• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) (Studi Pada Mitra Binaan Pkbl PT. Pertamina (Persero) Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) (Studi Pada Mitra Binaan Pkbl PT. Pertamina (Persero) Medan)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERTAMINA (PERSERO) MEDAN

DALAM PENGEMBANGAN

USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

(Studi Pada Mitra Binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan)

S K R I P S I

diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

Oleh

APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN

070903021

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Lembar Pengesahan Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN

NIM : 070903021

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : PERAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA

LINGKUNGAN PT. PERTAMINA (PERSERO) MEDAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

(Studi Pada Mitra Binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan)

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Asima Yanty Siahaan, M. A., Ph. D. Drs. M. Husni Thamrin Nst., M. Si. NIP. 19640126 198803 2 002 NIP. 19640108 199102 1 001

Dekan

(3)

ABSTRAK

Nama : APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN

NIM : 070903021

Judul Skripsi : Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) (Studi Pada Mitra Binaan PT. Pertamina (Persero) Medan)

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanti S. Siahaan, M. A., Ph. D.

CSR merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 74. Usaha kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu program pengembangan perilaku kewirausahaan yang dijadikan acuan oleh PT. Pertamina (Persero) Medan untuk menerapkan CSR. Meningkatnya persaingan pasar dagang membuat produk-produk hasil olahan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) kurang mendapat tempat di masyarakat. Tidak hanya itu, kurangnya perhatian pemerintah menambah kesulitan mereka untuk memasarkan setiap produk tersebut. Kegiatan yang berada di bawah naungan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) ini sebenarnya bertujuan untuk membantu usaha kecil dan menengah dengan meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang pengelolaan dan peran yang dihadapi oleh PKBL PT Pertamina (Persero). Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 di PT. Pertamina (Persero) Medan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu lokasi dipilih secara cermat, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian.

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Oleh sebab itu untuk mengumpulkan data yang demikian perlu dialog secara terus-menerus sehingga peneliti dapat memahami makna dari uraian mereka. Dengan wawancara berulang-ulang diharapkan akan semakin mendapat tanggapan dari subyek yang diteliti. Teknik penelitian subjek penelitian yaitu dengan menggunakan teknik snowball dengan jumlah sebanyak sembilan orang informan yang terdiri dari empat orang staf PT. Pertamina (Persero) Medan dan lima orang mitra binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan. Studi pada mitra binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan berguna untuk menambah pemahaman tentang bagaimana peran PKBL sejauh ini dapat dirasakan oleh pelaku UKM.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan merupakan suatu program yang disentralisasi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Jadi dalam pelaksanaannya tidak terkait (tidak ada campur tangan) oleh pemerintah daerah. Penelitian juga menunjukkan bahwa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memiliki beberapa peran penting bagi masyarakat khususnya para mitraan binaan (pelaku UKM) antara lain dalam permodalan, penyediaan aset, menciptakan lapangan pekerjaan, ilmu manajemen serta ekspansi usaha.

(4)

RIWAYAT HIDUP

APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN, lahir pada tanggal 27 April 1988 di Medan, Sumatera Utara, anak kelima dari lima bersaudara, dari Ayahanda Alm. Saut M. Siahaan dan Ibunda Manur Nainggolan.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : Tahun 2000, menyelesaikan pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri No. 064983 Medan. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 18 Medan pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Medan pada tahun 2006. Tahun 2006 menempuh Pendidikan Diploma 1 di Manajemen Informatika Komputer AMIK MBP, Medan. Pada tahun 2007, diterima di Departemen Ilmu Administrasi Negara, Program Studi Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2010, tepatnya di bulan Februari melakukan penelitian secara berkelompok tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM-Mandiri) di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Kemudian pada September mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Kuala Lama, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Tahun 2010, melakukan penelitian skripsi di PT. Pertamina (Persero) Medan.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) (Studi pada Mitra Binaan PT. Pertamina (Persero) Medan)”.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam proses penilaian untuk menyelesaikan Program Pendidikan S1 pada Departemen Ilmu Administrasi Negara. Penulis menyadari sepenuhnya, penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun teknik penyusunannya.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Baddarudin, M. Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU;

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M. Si. selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara;

3. Ibu Dra. Asima Yanti S. Siahaan, M. A., Ph. D. selaku dosen pembimbing dalam proses penulisan skripsi ini yang telah memberikan masukan dan pengarahan;

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP. selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara;

(6)

6. Bapak Ricardo Leo Runtuwene selaku Koordinator PKBL PT. Pertamina (Persero) Region I beserta staf pegawainya yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian;

7. Orangtua tercinta Ibu Manur Nainggolan serta yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil serta doa dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

8. Rekan-rekan mahasiswa/i Departemen Ilmu Administrasi Negara yang memberikan dorongan dan masukan khususnya Pebryani P. S. Munthe dan Kak Deviyanti Karosekali.

9. Para sahabat dekat penulis yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini antara lain Yenny L. Butar-butar, Pretty N. Hutagalung, Christy L. Tobing, Esther I. Napitupulu, Felix Tambunan dan Novita Pasaribu.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun teknik penyusunannya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat di kemudian hari bagi penulis maupun oleh pihak-pihak yang memerlukannya.

(7)

DAFTAR ISI

2.1. Paradigma Global Corporate Social Responsibility .... 10

2.1.1. Definisi Corporate Social Responsibility ... 13

2.1.2. Kritik Terhadap Corporate Social Responsibility ... 18

2.1.3. Sejarah Perkembangan Corporate Social Respon-sibility di Indonesia ... 19

2.1.4. Corporate Social Responsibility dan Perusahaan …... 22

2.1.5. Corporate Social Responsibility dan Masyarakat ….... 23

2.1.6. Corporate Social Responsibility dan Pemerintah ... 24

2.2. Pengertian dan Kriteria Usaha Kecil dan Menengah ... 29

2.2.1. Kekuatan dan Kelemahan dalam Menjalankan Usaha Kecil dan Menengah ... 31

2.2.2. Teori Motivasi dalam Menjalankan Usaha Kecil dan Menengah ... 33

2.2.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wirausahawan Berhasil ... 35

(8)

2.2.5. Peranan Usaha Kecil dan Menengah dalam

Pembangunan ... 37

2.3. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ………... 41

3.1 Alasan Menggunakan Metode Penelitian Kualitatif ... 41

3.2. Lokasi Penelitian ... 42

3.3. Teknik Penelitian Subjek Penelitian ... 43

3.4. Instrumen Penelitian ... 44

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.6. Teknik Analisis Data ... 45

3.7. Pengujian Keabsahan Data ... 46

3.8. Jadwal Waktu dan Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 47

3.9. Implementasi Metode Penelitian ……….. 48

BAB IV TEMUAN PENELITIAN ……… 49

4.1. Kebijakan Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) ...……….. 49

4.1.1. Pedoman Pelaksanaan Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) ... 49

4.1.2. Organisasi Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero)... 52

4.1.3. Komitmen Anggaran Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) Dan Implementasinya ... 55

4.2. Program Kemitraan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) ... 55

4.2.1. Syarat Bagi Calon Mitra Binaan Program Kemitraan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) ... 59

4.2.2. Tata Cara Pemberian Pinjaman ... 61

4.2.3. Proses Kegiatan Mitra Binaan dalam Program Kemitraan PT. Pertamina (Persero) ... 64

BAB V ANALISIS TEMUAN ... 69

5.1. Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) ... 69

5.2. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) ………. 70

5.3. Karakteristik Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (Mitra Binaan) ……….………. 73

5.4. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah .. 77

5.4.1. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam Permodalan ……… 74

(9)

5.4.3. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

dalam Menciptakan Lapangan Pekerjaan ………. 77

5.4.4. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam Ilmu Manajemen dan Ekspansi Usaha ……….. 78

Studi Pada Mitra Binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan ………... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………... 84

6.1. Kesimpulan ………... 85

6.2. Saran ………. 85

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

Tabel II.1. Karakteristik Utama dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah ... 29 Tabel III.1. Daftar Nama Informan PT. Pertamina (Persero) Medan ... 43 Tabel III.2. Daftar Nama Informan Mitra Binaan PT. Pertamina

(Persero) Medan ... 44 Tabel III.3. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT.

Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) ... 47 Tabel IV.1. Tugas Pihak yang Mengurusi CSR PT. Pertamina

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

Gambar 3.1. Gedung Utama PT. Pertamina (Persero) Medan ... 42

Gambar 3.2. Gedung PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan ... 42

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) ... 53

Gambar 4.2. Bagan Mekanisme Perkembangan Unit PKBL ... 56

Gambar 4.3. Alur Kegiatan Mitra Binaan dalam Program Kemitraan PT. Pertamina (Persero) ... 65

Gambar 5.1. Syamsir, Agen Gas Elpiji 3 kg ... 74

Gambar 5.2. Gudang tempat penyimpanan Gas ... 74

Gambar 5.3. Masrukin dan isterinya di tempat usaha mereka ... 75

Gambar 5.4. Hasil olahan kayu jepara dan tempat pengolahan furniture 75 Gambar 5.5. Toko Roti milik Mahmud Yang berlokasi di Jl. T.Cik Ditiro Medan ... 76

Gambar 5.6. Aneka roti buatan Mahmud dan kue lain yang dititip oleh orang lain ... 76

Gambar 5.7. Zakaria Silaen, mitra binaan yang membuka usaha PIONEER PONSEL Di daerah Pancing-Aksara ... 77

Gambar 5.8. Pekerja yang bekerja di PIONEER PONSEL dan tempat usaha & service HP ... 77

Gambar 5.9. Aradi, Pengusaha Industri Batu ... 78

(12)

ABSTRAK

Nama : APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN

NIM : 070903021

Judul Skripsi : Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) (Studi Pada Mitra Binaan PT. Pertamina (Persero) Medan)

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanti S. Siahaan, M. A., Ph. D.

CSR merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 74. Usaha kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu program pengembangan perilaku kewirausahaan yang dijadikan acuan oleh PT. Pertamina (Persero) Medan untuk menerapkan CSR. Meningkatnya persaingan pasar dagang membuat produk-produk hasil olahan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) kurang mendapat tempat di masyarakat. Tidak hanya itu, kurangnya perhatian pemerintah menambah kesulitan mereka untuk memasarkan setiap produk tersebut. Kegiatan yang berada di bawah naungan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) ini sebenarnya bertujuan untuk membantu usaha kecil dan menengah dengan meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang pengelolaan dan peran yang dihadapi oleh PKBL PT Pertamina (Persero). Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 di PT. Pertamina (Persero) Medan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu lokasi dipilih secara cermat, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian.

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Oleh sebab itu untuk mengumpulkan data yang demikian perlu dialog secara terus-menerus sehingga peneliti dapat memahami makna dari uraian mereka. Dengan wawancara berulang-ulang diharapkan akan semakin mendapat tanggapan dari subyek yang diteliti. Teknik penelitian subjek penelitian yaitu dengan menggunakan teknik snowball dengan jumlah sebanyak sembilan orang informan yang terdiri dari empat orang staf PT. Pertamina (Persero) Medan dan lima orang mitra binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan. Studi pada mitra binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan berguna untuk menambah pemahaman tentang bagaimana peran PKBL sejauh ini dapat dirasakan oleh pelaku UKM.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan merupakan suatu program yang disentralisasi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Jadi dalam pelaksanaannya tidak terkait (tidak ada campur tangan) oleh pemerintah daerah. Penelitian juga menunjukkan bahwa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memiliki beberapa peran penting bagi masyarakat khususnya para mitraan binaan (pelaku UKM) antara lain dalam permodalan, penyediaan aset, menciptakan lapangan pekerjaan, ilmu manajemen serta ekspansi usaha.

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, termasuk sumber daya alam yang berdampingan bahkan milik langsung dari masyarakatnya. Dengan demikian, banyak perusahaan beroperasi pada lahan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan hajat hidup orang banyak. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan akan dengan mudah memberikan kemampuan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

Corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah program dimana

perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka. CSR bisa dikatakan sebagai komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.

Yang dimaksudkan CSR dalam hal ini adalah tanggung jawab sosial moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan dapat diarahkan kepada banyak hal seperti kepada diri sendiri, kepada karyawan, kepada perusahaan lain, dan seterusnya. Jika kita berbicara tentang tanggung jawab sosial, yang disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat dimana perusahaan menjalankan kegiatannya, apakah masyarakat dalam arti sempit seperti lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas.1

1 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2000), hal. 292.

(14)

CSR merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 74. Dengan adanya undang-undang ini, maka perusahaan-industri atau korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakannya atau dengan kata lain sebuah korporasi juga dituntut untuk memperhatikan aspek sosial dan lingkungan selain dari aspek keuangannya.

Program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas (masyarakat) sesungguhnya. Seringkali perusahaan masih menganggap dirinya pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan perusahaan. Selain itu, aktivitas CSR dianggap hanya semata-mata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan (citra) yang positif, bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang.2

Kasus CSR PT Freeport Indonesia adalah salah satu kasus yang menunjukkan kurangnya tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat yang telah terkena dampak akibat eksploitas pertambangan yang dilakukan. Selain itu kasus PT. Newmont Minahasa Raya yang sampai saat ini masih belum terselesaikan yang mengungkapkan bahwa PT. Newmont belum memiliki ijin permanen pembuangan limbah di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sementara PT. Newmont hanya memiliki ijin penempatan bagian akhir (tailing) di dasar teluk.3

2 Implementasi Corporate Social responsibility (CSR) Sebagai Modal Sosial Pada PT.

Newmont eprints.undip.ac.id/17529/1/HASAN_ASY’ARI.pdf Diakses pada Senin 1 November 2010 Jam 13.45 WIB

Sebagai perusahaan yang menggali kekayaan alam sudah

3 CSR Pada Korporasi (oleh Permata Wulandari)

(15)

seharusnya untuk mau peduli terhadap kelestarian alam sekitarnya. Disinilah letak pentingnya pengaturan CSR di Indonesia, agar memiliki daya atur, daya ikat, dan daya dorong. Dengan demikian dapat diharapkan kontribusi dunia usaha yang terukur dan sistematis dalam ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang promasyarakat dan lingkungan seperti ini sangat dibutuhkan di tengah arus neoliberalisme seperti sekarang ini.

