• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (Pkbl) Dalam Mengembangkan Usaha Kecil” (Studi Pada Mitra Binaan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk CD Sub Area Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (Pkbl) Dalam Mengembangkan Usaha Kecil” (Studi Pada Mitra Binaan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk CD Sub Area Medan)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan dunia industri semakin cepat, persaingan bisnis pun semakin ketat.

Setiap perusahaan baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan milik Negara (BUMN)

berlomba-lomba untuk tetap dapat hidup dan berkembang dengan matang. Hidup dan

matinya sebuah perusahaan memang tidak ada yang bisa memprediksi. Dalam

perkembangannya, organisasi membutuhkan pengelolaan yang spesifik dan terukur untuk

tetap dapat bertahan, termasuk pengelolaan reputasi.1

Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk membangun reputasi perusahaan yang

lebih baik. Reputasi bagi sebuah perusahaan adalah hal vital, karena hidup dan matinya

organisasi, sangat tergantung pada sejauh mana kemampuan organisasi mengelola reputasi

baiknya. Reputasi tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat karena harus dibangun

bertahun-tahun untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dinilai oleh publik.2 Sebuah bisnis dapat

mencapai tujuannya dengan lebih mudah jika memiliki reputasi yang baik di mata para

stakeholders, terutama stakeholders kunci seperti pelanggan terbesar, pemimpin opini dalam

komunitas bisnis, pemasok dan karyawan.3

Upaya sebuah perusahaan dalam membangun reputasi perusahaan, salah satunya

dengan melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR). CSR dimaksudkan

untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak

berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga

1

Irmulan Sati, Kontribusi Strategis Public Relations dalam Organisasi. Public Relations dan Corporate Social Responsibility, Aspikom, Yogyakarta, 2011, hlm. 12.

2

Frazier Moore, Humas Membangun Citra Dengan Komunikasi, PT Remaja Rosdakary, Bandung, 2005, hlm 636.

3

(2)

pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh

manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. Dalam Untung4 Michael

Porter mengatakan adanya korelasi positif antara profit dan kepedulian sosial, atau tujuan

finansial dan tujuan sosial perusahaan. Reputasi positif yang dimiliki oleh perusahaan

merupakan aset penting yang harus dilindungi dan dikembangkan dimana reputasi sendiri

tidak hanya dinilai dari aspek finansial, namun termasuk seberapa baik penilaian stakeholders

terhadap komitmen perusahaan dalam memenuhi harapan stakeholders tersebut.

Corporate social responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk

berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan

tangung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian

terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.5 Sedangkan menurut Iriantaracorporate

social responsibility (CSR) menunjukkan sebuah konsep tentang pengintegrasian kepedulian

terhadap masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis perusahaan dan

interaksi sukarela antara perusahaan dan para stakeholdernya.6 Seperti halnya perusahaan

swasta, perusahaan milik Negara (BUMN) pun dituntut untuk lebih peduli terhadap

lingkungan dan masyarakat, yaitu melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan salah satu instrumen

perwujudan tanggung jawab sosial tersebut yang wajib dilaksanakan bagi seluruh BUMN

sebagai wujud kontribusi perusahaan terhadap masyarakat.

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan program sosial

perusahaan-perusahaan plat merah sebagai amanat dari Undang-undang RI No. 19 Tahun

2003 tentang BUMN (UU BUMN). Pada Pasal 88 UU BUMN menyebutkan bahwa BUMN

4

Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal 5 5

Hendrik Budi Untung, Ibid., hal 1 6

(3)

dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil / koperasi

serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. 7 Pemerintah melalui Undang-Undang

menjadikan tanggung jawab sosial sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

perusahaan sesuai dengan isi Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 74.8

Program PKBL ini terbagi dalam dua subprogram yaitu program kemitraan dan

program bina lingkungan. Program bina lingkungan ditujukan untuk memberikan manfaat

kepada masyarakat sekitar wilayah usaha BUMN seperti pendidikan dan pelatihan

masyarakat, kesehatan masyarakat, bantuan tertentu seperti korban bencana alam,

sarana/prasarana umum dan sarana ibadah masyarakat yang cakupannya juga dapat diperluas.

Program kemitraan ditujukan bagi para pengusaha menegah dan kecil agar mereka dapat

meningkatkan kemampuan usahanya sehingga bisa menjadi tangguh dan mandiri melalui

pemanfaatan bagian laba BUMN. Ini merupakan bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat

secara khusus dan jangka panjang di sekitar lokasi usaha BUMN.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN No. : Per-05/MBU/2007 tentang

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan pengganti

dari Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/MBU/2003 maka, perusahaan BUMN melalui

pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan, wajib menjalankan program PKBL, yaitu

jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari

laba bersih untuk program kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk

Program Bina Lingkungan seperti yang ditegaskan dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor

PER-05/MBU/2007 pada Pasal 9.9

7 UU No. 19 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 8 8Harja “aputra, Carut Marut Pe yalura PKBL BUMN , di

akses dari

https://harjasaputra.wordpress.com/tag/bumn/ pada tanggal 22 Januari 2015 Pukul 22.15 9

(4)

Dari jumlah BUMN penyalur PKBL sebanyak kurang lebih 142 perusahaan, dimana

sampai dengan tahun 2009, BUMN telah menyalurkan dana PKBL sebesar Rp. 9,693 triliun

dengan jumlah mitra binaan sebanyak 653 ribu unit dan mitra binaan dari tahun mengalami

kenaikan. Realisasi penyaluran dana PKBL dari tahun 2007 – 2009 disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1.1 Realisasi Penyaluran Dana PKBL BUMN Tahun 2007-2009

No. Uraian 2007 2008 2009

Pertamina (Persero), PT. Bank BRI (Persero) Tbk, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Jasa

