DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agus Budiarto, Kedudukan Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
Ghalia Indonesia, Bogor. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,
1991.
Bismar Nasution, Metode Penelititan Normatif Dan Perbandingan Hukum
(Makalah Disampaikan Dalam Dialog Interaktif Tentang Penelitian
Hukum Dan Hasil Penulisan Hukum Pada Makalah Akreditasi),
(Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tanggal 18
Februari 2003).
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2001.
Carl I Hovland. “Source of Communication”. Yale University Publicity. 1998 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Raja Grafindo, Jakarta, 2007.
G.H.S. Lumban Tobing, 1999. Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemgang Saham, Forum
Sahabat, Jakarta, 2008.
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1996.
Herlien Budiono, Kompilasi Hukum Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1997
I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, 2002
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2006
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir Dari Perjanjian Buku I, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1995
Man S Sastrawijaya Dan Rai Mantili, Perseroan Terbatas Menurut Tiga
Undang-Undang, Alumni, Bandung, 2008
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Dalam Corporative Law Dan Eksistensinya
Dalam Huku m
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika. Jakarta, 2009.
Indonesia, Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Munir Fuady. “Perseroan Terbatas Paradigma Baru”. Bandung: Citra Aditya
Bhakti. 2002
Nindyo Pramono, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Onong Uchjana Effend, Komunikasi Massa, Remaja Rosda Karya, Bandung,
2003.
Pitlo, Pembuktian dan Kadaluarsa, Intermasa, Jakarta, 1986.
Rachmadi Usman. “Dimensi Hukum Perseroan Terbatas”. Bandung. Alumni 2004
R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,
R.B. Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Disertai Dengan Ulasan
Menurut UU No 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 2001
Rudhi Prasetya, Maatschap Firma dan Persekutan Komanditer, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004.
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Nuansa
Mulia, 2006.
Soerjono Soekanto, Sri Mahmuji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan
singkat, Rajawali Pers, 1995.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: C.V Alfabeta, 2001
PERUNDANG-UNDANGAN
1. Burgerlijk Wetboek, Terjemahan: R.Soesilo dan Pramudji R
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
INTERNET
Otentikasi Dokumen Elektronik Menggunakan Tanda Tangan Digital,
http://www/informatika.org/~rinaldi/Kriptografi/Makalah/Makalah12.pdf>, 2
Desember 2009.
http://www.legalitas.org/artikel/alat/bukti/elektronik/dokumen/elektromik/kedudu
kan/nilai/ derajat/kekuatan/pembuktian/hukum.
BAB III
TINJAUAN MENGENAI KEABSAHAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN RUPS MELALUI
TELECONFERENCE
MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008
A. Pengertian Umum Tentang Teleconference Menurut UU No. 11 Tahun
2008
Sebelum mengulas mendalam dari pertanyaan diatas mengenai keabsahan
Rapat Umum Pemegang Saham yang dilakukan melalui teleconference, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari Teleconference yaitu suatu pertemuan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan melewati telefon atau
koneksi jaringan. Pertemuan tersebut hanya dapat menggunakan suara (audio conference) atau menggunakan video (video conference) yang memungkinkan peserta konferensi saling melihat. Dalam konferensi juga dimungkinkan
menggunakan whiteboard yang sama dan setiap peserta mempunyai kontrol
terhadapnya, juga berbagi aplikasi. Produk yang mendukung teleconference
pertama melalui internet adalah NetMeeting yang dikeluarkan oleh Microsoft.
Suatu pertemuan melalui telekonferensi adalah juga suatu tindakan-hukum
dengan maksud untuk mengadakan suatu rapat (pertemuan) diantara pemegang
saham (Pasal 76 Ayat (4)). Bahwa maksud diadakan RUPS biasanya untuk
memutuskan sesuatu yang didasarkan kepada adanya suatu keputusan
“persetujuan” untuk suatu tindakan hukum tertentu atas nama PT, dimana
terhadap persetujuan ini boleh ditanda-tangani :
2. secara elektronik
Ciri spesifik teleconference yang memiliki nuansa hukum yaitu pertemuan dimaksud harus memiliki dampak atau akibat hukum misalkan pertemuan tersebut
merupakan suatu rapat untuk memutuskan sesuatu, atau teleconference yang dilakukan dalam rangka memberikan suatu keterangan atau kesaksian (misalkan
dalam perkara pidana). Adanya dampak inilah yang membedakan teleconference
biasa dengan teleconference memiliki dampak atau nuansa hukum36
36
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. “Hukum Perusahaan Indonesia”. (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001) hal 27
.
