• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Cikal Medan pada Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Cikal Medan pada Tahun 2011"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN FAAL PARU PEMAIN BADMINTON DAN

BUKAN PEMAIN BADMINTON DI CIKAL MEDAN PADA

TAHUN 2011

Oleh :

SUGUNAA DEVI NAGARAJOO

080100407

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERBANDINGAN FAAL PARU PEMAIN BADMINTON DAN

BUKAN PEMAIN BADMINTON DI CIKAL MEDAN PADA

TAHUN 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SUGUNAA DEVI NAGARAJOO

NIM : 080100407

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Cikal Medan pada Tahun 2011

Nama : Sugunaa Devi Nagarajoo NIM : 080100407

Pembimbing Penguji I

( dr. Amirah Permata Sari, SpP ) ( dr. Deske Muhadi, SpPD ) NIP. 196911071999032002 NIP. 197112272005011002

Penguji II

( dr. Jessy Chrestella, SpPA ) NIP. 198201132008012006

Medan, Januari 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Kebiasaan berolahraga akan meningkatkan faal paru seseorang. Hal ini disebabkan oleh intensitas olahraga mempengaruhi kekuatan otot respirasi yang mengakibatkan peningkatan volume dan kapasitas paru. Pada penelitian ini telah dilakukan perbandingan faal paru antara pemain badminton dan bukan pemain badminton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada pemain badminton dan bukan pemain badminton.

Penelitian berupa analitik dengan desain cross-sectional. Data diperoleh dari responden pemain badminton rutin dan bukan pemain badminton berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Hasil penelitan dari 80 responden yang dipilih yaitu 40 pemain badminton dan 40 bukan pemain badminton, hasil kapasitas rata-rata untuk pemain badminton adalah 83,0% sementara 67,5% bagi bukan pemain badminton. Dari hasil uji T independent, didapati nilai signifikansinya sebanyak 0,000 (p value <0,05).

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa faal paru pemain badminton lebih tinggi daripada faal paru bukan pemain badminton

(5)

ABSTRACT

Exercise increases the lung function of a person. The intensity of the exercise determines their lung function because it affects the strength of the respiratory muscles. Exercise like badminton does effects the lung function. Therefore, in this research an observation is done to compare the forced vital capacity (FVC) between badminton players and non badminton players.

This research is analytic using cross-sectional design. Data is collected from routine badminton players and non badminton players whom are chosen based on inclusive and exclusive criteria.

From the 80 respondent, 40 is badminton players and the rest is non badminton players. Mean value of badminton players is 83.0%, while 67.5% for no badminton players. The significance value from t independent test is 0.000 ( p value <0.05).

From this research, can be concluded that the lung capacity of badminton players is higher than non badminton players.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kurniaNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah tulis ini dengan judul

“Perbandingan Faal Paru pada Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Medan pada Tahun 2011”. Penulisan hasil karya tulis ilmiah ini disusun sebagai satu syarat kelulusan menjadi sarjana kedokteran.

Selama penulis menyusun hasil karya tulis ilmiah ini telah banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dan untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Amirah Permata Sari ,Sp.P, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga hasil karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan sempurna. Penulis juga berterima kasih kepada Dekan, Pembantu Dekan dan seluruh staf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan moral dan materi.

Terima kasih juga kepada semua teman-teman yang turut banyak membantu dengan memberikan ide-ide yang sangat membantu.

Penulis mengakui bahwa apa yang ditulis dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharapkan saran, petunjuk dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan pemerintah.

Medan, 12 Desember 2011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK………. ii

ABSTRACT……….. iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN... .. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 4

2.1. Fisiologis Olahraga ... 4

2.1.1. Respon Jangka Panjang dan Jangka Pendek terhadap Latihan Fisik ………... 5

2.1.1.1. Sistem Respirasi ... 6

2.1.1.2. Sistem Kardiovaskular ... 7

2.1.1.3. Sistem Muskuloskeletal ... 7

2.1.1.4. Sistem Metabolik ... 8

(8)

2.2 Faal paru ... 9

2.2.1. Mekanisme Pernafasaan... .. 9

2.2.2. Tekanan selama Pernapasan ... 11

2.2.3. Volume dan Kapasitas Paru ... 12

2.2.4. Tingkat Ekspirasi Istirahat ... 13

2.3. Spirometri ... 15

2.3.1. Definisi spirometri ... 15

2.3.2. Deskripsi Spirometri ... 15

2.3.3. Tujuan Spirometri ... 16

2.3.4. Kontraindikasi ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 18

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 18

3.2. Defenisi Operasional... 18

3.3. Hipotesa………. 21

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 23

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28

5.1. Hasil Penelitian …………..………... 28

5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian ………... 28

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………... 29

5.1.3. Hasil Analisis Data………... 37

5.2. Pembahasan………. 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 45

6.1. Kesimpulan... 45

6.2. Saran... 46

DAFTAR PUSTAKA... 47

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain

Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Umur …….. 30 5.2. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Umur ……. 30 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain

Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok

Berat Badan……….. 32 5.4. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok

Berat Badan……… 32 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain

Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok

Tinggi Badan ……….. 34 5.6. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok

Tinggi Badan……… 34 5.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain

Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kebiasaan

Merokok ……….. 36 5.9. Rerata Kapasitas Vital Paru pada Pemain Badminton dan

Bukan Pemain Badminton……….. 39 5.10. Analisis Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton

berdasarkan umur………... 31 Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan

Pemain Badminton dan Pemain Badminton

berdasarkan Kelompok Berat Badan………. 33 Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan

Pemain Badminton dan Pemain Badminton

berdasarkan Kelompok Tinggi Badan……… 36 Gambar5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan

Pemain Badminton dan Pemain Badminton

berdasarkan Kebiasaan Merokok……… 37 Gambar 5.5. Perbandingan Kelompok Kapasitas Vital Paru Pemain

Badminton dan Bukan Pemain Badminton………. 39 Gambar 5.6 Rerata Kapasitas Vital Paru pada Pemain Badminton

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 3 Informed Consent

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Data Induk Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton

Lampiran 6 Hasil Output Uji T Independent Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton Lampiran 7 Hasil Output Distribusi Normal Data berdasarkan

Umur

Lampiran 8 Hasil Output Distribusi Normal Data berdasarkan Tinggi Badan

(13)

ABSTRAK

Kebiasaan berolahraga akan meningkatkan faal paru seseorang. Hal ini disebabkan oleh intensitas olahraga mempengaruhi kekuatan otot respirasi yang mengakibatkan peningkatan volume dan kapasitas paru. Pada penelitian ini telah dilakukan perbandingan faal paru antara pemain badminton dan bukan pemain badminton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada pemain badminton dan bukan pemain badminton.

Penelitian berupa analitik dengan desain cross-sectional. Data diperoleh dari responden pemain badminton rutin dan bukan pemain badminton berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Hasil penelitan dari 80 responden yang dipilih yaitu 40 pemain badminton dan 40 bukan pemain badminton, hasil kapasitas rata-rata untuk pemain badminton adalah 83,0% sementara 67,5% bagi bukan pemain badminton. Dari hasil uji T independent, didapati nilai signifikansinya sebanyak 0,000 (p value <0,05).

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa faal paru pemain badminton lebih tinggi daripada faal paru bukan pemain badminton

(14)

ABSTRACT

Exercise increases the lung function of a person. The intensity of the exercise determines their lung function because it affects the strength of the respiratory muscles. Exercise like badminton does effects the lung function. Therefore, in this research an observation is done to compare the forced vital capacity (FVC) between badminton players and non badminton players.

