KEMITRAAN USAHA KECIL MENENGAH DENGAN
BADAN USAHA MILIK NEGARA DI KOTA MEDAN
(Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dan PT. Jamsostek(PERSERO) Cabang Kantor Medan )
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
OKTAVIANI HOTNIDA
030903028
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MEMPEROLEH
GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
Halaman BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.3. Manfaat Penelitian ... 8
1.4. Paradigma Penelitian ... 9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Kemitraan ... 12
2.1.1. Pengertian Kemitraan ... 12
2.1.2. Unsur- Unsur Kemitraan ... 13
2.1.3. Tujuan Kemitraan ... 16
2.1.4. Bentuk- Bentuk Pola kemitraan ... 18
2.1.5. Pengembangan UKM ... 22
BAB III: METODE PENELTIAN ... 35
3.1. Bentuk Penelitian ... 35
3.2. Lokasi Penelitian ... 35
3.3. Satuan Kajian (unit of analysis) ... 35
BAB IV :DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 40
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 40
4.1.1. Kota Medan ... 40
4.1.2. Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan ... 53
4.1.3. PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan ... 64
4.1.4. PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) ... 78
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 102
5.1. Hasil Penelitian ... 102
5.1.1. Hasil Penelitian Pada Dinas Koperasi Dan UKM Kota Medan ... 105
5.1.2. Hasil Penelitian Pada PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan ... 115
5.1.3. Hasil Penelitian Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) ... 129
5.1.4. Hasil Penelitian Pada UKM Di Kota Medan ... 150
5.2. Pembahasan ... 169
BAB VI : PENUTUP ... 180
6.1. KESIMPULAN ... 180
6.2. SARAN ... 182
DAFTAR PUSTAKA ... 183
Tabel 2.1. Batasan/ Karakteristik UKM menurut beberapa organisasi ... 26
Tabel 2.2. Penggolongan Jenis Usaha ... 28
Tabel 4.1. Distribusi Penyebaran Penduduk Kota Medan ... 42
Tabel 4.2. Perbandingan Kontribusi Ketiga Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kota Medan (%) Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2002, 2003, dan 2004………43
Tabel 4.3. Struktur Lapangan Kerja Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun 2004 ... 44
Tabel 4.4. Indikator Perekonomian Kota Medan...46
Tabel 4.5. Penanaman Modal Berdasarkan Lapangan Usaha ... 48
Tabel 4.6. Perkembangan Usaha kecil ... 52
Tabel 4.7. Perkembangan Usaha Menengah ... 53
Tabel 4.8. Jumlah Pegawai Dinas Koperasi Kota Medan Menurut Tingkat Pendidikan/ Golongan...63
Tabel 4.9. Jumlah Pegawai Dinas Koperasi Dan UKM Kota Medan Yang Telah Mengikuti Pendidikan Kedinasan/ Penjenjangan Karir...63
Tabel 4.10. Data Mitra Binaan (Agustus 2006) PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan……….75
Tabel 4.13. Data Mitra Binaan (Mei 2007) PT. Jamsostek (PERSERO)
Cabang Kantor Medan ……….77
Tabel 4.14. Data Mitra Binaan (September 2007) PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan ……….77
Tabel 4.15. Data Mitra Binaan (November 2007) PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan ……….78
Tabel 5.1. Analisis SWOT ………..170
Tabel 5.2. Analisis SWOT UKM ………171
Gambar 2. Pola Hubungan UKM Dengan Pemerintah ... 32
Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan ... 60
Gambar 4. Struktur Organisasi PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan ... 72
Gambar 5. Sturktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) .. 87
Gambar 6. Diagram Alir Program Kemitraan ... 98
Gambar 7. UKM ERISKA ... 150
Gambar 8. UKM RAHMAD ... 154
Gambar 9. UKM Penggilingan Kopi ... 158
(Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dan PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan )
Skripsi ini disusun oleh:
Nama : Oktaviani Hotnida
NIM : 030903028
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Prof. DR. Erika Revida, Dra, M.S.
Untuk meningkatkan perkembangan UKM khususnya di Kota Medan diperlukan kemitraan yang terjalin antara pelaku UKM sebagai mitra binaan dan BUMN sebagai mitra pembina. Kemitraan merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan. Berbagai kemitraan dan kerjasama tersebut terus dibangun dan dikembangkan dengan dasar saling memperkuat, saling membutuhkan dan saling menguntungkan satu sama lain. Pelaksanaan kemitraan dilakukan dengan harapan agar usaha kecil nantinya akan menjadi faktor pendukung bagi peningkatan pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dalam pengembangan perekonomian daerah khususnya Kota Medan.
Tujuan penelitian ini adalah “Untuk menganalisis kemitraan UKM dengan BUMN (PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan, PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dalam pengembangan UKM di Kota Medan”.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang disajikan dalam bentuk teknik analisa matrik SWOT. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada para informan dan observasi langsung ke tempat objek penelitian serta melakukan studi dokumentasi.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dan PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan melakukan kemitraan dengan beberapa UKM yang ada di Kota Medan. Bentuk kemitraan yang diberikan oleh PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dan PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan adalah berupa bantuan pinjaman modal usaha yang kemudian dibayar kembali oleh pelaku UKM yang bermitra secara kredit dan dengan suku bunga antara 3%-6% pertahun. Bukan hanya bantuan pinjaman modal saja, tetapi juga memberikan pembinaan dan pengembangan sperti pelatihan, seminar serta pameran- pameran.
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan
masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk
mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Aspirasi dan tuntutan masyarakat
itu dilandasi oleh hasrat untuk lebih berperan serta dalam mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur , maju dan sejahtera. Dalam ekonomi yang semakin terbuka,
ekonomi semakin berorientasi pada pasar, peluang dari keterbukaan dan persaingan
pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan
ekonominya lemah.
Dalam keadaan ini harus dicegah terjadinya proses kesenjangan yang makin
melebar, karena kesempatan yang muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat
dimanfaatkan oleh wilayah, sektor, dan golongan ekonomi yang maju. Secara khusus
perhatian harus diberikan dengan pemihakan dan pemberdayaan masyarakat melalui
pembangunan ekonomi lokal.
Pengembangan pembangunan ekonomi lokal erat kaitannya dengan
pemberdayaan sumberdaya manusia, lembaga dan lingkungan sekitarnya. Sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah yang luas dan utuh pada kabupaten/ kota di
Indonesia maka perkembangan , pembangunan dan bisnis di daerah dapat semakin
meningkat. Konsekuensi dari otonomi daerah mengharuskan pemerintah daerah/ kota
Hal ini disebabkan karena sektor UKM terbukti lebih memiliki ketahanan dalam masa
krisis ekonomi yang melanda Indonesia dibandingkan usaha besar. Oleh karena itu,
UKM memiliki peran yang penting dalam perekonomian nasional.
