekanan ... 32

Gambar 13. WTP 5 yang ada di Cihideung, merupakan WTP UF system ... 32

Gambar 14. Skema WTP tipe UF system ... 33

Gambar 15. Skema jalur distribusi air bersih di kampus IPB Darmaga ... 35

Gambar 16. Menara air induk yang mendistrisibusikan air secara gravitasi ke unit pengguna, menara air Fahutan (kiri) dan menara Fapet (kanan) ... 36

Gambar 17. Menara air induk yang terdapat pada jalur distribusi perumdos (kiri) dan jalur distribusi asrama TPB (kanan) ... 36

Gambar 18. Tangki air fiber yang berada di asrama putri TPB ... 37

Gambar 19. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 13 Juli 2010 (masa liburan) ... 42

Gambar 20. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 14 Juli 2010 (masa liburan) ... 43

Gambar 21. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 15 Juli 2010 (masa liburan) ... 43

Gambar 22. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 21 September 2010 ... 44

Gambar 23. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 22 September 2010 ... 45

Gambar 24. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 23 September 2010 ... 45

Gambar 25. Jalur pipa transmisi dari WTP Cihideung hingga ke menara Fahutan ... 46

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Darmaga saat libur ... 56

Lampiran 2. Kebutuhan air di kampus IPB Darmaga saat berkegiatan penuh ... 59

Lampiran 3. Kualitas air baku Ciapus (mengacu pada Peraturan Pemerintah

No. 82 Tahun 2001) ... 62

Lampiran 4. Kualitas air baku Cihideung (mengacu pada Peraturan Pemerintah

No. 82 Tahun 2001) ... 65

Lampiran 5. Kualitas air GWT Ciapus (mengacu pada Permenkes No.416/Men.

Kes/Per./IX/1990) ... 68

Lampiran 6. Kualitas air GWT Cihideung (mengacu pada Permenkes No. 416/Men.

Kes/Per./IX/1990) ... 70

Lampiran 7. Kualitas air kran asrama putra (mengacu pada Permenkes No. 416/Men.

Kes/Per./IX/1990) ... 72

Lampiran 8. Kualitas air kran rektorat (mengacu pada Permenkes No. 416/Men.

Kes/Per./IX/1990) ... 74

Lampiran 9. Data pengukuran beda elevasi antara pompa transmisi WTP Cihideung dengan

menara Fahutan dan jarak pipa transmisi ke menara Fahutan menggunakan

autolevel... 76

(14)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Air merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang secara alami ada di seluruh permukaan bumi. Keberadaan air bagi makhluk hidup sangatlah penting untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Air dapat menunjang segala aktivitas manusia, seperti makan, minum, mandi, mencuci, bahkan untuk kegiatan pendidikan, pertanian, perikanan, industri, transportasi dan pariwisata. Selain itu keberadan air juga dijadikan sebagai sarana peningkatan derajat kesehatan manusia. Namun saat ini telah terjadi penurunan daya dukung lingkungan yang secara umum telah menurunkan kuantitas dan kualitas air bersih yang dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi secara langsung oleh manusia. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem penyediaan air bersih yang mampu memenuhi kebutuhan manusia dan juga sesuai dengan standar kualitasnya.

Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu institusi pendidikan, dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar membutuhkan ketersedian air bersih yang mencukupi, agar kegiatan pendidikan yang ada di dalamnya dapat berjalan dengan baik. Seiring dengan perkembangan kegiatan pendidikan di IPB, sampai saat ini semua kegiatan pendidikan S1 sudah seluruhnya dilaksanakan di kampus IPB Darmaga. Hal ini menyebabkan penggunaan air di kampus IPB Darmaga menjadi bertambah besar, namun suplai volume air dan waktu pelayanan belum optimal (belum 1 x 24 jam atau hanya terbatas pada jam kerja) dan distribusi air yang belum merata ke setiap unit pengguna. Sehingga pada saat beban puncak yang tinggi, air seringkali tidak terdistribusikan ke gedung-gedung fakultas lantai tiga hingga empat. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebutuhan akan ketersediaan air semakin meningkat sehingga perlu dilakukan penangganan agar kebutuhan air tercukupi, yaitu berupa sistem penyediaan air bersih yang mampu memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan standar kualitasnya.

Sistem penyediaan air bersih tersebut terdiri dari sistem produksi, distribusi, dan manajemen kebutuhan. Sistem produksi berperan dalam mengambil air dari alam dan mengolahnya menjadi air yang layak pakai/konsumsi. Kemudian sistem distribusi berperan dalam menyalurkan air yang telah layak pakai/konsumsi tersebut menuju ke unit-unit pemakai atau konsumen. Sedangkan manajemen kebutuhan berperan dalam menentukan jumlah kebutuhan air konsumen di suatu wilayah dan juga berperan dalam menentukan bagaimana agar pemakaian air menjadi tidak boros.

Distribusi air merupakan suatu sistem jaringan perpipaan yang kompleks. Kompleksitas jaringan perpipaan ini menimbulkan masalah dalam distribusi debit dan tekanan yang berkaitan dengan kriteria hidrolis yang harus terpenuhi dalam sistem pengaliran air. Pada saat pendistribusian air ke tiap unit pemakaian mungkin saja terjadi kebocoran pipa dan juga kehilangan energi yang dapat mengganggu distribusi air. Kehilangan energi (head loss) dan juga kebocoran air merupakan salah satu gangguan atau hambatan yang tidak bisa dihindari pada suatu jaringan pipa air.

(15)

2

penghujan dan juga saat kapanpun air dibutuhkan oleh pengguna terutama dalam kondisi jam puncak. Kemudian agar kebutuhan air terpenuhi secara aman, maka jumlah air yang disuplai minimumnya adalah kebutuhan air maksimum yang dibutuhkan oleh pengguna di tiap unit pemakaian.

Dengan demikian maka IPB dalam menangani kebutuhan akan air bersihnya yang semakin meningkat, memerlukan suatu sistem penyediaan air yang memadai. Di mana pada sistem produksi, distribusi, dan manajemen kebutuhan airnya harus mampu memenuhi ketiga aspek tersebut.

1.2.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jumlah kebutuhan air di kampus IPB Darmaga. 2. Mengetahui jam puncak pemakaian air di IPB Darmaga

(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Air

Air merupakan zat cair yang terdiri dari unsur H2 dan O yang mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, merupakan unsur yang penting dalam kehidupan sehari-hari (Ariansyah 2009). Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi, hanya saja kualitas air baku yang dapat digunakan sebagai sumber air bersih saat ini semakin buruk dengan banyaknya pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan teknologi yang dapat mengolah air baku menjadi menjadi air bersih yang layak agar terbebas dari berbagai penyakit (Sutrisno 1987).

Air baku adalah air yang dijadikan sebagai sumber untuk pengolahan air bersih (Ariansyah 2009). Air baku dapat berasal dari berbagai macam sumber daya air. Air bersih berasal dari air baku yang telah mengalami pengolahan. Pengertian air bersih adalah air yang terbebas dari zat-zat terlarut dan telah memenuhi syarat kualitas sehingga dapat dikonsumsi sebagai air minum (Ariansyah 2009). Namun tidak selamanya air bersih dapat diartikan sebagai air yang dapat langsung dikonsumsi atau diminum, karena untuk menunjang kegiatan seperti MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus) juga membutuhkan air bersih yang kualitas airnya tidak perlu seperti air layak minum.

2.2.

