LAMPIRAN 1
WAWANCARA DENGAN PEMILIK TOKO
NO INDUK MASALAH PERTANYAAN JAWABAN
1. Sejarah Toko 1. Kapan awal
berdirinya toko ini?
1. Sekitar 5 tahun yang lewat. 2. Berapa jumlah
karyawan pada awal berdirinya toko ini?
2. Pada awalnya hanya 2 karyawan, tapi sekarang sudah
menjadi 5. 3. Apakah toko ini
sudah mensuplai produk semen sejak awal berdirinya toko
ini?
3. Tentu sudah.
4. Dari mana munculnya ide untuk
mensuplai produk semen?
4. Ada saudara juga yang mempunyai panglong, jadi dapat informasi kebanyakan dari saudara tadi termasuk semen. 5. Produk semen apa
saja yang ada pada toko ini?
5. Hanya semen padang 6. Kenapa harus
dengan merk semen tersebut?
6. Udah dikenal saja, sejak 5 tahun silam telah
mensuplai produknya. Lagian semen padang ini yang
biasa dibeli di masyarakat.
2. Biaya 7. Biaya apa saja
yang akan dibebankan disaat melakukan pesanan
produk semen?
7. Paling kena ongkos bahan bakar dengan ongkos angkut
kegudang. 8. Apakah pemilik
telah menetapkan biaya pemeliharaan
pada toko ini?
8. Tidak ada. Kalau ada asset bangunan yang rusak diperbaiki
didistribusikan? pasti yang jelas dikirim dari
Belawan. 10. Seperti apakah
proses pesanan yang dilakukan?
10. Ditelepon terlebih dahulu. 11. Berapakah waktu
yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendistribusikannya?
11. Sekitar 2-4 jam setelah
ditelepon 12. Kendala apa saja
yang membuat pesanan tersebut lama sampai ke toko
ini?
12. Biasanya karena kemacetan
lalu lintas, terkadang belum
di muat di truk semennya, jadi proses muatan tersebut yang membuat lama. 13. Berapa waktu
yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk
bongkar muatan produk semen
tersebut?
13. Dari truk kegudang itu paling sekitar 1-2
jam. 14. Selama melakukan pesanan, apakah kegiatan operasional dihentikan untuk sementara? 14.Tidak, hanya terhambat prosesnya.
4. Rantai Pasokan 15. Apakah produk yang dipesan dikirim
langsung dari perusahaan atau
pihak ketiga?
15. Langsung dari perusahaan yang
di Belawan.
16. Apakah pemilik menerapkan sistem manajemen untuk mengelola toko ini
untuk mensuplai produk tersebut?
16. Tidak ada. Kira-kirakan saja.
5. Ramalan Persediaan 17. Berapa kapasitas maksimum yang dapat ditampung
pada gudang tersebut?
17. sekitar 1200-an.
pemilik lakukan saat pelanggan hendak
membeli produk semen, namun persediaan yang ada
telah habis?
belum rezeki, biasanya hal tersebut jarang
terjadi, paling ditunda pembeliannya
atau pembeli mencari di toko
yang lain. 19. Kapan pemilik
akan melakukan pesanan kembali?
19. Tidak ada takarannya. Kalau
terlihat sudah mau habis persediaannya di
pesan lagi. 20. Apakah pemilik
menggunakan suatu sistem untuk menakar
jumlah persediaan?
LAMPIRAN 2
PEDOMAN PENGUMPULAN DATA DAN BERKAS
NO TEORI KONSEP PERTANYAAN
1. 1. Model Economic Order Quantity
1. Menentukan jumlah pesanan yang optimal (EOQ)
1. Berapa sak semen yang dapat terjual dari bulan April hingga Juni? 2. Menentukan
frekuensi pesanan (f)
2. Berapa kali pemesanan dilakukan untuk memenuhi persediaan dari bulan April hingga Juni? 3. Menentukan waktu antar pesanan (t)
3. Berapa tenggang waktu pesanan kembali dilakukan dari awal pesanan hingga produk dipesan kembali karena kehabisan stok persediaan? 4. Total persediaan
(TIC)
4. Berapa total keseluruhan pesanan semen dari bulan April hingga Juni? 2. 2. Supply Chain Management 1. Menentukan
LAMPIRAN 3
[image:6.595.158.469.364.649.2]DOKUMENTASI SELAMA PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aminuddin. 2005. Prinsip - Prinsip Riset Operasi. Jakarta: Erlangga.
Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Gitosudarmo, Indriyo & Agus Mulyono. 2000. Manajemen Bisnis Logistik. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta.
Nasution, Arman Hakim & Yudha Prasetyawan. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Niswonger, C. Rollin E,Fees & Carl S Warren. 2000. Prinsip-Prinsip Akuntansi, Edisi Kesembilan belas. Penerjemah Alfonsus Sirait dan Helda Gunawan. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Pujawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya. Putra, Nusa. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Manajemen. Jakarta: Rajawali
Pers.
Singarimbun, Masri. 2006. Metode Penelitian survey. Jakarta: LP3ES
Swastha, Basu. 2001. Manajemen Penjualan. Yogyakarta: BPFE –Yogyakarta. Tampubolon, Manahan P. 2004. Manajemen Operasional. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Skripsi:
Harahap, Syaparuddin. 2009. Analisis Perencanaan Dan Pengawasan Persediaan Barang Dagangan Dengan Metode Economic Order Quantity Pada PT. FastFood Indonesia Cabang Medan.
Hutajulu, Margaret Febrika 2008. Perencanaan dan Pengawasan Persediaan Barang Dagangan untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan Pada PT. Sinar Baru Medan.
Limansyah, Taufik. 2011. Analisis Model Persediaan Barang EOQ dengan Mempertimbangkan Faktor Kedaluarsa dan Faktor All Unit Discount.
Nainggolan, Monika. 2012. Model Pengendalian Persediaan EOQ dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment(VMI-C).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu metode dimana data yang dikumpulkan kemudian disusun, diinterpretasikan, dianalisis, dan diklarifikasikan sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. Peneliti mengumpulkan data penelitian, dokumen-dokumen dan hasil wawancara dengan pemilik toko material dan literatur-literatur lainnya sehubungan dengan objek yang diteliti untuk mengetahui permasalahan penelitian dan mencari penyelesaiannya.
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Toko Material Panglong Jaya Bangun Jalan Bilal No.10A Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Penelitian yang akan dilakukan mulai dari Bulan April, Mei dan Juni 2016 berdasarkan data yang didapat dan dikembangkan seperlunya demi perbaikan-perbaikan dan dapat dimengerti oleh pembaca nantinya.
3.3Definisi Konsep
Menurut Singarimbun (2006:33) konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Definisi konsep dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
2. Supply Chain Management adalah sistem pengelolaan dari tempat dilakukan pesanan persediaan sampai kepada konsumen akhir sebagai pengguna barang/jasa tersebut.
3. Meramal Persediaan adalah memprediksi tingkat kebutuhan dimasa datang terhadap suatu produk yang permintaannya relatif stabil dan dapat dipenuhi pada saat melakukan pesanan.
3.4Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data biasanya dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang di butuhkan dalam penelitian yang sedang berjalan. Teknik ini diharapkan agar mempermudah peneliti dalam menelaah kajian yang mendalam sebagai data yang konkrit dan dapat dipertahankan oleh peneliti pada saat diujikan kebenarannya. Adapun kategori teknik pengumpulan data yang akan digunakan yakni sebagai berikut:
1. Dokumentasi, teknik pengumpulan data dengan melakukan pendataan langsung terhadap dokumen-dokumen yang ada pada Toko material Panglong Jaya Bangun seperti bukti pesanan, periode distribusi, dan lain sebagainya. 2. Wawancara. Wawancara kualitatif juga disebut wawancara naturalistik,
3.5Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang diperoleh, maka penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang dilakukan dimana data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan, disusun, di interpretasikan dan dianalisis sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi, hasilnya kemudian dibandingkan dengan kebijakan yang telah diterapkan oleh pemilik toko sebelumnya. Metode analisis data dilakukan guna memenuhi dan menjawab permasalahan yang tengah dihadapi oleh penulis. Proses penyusunan data melalui tiga tahap analisis sebagai berikut:
1. Tahap pengumpulan data, merupakan tahap yang pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data tetapi juga merupakan suatu kegiatan mengklasifikasikan dan pra analisis.
