JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina (Forsk) vierh SETELAH
APLIKASI FUNGI Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS
DI DESA SICANANG BELAWAN
SKRIPSI
Oleh
IKA WAHYUNI
060805012
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina (Forsk) vierh SETELAH
APLIKASI FUNGI Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS
DI DESA SICANANG BELAWAN
SKRIPSI
Oleh
060805012
IKA WAHYUNI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
Disetujui oleh:
Pembimbing II Pembimbing I
Prof. Dr. Dwi Suryanto,. M.Sc
NIP. 19640409 199403 1 003 NIP.19671119 200012 1 001 Dr. Ir. Yunasfi,. M.Si
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI
PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGERAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
NIP. 19640409 199403 1 003 NIP. 19671119 200012 1
PERNYATAAN
JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN AVICENNIA. MARINA (FORSK) VIERH SETELAH
APLIKASI FUNGI ASPERGILLUS SP., CURVULARIA SP.,
PENICILLIUM SP. PADA BEBERAPA TINGKAT
SALINITAS DI DESA SICANANG BELAWAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 27 Desember 2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI
PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN AVICENNIA. MARINA (FORSK) VIERH SETELAH APLIKASI FUNGI ASPERGILLUS SP., CURVULARIA SP., PENICILLIUM SP. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS DI DESA SICANANG BELAWAN
Nama : IKA WAHYUNI
NIM : 060805012
No. Nama Keterangan Tanggal Tanda Tangan
1. Dr. Ir. Yunasfi., M.Si
NIP. 19671119 200012 1 001
Dosen
Pembimbing I
2. Prof. Dr. Dwi Suryanto., M.Sc NIP. 19640409 199403 1 003
Dosen
Pembimbing II
3. Prof. Dr. Erman Munir., M.S.c NIP. 19651101 199103 1 002
Dosen penguji
4. Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander BArus
NIP. 19581016 198703 1 003
ABSTRAK
Penelitian tentang Jenis-jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,
Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada beberapa tingkat salinitas bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman jenis bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dan di Kawasan Mangrove Sicanang-Belawan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 24 jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas yaitu Bacillus (3 spesies), Sporosarcina (3 spesies), Planococcus (2 spesies), Micrococcus (2 spesies), Pseudomonas (1 spesies), Escherichia (1 spesies),
Mycobacterium (1 spesies), Flavobacterium (1 spesies), Corynebacterium (1
spesies), Caulobacter (1 spesies), Staphylococcus (1 spesies), Klebsiella (1 spesies),
Aeromonas (1 spesies), Neisseria (1 spesies), Acinetobacter (1 spesies), Pleisomonas (1 spesies), Brevibacterium (1 spesies) dan Yersinia (1 spesies).
Keanekaragaman jenis dan populasi bakteri paling banyak ditemukan pada salinitas 0-10 ppt dan paling sedikit terdapat pada salinitas 20-30 ppt.
ABSTRACT
The research on The Variety of Bacteria which Asociated on the Decomposition
Process of Avicennia marina Leaf Litter After Aplicated Aspergillus sp., Curvularia
sp., and Penicillium sp. in the some Salinity Level had a purpose to know the diversity of bacteria. The research had done at Microbiology Laboratory of FMIPA USU Medan and at the mangrove area of Sicanang-Belawan did began at december 2009 until june 2010. The results of the research indicated that totally 24 species of bacteria which asociated on the decomposition process of Avicennia marina leaf Litter After Aplicated fungus in the some salinity level, including Bacillus (3 species),
Sporosarcina (3 species), Planococcus (2 species), Micrococcus (2 species), Pseudomonas (1 species), Escherichia (1 species), Mycobacterium (1 species), Flavobacterium (1 species), Corynebacterium (1 species), Caulobacter (1 species), Staphylococcus (1 species), Klebsiella (1 species), Aeromonas (1 species), Neisseria (1 species), Acinetobacter (1 species), Pleisomonas (1 species), Brevibacterium (1 species) dan Yersinia (1 species). The diversity of species and
population of bacteria were the highest at 0-10 ppt and the lowest at 20-30 ppt.
DAFTAR ISI
3.3. Penentuan Lokasi Berdasarkan Tingkat Salinitas 14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis-jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi
pada Beberapa Tingkat Salinitas 17
4.2 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 0-10 ppt 20
4.3 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 10-20 ppt 25
4.4 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 20-30 ppt 29
4.5 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Jenis Bakteri 35
4.6 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Rata-rata
Bakteri 37
4.7 Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri 41
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 44
5.2 Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Kehadiran Tiap Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada
Beberapa Tingkat Salinitas 18
2. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada
Salinitas 0-10 ppt 21
3. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun
A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia
sp. pada Salinitas 0-10 ppt 22
4. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada
Salinitas 0-10 ppt 23
5. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada
Salinitas 10-20 ppt 26
6. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia sp. pada
Salinitas 10-20 ppt 27
7. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada
Salinitas 10-20 ppt 28
8. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Penicillium sp. pada
Salinitas 20-30 ppt 30
Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Curvularia sp. pada
Salinitas 20-30 ppt 31
10.Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Aspergillus sp. pada
Salinitas 20-30 ppt 32
11.Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Sumbangan Material Mangrove Terhadap Rantai Makanan
di Estuaria 7
2. Jumlah Jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa
Tingkat Salinitas 35
3. Jumlah Rata-rata Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Ciri-ciri Morfologi dan Fisiologi Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi
Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 50
2. Karakterisasi Isolat Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah
Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi
pada Beberapa Tingkat Salinitas 56
3. Hasil uji biokimia Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada
Beberapa Tingkat Salinitas 57
4. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina pada Kontrol Tanpa
Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 58
5. Jumlah Koloni Bakteri x 106 cfu/ml pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina setelah Aplikasi Fungi Aspergillus
sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp. selama 15-105 hari 60
6. Isolat Biakan Bakteri pada Media NA miring yang diperoleh dari Serasah Daun A. marina yang mengalami proses
dekomposisi Setelah Aplikasi Fungi 67
7. Hasil Uji Morfologi dan Uji Biokimia Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi
Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 71
8. Proses Pembuatan Suspensi Fungi 72
9. Prosedur Pembuatan Media NA 73
ABSTRAK
Penelitian tentang Jenis-jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,
Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada beberapa tingkat salinitas bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman jenis bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dan di Kawasan Mangrove Sicanang-Belawan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 24 jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas yaitu Bacillus (3 spesies), Sporosarcina (3 spesies), Planococcus (2 spesies), Micrococcus (2 spesies), Pseudomonas (1 spesies), Escherichia (1 spesies),
Mycobacterium (1 spesies), Flavobacterium (1 spesies), Corynebacterium (1
spesies), Caulobacter (1 spesies), Staphylococcus (1 spesies), Klebsiella (1 spesies),
Aeromonas (1 spesies), Neisseria (1 spesies), Acinetobacter (1 spesies), Pleisomonas (1 spesies), Brevibacterium (1 spesies) dan Yersinia (1 spesies).