Sumber Air Bersih

Air bersih berasal dari air baku yang telah mengalami pengolahan. Air baku itu sendiri dapat berasal dari berbagai macam sumber daya air. Definisi dalam UU Sumber Daya Air (UU RI No. 7 Tahun 2004) menyebutkan bahwa sumber daya air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (Kodoatie dan Sjarief 2005). Berikut ini adalah sumber-sumber air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk pengolahan air bersih (Sutrisno 1987):

2.2.1.

Air Laut

Dua per tiga dari luas permukaan bumi merupakan lautan. Namun jumlah yang besar ini tidak membuat air laut dapat dengan mudah dimanfaatkan sebagai air baku untuk penyediaan air bersih. Air laut mempunyai sifat yang asin karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam air laut adalah 3%. Dengan keadaan seperti ini maka diperlukan teknologi modern yang maju dan mahal untuk membuat air laut menjadi air bersih. Teknologi pengolahan air laut menjadi air bersih yang siap konsumsi biasa dilakukan oleh negara-negara dengan kemampuan ekonomi yang tinggi dan pada umumnya memiliki sumber daya air yang ada terbatas.

2.2.2.

Air Atmosfir

(17)

4

air hujan. Pada dasarnya air ini dalam keadaan murni dan sangat bersih, namun dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri atau debu dan lain sebagainya, maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air bersih hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan baru saja turun, karena masih banyak mengandung kotoran. Selain itu hujan mempunyai sifat yang agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan).

2.2.3.

Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, limbah rumah tangga atau sampah-sampah, dan limbah industri kota. Air permukaan ada 2 macam yakni:

1) Air sungai, dalam penggunaanya sebagai air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih terutama air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada umumnya dapat mencukupi.

2) Air rawa/danau, kebanyakan air rawa terlihat berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik yang tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut. Pada permukaan air akan tumbuh alga (lumut) karena adanya sinar matahari dan O2. Jadi untuk pengambilan air sebagai sumber air baku , sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah-tengah agar endapan-endapan Fe dan Mn tidak terbawa, demikian pula dengan lumut yang ada pada permukaan rawa/danau.

2.2.4.

Air Tanah

Air tanah adalah air yang berasal dari curah hujan yang kemudian mengalami infiltrasi dan perkolasi (Wilson 1993). Infiltrasi adalah meresapnya air ke dalam permukaan tanah (Triatmodjo 2008). Air yang telah meresap ke dalam tanah, akan terus bergerak ke bawah yaitu ke dalam profil tanah hingga menemui lapisan tanah yang kedap air sehingga air akan terkumpul sebagai air tanah. Pergerakan air menuju lapisan tanah yang lebih dalam inilah yang disebut sebagai perkolasi (Arsyad 2006). Air tanah terbagi menjadi tiga jenis (Sutrisno 1987) yaitu: 1) Air tanah dangkal, terjadi karena daya proses penyerapan air dari permukaan tanah. Lumpur

(18)

5

tanah dangkal dijadikan sebagai sumber air bersih. Kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim.

2) Air tanah dalam, terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini justru harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya (biasanya antara 100 – 300 m) sehingga akan didapatkan suatu lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar dan dalam keadaan tersebut sumur ini disebut dengan sumur artetis. Jika air tak dapat keluar dengan sendirinya, maka digunakanlah pompa untuk pengeluaran air tanah dalam.

3) Mata air, adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kuantitas maupun kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam. Berdasarkan tempat munculnya ke permukaan tanah, mata air terbagi atas rembesan dan umbul. Rembesan terjadi di mana air keluar melalui lereng-lereng sedangkan umbul terjadi di mana air keluar ke permukaan pada suatu dataran.

2.3.

Kebutuhan Air Bersih

2.3.1.

Pemanfaatan Air Bersih

Penyediaan air bersih bertujuan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, di samping peningkatan derajat kesehatan, kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat (Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna 1990). Air yang tersedia di permukaan bumi ini seolah-olah dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Padahal pada saat air sulit didapat, maka nilai air itu akan naik dan harus dibayar dengan harga mahal. Oleh karena itu air yang ada harus dikelola dengan baik, sehingga air dapat dipergunakan secara optimal (Wiyono 2000).

Berdasarkan UU No. 11 tahun 1974 tentang pengairan, terdapat urutan prioritas pemanfaatan air, yaitu sebagai berikut:

1. Air minum (kebutuhan air rumah tangga dan perkotaan) 2. Pertanian (pertanian rakyat dan usah pertanian lainnya) 3. Peternakan

4. Perkebunan 5. Perikanan 6. Ketenagaan 7. Industri 8. Pertambangan 9. Lalu lintas air 10. Rekreasi

(19)

6

Ada beberapa sebab mengapa pengelolaan air pada setiap tingkat (nasional, provinsi, dan setempat) harus mengedalikan kebutuhan air (Wiyono 2000):

1) Penggunaan air selalu meningkat, sedangkan sumber daya air terbatas.

2) Sumber daya air mudah rusak atau tercemar, baik secara kuantitas maupun kualitas. 3) Biaya untuk mengembangkan sumber daya air selalu meningkat.

4) Keterbatasan dana menjadi kendala investasi. 5) Kekurangan air telah terjadi di seluruh dunia.

Sedangkan yang menjadi sasaran dalam manajemen kebutuhan adalah (Wiyono 2000): 1) Membatasi kebutuhan air (limit demand).

2) Menjamin pemerataan dan keadilan dalam alokasi air.

3) Memaksimumkan nilai secara ekonomi dari hasil produk yang berkaitan dengan air. 4) Meningkatkan efisiensi penggunaan air.

5) Melindungi kelestarian lingkungan.

Upaya yang berorientasi pada kebutuhan mencakup antara lain (Wiyono 2000): 1) Teknis dan operasional: konservasi air, pengaturan pola, dan penjadwalan. 2) Ekonomi: pajak, kebijaksanaan harga, tarif air.

3) Administratif: peraturan dan kebijaksanaan.

2.3.2.

Jenis Kebutuhan Air Bersih

Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan manusia, secara garis besar dibedakan menjadi (Kodoatie dan Sjarief 2005): 1) Kebutuhan Air Domestik, merupakan kebutuhan air yang digunakan sebagai keperluan

rumah tangga. Kebutuhan air ini sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi perkapita. Kecenderungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam penentuan kecenderungan laju pertumbuhan (Growth Rate Trends).

2) Kebutuhan Air Non-Domestik, meliputi pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi, dan kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil untuk suatu daerah cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan perubahan tataguna lahan. Kebutuhan institusi antara lain meliputi kebutuhan- kebutuhan air untuk sekolah, rumah sakit, gedung-gedung pemerintah, tempat ibadah dan lain-lain.

2.3.3.

Standar Kebutuhan Air Bersih

Dalam menghitung kebutuhan air bersih di suatu daerah, dapat digunakan beberapa cara yaitu dengan menghitung luas lantai atau dengan menghitung banyaknya jumlah penghuni bangunan yang dikalikan dengan standar kebutuhan air per orang tiap hari berdasarkan jenis bangunan. Sebagai contoh dapat dilihat standar kebutuhan air bersih pada Tabel 1.