This research is analytic using cross-sectional design. Data is collected from routine badminton players and non badminton players whom are chosen based on inclusive and exclusive criteria.

From the 80 respondent, 40 is badminton players and the rest is non badminton players. Mean value of badminton players is 83.0%, while 67.5% for no badminton players. The significance value from t independent test is 0.000 ( p value <0.05).

From this research, can be concluded that the lung capacity of badminton players is higher than non badminton players.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia tentu sudah akrab dengan olahraga badminton, meski badminton bukan olahraga asli bangsa Indonesia. (J.Silvie, 2010). Olahraga badminton ini sangat digemari oleh masyarakat Indonesia selain sepak bola. Hal ini terlihat dengan sering dimainkannya olahraga ini di berbagai tempat baik di kampung-kampung sampai di kejuaraan-kejuaraan yang bertaraf internasional. (Setyawan, 2009)

Olahraga badminton ini dapat mempengaruhi tingkat kinerja fisik, mental dan

emosi yang tinggi. Faktor paling penting yang bertanggungjawab atas kinerja fisik seseorang adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam olahraga, yang dapat menimbulkan perbedaan dalam prestasi dan manfaat kesehatan dari para atlet. (Shetty, D.P, 2005)

(16)

Olahraga teratur membawa adaptasi spesifik terhadap metabolik dan fisiologis. Michael Doherty dan Lygeri Dimitriou telah melakukan kajian mengenai perbandingan volume paru-paru pada perenang Greek yang mendapati kelompok perenang pria dan wanita mempunyai FEV1 yang lebih besar daripada yang atlet darat dan kontrol menetap. (Doherty,1997).

Selain itu, Hagberg JM dan Yerg JE telah mengevaluasi mengenai fungsi paru pada atlet dan non atlet muda dan tua yang memberikan hasil, kapasitas vital paru pada atlet tua meningkat secara signifikan dibanding dengan non atlet yang tua serta faal paru atlet tua lebih rendah dibanding dengan yang muda. (Hagberg J.M,1988). Cordain L dan Tuckera menjalankan penelitian mengenai volume paru dan „maximal respiratory pressure‟ dikalangan perenang dan pelari. Kajian ini menunjukkan

perenang mempunyai volume paru dan „maximal respiratory pressure‟ yang lebih tinggi dari pelari. (Cordain, 1990). Barlett HL dan Mnce mengevaluasi komposisi dan

expiratory reserve volume‟ pada pesenam perempuan dan pelari yang menunjukkan faal paru pada pesenam kurang daripada pelari. (Barlett, 1984).

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu apakah ada perbedaan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Kajian ini dilakukan untuk membandingkan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada pemain badminton 2. Mengetahui nilai kapasitas vital paksa (KVP) pada bukan pemain badminton

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat karena:

1. Menyedarkan masyarakat mengenai kepentingan olahraga badminton dalam peningkatan faal paru.

2. Bagi peneliti, dapat mengembangkan kemampuan di bidang peneliti serta mengasah kemampuan analisis peneliti sekaligus menambah ilmu peneliti tentang topik penelitian.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologis Olahraga

Tubuh manusia merupakan sesuatu mesin yang luar biasa di mana aktivitas tubuh yang terkoordinasi sempurna terjadi secara simultan. Peristiwa-peristiwa tubuh ini memungkinkan fungsi kompleks tubuh seperti mendengar, melihat, bernapas serta pengolahan informasi tanpa upaya kesadaran. Apabila seseorang melakukan aktivitas seperti berjalan, dia akan menggeser sistem tubuh dari keadaan istirahat kepada keadaan aktif. Jika aktivitas itu dilakukan beberapa kali, tubuhnya akan beradaptasi terhadap aktivitas tersebut. Aktivitas yang dilakukan tadi disebut „aktivitas fisik‟. Aktivitas fisik ini merupakan proses yang rumit dimana pelatih perlu mengawasi perubahan pada subjek setiap menit sewaktu aktivitas. Oleh itu, jika seseorang itu ingin menjadi atlet, dia perlu mempunyai tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dibanding dengan populasi normal. ( Shetty, 2005)

Perubahan fisiologis yang nyata dapat terjadi dalam tubuh kita apabila aktivitas fisik atau latihan olahraga yang berterusan dilakukan. Oleh karena itu, tanggapan tehadap latihan memiliki dua aspek analog dengan respon tubuh terhadap ligkungan stress. Salah satunya adalah respon jangka pendek iaitu serangan tunggal setelah sesekali olahraga ataupun dapat disebut latihan akut. Aspek kedua adalah respon jangka panjang iaitu setelah olahraga teratur yang mempermudahkan latihan berikutnya serta meningkatkan kinerjanya. Adaptasi terhadap latihan kronik ini disebut

(19)

Respon jangka pendek serta jangka panjang ini memenuhi kebutuhan energi. Kenaikan pesat dalam kebutuhan energi sewaktu latihan memerlukan penyesuaian peredaran darah yang seimbang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen, nutrisi serta mengeliminasi produk akhir metabolisme seperti karbon dioksida dan asam laktat dan membebaskan panas berlebihan. Pergeseran metabolisme tubuh terjadi melalui kegiatan terkoordinasi dari semua sistem tubuh iaitu neuromuskuler, respiratori, kardiovaskular, metabolik, dan hormonal. (Shetty , 2005)

2.1.1 Respon Jangka Panjang dan Jangka Pendek Terhadap Latihan Fisik 2.1.1.1 Sistem respirasi

Latihan fisik akan mempengaruhi konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida. Kadar oksigen dalam jumlah yang besar akan terdifusi dari alveoli ke dalam darah vena kembali ke paru-paru. Sebaliknya, kadar karbon dioksida yang sama banyak masuk dari darah ke dalam alveoli. Oleh itu, ventilasi akan meningkat untuk mempertahankan konsentrasi gas alveolar yang tepat untuk memungkinkan

peningkatan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. (William, 1999).

(20)

Tahap kedua lebih bertahap dengan kenaikan respirasi yang dihasilkan oleh perubahan status suhu dan kimia dari darah arteri. Sambil latihan berlangsung, peningkatan proses metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbon dioksida dan ion hidrogen. Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen dalam otot, yang meningkatkan oksigen arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbon dioksida memasuki darah, meningkatkan kadar karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah. Hal ini akan dirasakan oleh kemoreseptor, yang sebaliknya merangsang pusat inspirasi, dimana terjadi peningkatan dan kedalaman pernapasan. Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa kemoreseptor dalam otot juga mungkin terlibat iaitu dengan meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan volume tidal. (Willmore, 1999)

Walaupun sistem kardiovaskular adalah begitu efisien dengan menyuplai jumlah darah yang cukup ke jaringan, daya tahan akan masih terhalang jika sistem pernapasan tidak membawa oksigen yang cukup untuk memenuhi permintaan. Fungsi sistem pernapasan biasanya tidak terbatas karena ventilasi dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih besar daripada fungsi kardiovaskular. Melainkan sistem

(21)