Raharja (Persero), dan PT. Telkom (persero) Tbk. Total penyaluran dari kelima BUMN

tersebut telah mencapai Rp. 2,76 triliun dari total penyaluran nasional sebesar Rp. 9,693

triliun atau sekitar 28,47%.10

Data dari www.bumn.go.id dalam Winardi mengatakan bahwa pelaksanaan program

kemitraan BUMN tersebut terlihat belum efektif dilihat dari tingkat pengembalian

pinjamannya, padahal alokasi dana yang dianggarkan cukup besar. Alokasi dana PKBL

seluruh BUMN pada tahun 2005 mencapai Rp. 1,064 trilyun.11 Tahun 2004, akumulasi dana

PKBL 142 tercatat Rp. 3,613 triliun. Dari jumlah itu yang berstatus dalam pengembalian

10 MB-IPB, di akses dari http://elibrary.mb.ipb.ac.id/files/disk1/21/mbipb-12312421421421412-mangasaerb-1043-5-e30-05-m-n.pdf pada 22 Januari 2015 pukul 21.30.

11

(5)

mencapai Rp. 2 triliun lebih dengan piutang pengembalian yang macet dan dihapusbukukan

(write off) mencapai sekitar 35%, dalam uraian Tabel 2.

Tabel 1.2 Realisasi Penyaluran Dana Program Kemitraan 142 BUMN per 31 Desember 2003

No. Uraian Satuan

Jumlah (Tahun)

Ket.

2003 s/d 2003

1. Bagian laba yang diterima Rp./juta 367,956 2.489,150

2. Pinjaman yang disalurkan Unit 38.244 357.575

3. Pinjaman yang disalurkan Rp./juta 575,298 3.465,140

4. Hibah Rp./juta 56,274 402,456

5. Piutang Rp./juta - 1.759,716

6. Piutang macet & bermasalah Rp./juta - 370,299 35,18%

Keterangan : *) Dari 142 BUMN, hanya 85 BUMN yang merinci piutangnya

Sumber : www.pkbl.go.id

Selanjutnya dalam penelitian Winardi dengan judul “Evaluasi Efektivitas dan

Strategi Penyaluran Dana program kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil di Perum

Perhutani” diperoleh hasil penelitian sampai dengan tahun 2004 tingkat kemacetan pinjaman

mitra binaan pada program kemitraan BUMN masih cukup tinggi yaitu diatas 30% dan jauh

bila dibandingkan dengan tingkat Non Performance Loan(NPL) perbankan nasional yang

berada pada kisaran 8,3% sampai 9,3%.Tingkat kemacetan pinjaman pada program kemitraan

BUMN di Perum Perhutani mencapai 44,62% dan masih lebih tinggi dari tingkat nasional

seluruh BUMN yang mencapai 35,18%.

Tingginya tingkat piutang macet dan bermasalah ini akan berpengaruh terhadap

(6)

sebagian laba BUMN setelah pajak sebesar 2% dan 1%, salah satu sumber dana program

kemitraan ini berasal dari pengembalian pinjaman mitra binaan sebagai dana bergulir.Kondisi

kolektibilitas pinjaman mitra binaan khusus wilayah Provinsi Sumatera Selatan dalam

penelitian Saniyanto dengan judul “Manajemen Kredit Pada Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan PT. Pertamina (Persero) di Palembang diperoleh data bahwa pinjaman macet

PKBL PT. Pertamina (Persero) Regional II Palembang sampai dengan tahun 2004, realisasi

Rp. 5,986 milyar pinjaman macet Rp. 1,684 milyar atau 60,89%.12

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) adalah salah satu dari 5 (lima) Badan

Usaha Milik Negara memiliki komitmen penuhdalam penyelenggaraan program kemitraan

dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan. Performa program kemitraan Telkom

selama tiga tahun terakhir terus mengalami penigkatan dari segi besaran nominal bantuan,

pemberian pinjaman dan penerimaan angsuran, dan pada tahun 2012, Telkom telah

menyalurkan dana melalui program kemitraan sebesar Rp 343,8 miliar untuk 9.346 mitra

binaan, Program Pembinaan sebasar Rp 9,9 miliar dengan tingkat kolektabilitas

pengembalian pinjaman mitra binaan sebesar Rp 308,2 miliar. Suteki sebagai Kepala CDSA

Telkom area Sumatera mengatakan bahwa Telkom sejak menjalankan PKBL dari tahun 2002,

Telkom sudah menyalurkan sebesar Rp. 1,7 triliun dan telah bekerja sama dengan 85 ribu

lebih pelaku usaha kecil.13

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan ini telah berjalan cukup lama, namun

masih banyak mitra binaannya yang belum mampu mencapai tujuan dari yang telah

ditetapkan oleh si pembina yang dapat dilihat dari tingkat pengembalian peminjaman si mitra

12

MB-IPB, di akses dari http://elibrary.mb.ipb.ac.id/files/disk1/21/mbipb-12312421421421412-mangasaerb-1043-5-e30-05-m-n.pdf pada 22 Januari 2015 pukul 21.34

13

“uteki, Telko Ku urka Rp, , Miliar Kepada UKM di akses dari

(7)

binaan. Ben Sugito sebagai koordinator pelaksana program kemitraan PT Telkom Sub Area

Medan mengatakan banyaknya mitra binaan menggunakan dana pijaman bukan pada

tempatnya atau mitra binaan melakukan pinjaman bukan untuk keperluan pengembangan

usahaanya ini diakibatkan dari lemahnya pengawasan di lapangan. Dengan demikian, tujuan

dari program tersebut yaitu menjadikan usaha tangguh dan mandiri akan sulit tercapai. Oleh

karena itu penulis merasa tertarik untuk lebih mengkaji hal ini sehingga mendorong penulis

untuk membuat skripsi dengan judul Efektivitas Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk CD Sub Area Medan Dalam

Mengembangkan Usaha Kecil.

