• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dan Bahan Pengendali Dalam Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum P.V. Tabaci E.F Smith) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kaca.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dan Bahan Pengendali Dalam Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum P.V. Tabaci E.F Smith) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kaca."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN BAHAN PENGENDALI

DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI

(Ralstonia solanacearum

p.v.

tabaci

E.F Smith) PADA

TANAMAN TEMBAKAU DI RUMAH KACA

SKRIPSI

Oleh :

DIAN NOPITASARI 040302017

HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN BAHAN PENGENDALI

DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI

(Ralstonia solanacearum

p.v.

tabaci

E.F Smith) PADA

TANAMAN TEMBAKAU DI RUMAH KACA

SKRIPSI

Oleh :

DIAN NOPITASARI 040302017

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperolah Gelar Sarjana Di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Ir. Lahmuddin Lubis, MP) (Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

(4)

ABSTRAK

(5)

RIWAYAT HIDUP

DIAN NOPITASARI, lahir di Aek Kanopan, kabupaten Labuhan Batu, pada tanggal 30 November 1985. Anak ke-3 dari 5 bersaudara, puteri dari Ayahanda Drs. P. Erdyanto dan Ibunda Almarhumah Heriani.

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1998 tamat dari SD Negeri 050657 Stabat 2. Tahun 2001 tamat dari SLTP Negeri 1 Stabat 3. Tahun 2004 tamat dari SMA Negeri 1 Stabat

4. Tahun 2004 masuk Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, melalui jalur SPMB.

Pengalaman Kegiatan Akademis

1. Tahun 2004 2008 menjadi anggota Komunikasi Muslim HPT (Komus HPT)

2. Tahun 2006 2008 menjadi asisten di Laboratorium Mikologi dan Bakteriologi

3. Tahun 2007 menjadi Seksi Bidang Pendidikan di Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN)

4. Tahun 2007 2008 menjadi asisten di Laboratorium Pestisida dan teknik Aplikasi

5. Tahun 2008 menjadi asisten di Laboratorium Pengendaliaan Hayati

6. Tahun 2008 menjadi asisten di Laboratorium Identifikasi Organisme Pengganggu Tanaman

(6)

8. Tahun 2008 mengikuti seminar Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Sumatera Utara di Fakultas Pertanian USU, Medan, 15 Maret 2008.

9. Tahun 2008 mengikuti acara Research Days di Seminar Ilmiah sebagai Peserta The Flowering of Reseacrch and Innovation in Agriculture Medan 23 Mei 2008, D.H. Penny Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

10. Tahun 2008 mengikuti seminar Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional FP USU Motivation Training .

11. Tahun 2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juni sampai Juli di PTP Nusantara IV, Bahbutong, Kecamatan Sidamanik, kabupaten Simalungun.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN BAHAN PENGENDALI DALAM MENGENDALIKAN

PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum

p.v.tabaci E.F Smith) PADA TANAMAN TEMBAKAU DI LAPANGAN yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapakan terimakasih kepada Bapak Ir.Lahmuddin Lubis, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT .. i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Biologi Tanaman Tembakau... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Tanah ... 8

Iklim ... 9

Biologi Penyakit Layu Bakteri... 9

Daur Hidup Penyakit... 13

Gejala Penyakit ... 14

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit... 16

Pengendalian Penyakit ... 16

Pupuk Organik... 17

Bahan Pengendali... 20

Bio PF... 20

Serai... 21

Agrept 20 WP ... 21

BAHAN DAN METODE... 23

Tempat dan Waktu Penelitian... 23

Bahan dan Alat... 23

Bahan ... 23

Alat ... 23

(9)

Pelaksanaan Penelitian... 25

Survey Pendahuluan... 25

Penyediaan Bahan Tanaman ... 25

Pemeliharaan... 26

Pembuatan Ekstrak Serai ... 26

Aplikasi Pupuk Organik dan Pemupukan ... 27

Pelaksanaan Inokulasi... 27

Aplikasi Bahan Pengendali ... 28

Peubah Amatan... 29

Persentase Serangan Penyakit... 29

Tinggi Tanaman... 29

Jumlah Daun ... 29

Produksi daun Tembakau kering... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Hasil ... 30

Persentase Serangan Penyakit... 30

Tinggi Tanaman... 32

Jumlah Daun ... 35

Produksi Tembakau ... 37

Pembahasan ... 40

Persentase Serangan Penyakit... 40

Tinggi Tanaman... 45

Jumlah Daun ... 49

Produksi daun Tembakau kering... 54

KESIMPULAN ... 58

Kesimpulan... 58

Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Persentase SeranganRalstonia solanacearum

(%)... 30 Tabel 2. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)

Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum

(%)... 31 Tabel 3. Rataan Persentase SeranganR. solanacearum(%) ... 32

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P)

Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm) ... 33 Tabel 5. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)

Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm) ... 33 Tabel 6. Rataan Tinggi Tanaman (cm)... 34 Tabel 7. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P)

Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai) ... 35 Tabel 8. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)

Terhadap Rataan Jumlah Daun (Helai). ... 36 Tabel 9. Rataan Jumlah Daun (Helai) ... 37 Tabel 10. Pengaruh Pupuk Organik (P)

Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)... 38 Tabel 11. Pengaruh Bahan Pengendali (T)

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. BakteriRalstonia solanacearum ... 12

Gambar 2. Biakan BakteriRalstonia solanacearum... 13

Gambar 3. Batang yang TerserangRalstonia solanacearum... 15

Gambar 4. Tanaman yang TerserangRalstonia solanacearum... 15

Gambar 5. Histogram Pengaruh Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)... 41

Gambar 6. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)... 43

Gambar 7. Histrogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Bahan Pengendali Terhadap Persentase SeranganR. solanacearum ... 44

Gambar 8. Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm) ... 46

Gambar 9. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)... 47

Gambar 10. Histrogram Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)... 49

Gambar 11. Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)... 50

Gambar 12. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)... 52

(12)

(g/tanaman)... 55 Gambar 15. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan Perlakuan... 62 Lampiran 2. Bagan Penelitian ... 63 Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Tembakau Deli

(Nicotiana tabacumL.)... 64 Lampiran 4. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan II ... 65 Lampiran 5. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan III ... 68 Lampiran 6. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan IV dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan IV ... 71

Lampiran 7. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum( % )Tanaman Tembakau Deli Pengamatan V dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan V... 74

Lampiran 8. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan VI dan

Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan VI ... 78

Lampiran 9. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(% )Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan VII dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

(14)

Tembakau Deli Pengamatan VIII dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan VIII... 86

Lampiran 11. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan IX dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan IX ... 90

Lampiran 12. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum( %)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan X dan

Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan X... 94

Lampiran 13. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan XI dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan XI ... 98

Lampiran 14. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan XII dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan XII... 102

Lampiran 15 Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan I dan Daftar Analisis Sidik Ragam. ... 106 Lampiran 16. Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan II dan Daftar Analisis Sidik Ragam... 108 Lampiran 17 Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan III dan Daftar Analisis Sidik Ragam ... 110 Lampiran 18. Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan IV dan Daftar Analisis Sidik Ragam. .... 112 Lampiran 19 Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan V dan Daftar Analisis Sidik Ragam... 114 Lampiran 20. Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan VI dan Daftar Analisis Sidik Ragam ... 116 Lampiran 21. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan I dan Daftar

