IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI
GLYCYRRHIZAE RADIX
,
BORNEO CAMPHOR
, DAN
COPTIDIS RHIZOMA
TERHADAP
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
DHESTI SETYO WULAN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Glychyrrhizae Radix
,
Borneo Camphor
, dan
Coptidis Rhizoma
terhadap
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
. Dibimbing oleh LATIFAH K
DARUSMAN dan ANJA MERYANDINI.
Glycyrrhizae
radix
,
coptidis rhizoma
, dan
borneo camphor
adalah
simplisia tanaman yang banyak digunakan sebagai obat herbal. Ekstrak etanol
c
optidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan
borneo camphor
memiliki konsentrasi
hambat minimal (KHM) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus
berturut-turut
sebesar 20, 20, dan 40 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 9.31 ± 2.88,
2.00 ± 1.33, dan 3.33 ± 3.31 mm. KHM terhadap bakteri
Streptococcus pyogenes
untuk ketiga ekstrak ini adalah sama, yaitu sebesar 40 mg/ml dengan diameter
zona hambat berturut-turut sebesar 7.83 ± 4.38, 1.50 ± 2.87, dan 3.07 ± 0.60 mm.
Ekstrak etanol c
optidis
rhizoma
memiliki daya hambat terbesar terhadap bakteri
S
.
pyogenes
dan
S
.
aureus
. Berdasarkan uji kualitatif ekstrak ini mengandung
alkaloid dan saponin. Spektrum ultraviolet menunjukkan adanya serapan
maksimum pada
λ
227 nm. Spektrum inframerah menunjukkan adanya serapan
untuk gugus –OH, CH
sp
2, –C=C, C-C aril, C-N, dan C-X.
Berdasarkan hasil uji kontras ortogonal, campuran ekstrak etanol c
optidis
rhizoma
,
borneo camphor
, dan
glycyrrhizae radix
(1:1:1) berbeda nyata terhadap
ekstrak tunggal dalam menghambat pertumbuhan
S
.
aureus
yang berarti campuran
ketiga ekstrak tersebut bersifat tidak sinergis dalam menghambat petumbuhan
S
.
aureus
. Campuran ekstrak etanol c
optidis rhizoma
,
borneo camphor
, dan
Glycyrrhizae Radix
,
Borneo Camphor
, and
Coptidis Rhizoma
towards
Streptococcus pyogenes
and
Staphylococcus aureus
. Supervised by LATIFAH K
DARUSMAN and ANJA MERYANDINI.
Glycyrrhizae radix
,
borneo camphor
, and
coptidis rhizoma
are dried plants
that have been used as herbal medicine. Ethanol extracts of
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, and
borneo camphor
showed minimum inhibitory
concentration (MIC) towards
Staphylococcus aureus
of 20, 20, and 40 mg/ml,
respectively, with inhibitory zone diameter of 9.31 ± 2.88, 2.00 ± 1.33, and 3.33
± 3.31 mm, respectively. MIC to
Streptococcus pyogenes
for these 3 extracts were
similar, i.e 40 mg/ml with inhibitory zone diameter of 7.83 ± 4.38, 1.50 ± 2.87,
and 3.07 ± 0.60 mm, respectively. Ethanol extracts from
coptidis rhizoma
had
maximum inhibitory to
S. pyogenes
and
S
.
aureus
. According to its qualitative
assays, they contained alkaloids and saponins. The ultraviolet spectra showed
maximum absorption at
λ
227 nm. The infrared spectrum also showed the
existence of –OH, CH
sp
2, –C=C, C-C aryl, C-N, and C-X.
Based on contrast orthogonal tests, combinations of ethanol extracts from
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, and
borneo camphor
(1:1:1) showed
significant differences in inhibiting
S
.
aureus
growth, indicating that combinations
of the three extracts showed no synergy properties in inhibiting
S
.
aureus
growth.
Combinations of ethanol extracts from
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, and
borneo camphor
(1:1:1) did not show significant differences in inhibiting
S
.
IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI
GLYCYRRHIZAE RADIX
,
BORNEO CHAMPOR
, DAN
COPTIDIS RHIZOMA
TERHADAP
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
DHESTI SETYO WULAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul :
Identifikasi Golongan Senyawa Antibakteri
Glycyrrhizae Radix
,
Borneo
Camphor
, dan
Coptidis Rhizoma
terhadap
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
Nama : Dhesti Setyo Wulan
NIM : G44204021
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS Dr. Anja Meryandini, MS
NIP 130536681 NIP 131663016
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 131578806
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Identifikasi
golongan senyawa antibakteri
glycyrrhizae radix
,
borneo camphor
, dan
coptidis
rhizoma
terhadap
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
. Penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai November 2008 di Laboratorium
Kimia Analitik, Departemen Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, MS dan Ibu Dr. Anja Meryandini, MS selaku pembimbing yang telah
membimbing, memberi masukan, saran, dan arahan selama penelitian. Kepada
Bapak Drs. Deden Saprudin, MS yang telah memberikan ide penelitian ini dan
atas bimbingannya. Kepada Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium
Analitik terimakasih atas fasilitas dan pendanaan yang diberikan. Kepada Om
Eman, Ibu Nunung, Bapak Engkos, Bapak Ridwan dan seluruh staf Laboratorium
Kimia Analitik yang telah membantu. Kepada Mbak Heny, Bapak Jaka, dan
seluruh pegawai Laboratorium Mikrobiologi yang telah banyak membantu
penulis. Kepada keluargaku tercinta Bapak, Ibu, Kakak-kakakku, dan
keponakanku atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada teman-teman Kimia
41 terutama Rima, Retno, Budi, Arini, dan Anah terima kasih telah memberi
dukungan dan atas kebersamaanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Arie yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, November 2008
anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Samikun dan Sumarsinah.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU 1 Magetan dan pada tahun yang sama masuk
IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA ... 1
Glycyrrhizae radix
... 1
Borneo camphor
... 2
Coptidis rhizoma
... 2
Bakteri ... 2
Streptococcus pyogenes
... 3
Staphylococcus aureus
... 3
Antibakteri ... 3
Spektrofotometer ultraviolet ... 4
Spektrofotometer inframerah ... 4
BAHAN DAN METODE ... 4
Bahan dan Alat ... 4
Metode ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7
Persiapan sampel dan ekstraksi ... 7
Kandungan metabolit sekunder ... 8
Kandungan metabolit primer ... 8
Kurva standar bakteri ... 9
Aktivitas antibakteri ... 9
Uji
statistik
...
12
SIMPULAN DAN SARAN ... 13
Simpulan ... 13
Saran
...
13
DAFTAR PUSTAKA ... 13
Halaman
1 Akar
Glycyrrhiza uralensis
... 1
2
Borneo camphor
... 2
3
Rhizoma Coptis chinensis
... 2
4 Kurva standar
Staphylococcus aureus
dan
Streptococcus pyogenes
... 9
5 Zona hambat ekstrak etanol
coptidis rhizoma
terhadap
S
.
aureus
dan
S
.
pyogenes
... 10
6 Perbandingan daya hambat
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S
.
aureus
... 11
7 Perbandingan daya hambat
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S
.
pyogenes
... 11
8 Perbandingan daya hambat campuran ekstrak
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan ekstrak tunggal
terhadap
S
.
aureus
... 11
9 Perbandingan daya hambat campuran ekstrak
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan ekstrak tunggal
terhadap
S
.
pyogenes
... 11
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rendemen Ekstrak ... 7
2 Metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak ... 8
3 Metabolit primer yang terdapat pada ekstrak ... 9
4 Daya hambat ekstrak terhadap
S
.
aureus
dan
S. pyogenes
... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ... 17
2 Kadar Air ... 18
3 Data rendemen ekstrak sampel... 19
4 Zona hambat ekstrak etanol
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S
.
aureus
... 20
5 Zona hambat ekstrak etanol
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S. pyogenes
... 21
6 Perbandingan diameter zona hambat campuran ekstrak dan ekstrak tunggal . 22
7 Panjang gelombang maksimum
coptidis rhizoma
... 22
8 Spektrum IR
coptidis rhizoma
... 23
9 Panjang gelombang maksimum
glycyrrhizae radix
... 23
10 Spektrum IR
glycyrrhizae radix
... 24
11 Panjang gelombang maksimum
borneo camphor
... 25
12 Spektrum IR
borneo camphor
... 25
13 Hasil uji statistik ANOVA diameter zona bening ... 26
14 Hasil uji kontras ortogonal daya hambat ekstrak terhadap
S
.
aureus
... 27
IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI
GLYCYRRHIZAE RADIX
,
BORNEO CAMPHOR
, DAN
COPTIDIS RHIZOMA
TERHADAP
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
DHESTI SETYO WULAN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Glychyrrhizae Radix
,
Borneo Camphor
, dan
Coptidis Rhizoma
terhadap
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
. Dibimbing oleh LATIFAH K
DARUSMAN dan ANJA MERYANDINI.