1.2. Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus penelitian yang ada dalam penelitian ini adalah program

kemitraannya, hal ini karena program kunci yang menjadi faktor utama dalam

mengembangkan usaha kecil adalah bagian kemitraannya, sedangkan untuk Program Bina

Lingkungan penelitian peneliti, karena Bina Lingkungan hanya sebagai salah satu wujud

tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan

yang menyangkut kesehatan masyarakat, bantuan tertentu seperti korban bencana alam,

sarana/prasarana umum dan sarana ibadah masyarakat yang cakupannya juga dapat diperluas.

1.3. Perumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini selajutnya dan agar penelitian dapat lebih

terarah dalam mengiterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu

(8)

penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan

dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian.14

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang menjadi

perhatian penulis dalam penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas Program Kemitraan dan

Bina Lingkungan dalam mengembangkan usaha kecil yang dilakukan oleh PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk CD Sub Area Medan.

1.4. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan

penelitian. Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan yang disusun berdasarkan latar

belakang dan rumusan masalah yang mendasari dilakukannya penelitian. Tujuan penelitian

juga merupakan suatu petunjuk kearah mana kegiatan penelitian dilakukan. Adapun yang

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dan kendala PKBL di PT Telekomunikasi

Indonesia, Tbk CD Sub Area Medan.

2. Untuk mengetahui efektivitas PKBL dalam mengembangkan usaha kecil.

3. Untuk mengetahui apakah PKBL bisa memberikan keuntunga secara ekonomis

kepada pembina dan mitra binaan.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

14

(9)

1. Secara Subjektif

Untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan serta kemampuan berfikir khususnya

dalam pembuatan karya ilmiah.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang

berguna bagi instansi terkait di dalam melaksanakan Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL).

3. Secara Akademis

Mengembangkan dan memperluas wawasan keilmuan dalam penerapan disiplin Ilmu

Administrasi Negara, khususnya tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

dalam mengembangkan usaha kecil dan sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan strata satu Departemen Ilmu Administrasi Negara.

4. Sebagai informasi yang bermanfaat khususnya bagi masyarakat usaha kecil dalam

memperoleh modal melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

1.6. Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan

masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Landasan teori perlu

ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbutan

coba-coba (trial and error) landasan teoritis. Dalam Sugiyono15 Hoy dan Miskel mengatakan teori

adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk

mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi.

Keranga teori adalah bagian dari penelitian, tempat penelitian meberikan pejelasan

tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel ataupokok masalah

15

(10)

yang ada dalam penelitian.16Untuk dapat menerangkan dan menjelaskan tentang program

kemitraan dan bina lingkungan dalam mengembangkan usaha kecil, maka penulis

menggunakan kerangka teori sebagai berikut:

1.6.1. Efektivitas

Efektif merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas.

Efektivitas adalah suatu kosa kata dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa inggris

yaitu: “Efective” yang berarti ditaati, mengesahkan, mujarab dan mujur. Kamus ilmiah

populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang

tujuan. Dari sederetan arti di atas, maka yang paling tepat adalah berhasil dengan baik atau

tepat guna. Jika seseorang dapat bekerja dengan baik maka ia dapat dikatakan bekerja dengan

efektif.

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah

ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila

tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat

H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat S17 yang menyatakan bahwa Efektivitas

adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Effendy mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: ”Komunikasi yang

prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu

yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan”.18 Efektivitas menurut pengertian di

atas mengartikan bahwa indikator efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah

tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pengertian lain menurut Susanto,

16 Suharsimi Arikunto, Op.cit., hal 92. 17

Soewarno Hadayaningrat S, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Haji Masagung, Jakarta, 1994, hal 16.

18

(11)

Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan

pesan-pesan untuk mempengaruhi.19 Menurut pengertian Susanto diatas, efektivitas bisa diartikan

sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya

secara matang.

Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik

mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut:20 “Efektivitas merupakan hubungan antara

output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian

tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”.

Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai

efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan. Sehubungan

dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input,

proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau

kegiatan yang menyatakan sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai,

serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai

target-targetnya. Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa efektivitas lebih memfokuskan pada akibat

atau pengaruh sedangkan efisiensi menekankan pada ketepatan mengenai sumber daya, yaitu

mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat dan cara supaya dalam pelaksanaannya tepat waktu.

Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep

efektivitas. Konsep ini adalah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan

perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen atau tidak. Dalam hal ini

efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang

dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, namun keluaran (output).

Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan

19

Astrud S Susanto, Pendapat Umum, Bina Cipta, Bandung, 1975, hal 156. 20

(12)

prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila

dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila

kegiatan dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

1.6.1.1. Ukuran Efektivitas Organisasi

Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena

efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai

serta mengiterpretasikannya. Walaupun banyak orang setuju bahwa manajemen memegang

peranan utama dalam mencapai efektivitas organisasi, tetapi sulit sekali memperinci apa yang

dimaksud dengan konsep efektivitas itu sendiri. Bagi seorang ahli ekonomi atau analis

keuangan, efektivitas organisasi adalah keuntungan atau laba investasi. Bagi seorang manajer

produksi, efektivitas seringkali berarti kuantitas atau kualitas keluaran (output) barang atau

jasa. Bagi seorang ilmuwan bidang riset, efektivitas dijabarkan dengan jumlah paten,

penemuan atau produk baru suatu organisasi. Dan bagi sejumlah orang sarjana ilmu sosial,

efektivitas seringkali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan pekerja. Singkatnya, ukuran

efektivitas organisasi mempunyai arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada

kerangka acuan yang dipakai.21

Terdapat beberapa macam ukuran efektivitas yang dapat digunakan untuk mengukur

kefektifan sebuah organisasi. Menurut pendapat David Krech, Richard S. Cruthfied dan

Egerton L. Ballachey menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut:22

1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau

bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari

perbandingan antara masukan dengan keluaran.

