• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA

DI RSUP H.ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009

Oleh: NG MEE SAN NIM: 070100275

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA

DI RSUP H.ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: NG MEE SAN NIM: 070100275

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA DI RSUP H.ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009

NAMA : NG MEE SAN

NIM : 070100275

Pembimbing Penguji I

(dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPK) (dr. Surjit Singh, SpF) NIP : 1969 0906 2005 01 2002

Penguji II

(dr.Hemma Yulfi,DAP&E, Med.Ed)

Medan, 15 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

NIP : 19540220 198011 1 001 ABSTRAK

Pendahuluan: Gambaran pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih (ISK) adalah sangat penting untuk diketahui oleh para klinis agar memberi pengobatan yang benar. Pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik sering berubah dari waktu ke waktu dan dapat berbeda di semua tempat, maka adalah penting untuk dianalisis secara berkala. Objektif: Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan sensitivitasnya terhadap antibiotika di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2009.

Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan data dikumpul secara retrospektif (sekunder) dari catatan hasil kultur urin Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik selama setahun dari Januari 2009 sampai Desember 2009. Subjek penelitian adalah sebanyak 186 orang yaitu pasien yang telah melakukan kultur urin di Divisi Tropmed Patologi Klinik dengan hasil kultur positif signifikan dan telah dilakukan uji sensitivitas terhadap antibiotika.

Hasil: Hasil dari penelitian ini yaitu dari 186 sampel, prevalensi pada perempuan (52,7%) lebih banyak dari laki-laki (47,3%) dan kebanyakan adalah pasien rawat inap (81,7%). Kebanyakan sampel (38 sampel) dijumpai pada kelompok usia 0 sampai 15 tahun. Kuman penyebab ISK terbanyak adalah Enterobacter sp. (23,7%) yang masih sensitif dengan doxycycline (100%) dan amikacin (87,9%), dan resisten dengan penicilin (96,7%), ampicilin dan cefuroxim (89,5%) serta sulfametoxazole (85,2%). Seterusnya diikuti Pseudomonas sp. (18,3%) dan

Escherichia coli (17,7%). Amikacin (81,6%) dan nitrofurantoin (55,5%) didapati

masih efektif terhadap kebanyakan jenis kuman penyebab ISK sedangkan penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), dan sulfametoxazole (74,5%) adalah resisten.

Kesimpulan: Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa prevalensi ISK pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki, insidens tertinggi dijumpai pada kelompok usia anak-anak (0-15 tahun). Kebanyakan kuman penyebab dari sampel urin merupakan Enterobacter sp., Pseudomonas sp. dan Escherichia coli. Doxycycline dan amikacin masih sensitif terhadap Enterobacter sp. sementara penicilin, ampicilin, cefuroxim dan sulfametoxazole adalah resisten. Amikacin disarankan sebagai obat pilihan untuk terapi empirik pada pasien ISK.

(5)

ABSTRACT

Introduction: The bacterial and sensitivity patterns towards antibiotics on urinary tract infection (UTI) patients are very important to be known by clinicians to get a successful treatment. The bacterial and sensitivity pattern towards antibiotics will change in different places and time, so those should be analyzed routinely.

Objective: This study was conducted to evaluate the bacterial and its sensitivity pattern on urinary tract infection patients in RSUP H.Adam Malik within the year of 2009.

Method: This is a descriptive study conducted with retrospective approach on 203 samples whose urine cultures were found to be positive in the Tropmed Division of Clinical Pathology at RSUP H.Adam Malik within the period of January 2009-December 2009.

Results: Of the 186 samples of UTI, prevalence of UTI in women (52.7%) was higher than in men (47.3%) and most was hospitalized patients (81.7%). Most samples were found in the 0-15 age group especially in boys. The most bacteria found in UTI were Enterobacter sp. (23.7%) which is still sensitive towards doxycycline (100%) and amikacin (87.9%), while penicillin (96.7%), ampicilin and cefuroxim (89.5%) and sulfametoxazole (85.2%) are resistance. This is followed by Pseudomonas sp. (18.3%) and Escherichia coli (17.7%). Amikacin (81,6%) and nitrofurantoin (55,5%) are found to be effective towards most bacteria in UTI while penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), and sulfametoxazole (74,5%) are resistance.

Conclusion: Based on the results, it can be concluded that prevalence of UTI in women were higher than in men and most were hospitalized patients. Incidence of UTI was highest in the children age group. The most bacteria found in urine samples were Enterobacter sp.which are sensitive towards doxycycline and amikacin while penicillin, ampicillin, cefuroxim and sulfametoxazole were resistance. It is recommended that amikacin to be used as a drug of choices for empirical therapy in UTI patients.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Judul penelitian yang dipilih adalah “Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009”. Karya tulis ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran semester VII di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis banyak mendapat bimbingan daripada berbagai pihak yang sangat membantu semasa penulisan dilakukan. Dengan ini, saya mengambil kesempatan untuk mengucapkan rasa setinggi-tinggi penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPk selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah dan seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberi bantuan dan ilmu pengetahuan kepada penulis.

3. dr. Surjit Singh, SpF dan dr.Hemma Yulfi,DAP&E, Med.Ed selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saranan dan masukan sehingga hasil penelitian dapat disempurnakan lagi.

(7)

5. Orang tua penulis yang memberi dukungan kepada penulis, moral dan material sehingga peneliti termotivasi untuk melakukan penulisan dengan jaya.

6. Staf-staf pekerja di Department Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik yang telah banyak memberi bantuan dalam proses pengumpulan data.

7. Teman-teman kelompok penulisan karya tulis ilmiah dan juga teman-teman lain yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama penulisan dilakukan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna untuk membaiki kesilapan dan juga buat menambah ilmu pengetahuan agar karya yang dihasilkan berkualitas.

Penulis mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmiah kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta kepada sesiapa yang ingin memanfaatkannya.

