SKRIPSI
PENGUJIAN PRICE REVERSAL JANGKA PENDEK ATAS PENURUNAN HARGA SAHAM PADA INDEKS LQ-45
DI INDONESIA
OLEH
DONARTAULI PERWITA S 110502171
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
“PENGUJIAN PRICE REVERSAL JANGKA PENDEK ATAS PENURUNAN
HARGA SAHAM PADA INDEKS LQ-45 DI INDONESIA”
Penelitian sebelumnya menemukan adanya fenomena baru dalam pergerakan harga saham yang disebut dengan fenomena price reversal. Fenomena ini berhubungan dengan hipotesis reaksi berlebihan.
Penelitian ini menguji pola pembalikan harga jangka pendek atas penurunan besar harga saham dengan sampel saham yang terdaftar secara konsisten pada LQ-45 di Indonesia. Penelitian ini menguji return saham yang mengikuti satu hari perubahan besar harga saham (-6% )dengan periode 2011 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan data harian sedangkan perhitungan abnormal return
menggunakan Market Adjusted Model. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah 5 hari sebelum t=0 dan 20 hari setelah t=0.
Hasil penelitian melalui uji t mengidentifikasikan bahwa pada saham LQ-45 terjadi pembalikan harga dan mendukung overreaction hyphothesis. Akan tetapi terdapat perbedaan pola reversal antar industri. Saham industri jasa mengalami price reversal yang paling besar dan paling kuat diikuti saham industri manufaktur dan ekstraktif. Sementara itu, harga saham cenderung untuk terus mengalami kenaikan harga hingga t+20.
Kata Kunci: Penurunan Harga Saham, Price Reversal, Abnormal Return,
ABSTRACK
“A TESTING OF SHORT-TERM PRICE REVERSAL ON STOCK-PRICE DECREASES ON LQ-45 AT INDONESIA”
Recent research find a new phenomenon in the fluctiation of stock prices that called price reversal phenomenon. This phenomenon is related to overreaction hypothesis.
This reseacrh examine short-term price reversal of large stock price declines in the sample that consist of stocks listed on LQ-45 at Indonesia. This research test share return following one day big change of share price (-6%) period 2011 to 2013. This research use daily data, while abnormal calculation of return uses Market Adjusted Model. Period of perception in this research is 5 day before t=0 and 20 day after t=0.
The results of research from analysis that used t-test identify at stock listed LQ45 happened price reversal and tend to support the overreaction hypothesis. However, the revelsal patterns difers substantially across industries. Services stocks experience the largest and the strongest reversal patterns followed by manufaturing stocks and extractive industry. While the price of stocks exhibit a clear upward drift at lasts up to twenty days (after large price decreases).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengujian Price Reversal Jangka Pendek atas Penurunan Harga Saham pada
Indeks LQ-45 di Indonesia”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta ( Niel Adrien Sitanggang dan Hotmaita Girsang) yang memberi dukungan materi, motivasi dan inspirasi bagi penulis untuk selalu berusaha memberikan yang
terbaik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :
1. Bapak Prof, Dr. Azhar Maksum, SE. M. Ec, Ak, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME dan Marhayanie, SE, Msi, selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi dan Ibu Dra. Friska Sipayung MSi,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr, Isfenti Sadalia, ME, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
5. Ibu Beby Kendida, SE, Msi, selaku dosen pembaca penilai yang banyak
membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Adikku (Ima Novita Sari Sitanggang, Thytin Priyanti Sitanggang, Rodo T.
Parulian Sitanggang dan Prima Deardo Sitanggang) yang selalu memberikan
dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
7. Sahabat-sahabatku (Hermanto Dahulae, Yolanda Agatha T, Adelaide
Chatherine Tambunan, Artha Linang Nainggolan, dan Elsa Tambunan) yang
banyak memberikan motivasi. Terima kasih atas kebersamaan selama ini dan
temen-teman S1 Manajemen stambuk 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dari semua pihak.
Semoda skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca.
Medan, Maret 2015
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Tinjauan Pustaka ... 9
2.1.1 Efisiensi Pasar Modal ... 9
2.1.2 Tiga Bentuk Efisiensi Pasar ... 10
2.1.3 Implikasi Pasar Modal yang Efisien ... 11
2.1.4 Pengaruh Informasi terhadap Harga Saham ... 12
2.1.5 Overreaction Hypothesis ... 14
2.1.6 Price Reversal (Pembalikan Harga) ... 17
2.2 Penelitian Terdahulu ... 18
2.3 Kerangka Pemikiran ... 26
2.4 Hipotesis Penelitian ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Jenis Penelitian ... 30
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
3.3 Batasan Operasional ... 30
3.4 Defenisi Operasional ... 31
3.4.1 Variabel Abnormal Return ... 31
3.4.2 Variabel Cumulative Abnormal Return ... 32
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
3.5.1 Populasi ... 33
3.5.2 Sampel ... 33
3.6 Jenis Data ... 35
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 35
3.8 Teknik Analisis ... 36
3.8.1 Mean-adjusted Returns Model ... 37
3.8.2 Pengujian Hipotesis ... 39
3.8.2.1 Pengujian Hipotesis Pertama... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44
4.1.1 Bursa Efek Indonesia ... 44
4.1.1.1 Sejarah ... 44
4.1.1.2 Mekanisme Perdagangan ... 46
4.1.1.2.1 Pesanan Nasabah ... 46
4.1.1.2.2 Satuan Perdagangan... 47
4.1.1.2.3 Biaya Transaksi ... 49
4.1.2 Indeks LQ-45 ... 50
4.2 Hasil Penelitian ... 51
4.2.1 Pengujian Terhadap Seluruh Sampel ... 51
4.2.2 Analisis Data ... 54
4.2.2.1 Analisis AR ... 54
4.2.2.2 Analisis CAR ... 56
4.2.2.2.1 CAR Periode Tiga Hari Setelah Event ... 56
4.2.2.2.2 CAR Periode T+4 hingga T+20 ... 57
4.3 Peranan Industri Terhadap Pola Pembalikan (Pengujian Hipotesis 2) ... 58
4.3.1 Analisis Abnormal Return dan Cumulative Abnormal Return ... 59
4.3.1.1 Industri Ekstraktif... 59
4.3.1.2 Industri Manufaktur ... 62
4.3.1.3 Industri Jasa ... 64
4.3.2 Analisis Cross-sectional Regression ... 67
4.4 Pembahasan ... 70
4.4.1 Pengujian Terhadap Seluruh Sampel ... 70
4.4.2 Peranan Industri Terhadap Pola Pembalikan ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 77
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Penurunan IHSG LQ-45 ... 5
1.2 Penurunan Harga Saham dan Kapitalisasi Pasar ... 6
2.1 Penelitian Terdahulu ... 24
3.1 Jumlah Sampel Penelitian ... 34
3.2 Sampel Penelitian ... 35
4.1 Satuan Perubahan Harga ... 47
4.2 Biaya Transaksi ... 49
4.3 Daftar Perusahaan yang Dikeluarkan (Observasi) ... 51
4.4 Daftar Perusahaan Sampel Penelitian (Event) ... 52
4.5 Daftar Event Observasi Penelitian Seluruh Sampel ... 53
4.6 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Seluruh Sampel ... 55
4.7 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 untuk Seluruh Sampel ... 57
4.8 Hasil Uji Signifikansi CAR4-20 untuk Seluruh Sampel ... 57
4.9 Pembagian Klasifikasi Industri dan Jumlah Observasi ... 59
4.10 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Industri Ekstraktif ... 60
4.11 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 dan 4-20 untuk Industri Ekstraktif ... 61
4.12 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Industri Manufaktur ... 62
4.13 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 dan 4-20 untuk Industri Manufaktur .... 63
4.14 Hasil Uji Signifikansi AR untuk Industri Jasa ... 65
4.15 Hasil Uji Signifikansi CAR1-3 dan 4-20 untuk Industri Jasa ... 66
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ... 28
4.1 Grafik CAR untuk Seluruh Sampel... 58
4.2 Grafik CAR untuk Industri Ekstraktif ... 61
4.3 Grafik CAR untuk Industri Manufaktur ... 64
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Daftar Event Observasi Penelitian Seluruh Sampel ... 82
2 Daftar Event Observasi Industrial ... 83
3 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Seluruh Sampel ... 84
4 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Subsampel Ekstraktif ... 85
5 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Subsampel Manufaktur .. 86
6 Hasil Uji Signifikansi AR Tiga Hari Sesudah Event Subsampel Jasa ... 87
7 Hasil Uji Signifikansi CAR Tiga Hari Sesudah Event ... 88
8 Hasil Uji Signifikansi CAR T+4 hingga T+20 Sesudah Event ... 91
9 Hasil Regresi untuk Menentukan Perbedaan Tingkat Pembalikan ... 92
ABSTRAK
“PENGUJIAN PRICE REVERSAL JANGKA PENDEK ATAS PENURUNAN
HARGA SAHAM PADA INDEKS LQ-45 DI INDONESIA”
Penelitian sebelumnya menemukan adanya fenomena baru dalam pergerakan harga saham yang disebut dengan fenomena price reversal. Fenomena ini berhubungan dengan hipotesis reaksi berlebihan.
