149
DAN KEPEKAANNYA TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
Mudatsir, Maimunah dan Emil Fathoni
Abstrak. Infeksi paru non tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi paru yang terbanyak
didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Pola penyakit infeksi paru non TB berbeda antara satu rumah sakit dengan yang lain. Penatalaksanaan utama infeksi paru non TB harus didasarkan pada pemilihan antibiotika secara empirik dan rasional sesuai mikroorganisme penyebab infeksi di rumah sakit setempat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kuman penyebab infeksi paru non TB dan sensitivitasnya terhadap beberapa antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi Klinik dan Ruang Rawat Penyakit Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif dengan metode cross sectional. Sampel penelitian adalah total populasi data penderita yang didiagnosis infeksi paru non TB dan hasil pemeriksaan kultur sputum serta uji sensitivitasnya. Data dianalisa secara univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola etiologi infeksi non TB terbanyak
Klebsiella pneumonia (38,6%) diikuti Pseudomonas aeruginosa (18,1%) dan Acenitobacter spp
(18,1%). Dari data hasil uji sensitivitas terhadap semua jenis bakteri menunjukkan sensitivitas yang berbeda, sebagian besar antibiotik golongan cephalosporin menunjukkan resistensi yang cukup tinggi, sedangkan meropenem masih sensitif terhadap hampir semua jenis bakteri.
(JKS 2012; 3: 149-156)
Kata kunci : Infeksi paru non tuberkulosis, pola kuman, pneumonia, sensitivitas
Abstract. Non pulmonary tuberculosis infection (TB) disease is a pulmonary infection disease
that most found and often leads to death almost all over the world. The pattern of non-TB pulmonary infection is different from one hospital to another. The primary management of non-TB pulmonary infection should be based on the selection of antibiotics empirically and rationally according to the microorganisms that cause infections in the local hospital. The objective of this study was to pattern of the bacteria and also sensitivity to some antibiotics in the Laboratory of Microbiology Clinic and Pulmonary Disease Ward RSUD dr. Abidin Zainoel Banda Aceh. This is a retrospective descriptive research with cross sectional method. The samples were taken by total population of data non-TB pulmonary infection diagnosed patient and the results of sputum culture and sensitivity test. Data were analyzed by univariate. The incidence of non-TB pulmonary infection Most Klebsiella pneumonia etiology (38.6%) followed by Pseudomonas aeruginosa (18.1%) and Acenitobacter spp (18.1%). From the data of results sensitivity test to all types of bacteria showed different sensitivity, most of the cephalosporin groups were resistant to all the bacteria, while meropenem is still sensitive to almost all types of bacteria.
(JKS 2012; 3: 149-156)
Key words : Non tuberculosis pulmonary infection, pattern of bacteria, pneumonia, sensitivity
Pendahuluan
Penyakit infeksi paru merupakan penyakit infeksi yang terbanyak didapatkan dan sering menjadi penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit infeksi paru berkisar 60-80% dari seluruh penyakit paru1 dan sisanya 20-40% adalah penyakit non infeksi.1
Mudatsir adalah Dosen Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Maimunah adalah Dosen Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh,
Emil Fathoni adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Pola 50 penyakit peringkat utama menurut Departemen Kesehatan RI untuk pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia mencatat bahwa bronkitis kronik, emfisema dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menempati urutan 14 dengan persentase kunjungan (1,2%), bronkitis akut dan bronkiolitis akut urutan 35 (0,5%) serta pneumonia urutan 39 (0,4%).2
Dalam berbagai kepustakaan disebutkan bahwa kuman yang sering ditemukan adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae, Klebsiella
150
Staphylococcus aureus, Pseudomonas sp
dan Proteus sp.3
Studi oleh industri farmasi menunjukkan infeksi saluran nafas menghabiskan sebagian besar dari seluruh resep antibiotika.4 Menurut World Health Organization (WHO), resistensi antibiotika
ini semakin meningkat. Diperkirakan tingkat resistensi ini meningkat hampir 50% dan tingginya angka kejadian infeksi paru yang disebabkan oleh bakteri maupun virus mengakibatkan penggunaan antibiotika semakin luas.4
Makin kompleksnya pengetahuan dan perkembangan ilmu dalam masalah infeksi paru memerlukan pemahaman yang mendasar bagi klinisi sebelum memutuskan untuk tidak atau memberikan antibiotik serta pemilihan antimikroba secara benar yang akan digunakan. Pertimbangan dalam pemilihan antibiotika harus meliputi indikasi, pemilihan, jenis antibiotika, cara kerja, dosis, lama pemberian dan evaluasi dari efektivitas kerja antibiotika, faktor kuman dan faktor lainnya.5
Terjadinya pola perubahan kepekaan kuman terhadap antibiotika perlu dipantau secara berkala. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran pola mikroorganisme penyebab infeksi paru non TB dan pola kepekaannya terhadap beberapa antibiotika.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan desain restropektif. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik dan Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan mencatat identitas pasien dengan diagnosis infeksi paru non TB dan hasil kultur serta sensitifitas antibiotik.