(15)

Lampiran 22. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli (Helai) Pengamatan II dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 119 Lampiran 23. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan III dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 120 Lampiran 24. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai ) Pengamatan IV dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 122 Lampiran 25. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan V dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 124 Lampiran 26. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan VI dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 126 Lampiran 27. Rataan Produksi Daun Tembakau (g/tanaman) dan

Daftar Analisis Sidik Ragam... 128 Lampiran 28. Foto Penelitian ... 130 Lampiran 39. Data Klimatologi Harian Daerah Sampali

(16)

ABSTRACT

(17)

ABSTRAK

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tembakau Deli pertama kali ditanam Jacobus Neinhuisys pada 1867. Perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda, ketika itu bekerja sama dengan Kesultanan Deli untuk mengembangkannya. Hasil panen tembakau, mulanya dipasarkan di Eropa, tepatnya di pasar lelang Amsterdam-Rotterdam, Belanda. Namun, kini dipasarkan di Bremen, Jerman (Anonimus, 1999).

Sebelumnya usaha penanaman tembakau ini gagal dan mengalami kerugian cukup besar. Kemudian ada yang menyatakan bahwa Deli adalah dataran rendah yang berawa-rawa yang sebagaian besar ditutupi hutan-hutan primer. Dari sini J. Neinhuisys tertarik dan merasa usahanya akan berhasil dan meminta bantuan biaya dari tuan P. van Arend (Anonimus, 1999).

Di dunia pertembakauan internasional, Indonesia telah terkenal karena jenis tembakau cerutu ini. Sebab sejak 2,5 abad yang lalu, Indonesia sudah mengekspor jenis tembakau ini.Tembakau deli termasuk jenis tembakau pembukus cerutu terbaik bukan di Indonesia saja tetapi di seluruh dunia. Tembakau deli memiliki ciri khas yang tidak didapatkan pada jenis tembakau lainnya, yaitu tipis dan elastis dengan warna yang terang menyala. Hal ini karena keadaan iklim dan tanah yang sesuai untuk tipe tembakau pembungkus. Selain itu juga ada jenis tembakau besuki dan vorstenlanden yang juga diminati pabrik-pabrik rokok cerutu di Eropa sebagai pembalut dan pengisi (Anonimus, 1993a).

(19)

tembakau deli. Berdasarkan laporan penelitian yang diterbitkan pada tahun 1905 telah ditanam tembakau sumatera di Italia, Brazil, perusahaan Suerdieck Chharutos di kota Bahia, dengan produktivitas yang sangat tinggi, namun mutu yang dihasilkan belum bisa mengimbangi mutu tembakau sumatera yang ditanam di daerah Deli. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh perusahaaan perkebunan tembakau di Jawa (PTPN-X). Namun rasa dan aroma tembakau tersebut belum bisa mengimbangi tembakau deli (Anonimus, 1999).

Tingkat produktivitas tembakau Deli, yang merupakan pembungkus cerutu terbaik di dunia, ternyata semakin anjlok dari tahun ke tahun. Penurunan itu disebabkan beragam dimana salah satunya adalah serangan penyakit layu bakteri. Selain itu juga menurunnya kesuburan tanah, pengambilalihan lahan oleh masyarakat, serta seringnya perkiraan iklim yang kurang tepat, curah hujan yang kian berkurang. Produktivitas tembakau deli hanya sekitar 270 kg/hektar dari 700 kg/ha. Pada zaman Belanda, produktivitas sekitar 1.000- 1.200 Pada bulan Juni tahun 2005 tembakau Deli di Bremen, Jerman, sekitar 1.500-2.000 ton (Anonimus, 2005).

Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi Tembakau Deli di antaranya karena penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri (Ralstonia solanacearum p.v tabaci E.F Smith). Pada tahun 1994, Tembakau Deli yang layu karena bakteri tersebut mencapai 13,5% - 53,8% (Anonimus, 2004).

(20)

secara biologis yang masih dicobakan selama ini adalah penanaman Mimosa invisa sebelum penananaman (Erwin, 2000).

Berbagai pengendalian di atas ternyata tidak mampu mengurangi serangan penyakit layu bakteri ini pada tanaman tembakau. Hal ini dapat terlihat dari berbagai Data yang disebutkan di atas tidak mampu mengurangi kehilangan hasil atau penurunan produksi pada tanaman tembakau.

Pengendalian hayati yang selama ini sering dibicarakan menjadi hal yang menarik untuk dicobakan. Pengendalian hayati merupakan aplikasi agens hayati terhadap penyakit bakteri patogen tanaman pada umumnya bertujuan untuk membatasi pertumbuhan dan aktivitas pada permukaan tanaman menggunakan bakteri yang bersifat antagonis terhadap patogen. Salah satunya adalah Pseudomonas flourecens (HabazardanRivai, 2004).

Penggunaan bahan-bahan pengendali kimia yang selama ini sering dilakukan ternyata dapat menimbulkan pencemaran. Sehingga alternatif bahan pengendali lainnya dilakukan guna mencegah pencemaran yang lebih lanjut. Misalnya penggunaaan bahan-bahan nabati seperti ekstrak serai yang akan dicobakan dalam penelitian ini.

(21)

Berhubungan dengan uraian di atas, maka untuk mengetahui lebih lanjut dalam menekan serangan penyakit layu ini maka perlu diadakan suatu penelitian untuk mengendalikan penyakit ini, tetapi hal ini masih dilakukan di rumah kaca.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik dan bahan pengendali lainnya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanaceraump.v.tabaciE.F. Smith).

Hipotesa Penelitian

1. Penggunaan beberapa bahan pengendali efektif dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearump.v.tabaciE. F. Smith).

2. Penggunaan pupuk organik dapat mengaktifkan mikroorganisme di dalam tanah dan efektifitas mikroorganisme.

3. Interaksi antara pupuk organik dan bahan pengendali efektif dalam menekan perkembangan bakteriRalstonia solanacearump.v.tabaciE. F. Smith.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memeproleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacumL.)

Tanaman tembakau Deli adalah jenis tanaman yang solanaceae tetapi merupakan tanaman perkebunan. Adapun sistematika tanaman Tembakau adalah sebagai berikut:

Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Persontae Familia : Solanaceae Subfamilia : Nicotianae Genus : Nicotiana

Spesies :Nicotiana tabacum

(Matnawi, 1998).

Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika tanaman tumbuh bebas pada tanah yang subur dan bukan berasal dari bibit cabutan. Tanaman dari bibit cabutan terkadang mengalami gangguan kerusakan akar. Jenis akar tunggang pada tanaman tembakau yang subur terkadang dapat tumbuh sepanjag 0,75 m. Selain akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut dan bulu-bulu akar. Pertumbuhan akar yang lurus, berlekuk, baik pada akar tunggang maupun pada akar serabut. Banyak sedikitnya perakaran tergantung pada berbagai macam faktor. Bila pengolahan tanah baik, akar adventif terdapat pada kedalaman 1 cm-30 cm. Akar tumbuh terbanyak pada kedalaman lapisan tanah 15-20 cm dari permukaan tanah atas (top soil) (Matnawi, 1998).