Penelitian ini menguji pola pembalikan harga jangka pendek atas penurunan besar harga saham dengan sampel saham yang terdaftar secara konsisten pada LQ-45 di Indonesia. Penelitian ini menguji return saham yang mengikuti satu hari perubahan besar harga saham (-6% )dengan periode 2011 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan data harian sedangkan perhitungan abnormal return
menggunakan Market Adjusted Model. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah 5 hari sebelum t=0 dan 20 hari setelah t=0.
Hasil penelitian melalui uji t mengidentifikasikan bahwa pada saham LQ-45 terjadi pembalikan harga dan mendukung overreaction hyphothesis. Akan tetapi terdapat perbedaan pola reversal antar industri. Saham industri jasa mengalami price reversal yang paling besar dan paling kuat diikuti saham industri manufaktur dan ekstraktif. Sementara itu, harga saham cenderung untuk terus mengalami kenaikan harga hingga t+20.
Kata Kunci: Penurunan Harga Saham, Price Reversal, Abnormal Return,
ABSTRACK
“A TESTING OF SHORT-TERM PRICE REVERSAL ON STOCK-PRICE DECREASES ON LQ-45 AT INDONESIA”
Recent research find a new phenomenon in the fluctiation of stock prices that called price reversal phenomenon. This phenomenon is related to overreaction hypothesis.
This reseacrh examine short-term price reversal of large stock price declines in the sample that consist of stocks listed on LQ-45 at Indonesia. This research test share return following one day big change of share price (-6%) period 2011 to 2013. This research use daily data, while abnormal calculation of return uses Market Adjusted Model. Period of perception in this research is 5 day before t=0 and 20 day after t=0.
The results of research from analysis that used t-test identify at stock listed LQ45 happened price reversal and tend to support the overreaction hypothesis. However, the revelsal patterns difers substantially across industries. Services stocks experience the largest and the strongest reversal patterns followed by manufaturing stocks and extractive industry. While the price of stocks exhibit a clear upward drift at lasts up to twenty days (after large price decreases).
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang (obligasi), ekuitas
(saham), insrument derivatif, maupun instrument lainnya. Pasar modal berfungsi
sebagai sarana penghubung antara para investor (pihak yang memiliki kelebihan
dana) dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah (pihak yang membutuhkan
tambahan dana) (Syahyunan, 2013:143). Investasi yang dilakukan investor pasti
mengandung risiko tertentu. Disisi lain, investasi tersebut menjanjikan tingkat
return tertentu.
Para investor memerlukan berbagai informasi sebelum menentukan
keputusan investasi. Investor harus mengikuti perkembangan pasar dan informasi
karena pada dasarnya keberhasilan dari investasi ialah melakukan keputusan
berdasarkan informasi (making well-informed decision), baik informasi yang
dipublikasikan maupun informasi yang tidak dipublikasikan. Selain itu, investor
juga membutuhkan informasi mengenai kondisi atau arah pergerakan pasar
sehingga dapat membuat suatu keputusan yang tepat dalam melakukan pembelian
atau penjualan saham. Dalam hal ini, informasi menjadi suatu hal yang sangat
penting dalam menentukan keputusan yang akan diambil oleh para pelaku pasar.
Salah satu tema yang dominan dalam literatur keuangan dan juga menjadi
market hypothesis (EMH). Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam pasar modal
yang efisien, harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan
semua informasi yang tersedia sehingga investor tidak akan bisa memanfaatkan
informasi yang tersedia tersebut untuk mendapatkan return abnormal di pasar.
Dalam hal ini perubahan harga saham mengikuti pola random walks yang tidak
tergantung pada perubahan harga yang terjadi di waktu lalu karena informasi baru
juga terjadi secara random (tidak dapat diprediksi) (Tandelilin, 2010 : 111).
Elton dan Gruber (2005) dalam Swandewi dan Mertha (2013) yang
menyatakan bahwa efisiensi pasar modal ditandai dengan informasi baru yang
masuk dan respon secara cepat dan tepat yang langsung tercermin pada
pergerakan harga saham. Di dalam pasar modal, jika harga sekuritas-sekuritas
mencerminkan semua informasi yang relevan, maka pasar modal dikatakan
efisien.
Seiring berjalannya waktu, penelitian mengenai pasar modal yang efisien
semakin berkembang sedemikian rupa hingga adanya pendapat yang mengatakan
bahwa return saham dapat dihitung dan menyediakan bukti terjadinya pola
pembalikan (reversal) yang sistematis pada return saham. Hal ini didasari oleh
perilaku investor sebagai individu yang mengambil sikap atau tindakan yang
berbeda dalam menyikapi suatu informasi, baik dari segi waktu, frekwensi dan
kuantitas pembelian saham. Sebagian para pelaku pasar bisa bereaksi berlebihan
terhadap informasi, terlebih lagi jika informasi tersebut adalah informasi buruk,
para pelaku pasar akan secara emosional segera menilai saham terlalu rendah.
menginginkan menjual saham-saham yang berkinerja buruk dengan cepat.
Peristiwa yang dianggap dramatis oleh para investor, dapat menyebabkan para
investor bereaksi secara berlebihan (overreaction). Reaksi berlebihan ditunjukkan
dengan adanya perubahan harga saham dengan menggunakan return dari sekuritas
yang bersangkutan. Fenomena ini disebut fenomena pembalikan harga atau price
reversal. Reaksi ini dapat diukur dengan abnormal return dari sekuritas yang ada.
Return saham ini akan menjadi terbalik dalam fenomena reaksi berlebihan.
Saham-saham yang biasanya diminati pasar dan mempunyai return tinggi, akan
menjadi kurang diminati. Sedangkan saham-saham yang bernilai rendah dan
kurang diminati akan mulai dicari oleh pasar. Kondisi ini akan mengakibatkan
return saham yang sebelumnya tinggi menjadi rendah, dan return yang
sebelumnya rendah akan menjadi tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya abnormal return positif dan negatif.