Glycyrrhizae
radix
,
coptidis rhizoma
, dan
borneo camphor
adalah
simplisia tanaman yang banyak digunakan sebagai obat herbal. Ekstrak etanol
c
optidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan
borneo camphor
memiliki konsentrasi
hambat minimal (KHM) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus
berturut-turut
sebesar 20, 20, dan 40 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 9.31 ± 2.88,
2.00 ± 1.33, dan 3.33 ± 3.31 mm. KHM terhadap bakteri
Streptococcus pyogenes
untuk ketiga ekstrak ini adalah sama, yaitu sebesar 40 mg/ml dengan diameter
zona hambat berturut-turut sebesar 7.83 ± 4.38, 1.50 ± 2.87, dan 3.07 ± 0.60 mm.
Ekstrak etanol c
optidis
rhizoma
memiliki daya hambat terbesar terhadap bakteri
S
.
pyogenes
dan
S
.
aureus
. Berdasarkan uji kualitatif ekstrak ini mengandung
alkaloid dan saponin. Spektrum ultraviolet menunjukkan adanya serapan
maksimum pada
λ
227 nm. Spektrum inframerah menunjukkan adanya serapan
untuk gugus –OH, CH
sp
2, –C=C, C-C aril, C-N, dan C-X.
Berdasarkan hasil uji kontras ortogonal, campuran ekstrak etanol c
optidis
rhizoma
,
borneo camphor
, dan
glycyrrhizae radix
(1:1:1) berbeda nyata terhadap
ekstrak tunggal dalam menghambat pertumbuhan
S
.
aureus
yang berarti campuran
ketiga ekstrak tersebut bersifat tidak sinergis dalam menghambat petumbuhan
S
.
aureus
. Campuran ekstrak etanol c
optidis rhizoma
,
borneo camphor
, dan
Glycyrrhizae Radix
,
Borneo Camphor
, and
Coptidis Rhizoma
towards
Streptococcus pyogenes
and
Staphylococcus aureus
. Supervised by LATIFAH K
DARUSMAN and ANJA MERYANDINI.
Glycyrrhizae radix
,
borneo camphor
, and
coptidis rhizoma
are dried plants
that have been used as herbal medicine. Ethanol extracts of
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, and
borneo camphor
showed minimum inhibitory
concentration (MIC) towards
Staphylococcus aureus
of 20, 20, and 40 mg/ml,
respectively, with inhibitory zone diameter of 9.31 ± 2.88, 2.00 ± 1.33, and 3.33
± 3.31 mm, respectively. MIC to
Streptococcus pyogenes
for these 3 extracts were
similar, i.e 40 mg/ml with inhibitory zone diameter of 7.83 ± 4.38, 1.50 ± 2.87,
and 3.07 ± 0.60 mm, respectively. Ethanol extracts from
coptidis rhizoma
had
maximum inhibitory to
S. pyogenes
and
S
.
aureus
. According to its qualitative
assays, they contained alkaloids and saponins. The ultraviolet spectra showed
maximum absorption at
λ
227 nm. The infrared spectrum also showed the
existence of –OH, CH
sp
2, –C=C, C-C aryl, C-N, and C-X.
Based on contrast orthogonal tests, combinations of ethanol extracts from
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, and
borneo camphor
(1:1:1) showed
significant differences in inhibiting
S
.
aureus
growth, indicating that combinations
of the three extracts showed no synergy properties in inhibiting
S
.
aureus
growth.
Combinations of ethanol extracts from
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, and
borneo camphor
(1:1:1) did not show significant differences in inhibiting
S
.
IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI
GLYCYRRHIZAE RADIX
,
BORNEO CHAMPOR
, DAN
COPTIDIS RHIZOMA
TERHADAP
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
DHESTI SETYO WULAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul :
Identifikasi Golongan Senyawa Antibakteri
Glycyrrhizae Radix
,
Borneo
Camphor
, dan
Coptidis Rhizoma
terhadap
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
Nama : Dhesti Setyo Wulan
NIM : G44204021
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS Dr. Anja Meryandini, MS
NIP 130536681 NIP 131663016
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 131578806
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Identifikasi
golongan senyawa antibakteri
glycyrrhizae radix
,
borneo camphor
, dan
coptidis
rhizoma
terhadap
Streptococcus pyogenes
dan
Staphylococcus aureus
. Penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai November 2008 di Laboratorium
Kimia Analitik, Departemen Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, MS dan Ibu Dr. Anja Meryandini, MS selaku pembimbing yang telah
membimbing, memberi masukan, saran, dan arahan selama penelitian. Kepada
Bapak Drs. Deden Saprudin, MS yang telah memberikan ide penelitian ini dan
atas bimbingannya. Kepada Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium
Analitik terimakasih atas fasilitas dan pendanaan yang diberikan. Kepada Om
Eman, Ibu Nunung, Bapak Engkos, Bapak Ridwan dan seluruh staf Laboratorium
Kimia Analitik yang telah membantu. Kepada Mbak Heny, Bapak Jaka, dan
seluruh pegawai Laboratorium Mikrobiologi yang telah banyak membantu
penulis. Kepada keluargaku tercinta Bapak, Ibu, Kakak-kakakku, dan
keponakanku atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada teman-teman Kimia
41 terutama Rima, Retno, Budi, Arini, dan Anah terima kasih telah memberi
dukungan dan atas kebersamaanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Arie yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, November 2008
anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Samikun dan Sumarsinah.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU 1 Magetan dan pada tahun yang sama masuk
IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA ... 1
Glycyrrhizae radix
... 1
Borneo camphor
... 2
Coptidis rhizoma
... 2
Bakteri ... 2
Streptococcus pyogenes
... 3
Staphylococcus aureus
... 3
Antibakteri ... 3
Spektrofotometer ultraviolet ... 4
Spektrofotometer inframerah ... 4
BAHAN DAN METODE ... 4
Bahan dan Alat ... 4
Metode ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7
Persiapan sampel dan ekstraksi ... 7
Kandungan metabolit sekunder ... 8
Kandungan metabolit primer ... 8
Kurva standar bakteri ... 9
Aktivitas antibakteri ... 9
Uji
statistik
...
12
SIMPULAN DAN SARAN ... 13
Simpulan ... 13
Saran
...