Keanekaragaman jenis dan populasi bakteri paling banyak ditemukan pada salinitas 0-10 ppt dan paling sedikit terdapat pada salinitas 20-30 ppt.
ABSTRACT
The research on The Variety of Bacteria which Asociated on the Decomposition
Process of Avicennia marina Leaf Litter After Aplicated Aspergillus sp., Curvularia
sp., and Penicillium sp. in the some Salinity Level had a purpose to know the diversity of bacteria. The research had done at Microbiology Laboratory of FMIPA USU Medan and at the mangrove area of Sicanang-Belawan did began at december 2009 until june 2010. The results of the research indicated that totally 24 species of bacteria which asociated on the decomposition process of Avicennia marina leaf Litter After Aplicated fungus in the some salinity level, including Bacillus (3 species),
Sporosarcina (3 species), Planococcus (2 species), Micrococcus (2 species), Pseudomonas (1 species), Escherichia (1 species), Mycobacterium (1 species), Flavobacterium (1 species), Corynebacterium (1 species), Caulobacter (1 species), Staphylococcus (1 species), Klebsiella (1 species), Aeromonas (1 species), Neisseria (1 species), Acinetobacter (1 species), Pleisomonas (1 species), Brevibacterium (1 species) dan Yersinia (1 species). The diversity of species and
population of bacteria were the highest at 0-10 ppt and the lowest at 20-30 ppt.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Mangrove merupakan tumbuhan halofit yang hidup di kawasan pesisir yang
kebera-daannya dipengaruhi oleh pasang surut mendekati ketinggian rata-rata air laut, yang
tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Menurut Snedaker (1978) hutan mangrove
merupakan kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis
sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang
mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob.
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu
pasang dan bebas dari genangan pada waktu surut.
Hutan mengrove merupakan daerah yang memiliki arti penting, yang
memberikan fungsi dan manfaat bagi manusia dan alam. Hutan mangrove tidak hanya
bermanfaat karena menghasilkan kayu, namun juga sebagai penyangga ekosistem laut
maupun darat. Satu diantara beberapa manfaat keberadaan hutan mangrove adalah
menyediakan sejumlah makanan dan unsur hara bagi beberapa spesies hewan laut
termasuk yang memiliki arti ekosistem penting. Di Indonesia hutan mangrove tersebar
di sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Spesies yang sering
ditemukan di Indonesia dan merupakan ciri-ciri utama dari hutan mangrove adalah
genus Avicennia, Ceriops, Bruguiera dan beberapa spesies dari genus Rhizophora
Daun-daun mangrove sebagian dimakan oleh binatang-binatang darat, dan
selebihnya jatuh ke laut dan merupakan penyumbang bahan organik yang sangat
penting dalam rantai makanan. Daun-daun mangrove yang jatuh tersebut diuraikan
oleh fungi dan bakteri menjadi substrat yang kaya protein. Antara hutan mangrove dan
produksi laut memiliki hubungan yang erat, karena keberadaan hutan mangrove
memiliki arti yang sangat penting sebagai penyumbang produktivitas primer kotor
yang sangat besar. Daun, buah, cabang dan kulit pohon yang dikenal dengan istilah
serasah merupakan sumber detritus organik (Amarangsinghe & Balasubramanian,
1992).
Alongi (1994) menyatakan bahwa bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem
yang terdapat di bumi yang bertanggung jawab mendegradasi dan mendaur ulang
unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon, nitrogen dan fosfor. Keberadaan
bakteri di daerah hutan mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam
menguraikan serasah daun-daun mangrove menjadi unsur organik yang sangat penting
dalam penyediaan makanan bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Menurut
Sikong (1978) massa bakteri dan fungi bersama hasil penguraian menjadi makanan
bagi organisme pemakan detritus yang kebanyakan terdiri atas hewan-hewan
invertebrata. Organisme pemakan detritus ini pada gilirannya akan dimakan oleh
ikan-ikan dan crustacea lainnya.
Kecepatan proses dekomposisi serasah tidak hanya dipengaruhi oleh
mikroorganisme pengurai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah
hujan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu udara di sekitar kawasan mangrove dan
kondisi lingkungan tempat tumbuh organisme seperti suhu air, pH, salinitas air,
kandungan oksigen yang terlarut dalam air, kandungan hara organik dalam air dan
lain-lain. Dalam proses dekomposisi, semua faktor baik faktor fisik, kimia, maupun
biologis saling berinteraksi satu sama lain ( Anderson dan Swift, 1979 ).
Keberadaan bakteri dalam ekosistem mangrove sangat penting. Populasi
bakteri dapat menjadi ukuran yang menentukan dalam mengetahui proses
dekomposisi pada suatu ekosistem (Tarumingkeng, 1994). Keberadaan bakteri serasah
(Langenheders, 2005). Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis
keanekaragaman bakteri berkurang dengan peningkatan kadar garam.
Hutan mangrove di kawasan desa Sicanang merupakan salah satu kawasan
yang banyak didominasi oleh jenis vegatasi Avicannia marina . Kawasan ini juga
merupakan kawasan tempat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayunasari
(2009), sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lanjutan untuk
melihat pengaruh aplikasi fungi yang diperoleh pada penelitian sebelumnya yaitu
Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp., terhadap keanekaragaman jenis
bakteri yang ada pada serasah daun A. marina yang berada di kawasan hutan
mangrove desa Sicanang yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat
salinitas.
1.2 Permasalahan
Serasah daun yang berada di kawasan hutan Mangrove dasa Sicanang akan
memberikan sumbangan bahan organik bagi perairan di sekitarnya. Bahan organik
yang diurai oleh bakteri dan fungi berasal dari serasah daun A. marina. Serasah daun
A. marina yang terdapat di kawasan ini akan mengalami proses dekomposisi sehingga
menghasilkan unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah serta
menjadi sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan hewan invertebrata. Namun
peneliti hanya mengamati keanekaragaman jenis bakteri pada serasah A. marina
setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp., yang diperoleh
dari penelitian Ayunasari (2009), yang dihubungkan dengan faktor salinitas. Dimana
menurut Langenheders (2005), bahwa keberadaan bakteri sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, terutama salinitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:
1. Apakah aplikasi fungi berpengaruh terhadap keanekaragaman bakteri dalam proses dekomposisi serasah?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis bakteri yang terdapat
pada serasah daun Avicenia marina yang mengalami proses dekomposisi pada
berbagai tingkat salinitas, setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp.,
Penicillium sp.
1.4 Hipotesis
Serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada tingkat salinitas 0-10 ppt memiliki keanekaragaman bakteri paling tinggi bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 10-20 ppt dan 20-30 ppt.