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi data penderita yang didiagnosis infeksi paru non TB dan hasil pemeriksaan kultur sputum serta uji sensitivitasnya yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Penderita infeksi paru non TB yang dirawat di Ruang Rawat Penyakit Paru RSUDZA Banda Aceh dalam periode tahun 2009- 2011.
2. Penderita infeksi paru non TB yang dilakukan kultur dan uji sensitivitas selama masa rawatan dalam periode Januari 2009 sampai Desember 2011. Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah penderita infeksi paru non TB yang tidak tercatat secara lengkap dan penderita infeksi paru non TB yang dilakukan kultur selama masa rawatan dalam periode tahun 2009-2011 tetapi tidak didapatkan bakteri penyebab infeksi dan tidak dilakukan uji senstivitas.
Data yang diperoleh dianalisis secara univariat. Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi dan persentase.
Hasil dan Pembahasan
Secara keseluruhan dari penelitian ini terdapat 171 penderita yang memenuhi kriteria sampel. Distrubusi frekuensi diagnosis klinis penderita infeksi paru non tuberkulosis dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 Distribusi frekuensi diagnosis klinis penderita infeksi paru non tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh
Diagnosis Jumlah (n) Persentase (%) Pneumonia 137 80,1 PPOK 13 7,6 Pleuropneumonia 10 5,8 Bronkiektasis 8 4,7 Abses paru 3 1,8 Total 171 100,0
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa diagnosis pneumonia sebagai diagnosis klinis terbanyak 80,1% (137 penderita) pada kasus infeksi paru non tuberkulosis, kemudian diagnosis klinis PPOK sebanyak 7,6%, pleuropneumonia 5,8%, bronkiektasis 4,7% dan paling sedikit didiagnosis abses paru 1,8%.
151 Hasil penelitian di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas pada tahun 2004 ditemukan 55 kasus infeksi paru dengan pneumonia sebagai kasus terbanyak diikuti oleh bronkiektasis, PPOK, bronkitis, dan abses paru. Namun terdapat perbedaan pola diagnosis penyakit infeksi paru non TB antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain.3
Jenis kuman penyebab infeksi paru non tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada table 2 berikut.
Tabel 2 Jenis kuman penyebab infeksi paru non tuberkulosis di ruang rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin
Jenis – jenis kuman Jumlah (n) Persentase (%) Klebsiella pneumonia 66 38,6 Pseudomonas aeruginosa 31 18,1 Acenitobacter spp 31 18,1 Staphylococcus aureus 20 11,7 Escherichia coli 8 4,7 Streptococcus pneumonia 8 4,7 Proteus sp 6 3,5 Moraxella cattarhalis 1 0,6 Total 171 100,0
Tabel 2 menunjukkan kuman penyebab infeksi paru non TB yang paling banyak ditemukan adalah K. pneumonia sebanyak 66 pasien (38,6%) diikuti oleh P.
aeruginosa 31 pasien (18,1%) dan
Acenitobacter spp 31 pasien (18,1%).
Hasil penelitian yang didapatkan di berbagai tempat dalam 5 tahun terakhir di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang dan Makassar) yaitu penyebab infeksi paru terbanyak adalah : K.
pneumonia (45,18 %), S. pneumoniae
(20%), S. viridans (9,21%), S. aureus (9%), P. aeruginosa (8,56%), S.
hemolyticus (7,89%), Enterobacter
(5,26%), Pseudomonas spp (0,9%)5. Pola kepekaan Klebsiella pneumonia di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada table 3 berikut.
