• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KADAR SINENSETIN

TANAMAN KUMIS KUCING (

Orthosiphon aristatus

Bl. Miq.)

PADA BERBAGAI UMUR PANEN

NURHAJIJAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya ini kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

NURHAJIJAH. Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen. Dibimbing oleh JUANG GEMA KARTIKA DAN ANI KURNIAWATI.

Penelitian ini bertujuan mempelajari umur panen yang tepat pada tanaman kumis kucing sehingga memiliki produksi biomassa dan kadar sinensetin yang tinggi. Penelitian dilaksanakan di Unit Konservasi dan Budidaya Biofarmaka (UKBB) Cikabayan, Bogor, dari bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor, yaitu umur panen. Umur panen terdiri atas dua minggu setelah tanam, empat minggu setelah tanam, enam minggu setelah tanam, pada saat kumis kucing berbunga (9 minggu setelah tanam), satu minggu setelah berbunga (10 minggu setelah tanam), dan dua minggu setelah berbunga (11 minggu setelah tanam). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kumis kucing yang dipanen pada umur dua minggu setelah berbunga (11 minggu setelah tanam) memiliki produksi daun segar yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan tanaman kumis kucing yang dipanen pada umur satu minggu setelah berbunga (10 minggu setelah tanam). Kadar sinensetin tanaman kumis kucing tertinggi diperoleh pada umur panen satu minggu setelah berbunga (10 minggu setelah tanam).

Kata kunci: kumis kucing, sinensetin, umur panen

ABSTRACT

NURHAJIJAH. Growth, Production and Sinensetin Content of Java Tea (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) in Different Time of Harvesting. Supervised by JUANG GEMA KARTIKA and ANI KURNIAWATI.

The aim of this research is to study the best time to harvest the java tea to get high biomass production and sinensetin content. The experiment was conducted in the Conservation and Medicinal Cultivation Unit (CMCU) Cikabayan, Bogor, from October 2013 until March 2014. This experiment used a complete randomized block design with one factor, such as the time of harvest. Time of harvest were conducted two weeks after planting, four weeks after planting, six weeks after planting, during flowering (9 weeks after planting), one week after flowering (10 weeks after planting), and two weeks after flowering (11 weeks after planting). Each treatment had repetition four times, so that there were 24 experimental units. The experimental results showed that the java tea harvested two weeks after flowering (11 weeks after planting) has produced high fresh leaves and not significantly different from the java tea harvested one week after flowering (10 weeks after planting). High sinensetin content of java tea were found by harvesting one week after flowering (10 weeks after planting).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

NURHAJIJAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KADAR SINENSETIN

TANAMAN KUMIS KUCING (

Orthosiphon aristatus

Bl. Miq.)

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014 ini adalah budidaya kumis kucing dengan judul “Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen”. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian berjudul

“Pengembangan Herba Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) sebagai Bahan Obat Herbal Antihyperglikemia Melalui Standarisasi Produksi Biomassa, Kadar Bioaktif dan Pengujian Khasiatnya”: dengan Ketua Dr Ani Kurniawati, SP, MSi, sumber dana BOPTN Lintas Fak/Dept/Pusat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Juang Gema Kartika, SP, MSi dan Ibu Dr Ani Kurniawati, SP, MSi selaku pembimbing skripsi, Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS selaku penguji, Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS selaku pembimbing akademik, Pak Taopik selaku pembimbing di lapang, Pak Amad, Pak Yayat, Pak Adung, Teh Linda, dan semua pekerja yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil. Serta seluruh teman seperjuangan di Agronomi dan Hortikultura 47 terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Deskripsi Tanaman Kumis Kucing 2

Syarat Tumbuh dan Budidaya Tanaman Kumis Kucing 3

Manfaat Tanaman Kumis Kucing 3

Kandungan Bahan Bioaktif Kumis Kucing 4

Pemanenan 5

METODE 7

Tempat dan Waktu Penelitian 7

Bahan dan Peralatan Penelitian 7

Rancangan Percobaan 7

Prosedur Analisi Data 8

Prosedur Percobaan 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kondisi Umum Percobaan 13

Rekapitulasi Sidik Ragam 14

Hasil 15

Pembahasan 27

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 37

(14)

DAFTAR TABEL

1 Perlakuan umur panen 9

2 Ringkasan analisis sidik ragam untuk seluruh peubah pengamatan

pada panen pertama dan kedua 14

3 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah buku dan panjang ruas pada

panen pertama dan kedua 15

4 Rata-rata jumlah cabang, jumlah daun dan indeks luas daun pada

panen pertama dan kedua 16

5 Rata-rata bobot basah daun, batang, bunga dan total per petak

pada panen pertama dan kedua 18

6 Rata-rata bobot kering daun, batang, bunga dan total per petak

pada panen pertama dan kedua 19

7 Produktivitas simplisia daun kumis kucing (ton ha-1) pada panen

pertama dan kedua 20

8 Kadar air daun, batang dan bunga pada panen pertama dan kedua 21 9 Rendemen simplisia daun pada panen pertama dan kedua 22 10 Rasio daun terhadap batang pada panen pertama dan kedua 23 11 Rata-rata komposisi daun tua dan daun muda pada panen pertama

dan kedua 24

12 Korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen

pada panen pertama 25

13 Korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen

pada panen kedua 26

14 Kadar sinensetin tanaman kumis kucing per umur panen 27

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi umum percobaan 13

2 Alat HPLC yang digunakan dalam penelitian 38

3 Komposisi daun tua dan daun muda pada umur panen 6 MST 40

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim bulanan Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor 37 2 Data analisis kadar sinensetin tanaman kumis kucing 37

3 Alat HPLC yang digunakan dalam penelitian 38

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) merupakan salah satu jenis tanaman yang berkhasiat sebagai tanaman obat, biasa tumbuh secara liar di pekarangan dan menjadi tanaman utama pada program saintifikasi jamu. Tanaman kumis kucing merupakan tanaman obat yang memiliki banyak khasiat. Melalui uji klinis terbukti bahwa daun kumis kucing berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran air kencing (Mursito 2002). Khasiat lainnya menurut Yuniarti (2008) adalah dapat mengobati infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, sakit kencing batu, encok, peluruh air seni (diuretik) dan menghilangkan panas dan lembab. Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untuk pengobatan radang ginjal, kencing manis, albuminuria, penyakit syphilis, reumatik, dan menurunkan kadar glukosa darah.

Beberapa zat yang terkandung didalam daun kumis kucing antara lain orthosiponin glikosida, minyak atsiri, garam kalium dan juga sinensetin. Kalium berkhasiat sebagai diuretik dan pelarut batu saluran kencing, sinensetin berkhasiat sebagai antibakteri (Nurmalina dan Valley 2012). Flachsman (1985) melaporkan bahwa kandungan utama yang paling stabil dalam daun kumis kucing adalah sinensetin. Sinensetin menjadi zat identitas bagi daun kumis kucing. Menurut Aminudin (2004) bahwa semakin tinggi kandungan sinensetin pada tanaman kumis kucing maka tanaman tersebut akan mempunyai kualitas yang tinggi pula. Atas dasar tersebut maka kandungan bahan bioaktif sinensetin dijadikan sebagai salah satu parameter produktivitas tanaman kumis kucing.

Bagian kumis kucing yang paling umum digunakan sebagai bahan obat-obatan adalah daunnya, baik dalam bentuk daun basah (segar) maupun kering (simplisia). Simplisia daun kumis kucing telah cukup banyak dimanfaatkan dalam industri obat tradisional Indonesia (jamu) dan telah menjadi komoditas ekspor sejak sebelum Perang Dunia II (Taryono dan Sudiarto 1996). Penggunaan simplisia kumis kucing pada industri besar dan menengah selain industri jamu di Indonesia tahun 2005 cukup besar yaitu sebanyak 20 ton. Hal ini menunjukkan bahwa potensi permintaan kumis kucing baik pada industri jamu maupun industri selain industri jamu di dalam negeri masih sangat besar (Wiranthi 2011).

Kendala dalam penyiapan simplisia terstandar tanaman obat adalah waktu, cara panen dan penanganan tanaman setelah panen. Waktu, cara panen dan penangan tanaman yang tepat dan benar merupakan faktor penentu kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Tinggi rendahnya kandungan bahan bioaktif yang terkandung dalam tanaman kumis kucing salah satunya dipengaruhi oleh waktu panen. Waktu panen merupakan salah satu faktor yang dapat mempangaruhi mutu tanaman (Kunle et al. 2012). Mutu tanaman obat sangat berkaitan erat dengan kompleksibilitas komposisi kandungan kimia didalamnya.

