• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE) di PT. SMART Tbk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE) di PT. SMART Tbk."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

(2)

Lampiran 1. Pompa vakum dan Bleaching earth (BE)

Ganbar 1. Pompa vakum

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al Quinabait, M.H., (2005), “ The adsorpstion of Cu ion on bentonite ; kinetic Study J. Coloidal and interface Sience, 283, hal. 316 – 321. applications. American journal of Applied Sciences 3(10): 2063-067, ISSN 1546-9239.

Lin S.W, Sue T.T, Ai T.Y,1995, Methods of Test for Palm Oil and Palm Oil Products, Palm oil Research Institute Of

Tsai, W.T., et al., 2002, Regeneration of Spent Bleaching Earth by Pyrolysis in a Rotary Furnace, J. Analytical and Applied Pyrolysis, 63, 157-1790.

Wambu, E.W., et al. 2009. Kinetics of copper desorption from regenerated spent bleaching earth. American-Eurasian Journal of Scientific research 4 (4): 317-323,OSSN 1818-6785

(4)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Nama Alat Ukuran Merk

- Erlenmeyer Vakum 200 ml pyrex

- Corong Bucher pyrex

- Vakum Pump

- Lovibond Tintometer

model F

- Kertas Saring Whatman no . 41

- Neraca Analitik Ohauss

- Thermometer 120°C

- Sumbat Karet

- Cell 1 ¼ inci

- Hot Plate

- Stirer

(5)

3.1.2 Bahan

- Crude Palm Oil (CPO)

- Bleaching Earth (BE)

- Spent Bleaching Earth (SBE)

- n-heksan

3.3 Prosedur

Penentuan intensitas warna CPO - Ditimbang ± 150 gr sampel CPO

- Dimasukkan kedalam Erlenmeyer vakum

- Dirangkai alat pompa vakum dan thermometer

- Dipanaskan sampel di atas hot plate dengan menggunakan stirer sampai 50°C

- Dipompa vakum sambil di panaskan terus sampai 100 - 110°C.

- Dimasukkan bleching earth sebanyak 3gr sedang suhu di pertahankan 100

-110°C selama 20 menit

- Dimasukkan kertas saring whatmann no. 41 kedalam corong bucher, dan

diratakan

sampai udara tidak ikut masuk pada saat penyaringan.

- Disaring dengan kertas saring whatmann no.41 dan menggunakan pompa

vakum

- Dimasukkan filtrat yang dihasilkan kedalam Cell 1 ¼ inci secukupnya

- Dimasukkan kedalam Lovibond Tintometer model F untuk menentukan warna

(6)
(7)

4.2 Pembahasan

Dari hasil Tabel 4.1 yang diperoleh perbandingan intensitas warna Red/merah

pada CPO dengan menggunakan bleaching earth tingginya 10,1R dan

spent bleaching earth 17,3R, sedangkan untuk intensitas warna yellow/kuning

sama 20Y karena warna kuning adalah warna bawaan dari CPO. Zat warna yang

terdapat dalam minyak kelapa sawit terdiri dari zat warna alamiah dan zat warna

dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna alamiah seperti α dan β-karoten,

xanthofil, khlorofil, gossyfil, dan anthocyanin yang menyebabkan minyak

berwarna kuning, kuning coklat, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

Sedangkan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah tersebut biasanya

menyebabkan minyak berwarna gelap (Ketaren,1986). Kandungan yang terdapat

dalam bleaching earth adalah SiO2, yang memiliki daya serap yang tinggi, berpori.

Prinsip Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu

terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya

tarik bleaching pada permukaan zat warna yang meresap kedalam adsorben.

Sedangkan pada spent bleaching earth merupakan limbah industri yang

diperbaharui kembali hingga mendekati bleaching earth, akan tetapi pada proses

pemucatan memiliki kemampuan daya serap yang sangat rendah jika

(8)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan untuk karya ilmiah adalah sebagai berikut :

1. Intensitas warna red/merah pada CPO setelah dilakukan proses

pemucatan dengan menggunakan bleaching earth 10,1R, spent

bleaching earth 17,3R, sedangkan intensitas warna yellow/kuning pada

CPO sama yaitu 20Y.

2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa produk bleaching earth dan spent bleaching earth yang di

hasilkan telah memenuhi standar spesifikasi di PT. SMART Tbk.

5.2 Saran

1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya analisa dengan berdasarkan

ukuran partikel bleaching

2. Diharapkan dalam proses pemucatan minyak sawit dilakukan

dengan durasi yang lebih lama untuk meminimalisir kandungan zat

warna yang terkandung pada minyak sawit sehingga di peroleh

(9)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guinensis JAQC) adalah tanaman berkeping satu yang

termasuk dalam familia palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani

yaitu Elaeis atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata

guinea, yaitu tempat dimana Seorang Ahli bernama Jaqcuin menemukan taman

kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea.

Kelapa sawit didasarkan atas bukti-bukti fosil, Sejarah, dan Linguistik

yang ada diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, Kelapa sawit

(yang pada saat lalu dibiarkan tumbuh liar di hutan - hutan) sejak awal

telah dikenal sebagai tanaman pangan yang penting. Oleh penduduk setempat

kelapa sawit telah diproses secara amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit.