Menurut (Abdullah, 2005:97), adapun Kontribusi UKM dalam perekonomian
nasional, yaitu :
Gambar1. Kontribusi UKM
Bila UKM berkembang dengan baik tentu akan menyerap tenaga kerja yang
besar sehingga pendapatan masyarakat meningkat. Pada gilirannya akan mendorong
konsumsi nasional yang memacu produksi lebih tinggi lagi dan akan menjadikan
pendapatan nasional menjadi meningkat sehingga proses pembangunan dapat terus
berjalan. Tetapi bila UKM tidak berkembang sehingga tenaga kerja tidak terserap
dalam sektor ini tentu jumlah pengangguran akan banyak dan konsumsi akan
menurun. Hal ini tidak menstimulus (mendorong) bagi produksi nasional dan tentu
ekonomi.
Kontribusi bagi usaha kecil dalam menciptakan pertumbuhan pendapatan
nasional tidak bisa terlalu banyak diharapkan karena adanya berbagai keterbatasan
kemampuan internal usaha kecil itu sendiri. Mereka harus bekerja dengan jam kerja
upah tidak memadai, dan menghasilkan produk yang inferior. Dalam hal ini,
usaha-usaha semacam ini memang tidak adanya prospek untuk dikembangkan. Walaupun
demikian dukungan terhadap pengembangan usaha kecil masih tetap diperlukan
karena usaha ini tetap berfungsi sebagai alternatif kesempatan kerja lain yang lebih
baik. Banyak usaha kecil yang bisa dikembangkan dalam persaingan yang ketat.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) Tahun 2003, dalam pembangunan
Kota Medan paling tidak tiga pelaku yang paling menonjol yaitu pemerintah, swasta
(dunia usaha), masyarakat. Demikian juga dalam kegiatan ekonomi, selain dikenal
sektor publik yang diperankan oleh pemerintah juga tidak kalah pentingnya sektor
swasta dan masyarakat. Bahkan dilihat dari kontribusi masing-masing sektor, sektor
swasta memberikan sumbangan jauh lebih besar, bahkan mencapai 80% dari total
investasi yang ada. Dengan demikian sektor pemerintah hanya memberikan
sumbangan 20%.
Salah satu permasalahan yang sangat utama bagi pelaku UKM selama ini
adalah masalah permodalan. Banyak pelaku UKM memiliki usaha-usaha yang
berpotensi maju dan dapat berkembang lebih baik tidak dapat meningkatkan produksi
yang formal seperti SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), IUI (Izin Usaha Industri),
TDP (Tanda Daftar Perusahaan), HO (Izin Gangguan), dll.
Namun, walaupun perhatian dari pemerintah telah diberikan ternyata masih
juga ditemukan keadaan di mana adanya keterbatasan akses kecil dan menengah
terhadap sumber modal untuk mengembangkan usahanya. Hal ini terutama karena
terbatasnya bilateral atau jaminan debitur untuk meminjam dari lembaga keuangan
atau lembaga pembiayaan, disamping kurangnya informasi dan komunikasi antar
usaha kecil dan menengah dan bank/lembaga keuangan, serta masih rancunya
defenisi, ketentuan dan penanganan usaha kecil dan menengah oleh pemerintah.
Permasalahan yang dihadapi oleh UKM saat ini bukan hanya pada
keterbatasan mendapatkan modal usaha, tetapi masih banyak lagi masalah- masalah
yang melilit UKM, salah satunya adalah terjadinya kesenjangan (gap) antara usaha
kecil menengah dengan usaha besar. Sehingga perkembangan UKM di Kota Medan
saat ini masih belum bisa dikatakan seluruhnya maju atau berhasil.
Oleh karena itu, peran pemerintah daerah bukan hanya pada pemberian modal
usaha, akan tetapi lebih pada membina kemampuan industri kecil dan membuat suatu
kondisi yang mendorong kenyamanan berusaha bagi para pengelola UKM dan
semaksimal mungkin mendorong lahirnya kemitraan antara sesama UKM dengan
usaha besar serta partisipasi dari pihak pemerintah, swasta, dan juga masyarakat.
Secara ideal, kemitraan diorientasikan untuk menghindari kesenjangan (gap)
antara usaha kecil menengah dengan usaha besar guna membangun keseimbangan
dan saling melindungi sesama dalam kerangka penguatan basis ekonomi nasional,
lebih dari itu kemitraan menjadi alat perekat kemandirian ekonomi bangsa guna
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Konsep kemitraan dalam pembangunan UKM di Indonesia setidaknya mulai
dicanangkan oleh pemerintah setelah berlakunya UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha
Kecil, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan dan Inpres No.
10 Tahun 1998 tentang Usaha Menengah. Sejak itu, harapan untuk iklim usaha dan
pembangunan daya tumbuh UKM mulai muncul.
Kemitraan yang dimaksud adalah yang terdapat dalam Undang-Undang No. 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Menurut UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
Pasal 1 Ayat 8, “Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha
Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh
Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”.
Sedangkan menurut Anoraga (2002: 232), Kemitraan merupakan suatu
bentuk jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling
menguntungkan. Terjadinya kemitraan adalah bila ada keinginan yang sama untuk
saling mendukung dan saling melengkapi dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Kemitraan usaha ini dilakukan antara usaha kecil dengan sektor usaha besar.
Untuk mewujudkan hal tersebut kebijakan yang perlu dikembangkan secara
(pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat) dengan demikian membutuhkan
kemampuan komunikasi diantara semua lembaga yang bersangkutan yang menjamin
kesinambungan mitra kerja dan mitra usaha. Untuk selanjutnya, komunikasi multi
arah menjadi kebutuhan dasar dalam pengembangan lembaga kemitraan tersebut.
Berbagai kemitraan dan kerjasama tersebut terus dibangun dan dikembangkan
dengan dasar saling memperkuat, saling membutuhkan dan saling menguntungkan
satu sama lain. Pelaksanaan kemitraan dilakukan dengan harapan agar usaha kecil
nantinya akan menjadi faktor pendukung bagi peningkatan pendapatan, dan
penyerapan tenaga kerja dalam pengembangan perekonomian daerah serta
mendorong tumbuh dan berkembangnya kemitraan antara usaha besar/ Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) sebagai mitra pembina dengan usaha kecil sebagai mitra
binaan.
Menyadari peranan UKM terhadap perekonomian Indonesia serta
permasalahan yang dihadapinya maka pemerintah memberikan perhatian pada sektor
ini, diantaranya dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor: 316/ KMK.016/1994 Tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan
Koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).
Tujuan peraturan ini adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan
terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan
kesempatan kerja serta kesempatan berusaha, maka perlu dikembangkan potensi
BUMN dengan UKM.
Dalam hal ini, BUMN ditunjuk sebagai pelaksana kemitraan dikarenakan
seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan,
dan merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian Nasional
disamping Koperasi dan usaha swasta. Disamping itu juga BUMN merupakan
penghasil barang dan atau jasa untuk kemakmuran masyarakat dan memiliki peran
yang strategis dalam membantu pembinaan dan pengembangan UKM.