1.5 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis bakteri yang
berperan dalam proses dekomposisi serasah A. marina setelah apikasi fungi. Sehingga
penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam mempercepat terjadinya proses
dekomposisi serasah daun mangrove dengan pemberian jenis fungi yang sudah
diketahui sesuai untuk kawasan mangrove dengan tingkat salinitas yang ada. Sehingga
dapat dijadikan informasi yang penting dalam pengelolaan tambak budidaya yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Mangrove
Soerianegara dan Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah hutan
yang tumbuh di daerah pantai, biasanya di daerah teluk dan di muara sungai yang
dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah
tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk;
(6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicennia sp), pedada
(Sonneratia sp), bakau (Rhizophora sp), tancang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus
sp), nipah (Nipah sp), dan lain-lain. Kusmana (2002), menyatakan bahwa mangrove
adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang
membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe
hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat
pasang dan bebas dari genangan pada saat surut. Ekosistem mangrove adalah suatu
sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dalam
suatu habitat mangrove.
Hutan mangrove sebagai sumber daya alam khas daerah pantai tropik,
mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung dan
penyeimbang ekosistem darat dan laut. Secara ekologis mangrove berperan
sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery
grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove
berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan biota
perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan laut
2.2 Peran dan Fungsi Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai
manfaat ganda, baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan
hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik
yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove atau
manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991). Manfaat
ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu
konstruksi) dan hasil bukan kayu. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi,
baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis
fauna.
Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi
produktivitas (Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi penting terhadap
produktivitas ekosistem pesisir (Harger, 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi hutan
mangrove adalah sebagai berikut :
1. Penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang, dan ombak yang kuat.
2. Membantu perluasan daratan ke laut dan pengolah limbah organik.
3. Tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai jenis ikan dan udang.
4. Habitat berbagai jenis satwa.
5. Penghasil kayu dan non kayu.
6. Berfungsi untuk potensi pendidikan dan rekreasi.
2.3 Proses Dekomposisi Serasah Mangrove
Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah
mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan
akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (Nybakken, 1993). Dekomposisi
adalah proses penghancuran bahan organik mati secara berangsur yang dilakukan oleh
agens biologi maupun fisika. Dekomposisi dipandang sebagai reduksi
komponen-komponen organik dengan berat molekul yang lebih kecil melalui mekanisme
Serasah mangrove merupakan bahan yang pokok tempat berkumpulnya bakteri
dan fungi. Bahan-bahan tersebut mengalami penguraian yang merupakan mata rantai
makanan dari hewan-hewan laut. Bagian-bagian partikel daun yang kaya protein ini
dirombak oleh koloni bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil.
Perombakan partikel daun ini berlanjut terus sampai menjadi partikel-partikel yang
berukuran sangat kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan pemakan
detritus, seperti Moluska dan Crustacea kecil. Selama perombakan ini substansi
organik terlarut yang berasal dari serasah mangrove sebagian dilepas sebagai materi
yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorbsi oleh partikel sedimen
yang menyokong rantai makanan tersebut. Proses rantai makanan yang dimulai dari
serasah mangrove dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Sumbangan material mangrove terhadap rantai makanan di estuaria (Lear &
Turner, 1977)
Sarasah yang jatuh tidak langsung mengalami pelapukan oleh
mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut
makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan unsur
hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi
bekerja dengan cara mencacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian
akan dilanjutkan oleh mikroorganisme, yakni bakteri dan fungi (Arief, 2003).
Sejumlah besar bahan organik di Hutan mangrove sebagian besar berasal
dariserasah daun mangrove yang diuraikan oleh mikroorganisme. MenurutBuny
avejchewin dan Nuyim(2001) dalam aliran energi hutan mangrove, daun memegang
peran penting karena merupakan sumber nutrisi bagi organisme. Mangrove
menyumbang nitrogen, fosfat, natrium, kalsium, dan magnesium. Seluruh bahan organik ini merupakan sumber nutrisi bagi organisme perairan. Serasah yang jatuh
mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme menjadi detritus. Semakin
banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu kawasan mangrove maka makin banyak
detritus yang dihasilkan. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi
tinggi untuk berbagai jenis organisme perairan (khususnya detritifor) yang selanjutnya
dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi dalam jaring-jaring makanan.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Dekomposisi Serasah
Proses dekomposisi serasah mangrove dalam perairan pantai menghasilkan unsur hara
seperti nitrogen organik dan senyawa fosfat. Peranan mangrove sangat penting dalam
daur unsur hara. Penguraian serasah mangrove menurut Swift et al (1979),
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Alam dan komunitas pengurai (hewan dan mikroorganisme)
Gabungan dari aksi biota ini dalam proses penguraian serasah merupakan
suatu mata rantai yang rumit sehingga sulit untuk ditelusuri, tetapi secara
sederhana dapat dikatakan bahwa hilangnya serasah dari dasar hutan itu
terutama disebabkan oleh kegiatan hewan dan sifat alam itu sendiri.
2. Kualitas serasah
Kecepatan penguraian serasah tergantung dari jenis serasah yang merupakan
makanan bagi biota pengurai. Ketahanan serasah terhadap penguraian
mungkin ditentukan oleh satu atau lebih sifat dari serasah seperti kekerasan,
sendiri, dan ukuran dari massa dan partikelnya. Pada umumnya daun memiliki
kualitas sumber yang lebih tinggi daripada ranting dan bahan kayu lainnya,
dan penghancurannya juga lebih cepat daripada ranting dan bahan kayu
tersebut. Komponen-komponen kualitas sumber serasah sangat dipengaruhi
oleh aktivitas dan jenis organisme pengurai serta faktor lingkungan.
3. Faktor iklim
Iklim merupakan faktor fisik lingkungan, yang terpenting diantaranya adalah
faktor temperatur dan kelembaban tanah.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi meliputi
faktor bahan organik dan faktor tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi
kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi
suhu, kelembaban, tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan
hara terutama N, P, K dan S (Efendi, 1999).
2.5 Peran Fungi dalam Proses Dekomposisi Serasah
Di lingkungan perairan, keterlibatan mikroorganisme pengurai seperti fungi dalam
ekosistem setempat jelas tidak dapat diabaikan (Efendi, 1999). Fungi terdapat hampir
di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi, misalnya dalam tanah, dalam air, pada
bahan-bahan organik, dimana bertanggung jawab untuk mendegradasi dan mendaur
ulang unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon, nitrogen dan posfor (Alongi,
1994).
Fungi merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses
dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang,
ranting dan bagian-bagian tumbuhan lain. Fungi bukanlah dekomposer awal yang
berperan dalam proses dekomposisi serasah. Makrobentos berperran sebagai
kecil dan kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil, yaitu
mikroorganisme (Macnae, 1968).
Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh fungi
yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Fungi akan
mengeluarkan enzin yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti
protein dan karbohidrat. Beberapa jenis daun sangat sulit mengalami pelapukan
karena adanya kandungan unsur-unsur kimia di dalam lembaran daun sehingga
beberapa dekomposer seperti fungi tidak dapat segera membusukkannya (Dix and
Webster, 1995).
2.6 Peran Bakteri dalam Proses Dekomposisi Serasah
Bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi dan bertanggung
jawab untuk mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur atau elemen essensial
seperti karbon, nitrogen dan posfor. Energi yang terdapat dalam tubuh bakteri
sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan energi yang terdapat dalam tubuh
organisme lainnya, sehingga bakteri dapat mengatur sistem rantai makanan di perairan
dan daratan. Keberadaan bakteri di daerah hutan mangrove memiliki arti yang sangat
penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi unsur organik yang
sangat penting dalam penyediaan makanan bagi organisme yang mendiami hutan
mangrove (Alongi, 1994).
Bakteri hidup dan berkembang pada organisme mati dengan menguraikan
senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau
senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul tunggal seperti
asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang mengandung
senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, posfor, serta sulfur atau unsur anorganik seperti
K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu, Mn, dan Ni. Keseluruhan unsur ini dibutuhkan oleh
bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Martinko dan Madigan, 2005). Dalam
Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif dari enzim
proteolitik, selulolitik dan kitinoklastik (Lyla dan Ajmal, 2006).
Bakteri mengeluarkan enzim yang menguraikan molekul-molekul organik
kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa
enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain, Betta-glukosidase,
lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), lakase dan reduktase. Enzim
reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim versatile
peroksidase (Saraswati dan Sumarno, 2008).
Proses dekomposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
terutama ketersediaan oksigen terlarut khususnya bakteri aerobik. Dekomposisi oleh
bakteri anaerob akan menghasilkan bahan-bahan yang dapat merugikan kehidupan
organisme perairan (Saunder, 1980). Kebanyakan bakteri laut terikat, bargabung
dengan sesamanya untuk membentuk permukaan yang kuat karena adanya bahan
berlendir yang terbentuk pada permukaan sel, sehingga sel-sel saling terikat. Dengan
cara ini bakteri dapat membentuk lapisan permukaan yang mengakibatkan bakteri
dapat hidup pada alga, rumput laut dan tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger,
1987).
2.7 Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme
Salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut serta merupakan ukuran
keasinan air laut dengan satuan pro mil (0/00). Salinitas merupakan parameter
penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air. Tingkat salinitas merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kehidupan serta pertumbuhan mikroorganisme pada
ekosistem mangrove.
Mikroorganisme yang terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik
maupun kimia seperti tekanan hidrostatik, pH, salinitas dan suhu. Menurut Polunin
1. Mikroorganisme tidak mampu bertoleransi dan akan mati pada kondisi
salinitas tinggi, umumnya mikroorganisme yang berasal dari air tawar
2. Mikroorganisme mungkin toleran pada salinitas tertentu tetapi akan tumbuh
lebih baik pada salinitas rendah
3. Mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada kondisi dengan salinitas dengan
adanya ion natrium
Salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan
metabolisme ikan. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Lapisan dengan
salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan
bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat
pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah. Salinitas permukaan air laut
sangat erat kaitannya dengan proses penguapan dimana garam-garam akan
mengendap atau terkonsentrasi (Nontji, 2007).
Semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit mikroorganisme yang
mampu beradaptasi dan dapat bertahan hidup. Menurut Muslimin (1996),
mikroorganisme yang terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik maupun
kimia seperti tekanan hidrostatik, sinar, pH, salinitas dan suhu. Salah satu respons
mikroorganisme terhadap salinitas adalah tidak dapat bertoleransi dan akan mati pada
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010 di
Kawasan Hutan Mangrove kecamatan Sicanang-Belawan, di Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kantong serasah nilon dengan
pori-pori 2 mm (ukuran 40x30 cm), tali rafia, jarum, timbangan elektrik, timbangan
analitik, hand refractometer, plastik, karet, alumunium foil, labu erlenmeyer, cling
warp, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, obyek glass, penjepit tabung,
bunsen, hockey stick, jarum ose bengkok, jarum ose lurus, mortal dan alu, corong,
spatula, batang pengaduk, kertas saring, gelas ukur, pipet serologi, propipet,
handspray, hot plate, oven, inkubator bakteri dan mikroskop cahaya.
Bahan yang digunakan yaitu serasah daun Avicennia marina, suspensi fungi
Aspergillus sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp., air yang diperoleh dari kawasan
penelitian dengan salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt, dan 20-30 ppt, media Nutrien Agar
(NA), disinfekatan, alkohol 70%, akuades, dan untuk pewarnaan menggunakan iodine,
kristal violet, aceton alkohol, safranin. Media uji biokimia Starch Agar (SA) untuk uji
(SCA) untuk uji sitrat, Triple Sugar Iron Agar (TSIA) untuk uji hidrogen sulfida,
gelatin untuk uji hidrolisis gelatin dan H2O2 3% untuk uji katalase.
3.3 Penentuan Lokasi Berdasarkan Tingkat Salinitas
Penentuan zona salinitas dilakukan setelah melakukan survey lokasi penelitian
terlebih dahulu. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian diukur tingkat
salinitasnya. Pengukuran tingkat salinitas dilakukan pada titik tertentu dari darat ke
laut dengan menggunakan alat Hand refractometer yang terdiri atas 3 stasiun yaitu :
a. Stasiun 1 dengan Tingkat salinitas 0-10 ppt
b. Stasiun 2 dengan Tingkat salinitas 10-20 ppt
c. Stasiun 3 dengan Tingkat salinitas 20-30 ppt
3.4 Pengambilan dan Pengumpulan Serasah Daun A. marina
Daun A. marina yang telah berwarna kuning dikumpulkan, kemudian ditimbang
sebanyak 50 g, dimasukkan ke dalam 3 kantong serasah yang terbuat dari jaring nilon
dengan pori-pori 1 mm (ukuran 40x30 cm), masing-masing sebanyak 50 g. Serasah
daun A. marina yang dikumpulkan sekitar 3150 gram (50 g serasah x 7 perlakuan x 3
ulangan x 3 salinitas).
3.5 Penempatan Serasah di Lokasi Penelitian
Serasah daun sebanyak 50 gr dimasukkan ke dalam kantong serasah berukuram 40 x
30 cm yang terbuat dari nilon. Pada setiap kantong tersebut diberikan penambahan 10
ml suspensi fungi Aspergillus sp., Pennicillium sp., dan Curvullaria sp., isolat fungi
diperoleh dari Ayunasari (2009). Kemudian kantong serasah tersebut diletakkan pada
3 stasiun dengan perbedaan tingkat salinitas. Stasiun 1 (0-10 ppt), stasiun 2 (10-20
ppt), dan stasiun 3 (20-30 ppt). Kantong diletakkan sedemikian rupa agar terendam
yang telah ditentukan, dibuat 3 plot. Kantong serasah yang berisi daun A. marina
ditempatkan secara acak pada plot-plot ini. Agar tidak dihanyutkan oleh pasang surut
air laut, kantong serasah ini diikatkan pada kayu pancang yang terbuat dari bambu.
Potongan bambu yang sudah diikaykan dengan kantong serasah ditancapkan di tanah.
3.6 Pengambilan Serasah Daun yang Telah Terdekomposisi
Serasah yang telah diletakkan di setiap stasiun diambil setiap 15 hari sekali dan
pengambilan dilakukan sampai hari ke 105 hari. Sebanyak 27 kantong serasah diambil
setiap satu kali pengambilan di setiap setasiun, Serasah kemudian dibawa ke
laboratorium untuk diisolasi dan dianalisis, untuk mengetahui diversitas dan
karakteristik bakteri.
3.7 Isolasi Bakteri dari Serasah Yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi
Serasah yang telah diambil dari lapangan ditimbang sebanyak 10 g, kemudian
dihaluskan dengan alu dan mortal secara aseptis dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmenyer 250 ml, kemudian dibuat suspensi dengan cara menambahkan air yang
berasal dari lingkungan serasah sampai mencapai volume 100 ml. Kemudian dibuat
pengenceran 10-6, lalu 0.1 ml suspensi dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah
berisi media NA, dengan metode cawan sebar (Cappucino & Sherman, 1996).
Kemudian selanjutnya diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu 32oC. Pengamatan
dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, tepi dan elevasi koloni.
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan biakan murni dari isolat bakteri yang
diperoleh, untuk selanjutnya dilakukan identifikasi. Penghitungan koloni bakteri
dilakukan terhadap cawan yang mempunyai 30 sampai 300 koloni bakteri. Jumlah
koloni bakteri dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang ada pada petri
3.8 Identifikasi bakteri
Sifat fisiologi bakteri yang diuji meliputi sifat-sifat sebagai berikut: Reaksi gram
dengan pewarnaan. Pewarnaan gram ini merupakan tahap penting dalam pencirian dan
identifikasi bakteri. Bakteri bersifat Gram (+) jika berwarna ungu sedangkan Gram (-)
jika bakteri berwarna merah. Kemudian berdasarkan kemampuan bakteri
memproduksi katalase, melakukan hidrolisis gelatin, melakukan hidrolisis pati,
motilitas bakteri, kemampuan dalam penggunaan gula dan memfermentasikannya dan
memilki kemampuan dalam menggunakan sitrat (Lay, 1994). Data hasil pengamatan
diidentifikasi dengan menggunakan buku Bergey’s Manual of Determinate
Bacteriology (1994).
3.9 Analisis Data
Rumus indeks keanekaragaman dari Shannon and Wiener dalam Ludwig and
Reynolds (1988) ; Odum (1998) ; Barnes et al (1997) adalah :
H’ = - ∑ (Pi ln Pi)
Keterangan :
Pi : ni / N
ni : Jumlah individu suku ke i
N : total jumlah individu
Nilai H’ berkisar antara 1,5 – 3,5
Keterangan :
1,5 : keanekaragaman rendah
1,5 – 3,5 : keanekaragaman sedang
3,5 : keanekaragaman tinggi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis bakteri pada serasah daun Avicennia
marina didapat hasil sebagai berikut :
4.1. Jenis-jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas
Hasil isolasi bakteri yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp. dan Penicillium
sp. pada beberapa tingkat salinitas didapatkan 24 jenis bakteri. Ciri morfologi dan fisiologi Lampiran 1. Dari 24 jenis bakteri itu ada 5 jenis bakteri yang ditemukan pada kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi dan ditemukan kembali setelah aplikasi fungi. Kelima jenis bakteri yang ditemukan ini merupakan bakteri pioner yang telah muncul sebelum penambahan 3 jenis fungi yaitu planococcus sp. 1, planococcus sp. 2,
sporosarcina sp. 1, sporosarcina sp. 2 dan sporosarcina sp. 4. Sedangkan 19 jenis
bakteri lagi merupakan kemunculan jenis bakteri baru yaitu Bacillus sp. 1, Bacillus sp. 2, Bacillus sp. 3, Pseudomonas sp., Mycobacterium sp., Corynebacterium sp.,
Caulobacter sp., Flavobacterium sp., Staphylococcus sp., Escherichia coli., Klebsiella
Tabel 1. Kehadiran Tiap Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hampir seluruh bakteri yang didapat berpengaruh terhadap proses dekomposisi serasah daun A. marina pada beberapa tingkat salinitas. Pada salinitas 0-10 ppt ditemukan 24 jenis bakteri yang berperan terhadap proses dekomposisi, pada salinitas 10-20 ppt hanya Neissseria sp. dan
jenis bakteri yang tidak ditemukan yaitu Mycobacterium sp., Sporosarcina sp.1.,
Bacillus sp. 2., Bacillus sp. 3., Yersinia sp., dan Micrococcus sp. 2. Tingginya jumlah
jenis bakteri pada salinitas 0-10 ppt dan salinitas 10-20 ppt menunjukkan bahwa setiap mikroorganisme memiliki kisaran toleransi terhadap salinitas. Bakteri yang terdapat pada serasah daun serasah A. marina pada tingkat salinitas 0-10 ppt merupakan lingkungan yang mendukung bakteri untuk tumbuh dan berkembang.
Hutan mangrove merupakan tempat berkembangnya komunitas bakteri. Keberadaan bakteri di ekosistem mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi bahan organik yang digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Dua puluh empat jenis bakteri yang didapat merupakan bakteri yang diduga berperan terhadap proses dekomposisi serasah daun A. marina. Penelitian yang dilakukan oleh Felitra (2001) juga menemukan 7 isolat bakteri yang mampu menguraikan daun mangrove di daerah laut Dumai, yaitu Neisseria sp., Yersinia sp., Pleisomanas sp., Bacillus sp.,
Staphylococcus sp., Corynebacterium sp., dan Acinetobacter sp. Penelitian yang
dilakukan oleh D’Costa et al, (2004) pada komonitas mangrove di India ditemukan 10 genus bakteri yaitu Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Erwinia, Beijerinckia,
Micobacterium, Rhodococcus, Serratia, Staphylococcus dan Xhantomonas.
Selanjutnya dalam penelitian Wijiyono (2009) berhasil mengisolasi 16 jenis bakteri dari serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas di Perairan Teluk Tapian Nauli, diantaranya Bacillus,
Micrococcus, Planococcus, Mycobacterium, Flavobacterium, Aeromonas dan
Escherichia coli. Kolm et al (2002) menemukan E. coli pada serasah mangrove di
Perairan Estuaria Brazil pada salinitas 1-33 ppt.
Jenis yang paling banyak ditemukan pada serasah daun A. marina yang
mengalami proses dekomposisi adalah dari genus Bacillus, hal ini juga didukung oleh
penelitian Shome et al (1995) yang mengisolasi 38 bakteri mangrove dari sedimen di
Andaman Selatan, isolat terbanyak terdiri atas bakteri yang memilki sifat morfologi
dan biokimia sebagai berikut : Gram positif (76,3%), motil (87%), fermentatif
Bakteri adalah komponen biotik yang berperan penting dalam proses
dekomposisi serasah. Bakteri mengeluarkan enzim yang menghancurkan
molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah
mati. Menurut Saraswati dan Sumarno (2008) beberapa enzim yang terlibat dalam
perombakan bahan organik antara lain Betta-glukosidase, lignin peroksidase,
manganese peroksidase, lakase dan reduktase.
Dalam proses dekomposisi komponen penyusun dinding sel yaitu berupa
selulosa, hemiselulosa dan ligin diuraikan oleh mikroorganisme sehingga dihasilkan
bahan organik dan unsur hara. Menurut Alexander (1997) beberapa jenis bakteri
termasuk actinomiset juga mampu mendegradasi polimer selulosa, hemiselulosa dan
lignin, namun memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan fungi,
bakteri memiliki kemampuan lebih cepat dalam menguraikan polisakarida dan protein
yang lebih sederhana. Lyla dan Ajmal (2006) menyatakan bahwa dalam proses
dekomposisi di perairan mangrove, peran aktif bakteri mutlak diperlukan. Bakteri
akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif enzim proteolitik,
selulolitik dan kitinoklastik. Bakteri kelompok proteolitik berperan dalam proses
dekomposisi protein adalah pseudomonas, sedangkan bakteri yang mendekomposisi
kitin meliput i Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio.
4.2. Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 0-10 ppt
Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang
mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 0-10 ppt dapat
dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4. Pada salinitas 0-10 ppt diperoleh 24 jenis bakteri,
Tabel 2. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada Salinitas 0-10 ppt
Spesies
Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 0-10
ppt diperoleh jenis dan jumlah koloni bakteri yang tertinggi bila dibanding dengan
salinitas 10-20 ppt dan 20-30 ppt. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa faktor salinitas
sangat berpengaruh. Menurut Hrenovic et al., (2003) bakteri memainkan peranan yang
penting dalam ekosistem mangrove, keberadaan dan keanekaragaman bakteri dalam
ekosistem mangrove dipengaruhi oleh faktor salinitas, pH, fisik, iklim, vegetasi,
nutrisi dan lokasi. Dalam penelitian Kurniayanti (2009) menunjukkan bahwa salinitas
0-10 ppt merupakan kondisi lingkungan yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan bakteri pada serasah daun A. marina, dimana didapat jumlah populasi
terbesar pada salinitas 0-10 ppt yaitu 72,26 x 106 cfu/ml.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. pada salinitas
0-10 ppt diperoleh 21 jenis bakteri (Tabel 2). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
banyak ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 86,90 x 106 cfu/ml, muncul
sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi
selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari, dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu
85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah
Sporosarcina sp. 1 dan Neisseria sp., yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali
selama 15 hari, dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas
0-10 ppt diperoleh 20 jenis bakteri (Tabel 3). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus
sp. 2 yaitu 58,86 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina
yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari dengan
frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang
paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 1 dan Flavobacterium sp., yaitu
0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 dan 75 hari, dengan frekuensi
kolonisasi 14,28%.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas
0-10 ppt diperoleh 20 jenis bakteri (Tabel 4). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
Planococcus sp. 2 yaitu 94,38 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun
A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari
dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata
yang paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 4 dan Bacillus sp. 2 , yaitu
0,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 dan 90 hari, dengan frekuensi
kolonisasi 14,28%.
4.3 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 10-20 ppt
Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang
mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 10-20 ppt dapat
dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Pada salinitas 10-20 ppt diperoleh 22 jenis bakteri.
Jumlah jenis bakteri ini berkurang 2 jenis dari salinitas 0-10 ppt.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. Pada salinitas
10-20 ppt diperoleh 14 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
banyak ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 26,67 x 106 cfu/ml, muncul
sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi
selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu
85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah
Flavobacterium sp. yaitu 0,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 hari
dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas
10-20 ppt diperoleh 18 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus
sp. 2 yaitu 58,33 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina
yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari dengan
frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang
paling sedikit ditemukan adalah Escherichia coli yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas
10-20 ppt diperoleh 16 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
banyak ditemukan sama seperti penambahan Penicillium sp. dan Curvularia sp. yaitu
Planococcus sp. 2 yaitu 38,48 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun
A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari
dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata
yang paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 2 dan Caulobacter sp. yaitu
0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 hari dengan frekuensi kolonisasi
14,28%.
4.4 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 20-30 ppt
Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang
mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 20-30 ppt dapat
dilihat pada Tabel 8, 9 dan 10. Pada salinitas 20-30 ppt diperoleh 18 jenis bakteri.
Jumlah jenis ini banyak berkurang pada salinitas ini, hal ini karena salinitas sangat
mempengaruhi keberadaan bakteri.
Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi Pada
salinitas 20-30 ppt didapatkan jumlah koloni bakteri yang paling sedikit bila
dibandingkan pada salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt. Keadaan ini dapat dijelaskan
bahwa salinitas yang tinggi menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh secara optimal.
Menurut Solic & Krstulovic (1992), Hrenovic et al (2003) bertambahnya salinitas
akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan dan keanekaragaman bakteri.
Menurut Aksornkoae (1993) salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. pada salinitas 20-30 ppt
diperoleh 13 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak
ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 37,76 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 4
kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 45, 75,
90 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 57,14%. Jumlah koloni
bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Staphylococcus sp. yaitu 0,05 x
106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 75 hari dengan frekuensi kolonisasi
14,28%.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas
20-30 ppt diperoleh 12 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus
sp. 2 yaitu 45,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 4 kali pada serasah daun A. Marina
yang mengalami proses dekomposisi selama 30, 45, 75, 90 dan 105 hari dengan
frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 57,14%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang
paling sedikit ditemukan adalah Staphylococcus sp., yaitu 0,29 x 106 cfu/ml, muncul
sebanyak 2 kali selama 45 dan 75 hari dengan frekuensi kolonisasi 28,57%.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas
20-30 ppt diperoleh 15 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling
banyak ditemukan sama seperti penambahan Penicillium sp. dan Curvularia sp. yaitu
Planococcus sp. 2 yaitu 60,66 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun
A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 75, 90 dan 105 hari
dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata
yang paling sedikit ditemukan adalah Bacillus sp. 1 , yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul
sebanyak 1 kali selama 30 hari dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.
Bakteri merupakan satu diantara beberapa komponen penting yang berperan
dalam penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Aktivitas bakteri mampu
meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui proses mineralisasi karbon dan
asimilasi nitrogen (Blum et al., 1988). Berdasarkan jumlah koloni bakteri rata-rata
rata terbanyak, yaitu antara 26,67 x 106 sampai 94,38 x 106 cfu/ml. Hal ini mungkin
disebabkan bakteri ini mampu beradaptasi terhadap kondisi yang terdapat pada sersah
daun A. marina dan mampu manggunakan bahan organik yang terkandung dalam
serasah sebagai nutrien dalam metabolismenya. Menurut Mann (1986) bakteri
dekomposer akan berkembang dengan baik, apabila menemukan substrat dan
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya.
Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit didapatkan pada
Caulobacter sp. Yaitu antara 0,05 x 106 sampai 0,24 x 106 cfu/ml. Jenis bakteri yang
mendomonasi dalam proses dekomposisi serasah daun A. marina setelah aplikasi
fungi pada salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt terdiri atas 4 jenis bakteri yaitu
Planococcus sp 2 berkisar antara 26,67 x 106 sampai 94,38 x 106 cfu/ml, Planococcus
sp 1 berkisar antara 1,91 x 106 sampai 30,81 x 106 cfu/ml, Corynebacterium sp
berkisar antara 3,67 x 106 sampai 25,86 x 106 cfu/ml dan Bacillus sp 1 berkisar antara
0,05 x 106 sampai 17,52 x 106 cfu/ml. Jumlah koloni 4 jenis bakteri yang diperoleh
jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri yang ditemukan
Mona et al, (2000) berkisar antara 1,4 x 104 sampai 1,4 x 107 cfu/ml, Zdnowski dan
Figueiras (1999) berkisar antara 8,5 x 104 sampai 2,5 x 107 cfu/ml, Adel (2001)
menunjukkan bahwa jumlah bakteri diekosistem mangrove India berkisar antara 8,1 x
106 sampai 10,9 x 106 cfu/ml, tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian
Wijiyono (2009) berkisar antara 2,87 x 108 sampai 6,87 x 108 cfu/ml, Fuks et al,
(1991) berkisar antara 0,1 x 109 sampai 2,3 x 109 cfu/ml dan selanjutnya Feliatra
(2001) menyatakan jumlah bakteri rata-rata pada sersah daun A. marina yang
ditemuka n di Perairan Dumai yaitu 1,12 x 108 cfu/ml.
4.5 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Jenis Bakteri
Bakteri memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove, dimana keberadaan
bakteri berperan dalam proses dekomposisi serasah daun mangrove. Keberadaan
bakteri serasah daun mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama
mengalami proses dekomposisi pada kontrol dan setelah aplikasi fungi pada beberapa
tingkat salinitas dapat dilihat pada gambar. 2 di bawah ini.
Gambar 2. Jumlah jenis bakteri setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas
Jumlah jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses
dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,
Curvularia sp., dan Penicillium sp. jauh lebih besar dibandingkan dengan kontrol
yaitu tanpa aplikasi fungi. Pada salinitas 0-10 ppt jumlah jenis bakteri pada kontrol
didapat 11 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. didapat 21 jenis
bakteri dan pada aplikasi Curvularia sp. didapat 20 jenis bakteri, pada aplikasi
Aspergillus sp. didapat 20 jenis bakteri. Pada salinitas 10-20 ppt jumlah jenis bakteri
pada kontrol didapat 11 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. didapat
14 jenis bakteri, pada aplikasi Curvularia sp. didapat 18 jenis bakteri dan pada
aplikasi Aspergillus sp. didapat 16 jenis bakteri. Pada salinitas 20-30 ppt jumlah jenis
bakteri pada kontrol didapat 10 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp.
didapat 31 jenis bakteri, pada aplikasi Curvularia sp. didapat 12 jenis bakteri dan pada
aplikasi Aspergillus sp. didapat 15 jenis bakteri.
Meningkatnya jumlah jenis bakteri pada proses dekomposisi serasah setelah
aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas mungkin disebabkan oleh kayanya
nutrisi yang terdapat pada serasah daun akibat peranan dari fungi yang diaplikasikan
sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri yang lain. Peranan fungi yang
diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Menurut Anke (2008) fungi tanah
seperti Aspergillus, Trichoderma, dan Penicillium berperan penting dalam
menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya menurut Bell (1974) fungi
banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memilki kemampuan
untuk menghasilkan enzim selulose yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi
akan berperan sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu
mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen
penyusun dinding sel daun
Peningkatan jumlah jenis bakteri setelah aplikasi fungi disebabkan karena
tersedianya bahan organik dan unsur hara yang diperlukan bakteri oleh peranan fungi
yang diaplikasikan. Menurut Robinson (1991) konsentrasi unsur hara yang terdapat
pada serasah daun berpengaruh terhadap kecepatan proses dekomposisi melalui
pengaruhnya terhadap kecepatan dekomposisi terhadap ketersediaan karbon dan unsur
hara yang diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh. Menurut Saraswati dan Sumarno
(2008) bakteri mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan
asam karboksilat, asam sitrat dan senyawa oranik lainnya yang berasal dari jaringan
daun yang mengalami otolisis. Selanjutnya Mann (1986) menyatakan bahwa daun
mangrove tersusun dari 61% berat kering sebagai protein. Daun yang baru jatuh
mangandung 3,1% sedangkan yang mengalami proses dekomposisi mengalami
peningkatan menjadi 22%.
Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa jumlah jenis bakteri pada salinitas 0-10
ppt dan setiap aplikasi fungi Penicillium sp., Curvularia sp. dan Aspergillus sp.,
menunjukkan jumlah jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas 10-20 ppt
dan 30 ppt. Sedangkan jumlah jenis yang paling rendah terdapat pada salinitas
20-30 ppt. Hal ini terjadi karena pada salinitas 0-10 ppt adalah kondisi yang baik dimana
bakteri dapat tumbuh dengan baik, sedangkan pada salinitas 20-30 ppt merupakan
jenis bakteri saja yang mampu bertahan hidup terhadap kondisi salinitas yang tinggi.
Menurut Solic dan Krstulovic (1992); Hrenovic et al (2003) bertambahnya salinitas
akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan dan keanekaragaman bakteri.
Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis keanekaragaman bakteri
berkurang dengan peningkatan kadar garam.
4.6 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Rata-rata Bakteri
Keanekaragaman bakteri di hutan mangrove memiliki peran penting dalam proses
dekomposisi. Keberadaan bakteri di hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor tempat
atau lokasi, iklim, vegetasi, pH dan salinitas. Hasil dekomposisi merupakan bahan
organik dan unsur hara yang penting bagi kehidupan organisme dan produktivitas
perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan. Hubungan antara tingkat salinitas
dengan jumlah populasi bakteri yang telah mengalami proses dekomposisi pada
kontrol dan setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas dapat dilihat pada
Gambar 2. Jumlah rata-rata bakteri setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas
Serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada
salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt setelah aplikasi fungi Penicillium sp.,
Curvularia sp., Aspergillus sp. Menunjukkan peningkatan jumlah populasi bakteri
pada dibanding dengan kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi. Ada banyak faktor yang
menyebabkan kecepatan proses dekomposisi, salah satunya adalah keberadaan fungi
sebagai dekomposer. Menurut Atlas & Bartha (1981) fungi merupakan salah satu
mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi serasah. Berbagai interaksi
antar koloni pada masing-masing fungi sangat berperan dalan mendekomposisi
senyawa seperti lignin, selulosa, pati, protein dan lain-lain. Fungi adalah organisme
yang paling banyak menghasilkan enzim yang bersifat degradatif yang menyerang
secara langsung seluruh material organik. Adanya enzim yang bersifat degradatif ini
menjadikan fungi bagian yang sangat penting sbagai dekomposer.
Feliatra (2001) menyatakan bahwa kenaikan jumlah bakteri pada serasah
disebabkan karena berkembangnya mikroorganisme yang sudah ada pada daun segar
nutrisi bakteri dapat terpenuhi oleh daun mangrove tersebut. Terjadinya peningkatan
jumlah populasi bakteri ini juga disebabkan karena tidak aktifnya enzim anabolisme
sehingga mempermudah bakteri pengurai berkembang biak dan proses dekomposisi
lebih mudah dilakukan. Lebih lanjut menurut Soeroyo (1987) serasah yang kaya
nutrien lebih cepat terdekomposisi daripada serasah yang mengandung sedikit nutrien.
Proses dekomposisi serasah mangrove akan menghasilkan nutrien yang akan diserap
kembali oleh tumbuhan dan sebagian akan larut terbawa oleh air surut ke perairan di
sekitarnya.
Peningkatan jumlah populasi bakteri juga disebabkan oleh peranan
makrobentos. Kelimpahan makrobebtos dapat mempercepat proses dekomposisi.
Menurut Hogart (1999) keberadaan makrobentos dapat mempercepat proses
dekomposisi serasah daun mangrove. Hal ini juga didukung oleh penelitian Syahputri
(2010) yang menemukan kelimpahan makrobentos yang lebih tinggi pada salinitas
0-10 ppt, pada kawasan hutan mangrove desa Sicanang-Belawan. Menurut Macnae
(1968) makrobentos terlebih dahulu mencacah daun menjadi ukuran yang lebih kecil
dan selanjutnya proses dekomposisi dilanjutkan oleh mikroorganisme.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. jumlah populasi
tertinggi terdapat pada salinitas 0-10 ppt yaitu 132,72 x 106 cfu/ml, pada salinitas
10-20 ppt didapat jumlah populasi sebesar 66,65 x 106 cfu/ml sedangkan pada salinitas
20-30 ppt terjadi kenaikan jumlah populasi yaitu menjadi 89,42 x 106 cfu/ml.
Tingginya jumlah populasi pada salinitas 0-10 ppt disebabkan pada salinitas tersebut
merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Menurut Fellitra (2001)
Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serta
pertumbuhan mikroorganisme pada ekosistem mangrove.
Meskipun Penicillium mampu mengeluarkan antibiotik yaitu berupa penicillin
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri namun bakteri juga memiliki resistensi
tersendiri terhadap penicillin tersebut. Hal ini dapat dilihat pada penambahan
Penicillium sp. menunjukkan jumlah populasi yang cukup tinggi. Menurut Mckanne
Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik dapat terjadi karena beberapa hal,
antara lain (1) adanya mikroorganisme yang menghasilkan enzim yang dapat merusak
aktivitas obat (2) adanya perubahan permeabilitas dari mikroorganisme (3) adanya
modifikasi reseptor site pada bakteri sehingga menyebabkan afinitas obat berkurang
(4) adanya mutasi dan transfer genetik.
Bakteri memiliki beberapa cara beradaptasi terhadap lingkungan yang
mengandung antibiotik, melalui kemampuan bakteri untuk mendapatkan materi
genetik eksogenous yang bisa menimbulkan terjadinya resistensi. Spesies
pneumococcus dan meningcoccus dapat mengambil materi DNA dari luar sel
(eksogenous) dan mengkombinasikannya ke dalam kromosom. Jawetz at al, (1996)
menyatakan bahwa kepekaan Staphylococcus terhadap antibiotik berbeda-beda.
Resistensi Staphylococcus terhadap penicillin dengan membantuk β- laktamase, di
bawah kendali plasmid dan menyebabkan mikroorganisme ini resisten terhadap
penicillin.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. Jumlah populasi
tertinggi terdapat pada salinitas 10-20 ppt yaitu 141,27 x 106 cfu/ml, pada salinitas
0-10 ppt didapat jumlah populasi sebesar 126,83 x 0-106 cfu/ml sedangkan pada salinitas
20-30 ppt terjadi penurunan jumlah populasi yaitu menjadi 66,26 x 106 cfu/ml.
Menurut Austin dan Vitousek (2000) menyatakan bahwa keberadaan salinitas yang
tinggi merupakan salah satu karakteristik dari hutan mangrove. Hidup pada
lingkungan dengan salinitas yang tinggi mengharuskan mikroorganisme harus mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Hanya beberapa jenis-jenis bakteri saja
yang mampu mengembangkan mekanisme fisiologis dan adaptasi morfologi dalam
menghadapi kondisi salinitas yang tinggi untuk dapat bertahan hidup.
Boulton dan Boon (1991) menyatakan bahwa aktivitas bakteri tergantung pada
ketersediaan karbon-karbon yang dioksidasi. Hasil penilitian Wijiyono (2009)
menunjukkan bahwa kandungan unsur hara karbon (C) tertinggi 44,53% pada salinitas
0-10 ppt dengan jumlah populasi bakteri 109,16 x 107 cfu/ml, sedangkan pada
84,9 x 107 cfu/ml. Dapat dijelaskan bahwa kandungan unsur hara C mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya tingkat salinitas.
Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. jumlah populasi
tertinggi terdapat pada salinitas 0-10 ppt yaitu 165,22 x 106 cfu/ml, pada salinitas
10-20 ppt didapat jumlah populasi sebesar 74,41 x 106 cfu/ml sedangkan pada salinitas
20-30 ppt terjadi kenaikan jumlah populasi yaitu menjadi 95,8 x 106 cfu/ml. Faktor
luar sangat mempengaruhi bakteri seperti salinitas, temperatur, pH dan lain-lain yang
mempunyai pengaruh besar terhadap variasi bakteri secara individual maupun bakteri
sebagai kelompok koloni. Semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit
mikroorganisme yang mampu beradaptasi, namun menurut Lay dan Sugyo (1992)
menyatakan bahwa pada beberapa bakteri dapat tumbuh dalam kisaran tekanan
osmotik yang cukup besar oleh karena adanya enzim permease sehingga konsentrasi
garam dalam sel dapat diatur.
4.7 Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri
Nilai indeks keanekaragaman bakteri pada serasah daun A. marina yang telah
mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi 3 jenis fungi pada beberapa tingkat
salinitas, berkisar dari rendah sampai sedang, berdasarkan Magurran (1987)
menyatakan bahwa indeks keanekaragaman rendah jika nilainya 1,5, sedang jika
nilainya 1,5-3,5 dan tinggi jika nilanya 3,5. Nilai indeks keanekaragaman bakteri pada
serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi 3