(16)

2

kumis kucing adalah pada saat tanaman mulai mengeluarkan kuncup bunga, setelah 4 minggu sampai 6 minggu dari waktu tanam daunnya mulai dapat dipetik. Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan volume biomassa dan produksi bahan aktifnya juga rendah. Untuk memperoleh produksi dan kandungan bahan bioaktif yang optimal perlu dicari waktu atau umur panen yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat menentukan umur panen yang tepat pada tanaman kumis kucing sehingga memiliki produksi biomassa dan kadar sinensetin yang tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan umur panen yang tepat pada tanaman kumis kucing sehingga memiliki produksi biomassa dan kadar sinensetin yang tinggi.

Hipotesis

1. Umur panen mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kadar sinensetin kumis kucing.

2. Terdapat umur panen yang tepat yang menghasilkan produksi biomassa dan kadar sinensetin yang tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Kumis Kucing

Tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) termasuk kedalam suku Lamiaceae. Tanaman ini memiliki beberapa sinonim nama latin, antara lain: Orthosiphon stamineus Benth, O. grandiflorum auct. non Terrac., O. spicatus auct. non Benth (De Padua et al. 1999). Tanaman kumis kucing berasal dari wilayah Afrika tropis kemudian menyebar ke wilayah Asia dan Australia. Disebut kumis kucing karena kumpulan benang sari bunganya panjang dan menjulur dari dua sisi yang berbeda sehingga mirip dengan kumis kucing (Mursito dan Prihmantoto 2002).

(17)

3 benang sari lebih panjang dari tabung bunga. Buah berupa buah kotak, bulat telur, masih muda berwarna hijau, setelah tua berwarna cokelat. Biji kecil, masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna hitam (Dalimartha 2000).

Syarat Tumbuh dan Budidaya Tanaman Kumis Kucing

Tanaman kumis kucing dapat dibudidayakan mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl. Iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman ini adalah iklim tropis dengan curah hujan lebih dari 3000 mm tahun-1. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai jenis tanah mulai tanah ringan hingga tanah berat kecuali yang bersolum dangkal. Tanah yang berstruktur gembur, subur serta banyak mengandung humus merupakan tanah yang sesuai bagi pertumbuhannya (Balittro 1994). Pada tempat yang disinari matahari penuh pertumbuhannya lebih baik dibandingkan pada tempat ternaungi. Sudiarto et al. (1996) menyatakan bahwa tanaman kumis kucing merupakan tanaman yang cocok untuk ditanam di tempat terbuka, dalam arti ditanam secara monokultur agar daunnya memiliki kandungan sinensetin yang cukup tinggi. Menurut Aminudin (2004) bahwa tanaman kumis kucing dapat ditanam pada kondisi naungan 40-70%.

Kumis kucing dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang. Bibit yang digunakan adalah stek sepanjang 40 cm dengan 4-8 mata tunas dengan masa panen sekali 2 bulan (Dalimartha 2000). Menurut keterangan yang diperoleh oleh Ermiati et al. (2005) dari petani di Kabupaten Sukabumi, penggunaan stek sepanjang 20 dan 10 cm, masing-masing panennya setiap sebulan dan setiap lima belas hari yang ternyata memakan tenaga kerja lebih banyak tetapi produksi lebih sedikit disamping itu tidak bisa diambil stek untuk bibit.

Stek batang yang diperoleh, ditanam di persemaian terlebih dahulu. Persemaian di tempat terbuka harus diberi atap naungan, pada umur 10 hari biasanya stek mulai berakar dan bertunas dan umur 2 minggu tanaman sudah siap ditanam di lapangan. Waktu penanaman sebaiknya pada awal musim penghujan (Balittro 1994).

Kegiatan pemeliharaan dalam budidaya tanaman kumis kucing antara lain adalah penyiangan, penggemburan tanah, pemupukan, dan pemangkasan. Penyiangan dilakukan tergantung keadaan gulma yang tumbuh atau pada saat akan dilakukan pemupukan, selain itu tanah harus dalam keadaan gembur. Sebelum penanaman tanah diolah dan diberi pupuk kandang sebanyak 15 ton ha-1, sementara untuk pupuk dasar pada saat tanam diberikan pupuk SP-36 dan pupuk KCl dengan dosis yang dianjurkan masing-masing 200 kg ha-1 SP-36 dan 100 kg ha-1 KCl, sedangkan pupuk Urea yang dianjurkan adalah 100 kg ha-1 diberikan sebulan setelah tanam (De Padua et al. 1999).

Manfaat Tanaman Kumis Kucing

(18)

4

kumis kucing memiliki efek farmakologi diuretik. Efek farmakologi memberikan hasil positif pada uji terhadap hewan dan manusia (Dorly 2006).

Bagian kumis kucing yang paling umum digunakan sebagai bahan obat-obatan adalah daunnya, baik dalam bentuk daun basah (segar) maupun kering (simplisia). Secara tradisional kumis kucing dapat digunakan sebagai obat untuk peluruh air seni (diuretik), menghancurkan batu ginjal, encok, infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, kencing batu, dan menghilangkan panas (Hartati 2011). Ameer et al. (2012) melaporkan bahwa pada tanaman kumis kucing terdapat manfaat sebagai hypourekemik, pelindung ginjal, anti oksidan, anti-inflamantori, hepatoprotektor, gastroprotektif, anti hipertensi, anti diabetik, anti hyperlipidemik, anti mikroba dan kegiatan anoreksia. Disamping itu kumis kucing juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit lain seperti radang selaput lendir hidung, radang ginjal, arterosklerosis, rematik, kencing manis, tekanan darah tinggi, radang amandel, ayan, gangguan haid, kencing nanah, albuminasia, dan rajasinga (LIPI 1999).

Tanaman kumis kucing juga dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional untuk kesehatan. Fadhlina (2008) menyebutkan bahwa di pasaran Malaysia terdapat beberapa produk misai kucing (kumis kucing) dalam bentuk minuman dan pil kesehatan. Di Malaysia, misai kucing (kumis kucing) juga digunakan sebagai obat untuk penyakit-penyakit seperti demam panas, epilepsi, batu karang, hepatitis, rheumatisma dan tekanan darah tinggi.

Kusumaningrum (2005) melaporkan bahwa penambahan perlakuan minuman seduhan bubuk daun kumis kucing dapat menginduksi kerja hati. Menurut Nora (2007) bahwa secara in vivo, ekstrak bubuk kumis kucing dengan 7 tingkatan dosis (0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI)-1640) dapat menstimulasi peningkatan poliferasi limfosit dengan indeks stimulasi (IS) bertutur-turut sebesar 1.72±0.11, 2.04±0.13, 2.77±0.20, 3.24±0.09, 4.08±0.19, 4.21±0.26 dan 4.71±0.21. Semakin tinggi dosis daun kumis kucing semakin tinggi poliferasi sel limfositnya.

Kandungan Bahan Bioaktif Kumis Kucing

Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman kumis kucing adalah orthosiphon, polyphenol, saponin, flavonoid, mioinositol, dan garam kalium (Dalimartha 2000). Kalium berkhasiat sebagai diuretik dan pelarut batu saluran kencing, sinensetin berkhasiat sebagai anti bakteri (Nurmalina dan Valley 2012). Menurut De Padua et al. (1999), sifat diuretik daun kumis kucing diberikan oleh senyawa kalium (potassium), inositol dan 3’-hydroxy-5,6,7,4’tetrametoxyflavone, sifat anti bakteri karena adanya senyawa turunan caffeic acid dan saponin serta lipophilic flavonoid sebagai anti tumor dan anti-inflammasi yang menghambat proses cyclo-oxygenase dan lipoxygenase. Adam et al. (2009) melaporkan bahwa Orthosiphon aristatus Bl. Miq. menunjukkan aktivitas diuretik tetapi kurang kuat dibandingkan dengan furosemide dan hidroklorotiazid.

(19)

5 daun kumis kucing adalah sinensetin. Kadar sinensetin dalam kumis kucing yang tertinggi terdapat dalam daun tua yang berbunga ungu (0.365%) sedangkan yang terkecil berasal dari daun muda yang berbunga putih (0.095%). Tanaman kumis kucing pada percobaan ini berasal dari KP Cibinong (Anggraeni dan Triantoro 1992). Ditambahkan oleh De Padua et al. (1999) bahwa kandungan sinensetin yang tertinggi (0.4%) terdapat dalam daun kumis kucing tua dari bunga berwarna blue-violet dan yang terendah (0.1%) dalam daun kumis kucing muda dari bunga berwarna putih.