21

Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi, Erlangga, Jakarta, 1985, hal 1 22

(13)

2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini dapat

kuantitatif dan dapat juga kualitatif.

3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungan kondisi yang kondusif dengan dunia

kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan.

4. Intensitas yang dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan

intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa ukuran daripada efektivitas harus adanya suatu

perbandingan antara masukan dan keluaran, ukuran daripada efektivitas harus adanya tingkat

kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi,

artinya ukuran daripada efektivitas adanya keadaan rasa saling memiliki dengan tingkatan

yang tinggi.

Membahas masalah ukuran efektivitas memang sangat bervariasi tergantung dari

sudut terpenuhinya beberapa kriteria akhir. Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh

Richard M. Steers menyebutkan beberapa ukuran dari pada efektivitas, yaitu:23

1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;

2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;

3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan dalam hal

penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;

4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya untuk

menghasilkan prestasi tersebut;

5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua biaya dan

kewajiban dipenuhi;

6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa

lalunya;

23

(14)

7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu;

8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu

9. Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan, yang

melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki;

10.Motivasi artinya adanya kekuatan yang mucul dari setiap individu untuk mencapai

tujuan;

11.Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu sama lain,

artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan;

12.Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur

standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan

lingkungan;

Sehubungan dengan hal -hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas

merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai.

Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi, program/kegiatan melaksanakan

fungsi-fungsinya secara optimal.

Selanjutnya Strees mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas,

yaitu:24

1. Produktivitas

2. Kemampuan adaptasi kerja

3. Kepuasan kerja

4. Kemampuan berlaba

5. Pencarian sumber daya

24

(15)

Pendapat para ahli di atas dapat dijelaskan, bahwa efektivitas merupakan usaha

pencapaian sasaran yang dikehendaki (sesuai dengan harapan) yang ditujukan kepada orang

banyak dan dapat dirasakan oleh kelompok sasaran yaitu masyarakat. Hal ini sejalan dengan

pendapat Duncan yang dikutip Richard M. Steers dalam bukunya “Efektivitas Organisasi”

mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut:25

1. Pencapaian Tujuan

2. Integrasi

3. Adaptasi

Merujuk dari banyaknya ukuran efektivitas dari beberapa ahli di atas, penelitian ini

akan menggunakan teori yang disampaikan oleh Duncan terkait ukuran efektivitas yang

meliputi 3 (tiga) hal, yakni;

1. Pencapaian tujuan

Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu

proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan

pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian –bagiannya maupun

pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu

: (1) Sasaran merupakan target yang kongktit, (2) Dana dan Waktu pencapaiannya

ditentukan.26 Penelitian ini akan menggunakan faktor – faktor tersebut sebagai tolak ukur

efektivitas Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam mengembangkan usaha kecil.

2. Integrasi

Integrasi adalah pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk

mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus, dan komunikasi dengan berbagai

macam organisasi lainnya. Intergrasi ini terdiri dari beberapa faktor yaitu (1) prosedur,

25

Richard M. Steers, Op.cit., hal 53 26

(16)

(2) proses sosialisasi.27 Peneliti mengukur efektivitas program kemitraan menggunakan

faktor prosedur yang digunakan dan proses sosialisai. Perumusan, penerapan, dan

pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan akan dinilai efektif jika

dilakukan dengan baik berdasarkan prosedur yang ada. Proses sosialisasi program

kemitraan terhadap usaha-usaha kecil, calon mitra binaan atau pun pihak lain yang

terlibat dalam perumusan, penerapan, dan pelaksanaan program kemitraan dikatakan

efektif jika ada feedback yang baik dari mitra binaan atau calon mitra binaan.

3. Adaptasi

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk menyelaraskan suatu

individu terhadap perubahan – perubahan yang terjadi di lingkungannya. Faktor yang

mempengaruhi adaptasi adalah (1) peningkatan kemampuan, (2) sarana dan prasarana.

Berdasarkan faktor yang telah disebutkan peneliti bermaksud untuk menggunakannya

sebagai tolak ukur efektivitas penerpan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam

pembinaan melalui pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, pendampingan

promosi kepada mitra binaan dalam mengembangkan usaha. Sedangkan tolak ukur lain

adalah adanya sarana dan prasarana yang mendukung penerapan dan pelaksanaan

program kemitraan.

Teori tersebut akan dipakai untuk mengukur efektivitas dimana teori tersebut dipilih

karena teori Duncan dianggap mampu untuk mengukur efektivitas organisasi,

program/kegitan yang dilihat dari pencapaian tujuan dengan melihat integrasi dan

adaptasinya.

27

(17)

1.6.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi

Dalam mencapai efektivitas suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang berbeda-beda tergantung pada sifat dan bidang kegiatan atau usaha suatu organisasi.