CSR dapat dikatakan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakat (civil society). Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philanthropy (yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial).

Di banyak tempat, CSR merupakan langkah jitu dari perusahaan untuk menarik simpati dan kepercayaan negara dan masyarakat terhadap aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut di satu tempat. Salah satu perusahaan yang telah menerapkan CSR ini adalah PT. Pertamina (Persero) Medan dimana dalam hal ini PT. Pertamina (Persero) Medan bertujuan untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan harmonis dengan masyarakat sekitarnya di mana pun beroperasi dan bekerja bahu membahu dengan pemerintah untuk memberikan manfaat terbesar kepada masyarakat.

(16)

Usaha kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu program pengembangan perilaku kewirausahaan yang dijadikan acuan oleh PT. Pertamina (Persero) Medan untuk menerapkan CSR. Meningkatnya persaingan pasar dagang membuat produk-produk hasil olahan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) kurang mendapat tempat di masyarakat. Tidak hanya itu, kurangnya perhatian pemerintah menambah kesulitan mereka untuk memasarkan setiap produk tersebut.4

PT. Pertamina (Persero) telah menerapkan saham pemerintah dari keuntungan sebesar 2% dari laba bersih setiap tahun yang akan dialokasikan untuk program ini. Hal ini tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan Pasal 9 ayat (1) yang mengatur tentang penetapan dab penggunaan dana program kemitraan dan bina lingkungan. Salah satu misi dari PKBL yaitu menjadikan usaha kecil dan menengah mitra binaan Pertamina sebagai unit usaha penghasil produk berkualitas dan inovatif yang mampu bersaing di pasar lokal, regional, dan global.

Kegiatan yang berada di bawah naungan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) ini sebenarnya bertujuan untuk membantu usaha kecil dan menengah dengan meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka.

5

Berdasarkan data Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran (UPms) I Medan bahwa PKBL akan menargetkan pertumbuhan wirausaha baru sebanyak 1000 orang di wilayah pemasaran Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Hal tersebut akan diraih melalui

4

UKM Medan Butuh Tempat Khusus Pemasaran Produk.

Jam 13.30 WIB

5 Visi, Misi, dan Strategi PUKK

(17)

pengucuran bantuan permodalan senilai Rp 20 miliar kepada pelaku usaha. Selain menyalurkan kredit memperkuat akses permodalan dengan jasa administrasi yang cukup rendah yakni 6 % per tahun dibandingkan dengan program sejenis lainnya, pelaku UKM juga dibantu dengan fasilitas dana hibah tak kembali. PKBL PT. Pertamina (Persero) umumnya didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa.6

1.2. Fokus Penelitian

Seperti diketahui bahwa sektor usaha kecil dan menengah (UKM) kini telah menjadi penopang penting bagi perekonomian di Indoensia. Oleh karena itu, selanjutnya PT. Pertamina (Persero) Medan dapat terus mendorong kemajuan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka melihat bagaimanakah peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Oleh sebab itu penulis memilih PT. Pertamina (Persero) yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso 8-10 Medan sebagai lokasi penelitian.

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen PT Pertamina

(persero) sebagai aset nasional untuk turut memajukan masyarakat Indonesia. Semangat pemberdayaan masyarakat yang telah berlangsung seiring berdirinya perusahaan ini adalah komitmen untuk memberikan nilai tambah lebih terhadap masyarakat Indonesia. Program CSR diselaraskan dengan kebutuhan komunitas di

6 PKBL Pertamina Targetkan 1000 Wirausaha (Penulis Eva Simanjuntak).

(18)

sekitar wilayah operasi Pertamina, sebagai salah satu stakeholder penting, sekaligus untuk mendukung keberhasilan bisnis Pertamina secara berkelanjutan.

Adapun yang menjadi fokus penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana peran Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Oleh sebab itu peneliti dalam hal ini akan melakukan penelitian dengan mengobservasi dan mewawancarai informan yaitu pihak yang berkaitan dalam hal ini seperti staf PKBL di PT. Pertamina (Persero) Medan mengetahui segala hal tentang kegiatan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) serta beberapa anggota masyarakat sebagai pelaku UKM.

Pihak-pihak yang terkait di PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan akan dimintai pendapat atau tanggapan dengan program dan tindakan apa saja yang sudah dan akan dilakukan untuk mengembangkan UKM. Beberapa anggota masyarakat tersebut juga akan diminta pendapat atau tanggapan tentang program dan tindakan yang telah dilaksanakan oleh PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan, yaitu apakah mereka puas dengan apa yang telah diberikan (seperti usaha yang mereka rintis semakin berkembang), apakah harapan mereka seperti keuntungan (laba) sudah tercapai dan pemasaran produk mereka telah terbantu.

(19)

ditimbulkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari program kegiatan yang dilakukan oleh PKBL PT. Pertamina (Persero).

Pembahasan (temuan) lain yang berkaitan dengan masalah ini kemungkin besar akan muncul saat melakukan wawancara di lapangan yaitu dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan. Sehingga dengan melakukan observasi dan wawancara yang mendalam (in-dept interview) dalam penelitian ini akan semakin menyempurnakan penelitian ini.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengelolaan (governance) Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)?

2. Bagaimanakah peran Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman tentang:

(20)

2. Peran Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

1.5. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilimiah.

Selanjutnya secara lebih spesifik kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat memberi sumbangan pemikiran tentang peran Program Kemitraan Bina

Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bagi banyak pihak.

2. Sebagai bahan penetapan kebijakan bagi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam menentukan peraturan mengenai pengelolaan PKBL di masa depan.

1.6. Sistematika Penulisan

Setelah data-data diperoleh, untuk dapat menjelaskan lebih rinci maka penulisan ini dibuat ke dalam beberapa bab dan subbab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN

(21)

Bab II STUDI KEPUSTAKAAN

Bab ini berisi teori-teori dan referensi lain yang dipakai selama penelitian. Teori-teori di sini tidak berfungsi untuk membangun kerangka berpikir, tetapi lebih berfungsi sebagai bekal peneliti untuk memahami situasi sosial yang diteliti.

Bab III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari subbab Alasan Menggunakan Metode Penelitian Kualitatif, Lokasi Penelitian, Teknik Pengambilan Subjek Penelitian, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data,Pengujian Keabsahan Data, Jadwal Waktu Penelitian dan Implementasi Metode Penelitian.

Bab IV TEMUAN PENELITIAN

Bab ini menguraikan temuan penelitian seperti penjelasan mengenai CSR dan PKBL PT. Pertamina (Persero).

Bab V ANALISIS TEMUAN

Bab ini berisi penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel.