Harapan akan bangkitnya ekonomi kerakyatan terbangun. Namun,
kenyataannya sampai sekarang ini, kemitraan ini tampak tersendat-sendat, dan hanya
bisa berjalan di tempat. Saat ini kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah
dan besar dalam pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku
dirasakan belum bermanfaat. Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah
dan besar dalam transfer teknologi masih kurang. Justru sebaliknya yang menguat
dan semakin berkembang adalah kian terpuruknya usaha kecil dan menengah untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, dalam penelitian ini penulis
tertarik untuk mengetahui lebih banyak lagi menegenai kemitraan yang dilakukan
oleh sebagian BUMN yang ada di Kota Medan dalam hal ini yaitu PT.
JAMSOSTEK (PERSERO) Cabang Medan dan juga PT. Perkebunan Nusantara III
(PERSERO) Medan sebagai mitra pembina dengan UKM- UKM yang ada di Kota
MENENGAH DENGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DI KOTA MEDAN”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah “ Bagaimana Kemitraan Usaha
Kecil Menengah (UKM) dengan BUMN (PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor
Medan, PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan) di Kota Medan ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah “Untuk menganalisis
kemitraan UKM dengan BUMN (PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan,
PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dalam pengembangan UKM di Kota
Medan”.
1.4. Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus
mempunyai manfaat yang jelas. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis sendiri adalah menambah wawasan dan pengetahuan tentang
tentang kemitraan UKM dengan perusahaan besar, khususnya bagi
Departemen Ilmu Administrasi Negara.
3. Memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Medan khususnya Dinas
Koperasi dan UKM juga bagi BUMN diantaranya yaitu PT. Jamsostek
(PERSERO) Cabang Kantor Medan, PT. Perkebunan Nusantara III
(PERSERO) Medan dalam menjalankan kemitraan dengan UKM Kota
Medan.
1.5. Paradigma Penelitian
Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2005: 49), adalah
kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau
proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Paradigma kemitraan maksudnya adalah konsepsi yang dapat mendasari
BUMN untuk mewujudkan keyakinannya dalam membina/ menjalin kemitraan
dengan para pelaku UKM. Sehingga para pelaku UKM sebagai mitra binaan tidak
lagi menyatakan bahwa adanya keterbatasan mendapatkan modal usaha, terjadinya
kesenjangan (gap) antara usaha kecil dengan usaha besar, dan lain-lain.
Pemanfaatan laba BUMN untuk pembinaan UKM merupakan salah satu
upaya dalam menanggulangi kesenjangan pendapatan masyarakat. Sebagai tindak
lanjut dari kebijakan ini BUMN telah ditugaskan untuk membina dan
b) Belum bankable, sehingga sulit untuk mendapatkan pinjaman ke bank
c) Penghasilan masih relatif rendah
d) Mempunyai potensi penting dalam sistem perekonomian Nasional dan
menjaga stabilitas Nasional
e) Menjaga atau menyeimbangkan struktur usaha Nasional, besar- menengah-
kecil (Departemen Keuangan : 1997)
Pelaksanaan kemitraan dilakukan dengan harapan agar usaha kecil nantinya
akan menjadi faktor pendukung bagi peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga
kerja, dan menjadi dinamis dalam pengembangan perekonomian daerah serta
mendorong tumbuh dan berkembangnya kemitraan antara BUMN sebagai mitra
pembina dengan pelaku UKM sebagai mitra binaan.
Dalam pelaksanaan kemitraan tersebut, setiap usaha kecil akan melalui suatu
proses pengamatan yang dilakukan oleh mitra pembina bersama- sama pihak terkait
guna memperhatikan kebutuhan nyata mitra binaan yaitu peningkatan modal usaha,
peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) pengusaha kecil dalam aspek
peningkatan kemampuan manajemen usaha kecil, peningkatan kemampuan dalam
keterampilan teknik produksi, peningkatan kemampuan pemasaran atau bantuan
pemasaran, serta pendidikan dan pelatihan.
Dalam hal ini, mitra pembina memiliki alokasi dana yang digunakan untuk
biaya pembinaan dan pengembangan usaha kecil, di mana biaya ini merupakan biaya
merangsang pertumbuhan usaha.
Biaya pembinaan dan pengembangan yang dialokasikan dimaksudkan sebagai
pinjaman guna membantu pengadaan bahan baku, pengadaan mesin dan peralatan,
dan sebagai modal kerja. Di mana besarnya pinjaman yang diberikan bergantung
pada kebutuhan nyata dari individual pengusaha kecil dengan tingkat suku bunga
3%-6% pertahun.
Setelah dua belas bulan pelaksanaan binaan berlangsung pinjaman tersebut
dapat diberlakukan sebagai hibah sesudah melewati penilaian yang dilakukan oleh
suatu tim yang terdiri dari mitra binaan dengan pihak terkait lain dan selama masa
binaan tersebut berlangsung pembinaan dan pengembangan usaha kecil tidak
dibenarkan dialihkan kepada pihak lain. Demikian juga halnya dengan penentuan
jenis binaan dan kelompok sasaran, monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh
mitra pembina bersama pihak terkait lainnya.
Untuk menjalankan kemitraan tersebut, menurut Bobo (2003 : 182)
diperlukan unsur- unsur kemitraan diantaranya yaitu :
1. Kerjasama Usaha
2. Antara Pengusaha Besar atau Menengah Dengan pengusaha Kecil
3. Pembinaan dan Pengembangan
4. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat dan Saling Menguntungkan
Dengan memperhatikan asumsi- asumsi dan penerapan berbagai kebijakan
2.1. Kemitraan
2.1.1. Pengertian Kemitraan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 749): Arti kata mitra adalah
teman; sahabat, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya: perihal
hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.
Berdasarkan pendapat Hafsah (1999: 43) :
”Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis”.
Lebih lanjut, Anoraga (2002: 232), Kemitraan merupakan suatu bentuk
jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan.
Terjadinya kemitraan adalah bila ada keinginan yang sama untuk saling mendukung
dan saling melengkapi dalam upaya mencapai tujuan bersama. Kemitraan usaha ini
dilakukan antara usaha kecil dengan sektor usaha besar. Dengan adanya kemitraan
ini, usaha kecil diharapkan dapat hidup berdampingan dan sejajar dengan usaha
besar.
Sesuai UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil Pasal 1 Ayat 8, “Kemitraan
besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan
saling menguntungkan”.
Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997
terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa : “Kemitraan adalah kerjasama usaha
antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau dengan usaha besar dengan
memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan”.
Dalam UU No.9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil , konsep kemitraan
dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut :
1) Usaha Menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan usaha kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.
2) Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
3) Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
4) Dalam melaksanakan hubungan ke dua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.
2.1.2. Unsur-Unsur Kemitraan
Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan
dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu
sama lainnya.
Kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan kerjasama
usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling
2.1.2.1. Kerjasama Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang
dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah
pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara
pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan
yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh
berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan
usahanya.
2.1.2.2. Antara Pengusaha Besar atau Menengah Dengan pengusaha Kecil
Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha
besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga
pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya
kesejahteraan.