Tabel 3 Pola kepekaan Klebsiella pneumonia terhadap beberapa antibiotik Antibiotik Sensitif Resisten (%) (%) Amoxycillin Ampicilin - 4 100 96 Amoxycillin + asam klafulanat 15 85 Cefotaxime 26 74 Ceftazidine 49 51 Ceftriaxone 27 73 Clindamicyn 100 - Cefuroxime sodium 28 72 Cephalotin 24 76 Chloramphenicol 42 58 Ciprofloxacin 49 51 Cotrimoxazole 52 48 Meropenem 98 2 Gentamycin 40 60 Linezolide 100 - Levofloxacin 50 50 Tetracyclin 49 51 Ticarcillin 38 62 Tobramycin Ticarcilin klafulanat Vancomicin 29 - 67 71 100 33 Oxacillin 50 50
Berdasarkan tabel 3 kepekaan antibiotik paling tinggi dalam penelitian ini, diperlihatkan pada bakteri K. pneumonia terhadap antibiotik linezolide, meropenem,
clindamicin, diikuti vancomicin dan
tetraxyclin. Dalam penelitian Ahmad et al, meropenem dan imipenem juga masih
bersifat sensitif 100% terhadap bakteri ini6. Sedangkan penelitian Jyothsna et al tahun 2011 cefotaxime dan cefoparazone tingkat sensitivitasnya sebanyak 66,67 %.7 Pada hasil penelitian didapatkan perbedaan, sensitivitas cefotaxime hanya 26%. Antibiotik ceftriaxone, ceftazidine, oxacilin, dan cotrimoxazole, dalam penelitian ini memiliki hasil yang hampir setara antara sensitif dan resisten.
152 Pola kepekaan P. aeruginosa di Rumah
Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada table 4 berikut.
Tabel 4 Pola kepekaan antibiotik terhadap
P. aeruginosa Antibiotik Sensitif Resisten Persentase (%) Persentase (%) Ampicilin 0 100 Amoxycillin+asam klafulanat 25 75 Cefotaxime 60 40 Ceftazidine 61 39 Ceftriaxone 38 62 Amoxycilin 0 100 Cefuroxime sodium 29 71 Cefuroxime Cephalotin 0 33 100 67 Chloramphenicol 67 33 Ciprofloxacin 58 42 Cotrimoxazole 29 71 Meropenem 89 11 Gentamycin Clindamycin 40 100 60 0 Eritromicyn Tetracycline Levofloxacin Vancomicyn 0 33 40 100 100 67 60 0 Ticarcillin+Asam klafulanat 25 75 Tobramicyn Linezolide 75 100 25 0 Dari hasil penelitian ini didapatkan
ampicilin, amoxycillin, dan eritromycin
diperoleh resistensi paling tinggi. Sedangkan antibiotik yang paling sensitif pada bakteri P. aeruginosa adalah
chloramphenicol, meropenem, linezolide,
dan vancomycin.
Pada penelitian Gonlugur et al, golongan
cephalosporin generasi ketiga telah mengalami resistensi sebanyak 50,8% pada
ceftazidime, 84,2% pada ceftriaxone dan
75,4% cefotaxime8. Beberapa penelitian lain juga didapatkan meropenem sensitif 100%, sesuai dengan hasil penelitian (89%).9, 10
Pola kepekaan Acenitobacter spp di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada table 5 berikut.