Bab VI PENUTUP

(22)

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1. Paradigma Global Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) dalam sejarah modern dikenal sejak

Howard R. Bowen (1953) menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman. Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku

terlaris di kalangan dunia usaha pada era 1950-1960. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang ia kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Sejak itu sudah banyak referensi ilmiah lain yang diterbitkan di berbagai negara mengacu pada prinsip-prinsip tanggung jawab dunia usaha kepada masyarakat yang telah dijabarkan dalam buku Social Responsibilities of The Businessman. Ide dasar yang dikemukakan Bowen

adalah mengenai “kewajiban perusahaan menjalankan usahanya dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi”. Ia menggunakan istilah sejalan dengan konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusan kinerja finansial perusahaan.7

Dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis (1960) yang memperkenalkan konsep Iron law of social responsibility. Dalam konsepnya Davis berpendapat bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau besarnya perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat

7 Hendrik Untung Budi, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal.

(23)

dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya.8

Sejak tahun 1971 literatur yang dikenalkan berisi diskursus bahwa dunia usaha memiliki multiplisitas kepentingan termasuk stakeholders, supplier, karyawan, komunitas lokal, dan masyarakat suatu bangsa secara keseluruhan. Dari konsep ini kemudian berkembang apa yang dikenal sebagai stakeholder theory, yaitu sebuah teori yang mengatakan bahwa tanggung jawab korporasi sebetulnya melampaui kepentingan berbagai kelompok yang hanya berpikir tentang urusan finansial, tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang menentukan hidup matinya suatu perusahaan. Dalam dekade ini pula Committee for Economic Development (CED) menerbitkan panduan berjudul Social Responsibilities of Business Corporation. Panduan ini berisi tiga prinsip

penting. Pertama, perusahaan harus memberi perhatian penuh pada pengembangan fungsi-fungsi ekonomi masyarakat. Kedua, perlu menyadarkan dunia usaha tentang perubahan nilai-nilai dalam masyarakat tempat mereka eksis. Ketiga, perlu menyadarkan dunia usaha tentang keprihatinan pada lingkungan

Dalam periode 1970-1980 definisi CSR lebih diperluas lagi oleh Archi Carrol (1999) dalam Corporate Social Responsibility, Evolution of a Definitional Construct (Business and Society) yang sebelumnya telah merilis bukunya tentang

perlunya dunia usaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar menjadi penunjang eksistensi perusahaan.

8 CSR: Sekilas Sejarah dan Konsep (oleh Heni Hidayat, blogger)

(24)

hidup dan upah kerja yang wajar, pengentasan kemiskinan, pembangunan daerah pedesaan.

Dalam dekade 1980 berbagai lembaga riset mulai melakukan penelitian tentang manfaat CSR bagi perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosialnya, sampai disini pun definisi CSR msaih kabur dan sulit diseragamkan. Pakar ekonomi pembangunan Amerika bernama Thomas Jones (1980) adalah tokoh yang banyak menulis tentang CSR di berbagai media massa sejak 1980 dan pemikirannya kemudian menjadi acuan di berbagai negara. Intinya adalah ada korelasi positif antara peran perusahaan dalam merealisasikan tanggung jawab sosial dan peningkatan kinerja keuangan perusahaan tersebut.

Dekade 1990 adalah periode dimana CSR mendapat pengembangan makna dan jangkauan. Sejak itu banyak model CSR diperkenalkan termasuk Corporate Social Performance (CSP), Business Ethics Theory (BET), dan Corporate

Citizenship, sejak itu CSR menjadi tradisi baru dalam dunia usaha di banyak

negara. Sejak itu, ada dua metode yang diberlakukan dalam CSR, yaitu Cause Branding dan Venture Philanthropy. Yang dimaksud Cause Branding adalah

pendekatan Top Down, dalam hal ini perusahaan menentukan masalah sosial dan lingkungan seperti apa yang perlu dibenahi. Kebalikannya adalah Venture Philanthropy yang merupakan pendekatan Bottom Up, disini perusahaan

(25)

tujuan Cause Branding adalah mendekatkan perusahaan kepada masalah yang ada dalam masyarakat lalu membenahi lingkungan sosial itu agar mendukung eksistensi perusahaan untuk jangka panjang. Dalam model Venture Philanthropy perusahaan membantu masyarakat untuk menciptakan sendiri sumber-sumber penghidupan baru dan tidak sekadar menyalurkan bantuan sosial atau finansial kepada masyarakat.

CSR kini dianggap penting untuk menjembatani dan memperkecil jurang antara lapisan masyarakat kaya dan miskin di berbagai pelosok dunia. Teorinya sederhana, bahwa tidak ada perusahaan yang dapat maju apabila berada di tengah masyarakat miskin atau lingkungan yang tidak menunjang eksistensinya. Itu sebabnya model CSR yang kini dikembangkan lebih luas jangkauannya dari sekadar menunjukkan kepedulian terhadap berbagai problema sosial. Perusahaan membutuhkan masyarakat yang semakin meningkat kualitas hidupnya, potensi kewirausahaan serta lingkungannya demi menunjang eksistensi usaha di masa depan. Dengan demikian maka pelaku bisnis yang visioner akan memberikan perhatian besar pada perlunya memberdayakan berbagai potensi masyarakat sebagai unsur penting yang menunjang survival perusahaan sejak sekarang.

2.1.1. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi dan ahli9

a. Berdasarkan aspek ekonomi

:

World Business Council for Sustainable Development menyatakan bahwa:

9 Martono Anggusti, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, (Bandung : Books Terrace &

(26)

“Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.”

CSR Asia menyatakan bahwa CSR: “Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.”

World Bank menyatakan bahwa CSR:

“Komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.”

b. Berdasarkan aspek lingkungan

ISO 26000 menyatakan bahwa CSR:

“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.”

Edi Suharto menyatakan bahwa CSR: “Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional.

Dalam aplikasinya, konsep 4P ini dapat dipadukan dengan komponen ISO 26000. Konsep planet jelas berkaitan dengan aspek the environment. Konsep people di dalamnya dapat merujuk pada konsep social development dan human

(27)

pemberian modal usaha, pelatihan keterampilan kerja). Melainkan pula, kesejahteraan sosial (semisal pemberian jaminan sosial, penguatan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan, kearifan lokal). Sedangkan konsep procedure dapat mencakup konsep organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues.”

Dari beberapa definisi diatas maka secara umum Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) merupakan peningkatan

kualitas mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara.10

Pada tahun 2005 Min-Dong Paul Lee dan Sunghoon Kim menulis makalah yang sangat terkenal berjudul From Cost to Resource: The Transformation and Difussion of Corporate Social Responsibility. Dalam makalah tersebut Lee

mengalami transformasi dari sesuatu yang dianggap merupakan beban biaya, menjadi sumber daya yang sangat penting. Mereka menganjurkan perusahaan untuk melakukan pengoptimalisasian CSR (resourfication of CSR) sebagai cara untuk mendapatkan manfaat penuh dari CSR yaitu membuat CSR menjadi cara untuk meningkatkan keuntungan ekonomi.11

10 Martono Anggusti, Op. Cit. hlm. 11.

11 Sejarah dan Masa Depan CSR Menurut Min-Dong Paul Lee

(28)

Program yang dilakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya dapat dikategorisasi dalam tiga bentuk, yaitu12

1. Public Relations

:

Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan atau usaha ini lebih mengarah pada menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan komunitas, khususnya menanamkan sebuah persepsi yang baik tentang perusahaan terhadap komunitas. Contoh dalam konteks public relations adalah program “cause related marketing” yang dijalankan oleh sebuah perusahaan pakaian. Di sini ditampilkan gambar-gambar tawanan yang dijatuhi hukuman mati, disertai dengan kampanye anti hukuman mati bagi umat manusia di seluruh dunia. Upaya menentang hukuman mati ini tidak ada kaitannya atau hubungannya sama sekali dengan kebijakan korporasi atau produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan. Kampanye ini semata-mata ditujukan untuk membuat komunitas mengasosiasikan perusahaan tersebut dengan sebuah perasaan emosional yang bertujuan baik, dan berusaha untuk menanamkan bahwa usaha dari perusahaan yang bersangkutan sebagian keuntungannya untuk membela kepentingan usaha menghindarkan hukuman mati.