2.1.1.2 Sistem Kardiovaskular

Memahami dasar anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, seseorang dapat melihat secara khusus bagaimana sistem ini merespon terhadap peningkatan tuntutan tubuh sewaktu pelatihan. Selama latihan, permintaan oksigen di otot aktif meningkat, lebih banyak nutrisi digunakan dan proses metabolisme dipercepatkan serta menghasilkan sisa metabolisme. Jadi, untuk memberikan lebih banyak nutrisi dan untuk menghilangkan sisa metabolisme, sistem kardiovaskuler harus beradaptasi untuk memenuhi tuntutan sistem muskuloskeletal selama latihan. (Willmore, 1999)

Respon akut atau langsung yang terlihat sewaktu latihan adalah peningkatan kontraktilitas miokard, peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan respon perifer termasuk vasokonstriksi umum pada otot-otot dalam keadaan istirahat, ginjal, hati, limpa dan daerah splanknikus ke otot-otot kerja dan juga ada peningkatan tekanan darah sistolik akibat curah jantung yang meningkat. Dengan pelatihan yang ada akan ditandai penurunan denyut nadi dan pengurangan tekanan

darah saat istirahat dengan peningkatan volume darah dan hemoglobin. (Guyton, 2006)

(22)

2.1.1.3 Sistem Muskuloskeletal

Peningkatan aliran darah ke otot-otot yang bekerja memberikan oksigen tambahan. Maka, ekstraksi oksigen lebih banyak dari sirkulasi darah dan penurunan PO2 jaringan lokal dan peningkatan PCO2. Setelah pelatihan daya tahan, ada peningkatan aktivitas enzim mitokondria pada kedua serat lambat dan cepat tanpa mengubah kecepatan kontraksi serat. Oleh itu, pelatihan meningkatkan kemampuan kedua jenis serat untuk menyediakan energi selama latihan berkepanjangan. Setelah mengikuti latihan kekuatan, kegiatan intensitas tinggi membutuhkan perbaikan besar dalam kekuatan otot dan kapasitas aerobik tinggi. Selain itu, akan terjadi peningkatan ukuran otot-otot yang terlibat iaitu hipertrofi. (Carolin Kisner, 1996)

2.1.1.4 Sistem Metabolik

Sumber langsung untuk kontraksi otot diisi kembali oleh proses fosforilasi oksidatif yang membutuhkan O2. Ketika kebutuhan energi melebihi batas

metabolisme, metabolisme anaerobik akan suplemen sistem pasokan energi selama latihan. Selama ledakan pendek kegiatan intens seperti 100 menit atau „Power Lifting‟, hampir semua energi berasal dari ATP dan kreatinin fosfat. Sewaktu latihan berlangsung, peningkatan penyimpanan untuk kreatinin fosfat serta glikogen berlangsung. Aktivitas kreatin kinase meningkat karena adanya peningkatan jumlah serta ukuran mitokondria. Dengan demikian, ada akumulasi asam laktat yang rendah dan penurunan pH sehingga menurunkan kelelahan. (Bijalani, 1998)

(23)

Perubahan sistem lainnya meliputi penurunan lemak tubuh, kolesterol darah dan kadar trigliserida, peningkatan aklimatisasi panas dan peningkatan kekuatan tulang, ligamen dan tendon. (Shetty, 2005)

2.2 Faal Paru

2.2.1 Mekanisme Pernapasan

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru dan dinding dada sehingga paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Paru-paru-paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi “recoil” dinding dada yang diimbangi oleh kecenderungan dinding dada berkerut kearah yang berlawanan. (Guyton, 2006)

Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paru-paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga torak yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura. (Guyton, 2006)

(24)

bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah. (Syaifuddin, 2001)

Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paru-paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata. (Ganong, 2005)

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks. Selama bernapas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg relatif terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir

inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernapasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru. (Syaifuddin, 2001)

Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dn paru-paru berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer. Pada waktu penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan. (Syaifuddin, 2001)

(25)

ekspirasi, kontraksi ini menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai 30mmHg sehingga menimbulkan pengembangan paru-paru dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi maka paru-paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume intratoraks. (Syaifuddin, 2001)

2.2.2 Tekanan Selama Pernapasan

Tekanan intrapleura adalah tekanan ukuran dalam antara lapisan pleura luar dan lapisan pleura dalam. Pleura parietal dan pleura viseral dipisahkan oleh selaput tipis pleura yang berisi zat cair dan gas. (Guyton, 2006)

Tekanan pleura adalah tekanan cairan ruang sempit antara pleura paru-paru dengan pleura dinding dada. Secara normal terdapat sedikit isapan suatu tekanan negatif yang ringan. Selama inspirasi pengembangan rangka dada akan mendorong permukaan paru-paru dengan kekuatan sedikit lebih besar dan selama ekspirasi

peristiwa yang terjadi adalah sebaliknya. (Guyton, 2006)

Tekanan alveolus adalah tekanan bagian alveoli paru. Saat itu, glottis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam maupun ke luar paru-paru maka tekanan pada semua jalan napas sampai alveoli semua sama dengan tekanan atmosfer yaitu 0 cm tekanan air. (Syaifuddin, 2001)

(26)

Pada waktu inspirasi, setelah udara melewati hidung, faring udara dihangatkan dan diambil uap airnya. Udara berjalan melalui trakea, bronkus, bronkiolus, respiratorius, dan duktus alveolaris ke alveoli. Alveoli dikelilingi oleh kapiler-kapiler paru-paru. Pada sebagian besar struktur antara udara dan kapiler, darah O2 dan CO2 berdifusi sangat tipis. Terdapat kira-kira 300 juta alveoli pada paru-paru manusia dan luas total dinding paru yang bersentuhan dengan kapiler-kapiler pada kedua paru-paru kira-kira 70m2. (Syaifuddin, 2001)

Terdapat empat volume paru-paru. Pertama volume tidal merupakan volume udara yang dinspirasikan dan diekspirasikan di setiap pernapasan normal, jumlahnya kira-kira 500ml. Volume cadangan inspirasi merupakan volume tambahan udara yang dapat dinspirasikan di atas volume tidal normal, biasanya 3000ml. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi tidal yang normal, jumlahnya lebih kurang 1100ml. Akhirnya, volume sisa merupakan volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah kebanyakan ekspirasi

kuat, volume ini rata-rata 1200ml. (Guyton, 2006)

Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk. Sewaktu bernapas dalam, volume udara bertambah sehingga inspirasi gerakan datang menjadi luas dan berakhir. Hal tersebut terjadi akibat kombinasi dari pernapasan dangkal. Pada waktu istirahat, pernapasan dangkal terjadi akibat tekanan perut yang terkumpul sehingga membatasi gerakan diafragma.( Ganong, 2005)

(27)

badan inklusi. Bronkus dan bronkiolus mengandung otot polos dan dipersarafi oleh saraf otonom. (Syaifuddin, 2001)

2.2.3 Volume dan Kapasitas paru-paru

Metode yang sederhana untuk meneliti ventilasi paru-paru dengan merekam volume pergerakan udara yang masuk dan ke luar paru-paru dinamakan spirometri. Spirogram memperlihatkan perubahan dalam volume paru-paru pada berbagai keadaan pernapasan. Ada empat volme paru, dan bila semua dijumlahkan maka sama dengan volume maksimal paru mengembang. (Syaifuddin, 2001)