(23)

karena tanaman mempunyai sifat etiolasi. Batang ada yang bercabang, Biasanya, tanaman tembakau akan bercabang apabila bagian titik tumbuhnya terputus (mengalami gangguan saat memasang ajir), sehingga merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru. Apabila bagian batang dibelah di dalamnya terdapat empelur (Matnawi, 1998).

Daun tembakau sangat bervariasi, ada yang berbentuk ovalis, obolongus,

orbicularis, dan ovatus. Daun-daun tersebut mempunyai tangkai yang menempel langsung pada bagian batang. Jumlah daun yang dapat dimanfaatkan (dipetik) dalam setiap batangnya dapat mencapai 32 helai daun. Ukuran besar kecilnya daun dan tebal tipisnya berbeda-beda, tergantung jenis daun dan varietas yang ditanam, kesuburan tanh dan pengolahan (Matnawi, 1998).

Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai, masing-masing seperti terompet dan mempunyai bagian sebagai berikut.

1. Kelopak bunga 2. Mahkota bunga 3. Bakal buah

4. Kepala putik (Anonimus, 1993).

(24)

Syarat Tumbuh

Tanah

Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil dari pelapukan batuan dan bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang merupakan medium dari pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari faktor iklim, bahan induk, bentuk wilayah dan waktu pembentukan tanah (Hasibuan, 2005).

Tipe tanah yang berstruktur remah, sedikit berpori, pasir halus (tanah ringan) dengan aerasi yang baik lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Tekstur tanah alluvial liat berpasir adalah tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tembakau deli. pH tanah yang baik adalah sekitar 5-6. Tanaman tembakau baik tumbuh pada ketinggian ± 145 m di atas permukaan laut (Matnawi, 1998).

(25)

Iklim

Curah hujan yang dibutuhkan untuk tembakau cerutu menghendaki kisaran curah hujan berkisar antara 1500 mm-2000 mm/tahun. Artinya untuk setiap tahunnya, areal yang akan ditanam tembakau tersebut harus mendapat siraman air hujan sebanyak 1500-2000 mm/tahun. Hal ini dapat dimengerti dengan setiap m2pada areal tersebut mampu memperoleh air hujan sebanyak 1,5 m3- 2m3/tahun (Matnawi, 1998).

Dalam penanaman tembakau cerutu mulai pengolahan tanah sampai pemetikan daun yang diinginkan dibutuhkan ± 4 bulan kering. Jenis tembakau cerutu biasanya dipetik pada waktu awal musim hujan, sedangkan pengolahan lahan dan penanaman diusahakan pada saat misim kemarau (Matnawi, 1998).

Suhu optimum tembakau yang dikehendaki adalah 270C atau berkisar antara 220 C-330 C. Tanaman tembakau yang ditanam dibawah atau diatas batas suhu tersebut akan terganggu pertumbuhannya. Sedangkan kelembaban udara yang dikehendaki adalah 62 % sampai dengan 85 % (Matnawi, 1998).

Biologi Penyebab Penyakit

R. solanacearum (Yabuuchi et al., 1995) syn. R. solanacearum

(26)

homologi rRNA grup II Ralstonia. Menurut Yabuuchi et al. (1995), semulaRalstonia

diusulkan ke dalam kelompok genus Burkholderia dan selanjutnya diusulkan kembali menjadi kelompok genus Pseudomonas. Bakteri Rs merupakan spesies yang kompleks karena mempunyai keragaman fenotipik dan genotipik yang cukup tinggi. Rs dikelompokkan ke dalam lima biovar berdasarkan ciri-ciri biokima dan lima ras berdasarkan kisaran tanaman inangnya. Secara fenotipik, saat ini dilaporkan paling sedikit terdapat dua kelompok besar strain bakteri Rs menurut analisis RFLP dan untai gen 16S rDNA. Berdasarkan analisis filogeni urutan nukleitida 16S rDNA dan hibridisasi rRNA-DNA oleh Yabuuciet al. (1995)Burkholderia solanacearumdiubah menjadiRalstonia solanacearum(Yabuuci,et al.,1995).

R. solanacearum adalah bakteri yang menyebabkan penyakit pada tanaman yang memiliki kemampuan menyerang jaringan xylem pada tanaman dan menyebabkan penghambatan transportasi air dan unsur hara lainnya. Selama 80 tahun, patogen layu bakteri tergolong dalam kelompok genus Pseudomonas Migula. Pada penelitian berikutnya bakteri ini menunjukkan sifat fenotif dan rRNA:DNA hibridisasi bahwa genus tersebut sangat berbeda dari kelompoknya dan terdistribusi dalam lima kelompok. Semua kelompok bakteri yang berpendar pada genus pseudomonas tetap dalam kelompok genus tersebut yang terdiri dari homolog kelompok ke-1 sedangkan bakteri yang sebelumnya tergolong dalam genus yang sama tetapi tidak berpendar dikelompokkan dalam kelompok homolog ke-2 atau ke-3 (Elsayed, 1998).

Penamaan bakteri Ralstonia solanacearum telah mengalami pergantian nama sebelumnya yaitu Bacillus solanacearum (E.F Smith 1896) dari tahun 1896-1914, kemudian berganti menjadiPseudomonas solanacearum dari tahun 1914-1992. Pada tahun 1992-1999 berganti lagi menjadi Burkhoderia

(27)

Ralstonia solanacearum (Yabuchi et. All 1995) dari tahun 1995 sampai sekarang (Elsayed, 1998).

Ralstonia solanacearum berbentuk batang lurus atau agak melengkung, berukuran 0,5-1,0 x 1,5-5,0 um, bergerak dengan 1 atau beberapa flagel polar, gram negatif, aerob, metabolisme pernafasan mutlak dengan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Beberapa bakteri dapat bersifat anerob dengan nitrat sebagai akseptor elekron alternatif. Beberapa spesies bakteri bersifat kemolitotrof fakultatif

menggunakan karbondioksida sebagai sumber energi. Spesies ini merupakan penghuni tanah, patogenik pada tanaman (HabazardanRifai, 2004).

Kemolitotrof fakultatif menggunakan sumber energi kimia dan komponen organik sebagai sumber karbon yang utama. Kebanyakan bakteri yang patogenik tergolong dalam tipe ini. Kedua energi dan karbondioksida biasanya merupakan derived dari metabolisme dari komponennya sendiri (Singh, 2001).

Ralstonia syringaep.v. tabaci hanya menginfeksi 2 tanaman saja (tembakauR. solanaceae) dan kedelai dengan kisaran inang serelia, kacang-kacangan, tanaman hias dan pohon buah-buahan.R. solanacearumyang menyerang golongan solanaceae merupakan ras 1 dari 3 ras yang telah ditentukan. R .solanacearum penyebab layu bakteri diklasifikasikan dalam 3 ras berdasarkan jenis inang yang diserang. Ras 1 menyerang solanaceae dan leguminosa. Ras kedua menyerang pisang, ras 3 menyerang tomat dan kentang (HabazardanRifai, 2004).