13
DAFTAR PUSTAKA ... 13
Halaman
1 Akar
Glycyrrhiza uralensis
... 1
2
Borneo camphor
... 2
3
Rhizoma Coptis chinensis
... 2
4 Kurva standar
Staphylococcus aureus
dan
Streptococcus pyogenes
... 9
5 Zona hambat ekstrak etanol
coptidis rhizoma
terhadap
S
.
aureus
dan
S
.
pyogenes
... 10
6 Perbandingan daya hambat
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S
.
aureus
... 11
7 Perbandingan daya hambat
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S
.
pyogenes
... 11
8 Perbandingan daya hambat campuran ekstrak
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan ekstrak tunggal
terhadap
S
.
aureus
... 11
9 Perbandingan daya hambat campuran ekstrak
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan ekstrak tunggal
terhadap
S
.
pyogenes
... 11
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rendemen Ekstrak ... 7
2 Metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak ... 8
3 Metabolit primer yang terdapat pada ekstrak ... 9
4 Daya hambat ekstrak terhadap
S
.
aureus
dan
S. pyogenes
... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ... 17
2 Kadar Air ... 18
3 Data rendemen ekstrak sampel... 19
4 Zona hambat ekstrak etanol
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S
.
aureus
... 20
5 Zona hambat ekstrak etanol
borneo camphor
,
coptidis rhizoma
,
glycyrrhizae radix
, dan Streptomycin
terhadap
S. pyogenes
... 21
6 Perbandingan diameter zona hambat campuran ekstrak dan ekstrak tunggal . 22
7 Panjang gelombang maksimum
coptidis rhizoma
... 22
8 Spektrum IR
coptidis rhizoma
... 23
9 Panjang gelombang maksimum
glycyrrhizae radix
... 23
10 Spektrum IR
glycyrrhizae radix
... 24
11 Panjang gelombang maksimum
borneo camphor
... 25
12 Spektrum IR
borneo camphor
... 25
13 Hasil uji statistik ANOVA diameter zona bening ... 26
14 Hasil uji kontras ortogonal daya hambat ekstrak terhadap
S
.
aureus
... 27
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki tingkat penyakit infeksi yang relatif tinggi, sehingga masih membutuhkan obat-obat antibiotik untuk mengatasinya. Penggunaan antibiotik secara terus menerus dapat menyebabkan sifat resistensi mikroorganisme. Harga antibiotik yang relatif mahal menyebabkan masyarakat lebih banyak menggunakan obat herbal yang harganya relatif murah dan diduga memiliki khasiat yang sama dengan antibiotik. Beberapa simplisia tanaman yang banyak digunakan sebagai obat herbal adalah glycyrrhizae radix, coptidis rhizoma, dan borneo camphor. Glycyrrhizae radix merupakan simplisia akar dari tanaman Glycyrrhiza glabra (kayu manis) yang banyak digunakan untuk menyembuhkan sakit tenggorokan, alergi, rematik, persendian, diare, jantung berdebar, batuk, dan sebagai penangkal racun.
Borneo camphor merupakan produk
berupa kristal putih yang diperoleh dari tanaman Dryobalanops camphora. Dalam pengobatan tradisional Cina, camphor banyak digunakan sebagai antipiretik dan analgesik untuk sakit kepala, nyeri pada otot (myalgia), dan nyeri pada persendian. Camphor juga memiliki aktivitas sebagai antimalaria dan antialergi (Ravindran et al. 2004).
Coptidis rhizoma adalah simplisia berupa rhizoma dari tanaman Coptis chinensis. Coptidis rhizoma digunakan untuk obat sakit diare, disentri, insomnia (susah tidur), antipiretik, antiradang, dan obat bisul (Lian 2006). Coptidis rhizoma dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhy ATCC 19943 dan Salmonella paratyphi A (Lee et al. 2006) serta Streptococcus mutans ATCC 27351 (Choi et al. 2007).
Berdasarkan penelitian Listyarini (1994), obat sakit tenggorokan yang mengandung glycyrrhizae radix, coptidis rhizoma, borneo
camphor, dan beberapa komponen lainnya
dapat menghambat pertumbuhan
Streptococcus β-hemolyticus dan
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
merupakan bakteri penyebab sakit tenggorokan. Sifat antibakteri dan golongan senyawa antibakteri dari glycyrrhizae radix, coptidis rhizoma, dan borneo camphor belum diketahui, sehingga pengujian antibakteri dan identifikasi golongan senyawa antibakteri terhadap glycyrrhizae radix, coptidis rhizoma, dan borneo camphor perlu dilakukan. Upaya ini diharapkan dapat menunjukkan aktivitas
antibakteri dan golongan senyawa antibakteri dari masing-masing simplisia.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi aktivitas antibakteri dan golongan senyawa antibakteri dari glycyrrhizae radix, coptidis
rhizoma, dan borneo camphor terhadap
Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
aureus, serta mengetahui pengaruh
pencampuran ketiga bahan tersebut terhadap aktivitas antibakterinya.
TINJAUAN PUSTAKA
Glycyrrhizae radix
Glycyrrhizae radix adalah simplisia berupa akar yang telah dikeringkan dari tanaman Glycyrrhiza glabra, G. inflata, G. uralensis (Gambar 1). Ketiga tanaman ini termasuk dalam famili Leguminosae (Tierra 2000). Glycyrrhizae radix mengandung ± 4% asam glisirizinat, memiliki bau yang khas, sedikit aromatis, dan rasanya sangat manis (Farmakope 1995).
Akar G. uralensis berbentuk silinder dengan panjang 25-100 cm dan diameternya 0.6-3.5 cm. Biasanya berwarna cokat kemerahan atau coklat keabu-abuan. Jaringan kulit kayunya padat, sedikit berserat, berwarna putih kekuningan, memiliki pati, lingkaran kambium terlihat jelas (Gan 2006).
Gambar 1 Akar Glychyrrhiza uralensis
Borneo camphor
Camphor adalah produk berupa kristal putih yang diperoleh dari tanaman Dryobalanops aromatic. atau D. camphora (famili Dypterocarpaceae) seperti yang terlihat pada Gambar 2. D. aromatic adalah pohon yang selalu berdaun hijau, tumbuh dalam ukuran yang besar, bergetah bening, daun agak tipis, bila diremas berbau harum kamper (Grive 2000).
Gambar 2 Borneo camphor
Camphor diperoleh dengan cara
memotong atau membelah bagian kayu dari batang atau akar tanaman D. camphora. Potongan kayu tersebut didistilasi uap dan diperoleh camphor kasar. Camphor kasar ini kemudian disublimasi sehingga diperoleh camphor murni (Ravindran et al. 2004). Camphor sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam etanol, kloroform, eter, dan minyak atau lemak. Titik leleh camphor adalah 174-179 oC (Farmakope 1995).
Camphor mengandung terpenoid jenis
monoterpenoid dan seskuiterpenoid (Grive 2000). Minyak atsiri adalah golongan senyawa monoterpenoid yang terdapat dalam camphor. Minyak atsiri dalam camphor sering disebut dengan minyak camphor. Camphor digunakan sebagai antiseptik dan insektisida dalam pertanian(Guenther 1990).
Coptidis rhizoma
Coptidis rhizoma adalah simplisia berupa rhizoma yang telah dikeringkan dari tanaman Coptis chinensis, C. deltoidea, C. teeteodies yang termasuk famili Ranunculaceae (Gambar 3). Rhizoma dari tanaman C. chinensis kebanyakan hidup berkelompok, bentuknya melengkung, panjangnya 3-6 cm, dan diameternya 0.3-0.8 cm. Berwarna kuning keabu-abuan atau coklat kekuningan. Coptidis rhizoma memiliki jaringan yang kuat, retakan tulang tidak rata, kulit kayu merah kekuningan
atau coklat tua, sedikit berbau, dan rasanya sangat pahit (Lian 2006).
Gambar 3 Rhizoma Coptis chinensis
Coptidis rhizoma mengandung alkaloid jenis berberin, protoberberin, palmatin, dan koptisin. Berberin dan koptisin adalah senyawa aktif yang bersifat antibakteri (Lian 2006). Ekstrak coptidis rhizoma memiliki aktivitas sebagai antifungi (Seneviratne et al. 2008) dan antibakteri (Lee et al. 2006 & Choi et al. 2007).
Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu yang bersifat prokariotik. Bakteri memiliki dinding sel yang kaku dan diameternya tidak lebih dari 2-3 m. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri atau dengan membentuk sel khusus yang disebut spora.