Di luar Benua Afrika, kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai tanaman

komoditas (penghasil produk pangan) Sejak Revolusi Industri bersaing keras di

Eropa. Saat itu, di Eropa mulai bermunculan Industri atau pabrik (anatara lain

Industri sabun dan margarin) yang membutuhkan bahan mentah / baku untuk

operasionalnya. Minyak sawit dan minyak inti sawit yang muncul

kemudian adalah dua produk yang antara lain dibutuhkan untuk

bahan mentah / baku tersebut. Maka jadilah minyak dibutuhkan oleh pasar

Eropa (Tim Penulis,1997).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada Daerah beriklim tropis dengan

(10)

penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah Jawa Barat (Lebak dan Tangerang),

Lampung, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh. Negara penghasil kelapa sawit di

Indonesia adalah Malaysia, Amerika Tengah dan Nigeria. Berdasarkan ketebalan

tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu :

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2 -8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada

bagian luar tempurung dan daging buah relative tipis dengan persentase daging

buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50 %. Kernel (daging biji) biasanya

besar dengan kandugan minyak yang rendah. Dalam persilangan varietas Dura

dipakai sebagai phon induk betina.

2. Psifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya

tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tunggi, sedangkan

daging biji sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa

menyilangkan dengan jenis yang lain. Oleh sebab itu, dalam persilangan

dipakai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Psifera dengan Dura akan

menghasilkan Varietas Tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura

dan Psifera. Varietas inilah yang banyak ditanamkan di perkebunan saat ini.

(11)

60 - 96 %. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura

tetapi ukuran tandannya relative lebih kecil.

4. Macro Carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

5. Diwikka-Wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapis daging buah.

Wakka dapat dibedakan menjadi wakkadura,

Diwikka-wakkapsifera dan Diwikka-wakkatenera. Perbedaan ketebalan daging

buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak

yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera

yaitu 22 - 24 % sedangkan pada varietas. Dura antara 16 - 18 %. Sehingga tidak

heran jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas

Tenera (Tim Penulis,1992 ).

2.2 Minyak Kelapa Sawit

Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari

daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak inini dikenal sebagai

minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Oil ( CPO ). Sedangkan minyak yang

kedua adalah berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna dikenal sebagai minyak

inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Minyak kelapa sawit kasar (Crude

Palm Oil) mengandung sekitar 500-700 ppm β-carotene dan merupakan bahan

pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah

(12)

dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air

serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid

pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar tersebut

menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat dikonsumsi langsung sebagai

bahan pangan maupun non pangan (Ketaren, 1986 ).

2.2.1 Komposisi Minyak Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 % pericarp dan 20 %buah yang

dilapisi kulit yang tipis ; kadar minyak dalam pericarp sekitar 30 – 40 %. Minyak

kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap

zat warna yang terdapat dalam CPO terdiri dari zat warna alamiah dan zat warna

dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna alamiah seperti ά dan β-karoten,

xanthofil, khlorofil, gossyfil, dan anthocyanin yang menyebabkan minyak

berwarna kuning, kuning coklat, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

Sedangkan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah biasanya

menyebabkan CPO berwarna gelap (Ketaren, 1986).

Minyak yang berkualitas bagus dan digunakan untuk menggoreng adalah

minyak yang memiliki daya tahan tinggi dan tidak membentuk lapisan

keras jika dibiarkan mengering di udara. Syarat mutu minyak goreng menurut

(13)

Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng

Komponen Maksimum

Kadar air 0,3%

Angka peroksids 1 mg oksigen/100g minyak

Asam lemak bebas dsebagai asam terlarut 0,03%

Logam bahaya (Pb, Cu, Hg dan Arsen) Negatif

Bau, warna dan rasa Normal

2.2.2 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat Fisika- Kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,

kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point),

titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias,

titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyaladan titik api.

Beberapa sifat fisika – kimia dari kelapa sawit nilainya dapat

dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Nilai Sifat Fisika – Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit MinyakInti Swit

Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900-0,913

Indeks bias D 40 °C 1,4565-1,4585 1,495-1,415

Bilangan Iod 48 - 56 14 - 20

(14)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses

pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna.

Warna Orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang

larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami,

juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek

akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit

ditimbulkan oleh persenyawaan Beta ionone. Titik cair minyak sawit

berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit

mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang

berbeda-beda ( Ketaren,1986)

2.3 Proses Pengolahan Minyak Sawit Mentah ( CPO )

Minyak sawit yang keluar dari pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak

sawit kasar, karena masih mengandung kotoran dan serabut serta air sebesar

40 - 45%. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar

tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar

kemudian dialairkan kedalam tanki minyak kasar (Crude Oil Tank). Dan setelah

melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak

sawit mentah (Crude Palm Oil). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan

kandungan air di dalam minyak. Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik

ini harus dimurnikan kembali dari bahan bahan atau kotoran yang terdapat

didalamnya (Tim Penulis, 1997).