(20)

7

Tabel 1. Rata-rata kebutuhan air per orang per hari

No Jenis Gedung

Pemakaian air Jangka Waktu Perbandingan

rata-rata sehari Pemakaian Luas lantai

(l/ hari) (jam/ hari) efektif(%)

1 Rumah biasa 160 – 250 8 – 10 50 – 53

2 Apartemen 200 – 250 8 – 10 45 – 50

3 Asrama 120 8 -

4 Rumah sakit Mewah >1000

Menengah 500 – 1000 8 – 10 45 – 48

Umum 350 – 500

5 SD 40 5 58 – 60

6 SLTP 50 6 58 – 60

7 SLTA dan lebih

tinggi 80 6 -

8 Toko 100 8 -

9 Pabrik Wanita: 100

8 -

Pria : 60

10 Stasiun/ terminal 3 15 -

11 Restoran 100 5 -

12 Kantor 100 8 60 – 70

Sumber: Noerbambang dan Morimura 1991.

Selain standar kebutuhan air untuk manusia, juga terdapat standar kebutuhan air bagi hewan ternak yang sesuai dengan jenis ternak serta kondisi dari hewan ternak tersebut, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan air bagi hewan ternak

Nama Ternak Rata-rata Konsumsi Air Tiap Tahun (liter/ekor/hari) (liter/ekor)

1) Domba

• menyusui 7 - 9 2,500 - 3,000

• dewasa 3.5 1,300

• penggemukkan 1.1 - 2.2 400 - 800

2) Sapi

• perah laktasi 70 25,000

• perah kering 45 16,000

(21)

8

Lanjutan Tabel 2.

Nama Ternak Rata-rata Konsumsi Air Tiap Tahun (liter/ekor/hari) (liter/ekor)

3) Kuda

• kerja 55 20,000

• digembalakan 35 13,000

4) Babi

• menyusui 22 8,000

• dewasa 11 4,000

5) Unggas (100 ekor)

• petelur 32 11,500

• tak bertelur 18 6,500

• kalkun 55 20,000

Sumber: Hall 1975 di dalam Reksohadiprodjo 1998

2.4.

Sistem Produksi Air Bersih

2.4.1.

Proses Pengolahan Air Bersih

Pengolahan air adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi penyediaan air bersih, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air bersih yang memenuhi standar air bersih yang telah ditentukan (Sutrisno 1987). Proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dua cara (Sutrisno 1987) yakni: 1) Pengolahan Lengkap

Air baku akan mengalami pengolahan lengkap baik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Pada pengolahan dengan cara ini, biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor/keruh. Pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu:

Pengolahan fisik: suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/ menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah (air baku).

Pengolahan kimia: suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk membantu proses pengolahan berikutnya. Misalnya dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan.

Pengolahan bakteriologik: suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air, yakni dengan cara membubuhkan kaporit (zat desinfektant).

2) Pengolahan Sebagian

(22)

9

2.4.2.

WTP (Water Treatment Plant)

WTP atau instalasi pengolahan air merupakan sebuah sarana yang terdiri dari beberapa unit alat kerja yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, namun saling berhubungan dalam menunjang proses pengolahan air baku menjadi air bersih. Pada dasarnya tiap proses pengolahan air yang dilakukan oleh sebuah WTP memiliki tahapan proses yang sama yaitu terdiri dari koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi (Suprihatin 2002).

Ada beberapa tipe WTP yang pada umumnya digunakan dalam proses pengolahan air bersih, antara lain :

1) Tipe gravitasi, merupakan WTP yang penyaluran air dari unit koagulasi/flokulasi menuju unit filtrasi terjadi dengan memanfaatkan gaya gravitasi saja. Itu sebabnya pada unit koagulasi/flokulasi dibuat dengan ukuran yang tinggi agar air dari unit tersebut bila terjadi overflow, dapat langsung menuju unit filtrasi tanpa bantuan pompa. Begitu juga pada unit filtrasinya, bila terjadi overflow air dapat langsung menuju tempat penampungan (reservoir) dengan memanfaatkan gaya gravitasi atau tanpa bantuan pompa.

2) Tipe tekanan, merupakan WTP yang memanfaatkan tenaga dari pompa dalam menyalurkan air dari unit koagulasi/flokulasi menuju unit filtrasi. Pada WTP tipe tekanan, biasanya di unit koagulasi/flokulasinya dilengkapi dengan lamella yang berfungsi untuk menagkap partikel-partikel atau flok yang berukuran kecil dan menjatuhkannya ke dasar unit hingga menjadi lumpur yang mengendap (proses sedimentasi)

3) Tipe UF (Ultra Filtration), adalah proses pengolahan air yang memanfaatkan membran bertekanan yang berfungsi untuk pemisahan partikel-partikel di dalam air. Membran pada instalasi UF rata-rata memiliki ukuran pori-pori antara 0.1 hingga 0.01 mikron dan mempunyai kemampuan yang cukup baik untuk menyaring sebagian besar bakteri dan virus, partikel koloid dan silt (SDI). Secara teoritis, semakin kecil ukuran pori maka semakin tinggi kemampuan penyaringannya. Sebagian material UF yang digunakan adalah terbuat dari senyawa polimer dan naturally hydrophobic. (PT. Sinar Tirta Bening 2010)

2.4.3.

Unit-Unit Pada WTP

Di dalam sebuah instalasi pengolahan air bersih selalu terdiri dari beberapa unit pengolahan yang bekerja dengan fungsi yang berbeda-beda. Adapun unit-unit pengolahan air bersih terdiri dari (Sutrisno 1987):

1) Bangunan penangkap air (intake)

Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk menangkap/ mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan. Bentuk dan konstruksi ini bergantung pada jenis dan macam sumber air yang kita tangkap. Fungsi dari bangunan penangkap air ini sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran, sedangkan penanganan bangunan penakap air ini ditujukan terhadap kuantitas dan kualitas air baku yang akan digunakan. 2) Bangunan Pengendap Pertama (sedimentasi)

(23)

10

dengan mengatur pintu air masuk dan pintu air keluar pada unit ini. Sedangkan hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan pada dasar bak. Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka secara periodik lumpur endapan harus dikontrol/ diperiksa setiap saat agar tetap dapat bekerja sempurna.

3) Pembubuhan Koagulan (koagulasi)

Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya (secara gravitasi). 4) Bangunan Pengaduk Cepat

Unit ini untuk meratakan bahan/ zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat. Cara pengadukan dapat secara mekanis dengan menggunakan motor beserta alat pengaduknya ataupun dengan bantuan udara bertekanan. 5) Bangunan Pembentuk Flok ( flokulasi)

Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/ zat koagulant yang dibubuhkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk floc (partikel yang lebih besar dan bisa mengendap dengan gravitasi):

Kekeruhan pada baku air. Tipe dari suspended solid pH

Alkanity

Bahan koagulant yang dipakai Lamanya pengadukan

6) Bangunan Pengendap Kedua (sedimentasi)

Unit berfungsi untuk mengendapkan floc yang terbentuk pada unit bak pembentuk floc. Pengendapan di sini terjadi akibat dari gaya berat floc itu sendiri (secara gravitasi).

7) Bangunan Penyaring (filtrasi)

Pada proses penjernihan air bersih diketahui dua macam filter yaitu: Saringan pasir lambat (slow sand filter)

Saringan pasir cepat (rapid sand filter)

Berdasarkan bentuk bangunan saringannya, dikenal dua macam yaitu: Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter)

Saringan yang bangunannya tertutup (pressure filter) 8) Resevoir (penampungan air)

Unit ini berfungsi untuk menampung air yang telah bersih dan bebas dari bakteriologis setelah melalui filter atau saringan. Dari sini air bisa langsung didistribusikan ke unit pengguna secara gravitasi ataupun dengan menggunakan pompa.

9) Pemompaan (rumah pompa)

(24)

11

2.5.

Sistem Distribusi Air Bersih

2.5.1.