Penelitian ini menggunakan pergerakan harga saham harian (jangka
pendek) karena informasi bergerak dengan cepat dan pergerakan informasi
tersebut sangat mempengaruhi harga penutupan saham setiap hari. Hasil
penelitian mengenai pola perubahan return saham di pasar modal memberikan
kesimpulan yang berbeda-beda dan beragam. Mereka menjelaskan fenomena
harga saham yang tidak normal ini sebagai bukti bahwa pasar bereaksi secara
berlebihan (overreaction) dalam merespon suatu informasi. Kelompok saham
yang disebut loser yaitu kelompok saham yang konsisten mengalami penurunan
besar harga, sedangkan kelompok saham yang disebut kelompok winner yaitu
perubahan besar harga pada saham golongan loser dan saham golongan winner,
antara lain disebabkan karena adanya informasi buruk (bad news) dan informasi
bagus (good news) yang diterima oleh para pelaku pasar, sehingga para pelaku
pasar melakukan reaksi.
Di Indonesia, saham-saham perusahaan besar dan likuid diwakili oleh
saham-saham perusahaan yang termasuk dalam perhitungan indeks LQ-45. Indeks
LQ-45 merupakan kumpulan 45 saham dengan likuiditas dan kapitalisasi yang
tinggi yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Saham- saham yang
termasuk dalam LQ-45 umumnya merupakan saham perusahaan besar dengan
investor yang dominan adalah investor lembaga yang umumnya memiliki
informasi yang lebih unggul dalam hal kecepatan dan kualitas dibandingkan
investor individu. Selain itu, investor lembaga juga dikelola oleh profesional
sehingga mereka diharapkan tidak menjadi overreaction baik ketika menerima
informasi positif maupun informasi positif.
Data awal yang berhasil dikumpulkan dari salah satu perusahaan yang
terdaftar pada indeks LQ-45, menunjukkan bahwa perubahan harga saham
besar-besaran umumnya diikuti oleh perubahan kembali harga kearah yang berlawanan
pada hari berikutnya atau yang dikenal dengan fenomena pembalikan harga
saham. Fakta tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1, yang menampilkan hari
perdagangan yang mengalami penurunan harga secara besar-besaran, yaitu hari
perdagangan yang mengalami perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG)
Penentuan awal penurunan harga ditentukan berdasarkan angka indeks
saham gabungan (IHSG) dengan melihat selisih harga pembukaan dan penutupan
pada satu hari perdagangan tertentu. Perubahan harga dengan tanda negatif
menunjukkan terjadinya penurunan harga. Hari-hari perdagangan yang
ditampilkan dalam Tabel 1.1 telah diseleksi dan hanya terdiri dari hari-hari
perdagangan yang mengalami perubahan harga besar-besaran pada satu hari
tertentu yang diikuti oleh perubahan harga ke arah yang berlawanan pada hari
berikutnya.
Tabel 1.1
Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) LQ-45
Tanggal Harga Pembukaan Harga Penutupan Perubahan
16 Agustus 2013 771,7 758,86 -12,84
Sumber : www.yahoofinance.com (data diolah)
Penurunan harga saham cenderung mempengaruhi kapitalisasi pasar
(dalam hal ini mengalami penurunan). Kapitalisasi pasar adalah nilai sebuah
perusahaan berdasarkan perhitungan harga pasar saham dikalikan dengan jumlah
semakin banyak jumlah saham yang beredar di pasar akan membuat kapitalisasi
pasar perusahaan itu semakin besar. Demikian sebaliknya, jika harga saham
menurun maka kapitalisasi perusahaan tersebut menurun. Fakta tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.2, yang menampilkan penurunan harga saham dan diikuti
penurunan kapitalisasi pasar perusahaan. Penentuan nama perusahaan didasarkan
pada saham perusahaan yang terdaftar pada indeks LQ-45 (yang merupakan
sampel penelitian) dan memiliki kapitalisasi terbesar ( kategori 5 besar) serta
mengalami penurunan harga pasar dan diikuti penurunan kapitalisasi pasar. Harga
saham dan kapitalisasi pasar perusahaan BMRI, SMGR, GGRM, INTP dan
UNTR tahun 2012 mengalami penurunan pada tahun 2013.
Tabel 1.2
Penurunan Harga Saham dan Kapitalisasi Pasar (dalam Rupiah)
Kode Perusahaan
Tahun 2012 Tahun 2013
Harga Penutupan
Kapitalisasi Harga Penutupan
Kapitalisasi
BMRI 8,100.00 187,109,999,991,900.00 7,850.00 181,334,999,992,150.00 SMGR 15,850.00 94,014,592,000,000.00 14,150.00 83,931,008,000,000.00
GGRM 56,300.00 108,326,154,400,000.00 42,000.00 80,811,696,000,000.00 INTP 22,450.00 82,643,651,642,550.00 20,000.00 73,624,633,980,000.00 UNTR 19,700.00 73,483,662,179,200.00 19,000.00 70,872,567,584,000.00
Sumber: www.sahamok.com dan www.idx.co.id (data diolah)
Dengan adanya penurunan harga saham dan perubahan kapitalisasi pasar
pada saham-saham LQ-45 peneliti ingin menguji apakah terjadi reversal dalam
jangka pendek setelah terjadi penurunan besar (t+1 hingga t+3) dan mengetahui
bagaimana pergerakan saham tersebut dalam jangka waktu yang lebih panjang
(t+4 hingga t+20). Lebih lanjut, peneliti juga tertarik untuk meneliti apakah terjadi
berbeda. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Benou & Richie
(2003).
Berdasarkan uraian fenomena, peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul : “Pengujian Price Reversal Jangka Pendek atas Penurunan
Besar Harga Saham pada Indeks LQ-45 di Indonesia.”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka rumusan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah terjadi price reversal dalam jangka pendek setelah penurunan besar
(sama atau lebih dari 6 % dalam satu hari perdagangan) bagi saham-saham
yang tercatat dalam indeks LQ-45 ?
2. Apakah terjadi perbedaan pola reversal antar industri yang berbeda?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam
rumusan masalah, yaitu :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terjadi price reversal dalam
jangka pendek setelah penurunan besar ( sama atau lebih dari 6 % dalam satu
hari perdagangan) bagi saham-saham yang tercata dalam indeks LQ-45.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terjadi perbedaan pola reversal
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pelaku pasar khususnya investor, hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi investasi lebih baik
dalam menginvestasikan dananya di pasar modal.
2. Bagi akademis, memberikan bukti empiris yang dapat menambah informasi
bagi ilmu pengetahuan manajemen keuangan khususnya mengenai pasar modal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efisiensi Pasar Modal
Pasar efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang
diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia (Tandelilin,
2010). Dalam hal ini, informasi yang tersedia bisa meliputi semua informasi yang
tersedia baik informasi di masa lalu (misalkan laba perusahaan tahun lalu),
maupun informasi saat ini (misalkan rencana kenaikan dividen tahun ini), serta
informasi yang bersifat sebagai pendapat/ opini rasional yang beredar di pasar
yang bisa mempengaruhi perubahan harga.
Terdapat beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya pasar
yang efisien. Menurut Tandelilin (2010 : 113), pasar efisien dapat dicapai dengan
beberapa kondisi :
1. Ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan profit.
2. Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama dengan
cara yang murah dan mudah.
3. Informasi yang terjadi bersifat random.
4. Investor bereaksi secara cepat terhadap informasi baru, sehingga harga
sekuritas akan berubah sesuai dengan perubahan nilai sebenarnya akibat informasi
2.1.2 Tiga Bentuk Efisiensi Pasar
Berdasarkan informasi-informasi yang tersedia di pasar, Fama (1970)
dalam Tandelilin (2010 : 114-115) mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien
ke dalam tiga kategori, yaitu :
1. Efisien dalam bentuk lemah (weak form)
Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu
(historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh karena
itu, informasi historis tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa
lalu) tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa
yang akan datang, karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya
adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa
yang akan datang dengan menggunakan data historis.