Medan, 13 Desember 2010

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ……….. ii

ABSTRACT ……….... iii

KATA PENGANTAR ……… iv-v DAFTAR ISI ... vi-viii DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1-4 1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)………. 6

2.1.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)……… 6

2.1.2. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)………... 6-7 2.1.3. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK) 2.1.4. Etiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)…………... 9

…….. 7-9

(9)

2.1.8. Pemeriksaan penunjang ISK ……….. 15-17 2.1.9. Manajemen Infeksi Saluran Kemih (ISK) ………. 18-19 2.1.10. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) ………. 19-20

2.2. Uji Sensitivitas Antibiotika ……… 20-24

2.2.1. Metode Cakram KIRBY-BAUER ………. 21

2.2.2. Metode konsentrasi Hambatan Minimum (KHM).. 23

2.2.3. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotik………….. 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. 25

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 25

3.2 Definisi Operasional... 26

3.2.2. Cara Ukur………... 26

3.2.3. Alat Ukur……….. 26

3.2.4. Kategori………. 26

3.2.5. Skala Pengukuran……….. 26

BAB 4 METODE PENELITIAN... 27

4.1 Jenis Penelitian... 27

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 27

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 27

4.4 Teknik Pengumpulan Data... 27-28 4.5 Pengolahan dan Analisa Data... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ………. 29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………... 29

(10)

Umur ... 30-31 5.1.4. Deskripsi Sampel Pasien ISK yang Rawat Inap

dan Rawat Jalan ... 32-33 5.1.5. Deskripsi Sample Berdasarkan Pola Kuman dan

Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika ... 33-35

5.2. Pembahasan ……… 35-39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 40

6.1. Kesimpulan ……….... 40 6.2. Saran ………... 41

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin…… 8 Tabel 2.2: Family, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO)

yang paling banyak sebagai penyebab ISK……… 9 Tabel 2.3: Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap

infeksi saluran kemih (ISK)………... 12 Tabel 2.4: Klasifikasi ISK rekuren dan mikroorganisme (MO)….. 14 Tabel 2.5: Interpretasi sensitivitas antibiotika………. 22 Tabel 5.1: Distribusi Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Jenis

Kelamin dan Umur ...

32

Table 5.2: Distribusi Penderita ISK Berdasarkan Jenis Rawatan

dan Jenis Mikroorganisme yang Dijumpai ... 33 Tabel 5.3: Pola dan Sensitivitas Kuman Terhadap Antibiotika

pada Pederita ISK ... 34-35 Tabel 5.4 Sensitivitas Antibiotika Secara Keseluruhan (Tanpa

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Leukosuria

……….

15

Gambar 2.2 Biakan bakteri ………... 16 Gambar 2.3 Plat celup

………...

17

Gambar 2.4 Hasil metode cakram

……….

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar riwayat hidup peneliti 2. Surat Izin Penelitian

3. Surat Persetujuan Komisi Etik 4. Data induk / daftar data pasien

5. Tabel crosstabulation mengenai kelompok umur dan jenis kelamin

6. Tabel crosstabulation mengenai jenis kuman yang tumbuh dan jenis rawatan

7. Tabel crosstabulation mengenai sensitivitas kuman terhadap antibiotika 8. Ringkasan tabel pola dan sensitivitas kuman terhdap antibiotika pada

(14)

NIP : 19540220 198011 1 001 ABSTRAK

Pendahuluan: Gambaran pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih (ISK) adalah sangat penting untuk diketahui oleh para klinis agar memberi pengobatan yang benar. Pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik sering berubah dari waktu ke waktu dan dapat berbeda di semua tempat, maka adalah penting untuk dianalisis secara berkala. Objektif: Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan sensitivitasnya terhadap antibiotika di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2009.

Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan data dikumpul secara retrospektif (sekunder) dari catatan hasil kultur urin Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik selama setahun dari Januari 2009 sampai Desember 2009. Subjek penelitian adalah sebanyak 186 orang yaitu pasien yang telah melakukan kultur urin di Divisi Tropmed Patologi Klinik dengan hasil kultur positif signifikan dan telah dilakukan uji sensitivitas terhadap antibiotika.

Hasil: Hasil dari penelitian ini yaitu dari 186 sampel, prevalensi pada perempuan (52,7%) lebih banyak dari laki-laki (47,3%) dan kebanyakan adalah pasien rawat inap (81,7%). Kebanyakan sampel (38 sampel) dijumpai pada kelompok usia 0 sampai 15 tahun. Kuman penyebab ISK terbanyak adalah Enterobacter sp. (23,7%) yang masih sensitif dengan doxycycline (100%) dan amikacin (87,9%), dan resisten dengan penicilin (96,7%), ampicilin dan cefuroxim (89,5%) serta sulfametoxazole (85,2%). Seterusnya diikuti Pseudomonas sp. (18,3%) dan

Escherichia coli (17,7%). Amikacin (81,6%) dan nitrofurantoin (55,5%) didapati

masih efektif terhadap kebanyakan jenis kuman penyebab ISK sedangkan penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), dan sulfametoxazole (74,5%) adalah resisten.

Kesimpulan: Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa prevalensi ISK pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki, insidens tertinggi dijumpai pada kelompok usia anak-anak (0-15 tahun). Kebanyakan kuman penyebab dari sampel urin merupakan Enterobacter sp., Pseudomonas sp. dan Escherichia coli. Doxycycline dan amikacin masih sensitif terhadap Enterobacter sp. sementara penicilin, ampicilin, cefuroxim dan sulfametoxazole adalah resisten. Amikacin disarankan sebagai obat pilihan untuk terapi empirik pada pasien ISK.

(15)

ABSTRACT

Introduction: The bacterial and sensitivity patterns towards antibiotics on urinary tract infection (UTI) patients are very important to be known by clinicians to get a successful treatment. The bacterial and sensitivity pattern towards antibiotics will change in different places and time, so those should be analyzed routinely.

Objective: This study was conducted to evaluate the bacterial and its sensitivity pattern on urinary tract infection patients in RSUP H.Adam Malik within the year of 2009.

Method: This is a descriptive study conducted with retrospective approach on 203 samples whose urine cultures were found to be positive in the Tropmed Division of Clinical Pathology at RSUP H.Adam Malik within the period of January 2009-December 2009.

Results: Of the 186 samples of UTI, prevalence of UTI in women (52.7%) was higher than in men (47.3%) and most was hospitalized patients (81.7%). Most samples were found in the 0-15 age group especially in boys. The most bacteria found in UTI were Enterobacter sp. (23.7%) which is still sensitive towards doxycycline (100%) and amikacin (87.9%), while penicillin (96.7%), ampicilin and cefuroxim (89.5%) and sulfametoxazole (85.2%) are resistance. This is followed by Pseudomonas sp. (18.3%) and Escherichia coli (17.7%). Amikacin (81,6%) and nitrofurantoin (55,5%) are found to be effective towards most bacteria in UTI while penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), and sulfametoxazole (74,5%) are resistance.

Conclusion: Based on the results, it can be concluded that prevalence of UTI in women were higher than in men and most were hospitalized patients. Incidence of UTI was highest in the children age group. The most bacteria found in urine samples were Enterobacter sp.which are sensitive towards doxycycline and amikacin while penicillin, ampicillin, cefuroxim and sulfametoxazole were resistance. It is recommended that amikacin to be used as a drug of choices for empirical therapy in UTI patients.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. Dalam keadaan normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau mikroorganisme lainnya. Dengan kata lain bahwa diagnosis ISK ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme di dalam saluran kemih. Pada pasien dengan simptom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 105/ml urin. Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada wanita dari

ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar disbanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana ISK pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada laki-laki hanya 0,2%. Dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat (Sehat Group, 2006).

pada laki-laki, pada wanita dapat terjadi pada semua umur, sedangkan pada laki-laki di bawah umur 50 tahun jarang terjadi. (Lumbanbatu, S.M., 2003).

(17)

paling berat adalah urosepsis dengan angka kematian yang masih tinggi (25-60%), dan bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut. Dari data rekam medik di RSUD Dr Sutomo Surabaya penyebab GGA melalui ISK sebesar 16,85%. Dari penelitian Pranawa tahun 1997 mendapatkan infeksi nosokomial dari 80 penderita yang dilakukan pemasangan kateter sebanyak 27,50%, lebih rendah dari yang didapatkan Hernomo Kusumobroto di tahun 1984 sebesar 57,5%. Serta didapatkan bakteriuri asimtomatik pada kehamilan sebesar 10,7%. (Widayati, A., Wirawan, I P.E., Kusharwanti, A., 2004)

Suatu penelitian yang berjudul Pola Dan Sensitivitas Kuman Penderita Infeksi Saluran Kemih dilakukan oleh Samirah et al secara retrospektif pada sampel urin pada tahun 2004 di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kuman yang terbanyak ditemukan ialah Escherichia coli (E.coli) yaitu 39,4% dan di urutan kedua adalah Klebsiella pneumonia 26,3%. Untuk Escherichia coli, antimikroba yang paling sensitif adalah fosfomycin (85,7%), diikuti cefepime, ceftriaxone, aztreonam, dan amikacin. Yang paling resisten yaitu amoxycillin (96,0%), diikuti oleh trimethoprim, ampicillin, cefoperazone, dan tetracycline. Untuk Klebsiella pneumoniae, antimikroba yang paling sensitif ialah ceftriaxone (87,5%), diiukuti ciprofloxacin dan cefotaxime, sedangkan yang resisten yaitu amoxycillin dan ampicillin (100%) dan diikuti trimethoprim. Antimikroba yang sensitive terhadap Pseudomonas aerogenosa ialah amikacin, cefepime, cefoperazone, dibekacin, norfloxacin (100%), sedangkan yang resisten ialah amoxycillin, ampicillin, tetracycline, dan trimethoprim (100%) (Samirah et al, 2006).

Berdasarkan suatu penelitian mengenai etiologi dan pola resisten antibiotik di pasien infeksi saluran kemih di J N M C Hospital Aligarh, India dalam periode Augustus 2004- Juli 2005, dalam sebanyak 100 significant isolates, bakteri jenis batang gram-negatif aerob adalah sebanyak 92% sementara selebihnya adalah kokus gram-positif. Prevalensi bakteri yang paling sering di pasien ISK adalah E.

coli (61%), K. pneumoniae. (22%), dan S. aureus (7.0%), diikuti oleh P.

(18)

imipenem mempunyai daya hambat yang paling luas menentang E-coli (100%), diikuti oleh amikacin (49%) dan cephalosporin (15-45%). Selain itu, isolat

klebsiella juga sensitif terhadap imipenem (88%) dikuti oleh amikacin dan

cephotaxime (59%). Nitrofurantoin, tetracycline, co-trimoxazole, dan cefpodoxime didapati paling resisten terhadap isolate Pseudomonas. (Akram, M., Shahid, dan Khan, A.U.,2007)

Satu penelitian untuk meneliti pola sensitivitas microbal di ISK pada anak di Mofid Children’s Hospital selama March 2000 hingga Agustus 2001 juga telah dilakukan. Mikroba terbanyak yang didadapat melalui kultur dilapor adalah

E-coli (56,6%), Klebsiella (11,3%) dan Proteus (8,9%). E-coli mempunyai kadar

sensitivitas 97,8% terhadap ceftriaxone, 95,8% ke ceftizoxime, dan 95,2% ke cefotaxim. Selain itu, Pseudomonas paling sensitive terhadap amikacin (84%), diikuti oleh ciprofloxacin (85%) dan gentamycin (76%). Didapati Pseudomanas resisten total terhadap amoxicillin, ampicillin, dan trimsulfa (100%). Klebsiella

sp. paling sensitif terhadap ciprofloxaxin (95,1%) dan ceftriaxone (90,7%),

sementara resisten terhadap ampicillin (81,5%) dan amoxicillin (77%). (Sharifan, M., Karimi, A., Tabatabaci, S.R. and Anvaripour, N., 2006)

Suatu penelitian yang berjudul Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Interesif RS Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002 memberikan hasil yang berbeda dari lain. Hasil terbanyak ditunjukkan oleh Pseudomonas sp (39.4 %), diikuti Klebsiella sp (27.8 %), Escherichia coli (21.5 %) dan Streptococcus β haemoliticus, (4.9 %). Pola kepekaan yang diperoleh dari data menunjukkan kuman Pseudomonas sp. mempunyai kepekaan yang tinggi berturut-turut terhadap fosmisin, amikasin dan seftriakson. Resistensi tertinggi berturut-turut adalah penisilin G, amoksisilin, ampisilin dan sefaleksin. Kuman

Klebsiella sp. didapati sensitif terhadap netilmisin, amikasin, seftriakson dan

(19)

amoksisilin dan kloramfenikol. (Refdanita, Maksum, R., Nurgani, A., Endang, P., 2004)

(20)

1.2. Rumusan masalah:

Bagaimanakah pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan bagaimanakah kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009?

1.3. Tujuan penelitian: 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan sensitivitasnya terhadap antibiotika di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009.

1.3.2. Tujuan khusus

a) Mengetahui kejadian infeksi saluran kemih menurut kelompok umur.

b) Mengetahui angka kejadian infeksi saluran kemih menurut jenis kelamin.

c) Mengetahui pola kuman penyebab ISK pada pasien rawat inap dan rawat jalan.

d) Mengetahui kepekaan antibiotik terhadap tiap jenis kuman penyebab ISK yang ditemui.

1.4. Manfaat penelitian

a) Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para dokter dan praktisi kesehatan lain, masyarakat umum serta rumah sakit mengenai jenis bakteri yang paling banyak menyebabkan ISK.

(21)

Daftar pustaka :

Sehat group:

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INFEKSI SALURAN KEMIH 2.1.1 Definisi

Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).

Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming

unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai

presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. (Sukandar, E., 2004)

2.1.2 Klasifikasi

Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of

America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita, pielonefritis non

(23)

bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik. (Sukandar, E., 2004)

Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK complicated lebih sukar diobati.

2.1.3 Epidemiologi

ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit

sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta

(24)

Table2.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin (Nguyen, H.T.,2004):

Umur (tahun)

Insidens (%)

Faktor risiko Perempuan Lelaki

<1 0,7 2,7 Foreskin, kelainan anatomi gastrourinary 1-5 4,5 0,5 Kelainan amatomi gastrourinary

6-15 4,5 0.5 Kelainan fungsional gastrourinary 16-35 20 0,5 Hubungan seksual, penggunaan

diaphragm

36-65 35 20 Pembedahan, obstruksi prostate, pemasangan kateter

>65 40 35 Inkontinensia, pemasangan kateter, obstruksi prostat

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens ISK pada lelaki yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau

obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15

(25)

dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun. (Nguyen, H.T., 2004).

2.1.4 Etiologi

Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti

Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi

kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas

aeruginosa dapat juga sebagai penyebab.

Tabel 2.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO) yang Paling Sering Sebagai Penyebeb ISK (Sukandar, E., 2004)

Organisme gram positif seperti

Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan

Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan

Pseudomonas (Lumbanbatu, S.M., 2003).

Gram negative Gram positive

Famili Genus Spesies Famili Genus Spesies

Enterobacteri acai

Escherichia coli Micrococc aceae

Staphyloc occus

aureus

Klebsiella pneumonia oxytosa Streptococ ceae Streptococ cus fecalis enterococcu s

Proteus mirabilis vulgaris Enterobacter cloacae

aerogenes Providencia rettgeri

stuartii Morganella morganii Citrobacter freundii

diversus Serratia morcescens Pseudomonad

aceae

Pseudomonas aeruginosa

(26)

Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).

A. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk

Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli

terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus (Sukandar, E., 2004).

B. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P

fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel

saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).

C. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin,

cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin

(27)

berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004)

Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)

D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

i. Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar, E., 2004)

(28)

(antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. (Sukandar, E., 2004)

Table 2.3 Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran kemih (UTI) (Sukandar, E., 2004).

Genetic Biologis Perilaku Lainnya

Status

nonsekretorik

Kelainan congenital Senggama Operasi urogenital Antigen golongan

darah ABO

Urinary tract obstruction Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya

Diabetes inkontinensi

Penggunaan diafragma, kondom, spermisida, penggunaan, penggunaan antibiotic terkini.

Terapi estrogen

Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan kelompok non-sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren. (Sukandar, E., 2004)

2.1.6. Patofisiologi ISK

Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negative. (Sukandar, E., 2004)

(29)

infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus. Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen. (Sukandar, E., 2004)

2.1.7 Presentasi klinis ISK

Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakuakan investigasi faktor predisposisi atau pencetus.

a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C), disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).

b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria, nokturia, disuria, dan stanguria.

c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <105

i. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat diisolasi E-coli dengan cfu/ml urin 10

; sering disebut sistitis abakterialis. Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu:

3 -105

ii. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang tinggi dan kultur urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia

trachomalis atau bakteri anaerobic.

. Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap antibiotik standar seperti ampsilin.

iii. Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.

d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi

(re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu

(30)
[image:30.595.106.513.203.522.2]

infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)

Table 2.4 : klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) (Sukandar, E., 2004).

Klasifikasi ISK Pathogenesis Mikroorganisme Gender

Sekali-sekali ISK Reinfeksi Berlainan Laki-laki atau wanita

Sering ISK Sering episode

ISK

Berlainan Wanita

ISK persisten Sama Wanita atau laki-laki

ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau laki-laki

Tidak adekuat (relapsing)

Terapi inefektif setelah reinfeksi

Sama Wanita atau

laki-laki

Infeksi persisten Sama Wanita atau laki-laki

Reinfeksi cepat Sama/berlainan Wanita atau laki-laki

Fistula enterovesikal

(31)

2.1.8 Pemeriksaan penunjang diagnosis ISK

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)

Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV,

micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)

Pemeriksaan laboratorium

a. Leukosuria 1. Urinalisis

Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.

(32)

Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.

a. Mikroskopis 2. Bakteriologis

Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi.

b. Biakan bakteri

Gambar 2.2. Biakan bakteri

Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996:

• Wanita, simtomatik >102

10

organisme koliform/ml urin plus piuria, atau 5

Adanya pertumbuhan organisme pathogen apapun pada urin yang diambil dengan cara aspirasi suprapubik

organisme pathogen apapun/ml urin, atau

• Laki-laki, simtomatik >103

• Pasien asimtomatik organisme patogen/ml urin

105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.

(33)

lebih dari 100.000 - 1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter.

[image:33.595.115.309.222.392.2]

4. Tes Plat-Celup (Dip-slide)

Gambar 2.3. Plat celup

Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37° C. Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.

2.1.9 Manajemen ISK

2.1.9.1 Infeksi saluran kemih bawah

(34)

• Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg

• Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari

• Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekositoria.

Reinfeksi berulang (frequent re-infection)

• Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikut i koreksi faktor resiko.

• Tanpa faktor predisposisi - Asupan cairan banyak

- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal trimetroprim 200mg)

- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 103-105

2.1.9.2 Infeksi saluran kemih atas

memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon. (Sukandar, E., 2004)

Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut:

- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.

- Pasien sakit berat atau debilitasi.

- Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan. - Diperlukan invesstigasi lanjutan.

(35)

- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.

The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi

antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).

2.1.10. Pencegahan

Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadual tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan. (Sukandar, E., 2004)

2.2. Uji Sensitiviatas Antibiotika (Antibiotic Sensitivity Test)

(36)

penyebab infeksi pada manusia (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).

Tes uji kepekaan antibiotika merupakan suatu metode untuk menentukan kerentanan suatu orgamisme terhadap terapi antibiotika yang diberikan. Apabila organism infeksius telah dikenali, ia dikultur dan diuji terhadap beberapa jenis obat antibiotic (tergantung jenis mikroba sama ada gram positif atau gram negative). Sekiranya pertumbuhan mikroba dihambat oleh aksi obat tersebut, ia dilaporkan sebagai sensitive/peka terhadap antibiotic tersebut. Jika pertumbuhan mikroba tidak dihambat oleh antibiotik, dikatakan sebagai resisten terhadap obat tersebut. (The Free Dictionary by Farlex)

Identifikasi suatu mikroba selalu dikerjakan bersamaan dengan tes AST. Ini dapat memberi gambaran jenis mikroba yang telah dikultur sekaligus mengenali jenis antibiotika yang harus dipertimbangkan. Kepekaan suatu isolasi terhadap antibiotic tertentu diukur dengan mencapai Minimim Inhibitory

Concentration (MIC) atau breakpoint. Ini merupakan konsentrasi minimal/terendah (diuji di double dilutions) antibiotika dimana isolate tidak dapat memberikan pertumbahan yang tampak setelah inkubasi (Rapidmicrobiology).

Penetapan kerentanan patogen terhadap antimikroba penting untuk menyelidik antibiotik yang sesuai untuk mengobati penyakit. Tidak ada gunanya menggunakan antibiotik yang tidak efektif untuk menlawan mikroorganisme penyebab penyakit. Ada beberapa prosedur berbeda yang digunakan oleh ahli mikrobiologi klinis untuk menentukan sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik, antara lain metode Cakran KIRBY-BAUER dan Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) atau Minimum inhibitory concentration (MIC) (Harmita dan Radji, M., 2008).

(37)

mikroorganisme yang ingin diuji. Konsentrasi sebanding dengan luas bidang difusi. Pada jarak tertentu pada masing-masing cakram, antibiotik berdifusi sampai pada titik antibiotik tersebut tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih atau bersih yang mengelilingi cakram tempat zat dengan aktivitas antimikroba terdifusi. Diameter zona dapat diukur dengan penggaris dan hasil dari eksperimen ini merupakan satu antibiogram (Harmita dan Radji, M., 2008).

2.2.1. Metode Cakram KIRBY-BAUER

Metode difusi agar telah digunakan secara luas dengan menggunakan cakram kertas saring yang tersedia secara komersial, kemasan yang menujukkan konsentrasi antibiotik tertentu juga tersedia. Efektivitas relatif antibiotik yang berbeda menjadi dasar bagi spektrum sensitivitas suatu organisme. Informasi ini, bersama dengan berbagai pertimbangan farmakologi, digunakan dalam memilih antibiotik untuk pengobatan (Harmita dan Radji, M., 2008).

Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas media biakan, kecepatan difusi antibiotik, dan interaksi antibiotik dengan media. Selain itu, zat yang ditemukan mempunyai efek samping signifikan tidak bolah digunakan untuk terapi karena zat ini mungkin juga mempunyai efek samping signifikan pada sistem yang diobati (Harmita dan Radji, M., 2008).

(38)
[image:38.595.120.504.395.619.2]

(sumber: Rapidmikrobiology) Gambar 2.4. menunjukkan suatu hasil daripada metode cakram. Bakteri tersebut adalah sensitif terhadap antibiotika C dan D, sementara resisten terhadap A, B, ,dan E.

(39)

2.2.2. Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM)

Konsentrasi hambatan minimum (KHM) adalah konsentrasi antibiotik terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan organisme tertentu. Prosedur ini digunakan untuk menentukan konsentrasi antibiotik yang masih efektif untuk mencegah pertumbuhan patogen dan mengindikasikan dosis antibiotik yang efektif untuk mengontrol infeksi pada pasien. Inokulum mikroorganisme yang telah distandarisasi ditambahkan ke dalam tabung yang mengandung seri enceran suatu antibiotika, dan pertumbuhan mikroorganisme akan termonitor dengan perubahan kekeruhan. Dengan cara ini, KHM antibiotik yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme in vitro dapat ditentukan (Harmita dan Radji, M., 2008).

2.2.3. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotik

Rumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik paling banyak ditemukan. Di negara yang sudah maju 13 – 37 % dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal ataupun kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30 – 80 % penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik. (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).

(40)

antimikroba disebabkan populasi yang terexpose kepada lingkungan dengan mikroba yang resisten secara genetik (mutasi spontaneous atau DNA transfer dari sel lain yang resisten). Mikroba tersebut dapat tumbuh dan menyebar (Rapidmicrobiology).

(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Pasien dengan dugaan ISK

Pemeriksaan kultur sampel urin dengan hasil kultur yang

positif

Pola kuman penyebab infeksi saluran kemih

Uji sensitivitas mikroba terhadap antibiotika: disk diffusion method.

- Sensitif

- Kurang sensitif

- resisten

- Jenis kelamin - Usia

(42)

3.2. Definisi Operasionil

Judu l penelitian: Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009.

• Defnisi operasionil:

- Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi di satu atau lebih struktur yang membentuk system urinarius dan diagnosisnya dibuat berdasarkan urinalysis yang menunjukkan hasil bakteriuria significant dengan jumlah bakteri >105

- Kuman penyebab ISK adalah jenis bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi di saluran kemih dan terjadi keadaan bakteriuria.

dan kultur urin.

- Uji kepekaan kuman terhadap antibiotika adalah suatu metode untuk menentukan efektifitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan kuman.

- Uji sensitivitas dilakukan dengan menggunakan metode diffusi agar cakram antibiotik (disc diffusion method) dan penentuan sensitivitas antibiotik berdasarkan diameter zona hambat yang berbeda untuk tiap jenis antibiotik.

• Cara ukur: Pengumpulan data dari Instalasi Patoloogi Klinik RSUP H.Adam Malik.

• Alat ukur: Catatan hasil pemriksaan kultur urin di laboratorium Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik.

• Kategori:

o Sensitif terhadap antibiotika: suatu organism dikatakan sensitif terhadap suatu antibiotik bila mana infeksi yang disebabkannya merespon terhadap terapi yang menggunakan obat tersebut.

(43)

o Resisten terhadap antibiotika: apabila suatu organisme tidak merespon terhadap antibiotik yang diberikan.

(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian: Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan mencari pola kuman pada pasien ISK dan kepekaan kuman penyebab. Rancangan penelitian adalah retrospektif dimana pengumpulan data dilakukan dengan mencatat dan menginterpretasi data hasil kultur urin yang dicatat di Instalasi Patologi Klinik.

4.2. Waktu dan tempat penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik karena lokasi ini merupakan rumah sakit milik pemerintah dimana rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di pinggiran kota Medan, Indonesia. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah setelah pembuatan proposal yaitu dari bulan Agustus hingga Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sample. Populasi penelitian adalah semua pasien yang diduga menderita ISK yang melakukan kultur urin dan uji kepekaan kuman di Instalasi Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik dalam kurun waktuk Januari 2009-Desember 2009. Jumlah populasi tersebut diambil dari data hasil kultur urin yang terdapat di Instalasi Patologi Klinik RSUP H. A.Malik.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah total sampling dimana keseluruhan populasi merupakan sampel.

(45)

serta sensitivitas kuman terhadap antibiotik berdasarkan uji kepekaan kuman yang ditandai dengan sensitif, kurang sensitif, dan resisten.

(46)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2010 sampai 15 September 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisa, jumlah sampel kultur urin yang hasil positif adalah sebanyak 211 sampel. Di antara 211 sampel tersebut, 186 sampel merupakan hasil dengan bateriuria yang signifikan yaitu lebih dari 105 CFU/ml urin, 8 sampel dengan bakteriuria non-signifikan dan 17 sampel merupakan jamur. Hasil sampel dengan bakteriuria non-signifikan dan pertumbuhan jamur dikeluarkan dari penelitian, sehingga sampel yang dianalisa berupa 186 sampel. Hasil penelitian akan ditampilkan di bawah ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

(47)

RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medik, kardiovaskular, mikrobiologi, nefrologi, endokrinologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi gizi, farmasi,

Central Sterilization Supply Depart (CSSD), biolelktro medik, Penyuluh

Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil, pemulasaran jenazah). Penelitian dilakukan di Divisi Tropmed Patologi Klinik di RSUP H.Adam Malik.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Populasi penelitian adalah semua pasien yang diduga menderita infelsi saluran kemih yang melakukan kultur urin dan uji kepekaan kuman di Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik dalam kurun waktu Januari 2009-Desember 2009. Jumlah populasi tersebut diambil dari catatan hasil kultur yang terdapat di Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah total

sampling. Dengan metode ini didapati sebanyak 211 sampel yang hasil

kultur positif. Dari 211 sampel ini, 186 orang didiagnosis sebagai ISK dengan bakteriuria signifikan (≥ 105 CFU/ml urin), sedangkan 8 sampel merupakan kuman dengan bakteriuria non-signifikan yaitu jumlah koloni < 105 CFU/ml urin, sementara 17 sampel tumbuh dengan jamur / yeast cell candida. Dari keseluruhan sampel yang diperoleh mengenai karakteristik meliputi: jenis kelamin pasien, umur pasien, jenis rawatan (rawat inap atau rawat jalan), jenis kuman yang tumbuh dari kultur, dan sensitivitas kuman terhadap antibiotika.

(48)
[image:48.595.146.516.236.434.2]

Semua data diambil dari data sekunder, yaitu catatan hasil kultur di Divisi Tropmed Patologi Klinik, RSUP H. Adam Malik., dari tanggal 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2009.

Tabel 5.1. Distribusi Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

Umur (Tahun)

Jenis kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

0-15 39 36 75 (40,3%)

16-30 9 7 16 (8,6%)

31-45 5 23 28 (15,1%)

46-60 16 17 33 (17,7%)

61-75 17 14 31 (16,7%)

>75 2 1 3 (1,6%)

Jumlah 88 (47,3%) 98 (52,7%) 186 (100%)

Dari 186 penderita ISK yang terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 98 sampel (52,7%), sementara laki-laki adalah sebanyak 88 orang (47,3%).

(49)
[image:49.595.142.513.228.485.2]

5.1.4. Deskripsi Sampel Pasien ISK yang Rawat Inap dan Rawat Jalan

Tabel 5.2. Distribusi Penderita ISK Berdasarkan Jenis Rawatan dan Jenis Mikroorganisme yang Dijumpai

No. Jenis kuman Jenis rawatan Total

Rawat jalan Rawat inap 1 Enterobacter sp. 7

(3,8%)

37 (19,9%)

44 (23,7%)

2 Pseudomonas sp. - 34

(18,3%)

34 (18,3%)

3 E-coli 5

(2,7%)

28 (15,1%)

33 (17,7%) 4 Strep.B-haemoliticus 4

(2,2%)

9 (4,8%)

13 (7,0%) 5 Providencia sp. 1

(0,5%)

8 (4,3%)

9 (4,8%)

6 Lain-lain 17

(9,2%)

36 (19,3%)

53 (28,5%)

Jumlah 34

(18,3%)

152 (81,7%)

186 (100%)

Jenis kuman penyebab ISK yang terbanyak adalah Enterobacter

sp. yaitu sebanyak 44 sampel (23,7%) yang meliputi tipe Enterobacter

aerogenes, Enterobacter agglomerans, dan Enterobacter cloacae. Urutan

kedua merupakan Pseudomonas sp. sebanyak 34 sampel (18,3%) yang meliputi tipe Pseudomonas aeroginosa dan Pseudomonas putrefacius Jenis kuman penyebab yang menempati urutan ketiga penyebab ISK adalah Escherichia coli sebanyak 33 sampel (17,7%). Terdapat 53 sampel (28,5%) yang merupakan kuman penyebab lain-lain termasuk

Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Citrobacter

freundii, Klebsiella sp., Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans,

Proteus vulgaris, Saccaromyces, Streptococcus equisimilis, Streptococcus

(50)

sedikit didapati adalah Acinetobacter baumanii, Streptococcus

equisimilis, dan Streptococcus pneumoniae yaitu masing-masing sebanyak

1 sampel (0,5%).

Kebanyakan pasien merupakan pasien rawat inap yaitu sebanyak 152 orang (81,7%) sementara rawat jalan adalah sebanyak 34 orang (18,3%). Pada pasien yang dirawat jalan, 3 jenis kuman yang terbanyak ditemukan adalah Enterobacter sp. sebanyak 7 orang (3,8%), E-coli sebanyak 5 orang (2,7%) dan Streptococcus B-haemoliticus sebanyak 4 orang (2,2%). Sedangkan pada pasien rawat inap, dijumpai 3 jenis kuman yang terbanyak adalah Enterobacter sp. sebanyak 37 orang (19,9%), diikuti Pseudomonas sp. sebanyak 34 orang (18,3%) dan E-coli sebanyak 28 orang (15,1%).

5.1.5. Deskripsi Sample Berdasarkan Pola Kuman dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika

Tabel 5.3. Pola dan Sensitivitas Kuman Terhadap Antibiotika pada Pederita ISK

No. Jenis antibiotika

Jenis kuman / sensitivitas (%)

Entero. sp. Pseudomonas sp. E-coli

S I R S I R S I R

(51)

No. Jenis antibiotika

Jenis kuman / sensitivitas (%)

Strep.B-Haemolyticus Providencia sp.

S I S I S I

1 nitrofurantoin 80,0 10,0 80,0 10,0 80,0 10,0

2 negram 9,1 - 9,1 - 9,1 -

3 ampicilin 22,2 11,1 22,2 11,1 22,2 11,1 4 erythromycin 62,5 - 62,5 - 62,5 - 5 ciprofloxacin 25,0 12,5 25,0 12,5 25,0 12,5 6 amikacin 55,6 22,2 55,6 22,2 55,6 22,2 7 gentamycin 11,1 66,7 11,1 66,7 11,1 66,7 8 penicilin 30,0 10,0 30,0 10,0 30,0 10,0 9 amoxyclav 71,4 14,3 71,4 14,3 71,4 14,3 10 sulfametoxazole - 40,0 - 40,0 - 40,0

11 cefuroxim - - - -

12 doxycycline 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3

(52)
[image:52.595.135.505.233.504.2]

antibiotik yang sensitif adalah amikacin (83,3%), sedangkan yang resisten adalah penicillin dan sulfametoxazole (100%), cefuroxim (80,0%), ampicilin (77,8%), dan negram (62,5%).

Tabel 5.4. Sensitivitas Antibiotika Secara Keseluruhan (Tanpa Mengenal Jenis Isolat)

No. Jenis

antibiotika

Sensitive (%)

Intermediate (%)

Resisten (%)

Total (%)

1 nitrofurantoin 55,5 16,1 27,3 100

2 negram 25,2 8,2 66,7 100

3 ampicilin 11,9 11,9 76,2 100

4 erythromycin 24,1 24,1 51,8 100

5 ciprofloxacin 38,8 11,2 50,0 100

6 amikacin 81,6 11,2 7,2 100

7 gentamycin 18,9 36,1 45,1 100

8 penicilin 9,9 7,4 82,6 100

9 amoxyclav 48,7 27,8 23,5 100

10 sulfametoxazole 17,9 7,5 74,5 100

11 cefuroxim 29,0 4,3 66,7 100

12 doxycycline 33,0 37,4 29,7 100

Secara keseluruhan, amikacin menunjukkan sensitivitas yang paling baik (81,6%) dalam menangani kuman penyebab ISK diikuti oleh nitrofurantoin (55,5%). Sementara kuman penyebab ISK adalah paling resisten terhadap penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), dan sulfametoxazole (74,5%).

5.2. Pembahasan

(53)

Didasari tabel 5.1, secara kesuluruhan, ISK lebih banyak mengenai pasien perempuan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kathmandu Valley mengenai sensitivitas dan resistensi kuman penyebab ISK (Jha N. dan Bapat S.K., 2005) yang juga mengatakan perempuan lebih predominans. Hal ini dapat disebabkan pelbagai faktor seperti struktur anatomi perempuan yaitu letak anatomi uretra yang dekat dengan anus (jarak antara uretra dan anus lebih pendek berbanding dengan laki-laki), hygiene personal yaitu cara cebok yang tidak betul, dan usia reproduktif perempuan dimana mereka yang aktif secara seksual lebih berisiko untuk terpapar dengan bakteri (Nguyen, H.T., 2004). Faktor yang menyebabkan resiko meningkat pada usia reproduktif kemungkinan berkaitan dengan aktivitas seksual (Foxman, B. et al, 1995) dan pengguanan alat kontrasepsi seperti diafram atau spermaticida (

Dilihat dari segi kelompok usia, ISK terbanyak dijumpai pada golongan anak, yaitu yang berusia 0 sampai 15 tahun. Hasil yang didapati adalah sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di RS Dr. Wahidin Suudirohusodo (Samirah et al, 2004) yang menyimpulkan bahwa ISK lebih banyak didapati pada golongan anak yaitu berusia 0 sampai 15 tahun. Hal ini mungkin terkait dengan kebiasaan anak seperti suka menahan kencing, malas minum, dan cara cebok yang tidak benar (dari belakang ke depan), serta faktor higiene dan sanitasi yang tidak baik. Satu dari beberapa faktor penting terhadap berkembangnya ISK adalah statis urin. Sterillitas urin yang normal sebagian tergantung pada aliran urin sehingga bakteri yang akan memasuki kandung kemih dikeluarkan sebelum terjadi multiplikasi secara bermakna. Anak yang suka menahan kencing atau refluks vesikoureterik memungkinkan bakteri tumbuh dan berkembang dalam saluran kemih karena urin merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Stamy, T.A., 1980).

(54)

Selain itu, pada kelompok usia anak –anak (0-15 tahun), didapati ISK lebih banyak terkena pada laki-laki. Fenomena ini mungkin terkait dengan struktur anatomi dan hiegen pada anak laki-laki dimana sirkumsisi dapat mengurangi resiko terkena ISK. Suatu penelitian mengenai pencegahan ISK melalui sirkumsisi telah menunjukkan terdapat hubungan antara sirkumsisi dengan kejadian ISK dimana insidens ISK lebih tinggi pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi (Singh-Grewal, D., Macdessi J. dan Craig, J., 2005).

Berdasarkan tabel 5.2, distribusi pasien ISK lebih sering pada pasien rawat inap yaitu sebanyak 152 orang (81,7%). Hal ini mungkin berkaitan dengan ISK nosokomial yang berhubungan dengan pemakaian kateter (Catheter-Associated UTI). Kejadian ISK akibat penggunaan keteter tetap dapat terjadi meskipun pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan atraumatik Selain itu, terdapat juga fakta yang mengatakan kondisi medis juga meningkatkan resiko terkena ISK pada pasien. Sebagai contoh adalah seperti diabetes mellitus, masalah ginjal, neurogenic bladder, Sickle-cell anemia, masalah system imun dan kelainan traktus urinarius (Litwin, M.S dan Saigal, C.S., 2007).

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, pola kuman terbanyak pada ISK merupakan Enterobacter sp. yaitu sebanyak 44 orang (23,7 %), diikuti oleh Pseudomonas sp. sebanyak 34 orang (18,3%) dan Escherichia coli sebanyak 33 orang (17,7%). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo (Samirah et al, 2004) yang menyimpulkan bahwa pola kuman ISK terbanyak adalah

E.coli (39,4%) dan diikuti oleh Klebsiella pneumoniae (26,3%). Hasil

penelitian juga berbeda dengan penelitian dilakukan di University of

Nigeria Teaching Hospital (Kenechukwu, M. et al., 2005) yang

mengatakan kuman penyebeb terbanyak adalah Escherichia coli (46,3%),

diikuti Staphylococcus aureus (30,7%), Streptococcus faecalis and

(55)

pada ISK (Sovane, A. et al, 2008) juga menunjukkan pola kuman penyebab tersering termasuk E.coli (41,3%), Klebsiella sp. (15,8%),

Pseudomonas sp. (11,4%), dan Enterobacter sp. (8,0%). Hal tersebut

menunjukkan bahwa pola kuman dapat berubah dari waktu ke waktu dan berbeda dari satu tempat dengan tempat lain (Pape et al.)

(56)

yang termutasi akan ditransformasi ke dalam sel bakteri lain yang masih rentan menyebabkan bakteri menjadi semakin resisten terhadap antibiotika.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan antibiotika yang rata-rata paling efektif adalah amikacin (81,6%) dan nitrofurantoin (55,5%). Sementara yang resisten adalah penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), dan sulfametoxazole (74,5%). Hasil ini sedikit berbeda denga hasil penelitian dari 5 buah rumah sakit di Delhi (Kothari, A. and Sagar, V., 2008) yang mennyatakan antibiotik paling sensitif adalah meropenem (100%), diikuti oleh piperacillin (90,2%), amikacin (75,6%) dan nitrofurantoin (65,7%). Hal ini mungkin dapat berkaitan dengan jenis antibiotik yang digunakan di tiap tempat berbeda tergantung ketersediaan dan harga antibiotik.

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

6.1.1. Karakteristik pasien yang terbanyak menderita ISK adalah perempuan sebanyak 98 orang (52,7%) dan laki-laki sebanyak 88 orang (47,3%), sedangkan menurut kelompok umur, terbanyak adalah 0-15 tahun sebanyak 75 orang (40,3%).

6.1.2. Dari semua pasien yang menderita ISK dengan hasil kultur positif yang signifikan, terdapat 152 orang (81,7%) merupakan pasien yang dirawat inap, dan pasien yang dirawat jalan adalah sebanyak 34 orang (18,3%).

6.1.3. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kuman penyebab yang terbanyak pada pasien ISK adalah Enterobacter sp. yaitu sebanyak 44 orang (23,7%), diikuti oleh Pseudomonas sp. sebanyak 34 orang (18,3%) dan

Escherichia coli sebanyak 33 orang (11,7%).

6.1.4. Antibiotik yang sensitif terhadap Enterobacter sp. adalah doxycycline (100%) dan amikacin (87,9%). Sementara untuk Pseudomonas sp., antibiotik yang sensitif merupakan amikacin (81,8%) dan ciprofloxacin (55,6%). Seterusnya didapati Escherichia coli masih senstitif terhadap amikacin (91,3%), nitrofurantoin (83,3%), dan cefuroxim (58,8%).

(58)

6.2. Saran

6.2.1. Penelitian pola kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika sebaiknya dilakukan secara berkala, agar dapat menjadi bahan acuan para klinisi dalam pengobatan pertama ISK sebelum didapatkan hasil kultur urin, dan sebagai terapi empirik pada keadaan dimana kultur urin tidak dapat dilakukan.

6.2.2. Pihak rumah sakit disarankan agar pencatatan status pasien dan hasil kultur serta sensitivitasnya terhadap antimikroba di laboratorium dilakukan dengan lebih teratur dan lengkap untuk memudahkan peneliti yang akan melakukan penelitian berdasarkan pencatatan hasil di laboratorium.

(59)

DAFTAR PUSTAKA:

Akra, M., Shahid, M., and Khan, A.,2007. Etiology and antibiotic resistance

patterns of community-acquired urinary tract infections in J N M C

Hospital Aligarh, India. Ann Clin Microbial Antimicrob.2007;6:4.

Ariwijaya, M dan Suwita, K. 2007. Prevalensi, Karakteristik dan Faktor-faktor

yang Terkait Dengan Infeksi Saluran Kemih pada Penderita Diabetes

Melitus yang Rawat Inap. J Peny Dalam, 8(2): 112-127

Foxman, B., Geiger, A.M., Palin, K., Gillespie, B and Koopman, J.S., 1995.

First-time urinary tract infection and sexual behavior. Epidemiology;6:162–

168.

Fihn, S.D., Boyko, E.J., Normand, E.H., et al, 1996. Association

between use of spermicide-coated condoms and Escherichia coli urinary tract infection in young women. Am J Epidemiol;144

Hadi, U., 2006, Resistensi Antibiotik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta.

:512–520.

Harmita dan Radji, M., 2008. Kepekaan Terhadap Antibiotik. Dalam: Buku Ajar

Analisis Hayati, Ed.3. EGC, Jakartar: 1-5

Jha, N., dan Bapat, S.K., 2005. A Study of Sensitivity and Resistance of

Pathogenic Microorganisms Causing UTI in Kathmandu Valley.

Kathmandu University Medical Journal. Vol 3, No 2, Issue 10: 123-129

Kenechukwu. M, Ofong Chinekwu, O., Davidson, N, dan Golibe. U., 2005. Antibiotic Sensitivity Patterns in Urinary Tract Infections at a

Tertiary Hospital. University of Nigeria Medical Students Association.

(60)

Kothari, A and Sagar, V., 2008. Antibiotic resistance in pathogens causing

community-acquired urinary tract infections in India: a multicenter

study. J Infect Dev Ctries; 2(5):354-8

Litwin, M.S. dan Saigal, C.S (eds)., 2007. Urologic Diseases in America

Lumbanbatu, S.M., 2003: Bakteriuria Asimtomatik pada Anak Sekolah Dasar

Usia 9-12 Tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara: 1-17

. US Department of Health and Human Services, Public Health Service, National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Washington, DC: US Government Printing Office; 07-5512

Miselfen. Wordpress.com. Avaiable from:

[Accessed 10

April 2010]

Naber, K.G., Bergman, B., Bishop, M.C., Johansen, T.E.B., Botto, H., and Lobel, B. (ed), 2001. Guidelines on Urinary and Male Genital Tract

Infections. European Association of Urology

Nelwan, R.H.H., 2006. Pemakaian Antimikrobia Secara rasional di Klinik, Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI Jakarta

Nguyen, H.T. (eds), 2004. Bacterial Infection of the Genitourinary Tract. In: Tanagho, E.A., and McAninch, J.W., ed. Smith’s

Gambar

Tabel 2.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO) yang Paling
Table 2.3 Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran
Table 2.4 : klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) (Sukandar, E., 2004). Klasifikasi ISK Pathogenesis Mikroorganisme Gender
Gambar 2.3. Plat celup
+6

Referensi

Dokumen terkait

We now define a more complete metric evaluation pipeline developed as publicly available open source software to assess semantically labeled 3D models of complex urban scenes

Jumlah Harga (Rp) Berita Acara

[r]

[r]

[r]

[r]

Setiap orang atau instansi pasti menginginkan suatu keamanan data yang sangat kuat agar suatu informasi yang dianggap sangat rahasia dapat terjamin kerahasiaanya,maka dengan

Persiapan Kegiatan diawali dari penyusunan Renja yang dibuat pada