Dalam UU-ITE, pengertian tanda-tangan elektronik adalah suatu tanda
tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentikasi. Aturan lebih lanjut mengenai tanda-tangan elektronik
ini ada dalam Pasal 11 yang mengatur bahwa :
1. Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang
sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
B. Nilai dan Pertimbangan Hukum Diizinkannya Teleconference Sebagai
Sarana Pengambilan Keputusan RUPS Menurut UU ITE
Dengan berlakunya UU-ITE diatur mengenai keabsahan suatu
tanda-tangan elektronik, maka dalam kaitannya dengan RUPS-PT haruslah memenuhi
syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU-ITE agar suatu tanda-tangan
elektronik dalam keputusan RUPS menjadi suatu alat bukti yang sah (menurut
hukum acara perdata Indonesia). Namun hingga tulisan ini dibuat, ke-absahan
suatu tanda-tangan elektronik masih harus menunggu Peraturan-Pemerintah
sebagaimana disyaratkan pada Pasal 11 Ayat (2), oleh karenanya kami
berpendapat bahwa penggunaan tanda-tangan elektronis untuk keabsahan suatu
RUPS masih sangat riskan, sebelum terbitnya suatu aturan tegas dari Pemerintah
berdasarkan Undang-Undang ITE37
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat di bidang
telekomunikasi, informasi dan komputer telah menghasilkan konvergensi dalam
aplikasinya. Konsekuensinya, terjadi pula konvergensi dalam peri kehidupan .
37
manusia, termasuk dalam kegiatan industri dan perdagangan. Perubahan yang
terjadi mencakup baik dari sisi lingkup jasanya, pelakunya, maupun
konsumennya. Dalam perkembangan selanjutnya melahirkan paradigma, tatanan
sosial serta sistem nilai baru.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, semakin lama
manusia semakin banyak menggunakan alat teknologi digital, termasuk dalam
berinteraksi antara sesamanya. Oleh karena itu, semakin lama semakin kuat
desakan terhadap hukum, termasuk hukum pembuktian, untuk menghadapi
kenyataan perkembangan masyarakat seperti itu. Sebagai contoh, untuk mengatur
sejauh mana ekuatan pembuktian dari suatu dokumen elektronik dan tanda tangan
digital/elektronik, yang dewasa ini sudah sangat banyak dipergunakan dalam
praktik sehari-hari.
Dalam hal ini, posisi hukum pembuktian seperti biasanya akan berada
dalam posisi dilematis sehingga dibutuhkan jalan-jalan kompromitis. Di satu
pihak, agar hukum selalu dapat mengakui perkembangan zaman dan teknologi,
perlu pengakuan hukum terhadap berbagai jenis perkembangan teknologi digital
untuk berfungsi sebagai alat bukti pengadilan. Akan tetapi, di lain pihak
kecenderungan terjadi manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab menyebabkan hukum tidak bebas dalam mengakui
alat bukti digital tersebut dengan “hukum alat bukti yang terbaik” (best evidence rule), satu alat bukt i digital sulit diterima dalam pembukt ian38
The best evidence rule
.
39
38
Muljatno. “Asas-asas Hukum Perdata”. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hal 86
39
I.G. Rai Widjaja. “Hukum Perusahaan”. (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002) hal 26
mengajarkan bahwa suatu pembuktian terhadap
digunakan dengan membawa ke pengadilan dokumen/photography atau rekaman
asli tersebut. Kecuali jika dokumen/photography atau rekaman tersebut memang tidak ada, dan ketidakberadaannya bukan terjadi karena kesalahan yang serius dari
pihak yang harus membuktikan. Dengan demikian, menurut doktrin best evidence
ini, foto kopi (bukan asli) dari suatu surat tidak mempunyai kekuatan pembuktian
di pengadilan. Demikian juga bukti digital, seperti e-mail, surat dengan mesin
faksimile, tanda tangan elektronik, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya tidak
mungkin dibawa aslinya ke pengadilan sehingga hal ini mengakibatkan
permasalahan hukum yang serius dalam bidang hukum pembuktian.
Pembuat undang-undang secara eksplisit dalam penjelasan umum UU ITE
juncto Pasal 6 UU ITE berikut penjelasannya telah menyatakan bahwa dokumen elektronik kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat diatas kertas. (
Pasal 6 UU ITE :”Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam
Pasal 5 Ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk
tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah
sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan.” Penjelasan Pasal 6 UU ITE :”Selama ini bentuk tertulis identik
dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal
pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media
apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, Informasi
yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem
Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang
Dengan demikian maka risalah rapat RUPS modern yang merupakan
dokumen elektronik dapat disetarakan kedudukannya dengan dokumen (risalah
rapat) yang ditulis diatas kertas. Namun dalam hal ini perlulah diadakan analisa
yang lebih mendalam mengenai arti kata ”kedudukan” yang disetarakan dalam
Penjelasan Umum UU ITE tersebut.
Kalaupun nantinya terbit Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksana Pasal 11 UU-ITE, maka hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan RUPS via Telekonferensi agar terpenuhi syarat sahnya suatu
tanda-tangan elektronis terhadap keputusan RUPS yaitu pemegang saham
(subjek-hukum yang berhak) yaitu pemegang saham ketika melakukan RUPS via
telekonferensi memang benar-benar berada dalam wilayah Republik Indonesia
(Pasal 76 Ayat 3 dan 4 UU-PT).