Berdasarkan sifat atau komponen dinding selnya bakteri digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam tekoat. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan luar lipopolisakarida yang terdiri atas membran dan lapisan peptidoglikan yang tipis terletak pada periplasma (Pelzcar & Chan 1986).
Berdasarkan bentuknya bakteri dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola, basil adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan spiril adalah bakteri yang berbentuk lengkung (Brock & Madigan 1991).
o
C. Umumnya bakteri dapat tumbuh pada suhu 30-40 oC dan tidak dapat tumbuh pada suhu lebih dari 100 oC. Bakteri dapat tumbuh baik pada kisaran pH 5-9.
Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen bakteri dibedakan menjadi dua, yaitu bakteri aerob dan anaerob. Bakteri aerob memerlukan oksigen untuk hidup dan bakteri anaerob tidak memerlukan oksigen untuk hidup. Bakteri anaerob dibedakan menjadi dua, yaitu anaerob fakultatif dan anaerob obligat. Bakteri anaerob fakultatif masih bisa tumbuh dengan adanya oksigen dalam jumlah yang relatif kecil. Bakteri anaerob obligat tidak dapat tumbuh jika ada oksigen.
Pertumbuhan bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Pengurangan kadar air dalam protoplasma seperti pada proses pembekuan dan pengeringan menyebabkan kegiatan metabolisme berhenti. Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian (Dwidjoseputro 1978).
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pyogenes adalah salah satu jenis bakteri Streptococcus beta hemolitikus grup A, yaitu streptococcus yang dapat menyebabkan terjadinya hemolisis sel darah merah yang disertai dengan pelepasan hemoglobin. S. pyogenes adalah bakteri Gram positif, non-spora, bersifat fakultatif anaerob, dan selnya berbentuk bulat dengan diameter 0.6-1 m. Biasanya struktur tersusun dalam bentuk rantai yang panjangnya beragam atau pasangan sel (Todar 2002).
S. pyogenes mudah tumbuh dalam semua media. Untuk isolasi primer harus dipakai media yang mengandung darah lengkap, serum, dan transudat. Dalam lempeng agar-agar darah yang didiamkan pada suhu 37 oC setelah 18-24 jam bakteri ini akan membentuk koloni kecil keabu-abuan. Bentuk selnya bulat, pinggiran rata, pada permukaan media koloni tampak sebagai setitik cairan. S.
pyogenes dapat menyebabkan penyakit
epidemik seperti scarlet fever, radang tenggorokan, rematik, dan infeksi pada kulit (Todar 2002).
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri
Gram positif, berbentuk bulat, umumnya hidup berkelompok, non-spora, dan dapat menghemolisis sel darah. Sifatnya anaerob fakultatif yang dapat hidup dengan respirasi aerob dan fermentasi glukosa yang menghasilkan asam laktat. S. aureus dapat hidup dalam media agar-agar yang mengandung NaCl 1.5% pada suhu 15-45 oC dan membentuk koloni berwarna kuning (Todar 2005).
S. aureus bersifat patogen terhadap manusia, yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit seperti bisul dan infeksi pada saluran air seni. Bakteri ini juga dapat menyebabkan beberapa infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia), radang otot, dan pembengkakan otak bagian luar (Todar 2005).
S. aureus adalah bakteri penyebab
keracunan yang memproduksi enterotoksin. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan yang mengandung protein tinggi, misalnya sosis dan telur. Enterotoksin yang diproduksi oleh S. aureus bersifat tahan panas, dan masih aktif setelah dipanaskan pada suhu 100 oC selama 30 menit (Fardiaz 1989).
Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang mampu membasmi mikroba yang bersifat patogen terhadap manusia atau hewan tetapi relatif tidak toksik terhadap inangnya (Gan 1987). Cara kerja antibakteri ada yang bersifat mematikan bakteri (bakterisida) dan ada yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri disebut sebagai bakteriostatik (Shcunack 1990). Kerja antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi zat uji, jumlah bakteri, adanya bahan organik, dan pH (Pelzcar & Chan 1986).
Menurut Pelzcar & Chan (1986) senyawa yang bersifat sebagai antibakteri antara lain adalah etanol, senyawa fenolik, klor, iodin, dan etilen oksida. Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mempunyai satu atau dua gugus hidroksil.
(Pluchea indica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propionobacterium sp, dan Corynebacterium (Purnomo 2001). Flavonoid yang diisolasi dari akar tanaman G. glabra juga dapat menghambat pertumbuhan S. aureus (He et al. 2006).
Flavon, flavonoid, dan flavonol telah disintesis oleh tanaman dalam responsnya terhadap infeksi mikroba sehingga mereka efektif secara in vitro terhadap sejumlah mikroorganisme. Aktivitas mereka disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dengan dinding sel (Naim 2004).
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid dapat menghambat pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif. Alkaloid yang diisolasi dari daun Senna racemosa dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan Bacillus substilis (Peraza et al. 2000). Berberin adalah salah satu contoh alkaloid yang potensial efektif terhadap typanosoma dan plasmodia (Naim 2004).
Tanin merupakan senyawa polifenol yang dapat larut dalam air, gliserol, propilenglikol tetapi tidak larut dalam benzena, kloroform, dan petroleum eter (Harbone 1987). Tanin atau asam tanat dapat menghambat dan membunuh Salmonella typhi (Mahtuti 2007). Metabolit sekunder jenis terpenoid juga memiliki aktivitas antibakteri. Terpenoid pada cabai yang dikenal dengan nama kapsaisin diketahui dapat menghambat pertumbuhan S. aureus, Bacillus subtilis, Sarcina lutea, dan Escherichia coli (Sylvia 1996).
Minyak atsiri yang termasuk senyawa terpenoid diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Minyak atsiri dari daun sirih dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans (Yunilawati 2002)
Spektrofotometer Ultraviolet
Spektrofotometer ultraviolet digunakan untuk identifikasi senyawa-senyawa kimia karena banyak senyawa menunjukkan sifat khusus pada daerah UV. Spektrum UV senyawa-senyawa kimia dalam tumbuhan dapat ditentukan dengan larutan yang sangat encer (Suradikusumah 1989).
Pengukuan absorbans dalam spektrofotometer ultraviolet digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia. Absorpsi dalam daerah UV
menyebabkan eksitasi elektron ikatan. Puncak absorpsi (λ maks) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam senyawa kimia (Khopkar 1990).
Spektrofotometer UV terdiri atas sumber cahaya, monokromator, dan detektor. Sumber cahaya yang biasa digunakan adalah lampu deuterium yang menghasilkan radiasi elektromagnetik pada wilayah UV. Sumber cahaya yang kedua adalah lampu tungsten yang digunakan untuk wilayah panjang gelombang sinar tampak (Pavia et al. 1996). Spektrum UV pada prinsipnya dihasilkan dengan cara melewatkan radiasi melalui monokromator menembus contoh kemudian ditangkap oleh detektor dan akhirnya dicetak pada kertas rekorder.
Spektrofotometer Inframerah
Spektrofotometer inframerah digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa. Komponen utama alat ini adalah sumber radiasi, monokromator, tempat sampel, dan detektor. Sumber radiasi yang digunakan umumnya adalah pemijar Nernst dan Globar. Monokromator dalam spektrofotometer IR terdiri atas celah masuk dan celah keluar, alat pendispersi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan beberapa cermin untuk memantulkan dan memfokuskan berkas sinar. Detektor yang digunakan adalah termokopel, bolometer, dan sel Golay (Sudjadi 1983).
Spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Daerah yang paling banyak digunakan adalah daerah pertengahan dengan kisaran bilangan gelombang 4000-600 cm-1 atau dengan panjang gelombang 2.5-15 µm (Suradikusumah 1989). Spektrum IR pada prinsipnya dihasilkan dengan cara melewatkan radiasi IR ke contoh kemudian diproses dengan menggunakan interferometer. Keadaan ini secara kontinu akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram (Sudjadi 1983).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
TSA (tryptone soy agar), TSB (tryptone soy broth), kaldu tioglikolat, etanol 50% (v/v), pereaksi Lieberman-Buchard, pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf. Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV/Vis tipe Pharmaspex Shimadzu 1700 dan spektrofotometer FTIR tipe Bruker Tensor 37.