2.1.2.3. Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan
dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk
pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak
ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara
manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan
didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
2.1.2.4. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat dan Saling Menguntungkan
2.1.2.4.1. Prinsip Saling Memerlukan
Dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai
target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang
kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam
hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan
sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya
ada saling memerlukan atau ketergantungan di antara kedua belah pihak yang
bermitra.
2.1.2.4.2. Prinsip Saling Memperkuat
Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk
bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh
masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai
ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi
juga ada nilai tambah yang non ekonomi seperti peningkatan kemampuan
manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan
konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan .
Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk
memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat keunggulan-keunggulan
yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan
demikian terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan
masing-masing pihak yang bermitra. Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip
kemitraan dapat didasarkan pada saling memperkuat.
2.1.2.4.3. Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah “win-win solution
partnership” kesadaran dan saling menguntungkan. Pada kemitraan usaha terutama
sekali terhadap hubungan timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan
majikan, atau terhadap atasan kepada bawahan sebagai adanya pembagian resiko dan
keuntungan proporsional, disinilah letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha
tersebut. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara
bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi
dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak
sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui
pengembangan usahanya.
2.1.3. Tujuan kemitraan
Tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek (Hafsah, 1999 : 54), antara lain
yaitu :
2.1.3.1. Tujuan dari Aspek Ekonomi
Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
b) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
c) Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil
d) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional
e) Memperluas kesempatan kerja
f) Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional
2.1.3.2. Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Kemitraan usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha
kecil. Pengusaha besar berperan sebagai faktor percepatan pemberdayaan usaha kecil
sesuai kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju
kemandirian usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh
pengusaha besar yang telah mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai
tanggung jawab sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar
tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri.
Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian
pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil, dengan pembinaan dan
bimbingan yang terus menerus diharapkan pengusaha kecil dapat tumbuh dan
berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri.
2.1.3.3. Tujuan dari Aspek Teknologi
Sehubungan dengan keterbatasan khususnya teknologi pada usaha kecil, maka
pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap
pengusaha kecil meliputi juga memberikan bimbingan teknologi. Teknologi dilihat
bimbingan teknologi yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik berproduksi
untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
2.1.3.4. Tujuan dari Aspek Manajemen
Manajemen merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu
untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang
tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Ada 2 (dua) hal yang
menjadi pusat perhatian yaitu :
a). Peningkatan produktivitas individu yang melaksanakan kerja.
b). Peningkatan produktivitas organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan.
Pengusaha kecil yang umumnya tingkat manajemen usaha rendah, dengan
kemitraan usaha diharapkan ada pembenahan manajemen, peningkatan kualitas
sumber daya manusia serta pemantapan organisasi.
2.1.4. Bentuk-Bentuk Pola Kemitraan
Pola kemitraan adalah salah satu konsep yang sudah banyak dikenal. Dalam
pola kemitraan ini diharapkan suatu lembaga mampu berfungsi sebagai penampung
aspirasi para anggota kemitraan tersebut. Perlu diingat bahwa salah satu fungsi dari
lembaga kemitraan adalah harus mampu mencerminkan keikutsertaan para
anggotanya dan mengikutsertakan masyarakat agar dapat berpatisipasi aktif dalam
pembangunan di daerah mereka masing-masing.
Dalam rangka merealisasikan kemitraan sebagai wujud dari keterkaitan
usaha yang dimitrakan menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah
adalah sebagai berikut :
2.1.4.1. Pola Inti Plasma
Dalam pola inti plasma, Usaha Besar dan Usaha Menengah bertindak sebagai
inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil sebagai plasma. Selanjutnya menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (a) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, yang dimaksud
dengan pola inti plasma adalah:
“Hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha”.
Kerjasama inti plasma akan diatur melalui suatu perjanjian kerjasama antara
inti dan plasma. Dalam program inti plasma ini diperlukan keseriusan dan kesiapan,
baik pada pihak usaha kecil selaku pihak plasma yang mendapat bantuan dalam
upaya mengembangkan usahanya, maupun pada pihak usaha besar atau usaha
menengah yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk membina dan
mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Selain itu juga sebagai suatu upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha pola
inti plasma yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya
kejelasan peran masing- masing pihak yang terlibat. Adapun pihak-pihak tersebut
antara lain : (1) Pengusaha Besar (Pemrakarsa), (2) Pengusaha Kecil (Mitra Usaha)
dan (3) Pemerintah. Peran pengusaha besar selaku (inti) sebagaimana tersebut di atas
kemampuan manajemen dan kinerja usahanya yang berkelanjutan serta
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang
diberikan oleh usaha besar dan atau usaha menengah.
2.1.4.2. Pola Sub Kontrak
Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995
bahwa: “Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi
komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian
dari produksinya”. Dapat pula dikatakan bahwa dalam pola subkontrak, usaha kecil
memproduksi barang dan atau jasa yang merupakan komponen atau bagian produksi
usaha menengah atau usaha besar.
Oleh karena itu, maka melalui kemitraan ini usaha menengah dan atau usaha
besar memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada usaha kecil untuk
membeli bahan baku yang diperlukan secara berkesinambungan dengan harga yang
wajar. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam kemitraan dengan pola
subkontrak, bagi perusahaan kecil antara lain adalah dapat menstabilkan dan
menambah penjualan, kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau
komponen, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan,
pengusaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan.
Sedangkan bagi perusahaan besar adalah dapat memfokuskan perhatian pada
bagian lain, memenuhi kekurangan kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang
produktivitas dan kesempatan kerja baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan
besar.
2.1.4.3. Pola Dagang Umum
Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
1995, Pola Dagang Umum adalah: Hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha
Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan
yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya.
Dengan demikian maka dalam pola dagang umum, usaha menengah atau
usaha besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha kecil mitra
usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau
usaha besar mitranya.
2.1.4.4. Pola Waralaba
Menurut Penjelasan Pasal 27 huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
1995, Pola Waralaba adalah “ Hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi
waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi
perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan
manajemen”. Berdasarkan pada ketentuan seperti tersebut di atas, dalam pola
waralaba pemberi waralaba memberikan hak untuk menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri usaha kepada penerima waralaba. Dengan
demikian, maka dengan pola waralaba ini usaha menengah dan atau usaha besar yang
penjamin kredit yang diajukan oleh usaha kecil sebagai penerima waralaba kepada
pihak ketiga.
2.1.4.5. Pola Keagenan
Berdasarkan penjelasan Pasal 27 huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
1995, pola keagenan adalah “hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha
Besar mitranya”. Dalam pola keagenan, usaha menengah dan atau usaha besar dalam
memasarkan barang dan jasa produknya memberi hak keagenan hanya kepada usaha
kecil. Dalam hal ini usaha menengah atau usaha besar memberikan keagenan barang
dan jasa lainnya kepada usaha kecil yang mampu melaksanakannya.
