• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT DI RSUD JOMBANG PERIODE JANUARI 2009 - DESEMBER 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT DI RSUD JOMBANG PERIODE JANUARI 2009 - DESEMBER 2010"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS AKHIR

HUBUNGAN ANTARA USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN MOLA

HIDATIDOSA KOMPLIT DI RSUD JOMBANG PERIODE

JANUARI 2009 – DESEMBER 2010

Oleh:

YULI RATNA DEWI 06020021

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAAN LAPORAN HASIL PENELITIAN

Telah disetujui sebagai hasil penelitian untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang Maret 2011

Pembimbing I

dr. Mochammad Ma’roef, Sp.OG

Pembimbing II

dr. Yoyok Subagio

Mengetahui, Fakultas Kedokteran

Dekan,

(3)

Karya Tulis Akhir oleh Yuli Ratna Dewi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal: 26 Maret 2011

Tim Penguji

dr. Mochammad Ma’roef, Sp.OG , Ketua

dr. Yoyok Subagio , Anggota

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis telah berhasil menyelesaikan penelitian ini dengan bantuan dari berbagai pihak. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.

Penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Mola Hidatidosa Komplit di RSUD Jombang Periode Januari 2009 – Desember 2010” ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Jurusan Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini kemungkinan jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin serta mendapatkan bantuan dan bimbingan dari Dosen Pembimbing dalam rangka penyusunan. Tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sangatlah tidak mudah menjalani masa perkuliahan hingga pada penyusunan tugas akhir ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Irma Suswati, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

2. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

(5)

4. dr. Thontowi Djauhari NS, M.Kes selaku Pembantu Dekan 3 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

5. dr. Mochammad Ma’roef, Sp.OG selaku Pembimbing I atas bimbingan,

pelajaran, dukungan, saran dan bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan karya tulis akhir ini.

6. dr. Yoyok Subagio selaku Pembimbing II atas bimbingan, pelajaran, dukungan, saran, dan bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan karya tulis ini.

7. dr. Kusuma Andriana, Sp.OG selaku penguji atas saran, kritik dan bimbingannya dalam penyusunan karya tulis akhir ini.

8. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat, dukungan moral maupun materiil, serta doa-nya selama ananda menuntut ilmu. 9. Teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang

angkatan 2006 yang menjadi teman seperjuangan selama menempuh pendidikan ini, terima kasih atas semangatnya.

10. Staf TU serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Akhir kata penulis berharap semoga penulisan ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Maret 2011

(6)

ABSTRAK

Dewi, Yuli Ratna. 2011. Hubungan antara Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Mola Hidatidosa Komplit di RSUD Jombang Periode Januari 2009 – Desember 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing: (1) Mochammad Ma’roef (2) Yoyok Subagio

Latar Belakang: Mola Hidatidosa Komplit (MHK) merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur. MHK dapat terjadi pada seluruh wanita usia reproduktif. Namun risiko MHK meningkat pada kelompok usia yang terlalu muda (≤19 tahun) dan terlalu tua (≥35 tahun).

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian mola hidatidosa komplit.

Metode: Deskripsi analitik observasional dengan pendekatan case control. Penelitian ini menggunakan rekam medis ibu hamil di RSUD Jombang periode Januari 2009 – Desember 2010. Sampel yang digunakan adalah 32 ibu MHK sebagai kelompok kasus dan 32 ibu hamil normal sebagai kelompok kontrol. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi. Kemudian dihitung nilai Rasio Odds (RO) dan dianalisis dengan uji statistik chi-square.

Hasil: Dari perhitungan diperoleh nilai RO=0,29 (RO<1) yang artinya tidak terdapat hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian MHK.

Kesimpilan: Tidak terdapat hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian MHK.

(7)

ABSTRACT

Dewi, Yuli Ratna. 2011. The Correlation Between Maternal Age And Complete Hydatidiform Mole In General Hospital Of Jombang Periods January 2009 – December 2010. Medical Faculty, University of Muhammadiyah Malang. Advisors: (1) Mochammad Ma’roef (2) Yoyok Subagio

Background: Complete Hydatidiform Mole (CHM) is abnormal pregnancy without embrio which all of chorion villi have hydrofic degeneration with grapelike appearance. CHM can occur to all of reproductive maternal age. But risk of CHM increase in both of extreme maternal age, there are too young (≤19 years old) and too old (≥35 years old).

Objective: To know the correlation between maternal age and complete hydatidiform mole.

Method: Observational analytical description with case control design. This research use medical record of pregnant women in general hospital of Jombang periods January 2009 – December 2010. The samples that used are 32 patients with CHM as case group and 32 normal pregnant women as control group. Data were analyzed by descreptive statistic and presented in distribution frequency table. Then, calculated value of Odds Ratio (OR) and analyzed by chi-square test.

Result: From the calculation, the value of OR is 0.29 (OR<1); it means there was not significant correlation between maternal age and complete hydatidiform mole.

Conclusion: There was not significant correlation between maternal age and complete hydatidiform mole.