2. Tahap analisis (Ramalan Persediaan dengan Model EOQ), yakni mengumpulkan informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan penelitian pada perusahaan/toko material yang akan diteliti. Tahap selanjutnya akan menjadi hasil kesatuan dari analisis data yang ada.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1.Sejarah Usaha
Toko material Usaha Panglong Jaya Bangun merupakan toko yang menyediakan berbagai jenis kebutuhan untuk bangunan. Toko yang awal mulanya beroperasi sejak Maret 2011 silam. Pemilik masih dalam tahap pembelajaran tentang bagaimana proses pengembangan usaha yang mampu merangkul seluruh masyarakat sekitar hingga pada akhirnya menjadi unggulan di kota Medan. Toko yang dibangun berdasarkan modal individual (dari pemilik sendiri) dengan ketekunan dan tekad yang kuat untuk membangun kembangkan usahanya sendiri.
Pada awal mula tahap pengenalan usaha kesekitar masyarakat, dengan bermodalkan 2 karyawan dan sebuah mobil pengangkut (carry), mencoba bersaing dengan keunggulannya yang mampu memfasilitasi pelanggan yang membeli dengan cara menghantarkan produk yang dibeli langsung menuju lokasi yang di inginkan oleh pembeli. Lambat laun, usaha ini mulai dikenal dengan keunggulan serta menyajikan bermacam bentuk material bangunan untuk di pilih oleh calon pembeli.
juga senantiasa memenuhi produk tertentu untuk di suguhkan kepada calon pembeli sebagai substansi. Adapun produk semen yang tawarkan pada toko material Usaha Panglong Jaya Bangun ini adalah produk semen bermerk Semen Padang.
Semen padang dianggap sebagai produk yang memenuhi standar ekonomis dan berkualitas. Telah dikenal oleh masyarakat luas dan beredar diseluruh Indonesia. Semen yang di distribusikan dengan truk dalam kapasitas yang besar guna menghemat biaya pengiriman serta pengulangan yang tidak perlu.
Toko material Usaha Panglong Jaya Bangun ini mulai beroperasi sekitar pukul 07.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Dalam menjalankan usahanya, pemilik menjadi pemimpin otoriter dan tegas terhadap karyawan agar tidak menyelewengkan kepercayaan yang diembankan pada setiap karyawan. Karyawan diberi fasilitas menginap sebagai tempat tinggal di tempat usaha dan makan tanpa potongan gaji. Namun hanya dikhususkan bagi karyawan perantauan yang belum memiliki tempat tinggal tetap.
4.1.2.Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan bagian penting dalam sebuah organisasi khususnya organisasi yang ingin berkembang seperti usaha. Pada toko material Usaha Panglong Jaya Bangun ini memiliki struktur organisasi yang masih terbilang standar. Struktur yang terbentuk berdasarkan tanggung jawab yang diembankan kepadanya. Struktur ini memang pada umumnya tidak tergambar pada tempat usaha yaitu Usaha Panglong Jaya Bangun. Maksud dari kata tidak tergambar disini adalah adanya struktur yang terbentuk dengan sendirinya berdasarkan kekuatan dari anggota yang bekerja ditempat usaha ini. Kekuatan yang dilihat dari keahlian dan bakat yang dimiliki per masing-masing karyawan. Berikut peneliti gambarkan peranan masing-masing dari setiap anggota yang menduduki struktur organisasi berdasarkan hasil observasi lapangan:
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Toko Material Usaha Panglong Jaya Bangun
Sumber: Hasil Penelitian (2016) 4.1.3.Deskripsi Jabatan
Setiap kedudukan memangku tanggung jawab masing-masing. Setiap struktur usaha bisa dipastikan bahwa kedudukan teratas memiliki tanggung jawab dan kekuatan untuk memerintah anggota yang ada dibawahnya. Kekuatan ini terbentuk bisa saja berdasarkan pengalaman atau lama dia bekerja. Berikut akan di
Pemilik Usaha
Karyawan II
Karyawan I Karyawan III
[image:20.595.113.512.456.602.2]deskripsikan tanggung jawab pada masing-masing kedudukan pada struktur organisasi Toko Material Usaha Panglong Jaya Bangun.
a. Pemilik Usaha
Sebagai seorang pemilik usaha sekaligus pemimpin pada toko material Usaha Panglong Jaya Bangun berkewajiban memegang risiko dan tanggung jawab yang besar demi keberhasilan usahanya. Sebagai seorang yang memiliki kedudukan teratas dapat dipastikan akan memegang semua kendali pada usaha, baik dari segi keuangan, pengawasan, pembukuan sampai kepada pemenuhan produk yang persediaannya telah menipis. Pemilik juga berhadapan langsung dengan pelanggan, juga menerima bermacam pesanan jarak jauh. Sebagai pengambilan keputusan disini, pemilik menjalankan pemerintahannya secara otoriter kepada karyawannya. Tak heran jika karyawan banyak yang tidak mapu bertahan dan pada akhirnya memilih untuk mengundurkan diri.
Pemilik dalam memilih karyawan kebanyakan diambil dari satu daerah saja, dimana orang-orang yang pendidikannya terputus hanya di bangku sekolah dasar (SD) dan belum berkeluarga (menikah). Alasan pemilik melakukan hal demilikian adalah agar lebih mudah diatur dan tidak melawan titah dari pemillik. Para karyawan yang bekerja juga diberi kenyamanan akan failitas dan jam istirahat yang cukup banyak. Karyawan yang dipilih atau akan bekerja pada usaha ini biasanya karyawan yang mengganggur di tempat dia tinggal. Sehingga tidak ada pilihan selain menerima pekerjaan ini karena tidak memiliki ijazah yang cukup kuat untuk melamar pekerjaan dipemerintahan.
Pada kedudukan ini, karyawan yang diberi kepercayaan penuh untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang bersifat langsung (tanpa order/pengiriman), menghadapi pelanggan saat pemilik sedang ada kesibukan, menawarkan bermacam substansi apabila produk yang di inginkan pembeli telah habis atau tidak tersedia pada toko, serta mengawasi kegiatan para karyawan yang lain secara langsung.
c. Karyawan II dan III
Pada kedudukan ini, karyawan diberi kepercayaan untuk menghantarkan produk yang diorder/di pesan oleh pelanggan baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi jarak jauh (handphone). Karyawan yang diberi tanggung jawab untuk mengemudikan mobil usaha dan memuat barang yang telah dipesan oleh pelanggan dan langsung dikirim kelokasi yang diinginkan oleh pelanggan. d. Karyawan IV dan V
Pada kedudukan ini, dianggap sebagai wakil dari karyawan II dan III untuk membantu proses memuat sampai kepada pengiriman produk yang dipesan oleh pelanggan.
4.2Penyajian Data
4.2.1 Identifikasi Model Economic Order Quantity (EOQ)
Identifikasi dilakukan untuk mengenali sumber masalah yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Saat peneliti melakukan wawancara terhadap pemilik, pemilik sedikit kebingungan karena memang ini penelitian yang baru pertama kali dilakukan pada usaha ini. Peneliti mendapatkan data dari hasil wawancara dan observasi yang disertai surat pengantar dan faktur dari perusahaan pemasok semen. Berikut data yang akan terlampir pada saat akan melakukan analisis terhadap data, sebagai berikut:
1. Tanggal. Waktu dilakukannya pesanan produk semen hingga pada saat bongkar muatan.
2. Jumlah (sak). Jumlah keseluruhan produk yang telah dipesan pada Perusahaan semen yang kuantitasnya ditentukan berdasarkan keinginan pemilik toko sendiri.
3. Biaya Penyimpanan. Biaya yang dibebankan kepada pemilik, namun bukan dalam bentuk pemeliharaan. Biaya ini lebih mengarah kepada proses melakukan penyimpanan semen kegudang yang dihitung per-sak semen.
4. Biaya Pembelian produk. Biaya pada saat melakukan pembelian produk yang dihitung per-sak semen diluar dari harga produk semen itu sendiri.
5. Biaya pemesanan. Biaya ini merupakan rata-rata penggunaan biaya alat komunikasi yang digunakan (handphone) sewaktu melakukan pesanan agar mempermudah penulis untuk melakukan penelitian.
Tabel 4.1
Periode Pesanan produk semen selama 3 bulan No.
Tanggal
Jumlah
(sak)
Biaya
Penyimpanan
(sak)
Biaya
Pembelian
Produk (sak)
Biaya
Pemesananan
1. 02 April 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
2. 04 April 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
3. 07 April 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
4. 14 April 2016 300 Rp.300 Rp.400 Rp.200
5. 18 April 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
6. 26 April 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
7. 30 April 2016 300 Rp.300 Rp.400 Rp.200
8. 03 Mei 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
9. 08 Mei 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
10. 10 Mei 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
11. 16 Mei 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
12. 20 Mei 2016 300 Rp.300 Rp.400 Rp.200
13. 25 Mei 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
14. 30 Mei 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
15. 03 Juni 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
16. 11 Juni 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
17. 20 Juni 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
18. 24 Juni 2016 400 Rp.300 Rp.400 Rp.200
Sumber: dokumentasi dan wawancara kepada pemilik toko (2016).
Data diatas merupakan data hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti. Data ini dapat menunjang kelangsungan penelitian yang akan dilakukan. Pemilik melakukan pemesanan produk semen hanya pada saat stok semen telah habis terjual. Artinya pemilik baru akan memesan kembali jika produk semen benar-benar sudah kosong. Hal ini yang menjadi fokus penelitian yang akan dijadikan target utama karena tindakan yang dilakukan oleh pemilik cukup berisiko. Keputusan tersebut tentunya dapat membuat calon pembeli akan langsung pergi mencari produk semen pada toko lain.
4.2.2 Identifikasi Berbasis Supply Chain Management (SCM)
[image:25.595.111.516.653.741.2]Fokus utama penelitian ini adalah terletak pada pendekatan ini. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meminimalisir biaya-biaya serta konsistensi waktu yang terpakai selama melakukan pemesanan produk semen. Pendekatan ini baru dapat dianalisa setelah mengetahui aspek-aspek biaya serta waktu pengiriman dari hulu (perusahaan) sampai ke hilir (tempat usaha). Seperti yang terlihat bahwasanya Model Economic Order Quantity (EOQ) telah membahas bermacam rangkaian biaya yang dikeluarkan selama pesanan dan berikut akan dibahas efisiensi waktu selama pengiriman produk semen pada pendekatan Supply Chain Management (SCM), dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Pendekatan Supply Chain Management (SCM) dari Segi Waktu Pesanan
NO. Jenis Kegiatan Keterangan
1. Lama Pengiriman 1 – 4 jam
2. Bongkar muatan ke gudang 1 – 2 jam
Data diatas didapat dari hasil wawancara terhadap pemilik usaha. Perusahaan produk semen yang berlokasi disekitar Belawan (tempat dimana Usaha ini memesan produk semen) lebih mengutamakan pelanggan yang membayar produk tunai (bukan kredit). Salah satunya adalah Toko Material Usaha Panglong Jaya Bangun ini. Perusahaan tentunya selalu siap sedia mengisi muatan Produk semen kedalam truk untuk didistribusikan kepelanggannya guna menghemat waktu.
Namun beberapa waktu perusahaan sengaja mengalihkan distribusi produk kepelanggan yang telah membayar tunai produknya. Hal ini tentunya membuat usaha sedikit kesulitan dalam memprediksikan lama pengiriman produk yang dipesan. Belum lagi jika terjadi kemacetan lalu lintas selama diperjalanan.
4.2.3 Identifikasi Peramalan Persediaan
Persediaan memang harus tetap di awasi pemenuhannya, karena persediaan terlalu sensitif. Tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu sedikit. Untuk mengidentifikasikannya diperlukan patokan ataupun alat ukur untuk pemenuhan persediaan tersebut. Adapun alat ukurnya sebagai berikut:
a. Inventory turnover rate. Pada toko material Panglong Jaya Bangun, tingkat perputaran persediaannya masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari persediaan yang tidak tertata. Produk semen baru akan dipesan saat produk telah habis terjual atau pada saat mendapat proyek besar-besaran. Pada pengukuran ini biasanya disebut juga sebagai jumlah kebutuhan barang selama satu periode dengan simbol “D” untuk menghitungnya.
mengukur frekuensi dapat dihitung dengan membagi tingkat persediaan (D) dengan rata-rata pesanan (Q) selama satu periode.
c. Fill rate. Pada toko material Panglong Jaya Bangun, persentase jumlah item yang harus tersedia sebelum melakukan pesanan ulang biasanya mendekati nol (persediaan habis). Untuk mengukurnya dapat dilakukan dengan menghitung pesanan yang ekonomis (EOQ), frekuensi pesanan (f), dan selisih antar pesanan (t).
Setelah mengetahui alat ukur untuk menentukan kapasitas persediaan, diperlukan pula klasifikasi untuk menentukan jenis persediaan tersebut. Jika dilihat dari bentuknya, produk semen dapat dikatakan sebagai produk jadi (finished produk). Namun jika dilihat berdasarkan fungsinya, produk semen adalah produk yang berbentuk pipeline, dimana persediaan muncul diakibatkan adanya waktu tenggang pemenuhannya dari satu tempat ketempat yang lain. Produk yang dikirim dari pabrik perusahaan untuk diecerkan oleh toko material ini.
Komponen-komponen biaya persediaan dapat diidentifikasikan dengan menentukan kategori biaya-biaya tersebut, adapun komponen-komponennya sebagai berikut:
a. Biaya pembelian. Biaya pembelian produk semen biasanya Rp.45400 /sak. b. Biaya pemesanan. Biaya pemesanan produk semen adalah Rp.200 /pesan. c. Biaya simpan. Biaya simpan produk semen adalah Rp.300 /sak.
Pada jenis penjualan, toko material Panglong Jaya Bangun termasuk dalam kategori Technical selling. Sebagai pengecer yang meningkatkan penjualan dengan cara member arahan kepada pembeli akhir dari produk semen yang dijual, dan pemilik lebih kepada kriteria sales engineer dalam melakukan penjualan. 4.3Analisis Data
Analisis data dilakukan ketika seluruh data yang dibutuhkan telah terpenuhi. Analisis yang dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang sedang diteliti oleh penulis. Adapun masalah yang sedang diteliti yaitu bagaimana meramal persediaan semen pada Usaha Panglong Jaya Bangun.
Meramal dalam artian meminimalisir ketidakpastian yang muncul yang diakibatkan ketidaktahuan. Adapun proses ramalan persediaan semen pada penelitian ini yaitu berdasarkan data dari Model Economic Order Quantity (EOQ) dan Pendekatan Supply chain Management (SCM).
4.3.1 Analisis Model Economic Order Quantity (EOQ)
Berdasarkan data yang telah terkumpul, model Economic Order Quantity (EOQ) yang tepat pada usaha ini yaitu model Economic Order Quantity (EOQ)
Statis (Sederhana). Hal ini dikarenakan asumsi-asumsi yang ada pada model ini lebih mendekati dari pada asumsi-asumsi model yang lain walaupun ada beberapa asumsi yang tidak terpenuhi. Adapun asumsi-asumsi yang ada pada Model Statis ini yakni:
12. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan,
13. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (storage), dan
14. Tidak ada quantity discount.
Ketujuh asumsi diatas diperkirakan dapat menjawab kapasitas persediaan yang dibutuhkan oleh Usaha Panglong Jaya Bangun sebelum melakukan pemesanan ulang. Tujuan Model ini adalah untuk menentukan jumlah (Q) setiap kali pemesanan (EOQ) sehingga dapat meminimasi biaya total persediaan. Setelah selesai mengidentifikasi data yang diperlukan, maka dilanjutkan ketahap analisis, sebagai berikut:
1. Model Economic Order Quantity (EOQ) Statis untuk Bulan April 2016
Untuk penelitian pertama akan menganalisa data pada periode bulan pertama yaitu bulan April. Pada bulan ini terdapat 7 periode pesanan yang dilakukan, dan rata-rata pemesanan dilakukan saat stok persediaan mencapai nol (kosong). Adapun metode yang diperlukan untuk menganalisa bulan pertama yaitu dengan memasukkan data kedalam rumus yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Diketahui; D = 2600 sak
k = Rp.200 /pesan x 7 pesanan = Rp.1400 h = Rp.300 /sak
Jawaban;
�= � 2�� ℎ
�= � 2(2600)(1400)
300
���= √ 24266.66
�= 155.777 ��� (156 ���)
b. Menghitung banyaknya frekuensi pesanan; � = �
Q
� = 2600 155.777
� = 16.690 ������������ (17 �����������������������)
c. Menghitung waktu antara satu pesanan kepesanan berikutnya;
t = Q
� �ℎ��������������
t = 155.777
2600 � 26 ℎ���
t = 1.557 ℎ��� (������� 37 ���)
d. Menghitung total biaya; ��� = √ 2��ℎ
��� = ��. 46733.285
2. Model Economic Order Quantity (EOQ) Statis untuk Bulan Mei 2016
Pada bulan ini terdapat 7 periode pesanan yang dilakukan, dan sama halnya dengan bulan sebelumnya bahwasanya rata-rata pemesanan dilakukan saat stok persediaan mencapai nol (kosong). Adapun metode yang diperlukan untuk menganalisa bulan kedua tidak ada perbedaan sama sekali dengan bukan sebelumnya yaitu dengan memasukkan data kedalam rumus yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Diketahui: D = 2700 sak
k = Rp.200 /pesan x 7 pesanan = Rp.1400 h = Rp.300 /sak
Jawaban;
a. Menghitung jumlah unit semen setiap melakukan pesanan;
�= � 2�� ℎ
�= � 2(2700)(1400)
300
���= √ 25200
�= 158.745 ��� (159 ���)
b. Menghitung banyaknya frekuensi pesanan; � = �
Q
� = 2700 158.745
c. Menghitung waktu antara satu pesanan kepesanan berikutnya; t = Q
� �ℎ��������������
t = 158.745
2700 � 26 ℎ���
t = 1.528 ℎ��� (������� 37 ���)
d. Menghitung total biaya; ��� = √ 2��ℎ
��� = ��. 47623.523
Jadi, total pesanan yang ekonomis (EOQ) untuk bulan Mei 2016 adalah dengan melakukan pesanan sebanyak 159 sak setiap kali melakukan pesanan dengan siklus pesanan sebanyak 17 kali per-bulan dengan dengan selisih pesanan setiap 37 jam dan total pengeluaran biaya sebanyak Rp.47623.523 untuk sekali pesanan.
3. Model Economic Order Quantity (EOQ) Statis untuk Bulan Juni 2016
Pada bulan ini terdapat 5 periode pesanan yang dilakukan, dan sama halnya dengan bulan sebelumnya bahwasanya rata-rata pemesanan dilakukan saat stok persediaan mencapai nol (kosong). Adapun metode yang diperlukan untuk menganalisa bulan kedua tidak ada perbedaan sama sekali dengan bukan sebelumnya yaitu dengan memasukkan data kedalam rumus yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Diketahui: D = 2000 sak
Jawaban;
a. Menghitung jumlah unit semen setiap melakukan pesanan;
�= � 2�� ℎ
�= � 2(2000)(1000)
300
���= √ 13333.33
�= 115.470 ��� (115 ���)
b. Menghitung banyaknya frekuensi pesanan; � = �
Q
� = 2000 115.470
� = 17.320 ������������ (17 �����������������������)
c. Menghitung waktu antara satu pesanan kepesanan berikutnya; t = Q
� �ℎ��������������
t = 115470
2000 � 26 ℎ���
t = 1.501 ℎ��� (������� 36 ���)
d. Menghitung total biaya; ��� = √ 2��ℎ
��� = ��. 34641.016
36 jam berjalan dengan total pengeluaran biaya sebanyak Rp.34641.016 untuk sekali pesanan.
4.3.2 Analisis Berbasis Supply Chain Management (SCM)
Setelah melakukan identifikasi dan analisis data pada Model Economic Order Quantity (EOQ), didapat beragam data setiap bulan berjalan. Namun,
Model pesanan yang ekonomis (EOQ) hanya membahas tentang efisiensi pengeluaran biaya dan manajemennya agar lebih terlihat teratur dan terjadwal. Model pesanan yang ekonomis tidak terlalu memperhatikan lama pengiriman sewaktu melakukan pesanan dan bongkar muatan yang tentu saja terjadi pada bulan tersebut.
Pendekatan Supply Chain Management (SCM) ini diharapkan mampu menganalisa ketepatan biaya yang sesungguhnya dengan memperhatikan pemakaian waktu atau analisa lebih kepada operasional yang sepenuhnya. Analisa yang dilakukan yakni pada saat tenggang proses pengiriman sampai kepada berakhirnya bongkar muatan. Akan dianalisa sebagai berikut:
1. Pendekatan Supply Chain Management (SCM) pada Analisa EOQ untuk bulan April 2016
Pendekatan Supply Chain Management (SCM) dilakukan dengan mengurangi waktu antara satu pesanan ke pesanan berikutnya (t). Dengan mengakumulasikan rata-rata penggunaan waktu selama proses pengiriman dan bongkar muatan, sebagai berikut:
Diketahui:
Total waktu antara satu pesanan ke pesanan berikutnya dikurangi 3 jam sebagai waktu pemenuhan persediaan (delay). Maka akan didapat data:
Menghitung waktu antara satu pesanan kepesanan berikutnya; t = Q
� �ℎ��������������
t = 155.777
2600 � 26 ℎ���
t = 1.557 ℎ��� (������� 37 ���)
t = 37 ��� −3 ���
t = 34 ���
Jadi, Total waktu antara satu pesanan ke pesanan berikutnya adalah sekitar 34 jam.
2. Pendekatan Supply Chain Management (SCM) pada Analisa EOQ untuk bulan Mei 2016
Sama halnya seperti pada bulan sebelumnya, pendekatan Supply Chain Management (SCM) dilakukan dengan mengurangi waktu antara satu pemesanan
ke pemesanan berikutnya (t0). Dengan mengakumulasikan rata-rata penggunaan
waktu selama proses pengiriman dan bongkar muatan, sebagai berikut: Menghitung waktu antara satu pesanan kepesanan berikutnya;
t = Q
� �ℎ��������������
t = 158.745
2700 � 26 ℎ���
t = 1.528 ℎ��� (������� 37 ���)
t = 37 ��� −3 ���
Jadi, Total waktu antara satu pesanan ke pesanan sama seperti bulan sebelumnya, yaitu sekitar 34 jam.
3. Pendekatan Supply Chain Management (SCM) pada Analisa EOQ untuk bulan Juni 2016
Sama halnya seperti pada bulan sebelumnya, pendekatan Supply Chain Management (SCM) dilakukan dengan mengurangi waktu antara satu pemesanan
ke pemesanan berikutnya (t0). Dengan mengakumulasikan rata-rata penggunaan
waktu selama proses pengiriman dan bongkar muatan, sebagai berikut: Menghitung waktu antara satu pesanan kepesanan berikutnya;
t = Q
� �ℎ��������������
t = 115.470
2000 � 26 ℎ���
t = 1.501 ℎ��� (������� 36 ���)
t = 36 ��� −3 ���
t = 33 ���
Jadi, Total waktu antara satu pesanan ke pesanan sama seperti bulan sebelumnya, yaitu sekitar 33 jam.
4.3.3 Analisis Ramalan Persediaan
Analisis Ramalan Persediaan pada penelitian ini baru akan dapat dilakukan setelah mendapat data yang konkrit dari Model Economic Order Quantity (EOQ) dan Pendekatan Supply Chain Management (SCM). Analisis
Pada Model Economic Order Quantity (EOQ), dapat dipastikan bahwa setiap jumlah tersebut telah habis terjual (stok kosong), baru akan dilakukan pesanan kembali. Pada Pendekatan Supply chain Management (SCM), dapat dilihat waktu operasional yang sebenarnya terjadi dengan memperhitungkan kerugian selama pengiriman dan bongkar muatan produk.
Analisis ramalan persediaan dapat dilakukan dengan membagi jumlah dari pesanan yang ekonomis (EOQ) terhadap waktu antara satu pesanan ke pemesanan berikutnya (t) dan dikalikan dengan waktu tenggang (SCM), sebagai berikut:
1. Ramalan persediaan untuk Bulan April 2016
Ramalan persediaan untuk bulan ini dapat dilakukan dengan memasukkan hasil atau jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ) yang bagi oleh waktu antara satu pesanan ke pesanan berikutnya (t), kemudian dikalikan dengan tenggang waktu (SCM), sebagai berikut:
�= � 2(2600)(1400)
300
�= 155.777 ��� (156 ���)
t = 155.777
2600 � 26 ℎ���
t = 1.557 ℎ��� (������� 37 ���)
3 jam =� − ���
3 jam = 37 ��� − ���
SCM = 3 ���
Ramalan Persediaan = Q
Ramalan Persediaan = 155.777
37 ��� � 3 ���
Ramalan Persediaan = 12.630 ��� (13 ���)
Jadi, persediaan yang seharusnya tersedia pada saat akan melakukan pesanan adalah sekitar 13 sak.
2. Ramalan persediaan untuk Bulan Mei 2016
Ramalan persediaan untuk bulan ini sama seperti pada bulan sebelumnya, dapat dilakukan dengan memasukkan hasil atau jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ) yang bagi oleh waktu antara satu pesanan ke pesanan berikutnya (t0),
kemudian dikalikan dengan tenggang waktu (SCM), sebagai berikut:
�= � 2(2700)(1400)
300
�= 158.745 ��� (159 ���)
t = 158.745
2700 � 26 ℎ���
t = 1.528 ℎ��� (������� 37 ���)
3 jam =� − ���
3 jam = 37 ��� − ���
SCM = 3 ���
Ramalan Persediaan = Q
� ����
Ramalan Persediaan = 158.745
37 ��� � 3 ���
Ramalan Persediaan = 12.871 ��� (13 ���)
3. Ramalan persediaan untuk Bulan Juni 2016
Ramalan persediaan untuk bulan ini sama seperti pada bulan sebelumnya, dapat dilakukan dengan memasukkan hasil atau jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ) yang bagi oleh waktu antara satu pesanan ke pesanan berikutnya (t0),
kemudian dikalikan dengan tenggang waktu (SCM), sebagai berikut:
�= � 2(2000)(1000)
300
�= 115.470 ��� (115 ���)
t = 115.470
2000 � 26 ℎ���
t = 1.501 ℎ��� (������� 36 ���)
3 jam =� − ���
3 jam = 36 ��� − ���
SCM = 3 ���
Ramalan Persediaan = Q
� ����
Ramalan Persediaan = 115.470
36 ��� � 3 ���
Ramalan Persediaan = 9.622 ��� (10 ���)
Jadi, persediaan yang seharusnya tersedia pada saat akan melakukan pesanan adalah sekitar 10 sak.
4.4 Pembahasan
pesanan yang dilakukan. Model ini hanya terfokus pada tingkat ekonomis dan mengabaikan efisiensi waktu walaupun telah dikaitkan dengan manajemen rantai pasokan. Pemilik usaha malah menjadi disibukkan dengan seringnya melakukan pesanan daripada sebelum menggunakan model pesanan yang ekonomis ini. Jadi penelitian ini member dampak positif dan negatif. Dari segi positif dapat mengelola kebutuhan persediaan setiap periodenya dan dampak negatifnya membuat pemilik usaha menjadi lebih sering memesan.
Dari hasil analisa persediaan sebelumnya, pemilik akan mendapatkan gambaran tentang berapa jumlah kebutuhan unit produk selama satu periode, berapa biaya pesanan, berapa biaya penyimpanan, berapa biaya pembelian, serta waktu antara satu pesanan ke pesanan berikutnya. Dalam meramal tentunya tidak akan selalu tepat pada kenyataannya. Arahnya lebih kepada mendekati atau mungkin jauh dari apa yang diharapkan. Ramalan ini dapat difungsikan untuk meminimalisir risiko kelebihan atau kekurangan produk. Ramalan dapat dilakukan dengan meramal dan menghitung hasilnya berdasarkan rumus yang telah ditetapkan pada penelitian sebelumnya.
Toko material Usaha Panglong Jaya Bangun akan terlihat lebih teratur dan terarah jika ada aplikasi pendorong yang menjadi wadah untuk mewujudkannya. Dengan meramal persediaan jauh hari sebelum pengambilan keputusan merupakan strategi yang tepat untuk mengatur tatanan operasional yang dilakukan ditempat usaha. Bukanlah hal yang rumit untuk melakukan keputusan tersebut. Dengan adanya dukungan dari Model Economic Order Quantity (EOQ) dan Supply Chain Management (SCM), bukan menjadi tidak mungkin jika usaha
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, hanya terdapat beberapa persamaan mengenai teori, metode penelitian, dan analisis yang dilakukan, karena penelitian yang dilakukan oleh penulis berdasarkan aspek bisnis bukan dari segi ekonomi ataupun lain sebagainya. Aspek ini yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara hasil penelitian dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB V PENUTUP
1.6Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai selama proses penelitian, sebagai berikut: 1. Penelitian ini telah menjawab masalah penelitian mengenai Ramalan
Persediaan Semen Pada Toko Material Panglong Jaya Bangun yang ekonomis. Namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan oleh penulis karena banyaknya periode pesanan yang akan dilakukan jika menerapkan teori mengenai Economic Order Quantity (EOQ) berbasis Supply Chain Management (SCM).
Harapan penulis sebelum melakukan penelitian adalah mampu meminimalisasi segala aspek yang berkaitan tentang persediaan semen, bukan hanya dari segi ekonomis biaya.
2. Hasil penelitian yang didapat dalam meramal persediaan yang ekonomis yakni dengan jumlah sekitar 13 sak semen pada bulan April dan Mei, dan 10 sak semen untuk bulan Juni sebelum melakukan periode pesanan berikutnya.
3. Penelitian ini kurang mendukung jika dilakukan pada usaha yang perkembangannya lambat.
1.7Saran
Terkait dengan apa yang disimpulkan, diharapkan agar kiranya:
2. Ramalan persediaan pada model ini akan dapat membantu mengelola keteraturan proses pesanan yang dilakukan, namun tidak ada batasan periode pesanan tersebut.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1Model Economic Order Quantity (EOQ)
Salah satu keputusan yang harus diambil dalam manajemen persediaan adalah ukuran pesanan. Untuk item yang permintaan atau kebutuhannya relatif stabil dalam jangka panjang, ukuran pesanan akan berimplikasi pada frekuensi pemesanan dan rata-rata persediaan yang akan disimpan oleh perusahaan. Menurut Pujawan (2005:105) semakin kecil ukuran pesanan berarti semakin cepat persediaan habis sehingga semakin sering pesanan harus dilakukan. Karena biasanya ada ongkos tetap pemesanan yang terlalu besar. Sebaliknya, kalau pesanan dilakukan dalam ukuran besar, perusahaan akan lebih jarang memesan, namun secara rata-rata harus menyimpan persediaan dalam jumlah yang lebih besar.
Model sederhana yang bisa digunakan untuk menentukan ukuran pesanan yang ekonomis adalah Model economic order quantity (EOQ). Model ini mempertimbangkan dua ongkos persediaan diatas, yakni ongkos pesan dan ongkos simpan. Ongkos pesan yang dimaksud adalah ongkos-ongkos tetap yang keluar setiap kali pemesanan dilakukan dan tidak tergantung pada ukuran atau volume pesanan. Sedangkan ongkos simpan adalah ongkos yang terjadi akibat perusahaan menyimpan barang tersebut selama suatu periode tertentu.
EOQ, bagaimanapun juga EOQ adalah model manajemen persediaan yang dapat meminimumkan total biaya. Menurut Yamit (2005:51) Model EOQ dapat dilakukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut:
1. Kebutuhan bahan baku dapat ditentukan, relatif tetap, dan terus menerus. 2. Tenggang waktu pemesanan dapat ditentukan dan relatif tetap.
3. Tidak diperkenankan adanya kekurangan persediaan; artinya setelah kebutuhan dan tenggang waktu dapat ditentukan secara pasti berarti kekurangan persediaan dapat dihindari.
4. Pemesanan datang sekaligus dan akan menambah persediaan.
5. Struktur biaya tidak berubah; biaya pemesanan atau persiapan sama tanpa memperhatikan jumlah yang dipesan, biaya simpan adalah berdasarkan fungsi linier terhadap rata-rata persediaan, dan harga beli atau biaya pembelian per unit adalah konstan (tidak ada potongan).
6. Kapasitas gudang dan modal cukup untuk menampung dan membeli pesanan. 7. Pembelian adalah satu jenis item.
Dalam persoalan persediaan dikenal beberapa model. Menurut Aminuddin (2005:148-162) masing-masing model mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan parameter persoalan. Pada dasarnya model persediaan dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu model deterministik dan model stokastik. Model deterministik semua parameternya-parameternya diasumsikan diketahui dengan pasti sedangkan model stokastik nilai-nilai parameternya tidak diketahui dengan pasti, berupa nilai-nilai acak. Berikut ini jenis-jenis persediaan determenistik: 1. Model EOQ statis (klasik).