Demikian banyak rangkaian kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi efektifitas

organisasi seperti apa yang dikemukakan diatas, akan tetapi untuk menentukan faktor-faktor

yang mempengaruhi kriteria adalah sangat sulit sekali, karena harus melihat pada hasil-hasil

penelitian terdahulu. Banyak pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas organisasi, namun pada dasarnya pendapat-pendapat tersebut telah

terangkum dalam hasil penelitian Richard M. Steers. Dengan dikemukakannya empat faktor

yang berpengaruh terhadap efektifitas organisasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

efektivitas organisasi sebagai berikut:28

1. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur diartikan sebagai

hubungan yang relatif tetap sifatnya, merupakan cara suatu organisasi menyusun

orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang meliputi faktor-faktor seperti

deentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi

antar pribadi dan seterusnya. Secara singkat struktur diartikan sebagai cara bagaimana

orang-orang akan dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Teknologi menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah

menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk

variasi-variasi dalam proses mekanisme yang digunakan dalam produksi, variasi-variasi dalam

pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran. Ciri

organisasi yang berupa struktur organisasi meliputi faktor luasnya desentralisasi. Faktor

28

(18)

ini akan mengatur atau menentukan sampai sejauh mana para anggota organisasi dapat

mengambil keputusan. Faktor lainnya yaitu spesialisasi pekerjaan yang membuka peluang

bagi para pekerja untuk mengembangkan diri dalam bidang keahliannya sehingga tidak

mengekang daya inovasi mereka.Faktor formalisasi berhubungan dengan tingkat adaptasi

organisasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, semakin formal suatu organisasi

semakin sulit organisasi tersebut untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Hal tersebut

berpengaruh terhadap efektivitas organisasi karena faktor tersebut menyangkut para

pekerja yang cendenrung lebih terikat pada organisasi dan merasa lebih puas jika mereka

mempunyai kesempatan mendapat tanggung jawab yang lebih besar dan mengandung

lebih banyak variasi jika peraturan dan ketentuan yang ada dibatasi seminimal mungkin.

2. Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan ini mencakup dua aspek yaitu internal dan eksternal.

Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi. Yang meliputi macam-macam

atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi dan efektivitas

khususnya atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari

efektivitas khususnya atribut diukur pada tingkat individual.

Lingkungan eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas organisasi yang

memperngaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi seperti kondisi ekonomi,

pasar dan peraturan pemerintah. Hal ini mempengaruhi: derajat kestabilan yang relatif

dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan dan derajat kestabilan lingkungan.

Steers menyimpulkan dari penelitian yang dilakukan para ahli bahwa keterdugaan,

persepsi dan reasionalitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi hubungan

lingkungan.29 Dalam hubungan terdapat suatu pola dimana tingkat keterdugaan dari

29

(19)

keadaam lingkungan disaring oleh para pengambil keputusan dalam organisasi melalui

ketetapan persepsi yang tepat mengenai lingkungan dan pengambilan keputusan yang

sangat rasional akan dapat memberikan sumbangan terhadap efektivitas organisasi.

3. Karakteristik Pekerja

Karakteristik pekerja berhubungan dengan peranan perbedaan individu para pekerja

dalam hubungan dengan efektivitas. Para individu pekerja mempunyai pandangan yang

berlainan, tujuan dan kemampuan yang berbeda-beda pula. Variasi sifat pekerja ini yang

sedang menyebabkan perilaku orang yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut

mempunyai pengaruh langsung terhadap efektivitas organisasi. Dua hal tersebut adalah

rasa keterikatan terhadap organisasi dan prestasi kerja individu.

4. Kebijakan dan Praktek Manajemen

Karena manajer memainkan peranan sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui

perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang ditujuan ke arah sasaran.

Kebijakan yang baik adalah kebijakan tersebut secara jelas membawa kita ke arah tujuan

yang diinginkan. Pada intinya manajemen adalah tentang memutuskan apa yang harus

dilakukan kemudian melaksanakannya melalui sumber daya manusia yang ada.

Dari faktor kebijakan dan praktek manajemen ini, sedikitnya diindentifikasikan menjadi

enam variabel yang menyumbang efektivitas yaitu: 1) penyusunan tujuan strategis, 2)

pencarian dan pemanfaatan sumber daya, 3) menciptakan lingkungan prestasi, 4) proses

(20)

1.6.2. Program

Setiap organisasi akan selalu memerlukan pedoman dalam setiap gerak langkahnya

termasuk dalam melaksanakan roda organisasi. Program akan menjadi suatu kebutuhan

primer bagi suatu organisasi karena organisasi tanpa memiliki suatu program kerja yang

terarah dan terpadu dapat diibaratkan bagaikan orang buta yang mencari kucing hitam dalam

gelap malam tanpa cahaya.Program dapat diartikan sebagai suatu rencana kegiatan dari suatu

organisasi yang terarah, terpadu dan tersistematis yang dibuat untuk rentang waktu yang telah

ditentukan oleh suatu organisasi. Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan.

Dengan program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk

dioperasionalkan.30 Dalam pengertian tersebut menggambarkan bahwa program-program

adalah penjabaran dari langkah-langkah dalam mencapai tujuan itu sendiri. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya

kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara

lain;31

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu.

3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Unsur lainyang harus dipenuhi dalam pelaksanaan progoramialahadanya kelompok

orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut

dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan

sertapeningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat pada kelompok orang,

30

Charles O Jones, Pengantar Kebijakan Publik Terjemahan Ricky Istamto, Roja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hal 296.

31

(21)

boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasiltidaknya suatu program

dilaksanakan tergantung dari unsur pelaksanaanya untuk pelaksanaan itu merupakan unsur

ketiga. Pelaksana adalah hal penting dalam mempertanggungjawabkan pengolahan maupun

pengawasan dalam pelaksanaan, baik itu organisasi ataupun perorangan.32

1.6.2.1. Konsep Implementasi Program

Program di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai

rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan. Jones dalam Arif

Rohman33 (2009: 101-102) menyebutkan program merupakan salah satu komponen dalam

suatu kebijakan. Program merupakan upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan.

Menurut Charles O. Jones dalam Siti Erna Latifi Suryana,34 ada tiga pilar aktivitas dalam

mengoperasikan program yaitu;

1. Pengorganisasian

Struktur oganisasi yang jelas diperlukan dalam mengoperasikan program sehingga

tenaga pelaksana dapat terbentuk dari sumber daya manusia yang kompeten dan

berkualitas.

