• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan antara Karakteristik dengan Kesejahteraan Rumah Tangga di Wilayah Pembangunan Bogor Timur Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan antara Karakteristik dengan Kesejahteraan Rumah Tangga di Wilayah Pembangunan Bogor Timur Kabupaten Bogor"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR

KABUPATEN BOGOR

Oleh :

PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PUTRA FAJAR PRATAMA. Keterkaitan antara Karakteristik dengan Kesejahteraan Rumah Tangga di Wilayah Pembangunan Bogor Timur Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009, dinyatakan bahwa masih rendahnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat dan munculnya masalah sosial yang mendasar. Dalam RJPM tahun 2004-2009 ini, penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas kebijakan yang utama yang tertuang dalam arah kebijakan pembangunan pemerintah. Upaya penanggulangan kemiskinan ini terkait dengan sasaran utama pembangunan nasional yaitu menurunnya persentase jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Selama ini kesejahteraan masyarakat dinilai memiliki dimensi yang luas dan kompleks sehingga hanya dapat terlihat dari suatu aspek tertentu. Salah satu aspek yang cukup relevan dalam mengukur tingkat kesejahteraan suatu masyarakat ialah kondisi kemiskinan. Selama ini kondisi kemiskinan menggambarkan suatu kondisi kesejahteraan yang rendah. Jika dilihat dari sisi jumlah penduduk miskin di Indonesia, terdapat fluktuasi dalam hal persentase jumlah penduduk miskin di wilayah desa dan kota.

Untuk melihat kondisi kemiskinan rumah tangga yang merupakan salah satu alat ukur kesejahteraan, diperlukan suatu kriteria tertentu. Diperlukan suatu indikator sosial maupun ekonomi untuk menggambarkan keadaan kemiskinan suatu rumah tangga. Selama ini Badan Pusat Statistik mencoba untuk melihat kondisi kemiskinan dengan menggunakan 14 kriteria. Variabel-variabel dalam kriteria tersebut menggambarkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang dikenal dengan karakteristik rumah tangga. Nilai Indeks Pembangunan Manusia yang rendah di wilayah Bogor Timur ini mengisyaratkan masih rendahnya tingkat kesejahteraan di wilayah Bogor Timur. Rendahnya IPM Bogor Timur juga mengindikasikan suatu ketidakmerataan pendapatan per kapita karena PDRB per kapita yang tinggi di wilayah ini. Permasalahan di segala aspek terkait dengan kesejahteraan tersebut harus ditanggulangi dengan strategi yang sesuai dengan permasalahan yang menjadi prioritas di suatu wilayah.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis karakteristik rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor Timur, (2) menganalisis keterkaitan antara karakteristik dan kesejahteraan rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor Timur, dan (3) menganalisis strategi prioritas penanggulangan kemiskinan di wilayah pembangunan Bogor Timur.

(3)

memiliki persentase rumah tangga miskin yang rendah yaitu Kecamatan Gunungputri dan Cileungsi. Sebanyak 3.210 rumah tangga di Bogor Timur merupakan rumah tangga miskin dari 20.817 rumah tangga sampel. Rumah tangga yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non-pertanian untuk rumah tangga tidak miskin relatif lebih baik dibandingkan rumah tangga yang tergolong miskin. Rumah tangga pertanian yang tidak miskin tidak lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga yang tergolong miskin.

Berdasarkan analisis model pengukuran, seluruh variabel manifes berpengaruh nyata dan berhubungan positif terhadap variabel laten yang ada. Variabel karakteristik pendidikan memiliki nilai pengaruh yang positif terhadap variabel karakteristik pendapatan. Artinya kepala rumah tangga yang tamat sekolah dasar (SD) cenderung memiliki pendapatan dari sektor pekerjaan utama yang lebih dari 600 ribu rupiah. Variabel karakteristik pekerjaan memiliki nilai pengaruh yang positif terhadap variabel karakteristik pendapatan. Artinya apabila kepala rumah tangga bekerja di sektor non-pertanian maka kepala rumah tangga tersebut cenderung memiliki pendapatan dari sektor pekerjaan utama yang lebih dari 600 ribu rupiah. Nilai pengaruh karakteristik pendapatan terhadap kesejahteraan rumah tangga bernilai positif. Artinya jika kepala rumah tangga berpendapatan lebih besar dari 600 ribu rupiah maka peluang suatu rumah tangga untuk dikategorikan tidak miskin akan semakin meningkat.

Berdasarkan hasil PHA, terlihat bahwa faktor yang utama dalam menyebabkan kemiskinan di wilayah pembangunan Bogor Timur ialah rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Bogor Timur. Strategi prioritas dalam menanggulangi kemiskinan di Bogor Timur ialah dengan meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan kursus dan pelatihan.

(4)

Oleh:

PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Kabupaten Bogor

Nama : Putra Fajar Pratama

NRP : A14304081

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132 158 758

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juni 2008

(7)

Penulis bernama lengkap Putra Fajar Pratama, dilahirkan pada 19 Juli

1986 di Bogor sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Winarto

Budiyo Pratomo, B.Sc dan Ir. Endang Dwi Hastuti, MM. Pada tahun 1998 penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Polisi V Bogor. Pada tahun 2001 penulis

menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 5 Bogor dan

menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 2 Bogor pada tahun 2004.

Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis

aktif pada berbagai organisasi, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut

Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS),

jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Selama menempuh

pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan. Selain itu

(8)

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam atas seluruh nikmat,

anugerah, berkat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitiannya. Penelitian ini berjudul “Keterkaitan antara Karakteristik dengan

Kesejahteraan Rumah Tangga di Wilayah Pembangunan Bogor Timur Kabupaten

Bogor”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Institut

Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis keterkaitan antara

karakteristik dan kesejahteraan rumah tangga serta strategi prioritas

penanggulangan kemiskinan di wilayah pembangunan Bogor Timur. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh

karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun

guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam

memberikan rekomendasi kepada pemerintah bagi penanggulangan kemiskinan di

(9)

DAFTAR ISI

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Mengenai Kesejahteraan Rumah Tangga ... 10

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Mengenai Kemiskinan... 12

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu dengan Model Persamaan Struktural. 18 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu dengan Proses Hirarkhi Analitik ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 21

V. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR... 61

5.1 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Pendidikan Kepala Rumah Tangga... 63

5.2 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Pendapatan Kepala Rumah Tangga... 64

5.3 Karakteristik Perumahan... 65

5.3.1 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai Rumah ... 65

5.3.2 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Jenis Dinding Rumah ... 66

5.3.3 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Sumber Air Minum ... 67

(10)

5.3.5 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan

Jenis Bahan Bakar untuk Memasak ... 69

5.3.6 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Sumber Penerangan... 70

5.3.7 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Luas Lantai Rumah ... 71

5.4 Karakteristik Ekonomi ... 73

5.4.1 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Frekuensi Pembelian Pakaian dalam Setahun... 73

5.4.2 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Frekuensi Makan dalam Sehari... 74

5.4.3 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Frekuensi Pembelian Daging/Ayam/Susu dalam Seminggu... 75

5.5 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Kepemilikan Aset... 76

5.6Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Kemampuan Berobat... 79

VI. KETERKAITAN KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGADI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR ... 80