2.1.4.6. Bentuk- Bentuk Lain
Selain daripada pola-pola seperti yang telah disebutkan di atas, seiring dengan
semakin berkembangnya lalu lintas usaha (bisnis) dimungkinkan pula dalam
perjalanannya nanti adanya timbul bentuk pola-pola lain yang mungkin saat ini atau
pada saat yang mendatang akan atau sudah berkembang tetapi belum dibakukan.
2.1.5. Pengembangan UKM (Usaha Kecil Menengah)
2.1.5.1. Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah)
Defenisi yang berkaitan dengan UKM (Usaha Kecil Menengah) tersebut
adalah :
Ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan
1997 tentang Kemitraan, di mana pengertian UKM adalah sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebagai berikut :
1) Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2) Usaha Menengah dan usaha besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan-penjualan tahunan lebih besar dari kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.
Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia Tahun 2003, menggambarkan bahwa
perusahaan dengan:
a) Jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga
b) Perusahaan dengan tenaga kerja 5 – 19 orang sebagai industri kecil
c) Perusahaan dengan tenaga kerja 20 – 99 orang sebagai industri sedang atau menengah
d) Perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2003, yang mendefenisikan
UKM menurut dua kategori, yaitu :
a) Menurut omset. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omset per tahun kurang dari Rp 1 milyar
b) Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga kerja sebayak 5 sampai 9 orang. Industri rumah tangga adalah industri yang memperkerjakan kurang dari lima orang.
Usaha kecil menengah (UKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal
yang kecil, atau nilai kekayaan (asset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil
(terbatas), nilai modal (asset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan defenisi yang
diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno, 2004:
Longenecker dkk, (2001: 15), mengatakan UKM (Usaha Kecil Menengah)
adalah usaha yang berpendapatan pertahun 100 juta sampai dengan 200 juta dengan
tenaga kerja kurang dari 100 orang.
Sedangkan Ball dkk, (2001: 494), berpendapat bahwa UKM (Usaha Kecil
Menengah) adalah yang memiliki omset lebih dari 300 juta dengan karyawan lebih
dari 100, dengan kekayaan bersih 100 juta (di luar tanah dan bangunan).
Sebagai bahan perbandingan menurut Susana Suprapti (2005: 48), UKM
(Usaha Kecil Menengah) adalah badan usaha baik perorangan atau badan hukum
yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200
juta dan mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun
sebanyak Rp 1 Milyar dan berdiri sendiri.
Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) menurut Surat Edaran Bank
Indonesia No. 26/1/UKK Tanggal 29 Mei 1993 adalah :
-. Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp 600 Juta, tidak
termasuk tanah dan rumah yang ditempati.
-. Usaha menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan
aset (di luar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta
dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan defenisi UKM adalah
kegiatan usaha berskala kecil yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan
tenaga kerja kurang dari 100 orang, memiliki kekayaan bersih 200 juta (di luar tanah
2.1.5.2. Karakteristik UKM
Dalam ketentuan UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, yang menjadi
kriteria usaha kecil adalah :
1) Memiliki kekayaan paling banyak Rp 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- 3) Milik warga negara Indonesia.
4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasi atau berafiliasi baik langsung mauapaun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
5) Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.
Ciri-ciri umum usaha kecil menurut Mintzerg dkk, (dalam Situmorang dkk.,
2003: 5) adalah :
1) Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis 2) Stuktur organisasinya bersifat sederhana
3) Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar
4) Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan 5) Sistem akuntansi yang kurang baik, bahakan kadang-kadang tidak memiliki 6) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya
7) Kemampuan pasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas 8) Marjin keuntungan sangat tipis
Tabel 2.1. Batasan/ Karakteristik UKM menurut beberapa organisasi.
Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria
Badan Pusat
Usaha Kecil Pekerja 5-19 orang Usaha Menengah Pekerja 20-99 orang
Menneg Koperasi & UKM
Usaha Kecil (UU No. 9/1995)
Aset < Rp. 200 Juta di luar tanah dan bangunan. Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar Usaha Menengah (Inpres 10/1999) Aset Rp. 200- Rp. 10
Milyar
Bank Indonesia
Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR Tgl 5 Mei 1998)
Usaha yang dijalankan oleh
Usaha Kecil (UU No. 9/1995)
Aset < Rp. 200 Juta di luar tanah dan bangunan : Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar
Menengah (SK Dir BI No. 30/45/Dir/UK Tgl 5 Januari 1997)
Aset < Rp. 5 Milyar untuk
Bank Dunia Usaha Mikro Kecil- Menengah
Selain itu, Sutojo (dalam Bararuallo, 2001:7), mengemukakan bahwa ciri-ciri
usaha kecil di Indonesia adalah :
1) Lebih dari setengah usaha didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan
2) Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha
3) Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank
4) Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional
5) Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang kurang dari 60%
6) Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial
7) Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada konsumen 8) Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar.
Menurut Heryadi dan Isono (2001: 14), ada beberapa karakteristik yang
menjadi ciri usaha kecil, antara lain adalah :
1) Mempunyai skala usaha kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja maupun orientasi pasar.
2) Banyak berlokasi di wilayah pedesaan dan kota-kota atau daerah pinggiran kota besar.
3) Status usaha milik pribadi atau keluarga.
4) Sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sosial budaya (etnis geografis)
5) Pola bekerja sering kali part time atau sebagai usaha sampingan dari kegiatan ekonomi lainnya.
6) Memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi teknologi, pengelolaan usaha dan administrasinya sendiri masih sederhana
7) Struktur permodalan sangat tergantung pada fiskal aset, berarti kekurangan modal kerja dan sangat tergantung terhadap sumber modal sendiri serta lingkungan pribadinya.
8) Izin usaha sering kali tidak dimiliki dan persyaratan resensi berubah-ubah secara cepat.
Sesuai dengan Perda No. 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Usaha
perindustrian dan Perdagangan kota medan, jenis usaha digolongkan berdasarkan
modal menjadi empat golongan. (Lihat Tabel)
Tabel 2.2. Penggolongan Jenis Usaha*
Modal Golongan
Keterangan: * Tidak termasuk tanah dan bangunan
2.1.5.3. Jenis-Jenis UKM
Secara umum UKM bergerak dalam 2 (dua) bidang, yaitu bidang
perindustrian dan bidang perdagangan barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127
Tahun 2001, adapun bidang/ jenis usaha yang terbuka bagi usaha kecil dan menengah
di bidang industri dan perdagangan adalah:
a. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.
b. Industri penyempurnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/ celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan.
c. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah, dsb.
d. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan:
1. Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut. 2. Bahan industri: getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir.
f. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.
g. Industri barang dari tanah liat baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.
h. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.
i. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.
j. Perdagangan dengan skala kecil dan informasi.