Plambing Dan Peralatan Distribusi Air Bersih

Plambing adalah seni dan teknologi perpipaan dan peralatan untuk menyediakan air bersih ke tempat yang dikehendaki (baik dalam hal kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang memenuhi syarat) dan juga membuang air limbah dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemari bagian penting lainnya untuk menjaga kondisi higienis dan kenyamanan yang diinginkan (Noerbambang dan Morimura 1991).

Jadi sistem plambing dapat dibedakan menjadi dua yaitu sistem penyediaan air bersih dan sistem pembuangan air kotor. Fungsi peralatan plambing dalam sistem penyediaan air bersih adalah untuk meyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang cukup. Dahulu tujuan utama dari sistem penyediaan air bersih adalah untuk menyediakan air yang cukup berlebih, namun saat ini ada pembatasan dalam jumlah air yang bisa diperoleh karena pertimbangan penghematan energi dan adanya keterbatasan sumber air.

Pada proses distribusi air bersih dibutuhkan beberapa peralatan yang memadai agar air yang didistribusikan dapat sampai ke konsumen dengan baik secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Beberapa peralatan plambing yang harus ada dalam distribusi air bersih ini antara lain pipa transmisi, pipa distribusi, reservoir, pompa, valve, bak kontrol, dan lain-lain. Berikut ini peralatan yang ada dalam distribusi air bersih (Kodoatie dan Sjarief 2005):

1) Pipa transmisi. Jaringan pipa transmisi ini menghubungkan tampungan air bersih ke jaringan distribusi. Di wilayah dengan topografi curam, air dalam jaringan transmisi mengalir secara gravitasi dengan kecepatan tergantung dengan kemiringan tanah. Semakin terjal maka kecepatan air akan semakin tinggi dan tekanannya juga semakin kuat, sehingga perlu dilengkapi dengan katup pelepas tekanan dan bak kontrol untuk mengurangi kecepatan dan tekanan dalam pipa. Pada wilayah yang landai jaringan transmisi dilengkapi dengan pompa yang disebut stasiun pompa booster. Fungsinya untuk meningkatkan kecepatan dan tekanan sehingga air bisa mengalir sampai di daerah pengguna air yang paling hilir. Jaringan transmisi bisa langsung dihubungkan dengan jaringan distribusi dan dapat pula dialirkan ke bak penampungan (reservoir) untuk dipompakan lagi ke jaringan distribusi. Kerusakan jaringan transmisi dan sambungannya dapat disebabkan beberapa hal, antara lain adalah umur pipa yang terlalu tua, tekanan air yang terlalu besar/ berlebihan, korosif, beban berat di atas jaringan, tekanan udara yang terperankap dalam pipa yang menimbulkan kavitasi, dan lain-lain.

2) Pipa distribusi. Jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang langsung tersambung kepada pelanggan. Dalam pengoperasiannya, tekanan air yang mengalir melalui pipa distribusi diatur sesuai dengan konsumsi pelanggan. Sewaktu konsumsi air meningkat pada siang hari tekanan aliran air ditingkatkan di keran pelanggan. Sebaliknya, waktu penggunaan air rendah pada malam hari tekanannya diturunkan untuk melindungi jaringan pipa dari tekanan yang berlebihan.

3) Pengatur tekanan (pressure regulator), dipasang untuk menjaga tekanan berada pada daerah yang aman dan untuk melindungi pipa dan sambungannya terhadap tekanan yang tinggi. Peralatan ini pada dasarnya dapat dipasang pada pipa transmisi maupun distribusi, dan surge tank.

(25)

12

5) Katup udara (air valve), dipasang untuk mengeluarkan udara dari air (tekanan udara yang berlebihan di dalam pipa dapat menyebabkan kebocoran) dan melancarkan aliran air di dalam pipa. Air valve dipasang pada titik tertinggi dari jaringan pipa dapat dipasang pada surge tank, dan tangki air.

6) Penangkap pasir (sand trap), dapat dipasang untuk menagkap pasir yang terbawa oleh air. Pasir dan kotoran pada umumnya terkumpul pada sambungan yang berbentuk “T” dan “Y”. secara berkala pasir dan kotoran dibersihkan untuk mengeluarkan dari pipa. Sand trap dipasang sebelum meteran air utama.

7) Surge tank, dipasang untuk mengatur tekanan air di dalam pipa, mendistribusikan air sesuai dengan permintaan, mengeluarkan udara yang terperangkap, dan juga untuk menangkap pasir. Pasir yang terperangkap di dalam surge tank akan dikeluarkan melalui katup yang terdapat di bagian bawah surge tank.

2.5.2.

Metode Pendistribusian Air Bersih

Jaringan distribusi bertujuan untuk mengalirkan air ke berbagai pemakaian dengan aman. Dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan jaringan distribusi adalah mempertimbangkan keuntungan dan kerugian memilih salah satu jenis pendistribusian dan mebagi jaringan dalam zona tekanan bila diperlukan. Metode distribusi merupakan suatu proses pendistribusian air ke konsumen dengan berbagai tujuan tergantung dari kondisi lokasi dan kondisi lainnya. Beberapa metode pendistribusian air (Linsley dan Franzini 1985), antara lain :

1) Metode gravitasi, merupakan suatu proses pendistribusian air, di mana sumber penyediaan air berada pada tempat yang lebih tinggi dari daerah yang akan dilayani hingga pengaruh tekanannya dapat memenuhi keperluan untuk domestik dan non-domestik. Dengan kata lain metode ini hanya memanfaatkan perbedaan ketinggian atau gaya gravitasi tanpa bantuan pompa. Metode ini pada umumnya banyak diterapkan di daerah pedesaan dengan sistem yang sederhana.

2) Metode pompa tanpa reservoir, merupakan proses pendistribusian air dengan bantuan pompa langsung menuju unit-unit pemakaian atau konsumen.

3) Metode pompa dengan reservoir, merupakan metode yang ekonomis karena pemompaannya tidak berlangsung secara terus – menerus. Air yang dipompakan akan dialirkan ke resevoir. Kemudian air akan mengalir dari reservoir ke daerah pelayanan dengan memanfaatkan perbedaan ketinggian topografi (metode gravitasi).

2.5.3.

Jenis Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih

Pipa-pipa yang saling berhubungan yang menjadi laluan aliran ke suatu lubang keluar tertentu yang dapat datang dari beberapa rangkaian disebut jaringan pipa (Streeter dan Wylie 1991). Ada beberapa jenis jaringan pipa distribusi air yang biasa diterapkan (Muliyani 2009) yaitu:

(26)

13

dari pipa percabangan antara lain dari segi perhitungan lebih mudah, lebih ekonomis, dan lebih mudah dilaksanakan.

2) Sistem grid (petak), pada sistem ini ujung – ujung pipa cabang disambungkan satu sama lain, sistem ini lebih baik dari sistem pipa bercabang karena sirkulasinya lebih baik dan kecil kemungkinan aliran menjadi tertutup atau staguasi. Kerugian dari sistem grid yaitu agak sulit dalam pelaksanaannya karena pada akhir sambungan terdapat dua sambungan yang saling terbalik arah ataupun membuka dan sistem ini tidak ekonomis karena banyak menggunakan sambungan seperti sambungan elbow, tee, dan sebagainya. Keuntungan dari sistem grid adalah sirkulasi airnya baik dan pipa sulit tersumbat apabila terdapat kotoran karena air di dalam pipa terus mengalir dan selalu terjadi pergantian air sehingga sulit terjadi pengendapan.