6.1 Analisis Model Struktural ... 80

6.2 Dekomposisi Pengaruh ... 84

6.2.1 Hubungan antara Karakteristik Pendidikan dan Pendapatan .... 86

6.2.2 Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dan Pendapatan ... 88

6.2.3 Hubungan antara Karakteristik Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah Tangga ... 89

VII. STRATEGI PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR... 91

7.1 Faktor Utama Penyebab Kemiskinan... 91

7.2 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan di Bogor Timur... 92

7.2.1 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Ketimpangan Pembangunan di Bogor Timur ... 92

7.2.2 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Kurangnya Akses Masyarakat terhadap Pelayanan Umum ... 93

7.2.3 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia di Bogor Timur... 94

7.2.4 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Seluruh Faktor Penyebab Kemiskinan di Bogor Timur... 95

7.3 Sub-strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan di Bogor Timur 96

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 99

8.1 Kesimpulan ... 99

8.2 Saran... 99

DAFTAR PUSTAKA... 101

(11)

DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR

KABUPATEN BOGOR

Oleh :

PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

PUTRA FAJAR PRATAMA. Keterkaitan antara Karakteristik dengan Kesejahteraan Rumah Tangga di Wilayah Pembangunan Bogor Timur Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009, dinyatakan bahwa masih rendahnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat dan munculnya masalah sosial yang mendasar. Dalam RJPM tahun 2004-2009 ini, penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas kebijakan yang utama yang tertuang dalam arah kebijakan pembangunan pemerintah. Upaya penanggulangan kemiskinan ini terkait dengan sasaran utama pembangunan nasional yaitu menurunnya persentase jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Selama ini kesejahteraan masyarakat dinilai memiliki dimensi yang luas dan kompleks sehingga hanya dapat terlihat dari suatu aspek tertentu. Salah satu aspek yang cukup relevan dalam mengukur tingkat kesejahteraan suatu masyarakat ialah kondisi kemiskinan. Selama ini kondisi kemiskinan menggambarkan suatu kondisi kesejahteraan yang rendah. Jika dilihat dari sisi jumlah penduduk miskin di Indonesia, terdapat fluktuasi dalam hal persentase jumlah penduduk miskin di wilayah desa dan kota.

Untuk melihat kondisi kemiskinan rumah tangga yang merupakan salah satu alat ukur kesejahteraan, diperlukan suatu kriteria tertentu. Diperlukan suatu indikator sosial maupun ekonomi untuk menggambarkan keadaan kemiskinan suatu rumah tangga. Selama ini Badan Pusat Statistik mencoba untuk melihat kondisi kemiskinan dengan menggunakan 14 kriteria. Variabel-variabel dalam kriteria tersebut menggambarkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang dikenal dengan karakteristik rumah tangga. Nilai Indeks Pembangunan Manusia yang rendah di wilayah Bogor Timur ini mengisyaratkan masih rendahnya tingkat kesejahteraan di wilayah Bogor Timur. Rendahnya IPM Bogor Timur juga mengindikasikan suatu ketidakmerataan pendapatan per kapita karena PDRB per kapita yang tinggi di wilayah ini. Permasalahan di segala aspek terkait dengan kesejahteraan tersebut harus ditanggulangi dengan strategi yang sesuai dengan permasalahan yang menjadi prioritas di suatu wilayah.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis karakteristik rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor Timur, (2) menganalisis keterkaitan antara karakteristik dan kesejahteraan rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor Timur, dan (3) menganalisis strategi prioritas penanggulangan kemiskinan di wilayah pembangunan Bogor Timur.

(13)

memiliki persentase rumah tangga miskin yang rendah yaitu Kecamatan Gunungputri dan Cileungsi. Sebanyak 3.210 rumah tangga di Bogor Timur merupakan rumah tangga miskin dari 20.817 rumah tangga sampel. Rumah tangga yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non-pertanian untuk rumah tangga tidak miskin relatif lebih baik dibandingkan rumah tangga yang tergolong miskin. Rumah tangga pertanian yang tidak miskin tidak lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga yang tergolong miskin.

Berdasarkan analisis model pengukuran, seluruh variabel manifes berpengaruh nyata dan berhubungan positif terhadap variabel laten yang ada. Variabel karakteristik pendidikan memiliki nilai pengaruh yang positif terhadap variabel karakteristik pendapatan. Artinya kepala rumah tangga yang tamat sekolah dasar (SD) cenderung memiliki pendapatan dari sektor pekerjaan utama yang lebih dari 600 ribu rupiah. Variabel karakteristik pekerjaan memiliki nilai pengaruh yang positif terhadap variabel karakteristik pendapatan. Artinya apabila kepala rumah tangga bekerja di sektor non-pertanian maka kepala rumah tangga tersebut cenderung memiliki pendapatan dari sektor pekerjaan utama yang lebih dari 600 ribu rupiah. Nilai pengaruh karakteristik pendapatan terhadap kesejahteraan rumah tangga bernilai positif. Artinya jika kepala rumah tangga berpendapatan lebih besar dari 600 ribu rupiah maka peluang suatu rumah tangga untuk dikategorikan tidak miskin akan semakin meningkat.

Berdasarkan hasil PHA, terlihat bahwa faktor yang utama dalam menyebabkan kemiskinan di wilayah pembangunan Bogor Timur ialah rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Bogor Timur. Strategi prioritas dalam menanggulangi kemiskinan di Bogor Timur ialah dengan meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan kursus dan pelatihan.

(14)

Oleh:

PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Kabupaten Bogor

Nama : Putra Fajar Pratama

NRP : A14304081

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132 158 758

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juni 2008

(17)

Penulis bernama lengkap Putra Fajar Pratama, dilahirkan pada 19 Juli

1986 di Bogor sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Winarto

Budiyo Pratomo, B.Sc dan Ir. Endang Dwi Hastuti, MM. Pada tahun 1998 penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Polisi V Bogor. Pada tahun 2001 penulis

menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 5 Bogor dan

menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 2 Bogor pada tahun 2004.

Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis

aktif pada berbagai organisasi, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut

Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS),

jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Selama menempuh

pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan. Selain itu

(18)

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam atas seluruh nikmat,

anugerah, berkat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitiannya. Penelitian ini berjudul “Keterkaitan antara Karakteristik dengan

Kesejahteraan Rumah Tangga di Wilayah Pembangunan Bogor Timur Kabupaten

Bogor”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Institut

Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis keterkaitan antara

karakteristik dan kesejahteraan rumah tangga serta strategi prioritas

penanggulangan kemiskinan di wilayah pembangunan Bogor Timur. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh

karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun

guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam

memberikan rekomendasi kepada pemerintah bagi penanggulangan kemiskinan di

(19)

DAFTAR ISI

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Mengenai Kesejahteraan Rumah Tangga ... 10

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Mengenai Kemiskinan... 12

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu dengan Model Persamaan Struktural. 18 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu dengan Proses Hirarkhi Analitik ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 21

V. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR... 61

5.1 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Pendidikan Kepala Rumah Tangga... 63

5.2 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Pendapatan Kepala Rumah Tangga... 64

5.3 Karakteristik Perumahan... 65

5.3.1 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai Rumah ... 65

5.3.2 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Jenis Dinding Rumah ... 66

5.3.3 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Sumber Air Minum ... 67

(20)

5.3.5 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan

Jenis Bahan Bakar untuk Memasak ... 69

5.3.6 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Sumber Penerangan... 70

5.3.7 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Luas Lantai Rumah ... 71

5.4 Karakteristik Ekonomi ... 73

5.4.1 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Frekuensi Pembelian Pakaian dalam Setahun... 73