2.1.5.4. Permasalahan Dan Penyebab Kegagalan UKM
Beberapa penyebab kegagalan sebuah usaha kecil menurut Scarborough dan
Zimmerer ( dalam Suseno, 2005 : 238 ) :
1. Manajemen yang tidak kompeten
Kurangnya pengalaman dan kemampuan pengambilan keputusan yang rendah
dari pemilik adalah masalah utama dari kebanyakan usaha kecil. Para manajer
usaha kecil biasanya tidak mempunyai kapasitas untuk mengoperasikan usaha
dan mereka memiliki kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan tentang
bisnis yang rendah.
2. Kurang Pengalaman
Para manajer usaha kecil mempunyai pengetahuan tentang bidang usaha yang
akan dimasuki. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman
sebelumnya di bidang yang sama. Pengalaman akan memberikan ketrampilan
3. Pengendalian keuangan yang rendah
Manajemen yang sehat adalah kunci kesuksesan sebuah usaha kecil dan
manajer yang efektif diperlukan untuk mengendalikan keuangan perusahaan
yang tepat. Dua masalah keuangan yang utama usaha kecil adalah modal yang
terlalu kecil dan kebijakan kredit bagi konsumen yang longgar.
4. Lemahnya manajemen strategik
Usaha kecil biasanya tidak mempunyai perencanaan bisnis yang sebenarnya
dapat digunakan untuk merencanakan pengembangan strategi usahanya.
Pembuatan perencanaan bisnis mendorong pengusaha untuk melihat potensi
usahanya secara realistik.
5. Pertumbuhan yang tidak terkendali
Pertumbuhan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap usaha, tetapi
pertumbuhan dapat menjadi kerugian ketika perusahaan tidak dapat
mengendalikannya. Banyak usaha kecil tidak bisa mengantisipasi kebutuhan
karena pertumbuhan usaha mereka. Pertumbuhan seharusnya diimbangi
dengan perubahan dalam struktur organisasi dan operasi usaha.
6. Pemilihan lokasi usaha yang tidak tepat
Banyak usaha kecil memilih lokasi berbisnis tanpa melalui seleksi dengan
studi dan perencanaan yang tepat. Beberapa hal dapat dilakukan untuk
menentukan lokasi, antara lain kedekatan dengan konsumen dan tarif sewa.
7. Lemahnya kendali persediaan
tidak hanya kelebihan persediaan, tetapi kelebihan itu terdapat pada jenis
barang yang salah.
8. Ketidakmampuan untuk melakukan entrepreneurial transition
Sebuah skala akan membutuhkan gaya manajemen yang berbeda dibandingkan
ketika usaha tersebut dimulai. Perkembangan suatu bisnis memerlukan
keefektifan manajerial dalam menjalankan usaha, seperti pendelegasian
kewenangan. Usaha kecil sering kali tidak mempunyai kemampuan untuk
melakukan hal tersebut.
Sementara itu, BPS (Biro Pusat Statistik) Tahun 2003, mengidentifikasikan
delapan permasalahan umum yang dihadapai oleh UKM (Usaha Kecil Menengah).
Masalah-masalah tersebut adalah :
1) Kurang permodalan
2) Kesulitan pemasaran
3) Persaingan usaha
4) Kesulitan bahan baku
5) Kurangnya kemampuan teknis produksi dan keahlian
6) Kurangnya ketrampilan manajerial
7) Kurangnya pengetahuan manajemen keuangan
8) Iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/ perundangan)
Menurut Abdullah (2005:99) UKM merupakan salah satu usaha yang berada
di sektor privat tetapi keberadaannya dilindungi oleh pemerintah. Untuk lebih
Gambar 2. Pola hubungan UKM dengan Pemerintah
Dari bagan tersebut dapat dilihat bahwa yang menjadi permasalahan UKM
selama ini adalah; (1) secara eksternal: permasalahan premanisme, pungutan liar,
perizinan, retribusi yang tidak kondusif selalu menekan para pelaku UKM sehingga
menghambat perkembangan UKM; (2) secara internal: permasalahan permodalan,
manajemen usaha, akses pasar menjadi persoalan klasik. Kedua permasalahan ini
tentu dapat diatasi jika pemerintah mau memiliki komitmen untuk melakukan
perubahan kebijakan terhadap UKM di masa yang akan datang dengan menciptakan
regulasi/ peraturan yang mendukung UKM itu sendiri, serta melakukan tindakan yang
tegas terhadap aksi premanisme yang selama ini mengganggu pelaku UKM. Dengan
adanya hubungan yang harmonis antara pemerintah dan UKM akan menjadi inspirasi
bagi perkembangan UKM yang kuat sehingga UKM dapat menjadi pilar ekonomi
yang kuat.
Kebutuhan UKM • Akses Modal • Pemasaran • Pelatihan • Teknologi Beban UKM
• Premanisme • Pungutan • Perizinan
UKM PEMERINTAH
• Pemberantasan premanisme dan pungutan liar. • Penyederhanaan
2.1.5.5. Pengertian Pengembangan
Menurut PP No.32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan
Usaha kecil, maka Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan
untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha
yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah.
2.1.5.6. Komponen-komponen Pengembangan
Dalam PP No.32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kecil, Bab II Pasal 5 menyatakan pembinaan dan pengembangan usaha kecil
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a) Identifikasi potensi dan masalah yang dihadapi oleh usaha kecil
b) Penyiapan program pembinaan dan pengembangan sesuai potensi dan
masalah yang dihadapi oleh usaha kecil
c) Pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan
d) Pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program pembinaan dan
pengembangan bagi usaha kecil
2.1.5.7. Faktor Pendukung Pengembangan UKM (Usaha Kecil Menengah)
Menurut Sartika dan Rachman (dalam Suseno, 2005: 45), Upaya untuk
mengembangkan UKM (Usaha Kecil Menengah) akan dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu faktor dari dalam perusahaan (faktor internal) dan faktor luar perusahaan (faktor
eksternal), sebagai berikut :
2.1.5.7.1. Faktor Internal
2) Melakukan perencanaan usaha dan investasi dalam jangka panjang
3) Mengembangkan Research and Development
2.1.5.7.2. Faktor Eksternal
1) Menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha (penyederhanaan
perizinan dan birokrasi)
2) Mengupayakan adanya program pendampingan
3) Mengupayakan tersedianya faktor-faktor produksi
4) Mengupayakan tersedianya produk-produk pendukung dalam proses produksi
5) Mengupayakan tersedianya infrastruktur sosial
6) Mengupayakan tersedianya biaya dari kredit
7) Perlu memberikan fleksibilitas dalam penerapan prinsip penyaluran kredit,
diantaranya faktor kapasitas dan kemampuan debitor dalam menghasilkan
keuntungan juga masalah agunan atau collateral kredit.
8) Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang mendukung pengembangan UKM
3.1. Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi (1990: 64) metode deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberi kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada:
1. Dinas Koperasi Dan UKM Kota Medan
2. PT. JAMSOSTEK (PERSERO) Cabang Kantor Medan 3. PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan 4. UKM yang ada di Kota Medan
3.3. Satuan Kajian (unit of analysis)
Pada penelitian ini yang menjadi satuan kajian dalam penelitian ini adalah UKM (Usaha Kecil Menengah) yang berada pada 5 kecamatan di Kota Medan. Dimana, jumlah UKM (Usaha Kecil Menengah) yang telah dibina oleh DISKOP&UKM (Dinas Koperasi Dan UKM) Kota Medan berjumlah 315 unit.