Minyak yang baik, tidak berbau dan enak rasanya, jernih dan sukai

(15)

sifat yang menguntungkan untuk dijadikan minyak goreng dengan mutu yang

baik. Melalui proses refinery dan fraksinasi dapat dihasilkan minyak jernih dan

bebas dari kotoran (Seto,2001)

Tidak seperti minyak lain, minyak kelapa sawit terutama mengandung

gliserida dan hanya memiliki sebagian kecil komponen non gliserida yang

porsinya bervariasi. Dalam rangka menghasilkan minyak minyak yang bisa di

konsumsi, komponen non tri gliserida ini harus dibuang atau dikurangi sampai

tingkat yang porsinya bervariasi. Dalam istilah kemudahan larut, gliserida

memiliki dua tipe utama, yaitu gliserida tidak larut dalam minyak dan gliserida

yang larut dalam minyak. Kotoran yang tidak dapat larut dalam minyak seperti

serat buah, cangkang dan air yang dapat dengan mudah dihilangkan.

Tujuan utama pemurnian minyak sawit adalah merubah minyak sawit

kasar menjadi minyak sawit yang berkualitas secara efisien dengan

membuang kotoran – kotoran yang tidak diinginkan sampai pada

tingkat yang dapat diterima. Hal ini berarti juga bahwa kerugian pada

komponen yang diinginkan di usahakan tetap minimal (Iyung,

2006).

Tahap pemurnian meliputi 4 tahap antara lain Degumming, Netralisasi, Bleaching,

dan Deodorisasi.

2.3.1. Degumming

Degumming merupakan proses pemisahan getah atau lendir – lendir yang terdiri

dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi

(16)

dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah

terpisah dari minyak kemudian disusul dengan proses pemusingan (sentrifugasi).

Caranya ialah dengan melakukan uap air panas kedalam minyak

disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifugasi sehingga bain lendir

terpisah dari air

2.3.2 Netralisasi

Minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau

pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak

bebas dapat juga dilakukan dengan istilah deasidifkasi.

a. Netralisasi dengan basa (NaOH)

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena

lbih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain

itu menggunakan kaustik soda. Membantu dalam mengurangi zat warna dan

kotoran yang Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan

kotoran seperti fosfatida dan protein. Dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau

emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi.

b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)

Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida

tidak ikut tersabunkan. Sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu

kelemahan dari pemakaian senyawaa ini adalah karena sabun yang terbentuk

sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari

(17)

minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan dibawah suhu 50°C, sehingga

seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan

membentuk sabun dan asam karbonat, Pada pemanasan. Asam karbonat yang

terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O. gas CO2 yang dibebaskan akan

membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun

di atas permukaan minyak.

c. Netralisasi Minyak dalam bentuk “miscella”

Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan

pelarut menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara

pelarut dan minyak disebut miscella. Asam lemak bebas dalam miscella dapat di

neteralkn dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat.

d. Netralisasi dengan Etanol Amin dan Amonia

etanol amin dan amino dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada

proses ini asam lemak bebas dapat di netralkan tanpa menyabunkan trigliserida.

Sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock

dengan cara penyulingan dalam ruangan vakum.

2.3.3 Deodorisasi

Deodorasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan

untuk menghilangkan bau dan rasa ( flavor) yang tidak enak dalam minyak.

Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam

tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan

(18)

yang baru di ekstrak mengandung faveor yang baik untuk tujuan bahan pangan,

sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi misalnya lemak susu, lemak

cokelat, dan minyak olive. Dalam penggunaan minyak dan lemak diperusahaan

pembuatan margarine dibutuhkan minyak dan lemak yang tidak mempunyai

rasa dan bau. Oleh karena itu sering perlu dilakukan penghilangan bau dan cita

rasa yang ada. Penghilangan dengan uap sanagat banyak digunakan yaitu,

perlakuan minyak atau lemak dengan uap akan menguapkan bahan - bahan

pembentuk cita rasa dan bau dari lemak bersama sama dengan uap (Buckle,

1987).

2.3.4 Bleaching

Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan

zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan

dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben.

Seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif

atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Adsorben yang

digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching

earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh

permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin)

serta hasil degradasi minyak, mislnya peroksida.

Adsorben yang biasa digunakan untuk memucatkan minyak terdiri

dari bleaching clay, arang dan arang aktif. Bleaching clay (bleaching earh)

(19)

dari SiO2, Al2O3, air terikatseta ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida.

Perbandingan komposisi antara 2 jenis bleaching clay dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Komposisi kimia adsorben “Landau Raw Clay” dan “Florida

Clay”

Komponen kimia (%) Jenis adsorben

Landau raw clay Florida Clay 8

SiO2 59,0 56,5

Al2O3 22,9 11,6

Fe2O3 3,4 3,3

CaO 0,9 3,1

MgO 1,2 6,3

Bleaching clay pertama kali ditemukan pada abad ke-19 di Inggris dan Amerika.

Dalam perdagangan bleaching clay mempunyai nama dan komposisi kimia yang

berbeda. Sebagai contoh ialah bleaching clay yang berasal dari Amerika dikenal

dengan nama Floridin, sedangkan yang berasal dari Rusia, Kanada, dan

Jepang dikenal dengan nama gluchower kaolin. Jumlah adsorben yang

dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam

dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan

dihilangkan.