Tabel 5 Pola kepekaan Acenitobacter spp beberapa antibiotik Antibiotik Sensitif Resisten Persentase (%) Persentase (%) Ampicilin 0 100 Cefotaxime 11 89 Ceftazidine 32 68 Ceftriaxone 20 80 Amoxycilin+ Asam klafulanat 0 100 Chloramphenicol Cephalotin 0 100 100 0 Ciprofloxacin 44 56 Cotrimoxazole 47 53 Oxacillin 0 100 Meropenem 92 8 Tobramicyn Ticarcillin+asam klafulanat Ticarcillin 71 23 25 39 77 75 Tetracyclin 44 56 Vancomycin linezolide 100 100 0 0 Dari tabel 5 bakteri Acenitobacter spp didapatkan telah mengalami resistensi (100%) terhadap penicillin dan
chloramphenicol. Tennant et al
melaporkan bahwa antibiotik meropenem masih bersifat sensitif (82,7%) terhadap
Acinetobacter spp, hal ini sesuai dengan
penelitian didapatkan sensitivitas
meropenem 92%.11 Sedangkan penelitian Machado didapatkan hasil resisten yaitu
ceftazidime 34% dan ceftriaxone 26%.12
Pola kepekaan S. aureus di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
153 Tabel 6 Pola kepekaan S. aureus terhadap
beberapa antibiotik Antibiotik Sensitif Resisten Persentase (%) Persentase (%) Ampicilin 20 60 Amoxycillin + asam klafulanat 75 25 Cefotaxime 50 50 Ceftazidine 37 63 Ceftriaxone Cephalotin 45 40 55 60 Cefuroxime sodium 55 45 Ciprofloxacin 20 80 Cotrimoxazole 25 75 Meropenem 54 46 Gentamycin 0 100 Ticarcillin 0 100 Ticarcillin + Asam klafulanat 50 50 Tobramycin Vancomicyn Linezolide 50 100 100 50 0 0 Pola sensitivitas S. aureus terhadap beberapa antibiotka didapatkan hasil yang bervariasi pada penelitian ini. Antibiotik
cefotaxime, pada penelitian didapatkan
masih sensitif 100%. Sensitivitas antibiotik
ceftazidine dan ceftriaxone didapatkan
sudah resisten 100%.7 Sedangkan dalam penelitian lainnya antibiotik ini telah resisten 60,2% untuk ceftazidine.13
Pada penelitian ini, didapatkan sensitivitas
meropenem 54% terhadap S. aureus, hal
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Simon melaporkan sensitivitas
meropenem 98,1%.13
Pola kepekaan E. coli di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7 Pola kepekaan E. coli terhadap beberapa antibiotik Antibiotik Sensitif Resisten Persentase (%) Persentase (%) Levofloxacin 67 33 Amoxycillin+ asam klafulanat 0 100 Cefotaxime 50 50 Ceftazidine 67 33 Ceftriaxone 57 43 Cefuperazone + Sulbactam 0 100 Cefuroxime sodium 25 75 Cephalotin 0 100 Chloramphenicol 0 100 Ciprofloxacin 33 67 Cotrimoxazole 40 60 Meropenem 88 12 Gentamycin 50 50 Ticarcillin+asam klafulanat Ticarcillin 50 50 50 50 Tobramycin 100 0 Vancomycin 0 100
Hasil penelitian ini agak beberbeda dengan hasil penelitian lain. Penelitian Jyothsna et
al sensitivitas E. coli pada sampel sputum
didapatkan antibiotik cefotaxime, cefoparazone dan ceftriaxone masih sangat
sensitif 100%. Sementara pada hasil penelitian terdapat sedikit perbedaan yaitu
cefotaxime sensitif 50% dan ceftriaxone
67%7. Penelitian Cai et al juga didapatkan hasil bahwa meropenem masih sensitif terhadap bakteri E. coli. Hasil penelitian terhadap antibiotik meropenem ini bersifat sensitif (88%).14
Pola kepekaan S. pneumonia di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada tabel 8 berikut.
154 Tabel 8 Pola kepekaan S. pneumonia
terhadap beberapa antibiotik Antibiotik Sensitif Resisten Persentase (%) Persentase (%) Amoxycilin+asam klafulanat Ampicilin 0 0 100 0 Cefotaxime 40 60 Ceftazidine 50 50 Ceftriaxone 33 67 Eritromycin 100 0 Cefuroxime sodium 100 0 Clindamicyn 100 0 Chloramphenicol 100 0 Ciprofloxacin 20 80 Cotrimoxazole 0 100 Meropenem 80 20 Gentamycin 100 0 Tetracycline 25 75 Ticarcillin + Asam klafulanat 0 100 Tobramycin 0 100 Vancomicyn Levofloxacin Linezolide 100 100 100 0 0 0 Penelitian Ewig et al juga menyebutkan golongan cephalosporin resisten 31% terhadap S. pneumonia.15 Pada penelitian lainnya didapatkan ceftriaxone sensitif 71%. Meropenem masih sangat sensitif terhadap bakteri S. pneumonia.16,17 Tetraxycline pada penelitian ini tingkat
sensitivitasnya 25% hal ini hampir serupa dengan penelitian Akpan bahwa tingkat sensitivitas yang rendah (18%) terhadap S.
pneumonia.19 Antibiotik ampicillin, tobramycin, cotrimoxazole, dan ticarcillin + asam klafulanat telah resisten (100%).