UKM. Adapun jumlah dari BUMN yang ada di Kota Medan adalah sebanyak 34 (tiga puluh empat) unit sebagai pembina UKM Kota Medan. Dimana, BUMN yang menjadi objek penelitian adalah PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan, dan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan.
3.4. Informan
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terkait dalam kemitraan yang dapat memberikan informasi atau keterangan mengenai kemitraan UKM dengan BUMN Kota Medan.
Dalam menentukan informan, yang pertama dilakukan adalah menjabarkan ciri-ciri atau karakteristik dari objek penelitian, yang dipilih adalah informan yang mengetahui dengan jelas dan sesuai dengan tujuan dari permasalahan.
Oleh sebab itu, informan tersebut diharapkan mampu memberikan keterangan tentang kemitraan UKM dengan BUMN. Adapun yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah :
1. Dinas Koperasi & UKM sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu: -. Kepala Sub Dinas Koperasi dan UKM ( Ir. Andi Rahmad) -. Kepala Seksi Penyusunan Program ( Hormat Karo- Karo) -. Kepala Seksi Bina UKM (Warista Kaban)
2. PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan sebanyak 1 (satu) orang -. Account Officer Program Khusus ( Leni Donarita, S.H.)
3. PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu: -. Staf Urusan Perencanaan PKBL (Ir. Kory J. Sitompul)
-. Staf Urusan ADM I Keuangan/ Umum (Achmad Rudy Mulyanto, S.E.) Sedangkan yang menjadi informan biasa adalah para pelaku UKM sebagai mitra binaan sebanyak 5 (lima) orang, diantaranya yaitu:
-. UKM Eriska -. UKM Rahmad
-. UKM Penggilingan Kopi -. UKM Srikandi
-. UKM Pengrajin Rotan
Jadi, jumlah informan yang diwawancarai adalah sebanyak 12 (dua belas) orang, dimana informan kunci (key informan) adalah sebanyak 7 (tujuh) orang dan informan biasa sebanyak 5 (lima) orang.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara yaitu :
3.5.1. Pengumpulan Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan melalui:
3.5.1.1. Metode Wawancara
3.5.1.2. Metode Observasi
Yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung dan selanjutnya mengadakan pencatatan terhadap gejala-gejala yang ditemukan di lapangan serta mencatatnya ke dalam catatan penelitian (field note)yang terkait dengan UKM dan BUMN mengenai kemitraan.
3.5.2. Pengumpulan Data Sekunder, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui studi pustaka dan diperlukan untuk mendukung data primer. Pada penelitian ini yang menjadi data sekunder yaitu :
3.5.2.1. Penelitian Kepustakaan
Adalah pengumpulan data-data yang diperoleh melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang sedang diteliti.
3.5.2.2. Studi Dokumenter (documentary)
Yaitu dengan menelaah catatan tertulis, arsip yang menyangkut masalah yang diteliti pada lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
3.6. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dari lapangan dari para informan.
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah bagian dari proses yaitu bentuk analisis untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hasil yang tidak penting, dan mengatur data, sehingga dapat dapat dibuat kesimpulan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, berupa singkatan pembuatan kode, memusatkan tema, membuat batasan persoalan.
b. Display Data (Penyajian data)
Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan penelitian. Penyajian data dalam bentuk matriks, gambaran, skema, jaringan kerja dan tabel, mungkin akan berguna mendapatkan gambaran yang jelas serta memudahkan dalam penyususnan kesimpulan penelitian. Pada dasarnya, sajian data dirancang untuk menggambarkan suatu informasi secara sitematik dan mudah dilihat serta dipahami dalam bentuk keseluruhan sajiannya.
c. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Kota Medan
4.1.1.1. Letak Geografis Kota Medan r
strt tr ts t
ur
srt s ur y strt
t
r s us ! r tu !
"
tu !# rs ur y
tr $r% & ' t y
s y y r t tt' ( ' y
r t sr r ) s trt' *' 3° 43' Lintang Utara
dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut. Secara geografis wilayah Kota Medan berbatasan dengan :
-. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kabupaten Deli Serdang. -. Sebelah Barat berbatasan dengan : Kabupaten Deli Serdang. -. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Deli Serdang. -. Sebelah Utara berbatasan dengan : Selat Malaka.
berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang terletak pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Kota Medan juga memiliki posisi strategis yaitu sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor).
+,-,-,.,Jumlah Penduduk
Pada tahun 2004, penduduk Kota Medan diperkirakan telah mencapai 2.006.142 jiwa, 1.010.174 diantaranya laki-laki (50,35%) dan 995.968 jiwa perempuan (49,65%). Dengan laju pertumbuhan penduduk Kota Medan yang tergolong kecil, yaitu hanya 1%, rata-rata usia harapan hidup penduduk Kota Medan mencapai 69,50 pertahun.
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.006.142 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian Kota Medan Merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.
bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Tabel 4.1. Distribusi Penyebaran Penduduk Kota Medan
No Kecamatan Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
Penduduk
1 Medan Tuntungan 9 32.214 33.413 65.645
2 Medan Johor 6 50.647 51.285 101.956
3 Medan Amplas 7 44.127 44.511 88.638
4 Medan Denai 12 65.808 59.697 125.505
5 Medan Area 12 54.644 55.788 110.432
6 Medan Kota 6 41.623 42.907 84.530
7 Medan Maimun 5 24.055 24.940 48.995
8 Medan Polonia 6 22.977 23.319 46.316
9 Medan Baru 6 20.550 22.865 43.415
10 Medan Selayang 6 38.570 39.213 77.783
11 Medan Sunggal 6 51.373 52.430 103.803
12 Medan Helvetia 7 64.301 63.843 128.144
13 Medan Petisah 6 33.752 36.026 69.778
14 Medan Barat 7 42.442 44.264 86.706
15 Medan Timur 11 55.986 56.902 112.888
16 Medan Perjuangan 9 48.030 49.669 97.699
17 Medan Tembung 7 67.536 66.997 97.699
18 Medan Deli 6 65.536 64.719 130.255
19 Medan Labuhan 5 44.850 44.395 89.245
20 Medan Marelan 6 45.162 43.628 88.790
21 Medan Belawan 6 46.667 45.214 91.881
Jumlah Total 151 960.477 966.043 1.926.520
Berdasarkan data dari BPS (Biro Pusat Statistik) Kota Medan Tahun 2006, menyatakan bahwa penduduk tetap Kota Medan berjumlah 2.036.185 Jiwa, sedangkan penduduk tidak tetap Kota Medan berjumlah 566.611 Jiwa.
/01010203erekonomian 4ota 5edan
Kota Medan memilki struktur ekonomi yang khas ditandai oleh dominasi sektor tersier (perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa) dan sekunder (industri, listrik, gas, air, dan bangunan) ketimbang sektor primer (pertanian, penggalian) sebagai penggerak utama perekonomian kota.