Dalam peristiwa siklus paru-paru diperlukan penyatuan dua volume atau lebih. Kombinasi seperti ini disebut kapasitas paru-paru. Jenis-jenis kapasitas paru-paru itu, yakni kapasitas inspirasi, kapasitas sisa fungsional, kapasitas vital, dan kapasitas total paru. Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah dengan volume cadangan inspirasi. Kira-kira 3500ml jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang,

mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru-parunya sampai jumlah maksimum. Kapasitas sisa fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume sisa. Jumlah udara yang tersisa di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi normal kira-kira 2300ml. (Guyton, 2006)

(28)

2.2.4 Tingkat ekspirasi istirahat

Ventilasi paru-paru normal hampir sepenuhnya dilakukan oleh otot-otot inspirasi. Pada waktu otot inspirasi berelaksasi sifatnya elastik. Paru-paru dan toraks mengempis secara pasif. Bila semua otot berelaksasi kembali ke keadaan istirahat maka volume udara di dalam paru-paru sama dengan kapasitas sisa fungsional, 2300ml. (Syaifuddin, 2001)

Volume sisa adalah udara yang tidak bias dikeluarkan dari paru-paru, bahkan dengan ekspirasi yang kuat pun tidak bisa dikeluarkan. Fungsinya menyediakan udara dalam alveolus untuk mereaksikan darah di antara dua siklus pernapasan. Seandainya tidak ada udara sisa maka konsentrasi oksigen dan karbon dioksida di dalam darah akan naik dan turun secara jelas sehingga setiap pernapasan akan merugikan proses pernapasan. (Syaifuddin, 2001)

Glottis adalah otot yang mengabduksikan laring hingga berkontraksi pada permulaan inspirasi sehingga menarik pita suara saling menjauh dan membuka glottis.

Terdapat refleks kontraksi otot-otot abduktor yang menutup glottis dan mencegah aspirasi makanan cairan dan muntah ke dalam paru-paru. Pada penderita yang tidak sadar, penutupan glottis semakin tidak sempurna sehingga muntah dapat masuk ke dalam trakea dan menyebabkan aspirasi pneumonia. (Syaifuddin, 2001)

2.2.5 Volume respirasi per menit

(29)

hidup untuk waktu yang singkat dengan volume repirasi per menitnya terendah 1,5 liter dan kecepatan respirasi terendahnya 2-4 kali per menit. (Guyton, 2006)

Kecepatan respirasi kadang-kadang mencapai 40-50 kali per menit dan volume tidal dapat menjadi sama besar dengan kapasitas vital kira-kira 4600ml pada pria dewasa muda. Kecepatan bernapas tinggi tidak dapat mempertahankan suatu volume tidal yang lebih besar dari separuh kapasitas vital, dengan mengkombinasikan kedua faktor ini, laki-laki dewasa muda mempunyai kapasitas pernapasan maksimum yaitu 100-120 liter/menit. (Syaifuddin, 2001)

2.3 Spirometri

2.3.1 Definisi Spirometri

Spirometri adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur aliran udara kedalam dan keluar dari paru. (Blonshine, 2000)

2.3.2 Deskripsi Spirometri

Seseorang yang bernapas melalui „mouth piece‟ spirometri perlu ditutup

hidungnya. Responden yang meniup diinstruksi mengenai cara bernapas sewaktu prosedur. Tiga maneuver pernapasan dicoba dahulu sebelum menentukan data prosedur dan data yang tertinggi dari tiga kali percobaan diambil untuk mengevaluasi pernapasan. Prosedur ini mengukur aliran udara melalui prinsip-prinsip perpindahan elekronik atau mekanik dan menggunakan mikropresessor dan perekam untuk menghitung serta memplot aliran udara. (Fink, 2000)

Tes ini menghasilkan rekaman ventilasi responden dalam kondisi yang

melibatkan usaha normal dan maksimal. Rekaman yang diperoleh disebut „spirogram‟

(30)

keluar dari paru. Spirometri dapat menghitung beberapa kapasitas paru. Akurasi pengukuran tergantung pada betapa benar responden melakukan maneuver ini. Pengukuran yang paling umum diukur melalui spirometri adalah :

a) Vital Capacity (VC) adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru

sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan

mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai normal

biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan keadaan toraks, jumlah

udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas ekspirasi maksimal. Volume ini

disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)

b) Forced vital capacity (FVC). Setelah mengekspirasi secara maksimal, responden

disuruh menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan

cepat. FVC adalah volume udara yang diekspirasi kedalam spirometri dengan usaha

inhalasi yang maksimum. (Ganong, 2005)

c) Forced expiratory volume (FEV). Pada awalnya maneuver FVC diukur dengan

volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik.

Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari FVC. Secara umum,

FEV-1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi kedalam spirometri

pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari FVC. ( Ganong, 2005)

d) Maximal voluntary ventilation (MVV). Responden akan bernapas sedalam dan

secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter)

menunjukkan kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)

Semua nilai normal pengukuran yang dilakukan melalui spirometri sangat tergantung pada

umur, kelamin, berat badan, tinggi dan ras.

(

Braunwald, 2001)

2.3.3 Tujuan Spirometri

(31)

menunjukkan nilai dibawah batas normal, maka dapat dipastikan adanya kelainan fungsional paru. Prosedur spirometri dapat dilakukan dengan cepat tanpa menyebabkan nyeri. . (Blonshine, 2000)

2.3.4 Kontraindikasi

Spirometri dikontraindikasi pada responden yang :

a) Hemoptisis

b) Pneumotoraks

c) Sakit jantung

d) Angina Pektoris

e) Aneurisme pada toraks, abdominal, cranial

f) Kondisi trombotik

g) Pembedahan toraks atau abdominal

h) Nausea dan muntah .

(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Keterangan:

Variabel bebas : - kebiasaan bermain badminton - Tidak ada kebiasaan berolahraga Variabel terikat : kapasitas vital paksa (KVP) Variabel perancu : - umur

- kelamin

- ras

Kapasitas Vital Paksa (KVP)  Kebiasaan bermain

badminton

 Tidak biasa berolahraga

 Umur

 Kelamin

(33)

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Kebiasaan berolahraga

Kebiasaan berolahraga adalah pemain badminton yang bermain minimal satu kali seminggu dan bagi bukan pemain badminton tidak biasa berolahraga. Saya akan menilai kebiasaan berolahraga dengan menggunakan tabel wawancara data sampel yang merangkumi nama, umur, berat badan, tinggi badan, berolahraga atau tidak, indeks brinkman dan hasil pemeriksaan spirometri. Hasil ukur saya adalah bermain badminton minimal satu kali seminggu atau tidak biasa berolahraga dengan skala ukur nominal.

3.2.2 Berat Badandan Tinggi Badan

Berat badan adalah massa tubuh seseorang yang akan ditimbang dengan menggunakan penimbang berat dalam unit kilogram (kg). Tinggi badan adalah

panjang badan yang akan dukur dengan menggunakan „microtoise staturmeter‟ dalam

ukuran meter (m). Tinggi badan dan berat badan akan digunakkan untuk menilai indeks massa tubuh (IMT) dalam unit kg/m2. Rumusnya adalah berat badan dibagi dengan tinggi badan dipangkat dua. Menurut WHO 2000, indeks massa tubuh ras Asia yang normal adalah 18,5 hingga 22,9 kg/m2. Responden yang dipilih dipastikan memenuhi kriteria normal.

3.2.3 Indeks Brinkman

(34)

Responden yang dipilih dipastikan sama sekali tidak merokok atau indeks brinkmannya(IB) ringan iaitu 0-200 batang/tahun.