Antibiotik eritomycin, linezolide, levofloxacin, dan vancomycin merupakan
antibiotik dengan sensitivitas sangat tinggi (100%).
Pola kepekaan Protesus sp di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada tabel 9 berikut.
Tabel 9 Pola kepekaan Proteus sp
terhadap beberapa antibiotik Antibiotik Sensitif Resisten Persentase (%) Persentase (%) Ampicilin 0 100 Amoxycillin + asam klafulanat 100 0 Cefotaxime 0 100 Ceftazidine 50 50 Ceftriaxone 40 60 Clindamicyn 0 0 Cephalotin 50 50 Chloramphenicol 33 67 Ciprofloxacin 67 33 Cotrimoxazole 25 75 Meropenem 80 20 Gentamycin 0 0 Tetracycline 33 67 Ticarcillin + Asam klafulanat Ticarcilin Levofloxacin Tobramycin 25 20 50 50 75 80 50 50
Dari tabel 9 dapat dilihat hanya meropenem dan amoxycilin+asam klafulanat yang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi (100% dan 80%), hal ini sesuai dengan penelitian Okesola dan Oni bahwa
amoxycilin+asam klafulanat sensitif (75%)
terhadap bakteri Proteus sp.20
Pola kepekaan M. cattarhalis di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dapat dilihat pada table 10 berikut.
Tabel 10 Pola kepekaan M. cattarhalis terhadaperapa beb antibiotik Antibiotik Sensitif Resisten Persentase (%) Persentase (%) Ceftazidine 0 100 Ceftriaxone 0 0 Cefuroxime sodium 0 100 Cephalotin 0 0 Chloramphenicol 0 0 Ciprofloxacin 0 0 Cotrimoxazole 0 100 Meropenem 100 Tobramycin 0 0
155 Dari tabel di atas tampak jelas bahwa
antibiotik ceftazidine, cefuroxime sodium dan cotrimoxazole telah resisten 100%. Hal ini jauh berbeda menurut penelitian Leszczyńska et al yang diperoleh sensitivitas cefaclor (99%), cefuroxime (94%), cefotaxime (100%), ciprofloxacin (100%), tetraxycline (91%), cotrimoxazole (93%) dan erythromycin (93%)21. Peneliti lain melaporkan sama dengan penelitian ini bahwa antibiotik meropenem masih sangat sensitif 100% terhadap M. cattarhalis.22
Kesimpulan
1. Kuman penyebab infeksi paru non tuberkulosis adalah Klebsiella pneumonia sebanyak 66 pasien (38,6%)
diikuti oleh Pseudomonas aeruginosa 31 pasien (18,1%) dan Acenitobacter
spp 31 pasien (18,1%).
2. Meropenem adalah antibiotik yang sangat sensitif terhadap semua jenis bakteri penyebab infeksi paru non tuberculosis.
3. Antibiotik golongan cephalosporin
menunjukkan resistensi yang cukup tinggi setelah diujikan pada semua jenis bakteri penyebab infeksi paru non tuberkulosis. Dari rata-rata hasil seluruh uji sensitivitas terhadap semua jenis bakteri, resistensi cephalosporin
mencapai 64,3%, hanya sensitif 32,2%. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap profil dan pola kuman dari pasien infeksi paru non TB rawat jalan dan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin.
2. Sebaiknya penelitian kepekaan kuman terhadap antibiotik dapat dilakukan secara rutin, agar dapat menjadi bahan acuan para klinisi dalam pengobatan awal infeksi paru non tuberkulosis mengingat kepekaan kuman terhadap antibiotik dapat berubah setiap saat.
Daftar Pustaka
1. Alsagaff H, Wibisono MJ, Winariani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2004 : 131-139.
2. Depkes RI. Pola Penyakit 50 Peringkat Utama di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2004. Jakarta : Depkes RI. 2005.
3. Lina, Kuman-kuman Penyebab Infeksi Paru di Laboratorium Mikrobiologi FK- Unand Padang. Universitas Andalas : Padang. 2004 : 7-13.
4. Wenzel PR. Edmond MB. Managing Antibiotic Resistance. New England Journals of Medicine. 2002. 343 : 1961-1963.
5. Widodo J, Pohan HT. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta : Pusat Informasi Dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2004 : 42-49.