Sinensetin merupakan salah satu zat yang dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder dari tanaman kumis kucing. Sinensetin merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk kedalam golongan flavonoid dan jenis flavon. Flavonoid merupakan senyawa fenolik utama pada tanaman dan sinensetin merupakan kelompok metoksi flavon atau kelompok flavonoid lipofilik. Sinensetin ini berperan penting sebagai anti bakteri, anti fungi, anti tumor, anti kanker, pengikatan prostaglandin dan anti feedan (Hossain dan Ismail 2012). Salah satu fungsi dari flavonoid adalah mencegah kerusakan jaringan tanaman yang disebabkan oleh sinar ultraviolet, yang terkandung dalam cahaya matahari. Flavonoid akan mengabsorbsi setiap sinar ultra violet yang dihasilkan oleh cahaya matahari. Dalam proses pengabsorbsian tersebut flavonoid akan berkurang karena tereduksi oleh cahaya (Aminudin 2004).

Menurut Sumaryo (1990) komponen dalam daun kumis kucing yang terekstrak dalam metanol dan air adalah 9 flavon-flavon lifofilik diantaranya adalah sinensetin, 2 flavonol glikosida dan 9 turunan dari asam kafeik. Dalam percobaannya diketahui bahwa kadar sinensetin dalam kumis kucing berkisar antara 0.095-0.365%. Sinensetin merupakan gugus flavonoid yang termasuk kedalam jenis flavon dan mempunyai rumus senyawa 3,4,5,6,7 pentamethaxyflavon. Menurut Dzulkarnain et al. (1999), kumis kucing mengandung mineral hingga 12% dengan garam kalium sebagai komponen terbanyaknya (600-700 mg 100 g-1 daun segar), juga mengandung kurang lebih 0.2% flavon lipofilik, termasuk di dalamnya sinensetin, flavonol glikosida, turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikafeoiltartarat), inositol, fitosterol (β-sitosterol), saponin, dan kandungan minyak atsiri yang mencapai 0.7%.

Flavonoid lipofilik yang ada dalam tanaman kumis kucing (terutama sinensetin dan tetrametilskutellarein) telah diketahui memiliki efek penghambatan terhadap sel-sel tumor Ehrlich ascites secara in vitro. Selain itu, komponen-komponen flavonoid lipofilik diduga turut bertanggung jawab atas efek anti radang (anti-inflamatory) mengingat flavonoid merupakan inhibitor enzim siklo-oksigenase dan lipsiklo-oksigenase (Dzulkarnain et al. 1999).

Pemanenan

(20)

6

diperhatikan pada pemanenan untuk mendapatkan hasil panen yang baik adalah menentukan waktu panen yang tepat dan melakukan penanganan panen yang baik. Bagian tanaman kumis kucing yang dipanen untuk dimanfaatkan sebagai obat berkhasiat diuretik adalah daunnya. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan dengan memangkas tanaman. Daun dipanen dengan cara memetik pucuk yang berdaun 3-5 helai, kemudian membuang daun-daun tua dibawahnya sampai helai ke 10. Saat panen yang tepat adalah pada saat awal pertumbuhan bunga tetapi belum tumbuh bunga, karena yang dimanfaatkan adalah daunnya maka bunga yang tumbuh sebaiknya dirompes untuk dapat memaksimalkan pertumbuhan daun pada panen berikutnya. Tanaman yang berbunga menurunkan rendemen kandungan obat pada tanaman kumis kucing (Atmodjo 2005). Tanaman yang sudah berumur 1 bulan setelah tanam sudah bisa dipanen yaitu ketika tangkai bunga belum muncul dan tinggi tanaman sekitar 50 cm (Nurmalina dan Valley 2012).

Peluang peningkatan produktivitas kumis kucing dengan melakukan cara panen daun yang lebih banyak dari acuan MMI (Materia Medika Indonesia) yakni lebih 3 pasang daun, mulai pasangan daun ke-5 sampai ke-9, ditinjau dari aspek kuantitas hasil adalah cukup besar. Potensi peningkatan panen pasangan daun ke-5 hingga ke-7 pada panenan pertama berkisar 63-147%, ditinjau dari aspek mutu simplisia yang mengacu kepada kandungan kalium, kadar abu, kadar sari larut dalam air dan kadar sinensetin dalam daun, berdasarkan hasil penelitian lainnya masih memenuhi persyaratan MMI dan persyaratan konsep standar dari Departemen Perdagangan (Taryono dan Sudiarto 1996). Sudiarto et al. (1996) melaporkan bahwa cara panen petani di desa Kalaparea, kecamatan Nagrak, kabupaten Sukabumi dilakukan melebihi cara MMI, yakni dengan memangkas atau memotong cabang yang berdaun lebih dari 3 pasang daun bagian atas.

Panenan daun tua yakni dari pasangan-pasangan daun yang tumbuh pada buku-buku bagian sebelah bawah cabang, ditinjau dari kandungan sinensetin dalam daunnya menurut Anggraeni dan Triantoro (1992) pada klon bunga ungu nilainya relatif tinggi (0.352-0.365%). Dengan demikian panenan kumis kucing sampai daun yang tumbuh di cabang bagian bawah, dikaitkan dengan kandungan sinensetin justru lebih memberikan nilai yang positif (Taryono dan Sudiarto 1996).

(21)

7

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi kebun UKBB (Unit Konservasi dan Budidaya Biofarmaka) Cikabayan kampus IPB. Penelitian dimulai sejak bulan Oktober 2013 hingga bulan Maret 2014. Penelitian juga dilakukan di Laboratorium Biofarmaka Taman Kencana Bogor untuk menganalisis kandungan bahan bioaktif kumis kucing berupa sinensetin.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek batang berakar kumis kucing aksesi Biofarmaka Cikabayan kampus IPB, pupuk kandang 20 ton ha-1, kapur 2 ton ha-1, methanol pa, kertas saring, air (H2O),

Tetrahidrofuran (THF), dan saringan Whatman 0.45 µm.

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah alat-alat pertanian, alat ukur, timbangan analitik, erlemeyer, sudep, gelas piala, corong, alat shaker, labu takar, gelas

“buchi” dan HPLC (High Presssure Liquid Chromatography).

RancanganPercobaan

Penelitian ini disusun menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal, yaitu umur panen. Umur panen terdiri atas dua minggu setelah tanam, empat minggu setelah tanam, enam minggu setelah tanam, pada saat kumis kucing berbunga (9 minggu setelah tanam), satu minggu setelah berbunga (10 minggu setelah tanam), dan dua minggu setelah berbunga (11 minggu setelah tanam). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan.

Areal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seluas 75.6 m2. Setiap unit percobaan berupa petak berukuran 2.1 m x 1.5 m. Jarak tanam kumis kucing yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 cm x 30 cm sehingga populasi tanaman untuk setiap petak adalah 35 tanaman dan jumlah total tanaman yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 840 tanaman. Tanaman contoh yang diamati sebanyak 10 tanaman diambil secara acak untuk setiap perlakuan setiap unit percobaan.

(22)

8

Yij = μ + τi + βj + εij

i : 1,2,3,4,5,6; j = 1,2,3,4

Yij : pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ : rataan umum

τi : pengaruh perlakuan ke-i

βj : pengaruh kelompok ke-j

εij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Prosedur Analisis Data

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam (uji F) pada taraf 5%. Jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang di uji berdasarkan uji F-hitung pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan Uji DMRT pada taraf 5%. Data diolah menggunakan software SAS.

Prosedur Percobaan

Persiapan Lahan

Tiga minggu sebelum penanaman kumis kucing tanah diolah sedalam 20 cm, selanjutnya digaru dan diratakan dengan cangkul. Dibuat petak-petak percobaan dengan ukuran 2.1 m x 1.5 m dengan jarak antar petak 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Pemberian pupuk kandang dan kapur dilakukan setelah pembuatan bedengan, kemudian didiamkan selama satu minggu.

Penyediaan Bibit

Bibit tanaman kumis kucing dalam penelitian ini adalah aksesi dari kebun percobaan Biofarmaka Cikabayan kampus IPB Darmaga Bogor dengan jenis tanaman kumis kucing berbunga putih. Bibit berasal dari stek batang dari tanaman kumis kucing. Bibit yang digunakan sebagai bahan tanam penelitian ini adalah bibit yang telah berumur lima minggu di persemaian.

Penanaman Kumis Kucing

(23)

9

Pemeliharan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, dan penyiangan gulma. Penyulaman dilakukan pada umur 1-2 minggu setelah tanam (MST), penyulaman dilakukan terutama pada tanaman yang mati atau tumbuh tidak normal. Pada awal pertumbuhan, tanaman disiram 1-2 kali sehari. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual yaitu dengan memotong atau membuang bagian tanaman yang terserang hama dan penyakit.