2. Strategi Defensif

Pada public relations, pada dasarnya menjalin hubungan yang belum ada, sedangkan pada strategy defensif mengarah pada proses melawan kejadian yang pernah dialami, artinya anggapan komunitas terhadap perusahaan sudah ada

12

(29)

sebelumnya dan anggapan ini biasanya bernada negatif yang pada umumnya bicara tentang aktivitas dari perusahaan yang bersangkutan yang negatif terhadap sesuatu hal.

Contoh kajian PriceWaterhouse Coopers tentang program CSR, ditemukan bahwa sejumlah perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negatif dari publisitas yang buruk. Contohnya adalah kasus sebuah perusahaan yang merespon pemberitaan tentang perusahaan tersebut yang melanggar hak-hak pekerjanya dengan melakukan kegiatan sosial lainnya utnuk meredam pemberitaan tersebut.

3. Keinginan tulus

Kegiatan perusahaan dalam konteks ini adalah sama sekali tidak mengambil suatu keuntungan secara materil, tetapi berusaha untuk menanamkan kesan baik terhadap komunitas atau komunitas berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Di sini dapat diberikan contoh seperti tindakan perusahaan yang membutuhkan. Kemudian sebuah perusahaan minuman kopi membayar petani kopi dengan harga yang layak serta membangun infrastruktur pendidikan dan kesehatan pada komunitas petani-petani itu; Langkah sebuah perusahaan komputer yang membangun sistem komunikasi yang unggul, dapat diandalkan, dan terjangkau kepada komunitas yang digabungkan dengan kontribusi terhadap proyek-proyek komunitas; atau program dari perusahaan rokok untuk membangun klinik-klinik kesehatan di pedesaan.

Menurut Sonny A. Keraf (1998) setidaknya ada empat lingkup tanggung jawab sosial perusahaan13

(30)

kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Alasan perusahaan terlibat dalam kegiatan sosial yaitu: perusahaan dan karyawannya merupakan bagian integral dari masyarakat setempat; perusahaan telah diuntungkan dengan hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam komitmen moral perusahaan untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis yang dapat merugikan masyarakat sekitarnya; perusahaan akan lebih menyatu dengan masyarakat sekitar, sehingga ada rasa memiliki dari masyarakat terhadap perusahaan. Kedua, keuntungan ekonomis, karena akan menimbulkan citra positif bagi perusahaan, hal ini akan membuat masyarakat lebih menerima kehadiran produk perusahaan. Ketiga, memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, baik dalam kegiatan bisnis atau kegiatan sosial, agar bisnis berjalan secara baik dan teratur. Keempat, hormat pada hak dan kepentingan stakeholder atau pihak-pihak tertentu yang terkait dengan kepentingan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan.

2.1.2. Kritik terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)

“Riset yang dilakukan oleh Roper Search Worldwide menunjukkan 75% responden memberikan nilai lebih kepada produk dan jasa yang dipasarkan oleh perusahaan yang memberikan kontribusi nyata kepada komunitas melalui program pengembangan. Sekitar 66% responden juga menunjukkan bahwa mereka siap berganti merek kepada merek perusahaan yang memiliki citra sosial yang positif. Hal ini membuktikan terjadinya perluasan ‘minat’ konsumen dari ‘produk’ menuju korporat. Konsumen menaruh perhatiannya terhadap tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih luas, yang menyangkut etika bisnis dan tanggung jawab sosialnya. Kepedulian konsumen telah meluas dari sekadar kepada suatu produk menjadi kepada korporatnya.

(31)

mempengaruhi aktivitas dunia bisnis. Maka lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggung jawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktivitas CSR menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan undang-undang.

Namun ternyata hanya sekadar menjalankan aktivitas CSR tidak lagi mencukupi. Dalam pelaksanaannya, CSR masih terus saja mengalami kritikan yang secara umum terdapat dua kritikan. Pertama, program-program CSR yang dijalankan oleh perusahaan banyak yang hanya memiliki pengaruh jangka pendek dengan skala yang terbatas. Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Seringkali pihak perusahaan masih menganggap dirinya pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan perusahaan. Di samping itu, aktivitas CSR dianggap hanya semata-mata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang positif, bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang.

Kedua, terhadap pelaksanaan CSR adalah bahwa program ini seringkali diselenggarakan dengan jumlah biaya yang tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahaan besar yang ternama. Masalahnya, dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang mengesankan seolah-olah mereka telah melaksanakan CSR. Padahal yang dilakukannya hanya semata-mata aktivitas filantropis, bahkan dapat dikatakan dilakukan untuk menutupi perilaku-perilaku yang tidak etis seperti telah mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di lingkungan masyarakat.” 14

Banyak perusahaan beroperasi pada lahan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan hajat hidup orang banyak. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan ternyata bertentangan dengan budaya masyarakat setempat. Secara khusus budaya 2.1.3. Sejarah Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) di

Indonesia

14 A. B. Susanto, Reputation-Driven Corporate Social Responsibility Pendekatan Strategic

(32)

masyarakat lokal ini oleh pakar antropologi dipopulerkan dengan konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional. Keberadaan kearifan lokal menunjukkan masyarakat Indonesia di semua lingkungan atau daerah memiliki sikap yang cukup arif dalam rangka pelestarian lingkungan.15

Kesadaran akan keadaan tersebut selanjutnya mengakibatkan dorongan pada pelaku usaha untuk lebih memperhatikan tujuan dan kepentingan yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Perhatian ini dimaksudkan untuk menggantikan peluang dan kebebasan melakukan aktivitas ekonomi yang hilang akibat kehadiran perusahaan tersebut. Oleh karena itu pada pihak perusahaan selanjutnya muncul perilaku kemurahan

Oleh karena itu, masyarakat setempat senantiasa melakukan respon atau umpan balik berupa protes atas kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perilaku pelaku usaha. Mereka menuntut perusahaan agar memberikan perhatian yang baik dan berkesinambungan atas pemeliharaan lingkungan.

Menghadapi protes masyarakat atas kerusakan lingkungan sebagai dampak aktivitas ekonomi pelaku usaha, maka pada proses selanjutnya antara masyarakat setempat dan pelaku usaha terlibat musyawarah. Kadangkala musyawarah itu melibatkan pemerintah lokal dalam suatu masalah yang ada. Dalam pertemuan yang terjadi ada kalanya pelaku usaha menyadari bahwa selain telah mengakibatkan kerusakan atas lingkungan, praktik ekonomi mereka ternyata juga telah menghilangkan peluang masyarakat setempat dalam melakukan aktivitas pelaku usaha. Padahal selama ini mereka dengan bebas melakukan aktivitas ekonomi tanpa gangguan dan pembatasan dari pihak manapun.