2. Efisien dalam bentuk setengah kuat (semistrong)
Pasar efisien dalam bentuk setengah kuat menyatakan bahwa harga saham di
samping dipengaruhi oleh data pasar (harga saham dan volume perdagangan
masa lalu), juga dipengaruhi oleh semua informasi yang dipublikasikan (seperti
earning, dividen, pengumuman stock split, penerbitan saham baru, dan
kesulitan keuangan yang dialami perusahaan). Pada pasar yang efisien dalam
bentuk setengah kuat ini, investor tidak dapat berharap mendapakan return
abnormal jika strategi perdagangan yang dilakukan hanya didasari oleh
informasi yang telah dipublikasikan. Sebaliknya jika pasar tidak efisien maka
akan ada lag dalam proses penyesuaian harga terhadap informasi baru, dan
Dalam situasi adanya lag seperti ini, investor bisa melakukan analisis
fundamental (analisis yang mencoba mengestimasi nilai inrinsik sekuritas
berdasarkan data-data yang terpublikasi seperti earning dan penjualan) untuk
memperoleh return abnormal pada pasar yang tidak efisien dalam bentuk
setengah kuat ini.
3. Efisien dalam bentuk kuat (strong form)
Pasar efisien dalam bentuk kuat menyatakan bahwa semua informasi baik yang
terpublikasi atau tidak dipublikasikan, sudah tercermin dalam harga sekuritas
saat ini. Dalam bentuk efisien kuat ini tidak akan ada seorang investor pun
yang bisa memperoleh return abnormal.
2.1.3 Implikasi Pasar Modal yang Efisien
Investor yang percaya bahwa pasar dalam kondisi yang tidak efisien akan
menerapkan strategi aktif. Untuk itu mereka akan melakukan analisis-analisis baik
analisis teknis maupun analisis fundamental. Sedangkan, bagi investor yang
percaya pasar dalam kondisi efisien, akan cenderung menerapkan strategi
perdagangan pasif, dengan membentuk portofolio yang bisa mereplikasi indeks
pasar. Investor seperti ini percaya bahwa tidak ada satu investor pun yang dapat
memperoleh return yang lebih besar dari return pasar.
Implikasi hipotesis pasar efisien terhadap investor yang berinvestasi di
pasar modal bisa juga dilihat dari implikasinya terhadap investor yang
menerapkan analisis teknikal maupun analisis fundamental dalam penilaian dan
pemilihan saham. Bagi investor yang menerapkan analisis teknikal, mereka pada
dari data pergerakan harga saham di masa lampau. Dengan demikian, investor
yang menerapkan analisis teknikal akan bergantung pada informasi masa lalu
(historis) tentang data harga dan volume perdagangan saham, untuk
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang. Dalam situasi seperti ini,
jika hipotesis pasar efisien dalam bentuk telah benar, maka tindakan investor yang
melakukan analisis teknikal sudah tidak akan memberi nilai tambah lagi bagi
investor, karena harga pasar saham yang terjadi sudah mencerminkan semua
informasi pergerakan harga dan volume saham historis.
Sedangkan implikasi hipotesis pasar efisien terhadap investor yang
melakukan analisis fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis saham
yang dilakukan dengan mengestimasi nilai intrinsik saham berdasar informasi
fundamental yang telah dipublikasi perusahaan (seperti laporan keuangan,
perubahan dividen dan lainnya) untuk menentukan keputusan menjual atau
membeli saham. Dalam situasi seperti ini, jika hipotesis pasar efisien dalam
bentuk setengah kuat adalah benar, dimana semua informasi fundamental yang
dipublikasikan perusahaan sudah tercermin dalam harga pasar, maka tindakan
investor yang melakukan analisis fundamental untuk memperoleh abnormal
return juga sudah tidak bermanfaat lagi.
2.1.4 Pengaruh Informasi terhadap Harga Saham
Seberapa cepat dan benar informasi ini diserap oleh harga sekuritas
ditentukan oleh tingkat efisiensi pasar modal (Kusumawardhani, 2001).Dalam
pasar yang kompetitif, keseimbangan harga suatu aset ditentukan oleh penawaran
konsensus bersama antar semua partisipan pasar tentang nilai dari aktiva tersebut
berdasarkan informasi yang tersedia. Jika informasi baru yang relevan masuk ke
pasar yang berhubungan dengan suatu aktiva, informasi ini akan digunakan untuk
menganalisis dan menginterpretasikan nilai dari aktiva yang bersangkutan.
Akibatnya kemungkinan terjadi pergeseran kepada keseimbangan harga yang baru
sangat besar keseimbangan harga ini akan terus bertahan sampai suatu informasi
baru lainnya merubahnya kembali ke harga ekuilibrium yang baru (Jogiyanto,
2008) dalam Yull dan Kirmizi (2012).
Dalam pasar efisien, perilaku harga sekuritas akan berfluktuasi secara
random disekitar nilai sebenarnya. Hal ini disebabkan karena informasi dapat
ditangkap oleh investor secara jelas, sehingga tidak terjadi kesalahan penetapan
harga. Apabila estimasi investor terhadap nilai sesungguhnya saham benar dan
konsisten antara pembeli dan penjual, maka harga saham akan berfluktuasi dalam
batas tertentu dari nilai sesungguhnya. Perbedaan pendapat yang lebih besar
terhadap nilai saham sesungguhnya bisa menyebabkan penyimpangan harga yang
lebih besar. Di samping itu, harga sekuritas di dalam pasar efisien akan merespon
informasi segera setelah informasi diterima.
Informasi merupakan faktor utama terhadap perubahan suatu harga saham.
Adanya perubahan informasi yang diterima oleh para pelaku pasar akan
mempengaruhi tindakan mereka dalam berinvestasi di pasar modal. Para pelaku
pasar cenderung menitikberatkan informasi terkini dan mengabaikan informasi di
masa lalu. Sehingga bila ada informasi negatif yang berkaitan dengan
terhadap saham yang dimiliki. Penjualan tersebut akan menyebabkan terjadinya
perubahan harga yang tajam dan dalam waktu yang singkat. Hal ini
mengindikasikan pemikiran investor yang tidak rasional. Seiring berjalannya
waktu, ketika para investor sadar bahwa reaksi mereka berlebihan dalam
menanggapi informasi-informasi tersebut, maka secara perlahan-lahan terjadi
price reversal saham tersebut (Benou dan Richie, 2003).
2.1.5 Overreaction Hypothesis
Market overreaction terjadi karena dalam pengambilan keputusan untuk
membeli atau menjual saham, investor mendasarkan pada emosi, pengalaman, dan
intuisi mereka. Untuk mendapat keuntungan dari berita-berita yang diinginkan
atau untuk mengurangi hasil yang bertentangan dari berita-berita yang tidak
diinginkan, para investor harus bereaksi secara cepat terhadap informasi baru.
Secara umum investor cenderung untuk bereaksi terlalu berlebihan terhadap
peristiwa-peristiwa luar biasa dan informasi baru; dan mereka cenderung untuk
mengabaikan informasi yang lebih lama (Jones, 2005) dalam Kusumawardhani
(2001) . Investor biasanya akan memasang tarif yang terlalu tinggi terhadap suatu
berita yang dianggap bagus dan memasang tarif yang rendah untuk berita-berita
yang dianggap kurang bagus.