Daya pemucatan bleaching clay disebabkan karena ion Al3 pada permukaan

(20)

tersebut tergantung dari prbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam

bleaching clay. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya

kombinasi dengan air telah hilang. Sehingga mengurani daya penyerapan terhadap

zat warna. Arang (bleaching carbon) arang merupakan bahan padat yang

berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan

yang mengandung unsur carbon (C). umumnya arang mempunyai daya adsorbsi

yang rendah terhadap zat warna dan dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar

dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia. Komposisi

kimia arang kayu keras dapat dilihat pada Tabel 2.4 (Ketaren,1989).

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Arang Kayu Keras

Kompnen (%) Kering Udara Kering Oven

Air 9,9 --

Bahan Menguap 8,1 9,0

Abu 2,0 2,2

“Fixed carbon” 80,0 88,9

Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati dan hewani antara lain

serbuk gergaji, ampas tebu, tempurung, tongkol jagung, dan tulang.

Pada umumnya pengarangan dilakukan dengan suhu 300 500°C.

pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan

pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa ekosistematis

yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Arang aktif

(21)

arang dengan membuka pori – pori yang tertutup, sehingga memperbesar

kapasitas adsorbsi terhadap zat warna. Pori – pori dalam arang biasanya diisi oleh

hidrokarbon dan zat zat organik lainnya yang terdiri dari fixed karbon, abu, air,

persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur.

proses penghilangan gum/getah (degumming), proses penghilangan asam lemak

bebas (netralisasi), proses pemucatan warna (bleaching), dan proses penghilangan

(22)

bau (deodorisasi). Bleaching earth bekas atau SBE merupakan limbah terbesar

pada industri tersebut.

Pada umumnya industri refinery minyak nabati akan menimbun SBE pada

suatu lahan tertentu, karena berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 limbah ini dapat

dikategorikan sebagai limbah Bahan Buangan Berbahaya (limbah B3). Akan

tetapi limbah ini masih mengandung 20-30% minyak nabati dan merupakan bahan

yang sangat potensial untuk dimanfaatkan kembali. Minyak yang terkandung pada

adsorben bekas ini dapat diperoleh kembali dengan proses recovery minyak, dan

minyak hasil recovery dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel

(metil ester). Selain itu, limbah ini dapat di-regenerasi sehingga dapat

dimanfaatkan kembali sebagai bleaching agent dalam proses bleaching CPO. Pada

penelitian ini, bleaching earth bekas atau spent bleaching earth (SBE) yang

digunakan diperoleh dari PT.SMART.Tbk. Limbah ini bersifat lunak dengan

tingkat kekerasan satu pada skala Mohs, berat jenisnya berkisar antara 1,7 – 2,7;

mudah berderai. karena ukuran partikel koloidnya sangat kecil dan memiliki

kapasitas permukaan yang tinggi, mudah mengembang di dalam air, karena

adanya penggantian isomernya pada lapisan oktohedral (ion Mg oleh ion Al).

Adanya gaya elektrolisis yang mengikat kristal pada jarak 4,5 Å dari permukaan

unit-unitnya, dan akan tetap menjaga unit itu untuk tidak saling merapat. Pada

pencampuran bleaching earth bekas dengan air, adanya proses pengembangan

membuat jarak antara setip unit makin melebar dan lapisannya menjadi bentuk

serpihan, serta mempunyai permukaan luas jika dalam zat pengsuspensi. Oleh

(23)

Namun yang pada umumnya yang digunakan dalam industri refinery

minyak nabati adalah pemucatan dengan menggunakan adsorben, dengan tanah

pemucat (bleaching earth) disertai pemanasan dan pada kondisi vakum. Proses

refining CPO di industri dilakukan baik secara fisika maupun kimia. Pada proses

pemurnian CPO secara fisika sebanyak 20% CPO 40 60°C dari tangki

penyimpan (storage tank) dialirkan ke dalam slurry tank. Didalam tank slurry

CPO dicampur dengan bleaching earth (BE) 6-12 kg/ton CPO, campuran diaduk

sampai terbentuk slurry. Kemudian, slurry tersebut dialirkan ke bleaching tank

untuk diolah secara kimia dengan menggunakan asam fosfat (H3PO4). Pada waktu

yang sama, 80 % CPO ditambahkan asam fosfat 0,35 -0,45 kg/ton campuran ini

diaduk secara intensif agar getah/gum terendapkan didalam mixer static. Dalam

bleaching tank, 20 % slurry CPO dan 80 % CPO dari mixer static dicampur.