Metode
Metode penelitian ini terdiri atas 5 tahap, yaitu penentuan kadar air, ekstraksi sampel, uji fitokimia, identifikasi senyawa, dan uji antibakteri (Lampiran 1).
Persiapan Sampel
Sebanyak 100 g akar G. uralensis dan rhizoma C. chinensis yang telah dikeringkan serta borneo camphor dihaluskan sampai menjadi serbuk dengan ukuran 100 mesh. Serbuk yang diperoleh sebanyak 40 g.
Penentuan kadar air
Cawan porselen dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 30 menit, dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit,` kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g serbuk borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis rhizoma dimasukkan ke dalam cawan porselen, dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 4 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang bobotnya dan dilakukan berulang sampai bobotnya konstan. Penentuan kadar air dilakukan triplo.
Ekstraksi sampel
Sebanyak 20 g serbuk borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis rhizoma ditambahkan 200 ml etanol 50% (v/v), kemudian direfluks selama 26 jam pada suhu 80 oC. Sisa pelarut diuapkan dengan rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak kasar dan ditentukan rendemennya (Choi et al. 2007).
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Flavonoid. Sebanyak 1 g ekstrak
borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis rhizoma ditambahkan 100 ml air panas, kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh diambil sebanyak 10 ml, ditambahkan 0.5 g serbuk Mg, 1 ml HCl pekat, dan 3 ml amil alkohol. Campuran dikocok kuat. Uji positif ditandai
dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.
Uji Terpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 g ekstrak borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis rhizoma dimaserasi dengan 25 ml etanol panas selama 1 jam, kemudian disaring dan residunya ditambahkan eter. Filtratnya ditambah dengan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid dan warna hijau atau biru untuk steroid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 1 g ekstrak
borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis rhizoma dilarutkan dengan 5 ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH,
kemudian disaring ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 M,
kemudian dikocok. Lapisan asamnya diteteskan pada plat tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan terbentuk endapan warna putih, coklat, dan merah jingga secara berturut-turut jika positif mengandung alkaloid.
Uji Saponin. Sebanyak 1 g ekstrak borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis
rhizoma ditambahkan 100 ml air panas
dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Sebanyak 10 ml filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik, kemudian dibiarkan 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil.
Uji Tanin. Sebanyak 1 g ekstrak borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis rhizoma ditambahkan ke dalam 100 ml air panas, kemudian dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 10 ml filtrat ditambahkan 10 ml FeCl3 1%. Uji positif
ditandai munculnya warna hijau kehitaman.
Uji Metabolit Primer
Uji Molisch. Sebanyak 5 ml sampel
ditambahkan 2 tetes perekasi molisch, kemudian dikocok sehingga membentuk dua lapisan. Terbentuknya warna ungu antara kedua lapisan tersebut menunjukkan adanya karbohidrat.
Uji Benedict. Sebanyak 5 ml pereaksi
menunjukkan adanya karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas.
Uji Barfoed. Sebanyak 1 ml pereaksi
Barfoed dan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan dalam air mendidih selama 3 menit, kemudian didinginkan. Terbentuknya warna biru pada larutan menunjukkan adanya monosakarida.
Uji Millon. Sebanyak 3 ml sampel
ditambahkan 5 tetes pereaksi Millon, kemudian dipanaskan dan didinginkan. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya tirosin dalam molekul protein.
Uji Hopkins-Cole. Sebanyak 2 ml sampel dan 2 ml pereaksi Hopkins-Cole dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4 melalui dinding
tabung sedikit demi sedikit. Terbentuknya cincin berwarna ungu menunjukkan adanya triptofan.
Uji Ninhidrin. Sebanyak 3 ml sampel dan 0.5 ml larutan ninhidrin 0.1% dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan dalam air mendidih selam 10 menit, kemudian didinginkan. Terbentuknya warna kuning pada larutan menunjukkan adanya asam amino.
Uji Xanthoproteat. Sebanyak 2 ml
sampel ditambahkan 1 ml HNO3 pekat,
kemudian dipanaskan. Amati timbulnya warna kuning tua. Larutan didinginkan dan ditambahkan tetes demi tetes NaOH pekat sampai menjadi basa. Terbentunya warna orange menujukkan adanya asam-asam amino yang mengandung inti benzena.
Uji Biuret. Sebanyak 3 ml sampel
ditambahkan NaOH 10% dan dikocok, kemudian ditambahkan 1 tetes larutan CuSO4
0.1%. Terbentunya warna ungu menunjukkan adanya protein.
Uji Salkowski. Sampel dilarutkan dalam kloroform anhidrat, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat dengan volume yang sama.
Dikocok perlahan-lahan biarkan lapisan terpisah. Terbentunya warna biru menjadi merah dibagian kloroform dan warna kuning dibagian asam menunjukkan adanya kolesterol.
Uji Lieberman Buchard. Lapisan
kloroform (dari uji Salkowski) ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrat dan 2 tetes H2SO4 pekat. Campuran dikocok dan
dibiarkan beberapa menit. Terbentuknya warna biru menjadi merah dibagian kloroform dan warna kuning dibagian asam menunjukkan adanya kolesterol.
Pembuatan Media Agar-Agar
Sebanyak 40 g TSA (tryptone soy agar) dilarutkan dalam 1 liter akuades, dipanaskan dan diaduk hingga larut. Larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing 12 ml untuk agar cawan petri dan 4 ml untuk agar miring. Media agar disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC dan tekanan 1 atm, kemudian didinginkan pada suhu kamar dan disimpan dalam lemari es sampai diperlukan.
Peremajaan Bakteri
Bakteri uji dibiakkan pada media agar-gar miring. Sebanyak 1 koloni S. pyogenes dan S. aureus diambil dan digoreskan ke media agar-agar miring kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC.
Inokulasi Bakteri
Bakteri dari agar-agar miring diambil sebanyak satu ose secara aseptik dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 50 ml media TSB (tryptone soy broth) steril dan diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam.
Penentuan kurva standar bakteri
Sebanyak 1 ml isolat bakteri yang telah diinkubasi selama 8-10 jam dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml akuades steril, dikocok dengan vorteks kemudian diencerkan secara serial menggunakan akuades steril sampai pengenceran 10-7. Sebanyak 100 µl bakteri yang telah diencerkan dituang ke dalam cawanpetri yang telah berisi media TSA dan disebar dengan batang kaca penyebar. Cawan petri diletakkan dalam posisi terbalik dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC, kemudian dihitung jumlah bakteri yang tumbuh.
Pengujian Aktivitas Antibakteri (Metode Cakram)
Media TSA semi padat yang berisi 100 l biakan bakteri dengan konsentrasi 106-107 sel/ml dituangkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media TSA padat (cawan overlay). Kertas cakram berdiameter 6 mm yang berisi 10 l ekstrak borneo camphor, glycyrrhizae radix, atau coptidis rhizoma diletakkan di atas permukaan media overlay. Pengamatan terhadap zona bening yang terbentuk dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.
Penentuan efek sinergis campuran borneo
camphor, glycyrrhizae radix, dan coptidis
rhizoma sebagai antibakteri
Media TSA semi padat yang berisi 100 l biakan bakteri dengan konsentrasi minimal 106-107 sel/ml dituangkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media TSA padat (cawan overlay). Kertas cakram berdiameter 6 mm yang berisi 10 l campuran ekstrak borneo camphor, glycyrrhizae radix, dan
coptidis rhizoma dengan nisbah (1:1:1)
diletakkan di atas permukaan media overlay. Pengamatan terhadap zona bening yang terbentuk dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.