Overreaction hyphothesis menyatakan agar ketika para investor bereaksi
terhadap berita-berita yang tidak diantisipasi yang akan menguntungkan saham
suatu perusahaan, peningkatan harga akan lebih besar daripada yang seharusnya
diberikan informasi tersebut yang selanjutnya akan menghasilkan penurunan
diantisipasi yang diperkirakan berdampak merugikan keberadaan ekonomi
perusahaan, akan memaksa harga turun terlalu jauh, diikuti koreksi yang
selanjutnya akan menaikkan harga.
Pasar pada umumnya menunjukkan reaksi yang berlebihan terhadap
informasi baru, terutama informasi buruk (Kusumawardhani, 2001). Hal ini dapat
berarti para investor seharusnya membeli saham-saham yang mempunyai
informasi pesimis dan yang mengalami penurunan harga. Anomali ini disebut
dengan overreaction hypothesis. Overreaction hypothesis diturunkan dari premis
bahwa dalam merespon informasi baru, para pelaku pasar cenderung untuk
memberikan bobot yang berlebihan pada informasi terakhir. DeBondt dan Thaler
(1985) menyatakan bahwa dalam overreaction hypothesis pada dasarnya pasar
telah bereaksi secara berlebihan terhadap informasi. Dalam hal ini, para pelaku
pasar cenderung menetapkan harga terlalu tinggi sebagai reaksi terhadap berita
yang dinilai “baik” (good news). Sebaliknya mereka akan memberikan harga
terlalu rendah sebagai reaksi terhadap kabar buruk (bad news). Kemudian
fenomena ini berbalik ketika pasar menyadari telah bereaksi berlebihan.
Pembalikan ini ditunjukkan oleh turunnya (secara drastis) harga saham yang
sebelumnya berpredikat winner dan/atau naiknya harga saham yang sebelumnya
berpredikat loser.
Return jangka panjang yang dapat diprediksi untuk menunjukkan pasar
bereaksi secara berlebihan terhadap informasi, bertentangan dengan pasar efisien
yang menyatakan bahwa harga saham menyesuaikan secara cepat dan benar
berlebihan menunjukkan bahwa pasar tidak efisien dalam bentuk lemah, setengah
kuat, dan kuat (Dissanaike, 1997) (dalam Kusumawardhani, 2001). Namun Atkin
dan Dyl (1990) berpendapat bahwa bukti keberadaan reaksi berlebihan adalah
belum cukup untuk mengatakan pasar tidak efisien. Uji efisiensi pasar hendaknya
dilakukan dengan menguji lebih jauh apakah investor dapat memperoleh
keuntungan selama periode pembalikan. Apabila investor tidak dapat
memanfaatkan pembalikan untuk memperoleh keuntungan, maka pasar adalah
efisien dalam bentuk lemah. Artinya, bahwa investor tidak dapat menggunakan
data masa lalu dalam hal ini fenomena pembalikan yang mengikuti perubahan
besar harga saham untuk memanfaatkan abnormal return sebagai keuntungan. Hal
ini juga berarti bahwa adanya keuntungan selama periode pembalikan
memungkinkan diterapkannya suatu strategi investasi tertentu dalam perdagangan
saham.
Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa overreaction hypothesis dari
investor dalam menilai suatu informasi menyebabkan saham dinilai terlalu tinggi
atau rendah, kemudian pada saat investor menyadari kekeliruannya maka akan
terjadi pergerakan harga saham yang berlawanan sebagai tindakan koreksi.
Kondisi ini menggambarkan suatu pembalikan arah harga saham, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa overreaction hypothesis dapat diketahui melalui
adanya pembalikan arah harga saham setelah munculnya suatu informasi baru.
Adanya overreaction di pasar modal menimbulkan beberapa implikasi bagi
1. Memungkinkan investor memperoleh abnormal return, karena dalam market
overreaction investor dapat melakukan strategi membeli saham pada waktu
menjadi loser dan menjualnya pada saat saham tersebut berbalik menjadi
winner atau disebut juga sebagai strategi kontrarian.
2. Menunjukkan bahwa pasar modal terdiri dari investor yang rasional maupun
yang irrasional. Lebih dari itu jika pasar overreact terhadap informasi baru,
maka harga dapat diprediksi berdasarkan harga masa lalu, sehingga pasar tidak
efisien dalam bentuk setengah kuat dan kuat (Dinawan(2007)).
3. Pasar yang terbukti overreact atau investor yang melakukan strategi kontrarian,
akan berdampak kepada investor yang akan memperoleh abnormal return
melalui perdagangan dalam posisi yang tepat baik sebelum maupun sesudah
event.
2.1.6 Price Reversal (Pembalikan Harga)
Pembalikan harga (price reversal) didefinisikan sebagai perubahan arah
yang tiba-tiba dari harga suatu saham, indeks, komoditas, atau derivative security.
Pembalikan ini terjadi karena adanya permintaan/penawaran yang berlebih
sehingga terjadi perubahan terhadap kecenderungan yang selama ini telah
terbentuk. Reversal effect adalah efek pembalikan rata-rata return yang
merupakan sebutan lain untuk anomali winner-loser yaitu kecenderungan saham
yang memiliki kinerja buruk (loser) akan berbalik menjadi saham yang memiliki
kinerja baik (winner) pada periode berikutnya dan begitu juga sebaliknya
Pola pembalikan harga semacam ini mendasari anomali di pasar modal
yang merupakan penyimpangan dari hipotesis efisiensi pasar modal yang dikenal
dengan anomali winner-loser. Dengan kata lain, adanya anomali winner-loser di
pasar modal memungkinkan investor melakukan strategi membeli saham pada
waktu menjadi loser dan menjualnya pada saat saham tersebut berbalik menjadi
winner. Sehingga investor dapat memperoleh keuntungan abnormal yang
signifikan (Kusumawardhani (2001)).
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitan pertama dalam konteks literatur keuangan yang menunjukkan
bukti empiris terjadinya pembalikan harga di pasar modal (price reversal) di pasar
modal adalah peneliian yang dilakukan oleh De Bondt & Thaler (1985). Penelitian
De Bondt & Thaler ini mencoba meyelidiki apakah perilaku memainkan peranan
pada tingkat pasar dan dapat mempengaruhi harga saham. Penelitian ini
menggunakan data pasar saham Amerika dari tahun 1962-1982. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membentuk dua portofolio, yaitu
yang terdiri atas saham yang berkinerja baik selama tiga sampai lima tahun di
masa lalu sebagai saham winner dan saham yang berkinerja buruk selama tiga
sampai lima tahun di masa lalu sebagai saham loser. Penelitian ini menemukan
bahwa saham-saham yang sebelumnya berkinerja buruk (loser) pada periode
selanjutnya berkinerja baik dengan abnormal return positif atau saham-saham
yang tadinya berkinerja baik (winner) pada periode selanjutnya mengalami kinerja
yang buruk dengan abnormal return negatif, dimana hal ini merupakan fenomena
Atkins dan Dyl (1990) melakukan pengujian mengenai reaksi berlebihan
jangka pendek dan perilaku return saham setelah satu hari perubahan besar harga
saham. Langkah pertama mereka memilih 300 hari perdagangan secara acak
selama periode Januari 1975 sampai Desember 1984. Dari masing-masing hari
perdagangan kemudian dibentuk portofolio winner dan loser dengan memilih
masing-masing tiga saham yang mengalami persentase penurunan terbesar (loser)
dan tiga saham yang mengalami persentase kenaikan terbesar (winner), sehingga
total enam saham dipilih dalam satu hari dan menghasilkan 1800 observasi.
Kemudian mereka menghitung actual return untuk menentukan apakah terdapat
abnormal return selama hari-hari berikutnya. Dalam menentukan abnormal
return ini, mereka menggunakan tiga jenis pendekatan, pertama yaitu mean
adjusted return, dan kedua serta ketiga adalah dua versi dari metode market &
risk adjustment return berdasarkan model pasar. Kesimpulan penelitian tersebut
menunjukkan bahwa perubahan harga yang terjadi merupakan suatu bentuk reaksi
berlebihan (overreaction). Saham-saham loser menghasilkan abnormal return
yang positif dan signifikan. Total abnormal return selama dua hari berturut-turut
setelah penurunan tersebut adalah sebesar 2,26 %. Saham-saham winner
mengalami abnormal return yang negatif, namun besarnya lebih kecil
dibandingkan pembalikan yang dialami saham-saham loser.
Bremer dan Sweeney (1991) mencoba menguji bagaimana perilaku saham
pada hari-hari berikutnya setelah mengalami penuruna besar dalam satu hari
perdagangan (minimal 10%) dengan menggunakan data harian. Dari penelitian
sehingga menghasilkan return yang positif dan signifikan selama dua hari
berturut-turut. Rata-rata pembalikan pada hari pertama sebesar 1,173% dan
rata-rata pembalikan pada hari kedua kumulatif pembalikan ± 2,2 %. CAR selama tiga
setelah event sebesar 2,6% dan signifikan secara satistik, menunjukan terjadinya
reversal sesudah peristiwa penurunan besar harga saham. Bremer dan Sweeney
mencoba membuktikan apakah fenomena pembalikan ini berhubungan dengan
anomali lain seperti weekend dan turn-of-the-year effect. Hasil penelitian mereka
membuktikan bahwa fenomena pembalikan yang mereka temukan berbeda dari
anomali lain tersebut. Bremer dan Sweeney menyatakan bahwa terjadinya
reversal ini mungkin dikarenakan illiquidty.
Cox & Peterson (1994) meneliti lebih lanjut mengenai dugaan Bremer &
Sweeney tersebut. Penelitian ini menguji perilaku perilaku return sekuritas yang
mengikuti penurunan harga besar ( miminal 10%) dalam satu hari perdagangan.
Penelitian ini ingin menguji apakah reversal yang terjadi disebabkan oleh
overreaction atau lebih dikarenakan illiquidty. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa bid ask spread dan derajat likuiditas menjelaskan pembalikan harga dalam
jangka pendek. Mereka juga membagi fokus perhatian pada pergerakan harga
saham selama tiga hari setelah event (t+1 hingga t+3) atau disebut short term dan
pergerakan saham selama hari-hari berikutnya hingga hari kedua puluh setelah
event (t+4 hingga t+20), dan disebut longer-term. Mereka menemukan bahwa
meskipun sekuritas yang mengalami penurunan harga besar mengalami
hari setelah penurunan tersebut, namun pada hari-hari berikutnya saham-saham
tersebut menunjukkan kinerja yang buruk.
Salah satu penelitian yang khusus menguji overreaction pada saham
perusahaan besar dan likuid adalah penelitian yang dilakukan oleh Benou &
Richie (2003). Benou & Richie menguji pergerakan saham dalam jangka panjang
setelah mengalami penurunan besar (>20 %) dalam harganya selama bulan
tertentu. Penelitian ini membatasi fokus pada sampel penelitiannya yang berupa
saham-saham perusahaan besar yang sangat likuid diperdagangkan di NSYE.
Saham- saham perusahaan besar dianggap memiliki tingkat likuiditas yang tinggi
dalam perdagangannya. Mengacu pada penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa terjadinya reversal lebih disebabkan oleh iiliquidity. Penelitian Benou &
Richie ini menduga bahwa reversal tidak akan terjadi terhadap saham likuid yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini, jika pun ada maka tidak akan terlalu kuat
atau signifikan.
Hasil penelitian yang mereka temukan ternyata mereka mendapati bahwa
setelah penurunan besar tersebut, saham-saham perusahaan besar mengalami
reversal dan memperoleh abnormal return positif dan signifikan selama satu
tahun kemudian. Abnormal return yang positif dan signifikan tersebut
mengindikasikan bahwa perubahan besar yang terjadi merupakan overreaction
dari sebagian investor.
Lebih lanjut, Benou & Richie menyelidiki apakah terdapat perbedaan pola
reversal antar industri yang berbeda dengan membagi sampel penelitiannya
Benou & Richie menemukan bukti bahwa saham-saham perusahaan teknologi
mengalami reversal yang paling kuat diantara klasifikasi industri yang ada,
sebaliknya saham-saham perusahaan industri jasa cenderung akan terus
mengalami penurunan harga yang terjadi secara signifikan. Hal ini
mengindikasikan terjadinya underreaction pada sebagian investor yang bergerak
di bidang industri jasa.
Di Indonesia penelitian yang menguji keberadaan price reversal telah
dilakukan oleh Srihartati Kusumawardhani (2001). Penelitian ini menguji return
saham yang mengikuti satu hari besar harga saham di BEJ mulai tahun 1998
sampai dengan tahun 2000. Menggunakan uji korelasi dan regresi, dengan data
harga saham harian, penelitian ini berusaha menemukan bukti bahwa reaksi
berlebihan, bid-ask spread, firm size dan likuiditas berpengaruh terhadap
fenomena price reversal. Lebih jauh, penelitian ini juga berusaha mencari bukti
bahwa investor dapat memperoleh keuntungan abnormal selama hari penyesuaian
setelah satu hari besar perubahan harga saham.
Konsisten dengan hasil penelitian terdahulu mengenai fenomena price
reversal di BEJ, portofolio saham-saham loser mengalami pembalikan harga yang
signifikan selama periode pengamatan, tetapi portofolio saham-saham winner
tidak menunjukkan perilaku yang sama. Hasil penelitian menunjukkan adanya
bukti pengaruh reaksi berlebihan investor dalam fenomena price reversal dan
hanya terdapat sedikit bukti yang signifikan bagi faktor-faktor bid-ask spread,
firm size, dan likuiditas. Penelitian ini juga menunjukkan bukti adanya
kepada para investor untuk membeli saham-saham ketika harganya turun pada
hari t0 dan t1 danmenjualnya pada saat harga meningkat selama hari penyesuaian.
Susanti (2003) dalam Pane (2008) yang mencoba mempelajari fenomena
pembalikan di BEJ. Dengan menggunakan data return harian, Susanti
menemukan bahwa saham-saham loser mengalami pembalikan yang signifikan,
sedangkan saham-saham winner tidak diperoleh pembalikan yang signifikan.
Selanjutnya, Manurung dan Priotomo (2005) dalam Pasaribu (2011)
melakukan penelitian untuk membuktikan terjadinya gejala anomali overreaction
atas saham tekstil, retail, dan wholesaler di BEJ periode 2001-2003. Ia
menggunakan pendekatan Bondt dan Thaler (portfolio saham winner-looser) dan
memodifikasi penentuan kriteria winner dan looser. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa dengan menggunakan periode triwulan tidak membuktikan
terjadinya anomali overreaction di Bursa Efek Jakarta, khususnya pada sektor
industri tekstil, perdagangan besar produksi dan perdagangan eceran. Secara
simultan, gejala anomali overreaction baru terjadi pada periode tahunan (tahun
2001-2002 dan 2002-2003). Dari hasil empiris tersebut mereka menyimpulkan
bahwa semakin lama periode pembentukan dan observasi akan menyebabkan
hasil yang diperoleh menjadi semakin baik atau signifikan. Lebih lanjut, mereka
menyarankan bahwa strategi kontararian sangat berisiko dilakukan oleh investor
dalam melakukan kegiatan investasinya terlebih setelah terbukti bahwa anomali
overreaction tidak terjadi di BEJ khususnya pada sektor industri tekstil,
Pasaribu (2011) meneliti gejala anomali overreaction di Bursa Efek
Jakarta, khususnya saham yang tergabung kedalam LQ-45 periode 2003-2007.
Dalam melakukan penelitian untuk membuktikan adanya anomali overreaction di
BEJ, Pasaribu (2011) menggunakan metode dan cara perhitungan yang dilakukan
oleh De Bondt-Thaler dalam melakukan formasi dan observasi atau pengujian
perilaku return dari portofolio tersebut. Tidak seperti apa yang dilakukan oleh De
Bondt-Thaler, dengan menggunakan lamanya periode formasi dan observasi yang
masing-masing selama satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan lima tahun lamanya
periode penelitian, disini ia hanya membagi lamanya periode penelitian menjadi 3
periode penelitian (rentang waktu), yaitu satu tahun, 6 bulan dan 3 bulan untuk
masing-masing periode, baik itu periode formasi dan observasi portfolio.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa gejala anomali
overreaction tidak terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada seluruh periode
(triwulan, semester, dan tahunan) khususnya saham yang tergabung dalam LQ-45.
Hasil penelitian sebelumnya secara keseluruhan dapat dirangkum
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1
Lanjutan Tabel 2.1
Bid ask spread dan likuiditas pasar modal berpengaruh besar mengalami reversal dan terdapat perbedaan pola price reversal dan hanya terdapat sedikit bukti bagi saham winner tidak diperoleh pembalikan yang signifikan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Overreacion dapat terjadi pada investor karena dalam pengambilan
keputusan untuk membeli atau menjual saham, investor menggunakan emosi,
pengalaman, dan instuisi mereka (Dinawan, 2007). Hal-hal seperti ini dapat
membuat seseorang menjadi tidak rasional saat dituntut untuk membuat keputusan
atas informasi tertentu dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastian.
Pada penelitian ini, penulis mencoba meneliti bagaimana perilaku harga
saham-saham yang terdaftar di indeks LQ-45, setelah mengalami penurunan besar dalam
satu hari perdagangan. Peneliti meneliti apakah saham-saham tersebut mengalami
price reversal atau tidak. Digunakannya periode pengamatan (t=-5) sebelum
peristiwa perubahan besar harga saham adalah untuk menghindari bias akibat
dramatic event lain. Sedangkan alasan digunakan periode (t=20) setelah
perubahan besar harga saham adalah untuk mengetahui adanya pembalikan yang
terjadi, karena jika periode terlalu pendek akan sulit mengidentifikasi pembalikan.
Hal ini juga mempertimbangkan kondisi pasar modal yang masih dalam tahap
berkembang .Periode pengamatan ini mengikuti periode pengamatan yang
digunakan oleh Bremer Sweeney (1991) dan Pane (2008). Peneliti melakukan
pengujian atas pergerakan harga saham dalam jangka pendek (t+1 hingga t+3) dan
pergerakan saham dalam jangka yang lebih panjang (t+4 hingga t+20) sesudah
penurunan besar terjadi.
Pada penelitian ini, peneliti menghitung abnormal return dari
masing-masing saham dengan menggunakan metode Market Adjusted Model seperti yang
perubahan besar harga saham signifikan dan mengalami perubahan kearah yang
berlawanan (naik/turun), maka berarti terdapat pembalikan harga
(Kusumawardhani, 2001).
Setelah didapat hasil analisis yang membuktikan apakah pasar saham
Indonesia, khususnya LQ-45, mengalami price reversal atau tidak, fenomena
tersebut akan diuji lebih lanjut berdasarkan klasifikasi industri yang ada dengan
mengacu pada penelitian Benou & Richie (2003).
Setelah sampel dikelompokkan berdasarkan klasifikasi industri (ekstraktif,
manufaktur, jasa) peneliti menghitung AAR dan CAR masing-masing industri.
Selanjutnya dilakukan analisis regresi crosssection menggunakan ordinary least
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini,
berikut hipotesis yang diajukan :
Pemilihan Sampel
Perhitungan Abnormal Return t-5 hingga t+20 Menggunakan Mean-Adjusted Model
Uji t
Menghitung AAR dan CAR Pengumpulan Data Perdagangan Harian Selama Periode Penelitian (2011-2013)
Tidak Terjadi Price Reversal Terjadi Price Reversal
Membagi sampel berdasarkan klasifikasi industri (ekstraktif,
manufaktur, jasa)
Menghitung AAR dan CAR serta uji t (masing-masing industri)
Analisis regresi cross-section
dengan ordinary least square
Hipotesis Pertama
Atkins & Dyl (1990) dan Bremer & Sweeney (1991) menemukan bahwa
saham-saham yang mengalami penurunan harga besar dalam satu hari
perdagangan memperoleh abnormal return yang positif dan signifikan pada hari
berikutnya, hal ini menunjukkan adanya pola pembalikan (price reversal) jangka
pendek.
H0 : Saham-saham LQ 45 yang mengalami penurunan besar pada harganya tidak
mengalami price reversal.
H1 : Saham-saham LQ 45 yang mengalami penurunan besar pada harganya
mengalami price reversal.
Hipotesis Kedua
Masing-masing industri memiliki karakteristik tersendiri, begitu juga
ekspekstasi investor berbeda untuk masing-masing industri. Hal ini
memungkinkan tingkat pembalikan harga yang berbeda antar industri. Benou &
Richie (2003) menemukan bukti bahwa saham teknologi mengalami pola
pembalikan yang paling besar dan kuat, diikuti saham manufaktur, sementara
saham industri jasa menunjukkan penurunan selama tiga tahun.
H0 : Tidak terdapat perbedaan antar indusri dalam pola pembalikan (reversal)
yang terjadi.
H1 : Terdapat perbedaan antar indusri dalam pola pembalikan (reversal) yang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau
lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variabel lainnya (Sugiyono, 2008: 57).
Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran yang lebih detail
mengenai suatu gejala atau fenomena. Disebut sebagai penelitian deskriptif karena
sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu menggambarkan pergerakan abnormal
return di sekitar event (penurunan besar harga) yang terjadi dan menggambarkan
pola pergerakan abnormal return tersebut antar industri yang berbeda.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui media
internet dengan situs seperti www.idx.co.id dan www.yahoofinance.com. Waktu
penelitian direncanakan dari Desember 2014 sampai Maret 2015.
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan yang secara berturut-turut terdaftar dalam 6 (enam) periode
indeks LQ-45, yaitu : periode Februari 2011-Juli 2011, Agustus 2011-
Januari 2012, Februari 2012- Juli 2012, Agustus 2012- Januari 2013,
2. Variabel yang digunakan dalam menguji perilaku harga saham setelah
penurunan besar harga adalah price reversal.
3.4 Defenisi Operasional
Variabel-variabel utama yang digunakan pada penelitian ini adalah price
reversal. Pembalikan harga saham (price reversal) merupakan fenomena
perubahan arah harga saham setelah terjadinya suatu perubahan besar dalam harga
saham dalam satu hari perdagangan tertentu. Price reversal selanjutnya dapat
diidentifikasi melalui adanya abnormal return baik melalui perubahan average
abnormal return (AAR) maupun cumulative abnormal return (CAR).