Panen

Pemanenan kumis kucing dilakukan sesuai dengan perlakuan umur panen. Pemanenan pada penelitian ini dilakukan sebanyak 2 kali panen. Selang panen untuk panen kedua mengikuti waktu pada panen pertama misalnya jika pada panen pertama dipanen pada umur dua minggu setelah tanam maka pada panen kedua juga dipanen pada umur dua minggu setelah panen yang pertama atau sama artinya dengan dipanen setiap 2 kali seminggu begitu juga untuk umur panen lainnya. Tanaman kumis kucing dikategorikan telah berbunga, jika 75% populasi dalam petak telah berbunga. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong atau memangkas batang kumis kucing dengan ketinggian 10-15 cm dari permukaan tanah. Perlakuan umur panen pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perlakuan umur panen

Panen I Panen II

2 Minggu Setelah Tanam (2 MST) 2 Minggu Setelah Panen (2 MSP) 4 Minggu Setelah Tanam (4 MST) 4 Minggu Setelah Panen (4 MSP) 6 Minggu Setelah Tanam (6 MST) 6 Minggu Setelah Panen (6 MSP) Saat Berbunga (SB)

Pengeringan hasil panen pada penelitian ini dilakukan dengan sinar matahari. Pengeringan dilakukan selama kira-kira 1-2 hari. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan di atas terpal pengering.

Pengamatan

(24)

10

1. Persentase Tumbuh. Persentase tumbuh dihitung berdasarkan rasio jumlah tanaman yang tumbuh terhadap jumlah tanaman secara keseluruhan. Pengamatan dilakukan mulai 1 MST sampai 2 MST. 2. Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai

pucuk tertinggi. Pengamatan dilakukan dari 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen.

3. Jumlah Daun. Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah tumbuh sempurna pada 1 tanaman contoh. Pengamatan dilakukan 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen.

4. Jumlah Cabang. Jumlah cabang utama adalah jumlah cabang yang dengan menghitung jumlah buku pada salah satu cabang kumis kucing. Pengamatan dilakukan dari 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen.

6. Panjang Ruas. Panjang ruas diperoleh dengan mengukur salah satu ruas pada salah satu cabang kumis kucing. Panjang ruas yang diamati pada penelitian ini adalah panjang ruas ke-2 pada salah satu cabang tanaman karena pada saat awal pengamatan jumlah ruas atau buku masih sedikit dan panjangnya sama sehingga ditetapkan untuk mengukur panjang ruas ke-2 untuk peubah pengamatan panjang ruasnya. Pengamatan dilakukan dari 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen.

7. Indeks Luas Daun. Indeks luas daun dapat diukur dengan menghitung nisbah luas daun tanaman terhadap luas permukaan tanah tempat tanaman itu tumbuh (Salisbury 1995). Indeks luas daun diamati pada sesaat sebelum dilakukan pemanenan, dengan menggunakan rumus (Syahadat 2012) : Indeks Luas Daun (ILD) ditentukan dengan menggunakan rumus :

ILD = Keterangan :

ILD = Indeks luas daun LD = Luas daun (cm2) A = Luas tanah yang ditutupi tanaman (cm2)

B. Komponen panen tanaman kumis kucing, peubah yang diamati antara lain : 1. Bobot Basah Total Per Petak. Bobot basah total adalah bobot basah

(25)

11 2. Bobot Kering Total Per Petak. Bobot kering total dalam penelitian ini adalah bobot total batang, daun dan bunga. Bobot kering total diamati setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan dengan sinar matahari. 3. Komposisi Daun Tua dan Muda. Komposisi daun tua dan muda ini

diperoleh dengan menghitung komposisi daun yang terdapat pada salah satu cabang tanaman, yaitu daun muda dan daun tua. Daun tua adalah setelah daun ke-2 atau ke-3 ke bawah dan secara visual warnanya lebih tua, sedangkan daun muda adalah pasangan daun pucuk sampai pasangan daun ke-2 dan memiliki warna daun yang lebih muda jika dilihat secara visual. Komposisi daun tua dan muda diamati setelah dilakukan pemanenan.

4. Bobot Basah Daun. Bobot basah daun diperoleh dengan cara menimbang seluruh daun dalam keadaan segar selepas panen. Bobot basah daun diamati setelah pemanenan.

5. Bobot Kering Daun. Bobot kering daun diperoleh dengan cara menimbang seluruh daun yang telah dikeringkan dengan sinar matahari. Bobot kering daun diamati setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan.

6. Bobot Basah Batang. Bobot basah batang diperoleh dengan cara menimbang seluruh batang dalam keadaan segar selepas panen. Bobot basah batang diamati setelah pemanenan.

7. Bobot Kering Batang. Bobot kering batang diperoleh dengan cara menimbang seluruh batang yang telah dikeringkan dengan sinar matahari. Bobot kering batang diamati setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan.

8. Bobot Basah Bunga. Bobot basah bunga diperoleh dengan cara menimbang seluruh bunga dalam keadaan segar selepas panen. Bobot basah bunga diamati setelah pemanenan.

9. Bobot Kering Bunga. Bobot kering bunga diperoleh dengan cara menimbang seluruh bunga yang telah dikeringkan dengan sinar matahari. Bobot kering bunga diamati setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan.

10. Produktivitas Simplisia Daun. Produktivitas simplisia daun diperoleh dengan menghitung produktivitas berdasarkan petak bersih dengan mengkonversikan luasan 1 ha:

Hasil (ton ha-1)

g)

11. Kadar Air. Data bobot basah dan kering dapat digunakan untuk mengetahui kadar air, cara menghitung kadar air yaitu dengan rumus (Gatari 2014):

(26)

12

12. Rendemen Simplisia Daun.

Perbandingan antara bobot kering daun dengan bobot basah daun digunakan untuk mengetahui rendemen simplisia dengan menggunakan rumus:

)

13. Rasio Daun terhadap Batang. Rasio daun terhadap batang diperoleh dari perbandingan antara bobot basah daun dengan bobot basah batang. C. Kadar Sinensetin

Pengukuran persentase kadar sinensetin dilakukan dengan menggunakan alat HPLC (High Presssure Liquid Chromatography). Analisis ini dilakukan setelah mendapatkan semua simplisia hasil panenan sesuai umur panen yang telah ditentukan. Prosedur analisis sinensetin mengikuti instruksi kerja dari Laboratorium Biofarmaka sebagai berikut: 1 g sample ditimbang (dalam bentuk serbuk) dari masing-masing perlakuan umur panen, kemudian dimasukkan kedalam labu erlemeyer dan ditambahkan 100 ml metanol setelah itu dishaker selama ± 4 jam, setelah selesai dishaker kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dimasukkan kedalam labu erlemeyer yang baru. Selanjutnya larutan yang telah disaring di evaporasi sampai menyisahkan 5 ml larutan, kemudian hasil larutan yang dievaporasi dilarutkan ke dalam 10 ml metanol. Larutan sample diambil masing-masing 1 ml kemudian ditambahkan 5 ml pelarut campuran (MeOH : Air = 6:4) setelah itu disaring menggunakan kertas saring Whatman 0.45 µm dan kemudian terakhir di injek ke alat HPLC.

Penentuan kadar sinensetin dalam masing-masing sample yang di uji menggunakan rumus (Suryana 2010) :

Kadar sinensetin

rea di ba ah puncak contoh

rea di ba ah puncak standar konsentrasi standar fp bobot sample yang ditimbang

(27)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan

Pertumbuhan tanaman kumis kucing secara umum menunjukkan kondisi yang cukup baik. Daya tumbuh tanaman kumis kucing sebesar 100% pada umur 1 minggu setelah tanam (MST) dan pada umur 2 MST mengalami penurunan sebesar 1% menjadi 99%, hal ini disebabkan karena ada bibit yang mati sebanyak 3 tanaman. Menurut Febriana (2009) bahwa kematian stek diakibatkan oleh gagalnya stek dalam tahap inisiasi perakaran. Menurut Harjadi (1989) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek, yaitu asal stek, panjang stek, dan lingkungan (media pengakaran, suhu, kelembaban, dan cahaya). Kondisi umum percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kondisi umum percobaan: a) Pengaplikasian pupuk kandang dan kapur; b) Kondisi tanaman kumis kucing saat pindah tanam; c) Kondisi tanaman kumis kucing saat 2 MST; dan d) Kondisi tanaman kumis kucing saat berbunga

Selama penelitian berlangsung, temperatur rata-rata berkisar 25.31°C, kelembaban udara rata-rata berkisar 84.83%, intensitas matahari rata-rata berkisar 256 cal cm-2, curah hujan rata-rata berkisar 385.33 mm bulan-1, dan curah hujan total selama 6 bulan penelitian sebesar 2823 mm (Lampiran 1). Curah hujan ini cukup tinggi dan hampir mendekati curah hujan untuk pertumbuhan optimal tanaman kumis kucing yaitu lebih dari 3000 mm tahun-1 (Balittro 1994). Curah hujan yang cukup tinggi menunjang ketersedian air bagi pertumbuhan tanaman kumis kucing.