3. Model EOQ Fixed Production Rate. 4. Model EOQ Quantity Discount. 2.1.1 Model EOQ statis (klasik)
Model persediaan statis (klasik) merupakan model persediaan yang paling sederhana dari berbagai model yang ada. Terdapat beberapa asumsi-asumsi yang ada pada Model Statis ini yakni:
1. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan, 2. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu), 3. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia. 4. Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan,
5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan,
6. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (storage), dan
7. Tidak ada quantity discount.
Adapun proses penghitungannya dengan menganalisa tahap demi tahap sebagai berikut:
Biaya Total Persediaan = Biaya Pesanan + Biaya Penyimpanan + Biaya Pembelian
Parameter-parameter yang dipakai dalam model ini adalah: D = Jumlah kebutuhan produk selama satu periode
k = Biaya pesanan setiap kali pesan
t = Waktu antara satu pemesanan kepemesanan berikutnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan mengenai: a. Jumlah pemesanan yang optimal (EOQ),
b. Frekuensi pemesanan (f), c. Waktu antar pemesanan (t0),
d. Biaya Total Persediaan yang relevan (TIC).
Adapun rumus yang akan digunakan dalam pemecahannya adalah sebagai berikut:
a. Dari rumus Wilson, rumus untuk menentukan jumlah pesanan yang optimal (EOQ):
���= �2��
ℎ
b. Rumus untuk menentukan Frekuensi pemesanan (f):
�= �
�
c. Rumus untuk waktu antar pemesanan (t0): t0=
��� �
d. Rumus untuk menentukan Total persediaan yang relevan (TIC):
��� = √ 2��ℎ
2.1.2 Model EOQ dengan back order
Pada asumsi keenam dalam model dasar EOQ adalah tidak adanya back order karena kehabisan persediaan (shortage cost). Hal ini disebabkan oleh
yang diperlukan bila memenuhi seluruh kebutuhan tanpa back order. Tujuannya adalah untuk menentukan ukuran kuantitas (Q) optimal yang meminimasi Total biaya (TIC) persediaan sehingga bisa diasumsikan sebagai berikut:
1. Berapa jumlah persediaan maksimal yang diinginkan pada awal siklus pemesanan produksi.
2. Berapa jumlah kehabisan persediaan maksimal yang diperbolehkan.
Dalam model ini dipakai asumsi bahwa perusahaan menanggung beban biaya kehabisan persediaan (shortage cost), yaitu kerugian atas ketidakmampuan perusahaan menyediakan barang yang dibutuhkan (p) dan lama kebutuhan itu baru dapat dipenuhi. Berdasarkan model dan asumsi tersebut, maka TIC persediaan model back order dapat dinyatakan dalam persamaan:
TIC = Biaya Pesanan + Biaya Penyimpanan + Biaya Kehabisan Persediaan
Adapun rumus yang akan digunakan dalam pemecahannya adalah sebagai berikut:
TIC = k�
�+
ℎH2
2� +�
(� − �)2
2�
Tujuan model persediaan ini adalah mencari nilai Q dan H yang dapat meminimasi TIC persediaan. Dengan menderivatifkan secara parsial persamaan diatas, maka diperoleh:
� =�2��
ℎ �
�+ℎ
�
�= �2��
ℎ �
Dengan memasukkan persamaan Q dan H ke persamaan TIC, maka diperoleh:
��� = √2ℎ��� �
�+ℎ
2.1.3 Model EOQ fixed production rate
Pada model ini harus dikaitkan dengan tingkat produksi dari perusahaan pemasok barang atau produsen. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi pada penggunaan model ini adalah:
1. Tingkat permintaan konstan.
2. Tingkat produksi dari pemasok konstan.
3. Tingkat produksi lebih besar dari tingkat permintaan per tahun. 4. Lead time konstan.
5. Tidak di ijinkan adanya back order. 2.1.4 Model EOQ quantity discount
Model ini didasari oleh adanya kemungkinan potongan kuantitas atau harga per unit barang bila perusahaan membeli dalam kuantitas persediaan yang lebih besar. Misalkan holding cost bervariasi sesuai ketentuan dari pemasok, maka penentuan EOQ yang optimal memerlukan perhitungan seluruh biaya-biaya minimum feasible.
Jika holding cost merupakan persentase dari harga, maka prosedur penentuan EOQ adalah sebagai berikut:
1. Untuk setiap potongan harga hitung EOQ-nya.
3. Hitung total cost tiap EOQ (setelah disesuaikan). 4. Pilih EOQ yang menghasilkan total cost terendah. 2.2Supply Chain
Supply chain atau biasa disebut sebagai rantai pasokan yang merupakan
sistem perpaduan antara ilmu dan seni yang dikaitkan dalam saluran distribusi untuk perusahaan. Awal mulanya biasa dikenal dengan sistem logistik, namun seiring perkembangan jaman teleh berubah menjadi manajemen rantai pasokan atau disebut juga sebagai supply chain management (SCM).
2.2.1 Sistem manajemen logistik
Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (2000:7) kegiatan logistik adalah suatu perpaduan dari sistem-sistem manajemen distribusi fisik, manajemen material dan transfer persediaan internal. Hal ini menyangkut masalah segala aspek gerakan fisik dari pemasok, perantara, lokasi serta fasilitas yang merupakan struktur operasi dari organisasi perusahaan yang bersangkutan. Adapun saluran distribusinya sebagai berikut:
1. Produsen – konsumen. Bentuk saluran ini yang paling pendek dan paling sederhana, karena dari produsen langsung ke konsumen. Kegiatan logistiknya juga harus menyesuaikan dengan bentuk saluran distribusi ini.
2. Produsen – pengecer – konsumen. Saluran distribusi ini sering disebut dengan saluran distribusi langsung. Pengecer besar langsung mengadakan pembelian ke produsen.
jumlah yang cukup besar kepada para pedagang besar saja, dan tidak melayani pengecer.
4. Produsen – agen – pengecer – konsumen. Produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Agen bekerja untuk perusahaan dan tidak memiliki hak kepemilikan atas barang tersebut (penghantar), dan agen ini menjalankan kegiatan perdagangan besar terhadap pengecer besar dalam saluran distribusi yang ada.
5. Produsen – agen – pedagang besar – pengecer – konsumen. Pada saluran distribusi ini, perusahaan menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya ketoko-toko kecil/pengecer.
2.1.2 Supply chain management (SCM)
Supply chain management merupakan sistem/metode pengelolaan dari
perusahaan atau pabrik sampai kepada konsumen akhir. Menurut Pujawan (2005:5) terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola:
1. Aliran barang yang mengalir dari hulu (Upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, kemudian dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir.
2. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.
sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim ataupun yang akan menerima.
2.1.3 Tantangan dalam mengelola supply chain management
Mengelola suatu supply chain bukanlah hal yang mudah. Menurut Pujawan (2005:100) supply chain melibatkan sangat banyak pihak di dalam maupun diluar sebuah perusahaan serta menangani cakupan kegiatan yang sangat luas. Ditambah lagi dengan berbagai ketidakpastian yang ada disepanjang supply chain serta semakin tingginya persaingan di pasar, supply chain management
membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang tangguh untuk bisa tetap bisa bertahan dalam dunia bisnis. Berikut akan dijelaskan beberapa tantangan dalam mengelola supply chain:
1. Kompleksitas struktur supply chain. Suatu supply chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak pihak didalam maupun diluar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam perusahaan sendiripun perbedaan kepentingan ini sering muncul. Sebagai contoh, bagian pemasaran ingin memuaskan pelanggan sehingga sering membuat kesepakatan dengan pelanggan tanpa mengecek secara baik-baik kemampuan bagian produksi. Perubahan jadwal produksi secara tiba-tiba sering harus terjadi karena bagian pemasaran menyepakati perubahan order (pesanan) dari pelanggan. Di sisi lain, bagian produksi biasanya cukup resistant terhadap perubahan-perubahan mendadak seperti itu karena akan
harus dimajukan atau diubah. Ini membuat kinerja bagian produksi kelihatan kurang bagus. Konflik antar bagian ini merupakan suatu tantangan besar dalam mengelola suplly chain.
2. Ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu supply chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang telah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengaman disepanjang supply chain. Pengaman ini bisa berupa persediaan yang berlebih (safety stock), waktu (safety time),ataupun kapasitas produksi dan transportasi. Di sisi lain ketidakpastian sering menyebabkan janji tidak bisa terpenuhi. Dengan kata lain, customer service level akan lebih rendah pada situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi. Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada supply chain, yaitu:
a. Ketidakpastian permintaan, seperti adanya kesalahan administrasi persediaan, adanya syarat jumlah pengiriman minimum dari pabrik, dan keharusan untuk mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan.
b. Ketidakpastian dari arah supplier, seperti leadtime pengiriman, harga bahan baku atau komponen, kualitas, serta kuantitas material yang dikirim.
c. Ketidakpastian internal, seperti kerusakan mesin, mesin yang tidak sempurna, ketidakpastian tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu dan kualitas produksi. 2.3Peramalan
jasa. Menurut Nasution (2008:29-33) perlu dilakukan peramalan pada beberapa bidang penting, antara lain peramalan tentang teknologi, peramalan tentang kondisi ekonomi dan peramalan permintaan. Namun untuk saat ini penulis hanya terfokus para peramalan permintaan, sebagai berikut:
2.3.1 Peramalan permintaan
Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk-produk yang diharapkan akan terealisir untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Peramalan permintaan ini digunakan untuk meramalkan permintaan dari produk yang bersifat bebas (tidak tergantung), seperti peramalan produk jadi. 2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
Permintaan akan suatu produk pada suatu perusahaan merupakan resultan dari berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam pasar. Faktor-faktor ini hampir selalu merupakan kekuatan yang berada diluar kendali perusahaan. Berbagai faktor tersebut antara lain:
1. Siklus bisnis. Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut, dan permintaan akan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk siklus bisnis dengan fase-fase inflasi, resesi, depresi dan masa pemulihan.
3. Faktor-faktor lain. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri oleh perusaha-usahaan seperti peningkatan kualitas, pelayanan, anggaran periklanan, dan kebijaksanaan pembayaran secara kredit. 2.3.3 Karakteristik peramalan yang baik
Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain sebagai berikut:
1. Akurasi. Akurasi suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan konsistensian peramalan tersebut.Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi dengan segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang terserap sia-sia.
3. Kemudahan. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumberdaya manusia, maupun peralatan teknologi. (Nasution, 2008: 32-33).
2.4Mengelola Persediaan
Persediaan menurut Niswonger (2000:359) persediaan digunakan untuk mengartikan Barang dagangan yang disimpan untuk dijual dalam operasi normal perusahaan, dan bahan yang terdapat dalam proses produksi atau disimpan untuk tujuan itu.
akan dikirim atau dijual pada suatu waktu tertentu, ada juga karena merupakan akibat dari permintaan yang terlalu sedikit dibandingkan dengan perkiraan awal. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakpastian. Ketidakpastian pada supply chain tidak hanya muncul dari arah permintaan tetapi juga dari arah pasokan dan operasi internal.
Adapun yang menjadi yang menjadi tujuan pengendalian persediaan menurut Assauri (1988:177) adalah sebagai berikut:
1. Menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan.
2. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar.
3. Menghindari pembelian secara kecil-kecilan karena akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
2.4.1 Alat ukur persediaan
Persediaan memang harus selalu diperhatikan karena terlalu sensitif. Tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu sedikit. Alat ukur yang menjadi patokan dalam memenuhi persediaan yaitu:
1. Tingkat perputaran persediaan (inventory turnover rate). Ini melihat seberapa cepat produk atau barang mengalir relatif terhadap jumlah yang rata-rata tersimpan sebagai persediaan. Nilainya bisa diukur untuk tiap individu produk atau secara agregat mewakili satu kelompok atau keseluruhan produk. Tingkat perputaran biasanya diukur dalam setahun.
ini bisa dikatakan seirama dengan tingkat perputaran persediaan. Kalau inventory days of supply panjang maka tingkat perputarannya rendah.
3. Fill rate adalah persentase jumlah item yang tersedia ketika diminta oleh pelanggan. Jadi fill rate 97% berarti ada kemungkinan 3% dari item yang diminta oleh pelanggan tidak tersedia. Akibatnya pelanggan harus menunggu beberapa lama atau pindah ketempat lain untuk mendapatkannya. Fill rate bisa di ukur untuk tiap produk secara individual atau untuk keseluruhan produk secara agregat. Untuk menciptakan supply chain management yang efektif, perusahaan mungkin harus membedakan target fill rate untuk setiap pelanggan dan tiap item. (Pujawan, 2005: 102-103).
2.4.2 Klasifikasi persediaan
Setelah mengetahui alat ukur untuk menentukan kapasitas persediaan, diperlukan pula klasifikasi untuk menentukan jenis persediaan tersebut:
1. Berdasarkan bentuknya, persediaan bisa diklarifikasikan menjadi bahan baku (raw materials), barang setengah jadi (wood in process), dan produk jadi (finished product). Klarifikasi ini biasanya hanya berlaku pada konteks perusahaan manufaktur. Produk jadi yang dihasilkan oleh supplier akan menjadi bahan baku bagi sebuah pabrik perakitan. Jadi, dalam konteks supply chain mestinya produk jadi adalah produk yang sudah tidak akan mengalami
proses pengolahan lagi dan siap digunakan oleh pemakai akhir. 2. Berdasarkan fungsinya, persediaan bisa dibedakan menjadi:
b. Cycle stock, ini adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi seperti yang didiskusikan diatas. Persediaan ini punya siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit demi sedikit berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis atau hampir habis kemudian mulai dengan siklus baru lagi.
c. Persediaan pengaman (safety stock). Fungsinya adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari yang diperkirakan dibutuhkan selama suatu periode tertentu supaya kebutuhan yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu. Menentukan berapa besarnya persediaan pengaman adalah pekerjaan yang sulit. Besar kecilnya persediaan pengaman terkait dengan biaya persediaan dan service level.
d. Anticipation stock adalah persediaan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan akibat sifat musiman dari permintaan terhadap suatu produk.
3. Persediaan juga bisa diklarifikasikan berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item yang lainnya. Item-item yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain dinamakan dependent demand item. Sebaliknya, kebutuhan dependent demand item tidak tergantung
pada kebutuhan item lain. Klasifikasi ini dilakukan karena pengelolaan kedua jenis item ini biasanya berbeda. Yang termasuk dalam dependent demand item biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat produk jadi. (Pujawan, 2005: 103-105).
Biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem persediaan. Menurut Yamit (2005:8-9) Biaya persediaan didasarkan pada parameter ekonomis yang relevan dengan jenis biaya sebagai berikut:
1. Biaya pembelian (purchase cost), yaitu harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan. Biaya per unit akan selalu menjadi bagian dari biaya item dalam persediaan. Untuk pembelian item dari luar, biaya per unit adalah harga beli ditambah biaya pengangkutan. Sedangkan untuk item yang diproduksi di dalam perusahaan, biaya per unit adlah termasuk biaya tenaga kerja, bahan baku dan biaya overhead pabrik.
2. Biaya pemesanan (order cost/setup cost), yaitu biaya persiapan yang apabila item diproduksi didalam perusahaan. Biaya ini diasumsikan tidak akan berubah secara langsung dengan jumlah pemesanan. Biaya pemesanan dapat berupa: biaya membuat daftar permintaan, menganalisis supplier, membuat pesanan pembelian, penerimaan bahan, dan pelaksanaan proses transaksi. Sedangkan biaya persiapan dapat berupa biaya yang dikeluarkan akibat perubahan proses produksi, pembuatan skedul kerja, persiapan sebelum produksi, dan pengecekan kualitas.
4. Biaya kekurangan persediaan (stockout cost), yaitu konsekuensi ekonomis atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain. Biaya kekurangan dari luar dapat berupa biaya backorder, biaya kehilangan kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika terjadi kekurangan atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan backorder atau mengganti dengan item lain atau membatalkan pengiriman.
Untuk mengatasi masalah ini secara khusus perusahaan melakukan pembelian darurat atas item tersebut dan perusahaan akan menanggung biaya tambahan (extra cost) untuk pesanan khusu yang dapat berupa biaya pengiriman secara cepat, dan tambahan biaya pengepakan.
Sedangkan menurut Tampubolon (2004:194) terdapat biaya-biaya yang timbul akibat persediaan antara lain:
1. Biaya penyimpanan, merupakan biaya yang timbul didalam menyimpan persediaan dari kerusakan. Keusangan dan kehilangan. Biaya-biaya yang termasuk didalam biaya penyimpanan antara lain sebagai berikut:
a. Biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pendingin, dan pemanasan). b. Biaya keusangan.
c. Biaya modal.
d. Biaya asuransi persediaan.
f. Biaya kehilangan barang. g. Biaya penanganan persediaan.
2. Biaya pemesanan, merupakan biaya-biaya yang timbul selama proses pemesanan sampai barang tersebut dapat dikirim eksportir atau pemasok. Adapun biayanya seperti:
a. Biaya ekspedisi. b. Biaya upah. c. Biaya telepon.
d. Biaya surat-menyurat.
e. Biaya pemeriksaan penerimaan.
3. Biaya penyiapan, merupakan biaya-biaya yang timbul didalam menyiapkan mesin dan peralatan untuk dipergunakan dalam proses konversi. Adapun biayanya seperti:
a. Biaya mesin yang menganggur. b. Biaya penyiapan tenaga kerja. c. Biaya penjadwalan.
d. Biaya ekspedisi.
4. Biaya kehabisan stok, merupakan biaya yang timbul akibat kehabisan persediaan yang timbul karena kesalahan perhitungan. Adapun biayanya seperti:
Menurut Swastha (2001:8-14) menjual adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang di lakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang ditawarkannya. Adapun jenis-jenis penjualan sebagai berikut:
1. Trade selling. Produsen dan pedagang besar mempersilahkan pengecer untuk berusaha memperbaiki distributor produk-produk mereka. Hal ini melibatkan para penyalur dengan kegiatan promosi, peragaan, persediaan dan produk baru. Jadi titik beratnya adalah pada penjualan melalui penyalur dari pada penjualan ke pembeli akhir.
2. Missionary selling. Penjualan berusaha ditingkatkan dengan mendorong pembeli untuk membeli barang-barang dari penyalur perusahaan. Di sini, wiraniaga/penjual lebih cenderung pada penjualan untuk penyalur. Jadi, penjual sendiri tidak menjual secara langsung produk yang ditawarkannya. 3. Technical seliing. Berusaha meningkatkan penjualan dengan dengan
pemberian saran dan nasehat kepada pembeli akhir dari barang dan jasanya. Dalam hal ini, tugas utama penjual adalah mengidentifikasikan dan menganalisis masalah-masalah yang dihadapi pembeli, serta menunjukkan bagaimana produk atau jasa yang ditawarkan dapat mengatasi masalah tersebut.
5. Responsive selling. Setiap tenaga penjualan diharapkan dapat memberikan reaksi terhadap permintaan pembeli. Dua jenis penjualan utama disini adalah route driving dan retailing.
Adapun jenis-jenis wiraniaga/penjual sebagai berikut:
1. Merchandising salesman. Jenis ini tidak hanya terfokus pada penjualan saja, tetapi juga membantu penyalur dalam mempromosikan penjualan produknya. Ia bertanggung jawab pula atas persediaan barang dan membantu dengan periklanan. Tugas penjualan yang dilakukan disebut trade selling.
2. Detail man. Ciri khusus dari detailman adalah tidak melakukan penjualan secara langsung. Misalnya, perusahaan obat-obatan dapat menggunakan detailman untuk memperkenalkan dan membujuk para dokter agar menggunakan obat-obatan yang diproduksinya. Tugas penjualannya disebut missionary selling.
3. Sales Engineer. Penjual yang juga dapat memberikan latihan atau demonstrasi secara teknis tentang barang-barang yang dijual. Biasanya barang-barang dijual berupa barang-barang industri; seperti instalasi, bahan mentah dan barang setengah jadi atau komponen-komponen. Tugas penjualannya disebut technical selling.
4. Pioneer product salesman. Mempunyai tugas pokok untuk membuka daerah baru atau segmen pasar yang baru bagi produk barunya. Dalam hal ini, perusahaan juga menentukan penyalurnya. Tugas penjualan ini disebut new business selling.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Sumber : Penulis (2016) 2.7 Penelitian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian lanjutan, terlebih dahulu hendaknya mengetahui sistematika penyusunan dan rangkaian penelitian yang akan dilakukan dengan membandingkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, sebagai berikut: 1. Syaparuddin Harahap, Akuntansi S1 – Ekstensi USU 2009, dengan judul
penelitian Analisis Perencanaan Dan Pengawasan Persediaan Barang Dagangan Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada PT. FastFood Indonesia Cabang Medan. Jenis penelitian deskriptif. Adapun hasil penelitiannya dilihat dari total biaya pada pemesanan persediaan Pepsi Cola untuk tahun 2008 sebesar Rp. 78.146.000,- dengan 20 BIB setiap kali pesan dan frekwensi pemesanannya sebanyak 55 kali dalam setahun, sedangkan pada perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) jumlah pemesanan Ekonomis Persediaan Pepsi Cola sebanyak 24 BIB setiap kali pesan dan
Model EOQ Ramalan
Persediaan pada saat proses penelitian (April,
Mei dan Juni) Pendekatan SCM
1. Menentukan jumlah pesanan yang optimal (EOQ) 2. Menentukan
frekuensi pesanan (f) 3. Menentukan
waktu antar pesanan (t) 4. Total persediaan
(TIC)
1. Menentukan durasi distribusi 2. Menentukan
[image:66.595.110.512.82.429.2]frekwensi pemesanannya sebanyak 46 kali dalam setahun dengan total biaya pemesanan sebesar Rp. 78.138.929,- dapat menghemat biaya sebesar Rp. 7.071,-. Hal ini menunjukkan bahwa teknik perencanaan persediaan yang diterapkan perusahaan kurang efektif dan kurang efisien dalam meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dan upaya mengurangi resiko penumpukan atau kekurangan persediaan.
2. Monika Nainggolan, Matematika S1 – MIPA USU 2012, dengan judul Model Pengendalian Persediaan EOQ dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment(VMI-C). Jenis penelitian bersifat literature
berdasarkan rujukan pustaka. Adapun hasil penelitiannya sistem pengendalian persediaan EOQ dengan menggunakan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C) pada kasus bahan baku dalam penelitian ini
menghasilkan penghematan total biaya persediaan per tahun untuk pembeli, pemasok dan sistem yang lebih besar bila dibandingkan model EOQ. Penghematan yang terjadi cukup besar karena pada model pengendalian persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI-C) dimana pemasok yang menentukan jumlah pemesanan yang optimal sehingga jumlah pemesanan tersebut akan lebih tepat dan akurat. Dengan demikian total biaya persediaan per tahun, pemasok dengan menggunakan VMI-C akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan total biaya persediaan per tahun dengan menggunakan EOQ sehingga akan menghasilkan selisih atau penghematan biaya yang cukup besar.
Management Pada PT. Pusaka Prima Mandiri. Jenis penelitian deskriptif
dengan bentuk action search. Adapun hasil penelitiannya jumlah pengiriman optimum yang diperoleh dari metode economic order quantity untuk masing-masing distribution centre adalah 276 ton untuk distribution centre PT. Duta Mendut, 355 ton untuk distribution centre PT. Mega Citra Sarana, 71 ton untuk konsumen NV. Sumatera Tobacco Trading Company serta 63 ton untuk konsumen PT. Pagi Tobacco. Sedangkan hasil perhitungan safety stock untuk vendor adalah 86 ton untuk NBKP dan 58 ton untuk LBKP. Sedangkan untuk pabrik sendiri adalah sebesar 143 ton, distribution centre PT. Mega Citra Sarana sebesar 14 ton, DC 2 128 ton, K1 11 ton dan K2 5 ton. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sistem supply chain adalah berupa peramalan permintaan yang tidak tepat, bahan baku yang telat, jumlah produksi dan permintaan yang tidak tepat serta penerapan sistem safety stock yang kurang bagus sehingga dapat menyebabkan harga pokok produksi menjadi tinggi, daya saing dari perusahaan lain menjadi meningkat dan tingkat efisiensi perusahaan menjadi menurun.
ukur yang baik untuk meningkatkan efisiensi biaya persediaan. Penulis menyimpulkan bahwa perencanaan dan pengawasan persediaan barang dagangan pada PT. Sinar Baru Medan sudah dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan.
5. Taufik Limansyah. Universitas Katolik Parahyangan Bandung (2011). Dengan judul penelitian ”Analisis Model Persediaan Barang EOQ dengan Mempertimbangkan Faktor Kedaluarsa dan Faktor All Unit Discount. Hasil penelitian menjelaskan bahwasanya untuk pengembangan model persediaan barang EOQ dengan mempertimbangkan faktor kedaluarsa dan faktor All Unit Discount, biaya total persediaan akan diperoleh jika hasil dari biaya pembelian