3) Sistem berbingkai (ring), pada sistem ini pipa induknya dibuat melingkar dibandingkan sistem yang lain, sistem ini lebih baik dan bilamana ada kerusakan pada saat perbaikan maka distribusi air tidak terhenti. Kerugian sistem ini agak sulit dalam pelaksanaannya dan tidak ekonomis karena banyak menggunakan pipa dan sambungan-sambungan. Dari segi perhitungan juga sulit, namun keuntungan dari sistem ini adalah tidak terjadi penyumbatan pada pipa dan juga tidak terjadi penghentian aliran pada saat perbaikan pipa.

2.5.4.

Sistem Distribusi Air Bersih Di Dalam Bangunan/ Gedung

Saat ini sistem penyediaan air bersih yang banyak digunakan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Noerbambang dan Morimura 1991):

1) Sistem sambungan langsung, dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan pipa utama penyediaan air bersih. Karena terbatasnya tekanan dalam pipa utama dan dibatasinya ukuran pipa cabang dari pipa utama tersebut, maka sistem ini terutama dapat diterapkan untuk perumahan dan gedung-gedung kecil dan rendah.

2) Sistem tangki atap, dalam sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah permukaan tanah), kemudian dipompakan ke suatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di lantai tertinggi bangunan. Dari tangki ini air didistribusikan ke seluruh bangunan. Hal terpenting dalam sistem

tangki atap ini adalah menentukan letak “tangki atap” tersebut. Apakah dipasang di langit -langit, atau di atas atap (misalnya untuk atap dari beton), atau dengan suatu konstruksi menara khusus.

(27)

14

lebih dari 30% terhadap volume tangki dan 70% volume tangki berisi air. Untuk melayani kebutuhan air yang besar maka akan diperlukan tangki tekanan yang besar.

4) Sistem tanpa tangki, dalam sistem ini tidak digunakan tangki apapun, baki tangki bawah, tangki tekan, atau pun tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi bangunan dan pompa menghisap air langsung dari pipa utama.

2.6.

Analisis Teknis Jaringan Air Bersih

Sistem jaringan pipa merupakan komponen utama dari sistem distribusi air bersih suatu perkotaan. Desain dan analisis sistem jaringan distribusi air berdasarkan dua faktor utama yaitu kebutuhan air dan tekanan (Brebbia dan Ferrante 1983 dalam Kodoatie dan Sjarief 2005). Pada sistem jaringan distribusi sistem bercabang persamaan rumus perhitungan hidrolisnya dapat menggunakan persamaan Darcy-Weisbach (Linsley dan Franzini 1985).

2.6.1.

Hidrolika Pipa Bertekanan

Suatu pipa bertekanan adalah pipa yang dialiri air dalam keadaan penuh. Bila air langka untuk didapat, maka pipa bertekanan dapat digunakan untuk menghindari kehilangan air akan rembesan dan penguapan yang dapat terjadi pada saluran terbuka. Pipa bertekanan lebih disukai untuk pelayanan air umum, karena kemungkinan tercemarnya lebih sedikit. Di dalam hidrolika pipa bertekanan dapat membahas mengenai kehilangan energi atau head loss akibat adanya gesekan pipa, aliran pada pipa bercabang, aliran dalam sistem rangkaian pipa, jaringan pipa, dan juga daya dalam aliran fluida (Linsley dan Franzini 1985).

Energi diperlukan untuk mengalirkan air dalam pipa, baik itu menanjak, menurun, ataupun mendatar. Rancangan pipa yang baik harus dapat mengkonversi energi sehingga memungkinkan jumlah air yang ingin dialirkan, karena aliran air di dalam pipa pasti akan mengalami kehilangan energi atau head loss. Selanjutnya untuk mencari besarnya daya yang dibutuhkan oleh pompa agar mampu mengatasi kehilangan energi yang terjadi dapat digunakan persamaan:

1000 p h g P

Q

(1)

Di mana P adalah daya pompa (kw), ρ adalah massa jenis air (kg/m3), g adalah percepatan gravitasi,

p

h adalah head pompa (m), dan Q adalah debit air (m3/s).

(28)

15

daripada bila terjadi peningkatan kecepatan akibat adanya pusaran arus yang ditimbulkan oleh pemisahan aliran dari bidang batas pipa (Linsley dan Franzini 1985).

Persamaan energi pada pipa bertekanan antara suatu penampang A dan B dapat ditulis dengan persamaan Bernoulli sebagai berikut:

L h 2 2 B z P h 2 2 A z g B V B p g A V A p (2)

di mana z adalah jarak tegak di atas suatu bidang persamaan mendatar, p/γ adalah tinggi tekanan air, V adalah kecepatan aliran rata-rata, hp adalah tinggi tekanan energi yang diberikan oleh pompa kepada air, hL adalah kehilangan tinggi tekanan keseluruhan antara penampang A dan B (Linsley dan Franzini 1985).

Besarnya head loss mayor di dalam pipa air yang lurus dapat dicari dengan menggunakan persamaan Darcy-Weisbach, yaitu:

g

V

f

2

D

L

h

2 Mayor L (3)

di mana f adalah satu faktor gesekan pipa, L adalah panjang pipa (m), D adalah diameter pipa (m), V adalah kecepatan aliran air (m/s), dan g adalah percepatan gravitasi (m2/s). Besarnya nilai f dapat dicari dengan terlebih dahulu mencari bilangan Reynold dan nilai kekasaran relatif (

/

D

) yang diplotkan menggunakan diagram Moody pada Gambar 1 (Linsley dan Franzini, 1985).

Bilangan Reynold dapat digunakan untuk mencari jenis aliran yang terjadi, apakah laminer atau turbulen. Persamaan untuk mencari bilangan Reynold adalah:

v

VD

Re (4)

di mana Re adalah bilangan Reynold (tak berdimensi), V adalah kecepatan aliran air dalam pipa (m/s), D adalah diameter pipa, dan v adalah kekentalan kinematik air (m2/s). Kekentalan kinematik air sangat dipengaruhi oleh besarnya suhu air, dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Re<2100, aliran bersifat laminer, pada Re>3000 aliran bersifat turbulen, diantara angka-angka tersebut maka terjadi aliran jenis peralihan (Linsley dan Franzini 1985).

Tabel 3. Berat spesifik dan kekentalan kinematik air (Kekentalan kinematik = harga tabel x 10-6)

Suhu Kerapatan Kekentalan

0C (0F) Relatif Kinematik (m2/s)

4.4 (40) 1.000 1.550

10.0 (50) 1.000 1.311

15.6 (60) 0.999 1.130

21.1 (70) 0.998 0.984

26.7 (80) 0.997 0.864

32.2 (90) 0.995 0.767

37.8 (100) 0.993 0.687

43.3 (110) 0.991 0.620

48.9 (120) 0.990 0.567

65.6 (150) 0.980 0.441

(29)

16

(30)

17

Setelah mengetahui besarnya nilai dari bilangan Reynold, maka hal berikutnya yang dicari

adalah nilai kekasaran relatif (

ε/D

) dari suatu pipa tergantung pada kekasaran mutlak (

ε

)dari bagian dalam pipa serta diameter pipa D. Besarnya nilai kekasaran mutlak

ε

ditentukan berdasarkan jenis material pipa yang digunakan untuk mengalirkan air, lihat Tabel 4 (Linsley dan Franzini 1985).

Tabel 4. Nilai kekasaran mutlak berdasarkan material pipa

Material (mm)

Baja dikeling 0.9 – 9.1

Beton 0.3 – 3.0

Papan kayu 0.18 – 0.91

Besi tuang 0.25

Besi tuang diaspal 0.12

Besi galvanis 0.15

Baja atau besi tempa 0.045

Pipa karet 0.0015

Sumber: Linsley dan Franzini 1985.

Pada kehilangan minor di jaringan pipa dapat digunakan persamaan:

hL minor = Σbelokan × K (5)

di mana nilai K bervariasi tergantung jenis belokan. Untuk belokan pipa 90O nilai K berkisar antara 0.50 hingga 0.75 sedangkan untuk belokan pipa 45O nilai K berkisar antara 0.35 hingga 0.45.

Besarnya head loss total yang terjadi pada suatu jaringan pipa dapat dicari dengan menggabungkan persamaan (2) dan persamaan (4):

g V D L f 2 ) K x 90 belokan K x 45 belokan ( h 2 90 0 45 0 Total

L 0 0 (6)

2.6.2.

Kebocoran Air

Kebocoran air merupakan salah satu faktor utama untuk penentuan kebutuhan air, karena definisi dari kebocoran air adalah perbedaan antara jumlah air yang diproduksi oleh produsen air dan jumlah air yang terjual konsumen sesuai dengan yang tercatat di meter-meter air pelanggan (Kodoatie dan Sjarief 2005).

Kebocoran air pada sistem suplai air bersih mulai dari WTP sampai pemakai dibedakan menjadi dua yaitu (PERPAMSI dkk. 1999 dengan elaborasi dan modifikasi di dalam Kodoatie dan Sjarief 2005):

1) Kebocoran Fisik: kehilangan air secara fisik yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti bocornya sumber air akibat kerusakan bangunannya, kebocoran pipa baik pada pipa transmisi maupun distribusi, air dalam resevoir yang melimpas keluar, dan penguapan.

(31)

18

III.

METODE PENELITIAN

3.1.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai jalur pengiriman air dilakukan di sekitar Kampus IPB Darmaga. Penelitian selanjutnya mengenai kebutuhan air aktual kampus, dilakukan di menara air Fakultas Kehutanan (Fahutan) dan Fakultas Peternakan (Fapet), sedangkan mengenai produksi air bersih dilakukan di WTP Ciapus dan Cihideung. Waktu penelitian selama 6 bulan terhitung bulan Juli hingga Desember 2010.

3.2.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Stopwatch

Ember besar Gelas ukur

Pita ukur 30 m dan 50 m Walking measure

Botol plastik dan botol kaca steril pH meter

Thermometer digital TDS meter

Turbidity meter Autolevel Target rod Tripot Kompas Unting-unting

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah: Peta kampus IPB Darmaga

Peta jaringan pipa Kertas kalkir

Data letak dan kapasitas ground water tank Data letak, tinggi, dan kapasitas menara air

Data jumlah mahasiswa asrama putra dan putri TPB

Data jumlah mahasiswa S1 dan pasca sarjana yang masih aktif dari masing-masing fakultas.

Data jumlah pegawai dari masing-masing fakultas Air sungai

(32)

19

3.3.

Metode Pengambilan dan Pengolahan Data

[image:32.595.109.515.152.763.2]

Pengambilan dan pengolahan data hingga kesimpulan untuk penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Pada Gambar 2, menunjukkan alur dari tahapan penelitian yang ditempuh.

Gambar 2. Tahapan Penelitian Kesimpulan dan Saran

Pengolahan data

Analisa hasil Pengumpulan data

Primer

1) Pemakaian air tiap jam pada menara Fahutan dan Fapet

2) Beban puncak

3) Panjang pipa distribusi 4) Debit pompa distribusi 5) Besar belokan dan jumlahnya

6) Debit kebocoran jalur menara Fahutan

Sekunder 1) Data jumlah pegawai 2) Data jumlah mahasiswa

3) Data jumlah mahasiswa penghuni

asrama

4) Data jumlah rumah di perumdos 5) Standar pemakaian air

6) Peta jaringan pipa IPB

7) Kapasitas produksi masing-masing WTP

Total pemakaian air secara aktual Total pemakaian

air secara teoritis

Total kapasitas produksi WTP

Kisaran Total Kebutuhan Air di IPB

Head Loss dan kebocoran

(33)

20

3.3.1.

Pengamatan Sistem Produksi dan Distribusi

Pengamatan ini dilakukan di lapangan guna mengetahui kondisi umum yang telah berjalan di lapangan. Kemudian dibandingkan dengan data sekunder yang diperoleh, dengan membandingkan kedua hal tersebut maka akan diketahui apakah data sekunder yang diperoleh masih relevan menggambarkan kondisi umum yang saat ini sedang berjalan. Selain itu juga dapat mengetahui masalah apa saja yang terjadi di lapangan sehingga dapat dicarikan jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut.

3.3.2.

Prediksi Kebutuhan Air di Kampus IPB Darmaga

Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memprediksi kebutuhan air di kampus IPB Darmaga. Data sekunder ini berupa jumlah mahasiswa S1 yang masih aktif, jumlah mahasiswa asrama TPB, jumlah mahasiswa pasca sarjana yang masih aktif, data jumlah pegawai dan dosen dari masing-masing fakultas. Data diperoleh dari bagian Direktorat Kemahasiswaan dan Direktorat Fasilitas dan Properti (Faspro). Setelah semua data tersebut terkumpulkan maka dikalikan dengan standar kebutuhan air untuk perguruan tinggi dan perkantoran. Bagi mahasiswa standar kebutuhan airnya adalah 80 liter/ orang/hari, sedangkan untuk pegawai dan dosen dikalikan dengan standar pemakaian air untuk perkantoran yaitu 100 liter/orang/ hari. Bagi mahasiswa TPB akan mengalami dua kali penghitungan, karena mereka memiliki dua peranan, yaitu sebagai mahasiswa yang aktif di perkuliahan dan juga sebaga penghuni asrama. Standar kebutuhan untuk penghuni asrama adalah 120 liter/orang/hari. Dengan begitu akan diperoleh kebutuhan air secara teoritis di kampus IPB Darmaga. Bila dinyatakan dengan rumus adalah :

Qd = jumlah penghuni x standar kebutuhan (7)

Di mana Qd adalah jumlah kebutuhan atau debit pemakaian air (m3/hari), jumlah penghuni (orang), dan standar kebutuhan (liter/orang/hari).

3.3.3.

Perhitungan Kebutuhan Air Aktual di Jalur Distribusi

Kebutuhan air aktual adalah pemakaian air yang benar-benar tejadi berdasarkan pembacaan meteran air. Pembacaan meteran air dilakukan di dua tempat yaitu di meteran air induk pada menara air Fahutan (Fakultas Kehutanan) dan menara air Fapet (Fakultas Peternakan ). Pembacaan meteran air tersebut dilakukan secara bersamaan tiap jamnya selama tiga hari berturut-turut. Pembacaan dimulai dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00. Selain membaca meteran air, pada menara Fahutan juga dilakukan pembacaan ketinggian muka air yang ada di menara, tujuan adalah agar mengetahui jumlah debit air yang masuk ke menara tiap jamnya. Namun pada menara Fapet tidak bisa dilakukan pembacaan ketinggian muka air tiap jamnya karena untuk mencapai puncak menara tersebut sangat berbahaya dan tidak terdapat pengaman pada tangga untuk menuju ke puncak menara tersebut.

(34)

21

serta jam berapa saja pemakaian air melebihi rata-rata pemakaian air tiap jamnya.

3.3.4.