5.4.2 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Frekuensi Makan dalam Sehari... 74

5.4.3 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Frekuensi Pembelian Daging/Ayam/Susu dalam Seminggu... 75

5.5 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Kepemilikan Aset... 76

5.6Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Kemampuan Berobat... 79

VI. KETERKAITAN KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGADI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR ... 80

6.1 Analisis Model Struktural ... 80

6.2 Dekomposisi Pengaruh ... 84

6.2.1 Hubungan antara Karakteristik Pendidikan dan Pendapatan .... 86

6.2.2 Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dan Pendapatan ... 88

6.2.3 Hubungan antara Karakteristik Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah Tangga ... 89

VII. STRATEGI PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR... 91

7.1 Faktor Utama Penyebab Kemiskinan... 91

7.2 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan di Bogor Timur... 92

7.2.1 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Ketimpangan Pembangunan di Bogor Timur ... 92

7.2.2 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Kurangnya Akses Masyarakat terhadap Pelayanan Umum ... 93

7.2.3 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia di Bogor Timur... 94

7.2.4 Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Seluruh Faktor Penyebab Kemiskinan di Bogor Timur... 95

7.3 Sub-strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan di Bogor Timur 96

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 99

8.1 Kesimpulan ... 99

8.2 Saran... 99

DAFTAR PUSTAKA... 101

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sumbangan Kelompok Pengeluaran terhadap

Inflasi Nasional Oktober 2007 ... 3

2. PDRB per kapita Kabupaten Bogor Tahun 2005 (juta Rupiah)... 5

3. Angka IPM dan Komponennya menurut Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 ... 6

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 40

5. Matriks Perbandingan Berpasangan dalam PHA... 53

6. Skala Dasar Perbandingan pada PHA ... 54

7. Matriks Pendapat Gabungan ... 55

8. Nilai Indeks Acak (RI) Matriks Berorde 2 sampai 8 ... 57

9. Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Miskin di Bogor Timur Tahun 2006 ... 62

10.Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Pendidikan Kepala Rumah Tangga (persen) ... 63

11. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Pendapatan Kepala Rumah Tangga (persen) ... 65

12. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Jenis Lantai Rumah (persen)... 66

13. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Jenis Dinding Rumah (persen)... 67

14. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Sumber Air Minum (persen)... 68

15. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Sarana Buang Air Besar (persen)... 69

(22)

17. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Sumber Penerangan (persen) ... 71

18. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Luas Lantai Rumah (persen)... 72

19.Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Frekuensi Pembelian Pakaian Baru dalam Setahun (persen)... 73

20. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Frekuensi Makan dalam Sehari (persen) ... 74

21. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Frekuensi Pembelian Daging/Ayam/Susu dalam Seminggu

(persen)... 76

22. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Kepemilikan Emas (persen)... 76

23. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Kepemilikan Televisi (persen)... 77

24. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Kepemilikan Kulkas/Mesin Cuci (persen)... 77

25. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Kepemilikan Sepeda Motor (persen) ... 78

26. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin

berdasarkan Kemampuan Berobat (persen) ... 79

27. Ukuran Kebaikan Suai Model menurut Absolute Fit Measures... 82

28. Ukuran Kebaikan Suai Model menurut Incremental Fit Measures... 83 29. Ukuran Kebaikan Suai Model menurut Parsimonious Fit Measures... 83

30. Hubungan Variabel Manifes dengan Karakteristik Rumah Tangga ... 86

31. Faktor Utama Penyebab Kemiskinan di Bogor Timur... 92

32. Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan

Ketimpangan Pembangunan di Bogor Timur ... 93

33. Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan

(23)

34. Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan

Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia di Bogor Timur... 95

35. Strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan

Seluruh Faktor Penyebab Kemiskinan di Bogor Timur... 96

36. Sub-strategi Prioritas Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 1996-2007... 4

2. Lingkaran Setan Kemiskinan ... 28

3. Hipotesis U Terbalik dari Kuznets... 32

4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

5. Proses Pengolahan Data SUSEDA 2006... 39

6. Model Kesejahteraan Rumah Tangga dengan Pendekatan SEM... 49

7. Urutan Prioritas Strategi Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan PHA.... 59

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Variabel yang Diolah dalam Model Persamaan Struktural... 100

2. Output LISREL... 102 3. Uji Reliabilitas dan Variance Extracted... 106

4. Daftar Indikator Kesejahteraan Rakyat menurut BPS ... 107

5. Indikator Kemiskinan menurut BPS ... 109

6. Kuesioner Penelitian ... 110

(26)

1.1. Latar Belakang

Salah satu indikator yang menunjukkan adanya suatu pembangunan di

suatu negara ialah pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan ketiga tahun 2007,

Produk Domestik Bruto Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,3 persen bila

dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2006. Menurut Tambunan

(2003), pertumbuhan ekonomi dapat memberikan efek dalam bentuk peningkatan

kesempatan kerja dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin.

Dengan semakin membaiknya aspek-aspek perekonomian, diharapkan

kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

Salah satu tujuan yang terdapat dalam Millenium Development Goals (MDG)1 ialah untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan. Upaya tersebut

berbentuk penurunan proporsi masyarakat yang kelaparan dan berpendapatan

kurang dari satu dolar per hari serta meningkatkan kesempatan kerja masyarakat.

Upaya penurunan tingkat kemiskinan dalam MDG merupakan fokus utama selain

pembangunan ekonomi.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)2 tahun

2004-2009, juga dinyatakan bahwa rendahnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan

rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat dan munculnya masalah sosial. Dalam

RPJM tahun 2004-2009 ini, penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas

kebijakan yang utama yang tertuang dalam arah kebijakan pembangunan

pemerintah. Upaya penanggulangan kemiskinan ini terkait dengan sasaran utama

1

United Nations. 2008. UN Millennium Development Goals. www.un.org

2

(27)

pembangunan nasional yaitu menurunnya persentase jumlah penduduk miskin

menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.

Selama ini pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari unsur

ketidakpastian dalam perekonomian nasional dalam periode-periode tertentu.

Ketidakpastian perekonomian tersebut salah satunya berupa krisis moneter yang

terjadi pada tahun 1998 yang telah mempengaruhi daya beli dan tingkat

kesejahteraan masyarakat. Selain itu, harga minyak dunia yang terus berfluktuasi

juga mempengaruhi harga BBM di Indonesia sehingga memicu kenaikan harga

makanan dan non-makanan. Adanya inflasi ini akan mempengaruhi daya beli serta

kesejahteraan masyarakat.

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar

dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,

pendidikan, dan kesehatan). Berdasarkan data BPS (2007), dalam rentang waktu

Februari 2005 sampai Maret 2006, terjadi peningkatan Garis Kemiskinan sebesar

18,39 persen yang sebagian besar dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan Makanan.

Tabel 1 memperlihatkan data sumbangan kelompok pengeluaran terhadap inflasi

nasional. Dari Tabel 1 terlihat bahwa bahan makanan sangat berkontribusi

terhadap inflasi yang terjadi. Hal ini berimplikasi bahwa makanan terbukti

berpengaruh terhadap peningkatan garis kemiskinan yang sebagian besar

dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan Makanan.

Selama ini kesejahteraan masyarakat dinilai memiliki dimensi yang luas

dan kompleks. Berbagai badan dan lembaga yang fokus terhadap masalah

(28)

berbagai indikator sosial dan ekonomi. Keragaman indikator sosial dan ekonomi

ini mengakibatkan kesejahteraan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.