Tabel 4.2. Perbandingan Kontribusi Ketiga Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kota Medan (%) Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2002, 2003, dan 2004
No. Sektor/Lapangan Usaha
Tahun
2002 2003 2004
1 Primer 4,78 4,33 4,18
2 Sekunder 26,75 29,01 29,06
3 Tersier 68,76 66,66 66,74
PDRB 100,00 100,00 100,00
Sumber : RENSTRA Tahun 2006-2010 Dinas Koperasi Dan UKM Kota Medan.
Medan Selayang, dan Medan marelan berpenduduk dengan mata pencaharian utama di bidang subsektor tanaman pangan dan peternakan sedangkan dua lainnya, yaitu Medan Belawan dan Medan Labuhan di bidang subsektor perikanan. Kecamatan-kecamatan lainnya (17 Kecamatan-kecamatan) berpenduduk dengan mata pencaharian utama disektor tersier dan sekunder.
Struktur mata pencaharian penduduk Kota Medan yang demikian dimungkinkan oleh peran Kota Medan sebagai sentra ekonomi, perdagangan, dan jasa. Dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.3.Struktur Lapangan Kerja Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun 2004
No. Bidang Angkatan Kerja
(%)
1 Jasa 25,83
2 Keuangan 3,35
3 Angkutan dan Komunikasi 10,50
4 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 35,49
5 Bangunan 6,31
6 Listrik, air, dan gas 1,08
7 Industri 11,88
8 Penggalian 0,20
9 Pertanian 5,37
Di bidang ekonomi, sebagian masyarakat Kota Medan masih berada dalam situasi yang belum pulih sepenuhnya dari krisis ekonomi yang terjadi. Hal ini dapat diidentifikasikan oleh adanya pengangguran akibat rendahnya akses masyrakat terhadap sumber daya, teknologi, informasi pasar dan sumber pembiayaan yang mendukung peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan usaha ekonomi produktif. Pada tahun 2000, tingkat pengangguran terbuka di Kota Medan sebesar 7,19%. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, angka ini meningkat pada tahun 2001 mencapai 14,59% namun kemudian pada 2002 berhasil ditekan menjadi hanya 12,05%.
Mencermati tingkat pengangguran terbuka tersebut, Pemerintah Kota Medan berinisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan berbagai kesempatan berusaha dengan memanfaatkan sumber daya ekonomi yang ada. Akan tetapi, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengembangan sumber daya alam sesuai kebutuhan dan kondisi masyarakat belum terlaksana sebagaimana mestinya.
Tabel 4.4. Indikator Perekonomian Kota Medan
INDIKATOR UTAMA EKONOMI KOTA MEDAN
Keterangan Tahun 2005
Penduduk 2.006.142 jiwa
PDRB 24,5 trilyun
Pertumbuhan ekonomi 5,49 %
Income perkapita Rp. 12,500,000
Tingkat inflasi 6,64 %
Jumlah tenaga kerja produktif 682.826 jiwa
Tingkat pengangguran 13,01 %
Total of export (FOB, 000 US$) 2.229.125 Total of import (CIF, 000 US$) 679.000,00 Sumber: Dinas perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.
6787876 79euntungan :konomis ; <=>?lai :konomis 9ota @edan
6787876 787 9euntungan :konomis
1. Hinterland Medan merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya alam 2. Selat Malaka adalah salah satu jalur lalu lintas paling sibuk di dunia 3. Mendorong perkembangan Kota Medan dalam 2 kutub, pertumbuhan
secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan Pusat Kota Medan 4. Tersedianya terminal lalu lintas darat antar kota seperti Terminal Terpadu
Pinang Baris dan Amplas
6787876 7A 7 >?lai :konomis
3. Medan, disamping sebagai Pusat Pemerintahan Sumatera Utara juga sebagai pusat jasa, perdagangan, industri, pariwisata, dan juga sebagai pintu gerbang eksport import barang dan juga sebagai pintu gerbang Indonesia Bagian Barat
BCDCDCECFasilitas Prasarana Dan Sarana Pembangunan Kota Medan
Adapun yang menjadi fasilitas prasarana dan sarana pendukung pembangunan di bidang ekonomi, industri dan perdagangan yang tersedia , yaitu meliputi :
1. Kawasan Industri Medan (KIM) dan Kawasan Industri Baru (KIB) 2. Pelabuhan Ekspor ;
-. Laut : Belawan -. Udara : Polonia
3. Perhotelan (Melati s/d Bintang 5) 4. Lembaga Keuangan / Perbankan 5. Trasportasi Lokal/ Antar Daerah 6. Sumber Energi/ Tenaga Listrik
7. Lembaga Penelitian/ Unit Pelayanan Teknis 8. Sentra Produksi/ Industri
9. Perguruan Tinggi
10. Pusat Perbelanjaan Modern/ Swalayan 11. Jasa Perdagangan
FGHGHGIGJnvestasi
Sejak tahun 1990 s/d 2005 akumulasi realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) berjumlah 454.832.910 US $, sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp 91.744.271.000.000 (sembilan puluh satu triliun tujuh ratus empat puluh empat miliyar dua ratus tujuh puluh juta rupiah) di mana total proyek adalah 356 terdiri dari 201 proyek PMA, dan 155 proyek PMDN.
Tabel 4.5. Penanaman Modal Berdasarkan Lapangan Usaha
No. Lapangan Usaha Jumlah Proyek
PMA PMDN
1 Pertanian 3 4
2 Pertambangan/
Galian 1
---3 Industri 100 84
4 Listrik --- 1
5 Bangunan Fisik/
Gedung 16 10
6 Perdagangan 33 2
7 Jasa 48 54
Jumlah 201 155
KLMLMLNLOembangun Kota Jasa, Perdagangan Dan Industri
Sektor ekonomi jasa, industri dan perdagangan merupakan pilar ekonomi terpenting bagi Kota Medan. Oleh Karenanya, kebijakan pembangunan ekonomi harus dapat merangsang tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor tersebut, sebagai basis ekonomi kota.
Menjadikan Kota Medan sebagai Kota Jasa,Perdagangan dan Industri juga didukung keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) yang dimiliki seperti :
1) Letak Geografis yang berada di jalur Selat Malaka, serta dekat dengan Malaysia, Thailand dan Singapura.
2) Berada di antara dua daerah propinsi yang kaya dengan sumber daya lam yaitu Aceh dan Riau serta daerah Hinterlandnya
3) Aksebilitas yang memadai yang didukung oleh keberadaan Pelabuhan Laut, bandara Udara serta sarana transportasi. Oleh karena itu, berdasarkan visi pembangunan Kota Medan Tahun 2005-2010 yaitu Medan sebagai Kota Metropolitan yang Modern, Madani, dan Religius. Pembangunan Kota akan diarahkan sebagai Kota Jasa Industri dan Perdagangan.
4.1.1.7.1. Kota Jasa