Proses bleaching yang optimum terjadi selama 30 menit pada kondisi; suhu dalam

tank 100-130°C, serta steam dengan tekanan rendah dialirkan kedalam bleaching

tank untuk menggerakkan campuran slurr lurry ini dilewatkan filter niagara agar

bebas dari partikel spentbleaching earth. Bleached palm oil (BPO) keluar dari

filter tersebut dan melalui rangkaian sistem pengembalian panas (heat recovery

system. Bleached palm oil (BPO) dari hasil filtra i ini dipompa menuju tank buffer

yang berfungsi sebagai tangki penyimpanan sementara sebelum proses lebih

lanjut. BPO panas dari spiral heat exchanger kemudian diproses ke tahap

selanjutnya dimana FFA dan warna dikurangi dan lebih penting, menghilangkan

(24)

2.3.4.2. Proses Recovery Minyak Pada Spent Bleaching Earth

Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching earth

(SBE) pada suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada spent

bleaching earth sangat potensial untuk dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan

recovery selain itu spent bleaching earth dapat dilakukan proses regenerasi

untuk digunakan kembali dalam proses pemurnian minyak nabati. Limbah

dari proses pemucatan minyak terdiri dari dua komponen utama yaitu minyak

dan bentonit. Adapun minyak hasil recovery dapat digunakan menjadi

metil ester (biodiesel), hal tersebut dikarenakan minyak sudah

tidak lagi food grade artinya minyak sudah rusak. Pemanfaatan tersebut

sangat baik karena potensi limbah yang sangat tinggi dengan seiring

perkembangan industri pemurnian minyak sawit.

Kheang et.al (2006) telah melakukan penelitian mengenai proses

pengambilan minyak dari spent bleaching earth dengan dua metode

yaitu solvent extraction (n-heksan) dan supercritical extraction.

Penelitian tersebut menunjukan bahwa kandungan minyak yang didapatkan

dengan metode solvent extraction lebih besar dibanding supercritical extraction

(SC-CO2) yaitu sebesar 30%. Pemanfaatan limbah industri. Pemurnian

minyak sangat penting dilakukan terkait dengan besarnya potensi

limbah yang dihasilkan dan semakin pesatnya pertumbuhan industri pemurnian

minyak. Rendemen minyak yang dihasilkan dari proses recovery dengan 2 jenis

(25)

Kepolaran pelarut organik selain berpengaruh terhadap rendemen

juga berpengaruh terhadap kejernihan minyak. Nilai transmitten

minyak (faktor pengenceran 100 kali) pada panjang gelombang 500 nm

untuk minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan menggunakan isopropanol

berkisar antara 15.85 sampai 27.9 % sedangkan pada minyak hasil ekstraksi

dengan n-heksan berkisar antara 87.45 sampai 93.55 %. Kadar asam lemak bebas

pada minyak hasil recovery ini berkisar antara 13.15 – 20.9 % untuk

semua jenis perlakuan. Bilangan peroksida minyak tidak terdeteksi untuk semua

jenis perlakuan. Kadar abu yang terdapat pada minyak hasil recovery umumnya

sangat kecil, untuk keseluruhan perlakuan bernilai kurang dari 1%. Nilai pH SBE

setelah recovery berkisar antara 3.21 sampai 3.43. Bleach power bentonit hasil

recovery ditunjukan dengan nilai % T pada minyak yang dipucatkan oleh bentonit

tersebut. Nilai transmitten minyak (faktor pengenceran 50 kali) pada panjang

gelombang 500 nm pada bentonit hasil recovery dengan isopropanol memiliki

nilai antara 77.05 sampai 80 % sedangkan bentonit hasil recovery dengan

n-secara fisika dapat dilakukan dengan cara mengaktivasi spent bleaching earth

tersebut dengan metode pemanasan, dan proses daur ulang secara kimia

dapat dilakukan dengan bantuan media activator, seperti asam

(26)

pada dasarnya merupakan campuran antara bleaching earth

dengan senyawa hidrokarbon yang berasal dari CPO. Senyawa hidrokarbon ini

dengan proses pemanasan akan menjadi arang (coke). Arang yang terbentuk

dengan bantuan asam phospat dapat meningkatkan permukaan aktif bleaching

earth bekas yang diregenerasi. Dalam hal ini, bleaching earth bekas adalah

kalsium-bentonit yang terdiri dari lebih 80% mineral monmorillonit mempunyai

struktur bertingkat dan kapasitas pertukaran ion yang aktif di bagian dasar.

Oleh karena itu, strukturnya dapat diganti seperti struktur bagian dasar dengan

cara penambahan media pengaktif seperti H3PO4 atau H2O2. Bahan kimia terseb

akan menyebabkan penggantian ion-ion K+, Na+ dan Ca+2 dengan H+ dalam ruang

interlamelar, serta akan melepaskan ion-ion Al+3, Fe+3 dan Mg+2 dari kisi

strukturnya sehingga menjadi lempung aktif. Aktivitas permukaan aktif adsorben

bekas ini dipengaruhi oleh konsentrasi bahan kimia pengaktif, biasany dipakai

H3PO4. Selain pengaruh konsentrasi bahan kimia pengakti perlu diperhatikan sifat

dasar, distribusi ukuran partikel, pH, dan nilai SiO2 atau Al2O3. Selain hal

tersebut, beberapa faktor yang mempengaruhi proses regenerasi atau

re-aktivasi yaitu suhu pemanasan, waktu pemanasan dan tekanan (Wambu,2009).