Hama tanaman yang menyerang tanaman kumis kucing adalah ulat daun dan ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites). Hama ulat daun menyerang tanaman kumis kucing pada umur 3 MST dan ulat jengkal menyerang tanaman kumis kucing pada umur 9 MST. Pengendalian hama dilakukan dengan cara memotong bagian

c

b

(28)

14

tanaman yang terserang hama. Gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanaman kumis kucing adalah gulma berdaun lebar seperti Borreria alata dan gulma jenis rumput. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh disekitar tanaman kumis kucing.

Rekapitulasi Sidik Ragam

Umur panen mempengaruhi semua komponen pertumbuhan pada panen kedua dan mempengaruhi semua komponen pertumbuhan pada panen pertama kecuali panjang ruas. Umur panen juga mempengaruhi semua komponen produksi pada panen kedua dan mempengaruhi semua komponen produksi pada panen pertama kecuali komposisi daun muda, dan kadar air batang. Rekapitulasi sidik ragam disajikan pada Tabel 2.

(29)

15

Hasil

Tinggi Tanaman, Jumlah Buku dan Panjang Ruas

Umur panen mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah buku pada panen pertama dan mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah cabang dan panjang ruas pada panen kedua (Tabel 3). Tinggi tanaman kumis kucing tertinggi pada panen pertama terdapat pada umur 2 minggu setelah berbunga dan jumlah buku paling banyak terdapat pada umur 2 minggu setelah berbunga namun tidak berbeda dengan umur 1 minggu setelah berbunga. Tinggi tanaman pada umur 2 minggu setelah berbunga lebih tinggi 126.14% dan jumlah buku pada umur 2 minggu setelah berbunga lebih banyak sebesar 11.58% jika dibandingkan dengan tanaman pada umur 6 minggu setelah tanam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama umur panen maka semakin bertambah tinggi tanaman dan jumlah buku, baik pada panen pertama maupun pada panen kedua. Tinggi tanaman dan jumlah buku terendah pada panen pertama diperoleh pada umur 2 minggu setelah tanam. Panjang ruas pada panen pertama berkisar 2.34-3.30 cm.

Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah buku dan panjang ruas pada panen pertama dan keduaa

a

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

(30)

16

kedua diperoleh pada umur 2 minggu setelah panen. Panjang ruas pada panen kedua berkisar 2.34-3.75 cm.

Jumlah Cabang, Jumlah Daun, Indeks Luas Daun

Umur panen mempengaruhi jumlah cabang, jumlah daun dan indeks luas daun baik pada panen pertama maupun pada panen kedua (Tabel 4). Jumlah cabang utama paling banyak pada panen pertama diperoleh pada umur 1 minggu setelah berbunga tetapi tidak berbeda dengan umur 4 dan 6 minggu setelah tanam, jumlah daun paling banyak diperoleh pada umur saat berbunga tetapi tidak berbeda dengan umur 2 minggu setelah berbunga, dan indeks luas daun tertinggi diperoleh pada umur 1 minggu setelah berbunga tetapi tidak berbeda dengan umur saat berbunga dan 2 minggu setelah berbunga. Jumlah cabang utama, jumlah daun dan indeks luas daun trendah diperoleh pada umur 2 minggu setelah tanam. Jumlah cabang utama dan indeks luas daun pada umur 1 minggu setelah berbunga pada panen pertama masing-masing lebih besar 7.60 dan 250% jika dibandingkan dengan tanaman pada umur 6 minggu setelah tanam, sedangkan jumlah daun pada umur saat berbunga lebih banyak sebesar 118.52% dari pada jumlah daun tanaman pada umur 6 minggu setelah tanam.

Tabel 4 Rata-rata jumlah cabang, jumlah daun dan indeks luas daun pada panen panen pertama dan keduaa

Perlakuan Umur Panen

Jumlah cabang

utama Jumlah daun Indeks luas daun Panen I

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

(31)

17 jumlah daun paling banyak diperoleh pada umur 1 minggu setelah berbunga tetapi tidak berbeda dengan umur 4 minggu setelah panen, 6 minggu setelah panen, saat berbunga dan 2 minggu setelah berbunga, sedangkan indeks luas daun tertinggi diperoleh pada umur 6 minggu setelah panen dan tidak berbeda dengan umur saat berbunga, 1 minggu setelah berbunga dan 2 minggu setelah berbunga. Jumlah cabang total, jumlah daun dan indeks luas daun terendah pada panen kedua diperoleh pada umur 2 minggu setelah panen. Jumlah cabang total dan jumlah daun pada umur 1 minggu setelah berbunga pada panen kedua masing-masing lebih banyak sebesar 1.58 dan 5.91% jika dibandingkan dengan tanaman pada umur 6 minggu setelah panen, sedangkan indeks luas daun pada umur 1 minggu setelah berbunga pada panen kedua lebih besar 60% dari pada indeks luas daun tanaman pada umur 4 minggu setelah panen.

Bobot Basah Daun, Batang, Bunga dan Total

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur panen mempengaruhi bobot basah daun, batang, bunga dan bobot basah total tanaman kumis kucing (Tabel 5). Ditinjau dari pengaruh perlakuan terhadap hasil bobot basah, semakin lama umur panen maka semakin tinggi produksi bobot basah baik daun, batang, bunga dan bobot basah total.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot basah daun tertinggi diperoleh pada umur panen 1 minggu setelah berbunga pada panen pertama tetapi tidak berbeda dengan hasil bobot basah daun pada umur panen 2 minggu setelah berbunga, sedangkan pada panen kedua umur panen 6 minggu setelah panen memiliki hasil bobot basah daun yang paling tinggi dan hasil bobot basah daunnya tidak berbeda dengan hasil pada umur panen saat berbunga, 1 minggu setelah pemanenan yang dilakukan pada umur 6 minggu setelah panen meningkatkan bobot basah daun 2 kali lebih besar dari bobot basah daun pada umur panen 4 minggu setelah panen.

(32)

18

lama umur panen maka akan semakin tua umur tanaman dan menyebabkan batang tanaman semakin keras dan bobotnya semakin berat.

Tabel 5 Rata-rata bobot basah daun, batang, bunga dan total per petak pada panen pertama dan keduaa

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada panen pertama bobot basah bunga tertinggi dihasilkan pada umur panen 2 minggu setelah berbunga namun tidak berbeda dengan umur panen 1 minggu setelah berbunga dan terendah pada umur panen 2 minggu setelah tanam dan sama dengan umur panen 4 minggu setelah tanam dan 6 minggu setelah tanam, sedangkan pada panen kedua umur panen 6 minggu setelah panen dan saat berbunga menghasilkan bobot basah bunga tertinggi dan tidak berbeda dengan umur panen 6 minggu setelah panen, 1 minggu setelah berbunga dan 2 minggu setelah berbunga, bobot basah bunga terendah pada umur panen 2 minggu setelah panen. Bobot basah bunga pada umur panen 2 minggu setelah berbunga meningkat 13 kali lebih besar dari bobot basah bunga pada umur panen 6 minggu setelah tanam pada panen pertama, sedangkan pada panen kedua bobot basah bunga pada umur panen saat berbunga meningkat 2 kali lebih besar dari bobot basah bunga pada umur 4 minggu setelah panen.

(33)

19 minggu setelah tanam pada panen pertama dan 2 minggu setelah panen pada panen kedua.

Bobot Kering Daun, Batang, Bunga, dan Total

Daun kering kumis kucing digunakan sebagai bahan ramuan utama untuk obat-obatan dan mempunyai nilai ekonomis dengan demikian maka bobot kering daun pada tanaman kumis kucing memegang peranan penting. Berdasarkan hasil sidik ragam, umur panen mempengaruhi bobot kering daun, batang dan bunga (Tabel 6). Ditinjau dari pengaruh perlakuan terhadap hasil bobot basah, semakin lama umur panen maka semakin tinggi produksi bobot basah dan kering baik daun, batang, bunga dan bobot basah total.