2. Interpretasi

Para pelaksana harus mampu menjalankan program sesuai dengan petunjuk teknis dan

petunjuk pelaksana agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

3. Penerapan atau Aplikasi

Perlu adanya pembuatan prosedur kerja yang jelas agar program kerja dapat berjalan

sesuai dengan jadwal kegiatan sehingga tidak berbenturan dengan program lainnya.

32

Charles O Jones, Op.cit. hal 298 33

Rohman Arif, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2009, hal 101-102.

34

Siti Erna Latifi Suryana, Implementasi Kebijakan tentang Pengujian KendaraanBermotor di Kabupaten Aceh

(22)

Salah satu model implementasi program yakni model yang diungkapkan oleh David

C. Korten. Model ini memakai pendekatan proses pembelajaran dan lebih dikenal dengan

model kesesuaian implementasi program. Model kesesuaian Korten digambarkan sebagai

berikut:35

Gambar 1.1 Model Kesesuaian Implementasi Program

Korten menggambarkan model ini berintikan tiga elemen yang ada dalam

pelaksanaan programyaitu program itu sendiri, pelaksanaan program, dan kelompok sasaran

program. Korten menyatakan bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat

kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program

dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa

yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antaraprogram

dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program

dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat

dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk

35

Header Akib dan Antonius Tarigan,Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal, 2000, hal 12

PROGRAM

Output

Tugas

(23)

dapat memperoleh outputprogram dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran

program.36

Berdasarkan pola yang dikembangkan Korten, dapat dipahami bahwa kinerja

program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan kalau tidak terdapat

kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan. Hal ini disebabkan

apabilaoutputprogram tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran,jelas outputtidak

dapat dimanfaatkan.Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan

melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program, maka organisasinya tidak dapat

menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi

pelaksana program tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran, maka kelompok sasaran

tidak mendapatkan outputprogram. Oleh karena itu, kesesuaian antara tiga unsur

implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai dengan rencana yang

telah dibuat.

Terkait landasan dan mutu implementasi program, menurut Islamy dalam buku

Maryono37 yang berjudul Menakar Kebijakan RSBI: Analisis Kritis Studi Implementasi,

untuk bisa melihat apakah proses implementasi program telah berjalan dengan baik ada

kriteria yang perlu diperhatikan, beberapa diantaranya yakni:

1. Apakah unit pelaksana teknis telah disiapkan?

2. Apakah pelaksana kebijakan telah mengerti akan rencana, tujuan, dan sasaran

kebijakan ?

3. Apakah aktor-aktor utama telah ditetapkan dan siap menerima tanggung jawab

pelaksanaan kebijakan tersebut?

4. Apakah koordinasi pelaksanaan telah dilakukan dengan baik?

36

Header Akib dan Antonius Tarigan, Loc.cit. 37

(24)

5. Apakah hak dan kewajiban, kekuasaan dan tanggung jawab telah diberikan dan

dipahami serta dilaksanakan dengan baik oleh pelaksana kebijakan?

6. Apakah kriteria penilaian keberhasilan pelaksanaan kebijakan telah ada, jelas, dan

diterapkan dengan baik?

Berbagai pertanyaan di atas dapat menjadi bahan dan pedoman dalam proses

pencarian data dalam upaya untuk mendeskripsikan pelaksanaan program kemitraan.

1.6.3. Kemitraan

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau

kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut

Notoatmodjo kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu,

kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.38 Ada

berbagai pengertian kemitraan secara umum meliputi:

a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua

pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.

b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang

saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai

kepentingan bersama.

c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok

masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai

tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.

Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi

untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas,

menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang

38

(25)

hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila

diperlukan.

1.6.3.1Prinsip Kemitraan

Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan

oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:39

1. Prinsip Kesetaraan

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus

merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan

yang disepakati.

2. Prinsip Keterbukaan

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta

berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain.

Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan.

Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling

membantu diantara golongan (mitra).

3. Prinsip Azas manfaat bersama

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat

dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau

pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.

1.6.3.2. Langkah-Langkah Kemitraan

Kemitraan memberikan nilai tambah kekuatan kepada masing-masing sektor untuk

melaksanakan visi dan misinya. Namun kemitraan juga merupakan suatu pendekatan yang

memerlukan persyaratan, untuk itu diperlukan langkah-langkah tahapan sebagai berikut:40

39

(26)

1. Pengenalan masalah

2. Seleksi masalah

3. Melakukan indentifikasi calon mitra dan pelaku potensial melalui surat-menyurat,

telepon, kirim brosur, rencana kegiatan, visi, misi, AD/ART.

4. Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama antar sesama mitra dalam

upaya mencapai tujuan, melalui: diskusi, forum pertemuan, kunjungan kedua

belah pihak, dll

5. Menumbuhkan kesepakatan yang menyangkut bentuk kemitraan, tujuan dan

tanggung jawab, penetapan rumusan kegiatan memadukan sumberdaya yang

tersedia di masing-masing mitra kerja, dll. Kalau ini sudah ditetapkan, maka setiap

pihak terbuka kesempatan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang lebih

bervariasi sepanjang masih dalam lingkup kesepakatan.