Dengan mengisi data dalam tabel dapat saya memastikan sampel saya memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif.

3.2.4 Kapasitas Vital Paksa (KVP)

Kapasitas Vital Paksa (KVP) adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum. Saya akan mengukur kapasitas vital paksa dengan menggunakan spirometri meret Chest graph HI 701. Spirometri adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur aliran udara kedalam dan keluar dari paru. Cara ukur Kapasitas Vital Paksa (KVP) adalah :

1. Sambungkan mouth piece ke spirometri (lihat tanda oval pada mouth piece

Dimasukkan pas pada tempatnya di spirometri, kemudian tekan rapat tombol hitam dibawah tempat mouth piece agar terkunci).

2. Responden diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian dilonggarkan.

3. Memberikan instruksi kepada pasien, bila mouth piece telah dimasukkan ke mulut, pasien kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali, kemudian inspirasi dalam dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik.

4. Memasang nose clip pada hidung responden 5. Responden melaksanakan manuver

6. Mengulang manuver sebanyak 2 kali lagi

(35)

Hasil ukur saya diukur dengan skala numerik iaitu nilai persentase (%). 3.2.5 Umur

Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. Umur akan diukur dengan menanyakan kepada responden tanggal lahir dan tahun lahir. Dari situ akan diisi tabel wawancara data sampel. Hasil ukurnya adalah umurnya diantara 20 hingga 30 tahun.

3.2.6. Kelamin

Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai pria atau wanita. Hasil ukurnya adalah pria.

3.2.7. Ras

Ras adalah golongan bangsa. Hasil ukurnya adalah golongan bangsa Asia.

3.3 Hipotesa

(36)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan desain

cross-sectional karena akan dicari hubungan antara faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton dimana observasi dan pengukuran dilaksanakan sekaligus pada satu saat tertentu. Penelitian analitik bermaksud penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel. Desain cross-sectional

merupakan penelitian yang melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu dan hanya melakukan pengukuran satu kali sahaja.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengukuran dilakukan pada waktu istirahat sampel karena jika dilakukan pada

(37)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi penelitian

Populasi yang dipilih adalah laki-laki yang termasuk dalam kategori umur diantara 20-30 tahun serta tidak merokok atau merokok dengan Indeks Brinkman(IB) 0-200 batang/tahun. Bagi pemain badminton mestilah bermain badminton minimal sekali dalam seminggu secara rutin manakala untuk yang bukan pemain badminton adalah tidak bermain badminton atau olahraga lain sama sekali atau secara rutin. Kedua populasi yang dipilih dipastikan tidak ada riwayat pembedahan toraks ataupun abdominal, riwayat penyakit jantung atau paru dan kondisi neuromuskular.

4.3.2 Sampel penelitian

4.3.2.1 Kriteria inklusif dan eksklusif

Kriteria inklusif bagi sampel pemain badminton adalah :

1. Pria.

2. Berumur 20-30 tahun.

3. Tidak merokok atau merokok dengan IB < 200

4. Aktif berolahraga minimal sekali seminggu secara rutin 5. Bersedia untuk melakukan pemeriksaan faal paru

Kriteria inklusif bagi bukan pemain badminton adalah :

1. Pria

2. Berumur 20-30 tahun

(38)

5. Bersedia untuk melakukan pemeriksaan faal paru

Kriteria eksklusif bagi kedua kelompok sampel adalah:

1. Kelainan paru

2. Obesitas atau overweight

3. Riwayat operasi abdominal atau toraks 4. Riwayat kelainan kardiovaskular

5. Riwayat kelainan bentuk toraksa atau tulang belakang

4.3.3.2 Perkiraan Besar Sampel

Sampel ditarik melalui non-probability sampling iaitu dengan lebih spesifik secara consecutive sampling. Cara ini paling baik karena semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif yang telah disebutkan di atas akan berpartisipasi dalam penelitian sehingga jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

Jumlah sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus :

dengan:

n1 : besar sampel minimum pada populasi pertama n2 : besar sampel minimum pada populasi kedua

Zα : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

Zβ : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu P1 : harga proporsi di populasi pertama

(39)

Q : 1-P Q1 : 1-P1 Q2 : 1-P2

Berdasarkan rumus tersebut, maka:

dengan Zα = 1.96

Zβ = 0.842

P1 = 0.5 P2 = 0.2

P = ½ (0.5 + 0.2) = 0.35

Q = 1 – 0.35 = 0.65 Q1= 1 – 0.5 = 0.5 Q2 = 1 – 0.2 = 0.8

n1 = n2 =

(40)

Jadi besar sampel minimum yang diperlukan untuk satu kelompok adalah 38 orang.

4.4Teknik Pengumpulan data

Responden pada penelitian analitik ini adalah pemain badminton rutin dan bukan pemain badminton terpilih sebagai sampel pada survei ini. Responden diwawancarai oleh seorang pewawancara untuk mengumpulkan informasi yang tercakup dalam tabel wawancara data sampel serta bagi memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif. Berat badan dan tinggi badan diukur untuk menilai indeks massa tubuh (IMT) responden. Instrumen yang digunakkan untuk mengukur faal paru adalah spirometri. Responden diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian dilonggarkan. Kemudian diberikan instruksi kepada responden, bila

mouth piece telah dimasukkan ke mulut responden, kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali, kemudian inspirasi dalam dan kemudian ekspirasi

dengan cepat dalam waktu 1 detik. Setelah itu, dipasang nose clip pada hidung responden dan disuruh responden melaksanakan manuver. Manuver diulang sebanyak

2 kali lagi. Hasil yang terbaik diambil sebagai hasil spirometri melalui spirogram. Nilai variabel yang diukur adalah kapasitas vital paksa (KVP) dengan skala numerik dalam bentuk persentase. Nilai persentase yang dicatat dibandingkan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpul digolongkan berdasarkan nilai

forced vital capacity untuk masing-masing kelompok pemain badminton dan bukan

(41)
(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2010 hingga 18 Oktober 2010 di ruangan skills lab Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Total sampel sebanyak 80 orang yaitu 40 orang pemain badminton dan 40 orang bukan pemain badminton diambil untuk mengetahui perbandingan faaal paru antara yang bermain badminton dan yang tidak bermain badminton. Berdasarkan faal paru masing-masing kelompok yang dikumpul maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

5.1.1.1 Ruang Skills Lab Fakultas Kedokteran USU

Ruang skills lab didirikan pada bangunan lantai tiga Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Ruangan ini didirikan untuk mahasiswa-mahasiswa FK USU dalam

melaksanakan kegiatan praktikum skills lab sesuai jadwal kegiatan yang dibimbing fasilitator.

Alat-alat medis seperti spirometri, manikin, alat-alat bedah dan alat-alat medis yang digunakan untuk setiap kegiatan skills lab sesuai materi pembelajaran disediakan oleh Fakultas Kedoketeran USU.

Pada penelitian ini, uji faal paru telah dilakukan di ruangan Skills Lab dengan menggunakan spirometri milik Fakultas Kedokteran USU . Sampel hadir di ruangan Skills Lab untuk uji faal paru.

5.1.2. Karakteristik Individu

(43)

responden yang tidak bermain badminton sebagai kontrol dan yang bermain badminton secara regular. Peserta penelitian yang tidak bemain badminton adalah mahasiswa FK USU manakala peserta pemain badminton adalah pemain badminton yang bermain di Gedung Cikal secara regular setiap minggu.