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

(34)

20

panen kedua masing-masing meningkat 1 kali lebih besar dari bobot kering daun, bunga, dan total pada umur panen 6 minggu setelah tanam sedangkan bobot kering batang meningkat 2 kali lebih besar.

Produktivitas Simplisia Daun

Umur panen mempengaruhi produktivitas simplisia daun tanaman kumis kucing baik pada panen pertama maupun pada panen kedua (Tabel 7). Semakin lama umur panen maka semakin tinggi pula produktivitas simplisia yang dihasilkan. Produktivitas simplisia daun tanaman kumis kucing tertinggi pada panen pertama diperoleh pada umur panen 2 minggu setelah berbunga dan terendah diperoleh pada 2 minggu setelah tanam, sedangkan pada panen kedua produktivitas simplisia daun tanaman kumis kucing tertinggi diperoleh pada umur panen 1 minggu setelah berbunga dan terendah diperoleh pada umur 2 minggu setelah panen. Produktivitas simplisia daun tanaman kumis kucing pada umur panen 2 minggu setelah berbunga meningkat 2 kali lebih besar dari produktivitas simplisia pada umur panen 6 minggu setelah tanam pada panen pertama, sedangkan produktivitas simplisia daun tanaman kumis kucing pada panen kedua pada umur panen 1 minggu setelah berbunga meningkat 1 kali lebih besar dari produktivitas simplisia daun tanaman kumis kucing pada umur panen 6 minggu setelah panen.

Tabel 7 Produktivitas simplisia daun kumis kucing (ton ha-1) pada panen pertama dan keduaa

(35)

21

Kadar Air Daun, Batang dan Bunga

Data bobot basah dan kering dapat digunakan untuk mengetahui kadar air. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur panen mempengaruhi kadar air daun, batang dan bunga pada panen kedua dan hanya berpengaruh terhadap kadar air daun dan bunga pada panen pertama (Tabel 8). Kadar air daun berkisar 70.82-88.59%, kadar air batang berkisar 68.18-88.22% dan kadar air bunga berkisar 71.88-88.51%. Kadar air bunga pada umur panen 2-4 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah panen bernilai 0% karena pada saat umur panen tersebut belum muncul bunga.

Tabel 8 Kadar air daun, batang dan bunga pada panen pertama dan keduaa Perlakuan

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

Rendemen Simplisia Daun

(36)

22

Tabel 9 Rendemen simplisia daun pada panen pertama dan keduaa Perlakuan

Umur Panen Rendemen simplisia daun (%)

2 MST 14.72b

4 MST 20.71a

6 MST 15.16b

SB 14.16b

1 MSB 11.41c

2 MSB 18.79a

2 MSP 22.02a

4 MSP 17.58b

6 MSP 17.24b

SB 17.02b

1 MSB 29.19a

2 MSB 18.48b

a

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

Rasio Daun terhadap Batang

Nilai rasio daun terhadap batang diperoleh dari perbandingan antara bobot basah daun dengan bobot basah batang. Berdasarkan hasil sidik ragam bahwa umur panen mempengaruhi rasio daun terhadap batang (Tabel 10).

Umur panen pada 2 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah panen memiliki nilai rasio daun terhadap batang yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan umur panen yang lain, dan nilai rasio daun terhadap batang terendah diperoleh pada umur panen 2 minggu setelah berbunga pada panen pertama dan 1 minggu setelah berbunga pada panen kedua. Nilai bobot basah daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bobot basah batang menyebabkan rasio daun terhadap batang tinggi.

(37)

23 Tabel 10 Rasio daun terhadap batang pada panen pertama dan keduaa

Perlakuan

Umur Panen Rasio daun terhadap batang

Panen I

2 MST 7.91a

4 MST 3.10b

6 MST 1.56bc

SB 0.99c

1 MSB 0.94c

2 MSB 0.72c

Panen II

2 MSP 3.78a 4 MSP 1.44b

6 MSP 1.04bc

SB 0.99bc

1 MSB 0.64c

2 MSB 0.99bc

a

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

Komposisi Daun Tua dan Muda

Umur panen mempengaruhi jumlah daun tua, semakin lama umur panen maka jumlah daun tua cenderung meningkat (Tabel 11). Jumlah daun tua tertinggi pada panen pertama diperoleh pada saat umur panen 2 minggu setelah berbunga namun tidak berbeda pada umur panen 1 minggu setelah berbunga dan terendah pada 2 minggu setelah tanam sedangkan pada panen kedua jumlah daun tua tertinggi diperoleh pada umur panen 2 minggu setelah berbunga namun tidak berbeda pada umur panen saat berbunga dan 1 minggu setelah berbunga dan terendah diperoleh pada umur panen 2 minggu setelah panen. Jumlah daun tua pada umur panen 2 minggu setelah berbunga meningkat 2 kali lebih besar dari jumlah daun tua pada umur panen 2 minggu setelah tanam pada panen pertama, sedangkan pada panen kedua pada umur panen 2 minggu setelah berbunga jumlah daun tuan meningkat 8 kali lebih besar dari umur panen 2 minggu setelah panen.

(38)

24

Tabel 11 Rata-rata komposisi daun tua dan daun muda pada panen pertama dan keduaa

Perlakuan

Umur Panen Jumlah daun tua Jumlah daun muda

Panen I

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga; MSP: minggu setelah panen

Korelasi Antar Peubah Komponen Pertumbuhan dan Hasil Panen

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel yang digunakan (Walpole 2005). Koefisien korelasi (r) bernilai mendekati 1 berarti mempunyai korelasi yang positif dan kuat, jika r mendekati -1 maka mempunyai hubungan korelasi yang negatif dan kuat. Menurut Gomez dan Gomez (1995), nilai korelasi berada pada selang -1 sampai 1, jika nilai korelasi mendekati -1 atau 1, maka kedua peubah tersebut memiliki hubungan positif maupun negatif yang sangat kuat.

Berdasarkan Tabel 12, hasil korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen kumis kucing yang diuji menunjukkan bahwa tinggi tanaman sangat berkorelasi positif terhadap jumlah daun (r = 0.880**), jumlah buku (r = 0.955**), indeks luas daun (r = 0.937**), bobot basah daun (r = 0.956**), bobot basah total (r = 0.959**), berat kering daun (r = 0.945**) dan berat kering total (r = 0.941**). Indeks luas daun berkorelasi positif terhadap tinggi tanaman, bobot basah daun, bobot basah total, bobot kering daun, dan bobot kering total. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tanaman maka jumlah daun, jumlah buku, indeks luas daun, bobot basah daun, bobot basah total, bobot kering daun dan bobot kering total juga akan bertambah tinggi pula.

Bobot kering daun memiliki nilai korelasi positif yang paling tinggi terhadap bobot kering total dibandingkan dengan peubah lainnya (r = 0.994**). Hal ini menunjukkan bahwa bobot kering daun sangat berkorelasi terhadap bobot kering total. Semakin tinggi nilai bobot kering maka bobot kering total juga akan semakin tinggi.

(39)

25 daun, jumlah buku, indeks luas daun, bobot basah daun, bobot basah total, bobot kering daun dan bobot kering total. jumlah buku (buah); PR: panjang ruas ke-2 (cm); ILD: indeks luas daun; BBD: bobot basah daun (g); BBT: bobot basah total (g); BKD: bobot kering daun (g); BKT: bobot kering total

Data pada Tabel 13 menunjukkan korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen pada panen kedua. Hasil korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen pada panen kedua menunjukkan bahwa jumlah cabang total sangat berkorelasi positif terhadap tinggi tanaman (r = 0.652**), jumlah daun (r = 0.919**), jumlah buku (r = 0.641**), panjang ruas (r = 0.309**), indeks luas daun (r = 0.853**), bobot basah daun (r = 0.764**), bobot basah total (r = 0.781**), bobot kering daun (r = 0.805**), dan bobot kering total (r = 0.723**). Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi jumlah cabang total maka semakin tinggi pula tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buku, panjang ruas, indeks luas daun, bobot basah daun dan bobot kering total.

Panjang ruas hanya memiliki korelasi positif terhadap tinggi tanaman dan jumlah cabang total. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi panjang ruas maka tinggi tanaman dan jumlah cabang total juga semakin tinggi. Indeks luas daun berkorelasi positif terhadap tinggi tanaman, bobot basah daun, bobot basah total, bobot kering daun, dan bobot kering total. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi indeks luas daun maka semakin tinggi pula tinggi tanaman, bobot basah daun, bobot basah total, bobot kering daun dan bobot kering total.