15

(33)

hati atau kedermawanan sosial. Masing-masing perusahaan memiliki cara-cara tersendiri dalam memberikan khidmat atau manfaat atas kehadiran perusahaan milik mereka bagi masyarakat setempat. Aktivitas yang didorong oleh kemurahan hati atau kedermawanan sosial inilah yang kemudian berkembang menjadi tanggung jawab sosial perusahaan.

Dengan demikian tanggung jawab sosial perusahaan sesungguhnya telah dilaksanakan pelaku usaha di Indonesia sejak lama. Banyak istilah yang digunakan untuk menanamkan aktivitas sosial tersebut, seperti “bakti sosial oerusahaan”, “kontribusi sosial perusahaan”, atau pengembangan masyarakat oleh perusahaan. Semua aktivitas yang menggunakan berbagai istilah tersebut dilaksanakan sebagai perwujudan kemurahan hati sosial perusahaan bagi masyarakat setempat.

(34)

perusahaan berkembang dan dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial perusahaan.

2.1.4. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Perusahaan

“Di sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR. Pertama, mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dan komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankannya. CSR akan mendongkrak citra perusahaan yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. Manakala terdapat pihak-pihak tertentu yang menuduh perusahaan menjalankan perilaku serta praktik-praktik yang tidak pantas, masyarakat akan menunjukkan pembelaannya.

Kedua, CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring atau bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memanfaatkannya.

Ketiga, keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas.

Keempat, CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan memperat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukan bahwa perushaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. Hal ini mengakibatkan para stakeholder senang dan merasa nyaman dalam menjalin hubungan dengan perusahaan.

(35)

dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya.”16

Perusahaan seringkali lupa akan fungsinya. Seharusnya, perusahaan selain berfungsi sebagai organisasi bisnis sekaligus juga berfungsi sebagai organisasi sosial. Perusahaan yang hanya berorientasi bisnis akan menghadapi tantangan karena baik secara langsung ataupun tidak langsung harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya mulai dari input, proses hingga output. Aktivitas unit usaha tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya. Perusahaan menggunakan sumber daya alam sebagai bahan untuk menghasilkan barang atau jasa dan menggunakan sumber daya manusia sebagai motor penggerak aktivitasnya. Keterbukaan ini mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya dampak perusahaan pada kondisi sosial dan lingkungannya. Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan mulai menekan perusahaan untuk mulai melaksanakan kewajiban sosial dan lingkungannya.

2.1.5. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Masyarakat

17

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model implementasi CSR perusahaan di Indonesia mencakup hal-hal berikut ini18

1. Bantuan sosial meliputi: bakti sosial, pengadaan sarana kesehatan, rumah ibadah, jalan dan sarana umum lainnya, penanggulangan bencana alam, pengentasan kemiskinan dan pembinaan masyarakat.

:

16

Ibid. hal. 14-15.

17David Sukardi Kodrat, Manajemen Strategi, Membangun Keunggulan Bersaing Era Global

di Indonesia Berbasis Kewirausahaan, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hal. 259.

(36)

2. Pendidikan dan pengembangan meliputi: pengadaan sarana pendidikan dan pelatihan, melaksanakan pelatihan dan memberikan program beasiswa kepada anak-anak usia sekolah.

3. Ekonomi meliputi: mengadakan program kemitraan, memberikan dana atau pinjaman lunak untuk pengembangan usaha dan memberdayakan masyarakat sekitar.

4. Lingkungan meliputi: pengelolaan lingkungan, penanganan limbah, dan melestarikan alam dan keanekaragaman hayati.

5. Konsumen meliputi: perbaikan produk secara berkesinambungan, pelayanan bebas pulsa dan menjamin ketersediaan produk.

6. Karyawan meliputi: program jaminan hari tua, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan program renumerasi yang baik.

2.1.6. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pemerintah

(37)

Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang telah disahkan pada tanggal 19 Juni 2003.

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi, tentunya BUMN akan berperilaku pula sebagai layaknya perusahaan pada umumnya yang juga berorientasi pada pencapaian keuntungan atau laba. BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Dilihat dari regulasi yang berlaku di Indonesia, saat ini sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan CSR antara lain ; UUD Pasal 33 UUD 1945, Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas, serta Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Peran dan tanggung jawab dari BUMN sebagai korporasi dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa:

(38)

(2)Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3)Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007 tersebut tidak hanya melahirkan bias dan kerancuan atas sikap pemerintah terhadap kepedulian dan kontribusi BUMN sebagai korporasi dengan masyarakat sekitar, namun juga menimbulkan sikap kontra dan protes atas ketentuan pasal tersebut. Pasal tersebut sungguh-sungguh menunjukkan suatu sikap yang diskriminatif dari pemerintah sendiri, yakni dengan melakukan polarisasi perseroan (termasuk didalamnya BUMN sebagai korporasi) berdasarkan ruang gerak dan bidang usahanya. Ketegasan perintah yang tercermin pada kata ‘wajib’ dalam kalimat yang dipergunakan oleh pasal tersebut, ternyata membebaskan bagi perseroan yang lainnya sehingga tidak memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan hanya diwajibkan bagi perseroan (termasuk didalamnya BUMN sebagai korporasi) yang kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, sedangkan perseroan yang tidak terkait dengan sumber daya alam bebas dari kewajiban tersebut.

(39)

diberlakukan untuk tahun buku 2007 dan ditetapkan pada tanggal 27 April 2007. Peraturan ini menggantikan peraturan sejenis terdahulu yakni Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003.

Dengan peraturan tersebut, pemerintah cq. Kementerian Negara BUMN menjabarkan peran dan partisipasi BUMN kedalam 2 program, yakni : Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Pasal 2 ayat (1) Permen.BUMN tersebut menegaskan bahwa Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini. Berdasarkan Pasal 1 Angka 5 Permen.BUMN tersebut, yang dimaksud dengan Program Kemitraan dengan usaha kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan Angka 6 dari pasal tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

(40)

Adapun yang dimaksud dengan usaha kecil menurut Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan ini adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau pengusaha yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar). Kedua jenis pengusaha yang masuk kategori usaha kecil tersebut diatas masih harus memenuhi ketentuan tambahan lebih lanjut sesuai Permen.BUMN tersebut, yakni : pengusaha tersebut berkewarganegaraan Indonesia, berusaha secara mandiri (berdiri sendiri) yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki/dikuasai baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, usaha tersebut memiliki potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan serta telah berjalan minimal 1 (satu) tahun, serta belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).

(41)

kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana umum, sarana ibadah, atau pelestarian alam.

Dalam berbagai peraturan yang ada, pada dasarnya dalam peraturan tersebut telah tersirat berbagai upaya yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi untuk melakukan pengembangan masyarakat dan lingkungan, baik pada aspek sosial, pendidikan, ekonomi, kesehatan maupun lingkungan. Namun menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti belum terdapat suatu peraturan daerah yang khusus menangani tentang masalah pengelolaan CSR ini, selama ini pengelolaan CSR masih diatur oleh pemerintah pusat, padahal saat ini Indonesia telah berada dan menjalankan otonomi daerah. Seharusnya setiap daerah mempunyai suatu peraturan daerah yang khusus menangani CSR ini agar dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dan lingkungan setempat.