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan umum ... 3

1.3.2 Tujuan khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Manfaat klinis... 3

1.4.2 Manfaat akademis ... 3

1.4.3 Manfaat masyarakat ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mola Hidatidosa ... 4

(9)

2.1.2 Epidemiologi ... 4

2.1.3 Anatomi Fisiologi Plasenta ... 6

2.1.4 Etiologi ... 7

2.1.5 Patogenesis ... 7

2.1.6 Faktor resiko ... 9

2.1.7 Klasifikasi... 13

2.1.7.1 Mola hidatidosa komplit ... 13

2.1.7.2 Mola hidatidosa parsial ... 18

2.1.8 Manifestasi klinis ... 22

2.1.9 Dasar diagnosis mola hidatidosa ... 25

2.1.10 Diagnosis pasti MHK ... 27

2.1.11 Penatalaksanaan ... 27

2.1.12 Kurva regresi β hCG pascaevakuasi ... 33

2.1.13 Prognosis ... 34

2.2 Hubungan Uaia Ibu Hamil dengan MHK ... 35

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 37

3.2 Hipotesis Penelitian ... 38

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 39

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.3 Populasi dan Sampel ... 39

4.3.1 Populasi ... 39

(10)

4.3.3 Besar sampel ... 39

4.3.4 Karakteristik sampel penelitian ... 40

4.3.5 Variabel penelitian ... 40

4.3.5.1 Variabel bebas... 40

4.3.5.2 Variabel tergantung ... 40

4.3.6 Definisi operasional variabel ... 40

4.4 Alat dan Bahan Penelitian ... 41

4.5 Prosedur Penelitian ... 41

4.6 Analisis Data ... 41

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 5.1 Distribusi Sampel Peneliti... 42

5.1.1 Distribusi sampel berdasarkan usia ibu hamil... 42

5.1.2 Distribusi sampel berdasarkan tingkat paritas (P)... 43

5.1.3 Distribusi sampel berdasarkan riwayat abortus... 43

5.1.4 Distribusi sampel berdasarkan riwayat MH sebelumnya... 44

5.1.5 Distribusi sampel berdasarkan riwayat gemelli... 44

5.2 Analisis Data... 44

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Distribusi Sampel Penelitian ... 46

6.2 Hubungan antara Usia Ibu Hamil dengan Kejadian MHK... 47

BAB 7 KESIMPILAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 49

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Mola Hidatidosa Parsial Dan Mola Hidatidosa Komplit 22

Tabel 5.1 Distribusi Sampel Bedrsarkan Usia Ibu Hamil ... 42

Tabel 5.2 Distribusi Sampel Bedrsarkan Tingkat Paritas ... 43

Tabel 5.3 Distribusi Sampel Bedrsarkan Riwayat Abortus ... 43

Tabel 5.4 Distribusi Sampel Bedrsarkan Riwayat MH sebelumnya ... 44

Tabel 5.5 Distribusi Sampel Bedrsarkan Riwayat Gemelli ... 44

Tabel 5.6 Crosstabs 2x2 Usia Ibu Hamil dan MHK ... 45

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Plasenta... 7

Gambar 2.2 Bentuk Makoskopis Mola Hidatidosa Komplit ... 14

Gambar 2.3 Karyotipe Mola Hidatidosa Komplit ... 15

Gambar 2.4 Gambaran Histologi Mola Hidatidosa Komplit ... 17

Gambar 2.5 Pemeriksaan Ultrasonografi Mola Hidatidosa Komplit ... 18

Gambar 2.6 Bentuk Makoskopis Mola Hidatidosa Parsial ... 19

Gambar 2.7 Karyotipe Mola Hidatidosa Parsial ... 19

Gambar 2.8 Gambaran Histologi Mola Hidatidosa Komplit ... 20

(13)

DAFTAR SINGKATAN

Ca : Calcium

GTD : Gestational Trophoblastic Disease GTT : Gestational Trophoblastic Tumor

hCG : human Chorionic Gonadotropin

HPV : Human Papilloma Virus

IU : International Unit

MHK : Mola Hidatidosa Komplit MHP : Mola Hidatidosa Parsial NGT : Nasogastric Tube

PA : Patologi Anatomi

PCR : Polymerase Chain Reaction

PTU : propil-tiuracil

RFLP : fingerprinting,restriction fragmen lenght polymorphism

OR : Odds Ratio

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah TBC : Tuberculosis

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Altman AD, 2008, Maternal Age Related Rates of Gestational Trophoblastic

Disease, Obstetrics & Gynecology, 112, pp. 244-250.

Benirschke K, 2005, Pathology of the Human Placenta,5th ed,Springer, USA, pp. 718-722.

Benson RC, 2008, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, ed 9, EGC, Jakarta, pp. 567-568.

Berek JS, Novak E, 2007, Berek and Novak’s Gynecology, 14th ed, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp.1581-1589.

Berek JS, Hacker NF, 2009, Berek and Hacker's Gynecologic Oncology, 5th ed, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp. 593-597.

Berkowitz RS, Goldstein DP, 2009, Molar Pregnancy, The new England Journal of medicine, 360;16, pp.1639-1643.

Berkowitz RS, Goldstein DP, 2000, Gestational trophoblastic Neoplasia, 3rd ed, WB Saunders Company, Philadelphia.

Brinton LA, Lacev JV, dan Sherman ME, 2005, Epidemiology of Gynecologic

Canser di dalam Principles and Practice of Gynecologic Oncology 4th ed,

Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Cunningham FG dkk, 2010, Williams Obstetri, 23rd ed, EGC, Jakarta, pp. 257-261.