6. Menyusun rencana kerja: pembuatan POA penyusunan rencana kerja dan jadwal

kegiatan, pengaturan peran, tugas dan tanggung jawab

7. Melaksalakan kegiatan terpadu: menerapkan kegiatan sesuai yang telah disepakati

bersama melalui kegiatan, bantuan teknis, laporan berkala, dll

8. Pemantauan dan evaluasi

1.6.3.3 Indikator Keberhasilan Kemitraan

Untuk dapat mengetahui keberhasilan pengembangan kemitraan diperlukan adanya

indikator yang dapat diukur. Dalam penentuan indikator sebaiknya dipahami prinsip-prinsip

indikator yaitu: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan tepat waktu. Sedangkan

pengembangan indikator melalui pendekatan manajemen program yaitu:41

40

ibid 41

(27)

Gambar 1.2 Indikator Keberhasilan Kemitraan

1. Indikator Input

Tolak ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:

a. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai dengan adanya

kesepakatan bersama dalam kemitraan.

b. Adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi pengembangan

kemitraan.

c. Adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh institusi terkait.

Hasil evaluasi terhadap input dinilai berhasil apabila ketiga tolok ukur tersebut terbukti

ada.

2. Indikator Proses

Tolok ukur keberhasilan proses dapat diukur dari indikator sebagai frekuensi dan

kualiatas pertemuan tim atau secretariat sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi terhadap proses

nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti adanya yang dilengkapi dengan agenda

pertemuan, daftar hadir dan notulen hasil pertemuan.

3. Indikator Output

Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari indikator sebagai berikut: Jumlah

kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan peran

masing-INPUT

PROSES

OUTPUT

OUTCOME

(28)

masing institusi. Hasil evaluasi terhadap output dinilai berhasil, apabila tolok ukur

tersebut diatas terbukti ada.

4. Indikator Outcome

Tolok ukur keberhasilan outcome adalah adanya peningkatan tingkat prekonomian pada

pada mitra binaan maupun kemandirian dalam usaha mitra binaan.

1.6.4. Pengembangan Usaha

Dalam pengembangan usaha banyak hambatan-hambatan yang dihadapi seperti

kekurangan modal, tenaga kerja yang ahli atau terampil, kinerja keuangan usaha yang buruk,

dan sebagainya. Tetapi hambatan-hambatan itu semua dapat diatasi dengan cara

mengembangkan dan menerapkan strategi pengembangan usaha yang baik. Definisi

pengembangan usaha itu sendiri adalah terdiri dari sejumlah tugas dan proses yang pada

umumnya bertujuan untuk mengembangakan dan mengimplementasikan peluang

pertumbuhan usaha. Pengembangan usaha bukan saja dibarengi dengan modal yang banyak

atau tenaga kerja yang terampil tetapi juga harus dibarengi dengan pembinaan yang rutin.

Cara lain yang harus dilakukan untuk dapat mengembangakan usaha dengan baik

adalah dengan memberikan pendidikan meningkatkan keahlian kepada pengusaha

(wirausaha) seperti memberikan pelatihan workshop tentang pengembangan usaha, dan

sebagainya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih

kepada pengusaha.42

42

Harris Fadilah, Pengembangan Usaha, diakses dari

(29)

1.6.4.1. Usaha Mikro dan Kecil

a. Usaha Mikro

Usaha mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri keuangan No.

40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau

perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit

kepada bank paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).43

Dilihat dari kepentingan perbankkan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar

yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya

karena usaha mikro mempunyai karekteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki

oleh non mikro, antara lain:

1. Perputaran usaha (trun over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang

mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan

bahkan terus berkembang;

2. Tidak sensitive terhadap suku bunga;

3. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter;

4. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu, dan dapat menerima bimbingan asal

dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang

sulit memperoleh layanan kredit perbankkan karena berbagai kendala baik pada sisi

usaha mikro maupun pada sisi perbankkan sendiri.

b. Usaha Kecil

43

(30)

Usaha kecil merupakan usaha yang intergraldalam dunia usaha nasional yang

memiliki kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam mewujudkan tujuan

pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya.

Selain itu, usaha kecil jug merupakan kegiatan usaha dalam memperluas lapangan

pekerjaan dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas, agar dapat mempercepat

proses pemerataan dan pendapatan ekonomi masyarakat.

Secara otentik, pengertian usaha kecil diatur dalan Bab I Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Usaha Kecil yaitu kegiatan ekonomi

masyarakat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil

pendapatan tahunan, serta kepemilikan.44 Pengertian disini mencakup usaha kecil

informal, yaitu usaha yang belum di daftar, belum dicatat, dan belum berbadan hukum,

sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Pengertian disini mencakup

usaha kecil informal, yaitu usaha yang belum di daftar, belum dicatat, dan belum

berbadan hukum, sebagaiman yang ditentukan oleh instansi yang berwenang.

Usaha kecil sebagaimana dimaksud Undang-Undang No.9 Tahun 1995 adalah

usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling

banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah).

Adapun yang termasuk dalam penggolongan usaha kecil adalah sebagai berikut;

44

(31)

1. Industri kecil, seperti: industri kerajinan tangan, industri rumahan, industri

loggam.

2. Perusahaan berskala kecil, seperti: toserba, mini market, koperasi, dan sebagainya.

3. Usaha informal, seperti: pedagang kaki lima yang menjual barang-barang

kebutuhan pokok.