Bakteri berkembang dengan baik pada suhu 30-350 C dan pH 6,7. Dalam biakan murni bakteri ini menghasilkan enzim pektinmetilesterase (PME),

(28)

mempunyai banyak strain, dengan fatogenisitas yang berbeda, sifat kima, reaksi serologi, dan kepekanya terhadap bakteriofage (Semangun, 2000).

Layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanaceraum menginfeksi lebih dari 200 spesies tanaman yang berbeda. Yang meliputi tomat, kentang, dan tanaman bunga-bungaan. Tidak ada satupun hingga saat ini pemahaman yang baik terhadap bagaimana bekteri ini menginfeksi tanaman hingga mengakibatkan dampak yang buruk (Reinet, 2002).

Gambar1. bakteriRalstonia solanacearum

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.rbgsyd.nsw.gov.au/__data/asset s/image/51661/R._solanacearum_culture.jpg&imgrefurl

Gambar2. Biakan BakteriRalstonia solanacearum

(29)

Daur Hidup Penyakit

Bakteri dapat menginfeksi akar-akar tembakau melalui luka-luka akar yang terjadi sewaktu pemindahan, maupun langsung masuk ke bulu-bulu akar yang sangat muda dengan melarut dinding sel. Infeksi secara langsung lebih banyak terjadi jika populasi bakteri dalam tanah semakin tinggi, Bakteri juga dapat mengadakan infeksi melalui luka-luka yang disebabkan oleh tusukan akar. Tetapi bekteri tidak hanya dapat menginfeksi melalui luka akar tetapi melalui luka pada daun (Semangun, 2000).

Layu yang disebabkan oleh bakteri tergantung oleh temperatur dan kelembaban, kepadatan inokulum, dan tingkat resistensi inang. Bakteri ini dapat menembus akar tembakau. Inokulum dari bakteri ini dibebaskan dari dalam tanah dari akar yang terinfeksi ataupun dari bagian lain yang bertahan di dalam tanah selama bebrapa tahun tanpa adanya inang. Inokulum ini dapat menyebar di dalam tanah, air ataupun dari pemindahan pembibitan (Erwin, 2000).

Umumnya faktor-faktor virulensinya berperan dalam menimbulkan gejala secara kombinasi, seperti gejala penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri ini tidak hanya disebabkan oleh tingginya produksi EPS (Extracelullar Polysacharidae) oleh bakteri tetapi juga karena ada juga hormon dan enzim. Bakteri ini mampu menimbulkan gejala atau mengenfeksi dalam waktu singkat 7-18 jam, dengan konsentrasi tinggi >107/ml

(Habazar

dan

Rifai, 2004).

Gejala Penyakit

Penyakit layu bakteri menyerang pada tanaman muda hingga tanaman yang berada pada saat penanaman. Gejala penyakit ini dapat berupa penghambatan pada empelur hingga terlihat layu, coklat dan akhirnya mati. Berat atau tidaknya serangan tergantung dari banyak tidaknya koloni bakteri dalam jaringan batang tanaman (Anonimus, 1993a).

(30)

mengering dan mejadi seperti selaput. Akhirnya seluruh daun layu, dan tanaman mati. Kalau tanaman yang sakit layu dicabut, tampak bahwa sebagian atau diseluruh akarnya berwarna coklat dan busuk (Semangun, 2000).

Dalam stadium lebih lanjut, tangkai daun yang dipotong melintang kemudian ditekan perlahan-lahan akan keluar lendir berwarna putih kotor yang merupakan kumpulan yang sangat banyak bakteri. Tanda tersebut menunjukan dengan pasti penyakit layu. Pada pemindahan bibit ke lapangan, kalau tanaman ini mendapat infeksi, gejala baru tampak 3-4 minggu sesudah pemindahan bibit. Tetapi jika bibit ternfeksi di persemaian gejala penyakit mulai tampak sesudah beberapa hari dipersemaian, dibedengan. Diduga dalam 3-4 minggu tanaman akan mencapai lapisan tanah yang terparasit, sedangkan lapisan tanah paling atas kurang mengandung bakteri (Erwin, 2000).

Jaringan yang terserang

(31)

Gambar 4. Tanaman yang Terserang Bakteri (R.solanacearum)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit

Sebenarnya penyakit tersebar dan berkembang lebih cepat pada cuaca basah, tetapi gejala yang terjadi kurang jelas. Pada cuaca panas dan kering lebih banyak gejala yang terlihat, sehingga seolah-olah penyakit dibantu oleh cuaca ini. Di Deli penyakit ini banyak terdapat di tanah aluvial dan hanya sedikit pada tanah debu hitam. Pada umunya penyakit timbul lebih berat di tanah-tanah yang kurang subur (Semangun, 2000).

Adanya tumbuhan yang rentan sebelum penanaman tembakau akan meningkatkan populasi bakteri di dalam tanah, sehingga memperberat kerusakan pada tanaman tembakau. Di daerah Deli sehabis ditanamai tembakau lahan ditanami tebu selama 3 tahun, sebelum ditanamai tembakau kembali dan sebelumnya ditanami dengan Mimosa (Semangun, 2000).

Pengendalian Penyakit

(32)

1. Pembibitan atau persemaian diperiksa benar-benar, jangan sampai ada bibit penyakit yang terbawa ke lapangan

2. Mengusahan agar selama tidak ditanamani tembakau, lahan tidak ditumbuhi oleh tumbuhan yang rentan.

3. Pemeliharaan tanah dengan draenase dan penggarapan tanah yang tepat

4. Pemupukan dengan bahan-bahan organik yang menyebabkan berkembangnya mikroba tanah yang dapat mendesak pertumbuhanRalstonia solanacearum

5. Penggunaan seed-tray pada saat pembibitan dengan media bibitan terdiri atas campuran tanah, pasir dan kompos yang disterilkan dengan uap panas.

(Semangun, 2000).

Pupuk Organik

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan bioligi tanah ataupun kesuburan tanah. Untuk pertumbuhan tanaman yang normal tanaman membutuhkan 13 unsur hara yang esensial. Ada berbagai macam jenis pupuk baik buatan ataupun alami yang merupakan pupuk organik. Pada sifat kimiawinya pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik kebanyakan terdiri dari pupuk alam yang fungsinya adalah untuk perbaiki sifat fisik tanah, struktur tanah, sedangkan pupuk buatan fungsinya untuk memperbaiki sifat kimiawi tanah dan menambah kandungan unsur hara di dalam tanah (Hasibuan, 2005).

(33)

dan lain-lain. Berbeda dengan pupuk buatan, pupuk organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Peranan utama pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memperbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah (Hasibuan, 2005).

(34)

serta thiamine, membantu pembentukan butir hijau daun. Kalsium (Ca) merangsang pembentukan bulu-bulu akar, berperan dalam pembuatan protein atau bagian yang aktif dari tanaman. Mangan (Mn) berperan penting dalam mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua. Tembaga (Cu) berperan penting dalam pembentukan hijau daun. Seng (Zincum = Zn) berfungsi dalam pembentukan hormon tumbuh (auxin) dan penting bagi keseimbangan fisiologis. Besi (Fe) penting bagi pembentukan hijau daun (klorofil), berperan penting dalam pembentukan karbohidrat, lemak dan protein (Hasibuan,2005).