Tabel 1. Sumbangan Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi Nasional

Oktober 2007

Kelompok pengeluaran Sumbangan terhadap inflasi (persen)

1. Bahan makanan 0,44

2. Makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau 0,08

3. Perumahan, air, listrik, gas, dan

bahan bakar 0,05

4. Sandang 0,11

5. Kesehatan 0,02

6. Pendidikan, rekreasi, dan

Olahraga 0,01

7. Transpor, komunikasi, dan

jasa keuangan 0,08

UMUM 0,79 Sumber : BPS (2007)

Salah satu aspek yang cukup relevan dalam mengukur tingkat

kesejahteraan suatu masyarakat ialah kondisi kemiskinan. Selama ini kondisi

kemiskinan menggambarkan suatu kondisi kesejahteraan yang rendah. Jika dilihat

dari sisi jumlah penduduk miskin di Indonesia, terdapat fluktuasi dalam hal

persentase jumlah penduduk miskin di wilayah desa dan kota. Pada tahun 1998,

terjadi peningkatan persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia yang

signifikan. Hal ini disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi pada tahun

tersebut. Dalam rentang waktu setelah tahun 1998, jumlah penduduk miskin di

Indonesia relatif mengalami trend yang menurun. Apabila dibedakan menurut

wilayah desa dan kota, persentase jumlah penduduk miskin di kedua wilayah

(29)

penduduk miskin di Indonesia dalam rentang waktu tahun 1996 sampai tahun

2007.

Sumber : BPS (2007)

Gambar 1. Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 1996 – 2007

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir kemiskinan mempunyai

kecenderungan menurun, namun bukan berarti strategi penanggulangan beserta

program-program penanggulangan kemiskinan telah berjalan dengan baik.

Program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan pemerintah selama ini

baik pusat maupun daerah masih mengalami kendala dalam penerapannya.

Selama ini program penanggulangan kemiskinan hanya dilihat dari sebuah proyek

dan juga hanya dipandang dari sisi ekonominya saja. Selain itu masyarakat lebih

diposisikan sebagai obyek dan penerima pasif dari program sehingga bertentangan

terhadap prinsip partisipasi, dan penghargaan hak masyarakat3.

3

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor. 2007. Kajian dan Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bogor 2008-2012, halaman 19.

0 5 10 15 20 25 30

199619981999 2000 2001 2002 2003 2004 20052006 2007

Tahun Persentase

(30)

1.2. Perumusan Masalah

Bogor Timur merupakan salah satu bagian dari wilayah pembangunan

Kabupaten Bogor. Ruang lingkup wilayah Bogor Timur mencakup tujuh

kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Gunungputri, Kecamatan Tanjungsari,

Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Jonggol, Kecamatan

Klapanunggal dan Kecamatan Cariu. Sektor utama yang berkembang di Bogor

Timur ialah sektor industri. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor tahun 2006,

terdapat 246 perusahaan industri besar dan sedang di Bogor Timur yang sebagian

besar terdapat di Kecamatan Cileungsi dan Kecamatan Gunungputri.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor tahun 2007, pertumbuhan

ekonomi Bogor Timur terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data PDRB per

kapita pada tahun 2005 di kabupaten Bogor, terlihat bahwa wilayah pembangunan

Bogor Timur memiliki PDRB per kapita yang terbesar dibandingkan wilayah

Bogor Barat maupun Bogor Tengah. Dalam hal ini, rata-rata PDRB per kapita

pada wilayah Bogor Timur dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan Bogor

Tengah dan delapan kali lebih besar dibandingkan dengan wilayah Bogor Barat.

PDRB per kapita yang tinggi di wilayah pembangunan Bogor Timur disebabkan

oleh sektor industri yang berkembang di wilayah tersebut. PDRB per kapita

Kabupaten Bogor berdasarkan wilayah pembangunan pada tahun 2002 sampai

dengan tahun 2005 diperlihatkan oleh Tabel 2.

Tabel 2. PDRB per kapita Kabupaten Bogor Tahun 2005 (juta Rupiah)

Tahun Kab Bogor Barat Tengah Timur

2002 5,346 1,702 5,157 13,124

2003 5,403 1,697 5,242 12,819

2004 5,500 1,689 5,248 13,270

2005 5,618 1,634 5,399 13,573

(31)

Dengan PDRB per kapita yang tinggi ternyata masih terdapat ketimpangan

di Bogor Timur dibandingkan dengan wilayah Bogor Barat dan Bogor Tengah.

Ketimpangan ini berupa rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di

Bogor Timur. Dalam hal ini, wilayah Bogor Timur memiliki IPM yang terendah

di Kabupaten Bogor yaitu 67,29.

Salah satu komponen dalam IPM tersebut ialah pengeluaran per kapita

(purchasing power parity). Berdasarkan pengeluaran per kapita, terlihat bahwa Bogor Timur mempunyai pengeluaran per kapita yang paling rendah

dibandingkan dua wilayah pembangunan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa

tidak ada multiplier effect dari PDRB per kapita kepada masyarakat di wilayah

Bogor Timur. Hal ini juga memperlihatkan adanya ketidakmerataan PDRB per

kapita di wilayah Bogor Timur. Kondisi ini sesuai dengan hipotesis Kuznets yang

menyatakan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka semakin tinggi

kesenjangan pendapatan di wilayah tersebut. Selain itu, multiplier effect yang rendah dari PDRB per kapita di wilayah Bogor Timur kepada masyarakat dapat

menjadi salah satu penyebab adanya kondisi kemiskinan di wilayah pembangunan

Bogor Timur khususnya kemiskinan pada tingkat rumah tangga. Angka IPM

beserta komponennya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Angka IPM dan Komponennya menurut Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2005

Wilayah Pembangunan

AKB AHH AMH RLS PPP IPM

49,64 65,25 93,67 6,01 556,75 67,41

39,02 68,61 96,35 7,77 560,35 71,45

Bogor Barat Bogor Tengah

Bogor Timur 43,50 66,64 90,07 6,12 554,5 67,29

Kabupaten Bogor

42,42 67,10 93,91 6,69 556,75 68,99

(32)

Informasi tentang jumlah rumah tangga, komposisi rumah tangga dan

karakteristik demografi, sosial dan ekonomi sangat diperlukan dalam melihat

kondisi kemiskinan. Untuk memenuhi kebutuhan data rumah tangga, BPS telah

melakukan pendataan rumah tangga baik dalam Sensus Penduduk, Supas maupun

Susenas. Pada akhir tahun 2005 telah dilakukan pendataan khusus rumah tangga

miskin dengan menggunakan 14 indikator kemiskinan untuk memenuhi

kebutuhan berbagai program pelayanan dasar tersebut. Data rumah tangga yang

dikumpulkan BPS biasanya mencakup data rumah tangga dan data anggota rumah

tangga (individu)4.

Karakteristik rumah tangga digunakan sebagai indikator sosial ekonomi

karena dianggap paling tepat dalam melihat kondisi apakah suatu rumah tangga

tersebut miskin atau tidak. Selain itu, penggunaan pendekatan karakteristik rumah

tangga juga dimaksudkan untuk lebih memahami karakteristik penduduk miskin

sehingga mengacu pada permasalahan riil yang dihadapi masyarakat miskin.

Karakteristik rumah tangga tersebut diklasifikasikan lagi menurut keterkaitan

antara variabel-variabel tersebut seperti karakteristik ketenagakerjaan,

karakteristik perumahan, karakteristik pendidikan, dan karakteristik ekonomi.

Permasalahan di segala aspek terkait dengan kesejahteraan dan kemiskinan

tersebut harus ditanggulangi dengan strategi yang sesuai dengan permasalahan

yang menjadi prioritas di suatu wilayah . Untuk itu diperlukan strategi prioritas

penanggulangan kemiskinan agar permasalahan kemiskinan dapat diatasi secara

berkelanjutan di wilayah pembangunan Bogor Timur.

4

(33)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimana karakteristik rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor

Timur yang mempunyai PDRB per kapita tinggi namun IPM-nya rendah?

2. Apakah karakteristik rumah tangga terkait langsung dengan kesejahteraan

rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor Timur?

3. Apa saja upaya untuk menanggulangi kemiskinan di wilayah

pembangunan Bogor Timur?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini ialah :

1. Menganalisis karakteristik rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor

Timur,

2. Menganalisis keterkaitan antara karakteristik rumah tangga dengan

kesejahteraan rumah tangga di wilayah pembangunan Bogor Timur,

3. Menganalisis strategi prioritas penanggulangan kemiskinan di wilayah

pembangunan Bogor Timur.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini ialah :

1. Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam menentukan

strategi penanggulangan kemiskinan khususnya di kabupaten Bogor pada

wilayah pembangunan Bogor Timur.

2. Bagi akademisi dapat digunakan sebagai masukan dalam penelitian

(34)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Analisis dilakukan terhadap seluruh variabel yang ada dalam sensus sosial

ekonomi daerah (SUSEDA) Kabupaten Bogor tahun 2006 yang relevan

terhadap keperluan analisis.

2. Unit wilayah yang dianalisis mencakup tujuh kecamatan di wilayah

pembangunan Bogor Timur dengan unit analisis rumah tangga.

3. Indikator kesejahteraan dan kemiskinan yang digunakan dalam penelitian

ini berdasarkan kriteria kesejahteraan dan kemiskinan menurut Badan

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Mengenai Kesejahteraan Rumah Tangga

Penelitian mengenai kesejahteraan transmigran telah dilakukan oleh

Maharani (2006). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan

transmigran yang berada di UPT Propinsi Lampung selama tahun bina. Selain itu,

Maharani juga mengidentifikasi tingkat kesejahteraan transmigran berdasarkan

persepsi transmigran dan menurut indikator kesejahteraan. Maharani juga

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan pada rumah tangga

transmigran di UPT propinsi Lampung. Data yang digunakan pada penelitian ini

ialah data sekunder berupa data kesejahteraan transmigran yang diperoleh dari

hasil observasi pada tahun 2004 di Propinsi Lampung. Data primer yang

digunakan berupa data hasil wawancara dengan beberapa transmigran.

Dari hasil analisis dengan analisis regresi logistik terlihat bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang kemiskinan rumah tangga

transmigran pada α ≤ 20 persen ialah jumlah anggota tenaga kerja, pengeluaran

sekunder, investasi, Dummy tahun bina T+8, dan Dummy tahun bina T+6. Dari

hasil analisis deskriptif, terlihat bahwa pendapatan rata-rata KK per tahun dengan

lamanya tahun bina yang berbeda masih di bawah standar. Selain itu, hasil analisis

tingkat kesejahteraan dengan menggunakan persepsi transmigran secara subjektif

adalah bahwa tingkat kesejahteraan berdasarkan bidang ekonomi, kesehatan,

pendidikan, dan sosial budaya relatif sama baik dengan tahun sebelumnya.

(36)

kesejahteraan transmigran masih rendah yang terlihat dari pendapatan KK per

tahun, tingkat pelayanan, angka melek huruf, dan prevalensi penyakit.

Dalam penelitiannya, Irmayani (2007) mencoba untuk menganalisis

tingkat kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Purwasari, Kecamatan

Dramaga, Kabupaten Bogor. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis hubungan antara karakteristik petani di Desa Purwasari dengan

tingkat kesejahteraan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data

primer hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan petani responden. Dari

hasil analisis deskriptif, terlihat bahwa menurut sebelas indikator kesejahteraan

BPS 2005 rumah tangga petani yang termasuk kategori kesejahteraan tinggi

sebanyak 24 rumahtangga (80 persen) dan sisanya sebanyak 5 rumahtangga (20

persen) termasuk kategori kesejahteraan sedang.

Berdasarkan kriteria garis kemiskinan Sajogyo, sebagian besar rumah

tangga petani (90 persen) termasuk kategori tidak miskin, sedangkan berdasarkan

kriteria garis kemiskinan dari Direktorat Tata Guna Tanah, sebagian besar rumah

tangga petani (56,67 persen) termasuk kategori tidak miskin. Analisis uji korelasi

Rank Spearman menyebutkan bahwa karakteristik petani yang memiliki hubungan

tidak nyata positif dengan tingkat kesejahteraan adalah umur, pendidikan,

pengalaman kerja, dan jumlah anggota rumah tangga petani. Karakteristik petani

yang memiliki hubungan nyata positif dengan tingkat kesejahteraan adalah luas

lahan yang dimiliki petani. Karakteristik petani menunjukkan bahwa rata-rata

petani di Desa Purwasari berumur 41 – 50 tahun dengan rata-rata tingkat

pendidikan Sekolah Dasar, pengalaman kerja 21 - 30 tahun, luas lahan 0,5 ha serta

(37)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Mengenai Kemiskinan

Rahmawati (2006) melakukan penelitian mengenai analisis pelaksanaan

Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kabupaten Pacitan. Rahmawati juga

menganalisis karakteristik rumah tangga miskin serta faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi suatu rumah tangga miskin berada pada kemiskinan. Hasil analisis

memperlihatkan bahwa variabel yang mempengaruhi karakteristik rumah tangga

miskin di Kabupaten Pacitan ialah jenis kelamin kepala keluarga, usia kepala

keluarga, pendidikan formal kepala keluarga, jenis pekerjaan, curahan kerja,

tingkat pendapatan setiap bulan, jumlah anggota rumah tangga dan jumlah

anggota rumah tangga yang termasuk tenaga kerja. Dari hasil analisis regresi

logistik diketahui bahwa variabel jumlah anggota rumah tangga yang termasuk

tenaga kerja, umur, pendidikan, jenis kelamin, dan pendapatan berpengaruh nyata

terhadap peluang suatu rumah tangga berada dalam kemiskinan pada taraf nyata

10 persen. Selain itu program BLT memberikan kontribusi terhadap pendapatan

rumah tangga miskin sebesar 31,63 persen.

Penelitian mengenai kemiskinan juga telah dilakukan oleh Nurhayati

(2007) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Jawa

Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat kemiskinan di Jawa Barat. Untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan digunakan model persamaan simultan 2SLS. Dari hasil

estimasi diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ialah

variabel lahan, tenaga kerja, investasi, serta dummy kotamadya. Variabel lahan

(38)

investasi dan dummy kotamadya signifikan pada taraf nyata 10 persen. Model Persamaan Simultan juga digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan di Jawa Barat. Dari hasil analisis didapat

bahwa variabel pendapatan dan pendidikan signifikan pada taraf nyata satu

persen, sedangkan variabel jumlah pengangguran dan tingkat ketergantungan

berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen.

Penelitian mengenai kemiskinan oleh Usman pada tahun 2006 mencoba

untuk menganalisis dampak dari desentralisasi fiskal terhadap distribusi

pendapatan dan tingkat kemiskinan. Dalam menganalisis dampak desentralisasi

fiskal ini, Usman menganalisis pertumbuhan ekonomi masyarakat ekonomi bawah

(miskin) dibandingkan masyarakat ekonomi atas (tidak miskin) sebelum dan

sesudah desentralisasi fiskal. Kemudian dilakukan penentuan faktor-faktor

determinan kemiskinan sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal diterapkan.

Selanjutnya dilakukan analisis mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap

perubahan distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Dari hasil analisis

didapatkan bahwa desentralisasi fiskal berkorelasi positif terhadap kinerja fiskal

dan perekonomian. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa diterapkannya

desentralisasi fiskal mengakibatkan distribusi pendapatan semakin tidak merata.

Selain itu, dampak dari diberlakukannya desentralisasi fiskal juga berpengaruh

terhadap meningkatnya indeks kemiskinan.

Sumarya (2002) dalam penelitiannya mencoba untuk menganalisis

hubungan kausalitas antara aspek distribusi penguasaan lahan usahatani dengan

tingkat kemiskinan di pedesaan. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan

(39)

kelembagaan ekonomi dalam kaitannya dengan kemiskinan. Data yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari data primer hasil wawancara dan observasi kepada

responden serta data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dan

instansi lain yang terkait. Dari hasil analisis dengan indeks Gini didapatkan bahwa

distribusi penguasaan lahan di Kecamatan Nanggung lebih merata dibandingkan

dengan distribusi penguasaan lahan di Kecamatan Ciampea. Dengan indeks Gini

juga diketahui bahwa distribusi pendapatan merata di kedua kecamatan. Dari

analisis regresi berganda dan analisis multivariat didapatkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi pendapatan secara signifikan ialah variabel transfer (bantuan

keuangan dari anak yang bekerja), variabel jenis pekerjaan sampingan, dan

variabel-variabel yang didapatkan dari hasil analisis komponen utama dalam

analisis multivariat (luas lahan sewa, hasil usahatani, jumlah anak, jumlah jiwa,

dan umur kepala keluarga).

Penelitian tentang dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan di

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat telah dilakukan oleh Hasugian (2006).

Dalam penelitiannya, Hasugian mencoba untuk menganalisis tingkat kemandirian

dan kinerja fiskal daerah serta menganalisis laju dan profil kemiskinan sebelum

dan sesudah desentralisasi fiskal di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Selain

itu, penelitian ini juga menganalisis hubungan faktor-faktor penerimaan keuangan

daerah terhadap kemiskinan di kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat. Data yang

digunakan ialah data sekunder kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 1998

sampai tahun 2004. Untuk menganalisis tingkat kemandirian fiskal, laju, serta

profil kemiskinan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat digunakan analisis

(40)

kinerja fiskal daerah dan hubungan faktor-faktor penerimaan keuangan daerah

terhadap kemiskinan. Dari hasil analisis didapatkan hasil bahwa kinerja keuangan

daerah dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek penerimaan daerah dan

pengeluaran daerah. Dari aspek penerimaan daerah, terlihat bahwa tingkat

kemandirian semakin menurun sesudah desentralisasi fiskal karena rasio PAD

terhadap penerimaan juga berkurang. Dari sisi pengeluaran daerah, pengeluaran

rutin mengalami peningkatan 10 sampai 20 persen sesudah desentralisasi. Hasil

lain didapatkan bahwa sempat terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di

Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumedang, dan Kota

Bogor, namun meningkat kembali di akhir 2004. Analisis hubungan variabel

penerimaan terhadap kemiskinan memperlihatkan bahwa kebijakan desentralisasi

fiskal menurunkan kemiskinan namun masih terdapat ketergantungan yang tinggi

antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

Dalam penelitiannya tentang dampak kebijakan pembangunan pertanian

terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia, Nugroho (2006) mencoba untuk

mendeskripsikan kebijakan pembangunan pertanian dan pengentasan kemiskinan

di Indonesia. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di

perkotaan dan pedesaan serta dampak kebijakan pembangunan pertanian dan

beberapa variabel ekonomi terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia juga

dianalisis dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan data sekunder time

series Indonesia tahun 1984 sampai tahun 2003 yang bersumber dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian dan instansi lain yang

terkait. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis kebijakan pembangunan

(41)

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di perkotaan

dan pedesaan serta dampak kebijakan pembangunan pertanian dan beberapa

variabel ekonomi terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia digunakan model

persamaan simultan 2SLS.

Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa sektor pertanian

terbukti mampu mengurangi tingkat kemiskinan karena mampu menampung

limpahan pekerja dari sektor industri. Selain itu dari hasil estimasi dengan

menggunakan model persamaan simultan didapatkan hasil bahwa variabel

kebijakan tingkat upah riil, pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah di sektor

jasa dan stok pangan nasional memiliki tanda parameter yang negatif terhadap

peubah endogen kemiskinan di perkotaan. Variabel yang memiliki tanda

parameter negatif terhadap peubah endogen kemiskinan di pedesaan ialah variabel

kebijakan tingkat upah riil, pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah di sektor

pertanian, harga komoditas pertanian, dan variabel produksi pertanian sedangkan

variabel inflasi dan krisis ekonomi mempunyai tanda parameter yang positif.

Hasil analisis simulasi kebijakan yang berdampak pada penurunan angka

kemiskinan total ialah kebijakan peningkatan anggaran penelitian sebesar 20

persen, kebijakan pengurangan subsidi pupuk sebesar 25 persen, kebijakan

penambahan luas areal irigasi sebesar 10 persen, kebijakan peningkatan

mekanisasi pertanian sebesar 10 persen, kebijakan pengurangan impor komoditas

pertanian sebesar 50 persen, kebijakan peningkatan investasi sektor pertanian

sebesar 25 persen, kebijakan peningkatan belanja pemerintah di sektor pertanian

sebesar 20 persen, kebijakan peningkatan pajak impor dan pajak ekspor

(42)

kebijakan penurunan suku bunga domestik sebesar dua persen. Kombinasi

kebijakan yang memberikan pengaruh paling besar terhadap pengentasan

kemiskinan ialah kombinasi kebijakan peningkatan luas areal dan kebijakan

peningkatan kredit pertanian masing-masing 10 persen serta kebijakan penurunan

suku bunga dua persen.

Astuti (2005) dalam penelitiannya mengenai dampak investasi sektor

pertanian terhadap perekonomian dan upaya pengurangan kemiskinan di

Indonesia. Salah satu tujuan dalam penelitian ini ialah menganalisis dampak

investasi sektor pertanian terhadap upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder yaitu data Sistem

Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia tahun 1995 dan 2000, data Survei

Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik

serta data lain yang mendukung. Analisis dampak investasi menggunakan

pendekatan Social Accounting Matrix (SAM) sedangkan analisis kemiskinan menggunakan indikator kemiskinan Foster Greer Thorbecke (FGT).

Hasil simulasi kebijakan menunjukkan bahwa apabila terjadi penurunan

investasi di sektor pertanian maka memberikan dampak negatif terhadap

pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sebaliknya jika terjadi kenaikan investasi

di sektor pertanian maka berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia

terutama terhadap peningkatan penerimaan pendapatan sektor produksi,

peningkatan pendapatan neraca institusi penerimaan pemerintah, perusahaan dan

rumahtangga, serta penerimaan balas jasa faktor produksi tenaga kerja dan modal.

Hasil analisis kemiskinan menunjukkan apabila investasi di sektor pertanian

(43)

kelompok rumahtangga dan sebaliknya, peningkatan investasi di sektor pertanian

akan berdampak terhadap penurunan insiden kemiskinan pada setiap kelompok

rumahtangga.

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu dengan Model Persamaan Struktural

Pada tahun 2006, Syafrudin telah melakukan penelitian mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa Program Sarjana

Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa. Data yang digunakan ialah

data sekunder yang berasal dari Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis

Insitut Pertanian Bogor sebanyak 211 sampel. Hasil analisis dengan SEM

menunjukkan bahwa model awal tidak layak dalam mengolah data sehingga

diperlukan perbaikan model. Perbaikan model dilakukan dengan membagi dua

model terpisah sesuai dengan ukuran tingkat keberhasilan studi yaitu IPK dan

masa studi serta pengurangan jumlah peubah manifes.

Hasil pengujian untuk model keberhasilan studi untuk IPK menunjukkan

bahwa status bekerja memberikan kontribusi dalam membangun proses studi

dengan nilai koefisien sebesar 0,90. Penghasilan orang tua memiliki koefisien

terbesar dalam peubah eksternal yaitu sebesar 0,63. Usia memiliki kontribusi

terbesar terhadap peubah eksogen internal dengan koefisien sebesar 0,73. Hasil

pengujian untuk model keberhasilan studi untuk masa studi menunjukkan bahwa

status bekerja memberikan kontribusi dalam membangun proses studi dengan

(44)

dalam peubah eksternal yaitu sebesar 0,65 sedangkan usia mempunyai kontribusi

terbesar terhadap peubah eksogen internal yaitu dengan koefisien sebesar 0,73.

Penelitian dengan menggunakan pendekatan model persamaan struktural

telah dilakukan oleh Ponianto (2007) yang menganalisis nilai pelangan dan

loyalitas pelaku agribisnis terhadap tabungan Britama di BRI Unit Kramat Jati.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis nilai yang dipersepsikan oleh pelaku

agribisnis terhadap produk dan pelayanan tabungan Britama serta menganalisis

hubungan antara nilai yang dipersepsikan dan loyalitas pelaku agribisnis nasabah

Britama serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan dalam

penelitian ini ialah data primer yang diambil dari 120 responden yang merupakan

nasabah tabungan Britama di BRI Unit Kramat Jati Ramayana dan bukan nasabah

pinjaman. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaku agribisnis yang

memiliki tabungan Britama menilai positif terhadap produk, pelayanan, karyawan,

dan citra. Dari analisis dengan model SEM, diketahui bahwa semua peubah

manifes berpengaruh secara signifikan terhadap peubah laten eksogen seperti

produk, pelayanan, karyawan, dan citra. Nilai yang dipersepsikan pelanggan

bernilai positif dan nyata terhadap loyalitas.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu dengan Proses Hirarkhi Analitik

Penelitian dengan menggunakan Proses Hirarkhi Analitik telah dilakukan

oleh Rahmawati (2005) mengenai strategi pengembangan agropolitan di

Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Tujuan penelitian tersebut yang berhubungan

dengan alat analisis PHA adalah menganalisis strategi pemerintah daerah dalam

(45)

bersumber dari data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh dari

wawancara langsung dengan responden dengan panduan kuesioner dan diskusi.

Dalam melakukan analisis data, dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Expert

Choice 2000. Berdasarkan hasil analisis PHA, maka strategi prioritas dalam pengembangan agropolitan di Kabupaten Magelang adalah strategi penguatan

daya saing produk yaitu strategi yang didasarkan pada keunggulan komparatif

spesifik yang dimiliki kawasan sehingga setiap kawasan mampu bekerjasama

dengan kawasan lain dalam rangka saling menjaga spesifikasi yang lain. Sub

strategi dari strategi penguatan daya saing produk antara lain strategi penggunaan

teknologi yang tepat guna, suasana investasi yang kondusif dan kelengkapan

(46)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan (welfare) adalah merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah

pada suatu kurun waktu tertentu. Kesejahteraan itu bersifat luas yang dapat

diterapkan pada skala sosial besar dan kecil misalnya keluarga dan individu

(Yosef dalam Maharani, 2006). Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang

dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu

terhadap kesejahteraan itu sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat

pendapatan tertentu belum tentu dapat juga dikatakan sejahtera bagi orang lain.

Indikator kesejahteraan rakyat menyajikan gambaran mengenai taraf

kesejahteraan rakyat Indonesia antar waktu, perkembangannya antar waktu serta

perbandingannya antar propinsi dan daerah tempat tinggal. Dalam

mengembangkan indikator kesejahteraan rakyat tidak hanya menyajikan indikator

dampak (output indicators) untuk menunjukkan hasil upaya pembangunan, tetapi juga menyajikan indikator proses (process indicators). Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan

(47)

Menurut Badan Pusat Statistik (2004), terdapat tujuh aspek indikator

kesejahteraan rakyat sebagai berikut:

1. Kependudukan

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi

penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses

pembangunan. Untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional,

dalam penanganan masalah kependudukan pemerintah tidak saja

mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga

menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Disamping itu, program perencanaan pembangunan sosial di segala bidang

harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan

kesejahteraan penduduk.

2. Kesehatan dan Gizi

Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk

yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan

indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Aspek

penting lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah

status kesehatan yang diukur melalui angka kesakitan dan status gizi.

Untuk melihat gambaran tentang kemajuan upaya peningkatan dan status

kesehatan masyarakat dapat dilihat dari penolong persalinan bayi,

ketersediaan sarana kesehatan dan jenis pengobatan yang dilakukan. Oleh

karena itu, usaha untuk meningkatkan dan memelihara mutu pelayanan

kesehatan perlu mendapat perhatian utama. Upaya tersebut antara lain

(48)

peningkatan sarana prasarana dalam bidang medis termasuk ketersediaan

obat yang dapat dijangkau masyarakat.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek

sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Mengingat

pendidikan sangat berperan sebagai faktor kunci dalam meningkatkan

kualitas sumberdaya manusia, maka pembangunan di bidang pendidikan

memerlukan peran serta yang aktif tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga

dari masyarakat. Faktor kemiskinan merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan semua anak Indonesia tidak dapat menikmati kesempatan

pendidikan dasar. Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu

pendidikan dan perluasan pendidikan dasar. Selain itu ditingkatkan pula

kesempatan belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

4. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting tidak hanya untuk

mencapai kepuasan individu, tetapi juga untuk memenuhi perekonomian

rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Di Indonesia, usia

kerja yang digunakan untuk keperluan pengumpulan data ketenagakerjaan

adalah usia 15 tahun ke atas.

5. Taraf dan Pola Konsumsi

Berkurangnya jumlah penduduk miskin mencerminkan bahwa secara

keseluruhan pendapatan penduduk meningkat, sedangkan meningkatnya

jumlah penduduk miskin mengindikasi menurunnya pendapatan

(49)

indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat.

Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan

penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut terdistribusi di

antara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun

didekati dengan pengeluaran akan memberi petunjuk aspek pemerataan

yang telah tercapai. Dari data pengeluaran dapat juga diungkapkan tentang

pola konsumsi rumah tangga secara umum dengan menggunakan indikator

proporsi pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan.

6. Perumahan dan Lingkungan

Manusia dan alam lingkungannya baik lingkungan fisik maupun sosial

merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Lingkungan fisik bisa

berupa alam sekitar yang alamiah dan yang buatan manusia. Untuk

mempertahankan diri dari keganasan alam, maka manusia berusaha

membuat tempat perlindungan, yang pada akhirnya disebut rumah atau

tempat tinggal. Rumah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator bagi

kesejahteraan pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat

diasumsikan semakin sejahtera rumah tangga yang menempati rumah

tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat

kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah,

sumber air minum, fasilitas tempat buang air besar rumah tangga dan juga

tempat penampungan kotoran akhir (jamban).

7. Sosial Budaya

Pada umumnya semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang

(50)

orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat.

Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial

budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti melakukan

perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang mencakup

menonton televisi, mendengarkan radio, dan membaca surat kabar.

3.1.2. Konsep Kemiskinan

Pengertian kemiskinan sangat erat kaitannya dengan tiga konsep penting

(Krisnamurthi, 2006)5. Pertama, kemiskinan itu sendiri (poverty) yang menggambarkan ketidakmampuan seseorang atau suatu keluarga atau suatu

kelompok masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Kedua,

ketidakmerataan dan ketidakadilan (inequality) dalam distribusi sumberdaya

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga, kerentanan (vulnerability) seseorang atau sekelompok orang untuk dapat menjadi miskin atau menjadi lebih parah

kemiskinannya.

Kemiskinan dapat terdiri dari dua pengertian yaitu kemiskinan relatif dan

kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif adalah suatu kemiskinan yang terjadi pada

seseorang, keluarga, atau masyarakat yang tingkat pendapatan atau

pengeluarannya relatif lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan atau

pengeluaran masyarakat sekitarnya . Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang

terjadi apabila seseorang, keluarga, atau masyarakat yang tingkat pendapatan atau

pengeluarannya berada di bawah batas minimal tertentu untuk hidup layak. Batas

tersebut sering disebut sebagai garis kemiskinan (poverty line).

5

(51)

Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dihadapi, kemiskinan juga dapat

dibagi menjadi dua pengertian yaitu kemiskinan kronis atau struktural serta

kemiskinan sementara. Kemiskinan kronis dapat terjadi apabila kondisi

kemiskinan yang terjadi berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang

lama. Kemiskinan sementara ialah kemiskinan yang terjadi akibat adanya

perubahan atau ’shock’ yang menyebabkan seseorang, keluarga, atau masyarakat berubah dari tidak miskin menjadi miskin. Kemiskinan dapat juga dibagi menjadi

kemiskinan massal dan kemiskinan individual. Kemiskinan massal adalah

kemiskinan yang terjadi jika sebagian besar masyarakat mengalami kemiskinan.

Kemiskinan individual adalah jika hanya beberapa orang atau sebagian kecil

masyarakat yang mengalami kemiskinan.

Selain itu, BPS mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi

seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per

kapita per hari. Dalam pengertian World Bank, kemiskinan didefinisikan sebagai

keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1,00

per hari, di negara kategori pendapatan rendah. Sementara di negara maju batas

kemiskinan adalah USD 14,00 per hari dan negara pendapatan sedang USD 2,00

per hari.

Terdapat sembilan dimensi penting mengenai kemiskinan (Smeru dalam Krisnamurthi, 2006), yaitu :

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang,

papan).

2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,

(52)

3. Tidak adanya jaminan masa depan, terutama karena tidak adanya investasi

pendidikan dan keluarga.

4. Kerentanan terhadap guncangan yang bersifat individual maupun massal.

5. Rendahnya kualitas SDM dan keterbatasan SDA.

6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang

berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik atau mental.

9. Ketidakampuan dan ketidakberuntungan sosial.

A. Faktor Penyebab Kemiskinan

Selama ini, banyak sekali teori atau konsep dalam menjelaskan penyebab

kemiskinan. Pemahaman mengenai penyebab kemiskinan akan sangat

menentukan penetapan strategi penanggulangan kemiskinan yang berfokus pada

faktor utama penyebab kemiskinan. Teori yang pada umumnya digunakan dalam

menjelaskan penyebab kemiskinan yaitu:

1. Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Salah satu konsep mengenai penyebab kemiskinan ialah teori lingkaran

setan kemiskinan (World Bank dalam Krisnamurthi, 2006)6. Teori ini

menegaskan bahwa kemiskinan terjadi karena suatu kondisi yang dihadapi oleh

masyarakat miskin yang sedemikian sehingga membuat kemiskinan tersebut tetap

akan berada dalam masyarakat tersebut seperti yang terlihat dalam Gambar 2.

6

(53)

Sumber : World Bank, (2000)7

Teori ini menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan

menyebabkan reinvestasi yang rendah karena sebagian besar pendapatan habis

digunakan untuk konsumsi. Reinvestasi yang rendah ini (baik dalam bentuk aset

fisik maupun aset SDM) akan menyebabkan tingkat produktivitas dan

kemampuan bersaing yang rendah, dan produktivitas yang rendah akan

menyebabkan pendapatan yang tetap rendah, dan seterusnya.

2. Teori Kemiskinan Struktural

Kemiskinan juga dapat dikonsepkan sebagai kondisi logis dari persaingan

(bebas) yang tidak sehat (World Bank dalam Krisnamurthi, 2006). Kegiatan

produksi masyarakat (negara) miskin yang terbatas teknologi, terbatas modal,

terbatas kemampuan SDM, dan berbagai keterbatasan lain. Persaingan yang tidak

sehat ini akhirnya akan membuat kegiatan masyarakat miskin bertambah miskin.

7

World Bank. 2000. Beyond Economic Growth chapter VI (poverty). www.worldbank.org . Gambar 2. Lingkaran Setan Kemiskinan

Produktivitas rendah

Tabungan rendah Konsumsi

rendah Pendapatan

rendah

Gambar

Gambar 1. Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Gambar 2. Lingkaran Setan Kemiskinan
Gambaran karakteristik
Gambar 5. Proses Pengolahan Data SUSEDA 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) SEBAGAI SUBSTITUSI DEDAK PADI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG1. (Gallus

BPSK harus dari unsur pemerintah, walaupun tidak berpendidikan hukum. Untuk menangani sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau. mediasi, maka yang berwewenang unruk

Pelaku usaha selaku pemilik restoran dalam memperdagangkan usahanya tidak memperhatikan mutu dari jenis daging sapi yang dijualkannya dan menjualkan daging

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya seorang akuntan publik harus berpegang teguh pada standar auditing yang ditetapkan ikatan akuntan Indonesia (Mulyadi, 2002:41), yang berarti

Tinjauan pendapat itu, Kajiselidik Golongan Muda Malaysia 2008, dijalankan oleh Merdeka Center for Opinion Research dengan kerjasama The Asia Foundation untuk mengukur

Untuk menjaga keamananan dari data salah satu caranya adalah dengan penyandian data, penyandian data yang banyak digunakan untuk mengamankan data adalah kriptografi md5

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah (1) model pembelajaran yang lebih baik diantara model pembelajaran Snowball Throwing, Make a Match, atau

Kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan pendidikan Islam merupakan konsep dari kompetensi guru dalam pendididikan Islam. Upaya dalam mencapai tujuan