1.6.4.2. Pengembangan Usaha Kecil

Menurut PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha

Kecil, maka pengembangan usaha kecil adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia

usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan modal untuk

menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh

dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menegah.45

1.6.4.2.1. Komponen-Komponen Pengembangan Usaha

Dalam PP No. 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan usaha kecil,

Bab II Pasal 5 menyatakan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dilakukan melalui

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Identifikasi potensi dan masalah yang dihadapi oleh usaha kecil

2) Penyiapan program pembinaan dan pengembangan sesuai potensi dan masalah yang

dihadapi oleh usaha kecil

3) Pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan

4) Pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan

bagi usaha kecil

45

(32)

1.6.4.2.2. Faktor Pendukung Pengembangan Usaha Kecil

Menurut Sartika dan Rachman dalam Suseno,46 upaya untuk mengembangkan Usaha

kecil akan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu faktor dari dalam perusahaan (factor internal) dan

luar perusahaan (faktor eksternal), sebagai berikut:

1. Faktor Internal, yaitu:

1) Meningkatkan kemampuan manajemen dan kewirausahaan

2) Melakukan perencanaan usaha dan investasi dalam jangka panjang

3) Mengembangakan Research and Development

2. Faktor Eksternal, yaitu:

1) Menciptakan iklim yang kondusif untuk mengembangkan usaha (penyederhanaan

perizinan dan birokrasi)

2) Mengupayakan adanya program pendampingan

3) Mengupayakan tersedianya faktor-faktor produksi

4) Mengupayakan tersedianya produk-produk pendukung dalam proses produksi

5) Mengupayakan tersedianya infrastruktur sosial

6) Mengupayakan tersedianya biaya dari kredit

7) Perlu memberikan fleksibilitas dalam penerapan prinsip penyaluran kredit,

diantaranya faktor kapasitas dan kemampuan debitor dalam menghasilkan

keuntungan juga masalah agunan atau collateral kredit

8) Kebijakan Pemerintah Pusah dan Daerah yang mendukung pengembangan usaha

kecil

46

(33)

1.7. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara

abstrak sebuah kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian

ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapta menyederhanakan

pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang

berkaitan satu dengan yang lainnya.47

Oleh karena itu, untuk dapat menentukan batasan yang lebih jelas agar penulis dapat

menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka penulis

mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Kemitraan

Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi

untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas,

menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang

hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila

diperlukan.

2. Efektivitas

Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Secara lebih luas efektivitas

memiliki pengertian yaitu usaha pencapaian sasaran yang sesuuai dengan harapan dan

tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh para

ahli, peneliti menggunakan teori Emerson dalam Handayaningrat48 yang menyatakan

bahwa “Efektivitas adalah pengukuran, dalam arti tercapainya tujuan dan sasaran yang

47

Masri Singarimbun, Metode Penelitian Sosial, LP3ES, Jakarta, 1995, hal 33. 48

(34)

telah ditentukan”. Adapun ukuran efektivitas yang penulis gunakan untuk melihat

efektivitas Program Kemitraan dan Bila Lingkungan dalam mengembangakan usaha

kecil, yaitu sebagai berikut:

1) Pencapaian Tujuan

Untuk dapat mengukur keberhasilan suatu program dapat dilihat dari seberapa jauh

program itu mencapai tujuannya. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir

semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian

bagian –bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan

terdiri dari beberapa faktor, yaitu : (1) Kurun waktu pencapaiannya ditentukan, (2)

sasaran merupakan target yang kongktit. Penelitian ini akan menggunakan faktor –

faktor tersebut sebagai tolak ukur efektivitas Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan dalam mengembangkan usaha kecil.

2) Integrasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, integrasi adalah pengukuran terhadap

tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi dan komunikasi

dengan berbagai macam organisasi lainnya. Dalam penelitian ini integrasi

mempunyai pengertian pengukuran terhadap tingkat kemampuan anggota organisasi

untuk mengadakan sosialisasi kepada masyarakat dalam mewujudkan efektivitas

pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam mengembangkan

usaha kecil.. Untuk mengukur keberhasilan dalam proses sosialisasi dapat diukur

atau dilihat dari bagaimana (1) prosedur dan (2) proses sosialisasi yang dilakukan

oleh organisasi dalam hal ini pihak PT. Telkom, Tbk Sub Area Medan kepada

masyarakat dan dari sosialisasi tersebut apakah mereka memahami/mengerti atau

bahkan sebaliknya.

(35)

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk menyelaraskan suatu

individu terhadap perubahan – perubahan yang terjadi di lingkungannya. Faktor

yang mempengaruhi adaptasi adalah (1) peningkatan kemampuan, (2) sarana dan

prasarana. Berdasarkan faktor yang telah disebutkan peneliti bermaksud untuk

menggunakannya sebagai tolak ukur efektivitas penerpan Program Kemitraan dan

Bina Lingkungan dalam pembinaan melalui pendidikan, pelatihan, pemagangan,

pemasaran, pendampingan promosi kepada mitra binaan dalam mengembangkan

usaha. Sedangkan tolak ukur lain adalah adanya sarana dan prasarana yang

mendukung penerapan dan pelaksanaan program kemitraan.

3. Pengembangan Usaha Kecil

Pengembangan usaha kecil adalah suatu upaya yang dilakukan untuk

mengingkatkan peluang pertumbuhan usaha dan kualitas usaha yang tergolong usaha

Gambar

Tabel 1.2 Realisasi Penyaluran Dana Program Kemitraan 142 BUMN per 31 Desember 2003
Gambar 1.1 Model Kesesuaian Implementasi Program
Gambar 1.2 Indikator Keberhasilan Kemitraan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemberian kredit terhadap perkembangan usaha kecil dan menengah pada Program Kemitraan dan

Peraturan Menteri Negara Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) Sebagai Peraturan CSR

Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Negara Nomor Per-5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 20 Pasal 1 ayat (7) Peraturan

Peraturan Menteri Negara Usaha Milik Negara Nomor 05/MBU/2007 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Surat Edaran Menteri BUMN

Kendala Dalam Penerapan Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Pada Badan Usaha Milik Negara PT. Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Pada Badan Usaha Milik

Kami telah membuat Laporan posisi keuangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT Jasa Marga (Persero),Tbk pada tanggalS0 Juni2017, serta laporan aktivitas dan

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memiliki 2 (dua) program, pertama program kemitraan adalah program kemitraan dengan usaha kecil dengan tujuan untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Pemberian Kredit terhadap Pengembangan Usaha Kecil di Medan pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan