• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Bakteri Yang Berasosiasi Pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia. Marina (Forsk) Vierh Setelah Aplikasi Fungi Aspergillus SP., Curvularia SP., Penicillium SP. Pada Beberapa Tingkat Salinitas Di Desa Sicanang Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Jenis-Jenis Bakteri Yang Berasosiasi Pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia. Marina (Forsk) Vierh Setelah Aplikasi Fungi Aspergillus SP., Curvularia SP., Penicillium SP. Pada Beberapa Tingkat Salinitas Di Desa Sicanang Belawan"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina (Forsk) vierh SETELAH

APLIKASI FUNGI Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS

DI DESA SICANANG BELAWAN

SKRIPSI

Oleh

IKA WAHYUNI

060805012

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina (Forsk) vierh SETELAH

APLIKASI FUNGI Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS

DI DESA SICANANG BELAWAN

SKRIPSI

Oleh

060805012

IKA WAHYUNI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

Disetujui oleh:

Pembimbing II Pembimbing I

Prof. Dr. Dwi Suryanto,. M.Sc

NIP. 19640409 199403 1 003 NIP.19671119 200012 1 001 Dr. Ir. Yunasfi,. M.Si

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI

PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGERAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA

NIP. 19640409 199403 1 003 NIP. 19671119 200012 1

(4)

PERNYATAAN

JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN AVICENNIA. MARINA (FORSK) VIERH SETELAH

APLIKASI FUNGI ASPERGILLUS SP., CURVULARIA SP.,

PENICILLIUM SP. PADA BEBERAPA TINGKAT

SALINITAS DI DESA SICANANG BELAWAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 27 Desember 2010

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI

PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN AVICENNIA. MARINA (FORSK) VIERH SETELAH APLIKASI FUNGI ASPERGILLUS SP., CURVULARIA SP., PENICILLIUM SP. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS DI DESA SICANANG BELAWAN

Nama : IKA WAHYUNI

NIM : 060805012

No. Nama Keterangan Tanggal Tanda Tangan

1. Dr. Ir. Yunasfi., M.Si

NIP. 19671119 200012 1 001

Dosen

Pembimbing I

2. Prof. Dr. Dwi Suryanto., M.Sc NIP. 19640409 199403 1 003

Dosen

Pembimbing II

3. Prof. Dr. Erman Munir., M.S.c NIP. 19651101 199103 1 002

Dosen penguji

4. Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander BArus

NIP. 19581016 198703 1 003

(6)

ABSTRAK

Penelitian tentang Jenis-jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada beberapa tingkat salinitas bertujuan untuk

mengetahui keanekaragaman jenis bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dan di Kawasan Mangrove Sicanang-Belawan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 24 jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas yaitu Bacillus (3 spesies), Sporosarcina (3 spesies), Planococcus (2 spesies), Micrococcus (2 spesies), Pseudomonas (1 spesies), Escherichia (1 spesies),

Mycobacterium (1 spesies), Flavobacterium (1 spesies), Corynebacterium (1

spesies), Caulobacter (1 spesies), Staphylococcus (1 spesies), Klebsiella (1 spesies),

Aeromonas (1 spesies), Neisseria (1 spesies), Acinetobacter (1 spesies), Pleisomonas (1 spesies), Brevibacterium (1 spesies) dan Yersinia (1 spesies).

Keanekaragaman jenis dan populasi bakteri paling banyak ditemukan pada salinitas 0-10 ppt dan paling sedikit terdapat pada salinitas 20-30 ppt.

(7)

ABSTRACT

The research on The Variety of Bacteria which Asociated on the Decomposition

Process of Avicennia marina Leaf Litter After Aplicated Aspergillus sp., Curvularia

sp., and Penicillium sp. in the some Salinity Level had a purpose to know the diversity of bacteria. The research had done at Microbiology Laboratory of FMIPA USU Medan and at the mangrove area of Sicanang-Belawan did began at december 2009 until june 2010. The results of the research indicated that totally 24 species of bacteria which asociated on the decomposition process of Avicennia marina leaf Litter After Aplicated fungus in the some salinity level, including Bacillus (3 species),

Sporosarcina (3 species), Planococcus (2 species), Micrococcus (2 species), Pseudomonas (1 species), Escherichia (1 species), Mycobacterium (1 species), Flavobacterium (1 species), Corynebacterium (1 species), Caulobacter (1 species), Staphylococcus (1 species), Klebsiella (1 species), Aeromonas (1 species), Neisseria (1 species), Acinetobacter (1 species), Pleisomonas (1 species), Brevibacterium (1 species) dan Yersinia (1 species). The diversity of species and

population of bacteria were the highest at 0-10 ppt and the lowest at 20-30 ppt.

(8)

DAFTAR ISI

3.3. Penentuan Lokasi Berdasarkan Tingkat Salinitas 14

(9)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi

pada Beberapa Tingkat Salinitas 17

4.2 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 0-10 ppt 20

4.3 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 10-20 ppt 25

4.4 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 20-30 ppt 29

4.5 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Jenis Bakteri 35

4.6 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Rata-rata

Bakteri 37

4.7 Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Kehadiran Tiap Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada

Beberapa Tingkat Salinitas 18

2. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada

Salinitas 0-10 ppt 21

3. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun

A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia

sp. pada Salinitas 0-10 ppt 22

4. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada

Salinitas 0-10 ppt 23

5. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada

Salinitas 10-20 ppt 26

6. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia sp. pada

Salinitas 10-20 ppt 27

7. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada

Salinitas 10-20 ppt 28

8. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Penicillium sp. pada

Salinitas 20-30 ppt 30

(11)

Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Curvularia sp. pada

Salinitas 20-30 ppt 31

10.Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Aspergillus sp. pada

Salinitas 20-30 ppt 32

11.Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Sumbangan Material Mangrove Terhadap Rantai Makanan

di Estuaria 7

2. Jumlah Jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa

Tingkat Salinitas 35

3. Jumlah Rata-rata Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Ciri-ciri Morfologi dan Fisiologi Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi

Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 50

2. Karakterisasi Isolat Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah

Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi

pada Beberapa Tingkat Salinitas 56

3. Hasil uji biokimia Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada

Beberapa Tingkat Salinitas 57

4. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina pada Kontrol Tanpa

Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 58

5. Jumlah Koloni Bakteri x 106 cfu/ml pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina setelah Aplikasi Fungi Aspergillus

sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp. selama 15-105 hari 60

6. Isolat Biakan Bakteri pada Media NA miring yang diperoleh dari Serasah Daun A. marina yang mengalami proses

dekomposisi Setelah Aplikasi Fungi 67

7. Hasil Uji Morfologi dan Uji Biokimia Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi

Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 71

8. Proses Pembuatan Suspensi Fungi 72

9. Prosedur Pembuatan Media NA 73

(14)

ABSTRAK

Penelitian tentang Jenis-jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada beberapa tingkat salinitas bertujuan untuk

mengetahui keanekaragaman jenis bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dan di Kawasan Mangrove Sicanang-Belawan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 24 jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas yaitu Bacillus (3 spesies), Sporosarcina (3 spesies), Planococcus (2 spesies), Micrococcus (2 spesies), Pseudomonas (1 spesies), Escherichia (1 spesies),

Mycobacterium (1 spesies), Flavobacterium (1 spesies), Corynebacterium (1

spesies), Caulobacter (1 spesies), Staphylococcus (1 spesies), Klebsiella (1 spesies),

Aeromonas (1 spesies), Neisseria (1 spesies), Acinetobacter (1 spesies), Pleisomonas (1 spesies), Brevibacterium (1 spesies) dan Yersinia (1 spesies).

Keanekaragaman jenis dan populasi bakteri paling banyak ditemukan pada salinitas 0-10 ppt dan paling sedikit terdapat pada salinitas 20-30 ppt.

(15)

ABSTRACT

The research on The Variety of Bacteria which Asociated on the Decomposition

Process of Avicennia marina Leaf Litter After Aplicated Aspergillus sp., Curvularia

sp., and Penicillium sp. in the some Salinity Level had a purpose to know the diversity of bacteria. The research had done at Microbiology Laboratory of FMIPA USU Medan and at the mangrove area of Sicanang-Belawan did began at december 2009 until june 2010. The results of the research indicated that totally 24 species of bacteria which asociated on the decomposition process of Avicennia marina leaf Litter After Aplicated fungus in the some salinity level, including Bacillus (3 species),

Sporosarcina (3 species), Planococcus (2 species), Micrococcus (2 species), Pseudomonas (1 species), Escherichia (1 species), Mycobacterium (1 species), Flavobacterium (1 species), Corynebacterium (1 species), Caulobacter (1 species), Staphylococcus (1 species), Klebsiella (1 species), Aeromonas (1 species), Neisseria (1 species), Acinetobacter (1 species), Pleisomonas (1 species), Brevibacterium (1 species) dan Yersinia (1 species). The diversity of species and

population of bacteria were the highest at 0-10 ppt and the lowest at 20-30 ppt.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mangrove merupakan tumbuhan halofit yang hidup di kawasan pesisir yang

kebera-daannya dipengaruhi oleh pasang surut mendekati ketinggian rata-rata air laut, yang

tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Menurut Snedaker (1978) hutan mangrove

merupakan kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis

sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang

mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob.

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara

sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu

pasang dan bebas dari genangan pada waktu surut.

Hutan mengrove merupakan daerah yang memiliki arti penting, yang

memberikan fungsi dan manfaat bagi manusia dan alam. Hutan mangrove tidak hanya

bermanfaat karena menghasilkan kayu, namun juga sebagai penyangga ekosistem laut

maupun darat. Satu diantara beberapa manfaat keberadaan hutan mangrove adalah

menyediakan sejumlah makanan dan unsur hara bagi beberapa spesies hewan laut

termasuk yang memiliki arti ekosistem penting. Di Indonesia hutan mangrove tersebar

di sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Spesies yang sering

ditemukan di Indonesia dan merupakan ciri-ciri utama dari hutan mangrove adalah

genus Avicennia, Ceriops, Bruguiera dan beberapa spesies dari genus Rhizophora

(17)

Daun-daun mangrove sebagian dimakan oleh binatang-binatang darat, dan

selebihnya jatuh ke laut dan merupakan penyumbang bahan organik yang sangat

penting dalam rantai makanan. Daun-daun mangrove yang jatuh tersebut diuraikan

oleh fungi dan bakteri menjadi substrat yang kaya protein. Antara hutan mangrove dan

produksi laut memiliki hubungan yang erat, karena keberadaan hutan mangrove

memiliki arti yang sangat penting sebagai penyumbang produktivitas primer kotor

yang sangat besar. Daun, buah, cabang dan kulit pohon yang dikenal dengan istilah

serasah merupakan sumber detritus organik (Amarangsinghe & Balasubramanian,

1992).

Alongi (1994) menyatakan bahwa bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem

yang terdapat di bumi yang bertanggung jawab mendegradasi dan mendaur ulang

unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon, nitrogen dan fosfor. Keberadaan

bakteri di daerah hutan mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam

menguraikan serasah daun-daun mangrove menjadi unsur organik yang sangat penting

dalam penyediaan makanan bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Menurut

Sikong (1978) massa bakteri dan fungi bersama hasil penguraian menjadi makanan

bagi organisme pemakan detritus yang kebanyakan terdiri atas hewan-hewan

invertebrata. Organisme pemakan detritus ini pada gilirannya akan dimakan oleh

ikan-ikan dan crustacea lainnya.

Kecepatan proses dekomposisi serasah tidak hanya dipengaruhi oleh

mikroorganisme pengurai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah

hujan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu udara di sekitar kawasan mangrove dan

kondisi lingkungan tempat tumbuh organisme seperti suhu air, pH, salinitas air,

kandungan oksigen yang terlarut dalam air, kandungan hara organik dalam air dan

lain-lain. Dalam proses dekomposisi, semua faktor baik faktor fisik, kimia, maupun

biologis saling berinteraksi satu sama lain ( Anderson dan Swift, 1979 ).

Keberadaan bakteri dalam ekosistem mangrove sangat penting. Populasi

bakteri dapat menjadi ukuran yang menentukan dalam mengetahui proses

dekomposisi pada suatu ekosistem (Tarumingkeng, 1994). Keberadaan bakteri serasah

(18)

(Langenheders, 2005). Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis

keanekaragaman bakteri berkurang dengan peningkatan kadar garam.

Hutan mangrove di kawasan desa Sicanang merupakan salah satu kawasan

yang banyak didominasi oleh jenis vegatasi Avicannia marina . Kawasan ini juga

merupakan kawasan tempat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayunasari

(2009), sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lanjutan untuk

melihat pengaruh aplikasi fungi yang diperoleh pada penelitian sebelumnya yaitu

Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp., terhadap keanekaragaman jenis

bakteri yang ada pada serasah daun A. marina yang berada di kawasan hutan

mangrove desa Sicanang yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat

salinitas.

1.2 Permasalahan

Serasah daun yang berada di kawasan hutan Mangrove dasa Sicanang akan

memberikan sumbangan bahan organik bagi perairan di sekitarnya. Bahan organik

yang diurai oleh bakteri dan fungi berasal dari serasah daun A. marina. Serasah daun

A. marina yang terdapat di kawasan ini akan mengalami proses dekomposisi sehingga

menghasilkan unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah serta

menjadi sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan hewan invertebrata. Namun

peneliti hanya mengamati keanekaragaman jenis bakteri pada serasah A. marina

setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp., yang diperoleh

dari penelitian Ayunasari (2009), yang dihubungkan dengan faktor salinitas. Dimana

menurut Langenheders (2005), bahwa keberadaan bakteri sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan, terutama salinitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Apakah aplikasi fungi berpengaruh terhadap keanekaragaman bakteri dalam proses dekomposisi serasah?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis bakteri yang terdapat

pada serasah daun Avicenia marina yang mengalami proses dekomposisi pada

berbagai tingkat salinitas, setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp.,

Penicillium sp.

1.4 Hipotesis

Serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada tingkat salinitas 0-10 ppt memiliki keanekaragaman bakteri paling tinggi bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 10-20 ppt dan 20-30 ppt.

1.5 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis bakteri yang

berperan dalam proses dekomposisi serasah A. marina setelah apikasi fungi. Sehingga

penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam mempercepat terjadinya proses

dekomposisi serasah daun mangrove dengan pemberian jenis fungi yang sudah

diketahui sesuai untuk kawasan mangrove dengan tingkat salinitas yang ada. Sehingga

dapat dijadikan informasi yang penting dalam pengelolaan tambak budidaya yang

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

Soerianegara dan Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah hutan

yang tumbuh di daerah pantai, biasanya di daerah teluk dan di muara sungai yang

dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah

tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk;

(6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicennia sp), pedada

(Sonneratia sp), bakau (Rhizophora sp), tancang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus

sp), nipah (Nipah sp), dan lain-lain. Kusmana (2002), menyatakan bahwa mangrove

adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang

membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe

hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat

pasang dan bebas dari genangan pada saat surut. Ekosistem mangrove adalah suatu

sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dalam

suatu habitat mangrove.

Hutan mangrove sebagai sumber daya alam khas daerah pantai tropik,

mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung dan

penyeimbang ekosistem darat dan laut. Secara ekologis mangrove berperan

sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery

grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove

berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan biota

perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan laut

(21)

2.2 Peran dan Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai

manfaat ganda, baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan

hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik

yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove atau

manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991). Manfaat

ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu

konstruksi) dan hasil bukan kayu. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi,

baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis

fauna.

Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi

produktivitas (Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi penting terhadap

produktivitas ekosistem pesisir (Harger, 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi hutan

mangrove adalah sebagai berikut :

1. Penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang, dan ombak yang kuat.

2. Membantu perluasan daratan ke laut dan pengolah limbah organik.

3. Tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai jenis ikan dan udang.

4. Habitat berbagai jenis satwa.

5. Penghasil kayu dan non kayu.

6. Berfungsi untuk potensi pendidikan dan rekreasi.

2.3 Proses Dekomposisi Serasah Mangrove

Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah

mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan

akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (Nybakken, 1993). Dekomposisi

adalah proses penghancuran bahan organik mati secara berangsur yang dilakukan oleh

agens biologi maupun fisika. Dekomposisi dipandang sebagai reduksi

komponen-komponen organik dengan berat molekul yang lebih kecil melalui mekanisme

(22)

Serasah mangrove merupakan bahan yang pokok tempat berkumpulnya bakteri

dan fungi. Bahan-bahan tersebut mengalami penguraian yang merupakan mata rantai

makanan dari hewan-hewan laut. Bagian-bagian partikel daun yang kaya protein ini

dirombak oleh koloni bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil.

Perombakan partikel daun ini berlanjut terus sampai menjadi partikel-partikel yang

berukuran sangat kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan pemakan

detritus, seperti Moluska dan Crustacea kecil. Selama perombakan ini substansi

organik terlarut yang berasal dari serasah mangrove sebagian dilepas sebagai materi

yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorbsi oleh partikel sedimen

yang menyokong rantai makanan tersebut. Proses rantai makanan yang dimulai dari

serasah mangrove dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sumbangan material mangrove terhadap rantai makanan di estuaria (Lear &

Turner, 1977)

Sarasah yang jatuh tidak langsung mengalami pelapukan oleh

mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut

makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan unsur

hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi

(23)

bekerja dengan cara mencacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian

akan dilanjutkan oleh mikroorganisme, yakni bakteri dan fungi (Arief, 2003).

Sejumlah besar bahan organik di Hutan mangrove sebagian besar berasal

dariserasah daun mangrove yang diuraikan oleh mikroorganisme. MenurutBuny

avejchewin dan Nuyim(2001) dalam aliran energi hutan mangrove, daun memegang

peran penting karena merupakan sumber nutrisi bagi organisme. Mangrove

menyumbang nitrogen, fosfat, natrium, kalsium, dan magnesium. Seluruh bahan organik ini merupakan sumber nutrisi bagi organisme perairan. Serasah yang jatuh

mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme menjadi detritus. Semakin

banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu kawasan mangrove maka makin banyak

detritus yang dihasilkan. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi

tinggi untuk berbagai jenis organisme perairan (khususnya detritifor) yang selanjutnya

dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi dalam jaring-jaring makanan.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Dekomposisi Serasah

Proses dekomposisi serasah mangrove dalam perairan pantai menghasilkan unsur hara

seperti nitrogen organik dan senyawa fosfat. Peranan mangrove sangat penting dalam

daur unsur hara. Penguraian serasah mangrove menurut Swift et al (1979),

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Alam dan komunitas pengurai (hewan dan mikroorganisme)

Gabungan dari aksi biota ini dalam proses penguraian serasah merupakan

suatu mata rantai yang rumit sehingga sulit untuk ditelusuri, tetapi secara

sederhana dapat dikatakan bahwa hilangnya serasah dari dasar hutan itu

terutama disebabkan oleh kegiatan hewan dan sifat alam itu sendiri.

2. Kualitas serasah

Kecepatan penguraian serasah tergantung dari jenis serasah yang merupakan

makanan bagi biota pengurai. Ketahanan serasah terhadap penguraian

mungkin ditentukan oleh satu atau lebih sifat dari serasah seperti kekerasan,

(24)

sendiri, dan ukuran dari massa dan partikelnya. Pada umumnya daun memiliki

kualitas sumber yang lebih tinggi daripada ranting dan bahan kayu lainnya,

dan penghancurannya juga lebih cepat daripada ranting dan bahan kayu

tersebut. Komponen-komponen kualitas sumber serasah sangat dipengaruhi

oleh aktivitas dan jenis organisme pengurai serta faktor lingkungan.

3. Faktor iklim

Iklim merupakan faktor fisik lingkungan, yang terpenting diantaranya adalah

faktor temperatur dan kelembaban tanah.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi meliputi

faktor bahan organik dan faktor tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi

kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi

suhu, kelembaban, tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan

hara terutama N, P, K dan S (Efendi, 1999).

2.5 Peran Fungi dalam Proses Dekomposisi Serasah

Di lingkungan perairan, keterlibatan mikroorganisme pengurai seperti fungi dalam

ekosistem setempat jelas tidak dapat diabaikan (Efendi, 1999). Fungi terdapat hampir

di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi, misalnya dalam tanah, dalam air, pada

bahan-bahan organik, dimana bertanggung jawab untuk mendegradasi dan mendaur

ulang unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon, nitrogen dan posfor (Alongi,

1994).

Fungi merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses

dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang,

ranting dan bagian-bagian tumbuhan lain. Fungi bukanlah dekomposer awal yang

berperan dalam proses dekomposisi serasah. Makrobentos berperran sebagai

(25)

kecil dan kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil, yaitu

mikroorganisme (Macnae, 1968).

Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh fungi

yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Fungi akan

mengeluarkan enzin yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti

protein dan karbohidrat. Beberapa jenis daun sangat sulit mengalami pelapukan

karena adanya kandungan unsur-unsur kimia di dalam lembaran daun sehingga

beberapa dekomposer seperti fungi tidak dapat segera membusukkannya (Dix and

Webster, 1995).

2.6 Peran Bakteri dalam Proses Dekomposisi Serasah

Bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi dan bertanggung

jawab untuk mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur atau elemen essensial

seperti karbon, nitrogen dan posfor. Energi yang terdapat dalam tubuh bakteri

sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan energi yang terdapat dalam tubuh

organisme lainnya, sehingga bakteri dapat mengatur sistem rantai makanan di perairan

dan daratan. Keberadaan bakteri di daerah hutan mangrove memiliki arti yang sangat

penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi unsur organik yang

sangat penting dalam penyediaan makanan bagi organisme yang mendiami hutan

mangrove (Alongi, 1994).

Bakteri hidup dan berkembang pada organisme mati dengan menguraikan

senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau

senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul tunggal seperti

asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang mengandung

senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, posfor, serta sulfur atau unsur anorganik seperti

K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu, Mn, dan Ni. Keseluruhan unsur ini dibutuhkan oleh

bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Martinko dan Madigan, 2005). Dalam

(26)

Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif dari enzim

proteolitik, selulolitik dan kitinoklastik (Lyla dan Ajmal, 2006).

Bakteri mengeluarkan enzim yang menguraikan molekul-molekul organik

kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa

enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain, Betta-glukosidase,

lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), lakase dan reduktase. Enzim

reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim versatile

peroksidase (Saraswati dan Sumarno, 2008).

Proses dekomposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

terutama ketersediaan oksigen terlarut khususnya bakteri aerobik. Dekomposisi oleh

bakteri anaerob akan menghasilkan bahan-bahan yang dapat merugikan kehidupan

organisme perairan (Saunder, 1980). Kebanyakan bakteri laut terikat, bargabung

dengan sesamanya untuk membentuk permukaan yang kuat karena adanya bahan

berlendir yang terbentuk pada permukaan sel, sehingga sel-sel saling terikat. Dengan

cara ini bakteri dapat membentuk lapisan permukaan yang mengakibatkan bakteri

dapat hidup pada alga, rumput laut dan tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger,

1987).

2.7 Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme

Salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut serta merupakan ukuran

keasinan air laut dengan satuan pro mil (0/00). Salinitas merupakan parameter

penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air. Tingkat salinitas merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kehidupan serta pertumbuhan mikroorganisme pada

ekosistem mangrove.

Mikroorganisme yang terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik

maupun kimia seperti tekanan hidrostatik, pH, salinitas dan suhu. Menurut Polunin

(27)

1. Mikroorganisme tidak mampu bertoleransi dan akan mati pada kondisi

salinitas tinggi, umumnya mikroorganisme yang berasal dari air tawar

2. Mikroorganisme mungkin toleran pada salinitas tertentu tetapi akan tumbuh

lebih baik pada salinitas rendah

3. Mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada kondisi dengan salinitas dengan

adanya ion natrium

Salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan

metabolisme ikan. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Lapisan dengan

salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan

bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat

pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah. Salinitas permukaan air laut

sangat erat kaitannya dengan proses penguapan dimana garam-garam akan

mengendap atau terkonsentrasi (Nontji, 2007).

Semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit mikroorganisme yang

mampu beradaptasi dan dapat bertahan hidup. Menurut Muslimin (1996),

mikroorganisme yang terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik maupun

kimia seperti tekanan hidrostatik, sinar, pH, salinitas dan suhu. Salah satu respons

mikroorganisme terhadap salinitas adalah tidak dapat bertoleransi dan akan mati pada

(28)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010 di

Kawasan Hutan Mangrove kecamatan Sicanang-Belawan, di Laboratorium

Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kantong serasah nilon dengan

pori-pori 2 mm (ukuran 40x30 cm), tali rafia, jarum, timbangan elektrik, timbangan

analitik, hand refractometer, plastik, karet, alumunium foil, labu erlenmeyer, cling

warp, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, obyek glass, penjepit tabung,

bunsen, hockey stick, jarum ose bengkok, jarum ose lurus, mortal dan alu, corong,

spatula, batang pengaduk, kertas saring, gelas ukur, pipet serologi, propipet,

handspray, hot plate, oven, inkubator bakteri dan mikroskop cahaya.

Bahan yang digunakan yaitu serasah daun Avicennia marina, suspensi fungi

Aspergillus sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp., air yang diperoleh dari kawasan

penelitian dengan salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt, dan 20-30 ppt, media Nutrien Agar

(NA), disinfekatan, alkohol 70%, akuades, dan untuk pewarnaan menggunakan iodine,

kristal violet, aceton alkohol, safranin. Media uji biokimia Starch Agar (SA) untuk uji

(29)

(SCA) untuk uji sitrat, Triple Sugar Iron Agar (TSIA) untuk uji hidrogen sulfida,

gelatin untuk uji hidrolisis gelatin dan H2O2 3% untuk uji katalase.

3.3 Penentuan Lokasi Berdasarkan Tingkat Salinitas

Penentuan zona salinitas dilakukan setelah melakukan survey lokasi penelitian

terlebih dahulu. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian diukur tingkat

salinitasnya. Pengukuran tingkat salinitas dilakukan pada titik tertentu dari darat ke

laut dengan menggunakan alat Hand refractometer yang terdiri atas 3 stasiun yaitu :

a. Stasiun 1 dengan Tingkat salinitas 0-10 ppt

b. Stasiun 2 dengan Tingkat salinitas 10-20 ppt

c. Stasiun 3 dengan Tingkat salinitas 20-30 ppt

3.4 Pengambilan dan Pengumpulan Serasah Daun A. marina

Daun A. marina yang telah berwarna kuning dikumpulkan, kemudian ditimbang

sebanyak 50 g, dimasukkan ke dalam 3 kantong serasah yang terbuat dari jaring nilon

dengan pori-pori 1 mm (ukuran 40x30 cm), masing-masing sebanyak 50 g. Serasah

daun A. marina yang dikumpulkan sekitar 3150 gram (50 g serasah x 7 perlakuan x 3

ulangan x 3 salinitas).

3.5 Penempatan Serasah di Lokasi Penelitian

Serasah daun sebanyak 50 gr dimasukkan ke dalam kantong serasah berukuram 40 x

30 cm yang terbuat dari nilon. Pada setiap kantong tersebut diberikan penambahan 10

ml suspensi fungi Aspergillus sp., Pennicillium sp., dan Curvullaria sp., isolat fungi

diperoleh dari Ayunasari (2009). Kemudian kantong serasah tersebut diletakkan pada

3 stasiun dengan perbedaan tingkat salinitas. Stasiun 1 (0-10 ppt), stasiun 2 (10-20

ppt), dan stasiun 3 (20-30 ppt). Kantong diletakkan sedemikian rupa agar terendam

(30)

yang telah ditentukan, dibuat 3 plot. Kantong serasah yang berisi daun A. marina

ditempatkan secara acak pada plot-plot ini. Agar tidak dihanyutkan oleh pasang surut

air laut, kantong serasah ini diikatkan pada kayu pancang yang terbuat dari bambu.

Potongan bambu yang sudah diikaykan dengan kantong serasah ditancapkan di tanah.

3.6 Pengambilan Serasah Daun yang Telah Terdekomposisi

Serasah yang telah diletakkan di setiap stasiun diambil setiap 15 hari sekali dan

pengambilan dilakukan sampai hari ke 105 hari. Sebanyak 27 kantong serasah diambil

setiap satu kali pengambilan di setiap setasiun, Serasah kemudian dibawa ke

laboratorium untuk diisolasi dan dianalisis, untuk mengetahui diversitas dan

karakteristik bakteri.

3.7 Isolasi Bakteri dari Serasah Yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi

Serasah yang telah diambil dari lapangan ditimbang sebanyak 10 g, kemudian

dihaluskan dengan alu dan mortal secara aseptis dan dimasukkan ke dalam labu

erlenmenyer 250 ml, kemudian dibuat suspensi dengan cara menambahkan air yang

berasal dari lingkungan serasah sampai mencapai volume 100 ml. Kemudian dibuat

pengenceran 10-6, lalu 0.1 ml suspensi dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah

berisi media NA, dengan metode cawan sebar (Cappucino & Sherman, 1996).

Kemudian selanjutnya diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu 32oC. Pengamatan

dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, tepi dan elevasi koloni.

Tahapan selanjutnya adalah pembuatan biakan murni dari isolat bakteri yang

diperoleh, untuk selanjutnya dilakukan identifikasi. Penghitungan koloni bakteri

dilakukan terhadap cawan yang mempunyai 30 sampai 300 koloni bakteri. Jumlah

koloni bakteri dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang ada pada petri

(31)

3.8 Identifikasi bakteri

Sifat fisiologi bakteri yang diuji meliputi sifat-sifat sebagai berikut: Reaksi gram

dengan pewarnaan. Pewarnaan gram ini merupakan tahap penting dalam pencirian dan

identifikasi bakteri. Bakteri bersifat Gram (+) jika berwarna ungu sedangkan Gram (-)

jika bakteri berwarna merah. Kemudian berdasarkan kemampuan bakteri

memproduksi katalase, melakukan hidrolisis gelatin, melakukan hidrolisis pati,

motilitas bakteri, kemampuan dalam penggunaan gula dan memfermentasikannya dan

memilki kemampuan dalam menggunakan sitrat (Lay, 1994). Data hasil pengamatan

diidentifikasi dengan menggunakan buku Bergey’s Manual of Determinate

Bacteriology (1994).

3.9 Analisis Data

Rumus indeks keanekaragaman dari Shannon and Wiener dalam Ludwig and

Reynolds (1988) ; Odum (1998) ; Barnes et al (1997) adalah :

H’ = - ∑ (Pi ln Pi)

Keterangan :

Pi : ni / N

ni : Jumlah individu suku ke i

N : total jumlah individu

Nilai H’ berkisar antara 1,5 – 3,5

Keterangan :

1,5 : keanekaragaman rendah

1,5 – 3,5 : keanekaragaman sedang

3,5 : keanekaragaman tinggi

(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis bakteri pada serasah daun Avicennia

marina didapat hasil sebagai berikut :

4.1. Jenis-jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas

Hasil isolasi bakteri yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp. dan Penicillium

sp. pada beberapa tingkat salinitas didapatkan 24 jenis bakteri. Ciri morfologi dan fisiologi Lampiran 1. Dari 24 jenis bakteri itu ada 5 jenis bakteri yang ditemukan pada kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi dan ditemukan kembali setelah aplikasi fungi. Kelima jenis bakteri yang ditemukan ini merupakan bakteri pioner yang telah muncul sebelum penambahan 3 jenis fungi yaitu planococcus sp. 1, planococcus sp. 2,

sporosarcina sp. 1, sporosarcina sp. 2 dan sporosarcina sp. 4. Sedangkan 19 jenis

bakteri lagi merupakan kemunculan jenis bakteri baru yaitu Bacillus sp. 1, Bacillus sp. 2, Bacillus sp. 3, Pseudomonas sp., Mycobacterium sp., Corynebacterium sp.,

Caulobacter sp., Flavobacterium sp., Staphylococcus sp., Escherichia coli., Klebsiella

(33)

Tabel 1. Kehadiran Tiap Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hampir seluruh bakteri yang didapat berpengaruh terhadap proses dekomposisi serasah daun A. marina pada beberapa tingkat salinitas. Pada salinitas 0-10 ppt ditemukan 24 jenis bakteri yang berperan terhadap proses dekomposisi, pada salinitas 10-20 ppt hanya Neissseria sp. dan

(34)

jenis bakteri yang tidak ditemukan yaitu Mycobacterium sp., Sporosarcina sp.1.,

Bacillus sp. 2., Bacillus sp. 3., Yersinia sp., dan Micrococcus sp. 2. Tingginya jumlah

jenis bakteri pada salinitas 0-10 ppt dan salinitas 10-20 ppt menunjukkan bahwa setiap mikroorganisme memiliki kisaran toleransi terhadap salinitas. Bakteri yang terdapat pada serasah daun serasah A. marina pada tingkat salinitas 0-10 ppt merupakan lingkungan yang mendukung bakteri untuk tumbuh dan berkembang.

Hutan mangrove merupakan tempat berkembangnya komunitas bakteri. Keberadaan bakteri di ekosistem mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi bahan organik yang digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Dua puluh empat jenis bakteri yang didapat merupakan bakteri yang diduga berperan terhadap proses dekomposisi serasah daun A. marina. Penelitian yang dilakukan oleh Felitra (2001) juga menemukan 7 isolat bakteri yang mampu menguraikan daun mangrove di daerah laut Dumai, yaitu Neisseria sp., Yersinia sp., Pleisomanas sp., Bacillus sp.,

Staphylococcus sp., Corynebacterium sp., dan Acinetobacter sp. Penelitian yang

dilakukan oleh D’Costa et al, (2004) pada komonitas mangrove di India ditemukan 10 genus bakteri yaitu Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Erwinia, Beijerinckia,

Micobacterium, Rhodococcus, Serratia, Staphylococcus dan Xhantomonas.

Selanjutnya dalam penelitian Wijiyono (2009) berhasil mengisolasi 16 jenis bakteri dari serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas di Perairan Teluk Tapian Nauli, diantaranya Bacillus,

Micrococcus, Planococcus, Mycobacterium, Flavobacterium, Aeromonas dan

Escherichia coli. Kolm et al (2002) menemukan E. coli pada serasah mangrove di

Perairan Estuaria Brazil pada salinitas 1-33 ppt.

Jenis yang paling banyak ditemukan pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi adalah dari genus Bacillus, hal ini juga didukung oleh

penelitian Shome et al (1995) yang mengisolasi 38 bakteri mangrove dari sedimen di

Andaman Selatan, isolat terbanyak terdiri atas bakteri yang memilki sifat morfologi

dan biokimia sebagai berikut : Gram positif (76,3%), motil (87%), fermentatif

(35)

Bakteri adalah komponen biotik yang berperan penting dalam proses

dekomposisi serasah. Bakteri mengeluarkan enzim yang menghancurkan

molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah

mati. Menurut Saraswati dan Sumarno (2008) beberapa enzim yang terlibat dalam

perombakan bahan organik antara lain Betta-glukosidase, lignin peroksidase,

manganese peroksidase, lakase dan reduktase.

Dalam proses dekomposisi komponen penyusun dinding sel yaitu berupa

selulosa, hemiselulosa dan ligin diuraikan oleh mikroorganisme sehingga dihasilkan

bahan organik dan unsur hara. Menurut Alexander (1997) beberapa jenis bakteri

termasuk actinomiset juga mampu mendegradasi polimer selulosa, hemiselulosa dan

lignin, namun memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan fungi,

bakteri memiliki kemampuan lebih cepat dalam menguraikan polisakarida dan protein

yang lebih sederhana. Lyla dan Ajmal (2006) menyatakan bahwa dalam proses

dekomposisi di perairan mangrove, peran aktif bakteri mutlak diperlukan. Bakteri

akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif enzim proteolitik,

selulolitik dan kitinoklastik. Bakteri kelompok proteolitik berperan dalam proses

dekomposisi protein adalah pseudomonas, sedangkan bakteri yang mendekomposisi

kitin meliput i Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio.

4.2. Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 0-10 ppt

Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 0-10 ppt dapat

dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4. Pada salinitas 0-10 ppt diperoleh 24 jenis bakteri,

(36)

Tabel 2. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada Salinitas 0-10 ppt

Spesies

(37)
(38)
(39)

Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 0-10

ppt diperoleh jenis dan jumlah koloni bakteri yang tertinggi bila dibanding dengan

salinitas 10-20 ppt dan 20-30 ppt. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa faktor salinitas

sangat berpengaruh. Menurut Hrenovic et al., (2003) bakteri memainkan peranan yang

penting dalam ekosistem mangrove, keberadaan dan keanekaragaman bakteri dalam

ekosistem mangrove dipengaruhi oleh faktor salinitas, pH, fisik, iklim, vegetasi,

nutrisi dan lokasi. Dalam penelitian Kurniayanti (2009) menunjukkan bahwa salinitas

0-10 ppt merupakan kondisi lingkungan yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan

perkembangan bakteri pada serasah daun A. marina, dimana didapat jumlah populasi

terbesar pada salinitas 0-10 ppt yaitu 72,26 x 106 cfu/ml.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. pada salinitas

0-10 ppt diperoleh 21 jenis bakteri (Tabel 2). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

banyak ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 86,90 x 106 cfu/ml, muncul

sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi

selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari, dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu

85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah

Sporosarcina sp. 1 dan Neisseria sp., yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali

selama 15 hari, dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas

0-10 ppt diperoleh 20 jenis bakteri (Tabel 3). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus

sp. 2 yaitu 58,86 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina

yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari dengan

frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang

paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 1 dan Flavobacterium sp., yaitu

0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 dan 75 hari, dengan frekuensi

kolonisasi 14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas

0-10 ppt diperoleh 20 jenis bakteri (Tabel 4). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

(40)

Planococcus sp. 2 yaitu 94,38 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun

A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari

dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata

yang paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 4 dan Bacillus sp. 2 , yaitu

0,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 dan 90 hari, dengan frekuensi

kolonisasi 14,28%.

4.3 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 10-20 ppt

Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 10-20 ppt dapat

dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Pada salinitas 10-20 ppt diperoleh 22 jenis bakteri.

Jumlah jenis bakteri ini berkurang 2 jenis dari salinitas 0-10 ppt.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. Pada salinitas

10-20 ppt diperoleh 14 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

banyak ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 26,67 x 106 cfu/ml, muncul

sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi

selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu

85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah

Flavobacterium sp. yaitu 0,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 hari

dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas

10-20 ppt diperoleh 18 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus

sp. 2 yaitu 58,33 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina

yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari dengan

frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang

paling sedikit ditemukan adalah Escherichia coli yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul

(41)
(42)
(43)
(44)

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas

10-20 ppt diperoleh 16 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

banyak ditemukan sama seperti penambahan Penicillium sp. dan Curvularia sp. yaitu

Planococcus sp. 2 yaitu 38,48 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun

A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari

dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata

yang paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 2 dan Caulobacter sp. yaitu

0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 hari dengan frekuensi kolonisasi

14,28%.

4.4 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 20-30 ppt

Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 20-30 ppt dapat

dilihat pada Tabel 8, 9 dan 10. Pada salinitas 20-30 ppt diperoleh 18 jenis bakteri.

Jumlah jenis ini banyak berkurang pada salinitas ini, hal ini karena salinitas sangat

mempengaruhi keberadaan bakteri.

Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi Pada

salinitas 20-30 ppt didapatkan jumlah koloni bakteri yang paling sedikit bila

dibandingkan pada salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt. Keadaan ini dapat dijelaskan

bahwa salinitas yang tinggi menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh secara optimal.

Menurut Solic & Krstulovic (1992), Hrenovic et al (2003) bertambahnya salinitas

akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan dan keanekaragaman bakteri.

Menurut Aksornkoae (1993) salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat

(45)
(46)
(47)
(48)

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. pada salinitas 20-30 ppt

diperoleh 13 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak

ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 37,76 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 4

kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 45, 75,

90 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 57,14%. Jumlah koloni

bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Staphylococcus sp. yaitu 0,05 x

106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 75 hari dengan frekuensi kolonisasi

14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas

20-30 ppt diperoleh 12 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus

sp. 2 yaitu 45,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 4 kali pada serasah daun A. Marina

yang mengalami proses dekomposisi selama 30, 45, 75, 90 dan 105 hari dengan

frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 57,14%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang

paling sedikit ditemukan adalah Staphylococcus sp., yaitu 0,29 x 106 cfu/ml, muncul

sebanyak 2 kali selama 45 dan 75 hari dengan frekuensi kolonisasi 28,57%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas

20-30 ppt diperoleh 15 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling

banyak ditemukan sama seperti penambahan Penicillium sp. dan Curvularia sp. yaitu

Planococcus sp. 2 yaitu 60,66 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun

A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 75, 90 dan 105 hari

dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata

yang paling sedikit ditemukan adalah Bacillus sp. 1 , yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul

sebanyak 1 kali selama 30 hari dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Bakteri merupakan satu diantara beberapa komponen penting yang berperan

dalam penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Aktivitas bakteri mampu

meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui proses mineralisasi karbon dan

asimilasi nitrogen (Blum et al., 1988). Berdasarkan jumlah koloni bakteri rata-rata

(49)

rata terbanyak, yaitu antara 26,67 x 106 sampai 94,38 x 106 cfu/ml. Hal ini mungkin

disebabkan bakteri ini mampu beradaptasi terhadap kondisi yang terdapat pada sersah

daun A. marina dan mampu manggunakan bahan organik yang terkandung dalam

serasah sebagai nutrien dalam metabolismenya. Menurut Mann (1986) bakteri

dekomposer akan berkembang dengan baik, apabila menemukan substrat dan

lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya.

Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit didapatkan pada

Caulobacter sp. Yaitu antara 0,05 x 106 sampai 0,24 x 106 cfu/ml. Jenis bakteri yang

mendomonasi dalam proses dekomposisi serasah daun A. marina setelah aplikasi

fungi pada salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt terdiri atas 4 jenis bakteri yaitu

Planococcus sp 2 berkisar antara 26,67 x 106 sampai 94,38 x 106 cfu/ml, Planococcus

sp 1 berkisar antara 1,91 x 106 sampai 30,81 x 106 cfu/ml, Corynebacterium sp

berkisar antara 3,67 x 106 sampai 25,86 x 106 cfu/ml dan Bacillus sp 1 berkisar antara

0,05 x 106 sampai 17,52 x 106 cfu/ml. Jumlah koloni 4 jenis bakteri yang diperoleh

jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri yang ditemukan

Mona et al, (2000) berkisar antara 1,4 x 104 sampai 1,4 x 107 cfu/ml, Zdnowski dan

Figueiras (1999) berkisar antara 8,5 x 104 sampai 2,5 x 107 cfu/ml, Adel (2001)

menunjukkan bahwa jumlah bakteri diekosistem mangrove India berkisar antara 8,1 x

106 sampai 10,9 x 106 cfu/ml, tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian

Wijiyono (2009) berkisar antara 2,87 x 108 sampai 6,87 x 108 cfu/ml, Fuks et al,

(1991) berkisar antara 0,1 x 109 sampai 2,3 x 109 cfu/ml dan selanjutnya Feliatra

(2001) menyatakan jumlah bakteri rata-rata pada sersah daun A. marina yang

ditemuka n di Perairan Dumai yaitu 1,12 x 108 cfu/ml.

4.5 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Jenis Bakteri

Bakteri memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove, dimana keberadaan

bakteri berperan dalam proses dekomposisi serasah daun mangrove. Keberadaan

bakteri serasah daun mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama

(50)

mengalami proses dekomposisi pada kontrol dan setelah aplikasi fungi pada beberapa

tingkat salinitas dapat dilihat pada gambar. 2 di bawah ini.

Gambar 2. Jumlah jenis bakteri setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas

Jumlah jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses

dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicillium sp. jauh lebih besar dibandingkan dengan kontrol

yaitu tanpa aplikasi fungi. Pada salinitas 0-10 ppt jumlah jenis bakteri pada kontrol

didapat 11 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. didapat 21 jenis

bakteri dan pada aplikasi Curvularia sp. didapat 20 jenis bakteri, pada aplikasi

Aspergillus sp. didapat 20 jenis bakteri. Pada salinitas 10-20 ppt jumlah jenis bakteri

pada kontrol didapat 11 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. didapat

14 jenis bakteri, pada aplikasi Curvularia sp. didapat 18 jenis bakteri dan pada

aplikasi Aspergillus sp. didapat 16 jenis bakteri. Pada salinitas 20-30 ppt jumlah jenis

bakteri pada kontrol didapat 10 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp.

didapat 31 jenis bakteri, pada aplikasi Curvularia sp. didapat 12 jenis bakteri dan pada

aplikasi Aspergillus sp. didapat 15 jenis bakteri.

(51)

Meningkatnya jumlah jenis bakteri pada proses dekomposisi serasah setelah

aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas mungkin disebabkan oleh kayanya

nutrisi yang terdapat pada serasah daun akibat peranan dari fungi yang diaplikasikan

sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri yang lain. Peranan fungi yang

diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Menurut Anke (2008) fungi tanah

seperti Aspergillus, Trichoderma, dan Penicillium berperan penting dalam

menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya menurut Bell (1974) fungi

banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memilki kemampuan

untuk menghasilkan enzim selulose yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi

akan berperan sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu

mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen

penyusun dinding sel daun

Peningkatan jumlah jenis bakteri setelah aplikasi fungi disebabkan karena

tersedianya bahan organik dan unsur hara yang diperlukan bakteri oleh peranan fungi

yang diaplikasikan. Menurut Robinson (1991) konsentrasi unsur hara yang terdapat

pada serasah daun berpengaruh terhadap kecepatan proses dekomposisi melalui

pengaruhnya terhadap kecepatan dekomposisi terhadap ketersediaan karbon dan unsur

hara yang diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh. Menurut Saraswati dan Sumarno

(2008) bakteri mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan

asam karboksilat, asam sitrat dan senyawa oranik lainnya yang berasal dari jaringan

daun yang mengalami otolisis. Selanjutnya Mann (1986) menyatakan bahwa daun

mangrove tersusun dari 61% berat kering sebagai protein. Daun yang baru jatuh

mangandung 3,1% sedangkan yang mengalami proses dekomposisi mengalami

peningkatan menjadi 22%.

Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa jumlah jenis bakteri pada salinitas 0-10

ppt dan setiap aplikasi fungi Penicillium sp., Curvularia sp. dan Aspergillus sp.,

menunjukkan jumlah jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas 10-20 ppt

dan 30 ppt. Sedangkan jumlah jenis yang paling rendah terdapat pada salinitas

20-30 ppt. Hal ini terjadi karena pada salinitas 0-10 ppt adalah kondisi yang baik dimana

bakteri dapat tumbuh dengan baik, sedangkan pada salinitas 20-30 ppt merupakan

(52)

jenis bakteri saja yang mampu bertahan hidup terhadap kondisi salinitas yang tinggi.

Menurut Solic dan Krstulovic (1992); Hrenovic et al (2003) bertambahnya salinitas

akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan dan keanekaragaman bakteri.

Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis keanekaragaman bakteri

berkurang dengan peningkatan kadar garam.

4.6 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Rata-rata Bakteri

Keanekaragaman bakteri di hutan mangrove memiliki peran penting dalam proses

dekomposisi. Keberadaan bakteri di hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor tempat

atau lokasi, iklim, vegetasi, pH dan salinitas. Hasil dekomposisi merupakan bahan

organik dan unsur hara yang penting bagi kehidupan organisme dan produktivitas

perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan. Hubungan antara tingkat salinitas

dengan jumlah populasi bakteri yang telah mengalami proses dekomposisi pada

kontrol dan setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas dapat dilihat pada

(53)

Gambar 2. Jumlah rata-rata bakteri setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas

Serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada

salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt setelah aplikasi fungi Penicillium sp.,

Curvularia sp., Aspergillus sp. Menunjukkan peningkatan jumlah populasi bakteri

pada dibanding dengan kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi. Ada banyak faktor yang

menyebabkan kecepatan proses dekomposisi, salah satunya adalah keberadaan fungi

sebagai dekomposer. Menurut Atlas & Bartha (1981) fungi merupakan salah satu

mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi serasah. Berbagai interaksi

antar koloni pada masing-masing fungi sangat berperan dalan mendekomposisi

senyawa seperti lignin, selulosa, pati, protein dan lain-lain. Fungi adalah organisme

yang paling banyak menghasilkan enzim yang bersifat degradatif yang menyerang

secara langsung seluruh material organik. Adanya enzim yang bersifat degradatif ini

menjadikan fungi bagian yang sangat penting sbagai dekomposer.

Feliatra (2001) menyatakan bahwa kenaikan jumlah bakteri pada serasah

disebabkan karena berkembangnya mikroorganisme yang sudah ada pada daun segar

(54)

nutrisi bakteri dapat terpenuhi oleh daun mangrove tersebut. Terjadinya peningkatan

jumlah populasi bakteri ini juga disebabkan karena tidak aktifnya enzim anabolisme

sehingga mempermudah bakteri pengurai berkembang biak dan proses dekomposisi

lebih mudah dilakukan. Lebih lanjut menurut Soeroyo (1987) serasah yang kaya

nutrien lebih cepat terdekomposisi daripada serasah yang mengandung sedikit nutrien.

Proses dekomposisi serasah mangrove akan menghasilkan nutrien yang akan diserap

kembali oleh tumbuhan dan sebagian akan larut terbawa oleh air surut ke perairan di

sekitarnya.

Peningkatan jumlah populasi bakteri juga disebabkan oleh peranan

makrobentos. Kelimpahan makrobebtos dapat mempercepat proses dekomposisi.

Menurut Hogart (1999) keberadaan makrobentos dapat mempercepat proses

dekomposisi serasah daun mangrove. Hal ini juga didukung oleh penelitian Syahputri

(2010) yang menemukan kelimpahan makrobentos yang lebih tinggi pada salinitas

0-10 ppt, pada kawasan hutan mangrove desa Sicanang-Belawan. Menurut Macnae

(1968) makrobentos terlebih dahulu mencacah daun menjadi ukuran yang lebih kecil

dan selanjutnya proses dekomposisi dilanjutkan oleh mikroorganisme.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. jumlah populasi

tertinggi terdapat pada salinitas 0-10 ppt yaitu 132,72 x 106 cfu/ml, pada salinitas

10-20 ppt didapat jumlah populasi sebesar 66,65 x 106 cfu/ml sedangkan pada salinitas

20-30 ppt terjadi kenaikan jumlah populasi yaitu menjadi 89,42 x 106 cfu/ml.

Tingginya jumlah populasi pada salinitas 0-10 ppt disebabkan pada salinitas tersebut

merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Menurut Fellitra (2001)

Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serta

pertumbuhan mikroorganisme pada ekosistem mangrove.

Meskipun Penicillium mampu mengeluarkan antibiotik yaitu berupa penicillin

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri namun bakteri juga memiliki resistensi

tersendiri terhadap penicillin tersebut. Hal ini dapat dilihat pada penambahan

Penicillium sp. menunjukkan jumlah populasi yang cukup tinggi. Menurut Mckanne

(55)

Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik dapat terjadi karena beberapa hal,

antara lain (1) adanya mikroorganisme yang menghasilkan enzim yang dapat merusak

aktivitas obat (2) adanya perubahan permeabilitas dari mikroorganisme (3) adanya

modifikasi reseptor site pada bakteri sehingga menyebabkan afinitas obat berkurang

(4) adanya mutasi dan transfer genetik.

Bakteri memiliki beberapa cara beradaptasi terhadap lingkungan yang

mengandung antibiotik, melalui kemampuan bakteri untuk mendapatkan materi

genetik eksogenous yang bisa menimbulkan terjadinya resistensi. Spesies

pneumococcus dan meningcoccus dapat mengambil materi DNA dari luar sel

(eksogenous) dan mengkombinasikannya ke dalam kromosom. Jawetz at al, (1996)

menyatakan bahwa kepekaan Staphylococcus terhadap antibiotik berbeda-beda.

Resistensi Staphylococcus terhadap penicillin dengan membantuk β- laktamase, di

bawah kendali plasmid dan menyebabkan mikroorganisme ini resisten terhadap

penicillin.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. Jumlah populasi

tertinggi terdapat pada salinitas 10-20 ppt yaitu 141,27 x 106 cfu/ml, pada salinitas

0-10 ppt didapat jumlah populasi sebesar 126,83 x 0-106 cfu/ml sedangkan pada salinitas

20-30 ppt terjadi penurunan jumlah populasi yaitu menjadi 66,26 x 106 cfu/ml.

Menurut Austin dan Vitousek (2000) menyatakan bahwa keberadaan salinitas yang

tinggi merupakan salah satu karakteristik dari hutan mangrove. Hidup pada

lingkungan dengan salinitas yang tinggi mengharuskan mikroorganisme harus mampu

beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Hanya beberapa jenis-jenis bakteri saja

yang mampu mengembangkan mekanisme fisiologis dan adaptasi morfologi dalam

menghadapi kondisi salinitas yang tinggi untuk dapat bertahan hidup.

Boulton dan Boon (1991) menyatakan bahwa aktivitas bakteri tergantung pada

ketersediaan karbon-karbon yang dioksidasi. Hasil penilitian Wijiyono (2009)

menunjukkan bahwa kandungan unsur hara karbon (C) tertinggi 44,53% pada salinitas

0-10 ppt dengan jumlah populasi bakteri 109,16 x 107 cfu/ml, sedangkan pada

(56)

84,9 x 107 cfu/ml. Dapat dijelaskan bahwa kandungan unsur hara C mengalami

penurunan seiring dengan bertambahnya tingkat salinitas.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. jumlah populasi

tertinggi terdapat pada salinitas 0-10 ppt yaitu 165,22 x 106 cfu/ml, pada salinitas

10-20 ppt didapat jumlah populasi sebesar 74,41 x 106 cfu/ml sedangkan pada salinitas

20-30 ppt terjadi kenaikan jumlah populasi yaitu menjadi 95,8 x 106 cfu/ml. Faktor

luar sangat mempengaruhi bakteri seperti salinitas, temperatur, pH dan lain-lain yang

mempunyai pengaruh besar terhadap variasi bakteri secara individual maupun bakteri

sebagai kelompok koloni. Semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit

mikroorganisme yang mampu beradaptasi, namun menurut Lay dan Sugyo (1992)

menyatakan bahwa pada beberapa bakteri dapat tumbuh dalam kisaran tekanan

osmotik yang cukup besar oleh karena adanya enzim permease sehingga konsentrasi

garam dalam sel dapat diatur.

4.7 Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri

Nilai indeks keanekaragaman bakteri pada serasah daun A. marina yang telah

mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi 3 jenis fungi pada beberapa tingkat

salinitas, berkisar dari rendah sampai sedang, berdasarkan Magurran (1987)

menyatakan bahwa indeks keanekaragaman rendah jika nilainya 1,5, sedang jika

nilainya 1,5-3,5 dan tinggi jika nilanya 3,5. Nilai indeks keanekaragaman bakteri pada

serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi 3

Gambar

Gambar 1. Sumbangan material mangrove terhadap rantai makanan di estuaria (Lear &                    Turner, 1977)
Tabel 1. Kehadiran Tiap Jenis Bakteri  pada Proses Dekomposisi Serasah Daun                Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat
Tabel 2.  Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi  Kolonisasi pada Proses Dekomposisi  Serasah Daun                  A
Tabel 3.                    Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi  Kolonisasi pada Proses Dekomposisi  Serasah Daun A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya, dengan menggunakan data pada halaman 22 dapat dibuat tabel silang dua arah yang menunjukkan komposisi responden berdasarkan jenis kelamin dan

PUSAT PEMBINAAN I}AN PENGEMBAIYGANT AKTNITAS TNSTRUTGTONAL g3Ar).. Alnmat: Kompus Karangrnalang;

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas

pegawai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam implementasi kebijakan peraturan Bupati Pangandaran Nomor 45 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Pelelangan Ikan pada

terhadap pH tanah sedangkan pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat tidak. berpengaruh nyata terhadap

Ciri ini sangat penting kerana pemimpin sebenarnya adalah seorang daie (pendakwah) yang bertanggungjawab untuk menyeru ummat ke arah penghayatan Islam yang sebenar

Seperti pada blok Way Pemerihan dan Way Canguk yang memiliki satwa mangsa harimau yang cukup banyak, tetapi survai harimau dan satwa mangsanya pada periode pengamatan

Pengembangan Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Agribisnis.. Perancangan Percobaan: Untuk Menganalisis