Cunningham FG dkk, 2005, Williams Obstetri, 21rd ed, EGC, Jakarta, pp. 931-935.

Daftary SN, Desai SV, 2006, Obstetrics and Gynaecology-2 For Postgraduates

and Practitioners, BI Publications Pvt Ltd, New Delhi, pp. 306-308.

Fox H, 2007, Pathology of The Placenta, 3rd ed, Saunders Elsevier, USA, pp.431-434.

Heffner LJ, Schust DJ, 2005, At a Glance Sistem Reproduksi, ed 2, Erlangga, Jakarta.

(16)

Kruger TF, Botha MH, 2007, Clinical Gynaecology, 3rd ed, Juta & Co.Ltd, Cape town, South Africa, pp. 535-536.

Leveno KJ, 2004, Obstetri Williams :Panduan Ringkas, 21th ed, EGC, Jakarta, pp.524-529.

Lumongga F, 2009, Images Analysis Densitas DNA Pada Mola Hydatidiform, Departemen Patologi Anatomi USU, Medan.

Manuaba IAC, Manuaba IBGF, dan Manuaba IBG, 2008, Buku Ajar Patologi

obstetri, EGC, Jakarta, pp. 86-87.

Manuaba IAC, Manuaba IBGF, dan Manuaba IBG, 2007, Pengantar Kuliah

Obstetri, EGC, Jakarta, pp. 720-722.

Martadisoebrata, 2005, Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas

Gestasional, EGC, Jakarta, pp. 7-41.

Morgan M, Siddighi S, 2005, Obstetrics and gynecology, ed 5, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, pp. 202-205.

Morgan G, 2009, Obstetri & Ginekologi : Panduan Praktik, ed 2, EGC, Jakarta, pp. 360-361.

Notoatmodjo S, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Nadesul H, 2001, Cara sehat selama hamil, Niaga Swadaya, Jakarta, pp. 1-3. Padubidri V, Anand E, 2006, Texbook of Obstetrics, BI publications Pvt Ltd, New

Delhi, pp. 88-94.

Saleh ZA, 2005, Kanker Ginekologi : Klasifikasi dan Petunjuk Pelaksanaan

Praktis, ed 3, Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/RSMH,

Palembang

Sastrawinata S, 2004, Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi, ed 2, EGC, Jakarta, pp. 29-32.

Sudiono J, 2001, Penuntun Praktikum Patologi Anatomi, EGC, Jakarta, pp. 9-10. Thapa K dkk., 2010, Trend of Complete Hydatidiform Mole, JNMA, 177, pp.

10-13.

(17)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mola Hidatidosa

2.1.1 Definisi Mola Hidatidosa

Suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH) secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. MH biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang MH terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham FG, 2010).

2.1.2 Epidemiologi

Angka kejadian MH secara pasti sangatlah bervariasi di dalam beberapa populasi yang berbeda. Pada penelitian epidemiologi ditemukan angaka kejadian MH di Amerika Serikat adalah 108 per 100.000 kehamilan; di Itali 62 per 100.000 kehamilan, di Indonesia 993 per 100.000 kehamilan, dan di Cina 667 per 100.000 kehamilan (Benirschke K, 2005).

(18)

5

hampir semua data epidemiologi merujuk terutama untuk MHK dan relatif sedikit yang diketahui tentang epidemiologi MHP (Fox H, 2007).

MH cenderung lebih sering terjadi pada wanita dengan usia reproduksi yang ekstrim (Hayashi et al; La Vecchia et al; Atrash et al; Bagswe et al; Paradinas et al; Di Cintio et al; Sebire et al ) oleh karena itu populasi MH pada kehamilan usia dini dan usia tua diharapkan lebih tinggi dibanding dengan kehamilan pada rentang usia yang lebih terbatas. Hal ini dapat menjelaskan beberapa perbedaan observasi regional tetapi tentu tidak semuanya (Fox H, 2007).

Upaya untuk mendefinisikan peranan etnik, gizi, dan sosioekonomi dalam keragaman MH secara regional pada umumnya tidak berhasil, namun pada penemuan baru-baru ini dalam insiden MH di bagian Asia, faktor sosioekonomi harus diikutsertakan (Fox H, 2007).

(19)

6

2.1.3 Anatomi fisiologi plasenta

Plasenta normal memiliki trofoblas yang diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan bentuk sitologinya. Yang dimaksud vilus trofoblas adalah trofoblas yang tumbuh bersama vili korionik, sedangkan ekstravilus trofoblas adalah trofoblas yang menginfiltrasi ke dalam desidua, miometrium dan pembuluh darah plasenta. Trofoblas dibagi menjadi tiga tipe : sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas intermediet. Sitotrofoblas bertanggung jawab untuk proliferasi, sinsitiotrofoblas bertanggung jawab memproduksi sebagian besar hormon, dan bentukan diantara keduanya adalah trofoblas intermediet yang bertanggung jawab atas invasi endometrium dan implantasi (Kruger TF, 2007).

Sinsitiotrofoblas memproduksi hCG pada hari ke-12 kehamilan. Sekresi meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya pada minggu ke-8 sampai ke-10 kehamilan. Pada hari ke-12 kehamilan human Placental

Lactogen (hPL) juga terdapat di sinsitiotrofoblas. Produksi terus

(20)

7

[image:20.595.177.469.93.305.2]

http://elsaindah.blogspot.com/2009_02_01_archive.html

Gambar 2.1 Anatomi Plasenta

2.1.4 Etiologi

Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Oleh karena itu, pengetahuan pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindari terjadinya MH, seperti tidak hamil di usia ekstrim dan memperbaiki gizi (Martaadisoebrata, 2005).

2.1.5 Patogenesis

(21)

8

proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi (Martaadisoebrata, 2005).

Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasi maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, dimana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio (Martaadisoebrata, 2005).

Reynolds mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke 13 dan 21, mengalami kekurangan asam folat dan histidine, akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan hidrofik (Martaadisoebrata, 2005).

Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban dan lain-lain), secara seimbang (Martaadisoebrata, 2005).

Imprint gen mempunyai peranan yang penting pada perkembangan

(22)

9

yang dicetak secara paternal. Pada keadaan ini trofoblas displasia, namun janin tidak terberntuk (Heffner LJ, 2005).

Studi yang dilakukan pada mencit memperlihatkan bahwa gen yang berasal dari paternal mempunyai peranan dalam perkembangan plasenta dan gen yang berasal dari maternal berperan dalam perkembangan fetus. Sehingga perkembangan materi genetik paternal dapat menyebakan proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pada MHK hanya punya DNA paternal sehingga terjadi proliferasi trofoblas yang banyak bila dibandingkan MHP (Lumongga, 2009).

Identifikasi kromosom paternal mempunyai peranan penting dalam diagnosis MH, maka banyak dikembangkan teknik pemeriksaan yang berasal dari paternal kromosom. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah :

Polymerase Chain Reaction (PCR). DNA fingerprinting, restriction

fragmen lenght polymorphism (RFLP) assesment, short tandem repeat –

derived DNA polymorphism, flowcytometri dan analisis DNA dengan

menggunakan images analysis (Lumongga, 2009). 2.1.6 Faktor resiko

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya MH adalah : a. Usia ibu

Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF, hal ini berhubungan dengan keadaan patologis ovum premature dan

postmature (Kruger TF, 2007). Ovum patologis terjadi karena gangguan

(23)

10

(Martaadisoebrata, 2005). Jika ovum patologis tersebut dibuahi oleh satu sel sperma maka karyotipe yang dihasilkan adalah 46,XX homozigot dan ini adalah karyotipe tersering yang ditemukan pada MHK (90%) (Berek, 2007).

Menurut Berek, ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko untuk MHK meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun dan 7,5 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 40 tahun (Berek, 2007).

b. Status gizi

Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya (Saleh, 2005).

Studi kasus kontrol dari Italia dan Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa asupan makanan rendah karoten dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan MHK. Daerah dengan tingginya insiden kehamilan mola juga memiliki frekuensi tinggi kekurangan vitamin A. Faktor diet, karena itu, sebagian dapat menjelaskan variasi regional dalam insiden MHK (Berek, 2007).

(24)

11

mungkin menjadi faktor penyebab MH. Kekurangan vitamin A menyebabkan penyusutan janin dan kegagalan pembangunan epitel pada hewan betina dan degenerasi epitel semineferous dengan penurunan perkembangan gamet yang pada hewan jantan (Berek, 2009).

c. Riwayat obstetri

Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan riwayat aborsi spontan sebelumnya (Brinton LA, 2005). Sebuah MH sebelumnya juga merupakan faktor resiko yang kuat (Berek, 2009). Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik (Saleh, 2005).

d. Genetik

Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian sitogenetik Kajii et al dan Lawler et al, menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan, pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif (Martaadisoebrata, 2005).

e. Kontrasepsi oral dan perdarahan irreguler

(25)

12

penggunaan. Sepuluh tahun atau lebih meningkatkan resiko lebih dari 2 kali lipat (Berek, 2009). Pada salah satu penelitian efek ini terbatas pada pengguna estrogen dosis tinggi, meskipun pada penelitian yang lain menyebutkan pil tidak berefek pada komplikasi pascaMH (Hoskins WJ, 2005).

f. Golongan darah

Ibu dengan golongan darah A dan ayah dengan golongan darah A atau O memiliki resiko meningkat dibandingkan dengan semua kombinasi golongan darah lain . Penemuan ini mendukung faktor genetik atau faktor imunologik berkaitan dengan histokompatibilitas ibu dan jaringan trofoblas. (Hoskins WJ, 2005)

g. Merokok, konsumsi alkohol, infeksi

Merokok dilaporkan meningkatkan resiko GTD. Resiko relatif wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari adalah 2,6 dibandingkan 2,2 pada wanita yang merokok kurang dari 15 batang per hari. Lama waktu merokok berhubungan dengan insiden GTD. Peran alkohol dan infeksi (Human Papilloma virus, Adenovirus, dan Tuberkulosis) juga telah dipertimbangkan (Berek, 2009).

(26)

13

2.1.7 Klasifikasi

MH diklasifikasikan menjadi MHK dan MHP berdasarkan morfologi, histopatologi, dan karyotip (Daftary dan Desai, 2006). MHP harus dipisahkan dari MHK, karena antara keduanaya terdapat perbedaan yang mendasar, baik dilihat dari segi patogenesis (sitogenetik), klinis, prognosis, maupun gambaran PA-nya (Martaadisoebrata, 2005).

2.1.7.1 Mola hidatidosa komplit

MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur. Mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua lapisan trofoblas (Sastrawinata S, 2004).

Pada waktu yang lalu MHK rata-rata terjadi pada usia kehamilan 16 minggu, tetapi pada saat ini dengan kemajuan teknologi ultrasonografi, MHK dapat didetiksi pada usia kehamilan yang lebih muda. Secara klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan pasien melihatkan gejala toksik kehamilan. Abortus terjadi dengan perdarahan abnormal dan disertai dengan keluarnya jaringan mola. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan titer

serum β human Chorionic Gonadotropin (β hCG) yang jumlahnya diatas

82,350 mlU/ml (Lumongga, 2009). a. Gambaran makroskopis

(27)

14

bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 centimeter. Massa tersebut dapat tumbuh besar sehingga memenuhi uterus (Sudiono J, 2001).

[image:27.595.250.438.140.338.2]

(N Engl J Med, 2001)

Gambar 2.2 Bentuk Makoskopis MHK

b. Karyotipe

MHK mempunyai komplemen genetik yang androgenik, yaitu material genetik berasal dari paternal (Lumongga, 2009). MHK biasanya mempunyai kariotype 46 XX dan kromosom dari mola diperoleh sepenuhnya dari ayah. Sebagian besar MHK adalah homozigot dan timbul dari ovum kosong yang telah dibuahi oleh sperma haploid (23X), yang mereplikasi dari kromosomnya sendiri. Kromosom pada MHK berasal dari pihak ayah dan DNA mitokondria berasal dari pihak ibu (Berkowitz RS, 2009).

(28)

15

abnormal 46XX karyotip. Sedangkan 10% kasus, ovum yang kosong dibuahi oleh dua sperma, hasilnya adalah abnormal 46XX atau 46XY kariotype (Morgan, 2005).

Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban dan lain-lain), secara seimbang. Karean tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidrofik seperti anggur (Lumongga, 2009).

[image:28.595.185.454.383.726.2]

(Berek, 2007)

(29)

16

Mengapa ada ovum yang kosong bisa terjadi karena gangguan pada miosis, ynag seharusnya diploid 46XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa yang disebut sebagi nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK, ovum 0 inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan struktural kromosom, berupa balanced translocation (Martaadisoebrata, 2005).

c. Gambaran mikroskopis

Gambaran mikroskopis dari MHK adalah udem pada vili dengan pembentukan sisterna. Sisterna adalah rongga aseluler yang terletak pada bagian tengah vilous yang berisi cairan udem. Tetapi tidak semua vili terdapat sisterna. Pada vili dapat dijumpai nekrosis dan kalsifikasi parsial. Pembuluh darah pada vili biasanya tidak terlihat, oleh karena perkembangan fetus yang terhenti pada awal masa pembentukan plasenta. Sel-sel trofoblas hiperplasia dan proliferasi abnormal yang terdapat disekeliling vili korion (Lumongga, 2009).

Gambaran histologi MHK :

(30)

17

[image:30.595.219.402.83.236.2]

(Berek, 2007)

Gambar 2.4 Gambaran Histologi MHK

d. Hasil pemeriksaan USG

MHK dicirikan oleh pembengkakan vili korionik, pada ultrasonografi ditemukan pola vesicular. MHK yang didiagnosis dalam trimester pertama menunjukkan kavitas yang kurang dan vili yang lebih kecil. Namun demikian, ultrasonografi masih bisa digunakan untuk mendeteksi sebagian besar kasus. Sebagai contoh, dalam satu laporan dari 24 kasus MHK pada trimester pertama (usia kehamilan, 8,7 minggu), 17 kasus (71%) yang didiagnosis dengan benar pada pemeriksaan ultrasonografi awal (Berkowitz RS, 2009).

(31)

18

Sumber : The new England Journal of medicine (Berkowitz RS, Goldstein DP, 2009).

Gambar 2.5

Pemeriksaan Ultrasonografi MHK

Pada pemeriksaan utrasonografi terlihat sebuah uterus yang terisi oleh kista multipel dan area ekogenik yang bervariasi ukuran dan bentuknya (snow-storm appearance) tanpa adanya embrio dan fetus. Dengan menggunakan pemeriksaan ini, 79% MHK dapat dideteksi (Wladimiroff W, 2009).

2.1.7.2 Mola hidatidosa parsial

Merupakan keadaan dimana perubahan mola bersifat lokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion. Umumnya janin mati pada bulan pertama (Sudiono J, 2001). a. Gambaran makroskopis

[image:31.595.270.418.83.225.2]
(32)

19

[image:32.595.245.451.83.217.2]

http://library.med.utah.edu/WebPath/jpeg2/PLAC066.jpg

Gambar 2.6 Bentuk Makroskopis MHP

b. Karyotipe

Karyotip biasanya triploid 69,XXX, 69,XXY, atau 69,XYY dengan satu komplemen haploid ibu dan dua haploid ayah. Janin pada mola parsial memiliki stigmata triploid, yaitu malformasi kongenital multipel dan hambatan pertumbuhan, serta tidak mungkin hidup (Leveno KJ, 2004).

[image:32.595.178.499.438.574.2]

(Lumongga, 2009)

Gambar 2.7 Karyotipe MHP

c. Gambaran mikroskopis

Gambaran mikroskopis yang tampak adalah sebagian vili immatur yang relatif normal dan sebagian lagi vili yang membesar dengan degenerasi hidrofik. Pada tepi vili terdiri dari sel-sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang tersusun ireguler berbentuk

(33)

20

trofoblas yang disebabkan oleh pemotongan tangensial vili pada tepi vili yang irregular. Pada vili dapat terjadi fibrosis yang fokal. Derajat atipia dan proliferasi trofoblas tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan MHK. Pembuluh darah pada vili sering dijumpai (Lumongga, 2009).

[image:33.595.214.436.220.411.2]

(Berek, 2007)

Gambar 2.8 Gambaran Histologi MHP

Pada gambaran histologi tampak bagian vili yang avaskuler, terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili yang vaskuler dari sirkulasi darah fetus. Plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan (Sudiono J, 2001).

d. Hasil pemeriksaan USG

(34)

21

kedua temuan telah dicatat, nilai prediktif positif untuk mola parsial 87%, meskipun temuan ini belum divalidasi. Periksaan ultrasonografi seperti pada gambar 2.9 dari pasien dengan mola parsial trimester pertama. Menunjukkan perubahan vesikular fokal di dalam plasenta dan janin dengan kantung gestasional (bawah) (Berkowitz RS, 2009).

Sumber : The new England Journal of medicine (Berkowitz RS, 2009).

Gambar 2.9

Pemeriksaan Ultrasonografi Mola Parsial

(35)
[image:35.595.106.518.95.313.2]

22

Tabel 2.1 Perbedaan Mola Hidatidosa Parsial dan Mola Hiadatidosa Komplit

Gambaran MHP MHK

Karyotipe Umumnya 69,XXX atau

69,XXY

46,XX atau a6,XY

Patologi

Janin Saring ada Tidak ada

Amnion, sel darah merah janin Biasanya ada Tidak ada

Edema vilus Bervariasi fokal Merata

Proliferasi trofoblas Bervariasi, fokal, ringan hingga sedang

Merata

Gambaran klinis

Diagnosis Missed abortion Gestasi mola

Ukuran uterus Kecil untuk usia kehamilan 50% lebih besar dari usia kehamilan

Kista teka-lutein Jarang >25% tergantung modalitas diagnosis

Penyulit medis Jarang Menjadi berkurang dengan diagnosis dini

Penyakit pascamolar < 5% 15%- 4%

(The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), 2004)

2.1.8 Manifestasi Klinis

Gejala yang dapat ditemukan pada MH adalah: a. Perdarahan

(36)

23

b. Ukuran Uterus

Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah kelainan yang etrsering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi yangyang diharapkan berdasarka usia gestasi. Uterus mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara, karena konsistensiny yang lunak di bawah dinding abdomen yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar (Cunningham FG, 2005).

c. Aktivitas janin

Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas simfisis, bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin terdapat plaseta kembar dengan perkembangan kehamilan MHK pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinya tampak normal (gambar 2.12). demikian juga, walaupun sangat jarang, plasenta mungkin mengalami perubahan mola yang luas tetapi disertai janin hidup (Cunningham FG, 2005).

d. Hiperemesis Gravidarum

(37)

24

e. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I

Preeklamsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan biasa, bisa ringan, berat, bahkan sampai eklamsia. Hanya saja pada MHK terjadinya lebih dini. Hal yang paling penting adalah keterkaitan MH dengan preeklamsia yang menetap hingga ke trimester kedua. Memang, karena preeklamsia jarang dijumpai sebelum 24 minggu, preeklamsia yang terjadi sebelum ini mengisyaratkan MH (Leveno KJ, 2004).

f. Kista lutein unilateral/bilateral

Pada banyak kasus MH, ovarium mengandung banyak kista teka lutein yang diperkirakan terjadi akibat stimulasi berlebihan elemen-elemen lutein oleh hormon gonadotropin korion (hCG) dalam jumlah besar, dapat mengalami torsio infark, dan perdarahan. Karena kista mengecil setelah melahirkan, ooferektomi jangan dilakukan, kecuali jika ovarium mengalami infark yang luas (Leveno KJ, 2004).

g. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin. h. Embolisai

i. MHP biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis sebagai abortus inkomplit atau missed abortion.

(38)

25

Karena efek hCG yang mirip tirotropin, kadar tiroksin plasma pada wanita dengan MH sering meningkat, tetapi biasanya jarang terjadi gejala klinis hipertiroidisme (Leveno KJ, 2004).

2.1.9 Dasar diagnosis mola hidatidosa Diagnosis diagnosis MH berdasarkan : 1. Gejala hamil muda yang sangat menonjol

a. Emesis gravidarum – hiperemesis gravidarum b. Terdapat komplikasi

1) Tirotoksikosis (2-5%)

2) Hipertensi – preeklamsia (10-15%) 3) Anemia akibat perdarahan

4) Perubahan hemodinamik kardiovaskuler berupa gangguan fungsi jantung dan gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli paru

2. Pemeriksaan palpasi a. Uterus

1) Lebih besar dari usia kehamilan (50-60%) 2) Besarnya sama dengan usia kehamilan (20-25%) 3) Lebih kecil dari usia kehamilan (5-10%)

b. Palpasi lunak seluruhnya 1) Tidak teraba bagisan janin

(39)

26

3. Pemeriksaan USG serial tunggal

a. Sudah dapat dipastikan MH tampak seperti TV rusak b. Tidak terdapat janin

c. Tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan dapat tampak janin

4. Pemeriksaan laboratorium

a. β-hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mIU/ml

b. β-hCG serum di atas 40.000 mIU/ml (Manuaba, 2007).

Sejak sel trofoblas (yang memproduksi hCG) mengalami hiperplastik pada MH, adanya MHK dicirikan oleh peningkatan hCG yang nyata. Tingkat hCG lebih besar dari 100.000 mIU per mililiter sebelum evakuasi yang diamati pada 30 dari 74 pasien dengan MHK (41%) dalam satu seri dan 70 dari 153 pasien dengan MHK (46%)(Berkowitz RS, 2009).

Dibandingkan dengan MHK, MHP dicirikan oleh kurang menonjolnya hiperplasia trofoblastik. Dengan demikian, pasien dengan mola parsial jarang disertai dengan peningkatan hCG yang tinggi. Dilaporkan tingkat hCG serum yang lebih besar dari 100.000 mIU per mililiter pada presentasi hanya 2 dari 30 pasien dengan mola parsial. Demikian pula, hanya 1 dari 17 pasien dengan mola parsial (Berkowitz RS, 2009).

Pemeriksaan lain yang dapat diguakan adalah :

(40)

27

2. Penyuntikan bahan kontras secara intrauterin, foto abdomen, akan tampak gambaran seperti sarang tawon.

3. Pemeriksaan MRI a. Tidak tampak janin b. Jaringan MH jelas terlihat

Pemeriksaan terakhir jarang dipergunakan karena dengan USG diagnosis sudah jelas. Sekitar 10% kasus dijumpai MHP (Manuaba, 2007).

2.1.10 Diagnosis pasti mola hidatidosa komplit

Diagnosis pasti MHK ditentukan oleh hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, yang secara mikroskopis tampak sebagai berikut; stroma vili korialis yang edematus, yang tidak mengandung pembuluh darah (tanpa vaskularisasi), disertai hiperplasi dari sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrofoblas.

Beberapa pakar menganggap bahwa dengan melihat gambaran PA-nya, dapat diprediksi apakah MHK itu akan mengalami transformasi keganasan atau tidak. Antara lain dikatakan, kalau ditemukan proliferasi sel-sel trofoblas yang berlebihan, kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar. (Martaadisoebrata, 2005)

2.1.11 Penatalaksanaan

(41)

28

Terapi MH terdiri dari 4 tahap yaitu : 1. Memperbaiki keadaan umum

a. Koreksi dehidrasi

b. Transfusi darah bila anemia berat

c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol.

d. Penatalaksanaan hipertiroidisme.

Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, ß-bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi) penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi (Martadisoebrata, 2005).

(42)

29

atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4 yang cepat (Martadisoebrata, 2005).

ß-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam (Martadisoebrata, 2005).

2. Pengeluaran jaringan mola

Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum uteri kosong. Penggunaan uterotonika tidak dianjurkan selama proses evakuasi dengan kuret hisap atau kuret tajam. Untuk menghentikan perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi. Induksi dengan medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena meningkatkan emboli trofoblas (Martadisoebrata, 2005).

Teknik evakuasi MH ada 2 cara yaitu : a. Kuretase

(43)

30

2). Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

3). Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%. 4). Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu 5). Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi

Anatomi. b. Histerektomi

Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan : 1). Usia > 35 tahun

2). Anak hidup > 3 orang (Martadisoebrata, 2005).

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Caranya :

a. Methotrexate (MTX) 20 mg/hari i.m, asam folat 10 mg 3dd1 dan Cursil 35 mg 2dd1, selama 5 hari berturut-turut.

(44)

31

Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca MH adalah sebagai berikut :

a. Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter, urine >30.000 IU/24 jam).

b. Kadar hCG yang meningkat progresif pasca evakuasi

c. Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca evakuasi. d. Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal, hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru. (Saleh, 2005).

Ada pendapat yang mengatakan, bahwa bila setelah diberikan profilaksis sitostatika terjadi juga keganasan, pengobatannya lebih sukar. Oleh karena itu, banyak pakar yang tidak setuju dengan pemberian profilaksis ini. Disamping alasan di atas, merekan mengatakan juga bahwa sitostatika itu sering memberikan efek samping yang membahayakan. Dengan follow up yang baik, kita dapat membuat diagnosis keganasan secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan secara kuratif, akan dapat mengobatinya secara efektif (Martaadisoebrata, 2005).

4. Penatalaksanaan pasca evakuasi Tujuan follow up ada dua :

a. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal, baik anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya kadar Β-hCG dan kembalinya fungsi haid.

(45)

32

Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follw up berlangsung selama satu tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Dalam tiga bulan pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol setiap dua minggu. Kemudian, tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan. Selanjutnya dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan.

Selama follow up, hal-hal yang perlu dicatat adalah : a. Keluhan, terutama perdarahan, batuk atau sesak nafas

b. Pemeriksaan ginekologis, terutama adanya tanda-tanda sub-involusi c. Kadar Β-hCG , terutama bila ditemukan ada tanda-tandadistorsi dari kurva regresi yang normal.

Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan salah satu dari tanda-tanda di atas, penderita harus dirawat kembali, untuk pemeriksaan yang lebih intensif, seperti USG, foto toraks dan lain-lain.

Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil

normal lagi, atau bila setelah setahun, tidak ada keluhan, uterus dan kadar

Β-hCG dalam batas normal, serta fungsi haid sudah normal kembali.

(46)

33

Jenis kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, atau kalau Β -hCG sudah normal, atau haid sudah normal kembali, dapat menggunakan pil kombinasi. Bila pil antihamil diberikan sebelum Β-hCG normal, kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar. Jangan menggunakan IUD atau preparat progesteron jangka panjang, seperti DepoProvera atau Norplant, karena kedua-duanya dapat menyebabkan gangguan perdarahan, yang bisa menyerupai salah satu tanda adanya transformasi keganasan (Martaadisoebrata, 2005).

2.1.12 Kurva regresi Β-hCG paskaevakuasi

Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar Β-hCG akan menurun secara perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu rata-rata yang diperlukan untuk mencapai kadar normal (<5 mIU/ml) adalah 12 minggu. Ada beberapa jenis kurva regresi antara lain yang dibuat oleh Mochizuki. Menurut Mochizuki pada keadaan normal, β-hCG akan turun sebagai berikut:

[image:46.595.221.434.502.725.2]

(Martaadisoebrata, 2005).

Gambar 2.10

(47)

34

Bila terjadi distorsi dari kurva regresi yang normal, berarti terjadi keganasan. Karena itu, diagnosis dini TTG ditegakkan dengan memperhatikan kurva regresi ini, dengan syarat penderita harus patuh melakukan follow up.

Mungkin harus dipikirkan cara yang lebih sederhana yang dapat dilakukan di daerah, misalnya sebagai berikut. Seperti diketahui , menurut Mochizuki, β-hCG akan menjadi normal (<5mIU/ml) pada minggu ke-12. Sampai minggu ke-12, sebaiknya follow up dilakukan secara klinis saja. Kalau sampai minggu ke-12 tidak ditemukan hal-hal yang mencurigakan, baru diperiksa β-hCG secara semi kuantitatif, misalnyadengan Test Pack (Abbot). Test Pack mempunyai sensitivitas 25 mIU/ml di urine, berarti 50 mIU/ml di darah (Nishimura). Jadi, bila pada minggu ke-12 Test Pack positif, berarti sudah ada distorsi dari kurva regresi dan diagnosis TTG dini sudah dapat ditegakkan. Selanjutnya baru diperiksa β-hCG secara kuantitatif untuk kepentingan prognosis dan terapi. Secara teoritis pola pikir ini dapat dibenarkan. Untuk membuktikan kebenarannya perlu dilakukan penelitian. Bila terbukti benar, akan sangat memudahkan follow up, yang pada gilirannya akan memperbaiki prognosis (Martaadisoebrata, 2005).

2.1.13 Prognosis

(48)

35

Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi, seperti :

a. Usia di atas 35 tahun

b. Besar uterus di atas 30 minggu c. Kadar Β-hCG di atas 105 mIU/ml d. Gambaran PA mencurigakan

Saat ini, sudah hampir tidak ada kematian karena MHK. Dibanding MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%). Walaupun demikian, dalam kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP yang disertai metastasis ke tempat lain . penderita MHP harus di follow up sama ketatnya seperti MHK (Martaadisoebrata, 2005).

2.2 Hubungan Usia Ibu Hamil dengan MHK

(49)

36

Usia ibu secara konsisten terbukti meningkatkan resiko MH pada wanita yang lebih muda dari 20 tahun dan lebih tua dari 35 tahun, terkait dengan kerusakan pada pembentukan dan fungsi oosit pada usia reproduksi yang ekstrim, dan hanya terkait dengan MHK saja (Altman AD, 2008). Ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko untuk MHK meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun dan 7,5 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 40 tahun (Berek, 2007).

Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF, hal ini berhubungan dengan keadaan patologis ovum premature dan

postmature (Kruger TF, 2007). Ovum patologis terjadi karena gangguang

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Plasenta
Gambar 2.2 Bentuk Makoskopis MHK
Gambar 2.3 Karyotipe MHK
Gambar 2.4 Gambaran Histologi MHK
+6

Referensi

Dokumen terkait

Haryani, Ayu Putri. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Usia &gt;35 tahun berubungan dengan kerusakan sel endothel pembuluh darah karena proses penuaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah ibu hamil yang menderita anemia,usia yang paling sering menderita anemia pada ibu hamil, dan klasifikasi anemia yang paling

Alhamdulillahi Rabbil’Alamiin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul

konstipasi paling sering terjadi pada anak dengan usia 24-36 bulan (Koocay et..

pada tahun 2015 di Yogyakarta dimana penelitian tersebut menunjukan bahwa ibu hamil pada usia reproduksi tidak sehat berisiko lebih besar untuk melahirkan dengan BBLR

Pada penelitian di RSUD Ulin Banjarmasin bagian Obstetri dan Ginekologi didapatkan usia dengan risiko abortus berulang yaitu usia muda yg berkisar &lt; 20

Kanker payudara sangat jarang ditemukan pada wanita dengan usia dibawah 35 tahun (Syafir, 2011). Dimana usia tersebut merupakan usia lanjut yang biasanya sering terjadi

Selain itu, kehamilan pada usia &lt;20 tahun juga dapat terjadi karena lingkungan dan budaya, misalnya lingkungan dan budaya masyarakat yang masih tinggal