Pertanian sekarang ini telah memegang konsep pertanian organik yang paling penting harus mengetahui sifat biologi tanah. Pentingnya peran biologi tanah yaitu meliputi peran jasad hayati dan dekomposisi bahan organik, merangsang pertumbuhan tanaman melalui kemampuan beberapa mikroba, dan menghambat perkembangan patogen tanah yang menyerang tanaman (Hanafiahdkk, 2003).

Pada penelitian Harono (1996). Pengaruh OCF (Organic Compound Fertilizer) terhadap pertumbuhan dan hasil tembakau Kasturi 400 kg/ha baik terhadap tinggi tanaman dan pertumbuhan (Hartono, 1999).

Pupuk organik dapat mendekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di tanah. Pupuk ini juga dapat membantu Nitrit Organik menjadi anorganik seperti Amonium (NH3) atau Nitrat (NO3). Pupuk OCF merupakan pupuk organik yang mengandung C organik, K2O, Mg, Ca, Cu, Co, Mn, Zn, Fe, dan P2O5yang dibutuhkan oleh tanaman (Anonimus, 2006).

(35)

Pemberian pupuk organik berarti menambah unsur-unsur organis yang dibutuhkan oleh tanaman. Penambahan dan pemberian pupuk organik tidak mempengaruhi kemasaman tanah ataupun keadaan pH tanah. Ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan kemasaman tanah. Yaitu hilangnya kation-kation basa dari komplek jerapan koloid tanah, penyerapan kation oleh tanaman, dan pengeruh pemberian pupuk asam atau alkalis pada tanah (Hasibuan2005).

Bahan Pengendali Bio PF

Pseudomonas flourescens adalah bakteri anaerob fakultatif yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. P. flourescens dapat menghasilkan

giberellin yang dapat menanggulangi dormansi, kekerdilan pada tanaman, menginduksi pembungaan, dan merangsang pertumbuhan batang. Inokulasi bakteri ini dapat meningkatkan perkecambahan, dan dapat mengikat Fe sehingga tidak tersedia oleh patogen lain (Syahnen, 2007a)

Virulensi bakteri dalam media bikan tidak akan menurun dalam waktu 24-48 jam. Oleh karena itu penyimpanan di tempat yang baik dan teknik yang benar harus diperhatikan (Machmud, 2001).

(36)

Serai

Pengendalian penyakit tanaman yang selama ini berorentasi terhadap bahan-bahan kimia ternyata selama ini menimbulkan banyak dampak yang negatif. Sebagai usaha dalam mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang beracun berbagai alternatif penggunaan bahan pengendali seperti nabati hingga agen antagonis mulai diusahakan dan dilakukan berbagai penelitian yang diharapkan mampu mengurangi penyakit tanaman. Pada penelitian Nasrun dan Yang Ayuni dalam pengendalian penyakit layu bakteri pada tanaman Nilam menunjukkan bahwa penggunaan serai wangi yang memiliki bahan aktif setronella dan geraniol secara invitro dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri R. solanacearum. Untuk pengendalian lainnya yang menggunakan agensia antagonis yaitu Pseudomonas flourecens

Arwiyanto (1998) menyatakan bahwa Strain bakteri ini dapat menekan penyakit layu bakteri pada tembakau dan kehilangan hasil sekitar 88-92 %. Pada tanaman Nilam dapat menekan kehilangan hasil 95% Nasrun (2005) di rumah kasa sedangkan di lapangan 38-61 % (NasrundanNuryani, 2005).

Ekstrak serai wangi dapat dibuat dengan melakukan pengekstrakan sendiri. Daun serai wangi di haluskan dengan menggunakan alat penghalus seperti blender atau mortal. Hasil yang telah dihaluskan diberi air sesuai dosis anjuran dan diberi 1 gram detergent dan diendapkan selama 1 malam. Tujuan dari pemberia detergent yaitu sebagai perekat dan perata (Sudarmo, 2005).

Agrept 20 WP

(37)
(38)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, PTP Nusantara II. Dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tembakau var.F1-45, pupuk organik Nickerson star, Bio PF,ekstrak serai wangi, Bakterisida Agrept 20 WP, air, tanah topsoil, pupuk NPK.

Adapun alat yang digunakan adalah Hansprayer, meteran, plang nama, label nama, alat tulis, gembor, dan polybag.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu :

1. Factor 1 adalah pupuk ocf (P) P0 : kontrol ( pupuk standard )

P1 : Organik Nickerson star 40 g/tanaman P2 : Organik Nickerson star 60 g/tanaman P3 : Organik Nickerson star 80 g/tanaman

2. Factor 2 adalah Bahan Pengendali yang digunakan (T) T0 : Kontrol

T1 : Bio PF (Pseudomonas flouresens)

(39)

T3 : Bakterisida

Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan.

Adapun perlakuan kombinasi dari penelitian ini yaitu:

P0T0 P1T0 P2T0 P3T0

P0T1 P1T1 P2T1 P3T1

P0T2 P1T2 P2T2 P3T2

P0T3 P1T3 P2T3 P3T3

Jumlah perlakuan = 16

Jumlah ulangan (r) = (t-1) (r-1) 15 (16-1) (r-1) 15 16 (r-1) 15

16r 15 + 15 r 30 : 16

r 1,95

r 3

(Gomez and Arturo, 1995) Jumlah ulangan = 3

Kombinasi perlakuan : 16

Ulangan : 3 blok

Jumlah tanaman perplot : 4 tanaman

Jumlah plot : 48 plot

Jumlah sampel yang diamati : 4 tan/plot Jumlah tanaman seluruhnya : 192 tanaman

(40)

Jarak antar blok : 100 cm Jarak antar polybag : 40x40 cm2 Metode linier yang digunakan adalah:

Yijk = µ + i + j + ( )ij + ijk

Yijk = hasil pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum (rataan)

= Pengaruh (efek) perlakuan ke-I dari faktor P = Pengaruh (efek) perlakuan ke-j dari faktor T

( )ij = Pengaruh interaksi taraf ke-I dari faktor P dan taraf ke-j dari faktor T ijk = Pengaruh galat dari taraf ke-i dan j pada ulangan k

(Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian Survey Pendahuluan

Survey pendahuluan dilakukan dalam menentukan lokasi percobaan di BPTD PT PN II Sampali.

Penyediaan Bahan Tanaman

Penyediaan bahan tanaman ini meliputi penyediaan tanah dan penyediaan bibit. Tanah, sebagai media tanam diberi perlakuan pasteurisasi terlebih dahulu, tanah dibawa ke tempat pemanasan tanah dengan cara memanaskan (mengkukus) pada suhu ±1000 C, selama ± 30 menit. Media yang telah dipanaskan dikeluarkan dari kukusan lalu dikering-anginkan di atas alas plastik di ruangan tertutup selama ± 2 hari. Lalu tanah yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran 25 Kg.