Identifikasi Senyawa
Identifikasi senyawa yang bersifat sebagai antibakteri dalam ekstrak etanol coptidis rhizoma, glycyrrhizae radix, dan borneo camphor menggunakan spektrofotometer UV dan spektrofotometer IR. Spektrum serapan coptidis rhizoma, glycyrrhizae radix, dan borneo camphor diukur dalam larutan encer yang menggunakan pelarut etanol dengan blanko etanol. Larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 200-450 nm.
Serbuk coptidis rhizoma, glycyrrhizae
radix, dan borneo camphor dihaluskan
bersamaan dengan serbuk KBr dalam mortar agate, kemudian dimasukkan ke dalam alat pencetak pelat KBr sehingga diperoleh lempeng KBr yang transparan. Lempeng ini dimasukkan ke dalam spektrofotometer IR. Spektrum yang muncul digambarkam dengan kurva hubungan antara transmitan dan bilangan gelombang.
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan satu faktor dalam rancangan acak lengkap (RAL). Rancangan ini digunakan untuk menguji respons daya hambat setiap ekstrak atau campuran ekstrak terhadap bakteri S. pyogenes dan S. aureus. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan programSAS.
Uji lanjut yang digunakan adalah uji kontras ortogonal untuk menentukan bahwa campuran ekstrak etanol glycyrrhizae radix, coptidis rhizoma, dan borneo camphor mempunyai efek sinergis sebagai antibakteri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Sampel dan Ekstraksi
Coptidis rhizoma, borneo camphor, dan
glycyrrhizae radix dihaluskan sampai
membentuk serbuk halus dengan ukuran 100 mesh, kemudian ditentukan kadar airnya dan diekstraksi dengan etanol 50% (v/v).
Penentuan kadar air untuk menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persen bahan kering dan mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (Harjadi 1993). Kadar air yang baik adalah kurang dari 10%, pada kadar ini bahan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama karena kemungkinan rusak terkena jamur pada saat penyimpanan sangat kecil (Winarno 1997).
Kadar air rerata yang diperoleh dari serbuk coptidis rhizoma, glycyrrhizae radix, dan borneo camphor berturut-turut sebesar 8.57, 7.14, dan 4.96% (Lampiran 2). Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk kering coptidis rhizoma, glycyrrhizae radix, dan borneo camphor dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Serbuk coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix diekstraksi dalam pelarut etanol 50% (v/v) dengan metode refluks pada suhu 80 oC selama 26 jam. Metode ekstraksi ini merupakan kondisi optimum untuk ekstraksi coptidis rhizoma. Ekstrak yang diperoleh dengan metode ini mampu menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans, yaitu mampu
menurunkan jumlah bakteri dari 6.110 log CFU/ml menjadi 4125 log CFU/ml (Choi et al. 2007).
yang diekstraksi dengan pelarut tertentu. Jenis dan jumlah yang dapat terserap tergantung sifat komponen tersebut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 50% (v/v).Pelarut etanol yang bersifat polar dapat mengekstraksi hampir semua senyawa polar pada jaringan tumbuhan.
Tabel 1 Rendemen Ekstrak
Nama Sampel Rendemen (%b/b)
Glycyrrhizae radix 24.0
Coptidis rhizoma 24.5
Borneo camphor 73.0
Rendemen ekstrak dari coptidis rhizoma,
borneo camphor, dan glycyrrhizae radix
berturut-turut adalah 24.0, 24.5, dan 73.0% (Tabel 1). Perbedaan rendemen disebabkan oleh perbedaan komposisi kandungan penyusun coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix yang berakibat pada perbedaan kelarutannya dalam etanol. Komponen yang terdapat dalam borneo camphor lebih banyak mengandung senyawa yang dapat larut dalam etanol dibandingkan dengan yang ada dalam coptidis rhizoma dan glycyrrhizae radix. Ekstrak yang diperoleh digunakan untuk uji antibakteri terhadap S. aureus dan S. pyogenes.
Kandungan Metabolit Sekunder
Uji fitokimia bertujuan mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak etanol coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix yang diduga sebagai senyawa antibakteri.
Tabel 2 Metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak etanol ketiga sampel Golongan Senyawa C G B
Flavonoid - ++ -
Tanin - - -
Saponin + - -
Steroid - - -
Terpenoid - - -
Alkaloid +++ - -
Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): positif lemah; (++): positif; (+++): positif kuat;
C :Coptidis rhizoma; G : Glycyrrhizae
Hasil uji metabolit primer untuk ekstrak etanol coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix terdapat pada Tabel 3. Ekstrak etanol coptidis rhizoma positif terhadap uji Molisch dengan terbentuknya warna ungu yang menunjukkan adanya karbohidrat. Ekstrak etanol coptidis rhizoma juga mengandung asam amino triptofan yang ditunjukkan dengan uji Hopkins-Cole. radix; B : Borneo camphor
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 2, ekstrak etanol glycyrrhizae radix mengandung flavonoid. Flavonoid termasuk dalam senyawa fenol yang memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa flavonoid dari ekstrak etanol
glycyrrhizae radix dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus (He et al. 2006). Pertumbuhan S. aureus dapat terganggu karena adanya senyawa fenol yang terkandung dalam ekstrak etanol glycyrrhizae radix. Fenol memiliki kemampuan mendenaturasikan protein dan merusak membran sel (Pelzcar & Chan 1986). Fenol berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak. Sebagian besar struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri mengandung protein dan lemak.
Hasil uji fitokimia pada ekstrak etanol coptidis rhizoma mengandung saponin dan alkaloid. Alkaloid dapat beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga dapat digunakan dalam bidang pengobatan (Harbone 1987).
Jenis alkaloid yang terdapat dalam coptidis
rhizoma adalah berberin, protoberberin,
palamatin, dan koptisin. Berberin dan koptisin adalah senyawa aktif yang bersifat sebagai antibakteri (Lian 2006). Berberin adalah salah satu contoh alkaloid yang potensial efektif terhadap typanosoma dan plasmodia (Naim 2004).
Borneo camphor mengandung senyawa
terpenoid (Grive 2000), tetapi hasil uji fitokimia ekstrak etanol borneo camphor tidak teridentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder termasuk terpenoid. Pereaksi yang digunakan untuk uji fitokimia pada ekstrak borneo camphor sama dengan pereaksi yang digunakan untuk uji fitokimia pada ekstrak coptidis rhizoma dan glycyrrhizae radix yang berarti bahwa dalam ekstrak borneo camphor tersebut memang tidak teridentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder. Hal ini mungkin disebabkan jumlah terpenoid yang terlalu sedikit dalam ekstrak etanol borneo camphor sehingga tidak terdeteksi.
Tabel 3 Metabolit primer yang terdapat pada ekstrak etanol ketiga sampel
Uji C G B
Molisch ++ ++ -
Benedict - + -
Barfoed - - -
Millon - - -
Hopkins-Cole ++ - -
Ninhidrin - - -
Xanthoproteat - - -
Biuret - - -
Salkowski - - -
Lieberman-Buchard - - -
Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): positif lemah; (++): positif; (+++): positif kuat;
C :Coptidis rhizoma; G : Glycyrrhizae
Perhitungan jumlah koloni bakteri bertujuan mengetahui secara tepat jumlah bakteri yang akan digunakan untuk uji antibakteri, karena kerja antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi zat uji, jumlah bakteri, adanya bahan organik, dan pH (Pelzcar & Chan 1986). Jumlah bakteri yang digunakan akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Zat uji tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena jumlah bakteri yang terlalu banyak atau sebaliknya jumlah bakteri terlalu sedikit.