Mahasiswa dipilih dari setambuk 2008 sampai 2011. Jumlah mahasiswa kira 1835 orang. Di antara mahasiswa tersebut sebanyak 40 orang yang memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif dipilih sebagai kontrol.

Pemain badminton yang bermain di Dewan Cikal adalah lebih kurang 150 orang namun yang bermain regular adalah hanya lebih kurang 60 orang. Di antara 60 orang itu yang dipilih sebagai responden adalah 40 orang yang memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif.

Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang diamati adalah berdasarkan umur, jenis kelamin, kelompok berat badan dan tinggi badan, keparahan merokok menurut indeks brinkman (IB) dan kebiasaan bermain badminton.

Karakteristik sampel pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin adalah

(44)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Umur

Pemain Badminton Bukan Pemain

Tabel 5.2. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Umur

Tes Normalitas ( Kolmogorov Smirnov)

Umur Statistik Df Sig

(45)

Gambar 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan umur

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa frekuensi karakteristik responden bukan pemain badminton berdasarkan umur yang terbanyak adalah 21 tahun berjumlah 10 sampel (25,0%) sedangkan bagi pemain badminton adalah umur 22 tahun berjumlah 11 sampel (27,5%). Frekuensi karakteristik responden bukan pemain badminton berdasarkan umur yang terkecil adalah 25 tahun berjumlah 3 sampel (7,5%),

sedangkan bagi pemain badminton adalah umur 26 tahun dan 27 tahun masing-masing 1 sampel (2,5%). Berdasarkan tabel 5.2, distribusi data sampel berdasarkan

umur antara pemain badminton dan bukan pemain badminton berbeda bermakna karena nilai signifikansi adalah 0,000(sig < 0,05).

(46)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Berat Badan

Pemain Badminton

Bukan Pemain Badminton

Berat Badan(kg)

Frekuensi Persentase (%)

Frekuensi Persentase (%)

41-50 3 7,5 4 10,0

51-60 14 35,0 13 32,5

61-70 16 40,0 16 40,0

71-80 6 15,0 5 12,5

81-90 1 2,5 2 5,0

Total 40 100 40 100

Tabel 5.4. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok Berat Badan

Tes Normalitas ( Kolmogorov Smirnov) Berat Badan Statistik Df Sig

(47)

Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Berat Badan

Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahawa distribusi frekuensi karakteristik sampel bukan pemain badminton dan pemain badminton berdasarkan kelompok berat badan terbanyak masing-masing adalah dari kelompok 61-70 kilogram(kg) yang berjumlah 16 sampel (40,0%), sedangkan distribusi frekuensi sampel berdasarkan kelompok berat badan yang tekecil adalah dari kelompok berat badan 81-90 kilogram(kg) berjumlah 2 sampel (5,0%) dan 1 sampel (2,5%) masing-masing. Berdasarkan tabel 5.4, distribusi data sampel berdasarkan berat badan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton tidak berbeda bermakna karena nilai signifikansi adalah 0,200 (sig > 0,05).

(48)

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Tinggi Badan

Tabel 5.6. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok Tinggi Badan

Tes Normalitas ( Kolmogorov Smirnov) Tinggi Badan Statistik Df Sig

(49)

Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kelompok Tinggi Badan

Karakteristik sampel bukan pemain badminton dan pemain badminton berdasarkan kelompok tinggi badan pada penelitian ini dapat dilihat pada jadual 5.5. Rata-rata sampel bukan pemain badminton mempunyai kelompok tinggi badan 171-175 yang berjumlah 14 sampel (35,0%), manakala sampel pemain badminton

mempunyai kelompok tinggi badan 166-170 yang berjumlah 16 sampel (40,0%). Frekuensi nilai terkecil pada sampel bukan pemain badminton adalah kelompok

tinggi badan 191-195 yang berjumlah 1 sampel (2,5%) sedangkan nilai terkecil sampel pemain badminton adalah pada kelompok tinggi badan 186-190 yang berjumlah 1 sampel (2,5%). Berdasarkan tabel 5.6, distribusi sampel berdasarkan tinggi badan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton berbeda bermakna karena nilai signifikansi adalah 0,028 (sig <0,05).

(50)

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan Kebiasaan Merokok

Pemain Badminton Bukan Pemain Badminton

Kebiasaan

(51)

Berdasarkan tabel 5.7. frekuensi sampel pemain badminton yang merokok adalah sebanyak 5 sampel ( 12,5%) dan yang sisanya tidak merokok dengan jumlah 35 sampel (87,5%). Frekuensi sampel bukan pemain badminton yang merokok adalah 12 sampel (30,0%), sedangkan sisanya tidak merokok berjumlah 28 sampel (70,0%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

Tabel 5.8. Perbandingan Kelompok Kapasitas Vital Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton

Pemain Badminton Bukan Pemain Badminton

Kapasitas Vital Paru (%)

Frekuensi Persentase (%)

Frekuensi Persentase (%)

<50 0 0 1 2.5

51-60 2 5.0 10 25.0

61-70 5 12.5 17 42.5

71-80 10 25.0 6 15.0

81-90 13 32.5 3 7.5

91-100 6 15.0 3 7.5

>100 4 10.0 0 0

(52)

Gambar 5.5. Perbandingan Kelompok Kapasitas Vital Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton

Berdasarkan tabel 5.8 dan gambar 5.5, kelompok kapasitas vital paru yang

terbesar bagi pemain badminton merupakan 81-90 % berjumlah 13 sampel (32,5%) sedangkan bukan pemain badminton adalah kelompok 61-70% berjumlah 17 sampel (42,5%). Kelompok kapasitas terkecil bagi pemain badminton adalah kurang dari 50% sedangkan bukan pemain badminton lebih dari 100% yang masing-masing tidak ada sampel (0%).

0 5 10 15 20 25

<50 51-60 61-70 71-80 81-90 91-100 >100

bukan pemain badminton

(53)

Tabel 5.9. Rerata Kapasitas Vital Paru pada Pemain Badminton dan Bukan

(54)

Tabel 5.9. menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas vital paru (KVP) pada pemain badminton adalah 83,800 (SD 14,562) dan pada bukan pemain badminton adalah 67,475 (SD 11,970).

Tabel 5.10. Analisis Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan bukan Pemain Badminton

T Df Sig.(2- tailed)

Perbandingan faal paru pemain badminton dan bukan pemain badminton

5,477 78 0,000

(55)

5.2 Pembahasan

Sistem respirasi adalah organ yang berperan penting dalam pertukaran gas dan difusi oksigen kedalam darah sewaktu semua jenis aktivitas fisik. Ia merupakan organ yang pertama mengalami perubahan dan adaptasi setelah melakukan olahraga rutin seperti renang, badminton, bola, bersepeda dan lain-lain. Faal paru akan mejadi lebih baik apabila olahraga rutin dilakukan. Setiap jenis olahraga akan mengalami perubahan faal paru dalam kadar yang berbeda. Hal ini karena, intensitas dan keakutan olahraga mempengaruhi kekuatan muskulus respirasi yang mengakibatkan peningkatan volume dan kapasitas paru. (Shetty, 2005)

Penelitan ini mengkaji perbandingan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton. Kapasitas vital paru (KVP) menjadi parameter untuk menilai faal paru setiap sampel. Banyak penelitian telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan hubungan linear antara faal paru dan berbagai jenis olahraga. (Mehrotra et al,1988)

Dari data hasil analisis penelitian dengan uji T independen menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas vital paru pada pemain badminton adalah sebesar 83,80

dengan standar deviasi 14,56. Sementara rata-rata kapasitas vital paru pada pemain bukan badminton adalah lebih rendah daripada pemain badminton yaitu sebesar 67,47 dengan standar deviasi 11,97. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai kapasitas vital paru yang bermakna pada pemain badminton dan bukan pemain badminton. Hasil data ini diperkukuhkan dengan penelitan sebelumnya yang dilakukan oleh Recep Kurkcu yang telah membandingkan perubahan fisiologis pada atlet badminton dan bukan atlet badminton. Ternyata bahwa faal paru atlet badminton lebih besar daripada bukan atlet badminton. (Kurkcu et al, 2009)

(56)

mensuplai energi supaya pemain dapat bermain untuk durasi yang lama. Chin mengatakan bahwa pemain badminton menggunakan lebih kurang 60-70% metabolisme aerobik sedangkan 30% metabolisme anaerobik. (Chin et al,1995).