(41)

kemudian benih disebar pada media semai yang telah disediakan. Saat bibit di persemaian telah berumur ± 12 hari bibit dipindah ke plat bibit hingga bibit tanaman berumur 40 hari. Bibit yang telah berumur 40 hari tersebut dipindahkan ke dalam polybag yang telah berisi 1/3 tanah di dalamnya.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan sebanyak 3 kali bila cuaca panas dan 2 kali bila cuaca mendung. Penyiraman dapat dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penyisipan dilakukan pada tanaman yang mengalami kegagalan pertumbuhan (mati). Penyisipan bibit tanaman yang dilakakukan 4 hari setelah tanam sampai tanaman berumur 2 minggu. Tanaman sisipan diberi perlakuan yang sama seperti tanaman yang utama.

Pembuatan Ekstrak Serai

Ekstrak serai yang digunakan adalah ekstrak serai segar yang dibuat melalui olahan sendiri. 10 batang serai dihaluskan dengan penambahan 1 liter ir dan 1 gr detergent, diaduk menjadi 1 larutan, kemudian disaring dan diendapkan selama 1 malam. Aplikasi dilakukan sebanyak 3 kali, dan setiap aplikasi, ekstrak serai yang dipakai adalah yang segar.

Aplikasi Pupuk Organik dan Pemupukan

Aplikasi perlakuan pupuk (P) yang digunakan sebagai berikut:

(42)

- P! : pemberian pupuk organik sebanyak 40 g/tanaman (10 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 20 g/tanaman saat 7 HST dan 10 g/tanaman saat 16 HST)

-P2 : pemberian pupuk organik sebanyak 60 g/tanaman (20 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 20 g/tanaman saat 7 HST dan 20 g/tanaman saat 16 HST)

-P3 : pemberian pupuk organik sebanyak 80g/tanaman (20 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 40 g/tanaman saat 7 HST dan 20 g/tanaman saat 16 HST).

Pelaksanaan Inokulasi

Pelaksanaan inokulasi dilakukan 2 hari setelah tanam (setelah dipindahkan ke dalam polybag) dengan memasukkan suspensi bakteri yang telah disediakan. Suspensi bakteri diambil dari jaringan yang terserang, kemudian cairan yang terdiri dari masa bakteri diencerkan hingga 7 kali pengenceran. Kemudian dengan menggunakan mikropipet pada pengenceran terakhir diambil 10 ml dan diletakkan pada media Nutrient Agar yang telah disediakan. Hasil biakan kemudian diinkubasi pada ruang inkubator selama 48 jam. Di lakukan biakan lagi hingga diperoleh biakan murni dari suspensi bakteri.

Aplikasi Bahan Pengendali

Aplikasi berapa bahan pengendalian (T) dilakukan sebagai berikut: - T0 : tanpa perlakuan bahan pengendali

- T1 : Bio PF diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 10 ml/l air per tanaman

(43)

- T3 : Agrept 20 WP diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 2g/l air/tanaman.

Peubah Amatan :

1. Persentase serangan penyakit.(%)

Pengamatan persentase serangan dilakukan 3 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali. Pengamatan dilakukan pada siang hari yang menunjukkan gejala.Persentase seranggan dengan rumus:

P = x100%

b

aa

(Abadi, 2005).

Dimana P = Persentase serangan

a = Jumlah tanaman yang terserang b = Jumlah tanaman yang sehat 2. Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan 1 minggu setelah penanaman dengan interval pengamatan seminggu sekali.

3. Jumlah daun (helai)

Pengamatan dilakukan seminggu sekali dan dimulai seminggu setelah tanam. 4. Produksi daun tembakau kering

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian pengaruh pemberian pupuk organik dan bahan pengendali dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearump.v. tabaci E.F Smith) pada tanaman tembakau di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Persentase Serangan (%)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap persentase serangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) dapat dilihat pada lampiran 4-14. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Persentase SeranganRalstonia solanacearum (%)

Perla-kuan II III IV V VI Waktu PengamatanVII VIII IX X XI XII

P0 pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

(45)

Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

(46)

Tabel 3. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

2. Tinggi tanaman Tembakau ( cm)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap tinggi tanaman tembakau dapat dilihat pada lampiran 15-20. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.

Perla-kuan II III IV V VIWaktu PengamatanVII VIII IX X XI XII

(47)

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)

Faktor P Waktu Pengamatan (mst)

I II III IV V VI nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap tinggi tanaman tembakau dapat dilihat pada lampiran 15-20. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)

Faktor T Waktu Pengamatan (mst)

I II III IV V VI

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

(48)

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap tinggi tanaman tembakau dapat dilihat pada lampiran 15-20. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap Rataan Tinggi Tanaman (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

(49)

3. Jumlah Daun Tembakau (Helai)

a.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap jumlah daun (helai)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap jumlah daun dapat dilihat pada lampiran 21-26. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)

Faktor P Waktu Pengamatan (mst)

I II III IV V VI

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

(50)

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Jumlah Daun (Helai).

Faktor T Perlakuan

I II III IV V VI nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

c.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap jumlah daun (helai)

(51)

Tabel 9. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap Rataan Jumlah Daun (Helai)

Perlakuan I II Waktu PengamatanIII IV V VI

P0T0

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

4. Produksi Daun Tembakau Kering (g/tanaman)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap produksi daun tembakau kering (g/tanaman)

(52)

Tabel 10. Pengaruh Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman) nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap produksi daun tembakau kering (g/tanaman)

Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap rataaan produksi (g/tanaman) dapat dilihat pada lampiran 27. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)

Perlakuan Rataan Produksi ( g/tanaman)

T0

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap produksi daun tembakau kering (g/tanaman)

(53)

Tabel 12. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

(54)

Pembahasan

1. Persentase Serangan (%)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Dari data pengamatan ke-12 (tabel 1) diperoleh bahwa P0 berbeda sangat nyata terhadap P1, P2 dan juga berbeda sangat nyata terhadap P3. persentase serangan terendah terdapat pada P3 (pupuk organik 80 g/tanaman) yaitu sebesar 4.17% dan persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (kontrol/ pemberian pupuk kimia) karena pemberian pupuk oraganik dapat meningkatkan aktifitas mokroorganisme di dalam tanah, dimana mikroorganisme tersebut diperoleh dari bahan pengendali yang telah diaplikasikan ke dalam tanah. Hal ini sesuai literatur Hasibuan (2005) yang menyatakan bahwa Berbeda dengan pupuk buatan, pupuk organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Peranan utama pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memperbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah.

(55)

yang menyatakan bahwa Berbeda dengan pupuk buatan organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman.

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik sangat berperan dalam mengendalikan penyakit layu bakteri. Persentase serangan pemberian pupuk kimia akan selalu tinggi pada setiap pengamatan dibandingkan perlakuan pupuk organik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.