3.4.1 Variabel Abnormal Return
Abnormal return adalah perbedaan antara return aktual dengan return yang
diharapkan dari saham i pada periode t. Rumus yang digunakan untuk
memperoleh AR adalah sebagai berikut :
Ari,t = Ri,t - Eri,t Keterangan :
Ari,t = Abnormal Return Saham i pada periode t
Ri,t = Return sesungguhnya terjadi saham i pada periode t
Eri,t = Expected Return (return yang diharapkan) saham i pada
periode t
Sementara itu Ri,t ( daily return) dihitung dengan rumus :
Pi,t-1 = Harga penutupan saham i pada hari t-1
Sedangkan Eri,t, diestimasi sebagai mean daily return dengan
perhitungan sebagai berikut (Atkins dalam Pane (2008)) :
∑
dimana, = expected return
= return saham i pada hari t
N = banyaknya observasi
Untuk sejumlah N peristiwa, average abnormal return (AARt) dihitung
dengan rumus (Benou & Richie (2003)) :
∑
dimana, = average abnormal return pada hari t
= abnormal return saham i pada hari t
N = banyaknya observasi
3.4.2 Variabel Cumulative Abnormal Return
Cumulativeabnormal return merupakan penjumlahan abnormal return
hari sebelumnya didalam periode peristiwa untuk masing – masing saham dengan
rumus sebagai berikut :
∑
dimana, = Cumulative abnormal return saham i pada hari t
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian 3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan go public di Indonesia
yang terdafar dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia selama periode
penelitian.
3.5.2 Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan pendekatan non
probability sampling, yaitu dengan metode purposive sampling. Dasar yang
digunakan untuk pengambilan sampel adalah populasi yang memenuhi kriteria
tertentu. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah:
1. Saham- saham yang terdaftar dalam indeks LQ-45 selama periode penelitian,
yaitu periode Februari 2011- Juli 2011 hingga periode Agustus 2013- Januari
2014.
2. Saham yang dimasukkan dalam sampel penelitian harus mengalami penurunan
harga minimal 6 % dalam satu hari perdagangan. Hal ini dilakukan sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang juga meneliti reversal jangka pendek atas
penurunan harga saham( diantaranya Bremer & Sweeney (1991) dan Cox
&Peterson (1994)). Penurunan sebesar 6% dianggap penurunan besar atas
harga saham yang diakibatkan oleh informasi baru yang tidak terduga
sebelumnya, sehingga memberikan kesempatan yang baik untuk meneliti
apakah harga menyesuaikan dengan penuh dan cepat terhadap informasi,
baru, atau apakah harga menyesuaikan secara berlebihan terhadap informasi
baru.
3. Harga saham ketika terjadi penurunan adalah seribu rupiah atau lebih. Hal
dilakukan sesuai penelitian yang dilakukan oleh Permana (2005) dalam Pane
(2011). Beberapa penelitian di luar Indonesia ( seperti Bremer & Sweeney
(1991) dan Cox & Peterson (1994)) membatasi penelitiannya pada
saham-saham yang memiliki harga minimal $10 sebelum penurunan. Hal ini untuk
menghindari reversal yang terjadi disebabkan saham-saham bernilai kecil.
4. Jika butir 2 dan butir 3 terjadi maka hal ini disebut event dan hari saat event
diperoleh disebut event date (t=0).
5. Saham yang terpilih sebagai sampel harus tetap diperdagangkan hingga dua
puluh hari setelah event (periode pengamatan).
Tabel 3.1
Ringkasan Perhitungan Sampel Penelitian
No Kriteria Sampel Penelitian Jumlah
Sampel
1 Total Perusahaan yang Terdaftar di Indeks LQ-45 45 2 Tidak terdaftar dalam indeks LQ-45 periode Februari
2011-Juli 2011 sampai periode Agustus 2013-Januari 2014
(20)
3 Perusahaan dengan harga saham di bawah Rp 1.000 (4)
Jumlah Sampel Penelitian 21
Sumber : www.idx.co.id dan www.sahamok.com (data diolah)
Berdasarkan kriteria sampel yang telah dijelaskan sebelumnya maka
diperoleh sampel penelitian sebanyak 21 perusahaan. Adapun sampel yang
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
Sumber : www.idx.co.id dan www.sahamok.com (data diolah)
3.6 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
kuantitatif yang berasal dari hasil publikasi Bursa Efek Indonesia (BEI), internet,
buku-buku referensi, dan literatur-literatur ilmiah yang berkaitan dengan
penelitian.
3.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi dan metode studi pustaka. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yaitu data perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ45
No Kode Nama Perusahaan
1 AALI Astra Agro Lestari Tbk. 2 ASII Astra Internanational Tbk.
3 BBCA Bank Central Asia Tbk.
4 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 5 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
6 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk.
7 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk.
8 GGRM Gudang Garam Tbk.
9 INCO Vale Indonesia Tbk.
10 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk. 11 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk. 12 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk. 13 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk.
14 KLBF Kalbe Farma Tbk.
15 LSIP PP London Sumatra Indonesia Tbk. 16 PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
17 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. 18 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk.
19 TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. 20 UNTR United Tractors Tbk.
di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Februari 2011- Juli 2011 hingga periode
Agustus 2013- Januari 2014. Data tersebut berasal dari berbagai sumber, antara
lain: Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui situs www.idx.co.id,
www.yahoofinance.com, www.sahamok.com, literatur yang berhubungan, serta
sumber pendukung lainnya.
3.8 Teknik Analisis
Konsep reversal pada hakikatnya adalah suatu peristiwa dimana terjadi
suatu pembalikan dari kondisi sebelumnya. Dalam penelitian ini price reversal
yang dimaksud merupakan suatu kondisi dimana return suatu saham yang
sebelumnya bernilai positif (negatif) pada suatu periode akan bergerak ke arah
sebaliknya menjadi negatif (positif) pada periode selanjutnya dengan signifikan.
Penelitian ini menggunakan kriteria dimana saham yang dimasukkan
sampel penelitian mengalami penurunan minimal 6% selama satu hari
perdagangan. Beberapa metode telah diterapkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya
dalam melakukan penelitian mengenai anomali price reversal. Dalam penelitian
ini, peneliti tertarik menguji keberadaan fenomena price reversal sesuai dengan
metode yang digunakan Atkins & Dyl (1990), Bremer & Sweeney (1991) serta
Cox Peterson (1994). Mereka menguji fenomena price reversal dengan
mengamati pergerakan harga saham setelah terjadi perubahan harga besar dalam
satu hari perdagangan. Hal ini sesuai dengan argumen Atkins & Dyl dalam
penelitiannya bahwa perubahan besar harga saham dalam satu hari perdagangan
kemungkinan besar disebabkan oleh informasi baru yang tak terduga yang
Melalui metode ini, keberadaan price reversal dapat dibuktikan dengan
adanya abnormal return yang positif dan signifikan setelah penurunan besar
terjadi. Banyak cara yang diajukan peneliti-peneliti sebelumnya dalam
menghitung abnormal return. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan mean-adjusted return untuk menghitung abnormal return. Seperti
peneliti-peneliti sebelumnya, penelitian ini menggunakan variabel abnormal
return dan cumulative abnormal return dalam menguji perilaku harga saham
setelah terjadi penurunan besar harga dalam satu hari perdagangan.
3.8.1 Mean-adjusted Returns Model
Menurut Jogiyanto (2008) Mean Adjusted Model atau Model disesuaikan
rata-rata menganggap bahwa return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan
rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi (estimation period).
Besarnya abnormal return dihitung dengan menggunakan Market Adjusted Model
seperti yangdikemukakan oleh DeBondt dan Thaler (1985).
Untuk mengetahui perilaku harga saham, diperlukan perhitungan rata-rata
abnormal return terlebih dahulu. Perhitungan rata-rata abnormal return
dilakukan pada setiap sampel penelitian dari t=-5 hingga t=+20 dengan fokus
pengamatan pada tiga hari setelah penurunan besar terjadi (sesuai dengan
penelitian Pane (2008)). Hal ini berdasarkan penelitian Bremer & Sweeney (1991)
yang menemukan abnormal return dan CAR positif selama tiga hari setelah
penurunan terjadi. Pengamatan terhadap pegerakan harga saham diperpanjang