Daya aerobik adalah sama dengan konsumsi oksigen maksimal yaitu VO2 max. Daya ini bermaksud jumlah oksigen maksimal yang dapat ditransportasi dan diutilisasi oleh tubuh untuk menghasilkan energi secara aerobik sewaktu melakukan aktivitas intensitas tinggi. Hal ini akan menentukkan kapasitas jantung, paru dan darah dalam mentransportasi oksigen ke muskulus yang terlibat dan utilisasi oksigen oleh muskulus tersebut.(Heyward, 1998). Penelitian sebelumnya oleh Kerry Ann pada tahun 2002 menyatakan bahwa pemain badminton menggunakan muskulus abdominal seperti muskulus rectus abdominis yang berkerjasama dengan muskulus otot tangan dan kaki untuk memproduksi stroke. (Kerry Ann, 2002).Maka, secara langsung hal di atas akan mempengaruhi faal paru pemain badminton secara bermakna. .

Menurut M.Doherty, faal paru perenang adalah lebih besar berbanding dengan olahraga berbasis darat seperti badminton, bola sepak dan bola keranjang. Hal ini

karena, perenang menggunakan regangan otot-otot ventilasi sewaktu berenang sehingga meningkatkan keterlibatan otot-otot aksesori pada leher dan dinding dada seperti otot sternocleidomastoideus dan otot rectus abdominis. Maka, terjadi peningkatan tekanan statik maksimal yang akan menambah kemampuan perenang untuk mengembangkan dan mengempiskan paru-parunya.( M. Doherty et al, 1997)

Wong Cho In mengatakan bahawa pemain bola mempunyai kapasitas vital paru yang lebih besar berbanding pelari marathon karena menggunakan mekanisme anaerobik untuk melakukan aksi seperti melompat dan menyepak bola dengan intensitas tinggi. Namun, pemain badminton, perenang dan pemain squash

(57)

Parameter faal paru saling terkait dengan kebiasaan merokok, umur, berat badan, tinggi badan,jenis kelamin dan ras. Hal ini telah dibuktikan melalui beberapa penelitian sebelumnya. Shetty menyatakan faal paru pada wanita dan pria sama sehingga mencapai pubertas. Setelah pubertas, faal paru wanita menurun 10-15% daripada pria karena komposisi lemak tubuh tinggi, massa otot rendah dan kadar hemoglobin rendah.

Penelitian faal paru yang dilakukan oleh Lakhera dan Klain yang membandingkan faal paru antara atlet dari Ladakhi, Dehli, Vanvasi dan Siddhi membuktikan bahwa populasi yang berbeda mempunyai faal paru yang bervariasi. Maka, Lakhera menerangkan bahwa ukuran paru terkait erat dengan genetik, lingkungan dan dan faktor nutrisi. (Lakhera et al, 1984)

Pada penelitian ini, korelasi hubungan antara umur dan kapasitas vital paru kuat. Ternyata semakin tua seseorang itu, semakin rendah nilai kapasitas parunya. Hal ini karena, endurasi dan kekuatan otot respirasi menurun, elastisitas paru menurun dan terjadi peningkatan dari perubahan perfusi-ventilasi (VE/Q) akibat pernafasan meningkat. Oleh itu, ventilasi dan faal paru menurun pada yang lebih tua

berbanding yang muda. (Guyton,2006)

Korelasi hubungan antara tinggi badan dan kapasitas vital paru ternyata kuat dalam penelitian ini. Namun, hal ini bertentangan dengan penelitian Kerry Ann dimana tinggi badan tidak begitu mempengaruhi faal paru pemain badminton. Berat badan pula sangat berhubungan dengan faal paru karena komposisi lemak berlebihan akan menurunkan efektivitas sewaktu bermain. (Omosegeard, 1996).

(58)

bahwa orang yang merokok mempunyai kapasitas vital paru yang lebih rendah daripada yang tidak merokok. (Tripati, 1988)

Penelitian ini menunjukkan dari 80 orang sampel, 40 orang pemain badminton mempunyai nilai kapasitas vital paru yang lebih tinggi daripada yang bukan pemain badminton. Dari 40 orang pemain badminton, 17 orang mempunyai kapasitas vital paru kurang dari 80% yaitu kapasitasnya buruk sementara dari 40 orang bukan pemain badminton 34 orang mempunyai kapasitas kurang dari 80%. Maka, sudah jelas terbukti bahwa kapasitas sampel pemain badminton lebih tinggi daripada pemain bukan badminton. Hal ini karena, mereka bermain badminton secara rutin minimal 1 minggu sekali.

Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu dijumpai beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini bersifat cross sectional, sehingga memperbesar peluang terjadinya recal bias. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian univariat, yang hanya meneliti antara hubungan bermain badminton dengan nilai faal paru, sehingga banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil.

Berhubungan dengan semua diatas, dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pemain badminton dan bukan pemain badminton dengan nilai t = 5,477 dan p

(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai perbandingan faal paru pada pemain badminton dan bukan pemain badminton diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Rata-rata pemain badminton berumur 22 tahun dengan 11 sampel manakala bukan pemain badminton berumur 21 tahun dengan 10 sampel 2. Rata-rata berat badan pada pemain badminton dan bukan pemain

badminton adalah dalam kelompok 61-70kg berjumlah 16 sampel masing-masing.

3. Rata-rata tinggi badan pada pemain badminton adalah kelompok 166-170cm berjumlah 16 sampel manakala bukan pemain badminton adalah kelompok 171-175cm berjumlah 14 sampel.

4. Kebiasaan merokok pada pemain badminton adalah sebanyak 5 sampel manakala bukan pemain badminton sebanyak 12 sampel dengan indeks brinkman kurang dari 200.Sisanya, tidak merokok.

5. Rata-rata kapasitas vital paru (KVP) bagi pemain badminton adalah 83,80 dan bagi bukan pemain badminton adalah 67,47.

(60)

6.2 Saran

1. Bagi peneliti di masa yang akan datang agar dapat lebih mengembangkan penelitian ini dari segi membandingkan olahraga badminton dan jenis-jenis olahraga yang lain untuk membandingkan pengaruh olahraga berlainan terhadap faal paru seseorang.

2. Bagi Dinas kesehatan dan Puskesmas untuk memberikan penyuluhan dan nasehat mengenai kebiasaan olahraga untuk meningkatkan faal paru kepada setiap pasien supaya dapat mengurangi gejala pulmonal dan hidup sehat. Selain itu, dapat dijadikan rekomendasi dalam rehabilitasi fungsi paru penderita penyakit paru untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 3. Bagi masyarakat untuk bermain badminton secara rutin untuk

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.