0.00

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

(56)

sendiri terkandung bakteri Streptomicin. Bakteri tersebut dapat mengendalikan penyakit layu bakteri yang dikenal dengan Ralstonia solanacearum. Perkembangan bakteri penyebab layu bakteri akan terhambat karena kedua bakteri ini mampu mencegah sintesa protein bakteri Ralstonia dan pada beberapa penelitian sebelumnya bahwa bakteri Flourescens sendiri mampu menekan perkembangan bakteriRalstonia

Hal ini sesuai literatur Nasrun dan Nuryani (2005) dan Semangun (2000) yang menyatakan bahwa Untuk pengendalian lainnya yang menggunakan agensia antagonis yaituPseudomonas flourecensArwiyanto (1998) menyatakan bahwa Strain bakteri ini dapat menekan penyakit layu bakteri pada tembakau dan kehilangan hasil sekitar 88-92 %. Pada tanaman Nilam dapat menekan kehilangan hasil 95% Nasrun (2005) di rumah kasa sedangkan di lapangan 38-61 % dan Selain itu penggunaanStreptomicin

yang terkandung dalam Agrept berpengaruh terhadap perkembangan bakteri karena terikat pada ribosom bakteri dan mencegah sintesis protein, pembentukan rantai peptida dan pengenalan triplet-triplet yang normal.

Dari setiap pengamatan sangat terlihat jelas bahwa kontrol selalu memiliki persentase serangan yang sangat tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Perlakuan T2 (Serai Wangi) juga mampu mengendalikan perkembangan penyakit layu hal ini dapat terlihat dari persentase serangan pada pengamatan ke -12 sebesar 27.88 %. Di dalam ekstrak serai wangi terdapat bahan aktif Setronella dan Geraniol yang secara invitro mampu menghambat pertumbuhan koloni bakteri R.solanacearum. Hal ini sesuai literatur Nasrun dan Nuryani (2005) yang menyatakan bahwa Pada penelitian Nasrun menunjukkan bahwa penggunaan serai wangi yang memiliki bahan aktif

setronella dangeraniolsecara invitro dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri

(57)

0

Gambar 6. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali ( T ) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

(58)

yang meyatakan pertanian sekarang ini telah memegang konsep pertanian organik yang paling penting harus mengetahui sifat biologi tanah. Pentingnya peran biologi tanah yaitu meliputi peran jasad hayati dan dekomposisi bahan organik, merangsang pertumbuhan tanaman melalui kemampuan beberapa mikroba, dan menghambat perkembangan patogen tanah yang menyerang tanaman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 7.

0,00

Gambar 7. Histrogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Bahan Pengendali Terhadap Persentase SeranganR. solanacearum

2. Tinggi tanaman Tembakau ( cm)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

(59)

organik 80 g/tanaman) sebesar 73.97 cm dan terendah terdapat pada perlakuan P0 (pemebrian pupuk kimia) sebesar 44.20 cm. Hal ini karena pada perlakuan P0 tanaman telah terserang penyakit layu bakteri sehingga pertumbuhan menjadi terhambat dan akhirnya akan mati. Hal ini disebakan oleh pemberian pupuk organik yang dapat memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kesuburan tanah dengan meningkatnya aktifitas mikroorganisme yang ada di dalam tanah yang merupakan media tumbuh bagi tanaman itu sendiri. Pemberian pupuk kimia sendiri akan mengakibatkan struktur dan tekstur tanah akan semakin padat. Oleh karena unsur hara dalam pupuk organik sangat sedikit tersedia di dalam tanah maka pemberian pupuk organik yang banyak dan berimbang akan meningkatkan kettersediaan hara bagi tanaman. Unsur-unsur hara yang terdapat dalam pupuk organik baik untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Hal ini sesuai literatur Anonimus (2006) Pupuk organic Nickerson Star mengandung 12.21 % C organic, 19.69 % N, 0.22 % P2O5, 0.34 % K20, 4.08 Mg, 1.50 % S, 20.48 Ca, 0.05 % Mn, 0.80 ppm cu, 0.1ppm Zn, 16.6 ppm Fe, dan 20.11 ppm Co.

(60)

0,00

Gambar 8. Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

Pada tabel 5 terlihat data pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap rataan tinggi tanaman. Pada tabel tersebut terlihat perlakuan T0 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T1, T2, dan T3. Tetapi perlakuan T1 tiadak berbeda nyata terhadap perlakuan T3. Rataan tinggi tanaman pada pengamatan 6 mst tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (bio PF) sebesar 69.86 cm dan terendah terdapat pada perlakuan To (tanpa perlakuan) sebesar 49.09 cm. Hal ini karena P. flourescens

yang terkandung dalam bio PF dapat menghasilkan giberellin yang dapat menanggulangi dormansi, kekerdilan pada tanaman, menginduksi pembungaan dan merangsang pertumbuhan batang. Hal ini sesuai literatur Syahnen (2007) yang menyatakanPseudomonas flourescensadalah bakteri anaerob fakultatif yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. P. flourescens dapat menghasilkan

(61)

dapat meningkatkan perkecambahan, dan dapat mengikat Fe sehingga tidak tersedia oleh patogen lain.

Perbedaan yang sangat antara setiap perlakuan dapat terlihat jelas pada gambar 9 di bawah ini.

Waktu Pengamatan (mst)

Ra

Gambar 9. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

(62)

mengaktifkan mikroorganisme terutama P.flourescens yang terdapat di dalam bio PF yang telah di aplikasi ke dalam tanah. Pemberian pupuk organik yang mampu meningkatkan unsur hara di dalam tanah yang sangat terbatas diperoleh dari bahan organik yang tersedia dan juga kombinasi bio PF yang mengandung P. flourescens, mampu menghasilkan hormon giberellin yang dapat membantu dalam proses pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai literatur Hasibuan (2005) dan Syahnen (2007) yang menyatakan bahwa Berbeda dengan pupuk buatan, pupuk organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Peranan utama pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memperbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah dan Pseudomonas flourescensadalah bakteri anaerob fakultatif yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. P. flourescens dapat menghasilkan giberellin yang dapat menanggulangi dormansi, kekerdilan pada tanaman, menginduksi pembungaan, dan merangsang pertumbuhan batang. Inokulasi bakteri ini dapat meningkatkan perkecambahan, dan dapat mengikat Fe sehingga tidak tersedia oleh patogen lain.

(63)

0,00

Gambar 10. Histrogram Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm) 3. Jumlah Daun Tembakau ( Helai)

a.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap jumlah daun (helai)

(64)

0,00

Waktu Pengamatan (mst)

R

Gambar 11. Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)

(65)

bakteri ini dapat meningkatkan perkecambahan, dan dapat mengikat Fe sehingga tidak tersedia oleh patogen lain.

Perbedaan yang sangat antara setiap perlakuan dapat terlihat jelas pada gambar 12 di bawah ini.

0,00

Waktu Pengamatan (mst)

Ra

Gambar 12. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)

c.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap jumlah daun (helai)

(66)

kombinasi P1T3, P2T1, P3T1 karena pemberian pupuk organik yang mampu mengaktifkan mikroorganisme terutama P.flourescens yang terdapat di dalam bio PF yang telah di aplikasi ke dalam tanah.dan Streptomicin yang terkandung di dalam Agrept. Pemberian pupuk organik yang mampu meningkatkan unsur hara di dalam tanah yang sangat terbatas diperoleh dari bahan organik yang tersedia dan juga kombinasi bio PF yang mengandung P. flourescens, mampu menghasilkan hormon

giberellin yang dapat membantu dalam proses pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai literatur Hasibuan (2005) dan syahnen (2007) yang menyatakan bahwa Berbeda dengan pupuk buatan, pupuk organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Peranan utama pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memperbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah dan Pseudomonas flourescensadalah bakteri anaerob fakultatif yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. P. flourescens dapat menghasilkan giberellin yang dapat menanggulangi dormansi, kekerdilan pada tanaman, menginduksi pembungaan, dan merangsang pertumbuhan batang. Inokulasi bakteri ini dapat meningkatkan perkecambahan, dan dapat mengikat Fe sehingga tidak tersedia oleh patogen lain.