(40)

26

nilai korelasi yang tertinggi yaitu memiliki nilai r sebesar 0.969**. Panjang ruas memiliki nilai korelasi positif terendah terhadap tinggi tanaman, r sebesar 0.081**. Tabel 13 Korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen pada

: TT: tinggi tanaman (cm); JCT: jumlah cabang total (buah); JD: jumlah daun (helai); JB: jumlah buku (buah); PR: panjang ruas ke-2 (cm); ILD: indeks luas daun; BBD: bobot basah daun (g); BBT: bobot basah total (g); BKD: bobot kering daun (g); BKT: bobot kering total

Kadar Sinensetin

Zat sinensetin menurut Flaschman (1985) merupakan kandungan utama kumis kucing yang paling stabil dan zat ini berkhasiat sebagai anti bakteri. Sinensetin menjadi zat identitas bagi daun kumis kucing. Sinensetin merupakan salah satu zat yang dihasilkan oleh proses metabolik sekunder dari tanaman kumis kucing. Sinensetin ini berperan penting sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, antikanker, pengikatan prostaglandin dan antifeedan (Hossain dan Ismail 2012).

Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium bahwa kadar sinensetin kumis kucing tertinggi diperoleh pada umur panen 1 minggu setelah berbunga sebesar 0.029% dan terendah pada umur 2 minggu setelah tanam sebesar 0.005% (Tabel 14). Kadar sinensetin pada umur 1 minggu setelah berbunga meningkat 5 kali lebih besar dari kadar sinensetin pada umur 2 minggu setelah tanam. Estimasi produksi sinensetin (kg ha-1) tertinggi diperoleh pada umur panen 2 minggu setelah berbunga sebesar 0.527 kg ha-1. Semakin tinggi kadar sinensetin pada tanaman kumis kucing maka tanaman tersebut akan mempunyai kualitas yang tinggi pula.

(41)

27 Tabel 14 Kadar sinensetin tanaman kumis kucing per umur panena

Perlakuan

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah berbunga

Pembahasan

Semakin lama umur panen maka semakin bertambah tinggi tanaman kumis kucing, demikian juga dengan jumlah buku akan semakin bertambah. Menurut Nurmalina dan Valley (2012), tinggi tanaman kumis kucing bisa mencapai 2 meter. Peningkatan tinggi tanaman diikuti dengan pertambahan jumlah buku yaitu semakin tinggi tanaman kumis kucing maka jumlah buku juga akan bertambah. Tanaman kumis kucing yang berumur 2 minggu setelah berbunga (11 minggu setelah tanam) pada panen pertama, memiliki tinggi tanaman lebih tinggi 511.93% dan jumlah buku lebih banyak 151.58% dibandingkan dengan tanaman yang berumur 2 minggu setelah tanam. Pertambahan tinggi secara terus-menerus ini menjelaskan bahwa pola pertumbuhan kumis kucing merupakan pola pertumbuhan indeterminate yaitu tanaman masih mengalami peningkatan tinggi tanaman pada fase generatif (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan penelitian Widyastuti (2013) yang menyatakan bahwa pola pertumbuhan aksesi kemangi merupakan pola indeterminate dimana tanaman masih mengalami peningkatan tinggi dari fase vegetatif sampai generatif.

(42)

28

ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang dan jumlah buku maka jumlah daun akan bertambah.

Luas daun merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman yang penting karena laju fotosintesis per satuan tanaman ditentukan oleh luas daun. Fungsi utama daun yaitu sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis (Guritno dan Sitompul 1995), sedangkan indeks luas daun adalah perbandingan antara luas daun total dengan luas tanah yang ditempati. Indeks luas daun tertinggi pada panen pertama diperoleh pada umur panen 1 minggu setelah berbunga dan pada panen kedua diperoleh pada umur panen 6 minggu setelah panen (12 minggu setelah tanam) (Tabel 4). Semakin tinggi indeks luas daun (ILD) maka semakin besar fotosintat yang dihasilkan yang dapat menyebabkan bobot kering semakin berat (Pangestuti et al. 2006). Menurut Sumarni dan Rosliani (2001), semakin besar luas daun diharapkan efektifitas daun dalam menyerap cahaya sebagai faktor dalam fotosintesis juga semakin besar sehingga menghasilkan produk fotosintesis semakin banyak dan berguna bagi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Biomassa suatu tanaman merupakan gambaran efisiensi proses fotosintesis sebagai bagian dari proses ekofisiologi (Aminudin 2004). Umur panen yang berbeda berpengaruh terhadap semua komponen produksi pada panen kedua dan berpengaruh terhadap semua komponen produksi pada panen pertama kecuali komposisi daun muda, dan kadar air batang. Bobot basah daun tertinggi diperoleh pada umur panen 1 minggu setelah berbunga pada panen pertama tetapi tidak berbeda dengan hasil bobot basah daun pada umur panen 2 minggu setelah berbunga, sedangkan pada panen kedua umur panen 6 minggu setelah panen memiliki hasil bobot basah daun yang paling tinggi dan hasil bobot basah daunnya tidak berbeda dengan hasil pada umur panen saat berbunga (18 minggu setelah tanam), 1 minggu setelah berbunga dan 2 minggu setelah berbunga (20 dan 22 minggu setelah tanam) (Tabel 5). Bobot basah daun yang tinggi diduga dipengaruhi oleh luas permukaan daun. Indeks luas daun tertinggi pada panen pertama diperoleh pada umur panen 1 minggu setelah berbunga dan tidak berbeda dengan indeks luas daun pada saat tanaman kumis kucing berbunga (9 minggu setelah tanam) dan 2 minggu setelah berbunga, sedangkan pada panen kedua diperoleh pada umur panen 6 minggu setelah panen dan tidak berbeda dengan indeks luas daun tanaman pada saat berbunga, 1 minggu setelah berbunga dan 2 minggu setelah berbunga (Tabel 4). Berdasarkan uji korelasi bahwa terdapat korelasi positif antara indeks luas daun terhadap bobot basah daun (Tabel 12 dan 13). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi indeks luas daun maka semakin tinggi pula bobot basah daun yang dihasilkan. Menurut Samanhudi (2008) semakin luas permukaan daun maka akan terjadi pertambahan ukuran daun yang akan diikuti dengan pertambahan bobot daun.

(43)

29 berbunga diduga dipengaruhi oleh faktor pertambahan bunga yang muncul dari tunas samping dan cabang yang terbentuk dari tunas samping. Tanaman kumis kucing pada panen pertama mulai berbunga pada umur 6 minggu setelah tanam dan pada panen kedua tanaman kumis kucing mulai berbunga pada umur 4 minggu setelah panen sehingga pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah panen tanaman kumis kucing tidak memiliki bobot basah bunga.

Panen pertama tanaman kumis kucing yang menghasilkan bobot basah paling tinggi terutama pada bobot basah daun adalah pada umur panen 2 minggu setelah berbunga (11 minggu setelah tanam). Umur panen 2 minggu setelah panen pertama tanaman kumis kucing di salah satu sentra produksi kumis kucing (Kampung Cirendeu, Desa Grijaya, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi) dilakukan pada saat tanaman berumur antara 2-2.5 bulan setelah tanam dan panen berikutnya dilakukan 2 bulan sekali sampai tanaman berumur ± 2 tahun (12 kali panen).

Peningkatan bobot basah total terjadi pada setiap perlakuan umur panen (Tabel 5). Peningkatan bobot basah total ini diduga karena tanaman masih mengalami pertambahan tinggi sampai dengan umur 2 minggu setelah berbunga sehingga dengan bertambahnya tinggi tanaman maka peubah pertumbuhan yang lain juga ikut bertambah dan menyebabkan bobot basah total semakin tinggi. Menurut Sentosa (2013), jumlah cabang akan mempengaruhi bobot basah melalui jumlah tunas dan jumlah daun, sedangkan jumlah tunas secara langsung mempengaruhi bobot basah. Peningkatan bobot basah baik daun, batang, bunga dan total diduga juga disebabkan oleh umur tanaman, semakin tua umur tanaman maka akan semakin tinggi tanaman tersebut sehingga pada saat dipanen atau dipangkas dengan ketinggian 10-15 cm dari permukaan tanah akan menghasilkan jumlah pasangan daun yang lebih banyak. Menurut Taryono dan Sudiarto (1996), semakin banyak jumlah pasangan daun yang dipanen maka semakin tinggi produksi, baik bobot segar maupun bobot kering.