Ganong W.F., 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. USA: McGraw Hill Companies

Willmore J.H., Costill D.L, and Kenney W.L, 1999.Physiology of Sports and Exercise. 2nd ed. USA : Human Kinetics

Braunwald, E., Fauci, A.S., Isselbacher, K.J., Wilson, J.D., Martin, J.B., Kasper, D.L., et al, 2001. Harrison's Principles of Internal Medicine. Philadelphia: McGraw-Hill

Syaifuddin, H., 2002. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta : Widya Medika.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Jakarta: Rineka Cipta, 79-93.

Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran.Jakarta : Bamboedoea Communication.

Sastroasmoro, S. and Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga. Jakarta : CV Sagong Seto.

(62)

Sugono, D., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Silvie, J.R., 2010. Sejarah Bulutangkis di Indonesia dan Sejarah Berdirinya PBSI.

Available from : http:// sejahterabadminton. wordpress. com/ 2010/ 09/08 sejarah bulutangkis- di-indonesia- dan- sejarah- berdirinya-pb-pbsi/. [Accesed : 7 Mei 2011]

Setyawan,H., 2009. Olahraga bulutangkis di Indonesia dari lokal ke internasional tahun 1928-1958. Perpustakaan Universitas Indonesia. Available from : http:// www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp?id=127363.. [ Accesed : 7 Mei 2011)

Wong Cho In, 2009. Selected Physiology Profile of The First Division Footbal Players in Hong Kong. Available from : http://libproject.hkbu.edu.hk/trsimage /hp/07002505.pdf [Accesed : 6 Mei 2011]

Timothy, J.B., and Perillo, I., 2004. An Approach to Interpreting Spirometry.

American Academy of Family Physician. Available from : http://www.aafp.org/afp/2004/0301/ p1107. html. [ Accesed : 23 April 2011]

Shetty, D.P., 2005. A Comparritive Study of Pumonary Function Test Between Athletes and Nonathletic Student. Available from : http://119.82.96.197/gsdl/

collect /disserta/index/assoc/...dir/doc.pdf - [Accesed : 4 March 2011]

(63)

Lakhera, S.C., Kain, T.C., and Bandopadhyay, P., 1994. Lung Function in Middle Distance Adolescents runners. Indian Journal of Physiol Pharmacol , 38 (2) : 117-120

Mandal M.B., DE, A.K., and Kumar, S., 2007. Decline in Respiratory Performance of Varansi Population in 22 years. Indian Journal Physiol Pharmacol. 51(3) : 249 – 254.

Doherty, M., and Dimitriou, L., 1997. Comparison of Lung Volume in Greek Swimmers, land based athletes, and Sedentary Controls Using Allometric Scaling. British Journal Sports Medicine. 31 : 337 – 341.

Blonshine, 2000. "Spirometry: Asthma and COPD Guidelines Creating Opportunities for RTs." AARC Times : 43-7.

Lieshout, Kerry Ann Van, 2002. Physiologycal Profile of Elite Junior Badminton Players in South Africa. Available from : http://hdl.handle.net/10210/1345 [Accesed : 5 November 2011]

Ghosh A.K., Ahuja and Khanna G.L.,1986. Pulmonary Capacities of Different Groups of Sportsmen in India. British Journal Sports Medicine. 19 : 232-234

(64)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sugunaa Devi Nagarajoo Tempat / Tanggal Lahir : Kuala lumpur/ 25 Januari 1988 Agama : Hindu

Alamat : Jalan Sawi, no 18, Priggan, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sijil Pelajaran Malaysia (SPM)

2. Sijil Tinggi Pelajaran Malaysia (STPM) 3. Foundation In Science (FIS)

Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. Pengawas Pusat Sumber Sekolah

(65)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA

CALON SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya Sugunaa Devi Nagarajoo, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Perbandingan Faal Paru pada Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton ”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perngaruh olahraga terhadap faal paru seseorang.. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui kapasitas vital paru dan mengetahui apakah ada kelainan paru.

Saya akan melakukan eksperimen dengan menggunakan spirometri di mana saudara/i harus menarik napas dengan maksimum dan menghembus napas ke alat spirometri. Hasil akan diintepretasi oleh komputer spirometri.

Partisipasi Saudara/i bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Indentitas pribadi

Saudara/i sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Saudara/i tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Saudara/i dapat langsung menanyakan kepada Saya sebagai peneliti.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Saudara/i menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.

Medan,………...2011 Peneliti,

(66)

SURAT PERNYATAAN

PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Stambuk :

Kelamin :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang Penelitian “ Perbandingan Faal

Paru pada Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton”. Maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian tersebut. Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, ……… 2011

Peserta Penelitian,

(67)
(68)
(69)
(70)

HASIL OUTPUT UJI T INDEPENDENT PERBANDINGAN FAAL PARU PEMAIN BADMINTON DAN BUKAN PEMAIN BADMINTON

Group Statistics

Kebiasaan Berolahraga N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

KVP Bermain Badminton 40 83.8000 14.56233 2.30251

Tidak Bemain Badminton 40 67.4750 11.97002 1.89263

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(71)

HASIL OUTPUT DISTRIBUSI NORMAL DATA BERDASARKAN UMUR

Descriptives

Statistic Std. Error

umur Mean 22.00 .176

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 21.65

Upper Bound 22.35

5% Trimmed Mean 21.90

Median 22.00

Variance 2.481

Std. Deviation 1.575

Minimum 20

Maximum 27

Range 7

Interquartile Range 2

Skewness .658 .269

Kurtosis .273 .532

Tests of Normality

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain
Gambar 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain  Badminton dan Pemain Badminton berdasarkan umur
Tabel 5.4. Distribusi Normal Data Responden berdasarkan Kelompok Berat
Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Bukan Pemain
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya aplikasi do’a harian berbasis android menggunakan teknologi augmented reality ini diharapkan dapat memberikan alternatif teknologi yang efektif dan bisa menjadi

11.87/POKJA-PJKK/BMU/X/2017 Tanggal 17 Oktober 2017 Maka Bersama ini disampaikan calon pemenang untuk paket pekerjaan tersebut adalah :. Rp

Sasaran 1 Output : Persebaran desa penghasil komoditas unggulan Analisa LQ + Analisa Deskriptif Pengumpulan Data Skunder dan Primer Sasaran 2 Output : pola keterkaitan

Hasil yang dicapai dari analisis dan perancangan aplikasi ini adalah perancangan aplikasi e-CRM berbasis web yang akan dibuat akan membantu menganalisis data dari customer

Pengaturan daerah penangkapan melalui pembuatan zona pemanfaatan terbatas untuk memperbesar jumlah populasi induk pokea yang ditempatkan di 3 bagian perairan dengan luas

Telah dilakukan penelitian rancang bangun optimized power generating diffusorber berbasis quadratic residue diffuser (QRD) dan peredam bising generasi ketiga iSAE sebagai upaya

http://journal.unesa.ac.id/index.php/paramasastra | 317 Salah satu contoh aplikasi yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran adalah aplikasi Hello Chinesese,

Fasilitator pembangunan daerah berarti bahwa aparatur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Semarang diharapkan mempunyai kemampuan dalam menganalisa secara