6. Ahmad S. Al-Juaid NF. Alenzi FQ. Mattar EH. Bakhee OE. Klebsiella pneumonia In Military Hospital of Saudi Arabia. J College of Pakistan Doctor and Surgeon. 2009. 19 (4) : 264-265.
7. Jyothsna K. Madhavi S. Rama RMV. Antibiotic Susceptibility Pattern Of Bacterial Pathogens To Third Generation Cephalosporins. J Der Pharmacia Sinica. 2011. 2 (6) : 143-148.
8. Gonlugur U. Bakici MZ. Akkurt I. Efeoglu T. Antibiotic Susceptibility Patterns among Respiratory Isolates Of Gram Negative Bacilli In A Turkish University Hospital. J BMC Microbiology. 2004. 4 (32) : 1471-1476. 9. Hoban JD. Biedenbach JD. Mutnick AH.
Jones RN. Pathogen Of Occurrence And Susceptibility Patterns Associated With Pneumonia In Hospitalized Patients In North America : Results Of The Sentry Antimicrobial Surveillance Study. J Diagnostic Microbiology & Infectious Disease. 2003. 45 (4) : 279-285.
10. Chin YW. Loh LC. Wong TF. Mutallif AR. Sputum Bacteriology and In vitro Antibiotic Susceptibility in Hospitalized Patients with Community Acquired Pneumonia In A State Tertiary Referral Hospital-A Retrospective Study. J IeJSME. 2007. 1 (2) : 74-79.
11. Tennant I. Harding H. Nelson M. Green RK. Microbial Isolated From patients In an Intensive Care Unit and Associated
156 Risk Factor. J West Indian Journals.
2005. 54 (4) : 148-151.
12. Machado GM. Lago A. Riccardi SR. Fuentefria. Bopp D. Occurrence And The Susceptibility To Antimicrobial Agents In Pseudomonas Aeruginosa And Acenitobacter Sp At A Tertiary Hospital In Southern Brazil. J Braseileira Journal de Medicina Tropical. 2011. 44 (2) : 168-172.
13. Simon LM. Junie LM. Homorodean D. Antimicrobial Resistance of Staphylococcal Strains Isolated from Various Pathological Products. J Romania of Medicine. 2010. 27 (4) : 74-80.
14. Cai XF. Sun JM. Bao LS. Li WB. Distribution And Antibiotic Resistance Of Pathogens Isolated From Ventilator Associated Pneumonia Patients In Intensive Care Unit. J World Emerg Med. 2011. 2 (2) : 117.
15. Ewig S. Ruiz M. Torres A. Marco F. Martinez JA. Sanchez M. Pneumonia Acquired in the Community through Drug-Resistant Streptococcus pneumoniae. J Am Respir. Crit. Care Med. 2000. 159 (6) : 1835-18.
16. Daka D. Loha E. Giday A. Streptococcus pneumonia and Antimicrobial resistance, Hawassa Referral Hospital, South
Ethiopia. J Medical Laboratory and Diagnosis. 2011. 2 (3) : 27-30.
17. Spangler SK. Jacobs MR. Appelbaum PC. Susceptibilities of 177 Penicillin-Susceptible and Resistant Pneumococci to FK 037, Cefpirome, Cefepime, Ceftriaxone, Cefotaxime, Ceftazidime, Imipenem, Biapenem, Meropenem, and Vancomycin. J Antimicrob Chemother. 2004. 38 (2) : 898-900.
18. Akpan MM. Itah AY. Akinjogunla OJ. Eshiet UM. Antibiotic Susceptibility Profile of Bacteria spp. Isolated from Patient Sputum. J. Arch. Appl. Sci. Res. 2011. 3 (4) : 179-185.
19. Okesola AO. Oni AA. Antimicrobial Resistance among Common Bacterial Pathogens in South Western Nigeria. J American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 2009. 5 (3) : 327-330.
20. Leszczyńska K. Jakoniuk P. Sacha PT. Zalewska M. Wieczorek P. Susceptibility of Branhamella Catarrhalis to Antibiotics. J Med Dosw Mikrobiol. 2004. 56 (2) : 31-7.
21. Henley ME, Welsh CH. Current Diagnosis and Treatment in Pulmonary Medicine. New York : McGraw-Hill Companies Inc. 2003 : 230-231.