A. Pengaruh suhu Pemanasan

Pada proses pemucatan warna CPO dengan bleaching earth sebagai adsorbennya

memperlihatkan bahwa adsorben ini mulai aktif menyerap warna pada suhu

80°C-130°C. Kenaikan tingkat kejernihan warna minyak tidak begitu signifikan setelah

suhu 140°C-150°C, bahkan tingkat kejernihan warna cenderung menurun.

Contohnya, pada proses pemucatan minyak kedele penghilangan warnanya

(27)

bleaching earth sebagai adsorbennya memperlihatkan bahwa adsorben ini

mulai aktif menyerap warna CPO jika diaktivasi pada suhu diatas 100°C.

Pada proses bleaching CPO bentonit berfungsi sebagai bleaching earth,

yang diperoleh dengan aktivasi pada kondisi asam. Pada prinsipnya

daya jerap bleaching earth bekas akan semakin meningkat bila diaktif

(Al Quinabait, 2005).

Biasanya proses bleaching dilakukan dengan menggunakan suhu yang

relatif tinggi (100 - 120°C). Akan tetapi dengan suhu sedemikian tinggi tersebut

dapat menyebabkan CPO menjadi mudah teroksidasi, sehingga warnanya

semakin gelap. Proses oksidasi minyak bisa diminimalisasi atau bahkan

dihindari dengan mengkondisikan set alat bleaching dalam kondisi vakum

untuk mencegah adanya oksigen atau sebelum dilakukan proses bleaching

oksigen yang ada dalam set alat bleaching diusir terlebih dahulu dengan

gas nitrogen (Yusnimar, 2006).

B. Pengaruh Waktu Pemanasan

Pengontrolan proses daur ulang bleaching earth bekas dengan cara fisika maupun

kimia sangat dipengaruhi oleh waktu kontak antara media pengaktif

dengan spent bleaching earth . Pada kondisi suhu, tekanan, dan jumlah

spent bleaching earth sama memperlihatkan bahwa hasil penghilangan

warna CPO maksimum pada pemanasan suhu 55°C dan kemudian

cenderung menurun bila waktu kontak diperpanjang. Penurunan pemucatan

(28)

C. Pengaruh Tekanan

Daya penghilangan warna dari bleaching earth dipengaruhi juga oleh luas

permukaan adsorben ini yang dikontakkan dengan minyak. Dengan

menurunkan tekanan pori dalam adsorben pada tekanan atmosfir, adsorben

akan terdearasi, sehingga luas permukaannya akan lebih besar.

Tekanan yang umum dipakai di industri-industri adalah 5.077 mmHg.

2.4. Pengukuran Warna.

Untuk keperluan industri dan pemakaian secara umum, pengukuran

warna dilakukan dengan alat Lovibond – Tinto meter. Warna merah dan kuning

dari minyak kelapa sawit disesuaikan dengan gelas-gelas berwarna merah dan

kuning dari alat Lovibond, dengan sel 5,25 inci. Gelas-gelas berwarna merah dan

kuning distandarisasi dengan “The National Bureau of Standards dalam istilah

skala warna Priest Gibson "N”(9, 10) . Kemajuan dalam industri minyak kelapa

sawit mendorong industri pembuatan alat Lovibond-Tintometer, sehingga

lama-kelamaan timbul pembuatan gelas-galas merah dan kuning dari alat

Lovibondyang menyimpang sedikit demi sedikit dari warna semula.

Untuk menertibkan hal ini maka The Americans Oil Chemist's Society (AOCS),

menyesuaikan warna gelas dari Lovibond-Tintorneter dengan warna yang di

ukur oleh alat spektrofotometer. Stanandar spesipikasi yang Oleh PT.SMART

(29)

Tabel 2.5 Standart Mutu Spesifikasi di PT.SMART.Tbk

Kandungan Spesipikasi oleh PT.SMART Tbk.

Asam lemak bebas (%) 1 –2

Kadar air (5) < 0,1

Pengotoran (%) < 0,02

Besi (ppm) < 10

Tembaga (ppm) 0,5

Bilangan iodium 53 + 1,5

Karotena (ppm) + 500

Tokoperol (ppm) + 800

Pemucatan : merah (R) dan Kuning (y) maks 15,5R - 20R

(30)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk dikembangkan

menjadi berbagai bahan pangan. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat

tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan

kisaran suhu 22-32°C. Saat ini 5,4 juta Ha lahan perkebunan kelapa sawit di

Indonesia telah memproduksi minyak kelapa sawit mentah dengan kapasitas

minimal 16 juta ton per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar

kedua di dunia setelah Malaysia.

Minyak kelapa sawit dapat di hasilkan dari inti kelapa sawit yang

dinamakan minyak inti kelapa sawit dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti

kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti

kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan.

Sedangkan pellet adalah bubuk yang dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang

dengan diameter lebih kurang dari 8 mm dan digunakan sebagai makanan ternak.

Selain dikembangkan sebagai minyak goreng, minyak sawit dapat

diaplikasikan untuk mensintesis berbagai produk pangan karena kandungan

mikronutrein yang tinggi seperti karetenoid (500-700ppm) dan vitamin E

(1000ppm). Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dikenal kaya

akan zat warna yang terdapat secara alamiah di dalam kelapa sawit,

(31)

kloropil dan antosianin. Zat-zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna

kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.

Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah diolah menjadi minyak goreng,

antara lain melalui beberapa tahapan proses penghilangan gum/getah

(degumming), proses penghilangan asam lemak bebas (netralisasi), proses

pemucatan warna (bleaching), dan proses penghilangan bau

(deodorisasi) (Ketaren, 1986).

Pada proses pemucatan digunakan adsorben untuk menyerap zat warna

dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan

sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif

(activated clay) dan arang aktif atau menggunakan bahan kimia bleaching earth

dan spent bleaching earth. Bleaching earth merupakan bahan aktif yang

digunakan untuk menghilangkan atau menjerap zat warna yang terdapat didalam

CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Pada tahun 2009 di

Indonesia sekitar 757.581 ton bleaching earth digunakan untuk

produksi minyak goreng. Kebutuhan akan bleaching earth setiap tahun semakin

meningkat dengan berkembangnya industri minyak nabati, namun disisi lain

tidak dapat diperbaharui.

Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching earth pada

suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada spent bleaching earth

sangat potensial untuk dimanfaatkan kembali sebagai pengadsorben sehingga

perlu dilakukan pemulihan (recovery) dengan cara penambahan isopropanol dan

(32)

Proses pemucatan minyak kelapa sawit sangat menunjang perdagangan

Ekspor. Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung

warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Berdasarkan dari uraian tersebut kami tertarik untuk menganalisa intensitas zat warna pada CPO sebagai

syarat tugas akhir D-3 Kimia, maka dalam hal ini kami tertarik untuk memilih judul “Perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan

Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE)’’

1.2 Rumusan Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth dan spent bleaching earth

2. Apakah sudah memenuhi spesifikasi standart di PT.SMART. Tbk

1.3 Batasan masalah

Penelitian ini dibatasi dengan hanya menentukan perubahan warna CPO pada

proses pemucatan

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan untuk karya ilmiah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Bagaimana perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth dan spent bleaching earth

(33)

1.5 Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan

bleaching earth dan spent bleaching earth.

Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang kualitas bleaching earth

dan spent bleaching earth yang rendah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah dan menjadi sumber

(34)

PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN

MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN SPENT BLEACHING EARTH (SBE)

DI PT. SMART Tbk

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth (BE) dan spent bleaching earth (SBE) menggunakan Alat Lovibond Tintometer model F di PT Smart Tbk Medan Belawan. Dari percobaan diperoleh warna awal pada CPO 20R 20Y setelah penambahan Bleaching Earth dan spent bleaching earth pada CPO masing masing 10,2R 20Y dan 17.3R 20Y. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemucatan menggunakan Bleaching Earth lebih baik dibandingkan dengan pemucatan Spent Bleaching Earh

Kata Kunci : CPO (Crude Palm Oil), Pemucat Tanah (Bleaching Earth),

(35)

COMPARISON OF POWER COLOR absorbency SUBSTANCE AND SPENT ON Bleaching Earth Bleaching Earth ( SBE ) CPO ON IN PT .

SMART Tbk

ABSTRACT

Comparative studies have been conducted on the effect of bleaching earth

quality bleachibility power on CPO (crude palm oil). by using the tool

Lovibond Tintometer model of F in PT Smart Tbk Medan – Belawan.From

experiments obtained initial color with the CPO 20R - 20Y after addition

Bleaching Earth and spent bleaching earth with the CPO each - each 10,2R -

20Y and 17.3R - 20Y . The results showed that purification using Bleaching

Earth better than the purification of Spent Bleaching Earh

Keywords : : CPO (Crude Palm Oil), Bleaching Earth, spent bleaching

(36)

PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN

MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN

SPENT BLEACHING EARH (SBE)

DI PT. SMART Tbk

TUGAS AKHIR

DWI CHRISTINA ARITONANG 132401149

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(37)

PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN

MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN

SPENT BLEACHING EARTH (SBE)

DI PT. SMART Tbk

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Gelar Ahli Madya

DWI CHRISTINA ARITONANG 132401149

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(38)

PERSETUJUAN

Judul : Perbandingan intensitas warna CPO dengan

menggunakan Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE) di PT. SMART Tbk.

Kategori : Tugas Akhir Nama : Dwi Christina Aritonang NIM : 132401149 Program Studi : D-3 Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Disetujui di : Medan, Juli 2016

Disetujui Oleh:

Ketua Program Studi D3 Kimia Dosen Pembimbing

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Helmina Br. Sembiring, S.Si,M.Si

NIP. 195512181087012001 NIP. 197602022000122002

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU

(39)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN

MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN SPENT BLEACHING EARTH (SBE)

DI PT. SMART Tbk

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya

Medan, Juli 2016

(40)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan Berkat-Nya yang berlimpah diberikan kepada penulis dan kepada orangtua yang senantiasa memberi dukungan kepada Penulis Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk meraih gelar Ahli Maya pada program D-3 Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak mendapat dorongan, bantuan serta motivasi dari semUa pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hatipenulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Kerista Sebayang, M.Sc sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam Ibu Dr. Rumondang Bulan,M.S. sebagai ketua Departemen Kimia FMIPA USU

2. Ibu Dra. Emma Zaidar Nasution, M.Si. sebagai ketua program studi D3 Kimia FMIPA USU

(41)

Hanya Doa dan Harapan yang dapat Penulis sampaikan kepada Tuhan. Mudah – mudahan kebaikan yang penulis terima dari semua pihak yang telah membantu, kiranya Tuhan membalas kebaikan tersebut. Penulis dengan segala kemampuan berusaha menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik – baiknya. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semuanya dan Harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pembacanya.