(67)

0,00

Gambar 13. Histrogram Jumlah Daun ( helai ) 4. Produksi Tembakau (g/tanaman)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap produksi tembakau (g/tanaman)

(68)

pertumbuhan tanaman yang normal tanaman membutuhkan 13 unsur hara yang esensial. Ada berbagai macam jenis pupuk baik buatan ataupun alami yang merupakan pupuk organik. Pada sifat kimiawinya pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik kebanyakan terdiri dari pupuk alam yang fungsinya adalah untuk perbaiki sifat fisik tanah, struktur tanah, sedangkan pupuk buatan fungsinya untuk memperbaiki sifat kimiawi tanah dan menambah kandungan unsur hara di dalam tanah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 14.

0

Gambar 14. Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman )

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap produksi tembakau (g/tanaman)

(69)

penyakit utama yang dapat menurunkan produksi hal ini sesuai litaratur Anonimus (2004) yang menyatakan Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi Tembakau Deli di antaranya karena penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri (Ralstonia solanacearump.vtabaciE.F Smith). Pada tahun 1994, Tembakau Deli yang layu karena bakteri tersebut mencapai 13.5% - 53.8% . Pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap rataan produksi dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini.

0

Gambar 15. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman )

c.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap produksi tembakau (g/tanaman)

Pada tabel 12 dapat terlihat rataan produksi yang berbeda sangat nyata antara P0T0, P0T1, P0T2, P0T3, P1T0, P2T0, P2T1, P1T1, P1T2, P1T3, P2T2, P2T3, P3T0, P3T1, P3T3. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi P1T3 yaitu sebesar 20.29 g/tanaman, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan P0T0 yaitu sebesar 3.66 g/tanaman. Ternyata perlakuan kombinasi yang baik adalah dengan pemberian pupuk organik dan penggunaan bahan pengendali Agrept 20 WP yang mengandung

(70)

berdampak terhadap produksi akhir tanaman. Untuk lebih jelas dapat dlihat pada

(71)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase serangan penyakit layu bakteri pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P1 = 16.67 % dan tertinggi pada perlakuan P0 = 54.17 %, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T1 dan T3 = 2.33 % dan tertinggi pada perlakuan T0 = 43.75 % dan

2. Persentase serangan pada perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada perlakuan P1T1, P1T3, P2T1, P2T3, P3T1, P3T2, dan P3T3 = 0 % dan tertinggi pada perlakuan P0T0 = 91.67 %.

3. Rataan tinggi tanaman pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 42.2 cm dan tertinggi pada perlakuan P3 = 73.97 cm, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T0 = 49.09 cm dan tertinggi pada perlakuan T1 = 69.86 cm,

4. Rataan tinggi tanaman pada perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 25.44 cm dan tertinggi pada perlakuan P3 T3 = 74.86 cm.

5. Rataan jumlah daun pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 12.92 helai dan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 16.67 helai, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T0 = 12.75 helai dan tertinggi terdapat pada perlakuan T1 dan T3 = 16.58 helai.

(72)

7. Rataan produksi daun tembakau kering pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 8.17 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 = 14.17 g/tanaman, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T0 = 9.29 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada perlakuan T3 = 15.02 g/tanaman.

8. Rataan produksi daun tembakau kering pada perlakuan kombinasi P danT terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 3.66 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada perlakuan P1T3 =20.24 g/tanaman.

Saran

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A.L., 2005. Ilmu Penyakit Tumbuhan III. Bayu Media, Malang, Jawa Tengah. Hlm: 35.

Anonimusa. 1993. Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Tembakau. Panebar Swadaya, Jakarta.Hlm;19, 22 dan 23.

---b. 1993. Bacterial Disease.Availble at

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.rbgsyd.nsw.gov.au/__d ata/assets/image/51661/R._solanacearum_culture.jpg&imgrefurl (Diakses 27 Januari 2008)

---. 1999. Sejarah Tembakau Deli. PTP. Nusantara II ( Persero ), Medan. Hlm: , 11, dan 15.

---.2004.Pengendalian Penyakit Layu Bakteri.Available at

http://209.85.175.104/search?q=cache:1SxT6vxPs24J:www.suaramerdeka.co m/harian/0404/02/dar28. (Diakses 25 Januari 2008).

---. 2005.Akibat Penyakit Layu Batang Tingkat Produktivitas Tembakau Deli Anjlok.Available at

http://209.85.175.104/search?q=cache:WGWd4kSmw98J:kompas.com/kompa s- (Diakses 25 Januari 2008).

---, 2006.Keuntungan Penggunaan Pupuk Organik Nickerson Star Multi Perkasa. PT Nickerson Star Multi Perkasa, Thailand.

Bangun, M.K. 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gomez, K.A., dan Arturo, A. G. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Elsayed, A. S. H., 1998. Evaluation of Procedures for Tagman PCR Detection of Ralstonia Solanacearum in River Water and Sediment and Determine the World Wide.Disertasi. School of Biology New Castle University p. 15-17. Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli

PTP. Nusantara II ( Persero ), Medan. Hlm; 33, 34, 36, 38

Habazar, T. dan F. Rivai. 2004. Bakteri Patogenik Tumbuhan. Andalas University Press, Padang. Hlm 45, 52, 298, 299

Gambar

Gambar1. bakteri Ralstonia solanacearum
Gambar 3. Batang yang terserang bakteri (R.solanacearum) (Erwin,2000).
Gambar 4. Tanaman yang Terserang Bakteri (R.solanacearum)
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap  Rataan PersentaseSerangan Ralstonia solanacearum (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Asam humat adalah zat organik makromolekul polielektrolit, diketahui berkemampuan untuk berinteraksi sangat kuat dengan berbagai logam membentuk kompleks logam

Bahwa kepada IUIPHHK CV Putri Lubay telah diberikan sanksi pembekuan S-LK karena sampai batas waktu yang telah ditetapkan tanggal 07 Maret 2020 tidak ada kesiapan dilakukan

Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana hubungan ukuran ovarium dan diameter oosit terhadap kualitas morfologi oosit dari sapi Bali Timor yang dikoleksi secara

Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk melakukan penelitian untuk dapat mengklasifikasikan tipe substrat dasar perairan dan sumberdaya ikan demersal dengan akurasi yang

Pengawasan yang di lakukan ini di harapakan mampu mencegah dan meminimalkan terjadi bentuk kesalahan yang terjadi , serta usaha segera dapat disungguhan berbagai

Apabila terjadi perselisihan yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan atau penafsiran ketentuan – ketentuan dalam Perjanjian ini tidak dap[at diselesaikan secara musyawarah

[r]

Walaupun dosis terapi sudah disesuaikan dengan luas permukaan tubuh pasien, hasil akhir dari pasien obesitas didapatkan lebih buruk dibandingkan pasien non-obesitas