Jumlah bakteri yang baik digunakan untuk uji antibakteri adalah 106-107 sel/ml, yaitu pada saat bakteri dalam fase eksponensial. Saat fase eksponensial bakteri dalam keadaan berkembang biak dan mengalami proses metabolisme yang paling tinggi dibandingkan pada fase yang lain (Brock & Madigan 1991). S. aureus setelah diinkubasi selama 10 jam memiliki kerapatan 108 sel/ml (OD = 0.318) dan S. pyogenes diinkubasi selama 8 jam memiliki kerapatan 108 sel/ml (OD = 0.562), sehingga perlu dilakukan pengenceran terhadap isolat bakteri tersebut untuk mendapatkan kerapatan 106-107 sel/ml.
radix; B : Borneo camphor
Ekstrak etanol glycyrrhizae radix positif terhadap uji Molisch yang menunjukkan adanya karbohidrat dalam ekstrak tersebut. Uji Benedict juga memberikan hasil positif yang menunjukkan dalam ekstrak etanol glycyrrhizae radix senyawa karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas. Karbohidrat dalam glycyrrhizae radix terdapat dalam bentuk senyawa glisirizhin yang merupakan glikosida menyerupai saponin
(Sabbioni et al. 2006). y = 0,1834x - 1,2179
R2 = 0,9152
y = 0,4424x - 3,3807
R2 = 0,9606
-0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5
Log jumlah bakteri
Ab so rb a n s ( O D )
Berdasarkan hasil uji metabolit primer, dalam ekstrak etanol borneo camphor tidak teridentifikasi adanya senyawa metabolit primer. Pereaksi yang digunakan untuk uji metabolit primer pada ekstrak etanol borneo
camphor sama dengan pereaksi yang
digunakan untuk uji metabolit primer pada ekstrak coptidis rhizoma dan glycyrrhizae radix. Hal ini mungkin disebabkan jumlah senyawa metabolit primer yang terlalu sedikit dalam ekstrak etanol borneo camphor sehingga tidak terdeteksi.
Gambar 4 Kurva standar bakteri S. aureus (—) dan S. pyogenes (- - -)
Kurva standar bakteri ditentukan dengan metode cawan hitung. Prinsipnya adalah jika sel bakteri yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar-agar, maka sel bakteri tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. (Fardiaz 1989).
Kurva standar bakteri
Kurva standar bakteri merupakan hubungan antara log jumlah bakteri dan absorbans (OD). Kurva standar ini dapat membantu untuk menentukan kerapatan jumlah sel bakteri yang akan digunakan untuk uji antibakteri. Kurva standar S. aureus memiliki persamaan y = 0.1834x–1.2179 dengan r = 91.52%, sedangkan persamaan kurva untuk S. pyogenes adalah y = 0.4424x– 3.3807 dengan r = 96.06% (Gambar 4).
Aktivitas Antibakteri
Ekstrak etanol coptidis rhizoma dan
glycyrrhizae radix memiliki konsentrasi
hambat minimal (KHM) terhadap S. aureus sebesar 20 mg/ml dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 9.31 ± 2.88 dan 2.00 ± 1.33 mm. Ekstrak etanol borneo
[image:30.595.112.540.190.351.2]camphor pada konsentrasi 1-20 mg/ml belum dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. KHM ekstrak etanol borneo camphor sebesar 40 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 3.33 ± 3.31 mm (Lampiran 4).
Tabel 4 Daya hambat ekstrak terhadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes
Staphylococcuss aureus (mm) Streptococcus pyogenes (mm)
Konsentrasi
(mg/ml) G B C G B C
1 - - - - 5 - - - - 10 - - - -
20 2.00 ± 1.33 - 9.31 ± 2. 88 - - -
40 4.33 ± 3.31 3.33 ± 3.31 13.33 ± 3.31 1.50 ± 2.87 3.07 ± 0.60 7.83 ± 4.38 60 4.17 ± 1.65 5.33 ± 3.31 14.50 ± 4.96 1.87 ± 1.32 3.57 ± 2.94 10.67 ± 3.31 80 5.00 ± 0.00 6.50 ± 2.86 15.53 ± 2.88 2.00 ± 0.00 5.40 ± 3.03 12.33 ± 3.31
100 8.00 ± 9.93 8.57 ± 2.94 19.17 ± 4.38 3.67 ± 3.31 6.93 ± 0.66 14.33 ± 4.38 Keterangan: G : Glycyrrhizae radix
B : Borneo champor C : Coptidis rhizoma
Ekstrak etanol coptidis rhizoma, borneo
camphor, dan glycyrrhizae radix pada
konsentrasi 1-20 mg/ml belum dapat menghambat pertumbuhan S. pyogenes. Ketiga ekstrak ini memiliki KHM yang sama, yaitu sebesar 40 mg/ml dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 7.83 ± 4.38, 3.07 ± 0.60, dan 1.50 ± 2.87 mm (Lampiran 5).
b
a
c
d
(i) Ekstrak etanol coptidis rhizoma memiliki
daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrak etanol borneo camphor dan glycyrrhizae radix baik terhadap S. aureus maupun S. pyogenes. Hal ini ditunjukkan dengan diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak etanol coptidis rhizoma cukup besar terhadap S. aureus dan S. pyogenes yang diinkubasi pada suhu ruang (Gambar 5).
c
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, diameter zona hambat yang dihasilkan semakin besar. Hal ini terjadi pada ketiga ekstrak tersebut baik terhadap S. aureus maupun S. pyogenes. Efektivitas senyawa antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa antibakteri yang digunakan (Pelzcar & Chan 1986). Peningkatan konsentrasi ekstrak menyebabkan semakin besar konsentrasi senyawa antibakteri yang berdifusi dalam medium agar sehingga diameter zona hambat yang dihasilkan juga semakin meningkat.
b
d
a
(ii)
Gambar 5 Zona hambat ekstrak etanol coptidis rhizoma terhadap (i) Staphylococcus aureus dan (ii) Streptococcus pyogenes dengan a : 100 mg/ml; b : 80 mg/ml; c :
60 mg/ml; d : 40 mg/ml.
Diameter zona hambat terhadap S. aureus
dan S. pyogenes yang dihasilkan oleh
campuran ekstrak secara keseluruhan lebih kecil dari pada jumlah diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak tunggal (Gambar 8 dan 9). Data selengkapnya terdapat dalam Lampiran 6. Hal ini disebabkan adanya senyawa lain pada campuran yang mengganggu kerja senyawa antibakteri atau karena adanya senyawa sejenis pada campuran yang saling melemahkan dalam menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. Pyogenes.
Daya hambat ekstrak etanol coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix terhadap S. aureus dan S. pyogenes lebih kecil dibandingkan antibiotik streptomycin sebagai kontrol positif (Gambar 6 dan 7). Hal ini disebabkan ekstrak ketiga sampel tersebut merupakan ekstrak kasar yang masih mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kemampuan daya hambat senyawa antibakterinya, sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memperoleh senyawa murni yang bersifat sebagai antibakteri dari ketiga ekstrak tersebut. Kenaikan konsentrasi streptomycin menyebabkan kenaikan daya hambat terhadap S. aureus dan S. pyogenes.