Pengukuran dan Perhitungan Kebutuhan Air Aktual Penghuni

Rusunawa

Penghitungan ini dilakukan untuk mengetahui secara aktual pemakaian air mahasiswa rusunawa (rumah susun mahasiswa) di IPB. Ini dilakukan sebagai pembanding antara prediksi kebutuhan air mahasiswa penghuni asrama dan pemakaian aktual yang terjadi di lapangan. Pengukuran dilakukan dengan cara mengamati meteran air yang ada. Pengukuran pada hari pertama dengan mencatat meteran air yang terbaca tiap jam selama tiga jam (dari pukul 10 hingga pukul 12). Kemudian pada hari kedua juga dilakukan hal yang sama yaitu membaca meteran air pada jam yang sama seperti hari pertama. Dengan demikian diperoleh data pemakaian air total selama satu hari dengan tiga kali ulangan dengan cara mengurangi meteran terbaca pada hari kedua dengan hari pertama. Bila dinyatakan dengan rumus adalah :

1 ke hari dengan 2 ke hari rbaca meteran te selisih 1 Q 1 ke hari dengan 2 ke hari rbaca meteran te selisih 2 Q (8) 1 ke hari dengan 2 ke hari rbaca meteran te selisih 3 Q

Di mana Q1 (m3/hari) adalah pemakaian air selama 24 jam dari pukul 10 hari ke 1 hingga pukul 10 hari ke 2, sedangkan untuk Q2 dan Q3 sama dengan Q1 hanya berbeda jam pengamatan, Q2 pada pukul 11 dan Q3 pada pukul 12. Kemudian dari hasil tersebut dicari pemakaian air rata-rata di Rusunawa dalam satu hari dengan rumus:

3 3 2 1 rata rata Q Q Q Q

(9)

Selanjutnya setelah didapatkan Qrata-rata (m3/hari) di Rusunawa, hasilnya dibagi dengan total penghuni di Rusunawa, dapat dituliskan dengan rumus:

orang) (374 Rusunawa penghuni

Jumlah

Qrata rata Rusunawa

Q (10)

Hasil dari QRusunawa (m3/orang/hari) ini kemudian dijadikan sebagai acuan pemakaian air aktual untuk asrama putra, asrama putri, asrama Silvasari, asrama Silvalestari, dan Asrama Putri Darmaga (APD). Hal ini dilakukan karena tidak adanya meteran air untuk mengamati pemakaaian air di masing-masing asrama. Sehingga untuk penggunaan air di masing-masing asrama diperoleh dengan cara mengalikan QRusunawa dengan jumlah penghuni masing-masing gedung asrama.

3.3.5.

Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi WTP Tipe Gravitasi

(35)

22

mengukur pertambahan tinggi muka air yang terjadi pada bak sedimentasi dan bak filtrasi. Setelah mengetahui terlebih dahulu luas penampang tampak atas (luas lingkaran) dari bak sedimentasi dan filtrasi. Pertambahan tinggi muka air per satuan waktu yang dikalikan dengan luas penampang maka akan dapat debit produksi atau kapasitas produksi dari WTP tersebut. Bila dinyatakan dengan rumus adalah:

Q = (11)

Di mana Q adalah debit produksi (m3/jam), r adalah jari-jari bak sedimentasi atau bak filtrasi (m), h adalah tinggi muka air (m), dan t adalah waktu (detik). Pengukuran dilakukan setelah pompa intake dinyalakan dan pertambahan tinggi muka air ditentukan bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

3.3.6.

Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi WTP Tipe Tekanan

Pengukuran ini dilakukan di WTP Cihideung, dalam pengukuran ini dilakukan beberapa perlakuan khusus agar data yang didapat lebih valid. Pertama adalah ketika pengukuran dilakukan di WTP 1 Cihideung maka WTP Cihideung yang lain dimatikan agar tidak mengganggu kerja operator dalam menampung air produksi, begitu pula ketika pengukuran dilakukan pada WTP-WTP yang lain. Kedua adalah dilakukannya back washing sebelum pengukuran selama satu jam agar debit yang dihasilkan mencapai angka maksimum. Ketiga adalah operator memastikan bahwa air baku, pompa intake, dan pompa filtrasi yang dipakai berada dalam keadaan baik dan normal seperti biasanya agar proses tidak mengalami hambatan saat terjadinya pengukuran. Debit per instalasi dihitung dengan mengukur jumlah air yang keluar dari tiap pipa output yang berada di dalam GWT utama (yang berada di WTP Cihideung). Air produksi ditampung dalam ember besar selama beberapa detik lalu diukur volumenya. Pada setiap WTP pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan diambil rata-ratanya. Debit per jam didapat dengan persamaan :

Q = (12)

Di mana Q adalah debit produksi (m3/jam), V adalah volume air yang tertampung di dalam ember (liter), dan t adalah waktu (detik).

3.3.7.

Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi WTP Tipe

Ultra

Filtration (UF) system

Pengukuran dilakukan di WTP Cihideung, dengan bantuan alat ukur yang terdapat pada WTP tersebut. Alat ukur tersebut adalah flow meter, terdapat pada bagian setelah sand filter dan sebelum buffer tank. Alat ini bekerja dengan cara menunjukkan jumlah debit air yang mengalir melewatinya dan langsung mengkonversi ke dalam satuan gpm (galon per menit) dan lpm (liter per menit). Bila dinyatakan dengan rumus adalah :

(36)

23

Di mana Q adalah debit produksi (m3/jam), dan lpm adalah nilai yang ditunjukkan flow meter (liter/menit).

3.3.8.

Pengukuran dan Perhitungan Debit Pompa Distribusi

Pengukuran debit pompa distribusi dilakukan dengan cara menyamakan jumlah air yang masuk dan keluar dari menara tempat tujuan pompa distribusi tersebut. Sebuah meteran dari bambu dipasang di dalam menara secara vertikal. Katup air masuk dan keluar dibiarkan terbuka dan sistem distribusi dibiarkan berjalan seperti biasanya. Ketinggian air tiap jam dicatat selama beberapa hari dan jumlah air per jam yang keluar dari menara tersebut juga dicatat pada jam yang sama dengan waktu pengukuran ketinggian. Dari kedua data tersebut akan diketahui pada jam berapa saja air berada pada ketinggian yang sama dan berapa air yang keluar dalam selang waktu tersebut. Debit distribusi dihitung dengan persamaan berikut :

Vkeluar = Vmasuk

Q = Vmasuk / t (14)

Di mana Q adalah debit pompa distribusi (m3/jam), V adalah volume (m3), t adalah interval waktu hingga permukaan air dalam menara mencapai ketinggian yang sama (jam).

3.3.9.

Pengukuran Panjang Jalur Transmisi dan Beda Elevasi

Pada pengukuran ini menggunakan metode langsung di mana operasi pengukuran perbedaan jarak vertikal secara langsung menggunakan instrumen leveling berupa autolevel dan target rod. Adapun metode langsung yang dilakukan adalah differential leveling, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menentukan beda tinggi dua titik yang relatif besar perbedaannya sehingga diperlukan pengukuran yang bertahap, lihat Gambar 3. Data yang terkumpul berupa panjang jalur pipa transmisi dan beda elevasi antara pompa transmisi yang ada di WTP Cihideung dengan menara air Fahutan. Pengumpulan data ini berguna untuk menghitung besarnya head loss dan head pompa yang terjadi.