Medan, Juli 2016

Penulis

(42)

PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN

MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN SPENT BLEACHING EARTH (SBE)

DI PT. SMART Tbk

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth (BE) dan spent bleaching earth (SBE) menggunakan Alat Lovibond Tintometer model F di PT Smart Tbk Medan Belawan. Dari percobaan diperoleh warna awal pada CPO 20R 20Y setelah penambahan Bleaching Earth dan spent bleaching earth pada CPO masing masing 10,2R 20Y dan 17.3R 20Y. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemucatan menggunakan Bleaching Earth lebih baik dibandingkan dengan pemucatan Spent Bleaching Earh

Kata Kunci : CPO (Crude Palm Oil), Pemucat Tanah (Bleaching Earth),

(43)

COMPARISON OF POWER COLOR absorbency SUBSTANCE AND SPENT ON Bleaching Earth Bleaching Earth ( SBE ) CPO ON IN PT .

SMART Tbk

ABSTRACT

Comparative studies have been conducted on the effect of bleaching earth

quality bleachibility power on CPO (crude palm oil). by using the tool

Lovibond Tintometer model of F in PT Smart Tbk Medan – Belawan.From

experiments obtained initial color with the CPO 20R - 20Y after addition

Bleaching Earth and spent bleaching earth with the CPO each - each 10,2R -

20Y and 17.3R - 20Y . The results showed that purification using Bleaching

Earth better than the purification of Spent Bleaching Earh

Keywords : : CPO (Crude Palm Oil), Bleaching Earth, spent bleaching

(44)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGHARGAAN ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR……….x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Permasalahan ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Batasan Masalah………..………..4

1.5Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kelapa Sawit ... 5

2.2Minyak Kelapa Sawit ... 7

2.2.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 8

2.2.2Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 9

2.3 Proses pengolahan minyak sawit mentah ... 11

(45)

2.3.2 Netralisasi ... 13

2.3.3 Deodorasi ... 14

2.4.3 Bleaching ... 15

2.4.3.1 Spent bleaching earth ... 18

2.4.3.2 Proses Recovery Minyak Pada Spent Bleaching Earth ... 20

2.4 Pengukuran warna ... 25

BAB 3. Metode Penelitian 3.1 Alat dan Bahan ... 26

3.1.1 Alat ... 26

3.1.2 Bahan ... 27

3.3 Prosedur ... 27

BAB IV. Hasil dan Pembahasan 4.1.Data Percobaan... 29

4.2 Pembahasan ... 29

BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Pembahasan ... 30

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(46)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng ... 9

Tabel 2.2 Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 10

Tabel 2.3 Komposisi kimia adsorben randau law dan clay florida clay ... 16

Tabel 2.4 Komposisi kimia arang kayu kertas ... 17

Tabel 2.5 Standart Mutu spesifikasi warna cpo di PT.SMART.Tbk ... 25

Gambar

Tabel 4.1 Hasil uji intensitas bleaching earth dan spent bleaching
Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng
Tabel 2.3 Komposisi kimia adsorben “Landau Raw Clay” dan “Florida
Tabel 2.4  Komposisi Kimia Arang Kayu Keras
+3

Referensi

Dokumen terkait

Proyeksi volume penjualan Crude Palm Oil (CPO) dengan menggunakan rumus Exponential dapat digunakan untuk memproyeksikan tingkat penjualan CPO untuk tahun yang akan datang

One of the resources that has attracted researcher is spent bleaching earth (SBE). SBE is the extraction of residual oil from palm oil refining industry. One of the examples

Glass composites are used due to the combination of soda-lime glass (SLG) and borosilicate glass (BSG) powders with natural waste spent bleaching earth (SBE) and the specialty of

Tabel Produksi Pengiriman dan Biaya Pengadaan CPO (Crude Palm Oil) PT... Tabel Produksi Pengiriman dan Biaya Pengadaan CPO (Crude Palm

Kata Kunci :adsorben, adsorpsi, amberlit, desorpsi, crude palm oil (CPO), karotenoida, M-Am, M-PSS (M: Na, Mg, Ca, Sr dan Ba), polistiril sulfonat, tingkat adsorpsi, tingkat

Optimasi ekstraksi spent bleaching earth (SBE) dengan pelarut n-heksana menggunakan reaktor ekstraksi telah dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.. Penelitian

Telah dilakukan penelitian perbandingan aktivasi asam dan basa terhadap tanah diatomea sebagai bahan pemucat (bleaching clay) pada CPO (Crude palm Oil).. Tanah diatomea diambil

Proyeksi volume penjualan Crude Palm Oil (CPO) dengan menggunakan rumus Exponential dapat digunakan untuk memproyeksikan tingkat penjualan CPO untuk tahun yang akan datang