(44)

30

bobot kering daun, pada uji korelasi juga dapat dilihat bahwa luas daun menunjukkan adanya pertambahan ukuran daun yang akan diikuti pertambahan bobot daun dan bobot daun akan mempengaruhi bobot kering total tanaman.

Bobot kering tertinggi pada panen kedua, baik bobot kering daun, batang, bunga dan total diperoleh pada saat umur panen 1 minggu setelah berbunga. Hal ini diduga karena tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah daun yang dihasilkan pada umur panen 1 minggu setelah berbunga juga lebih tinggi jika dibandingkan pada umur panen lainnya, selain itu juga disebabkan karena bobot basah yang dihasilkan juga tinggi. Uji korelasi menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara bobot basah total dengan bobot kering total (Tabel 12 dan 13). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot basah total yang dihasilkan maka semakin tinggi pula bobot kering total yang dihasilkan. Sentosa (2013) melaporkan peubah yang paling berpengaruh terhadap perubahan bobot kering pada model modifikasi adalah bobot basah. Menurut Moko et al. (1997), bobot segar dan kering yang lebih tinggi berkaitan pula dengan jumlah dan penambahan panjang cabang yang dihasilkan, dimana setiap cabang akan menghasilkan daun pada setiap ruasnya.

Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga. Menurut Herawati et al. (2012) simplisia juga merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan kecuali proses pengeringan. Umur panen mempengaruhi produktivitas simplisia yang dihasilkan. Produktivitas simplisia tertinggi diperoleh pada umur panen 2 minggu setelah berbunga pada panen pertama sebesar 2.36 ton ha-1 dan produktivitas simplisia tertinggi pada panen kedua diperoleh pada saat umur panen 1 minggu setelah berbunga sebesar 1.91 ton ha-1 (Tabel 7). Hasil ini berbeda dengan penelitian Ermiati (2005) yang menyebutkan bahwa pada panen pertama tanaman kumis kucing yang dipanen pada saat berumur antara 2-2.5 bulan setelah tanam menghasilkan 5 ton tangkai dan daun basah atau setara dengan 500 kg kering ha-1panen-1, dan pada periode panen berikutnya (panen ke-2 dan seterusnya sampai dengan panen ke-12) produksinya meningkat menjadi 10 ton tangkai dan daun basah atau setara dengan 1000 kg kering ha-1panen-1.

(45)

31 Salah satu syarat mutu kumis kucing menurut Depkes RI (1980) adalah kadar air maksimum sebesar 14%. Rendemen simplisia daun pada panen pertama berkisar 11.41-20.71% dan pada panen kedua berkisar 17.02-29.19% (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa dari 100 g bobot basah daun dapat menghasilkan 11-20 g bobot kering daun pada periode pertama dan berkisar 17-29 g bobot kering daun pada periode panen kedua.

Umur panen pada 2 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah panen memiliki nilai rasio daun terhadap batang yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan umur panen yang lain (Tabel 10). Nilai bobot basah daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bobot basah batang menyebabkan rasio daun terhadap batang tinggi. Rasio daun yang tinggi terhadap batang akan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi, karena daun kumis kucing memiliki peranan penting dalam perdagangan simplisia.

Cara panen dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memangkas tanaman dengan ketinggian 10-15 cm dari permukaan tanah. Ukuran batang setelah dipanen pada setiap perlakuan umur panen relatif sama yaitu menjadi berkisar antara 10-15 cm sedangkan umur batang menjadi berbeda sesuai dengan umur panen yang dilakukan, semakin lama umur panen maka semakin tua umur batang, ini artinya umur batang yang dipanen lebih awal umurnya lebih muda jika dibandingkan dengan umur batang yang dipanen lebih lama umur panennya.

Umur panen berpengaruh terhadap jumlah pasangan daun yang diperoleh, baik daun muda maupun daun tua. Komposisi daun tua pada umur panen 2 minggu setelah berbunga lebih tinggi daripada umur panen lainnya tetapi tidak berbeda dengan umur panen pada 4 minggu setelah tanam dan 6 minggu setelah tanam, saat berbunga dan 1 minggu setelah berbunga pada panen pertama, sedangkan jumlah daun muda pada panen pertama dan kedua hanya berkisar antara 2-5.75 atau setara dengan 1-3 pasang daun (Tabel 11). Semakin lama umur panen maka akan semakin banyak jumlah daun tua yang dihasilkan dari pasangan-pasangan daun yang tumbuh pada buku-buku bagian sebelah bawah cabang. Panenan daun tua yakni dari pasangan-pasangan daun yang tumbuh pada buku-buku bagian sebelah bawah cabang, ditinjau dari kandungan sinensetin dalam daunnya menurut Anggraeni dan Triantoro (1992) pada klon bunga ungu nilainya relatif tinggi (0.352-0.365%). Dengam demikian menurut Taryono dan Sudiarto (1996), panenan kumis kucing sampai daun yang tumbuh di cabang bagian bawah, dikaitkan dengan kandungan sinensetin justru lebih memberikan nilai yang positif. Anggraeni dan Triantoro (1992) juga menyatakan bahwa daun tua (setelah daun kelima kebawah) kadar sinensetinnya lebih besar dari daun pucuk (daun muda), sehingga daun tua juga masih dipergunakan sebagai obat.

(46)

32

setelah berbunga, 2 minggu setelah berbunga, 6 minggu setelah tanam, saat berbunga, 4 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah tanam (Tabel 14). Kadar sinensetin yang tinggi diduga dipengaruhi oleh besarnya komposisi daun tua pada tanaman kumis kucing dan jenis tanaman.

Menurut Anggraeni dan Triantoro (1992), kadar sinensetin yang tinggi dihasilkan dari daun tua yang berasal dari tanaman berbunga ungu yaitu sebesar 0.365% sedangkan yang terendah 0.095% dihasilkan dari daun muda dari tanaman berbunga putih. Komposisi daun tua yang diperoleh lebih banyak pada saat panen 1 minggu setelah berbunga dan 2 minggu setelah berbunga diduga karena tinggi tanaman pada saat umur tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan umur tanaman yang lainnya sehingga pada saat dilakukan pemanenan dengan cara memangkas tanaman 10-15 cm dari permukaaan tanah diperoleh jumlah daun tua yang lebih banyak sekitar 20-22 daun atau setara dengan pemetikan daun ke-10 sampai daun ke-11. Menurut Moko et al. (1997), dampak pemetikan 10 pasang daun dan nitroaromatik 1.0 ml l-1 memberikan pertumbuhan tanaman dan produksi daun, bobot segar dan bobot kering yang paling baik.

Jenis tanaman kumis kucing yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanaman kumis kucing berbunga putih sehingga kadar sinensetin yang diperoleh nilainya lebih kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian Anggraeni dan Triantoro (1992) yang menyebutkan bahwa besarnya kandungan sinensetin dilihat dari jenis tanaman ternyata tanaman yang berbunga putih lebih kecil dari pada yang berbunga ungu dan ungu muda. Semakin tinggi kandungan sinensetin pada tanaman kumis kucing maka tanaman tersebut akan mempunyai kualitas yang tinggi pula dan banyaknya kandungan bahan bioaktif sinensetin dijadikan sebagai salah satu parameter produktivitas tanaman kumis kucing (Aminudin 2004).

Gambar

Gambar 1 Kondisi umum percobaan: a) Pengaplikasian pupuk kandang dan
Tabel 2 Ringkasan analisis sidik ragam untuk seluruh peubah pengamatan pada
Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah buku dan panjang ruas pada panen
Tabel 4 Rata-rata jumlah cabang, jumlah daun dan indeks luas daun pada panen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi stek 5 buku yang ditanam langsung pada periode panen pertama, serta stek 4 dan 5 buku yang ditanam langsung pada periode panen kedua dengan dosis 30 ton ha -1 pupuk

tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan 6 MSP.. Pengaruh umur panen dan cekaman kekeringan terhadap bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman temulawak.. Keterangan:

tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan 6 MSP.. Pengaruh umur panen dan cekaman kekeringan terhadap bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman temulawak.. Keterangan:

Baik periode pertama maupun periode kedua menunjukan tanaman kumis kucing yang mendapat perlakuan pemupukan N, P, dan K memiliki jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan tanaman

Struktur anatomi yang diamati pada sayatan melintang tangkai daun dan batang yaitu jumlah lapisan dan bentuk sel epidermis, jumlah lapisan dan bentuk sel korteks, tipe, bentuk,

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa citarasa produk minuman yang ditambahkan kalium sorbat dan minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet yang

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada akumulasi pertambahan tinggi selama 8 MST, jumlah cabang sekunder dan ruas cabang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh nyata pada komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun) dan hasil tanaman nilam