Gambar 3. Sketsa metode differential leveling

Pengukuran beda elevasi ini melibatkan BA (benang atas), BT (benang tengah), BB (benang bawah) pada autolevel dan BS (Back Sight), FS (Front Sight), serta TP (Turn Point). Titik yang ingin diketahui dapat dicari dengan hubungan sebagai berikut:

FS BS-BT BT Elevasi

Beda (15)

BS1

BS2

BS3

FS1

FS2

FS3

A

B

TP1

(37)

24

Sedangkan untuk pengukuran jarak atau panjang pipa transmisi, menggunakan hubungan sebagai berikut:

100 x BB) -(BA

Jarak (16)

Di mana untuk jarak (m) dan BA serta BB (cm).

3.3.10.

Perhitungan Head Loss

Pada perhitungan head loss, cara yang digunakan adalah dengan menggunakan persamaan Darcy-Weisbach. Detil persamaan dalam pengukuran head loss dapat dilihat pada bab tinjauan pustaka, sub bab Analisi Teknis Jaringan Pipa Air Bersih.

3.3.11.

Pengukuran dan Penghitungan Kebocoran

Pada tahapan ini adalah untuk mengetahui jumlah kebocoran air yang terjadi pada pipa distribusi air dari menara air hingga ke gedung-gedung fakultas tiap menitnya. Debit kebocoran adalah debit air minimum yang keluar pada saat pemakaian oleh konsumen mendekati nol. Pengukuran dilakukan pada malam hari, tepatnya pukul 23:00 WIB. Waktu tersebut dipilih karena pada saat itu kegiatan akademik maupun kegitan lainnya di kampus yang menggunakan air bersih diperkirakan tidak ada (minimum dalam penggunaan air bersih) sehingga air yang terbaca oleh meteran air adalah air yang bocor dari pipa, bukan air yang digunakan oleh konsumen (mahasiswa/ pegawai kampus). Pengukuran dilakukan dengan cara membaca meteran air yang terdapat di menara air. Meteran air tersebut mengukur volume air yang keluar/ terdistribusikan dari menara air menuju ke gedung-gedung fakultas. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dan tiap ulangan selama 5 menit pegamatan, dengan demikian debit kebocoran dapat dinyatakan dengan rumus:

Q = (17)

(38)

25

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Kondisi Umum Penyediaan Air Bersih Di IPB Darmaga

Air bersih sangat dibutuhkan dalam menunjang kegiatan seperti pendidikan, penelitian, dan juga perkantoran khususnya di kampus IPB Darmaga. Walaupun IPB sebagai institusi pendidikan, namun pada kenyataannya jenis pemakaian air yang ada di lingkungan kampus IPB Darmaga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pemakaian domestik dan non-domestik. Pemakaian domestik untuk keperluan rumah tangga seperti di perumahan dosen dan asrama, sedangkan pemakaian non-domestik untuk keperluan industri, pendidikan, dan komersial.

Kegiatan pemenuhan kebutuhan air di kampus IPB Darmaga baik itu berupa pengolahan, penyaluran dan penyimpanan air, secara umum menjadi tanggung jawab dari Direktorat Fasilitas dan Properti (Faspro). Pada saat ini IPB memanfaatkan air sungai sebagai air baku untuk memenuhi kebutuhan air dalam menunjang kegiatannya tersebut. Sungai yang dimanfaatkan sebagai air baku tersebut adalah Sungai Ciapus dan Sungai Cihideung.

Saat ini IPB memiliki tujuh buah instalasi pengolahan air atau WTP (Water Treatment Plant) yang berlokasi pada dua tempat yang berbeda. Tempat pengolahan pertama yaitu WTP Ciapus yang berlokasi di pintu keluar belakang IPB sedangkan tempat pengolahan kedua yaitu WTP Cihideung yang berlokasi di belakang pangkalan bis IPB.

4.1.1.

WTP Ciapus

Pertama kali dibangun pada tahun 1972 dan terletak di dekat pintu keluar belakang IPB. WTP Ciapus memiliki dua buah instalasi pengolahan yang disebut sebagai WTP 1 dan WTP 2 Ciapus. Masing-masing instalasi tersebut memanfaatkan air Sungai Ciapus sebagai bahan bakunya. Baik WTP 1 dan WTP 2, memiliki daerah pelayanan kebutuhan air bersih yang berbeda, sehingga WTP ini terbagi menjadi dua jalur pendistribusian. WTP 1 Ciapus melayani kebutuhan air bersih yang ada di Perumahan Dosen IPB (Perumdos), Asrama Silvasari dan Silvalestari, Asrama Putri Darmaga (APD), Asrama Amarilis, dan juga GOR (Gelanggang Olah Raga)Lama. Sedangkan untuk WTP 2 Ciapus dikhususkan untuk melayani kebutuhan air bersih bagi mahasiswa asrama TPB yang ada di gedung Asrama Putra (Astra) dan Asrama Putri (Astri). Pada Gambar 4 dapat dilihat bagan struktur pendistribusian air dari WTP Ciapus hingga ke masing-masing unit pemakaiannya.

(39)

26

Gambar 4. Bagan struktur pendistribusian air untuk WTP Ciapus

(40)

27

Pada WTP 1 yang bertipe tekanan proses penyaluran airnya dari unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi menuju unit filtrasi hingga unit penampungan, memanfaatkan tekanan dari pompa air, sedangkan untuk WTP 2 memanfaatkan gaya gravitasi. WTP 1 ini terdiri dari unit intake, unit koagulasi/flokulasi dan sedimentasi yang menyatu, unit filtrasi, dan unit penampungan berupa GWT. Skema pengolahan air pada WTP 1 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe tekanan

Proses pengolahan air pada WTP 1 adalah sebagai berikut, air dari bak intake dipompakan menuju unit gabungan koagulasi/flokulasi dan sedimentasi. Pada pipa air baku dimasukkan (injection) larutan koagulan, pengadukan cepat dengan sistem statis terjadi tepat setelah titik penginjeksian larutan koagulasi dan pengadukan secara lambat terjadi selama air baku mengalir menuju unit koagulasi/flokulasi dan pada sebagian unit sedimentasi.

Selanjutnya flok yang terbentuk dipisahkan dalam bagian sedimentasi yang dilengkapi dengan lamella (lihat Gambar 6.). Flok yang tertangkap lamella jatuh dan mengendap pada bagian dasar membentuk lumpur. Air yang bebas dari flok mengalir melalui mekanisme overflow menuju ke bagian penampungan air sebelum dipompa ke unit filtrasi. Lumpur yang terbentuk

Gambar

Gambar 2.  Tahapan Penelitian
Gambar 8. Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe gravitasi
Gambar 14. Skema WTP tipe UF system
Gambar 22. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 21 September 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

POKJA Sanitasi Kabupaten Sampang 2.23 Program kegiatan pengelolaan air bersih di kabupaten Sampang ditangani oleh Dinas Pekerjaan umum Cipta Karya dan Tata Ruang yaitu

Dari hasil perhitungan menggunakan MATLAB dengan kecepatan alir gas masuk 1,1134 m/dt dan fraksi propilen dalam argon 0,4; terjadi reaksi dekomposisi hidrokarbon

Di tahun 2001, dengan adanya perkembangan spesifikasi dari telepon selular, game telah dimainkan pada layar berwarna dengan dukungan grafik yang lebih baik dan sudah mampu

Dari penelitian yang telah dilakukan maka disarankan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan substrat dengan kadar glukosa yang seragam sehingga pada

Dari hasil analisis regresi yang dilakukan diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,622 atau 62,2% yang artinya bahwa pengaruh variabel independen yaitu Perencanaan

Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke

Se/rang anak laki3laki usia ) tahun dengan kejang' Kejang se1ara ti0a3ti0a seluruh tu0uh kel/j/tan dan mengepalkan tangan serta mata melirik ke atas' Saat kejang mulut