0 5 10 15 20 25
a b c d
Campuran ekstrak (1:1)
D ia m et er zo n a h a m b a t ( m m ) 0 5 10 15 20 25
40 60 80 100
[image:31.595.116.521.251.749.2]Konsentrasi (mg/ml) D ia m et er zo n a h a m b a t (m m )
Gambar 8 Perbandingan daya hambat ekstrak campuran dan ekstrak tunggal borneo camphor, coptidis rhizoma, dan glycyrrhizae radix terhadap S. Aureus
Gambar 6 Perbandingan daya hambat ekstrak etanol borneo camphor, coptidis rhizoma, glycyrrhizae radix, dan streptomycin sebagai kontrol positif terhadap S. aureus dengan
Respons ekstrak campuran Jumlah respons ekstrak tunggal a : B + C; b : B + G; c : G + C; d : B + G + C
0 2 4 6 8 10 12 14
a b c d
Campuran ekstrak (1:1)
D ia m et er zo n a h a m b a t (m m )
G, B, C, dan Streptomycin
0 2 4 6 8 10 12 14 16
1 2 3 4
Konsentrasi (mg/ml) D ia m et er zo n a h a m b a t (m m )
Gambar 9 Perbandingan daya hambat ekstrak campuran dan ekstrak tunggal borneo camphor, coptidis rhizoma, dan glycyrrhizae radix terhadap S. pyogenes Gambar 7 Perbandingan daya hambat ekstrak
etanol borneo camphor, coptidis rhizoma, glycyrrhizae radix, dan streptomycin sebagai kontrol positif terhadap S. pyogenes dengan G, B, C, dan
Respons ekstrak campuran Jumlah respons ekstrak tunggal a : B + C; b : B + G; c : G + C; d : B + G + C
[image:31.595.120.305.279.411.2]Ekstrak etanol coptidis rhizoma yang mempunyai daya hambat terbesar terhadap S. aureus dan S. pyogenes diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV dan IR. Spektrum UV ekstrak etanol coptidis rhizoma dalam pelarut etanol menunjukkan puncak maksimum pada λ 227 nm dan puncak tambahan pada λ 273 dan 350 nm (Lampiran 7). Puncak maksimum pada λ 227 nm menunjukkan bahwa transisi yang mungkin terjadi adalah π→π* atau n→δ*. Transisi π→π* adalah untuk senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi seperti ikatan C=C dan C=O. Transisi n→δ* dihasilkan oleh suatu ikatan tunggal antara atom yang memiliki pasangan elektron bebas dengan atom yang memiliki elektron δ seperti ikatan C-N dan OH. Hasil ini juga didukung oleh spektrum IR ekstrak etanol coptidis rhizoma yang menunjukkan adanya serapan gugus OH, C-H sp2, C=C, C-C aril, C-N, dan C-X (Tabel 5). Berdasarkan uji kualitatif ekstrak etanol
coptidis rhizoma mengandung alkaloid,
saponin, dan karbohidrat. Spektrum UV dan IR yang diperoleh mendukung adanya senyawa alkaloid dalam ekstrak etanol
coptidis rhizoma dengan adanya serapan
[image:32.595.112.302.480.599.2]gugus C-N pada spektrum IR tetapi tidak mendukung adanya saponin dan karbohidrat karena tidak terdapat serapan C-H aldehida pada spektrum IR (Lampiran 8).
Tabel 5 Absorpsi gugus fungsi ekstrak etanol coptidis rhizoma hasil spektrum IR
Bilangan Pustaka Gugus
gelombang (cm-1) (cm-1)
3367.37 3000-3700 -OH
2929.86 2850-3000 C-H sp2 1603.66 1600-1680 -C=C- 1507.16 1450-1600 -C-C aril
1274.51 1000-1350 C-N
617.89 540-785 C-X
Pustaka : Fessenden & Fessenden 1986 dan Pavia et al. 1996
Ekstrak etanol glycyrrhizae radix menunjukkan puncak maksimum pada λ 336 nm dan puncak tambahan pada λ 252 nm (Lampiran 9). Puncak maksimum pada λ 336 nm menunjukkan adanya suatu ikatan dengan transisi π→π*, n→π*, atau n→δ*. Transisi π→π* dan n→π* adalah untuk senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi seperti ikatan C=C dan C=O. Spektrum IR ekstrak etanol glycyrrhizae radix juga menunjukkan
adanya serapan untuk gugus O-H, C-H sp2, C=C, C-C aril, dan C-O (Lampiran 10). Hasil spektrum UV dan IR ini mendukung hasil uji kualitatif adanya senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol glycyrrhizae radix dengan adanya serapan gugus O-H dan C-C aril tetapi tidak mendukung adanya karbohidrat karena tidak terdapat serapan C-H aldehida pada spektrum IR.
Hasil uji kualitatif ekstrak etanol borneo camphor tidak menunjukkan hasil yang positif untuk semua metabolit primer dan sekunder. Identifikasi ekstrak dilanjutkan dengan menggunakan spektrofotometer UV dan IR. Spektrum UV menunjukkan puncak maksimum pada λ 237 nm dan puncak tambahan pada λ 322 nm (Lampiran 11). Puncak maksimum pada λ 237 menunjukkan serapan untuk senyawa benzena.
Spektrum IR ekstrak etanol borneo camphor menunjukkan adanya serapan untuk gugus OH, C-H aromatik, C≡N, dan C=C aromatik (Lampiran 12). Berdasarkan spektrum UV dan IR ekstrak etanol borneo
champor mengandung suatu senyawa
aromatik. Borneo camphor mengandung minyak atsiri yang merupakan suatu senyawa aromatik (Guenther 1990). Minyak atsiri diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Minyak atsiri dari daun sirih dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans (Yunilawati 2002).
Uji Statisik
Hasil analisis statistik dengan ANOVA pada taraf 5% menunjukkan bahwa daya hambat ekstrak tunggal coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix berbeda nyata terhadap ekstrak campuran coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix (1:1:1). Hal ini berarti ada perbedaan kemampuan antara ekstrak campuran dan ekstrak tunggal dalam menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. pyogenes (Lampiran 13).
Uji lanjut kontras menunjukkan bahwa ekstrak campuran glycyrrhizae radix dan borneo camphor (1:1), glycyrrhizae radix dan coptidis rhizoma (1:1), borneo camphor dan
coptidis rhizoma (1:1), serta campuran
glycyrrhizae radix, borneo camphor, dan
coptidis rhizoma (1:1:1) berbeda nyata
tersebut tidak bersifat sinergis dalam menghambat pertumbuhan S. aureus.
Uji lanjut kontras untuk daya hambat terhadap S. pyogenes menunjukkan bahwa ekstrak campuran glycyrrhizae radix dan borneo camphor (1:1), glycyrrhizae radix dan coptidis rhizoma (1:1), borneo camphor dan coptidis rhizoma (1:1) berbeda nyata terhadap ekstrak tunggal dalam menghambat pertumbuhan S. pyogenes. Campuran ekstrak etanol glycyrrhizae radix, borneo camphor, dan coptidis rhizoma (1:1:1) tidak berbeda nyata terhadap ekstrak tunggal, yang ditunjukkan dengan nilai p-value>0.05 (Lampiran 15). Hal ini berarti bahwa campuran ketiga ekstrak tersebut bersifat sinergis dalam menghambat pertumbuhan S. pyogenes.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rendemen ekstrak etanol serbuk coptidis rhizoma, glycyrrhizae radix, dan borneo camphor berturut-turut adalah 24.0, 24.5, dan 73.0%. Ketiga ekstrak ini memiliki daya hambat terhadap S. aureus berturut-turut sebesar 13.33 ± 3.31, 4.33 ± 3.31, dan 3.33 ± 3.31 mm. Daya hambat ketiga ekstrak ini terhadap S. pyogenes berturut-turut sebesar 7.83 ± 4.38, 1.50 ± 2.87, dan 3.07 ± 0.60 mm. Ekstrak etanol coptidis rhizoma memiliki daya hambat terbesar terhadap S .aureus dan S. pyogenes. Hasil uji kualitatif ekstrak ini mengandung alkaloid yang didukung dengan spektrum IR yang menunjukkan adanya serapan gugus C-N dan spektrum UV yang menunjukkan serapan maksimum pada λ 227 nm.
Hasil uji lanjut kontras menunjukkan bahwa ekstrak campuran coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix (1:1:1) berbeda nyata terhadap ekstrak tunggal dalam menghambat pertumbuhan S. aureus. Ekstrak campuran etanol coptidis rhizoma, borneo camphor, dan glycyrrhizae radix (1:1:1) tidak berbeda nyata terhadap ekstrak tunggal dalam menghambat pertumbuhan S. pyogenes.
Saran
Penelitian selanjutnya perlu dilakukan fraksinasi terhadap ekstrak etanol c