2.2. Pengertian dan Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Di Indonesia, definisi UKM diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil dan Menengah. UKM tidak saja berbeda dengan Usaha Besar, tetapi di dalam UKM itu sendiri terdapat perbedaan karakteristik antara usaha kecil dan usah menengah dalam sejumlah aspek. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel II.1. berikut ini:

Tabel II.1. Karakteristik Utama dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah

No Aspek Usaha Kecil Usaha Menengah

1. Formalitas Beberapa beroperasi di sektor formal; beberapa tidak terdaftar; sedikit yang membayar pajak

(42)

sistem pembukuan formal

4. Orientasi pasar Banyak yang menjual ke pasar domestik dan melayani kelas menengah ke atas

Semua menjual ke pasar domestik dan banyak yang mengekspor serta baik dan dari rumah tangga nonmiskin; banyak yang bermotivasi bisnis/mencari profit

Sebagian besar

berpendidikan baik dan berasal dari rumah tangga makmur; motivasi utama: 7. Hasil penjualan

tahunan

>Rp 300 juta -

≤Rp 2500 juta

>Rp 2500 juta –

≤Rp 50 miliar Sumber : UMKM di Indonesia (Tulus T. H. Tambunan, 2009)

Selain menggunakan nilai moneter sebagai kriteria, maka menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pekerja untuk usaha kecil adalah antar 5 hingga 19 pekerja dan usaha menengah dimulai dari 20 hingga 99 orang. Perusahaan-perusahaan dengan jumlah pekerja di atas 99 orang masuk ke dalam kategori usaha besar.

Adam Smith, yang dikenal sebagai bapak ekonomi memiliki pandangan tersendiri. Dalam pandangannya wirausaha berarti orang yang mampu bereaksi terhadap perubahan ekonomi, lalu menjadi agen ekonomi yang mengubah permintaan menjadi produksi. Ahli ekonomi Perancis Jean Baptise berpendapat bahwa wirausaha adalah orang yang memiliki seni dan keterampilan tertentu dalam menciptakan usaha ekonomi yang baru. Sedangkan Cantilon berpendapat bahwa wirausaha adalah seorang inkubator gagasan-gagasan baru untuk mencapai tingkat paling tinggi.19

19

Raja Bongsu Hutagalung dan Syafrizal Helmi Situmorang, Pengantar Kewirausahaan, (Medan : USU Press, 2008), hal.2.

(43)

beberapa ahli maka definisi wirausaha sebagai: (a) Seorang inovator (b) Seorang pengambil resiko atau a risk-taker (c) Orang yang mempunyai misi dan visi (d) Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi (e) Orang yang memiliki locus of control internal (memiliki sikap/ketetapan hati).

2.2.1. Kekuatan dan Kelemahan dalam Menjalankan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Adapun yang menjadi kekuatan dalam menjalankan usaha kecil dan menengah (UKM) antara lain20

1. Kebebasan Bertindak

:

Perubahan merupakan ciri khas dunia usaha saat ini. Selalu ada produk-produk baru, mesin-mesin yang lebih modern dan teknologi baru. Pemilik perusahaan kecil dan menengah berada dalam suatu kedudukan untuk dapat bertindak dengan cepat guna memenuhi tuntutan pasar yang relatif kecil. Perusahaan kecil dan menengah dapat memenuhi pesanan dengan tenggang waktu yang sangat pendek.

2. Penyesuaian Dengan Kebutuhan Setempat

Pada umumnya para pemilik perusahaan kecil dan menengah adalah penduduk yang berdiam lama dalam masyarakat mereka layani. Karena itu mereka berada dalam posisi yang baik untuk menilai kebutuhan-kebutuhan setempat. Wirausaha lokal mempunyai hubungan yang erat dengan para pelanggan dan karyawan dan dapat melayani kebutuhan dan keinginan wilayah setempat.

20 Bastian Bustami et al., Mari Membangun Usaha Mandiri, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007),

(44)

3. Berperan serta Dalam Kegiatan

Usaha kecil dan menengah memberikan kesempatan kepada pemilik untuk berperan serta dalam manajemen. Seringkali jasa seorang karyawan yang berprestasi dan berdedikasi dapat dipertahankan dengan memberikan kesempatan kepadanya untuk menjadi bagian jadi pemilik perusahaan.

Sedangkan yang menjadi kelemahan dalam menjankan usaha kecil dan menengah (UKM) antara lain21

1. Kurangnya Spesialisasi :

Dunia usaha saat ini sangat bersifat spesialisasi. Seorang pemilik tidak mempunyai keterampilan untuk semua bidang manajemen. Ia bertanggung jawab terhadap SDM, pembelian, keuangan, administrasi dan operasional sehari-hari. Ini menyebabkan kekurangan pengelolaan secara menyeluruh. Seorang pemilik tunggal cenderung untuk melakukan sesuatu secara berlebihan dan bidang yang dikuasai dan mengabaikan bidang yang lemah.

2. Lemahnya Mencari Karyawan Terampil

Usaha kecil dan menengah mungkin dapat memberikan gaji yang tinggi, tetapi tidak dapat memberi jaminan lain, seperti perusahaan besar. Usaha kecil dan menengah tidak mempunyai program pengembangan karyawan dan promosi jabatan yang sangat terbatas.

3. Sulitnya Peningkatan Modal yang Dibutuhkan

Karena pemiliknya satu orang atau beberapa orang yang menyediakan modal, maka modal tersebut sangat terbatas. Tidak seperti perusahaan besar,

(45)

seorang pedagang kecil yang berdiri sendiri tidak dapat mengumpulkan jumlah modal besar.

2.2.2. Teori Motivasi dalam Menjalankan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Alasan untuk menggunakan teori motivasi dalam menjalankan usaha kecil dan menengah disebabkan teori motivasi merupakan suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan tertentu sehingga motivasi dapat diartikan sebagai pendorong perilaku seseorang. Motivasi seseorang melakukan bisnis seringkali berbeda. Keanekaragaman ini menyebabkan perbedaan dalam perilaku yang berkaitan dengan kebutuhan dan tujuan.

Berbagai macam teori motivasi juga mampu menjelaskan motivasi orang melakukan kegiatan usaha sebagai seorang wirausaha, yaitu22

1. Motif berprestasi kewirausahaan (Teori David McClelland, 1961): :

Seorang wirausaha melakukan kegiatan usaha didorong oleh kebutuhan untuk berprestasi, berhubungan dengan orang lain dan untuk mendapatkan kekuasaan baik secara finansial maupun secara sosial. Wirausaha melakukan kegiatan usaha dimotivasi oleh:

a. Motif berprestasi (need for achievement)

Orang melakukan kegiatan kewirausahaan didorong oleh keinginan mendapatkan prestasi dan pengakuan dari keluarga maupun masyarakat.

b. Motif berafiliasi (need for affiliation)

22

(46)

Orang melakukan kegiatan kewirausahaan didorong oleh keinginan untuk berhubungan dengan orang lain secara sosial kemasyarakatan.

c. Motif kekuasaan (need for power)

Orang melakukan kegiatan kewirausahaan didorong oleh keinginan mendapatkan kekuasaan atas sumberdaya yang ada. Peningkatan kekayaan, pengusahaan pasar sering menjadi pendorong utama wirausaha melakukan kegiatan usaha.

2. Motif Kebutuhan Maslow (Teori Hirarki Kebutuhan Maslow, 1970):

Teori hirarki kebutuhan Maslow mampu menjelaskan motivasi orang melakukan kegiatan usaha. Maslow membagi tingkatan motivasi ke dalam hirarki kebutuhan dari kebutuhan yang rendah sampai yang berprioritas tinggi, di mana kebutuhan tersebut akan mendorong orang untuk melakukan kegiatan usaha.

a. Physiological Need

Motivasi seorang melakukan kegiatan kewirausahaan didorong untuk mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, fisiologi seperti: makan, minum, kebutuhan hidup layak secara fisik dan mental.

b. Security Need

Motivasi seorang melakukan kegiatan usaha, bisnis untuk memenuhi rasa aman atas sumberdaya yang dimiliki, seperti: investasi, perumahan, dan asuransi. c. Social Need

Motivasi seorang melakukan kegiatan usaha, bisnis untuk memenuhi kebutuhan sosial, berhubungan dengan orang lain dalam suatu komunitas.

(47)

Motivasi melakukan kegiatan usaha, bisnis untuk memenuhhi rasa kebanggaan, diakuinya potensi yang dimiliki dalam melakukan kegiatan bisnis. e. Self Actualization Need

Motivasi melakukan kegiatan usaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Keinginan wirausaha untuk menghasilkan sesuatu yang diakui secara umum bahwa hasil kerjanya dapat diterima dan bermanfaat bagi masyarakat.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wirausahawan Berhasil

Untuk melengkapi pengertian kewirausahawan di atas, berikut disampaikan ciri-ciri wirausahawan yang berhasil menurut Steinhoff dan Burgess adalah:23

2.2.4. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wirausahawan Gagal

memiliki kemampuan mengidentifikasi suatu pencapaian sasaran dan memiliki kejelian dalam bisnis; kemampuan untuk mengambil resiko keuangan dan waktu; memiliki kemampuan di bidang perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaannya; bekerja keras dan melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk mau dan mampu mencapai keberhasilan; serta mampu menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan, karyawan, pemasok, dan lain-lain.

Salah satu teori menurut Zimmerer (1996) yang mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya:24

23

Asri Laksmi Riani, dkk, Dasar-Dasar Kewirausahawan, (Surakarta:UNS Press, 2005) hal. 13

24 Karakteristik Kewirausahawan

(48)

1) Tidak kompeten dalam manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat usaha kurang berhasil;

2) Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan keterampilan dan mengelola sumber daya manusia;

3) Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar usaha dapat berhasil dengan baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas. Mengatur pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan dalam memelihara aliran kas akan menghambat operasional usaha dan mengakibatkan usaha tidak lancar;

4) Gagal dalam perencanaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan;

5) Lokasi yang kurang memadai. Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor yang menentukan keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak strategis dapat mengakibatkan perusahaan sukar beroperasi karena kurang efisien;

6) Kurangnya pengawasan peralatan. Pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi dan efektivitas. Kurang pengawasan dapat mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien dan tidak efektif;

(49)

8) Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan. Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan setiap waktu.

2.2.5. Peranan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pembangunan

Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) mempunyai suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa. Di Indonesia, sudah sering dinyatakan di dalam banyak seminar dan lokakarya, dan juga banyak dibahas di media-media massa bahwa UKM di Indonesia sangat penting, terutama sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja atau pendapatan. Pernyataan ini tentu tidak tanpa alasan. Fakta menunjukkan bahwa memang kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok UKM jauh lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha besar. Oleh karena itu, UKM sangat diharapkan untuk bisa terus berperan secara optimal dalam upaya menanggulangi pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat terus setiap tahunnya. Dengan banyak menyerap tenaga kerja berarti UKM juga mempunyai peran strategis dalam upaya pemerintah selama ini memerangi kemiskinan di dalam negeri.25

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah UKM terus meningkat dan tetap mendominasi jumlah perusahaan. Misalnya, pada tahun 2006 terdapat

(50)

sekitar 48 juta UKM, dibandingkan hanya 7200 usaha besar. Juga dalam kesempatan kerja, UKM menyumbang sekitar 97% dari jumlah pekerja di Indonesia. Namun dalam sumbangannya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB), pangsa UKM tidak terlalu besar walaupun di atas 50%, sedangkan dalam ekspor, pangsanya jauh lebih rendah.

Kebijakan untuk UKM sudah selayaknya difokuskan pada aspek-aspek di mana pemerintah dapat membuat sumbangan positif untuk pengembangan UKM dan aspek-aspek yang potensi dan internsitas ketidaksempurnaan pasar (market failures) besar. Jika tidak, ketidaksempurnaan pasar tersebut dapat menghambat

pertumbuhan dan pemberdayaan UKM. Hall mengidentifikasi delapan area kebijakan untuk UKM, yaitu: akses informasi dan kesenjangan digital, keuangan, teknologi dan transfer teknologi, sumber daya manusia (SDM) dan pelatihan, akses pasar, peranan wanita dan mendorong kebijakan bisnis yang dilakukan oleh etnis minoritas, beban administrasi yang ditanggung oleh UKM akibat pemerintah, dan kebijakan umum tentang UKM dan iklim bisnis.26

Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR milik BUMN adalah Program 2.3. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina

(Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah

26

Gambar

Tabel II.1. Karakteristik Utama dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah
Gambar 3.1. Gedung Utama
Tabel III.1. Daftar Nama Informan PT. Pertamina (Persero) Medan
Tabel III.2. Daftar Nama Informan Mitra Binaan PT. Pertamina (Persero) Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No: Per-05/MBU/2007 Pasal 2 ayat (1) “Perum dan Persero wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan memenuhi

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk : (a) menganalisa pelaksanaan program kemitraan terhadap pendapatan UKM mitra binaan PTPN III Medan, (b) mengetahui bagaimana

Noni Bahannoer : Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Perkembangan Usaha Kecil Dan Menengah Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL) PT.PERTAMINA (PERSERO) Unit Pemasaran

Diena Fadhilah : Analisis Pengaruh Pelaksanaan Program Kemitraan Terhadap Pekembangan..., 2005... Diena Fadhilah : Analisis Pengaruh Pelaksanaan Program Kemitraan

Pusri ( Persero) Palembang tersebut, (3) menciptakan suatu konsep model model implementasi program kemitraan yang baru antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Untuk melihat sampai sejauh mana keberhasilan program pembinaan yang dilakukan, maka dilaksanakan penelitian yang merupakan penelitian Evaluasi program untuk mengetahui

Hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakan PT SUCOFINDO maupun Perusahaan BUMN lainnya dalam melakukan evalusi terhadap kebijakan penyaluran pinjaman program

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Kecil Menengah UKM Mitra Binaan PKBL PT Jasa Marga Keterangan : NKU = Nilai Kontinuitas Usaha NSK = Nilai Skor Kontinuitas Usaha NPA =