Syarat ini perlu dikemukakan dengan beberapa alasan yaitu:40
Sehingga apabila tercipta suatu kondisi, pada saat RUPS dilaksanakan via
telekonferensi, salah satu atau beberapa pemegang saham ternyata berada di luar
wilayah Indonesia, maka apabila berdasarkan hukum acara perdata berhasil
dibuktikan (tentunya harus didukung oleh keterangan saksi ahli dari para I.T. yang 1. Karena UU-ITE mengizinkan penerapan yurisdiksi “meluas” hingga keluar
wilayah Indonesia (Pasal 2 UU-ITE), jadi jika dibuktikan berdasarkan UU-ITE
maka RUPS via teleconference yang dilakukan oleh pemegang saham yang berada diluar wilayah R.I. disertai tanda-tangan elektronik adalah sah ;
2. UU-PT membatasi penyelenggaraan RUPS yang mengharuskan dilaksanakan
di Indonesia.
40
membuktikan bahwa salah satu pemegang saham memberikan tanda-tangan
elektronik di luar wilayah Republik Indonesia) maka RUPS dimaksud akan
berakibat batal demi hukum41
Selanjutnya perlu dipahami dengan dengan baik oleh praktisi hukum
bahwa suatu tanda-tangan elektronis, bukanlah suatu gambar tanda-tangan yang
di-scan kemudian ditempatkan pada suatu dokumen, sehingga suatu dokumen memang terkesan pada layar monitor komputer sudah ditandatangani. Pengertian
tanda-tangan elektronis yang sebenarnya (menurut Undang-Undang ITE) .
42
Melihat kondisi saat ini segala sesuatu menjadi lebih mudah dengan
adanya teknologi informasi. Saat ini batas wilayah, waktu dan jarak semakin tidak
terasa dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Dalam era yang serba
sederhana dan canggih ini dikenal juga istilah Paperless, terbukti salah satunya bisa
dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan sebuah kode digital yang
ditempelkan pada pesan yang dikirimkan secara elektronis, yang secara khusus
akan memberikan identifikasi khusus dari pengirimnya. Indonesia sendiri
kemungkinan akan mengarah kepada praktek Penggunaan tanda-tangan digital
berdasarkan “public-key” yaitu sebuah bentuk enkripsi data yang menggunakan 2 jenis kunci berbeda (public-key & private key).
C. Mekanisme RUPS melalui media Teleconference menurut UU Perseroan Terbatas
41
Munir Fuady. “Doktrin-Doktrin Dalam Corporative Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia”. (Bandung: Aditya Bakti, 2002) hal 23
42
dengan ketentuan baru dalam UUPT (40/2007) yang mengatur mengenai RUPS
melalui media elektronik43
43
R.B. Simatupang. ”Aspek Hukum Dalam Bisnis”. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hal 76 .
UUPT mengatur bahwa penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui
media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elekronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS melihat dan mendengar serta secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Pasal 77 UUPT).
Dalam ketentuan UUPT, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan dengan
memanfaatkan perkembangan Teknologi Video Call atau Teleconference. Pemanfaatan kecanggihan ini memungkinkan para pemegang saham perusahaan
tidak harus bertatap muka secara langsung tetapi dapat bertatap muka melalui
media elektronik yang saling dapat berhubungan seperti layaknya bertatap muka
secara langsung. Tujuan yang akan dicapai dalam suatu rapat tentunya akan
membahas suatu hal yang berkaitan dengan kepentingan atau masalah dalam PT
itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi ini sangat mempermudah selain lebih
efisen juga lebih efektif. Hal ini menimbulkan dampak dalam UUPT
mensyaratkan bahwa setiap perubahan AD PT harus dibuatkan Notulen/Risalah
rapat yang harus dituangkan dalam akta otentik.
RUPS PT yang dilaksanakan melalui media telekonferensi, video
konferensi atau sarana media elektronik lainnya di dalam kerangka Badan Hukum
PT di Indonesia memang merupakan cara RUPS yang baru diperkenalkan melalui
UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dengan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 77
a.Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76,
RUPS dapat juga dilakukan melaui media telekonferensi, video koferensi atau
sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling
melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
b.Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah
persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana
diatur dalam anggaran dasar perseroan.
c.Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dihitung berdasarkan
keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
d.Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua
peserta RUPS.
Media elektronik yang didukung dengan keberadaan komunikasi dapat
berbentuk video konferensi (video conference) dan audio konferensi (audio conference). Audio konferensi sendiri adalah suatu sistem yang menggunakan jaringan internet untuk mengirimkan data paket suara dari suatu tempat ke tempat
yang lainnya menggunakan perantara protokol internet. Penggunaan audio
konferensi dalam penyelenggaraan RUPS PT tidak diakui oleh UUPT Nomor 40
Tahun 2007 karena substansi dalam Pasal 77 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun
2007 menetapkan bahwa semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar
secara langsung seolah-olah hadir secara fisik, sedangkan audio konferensi hanya
mengirimkan suara tanpa dapat melihat lawan bicara dalam pertemuan yang
Maksud dari Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 adalah lex spesialis
bagi pasal 76 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dan ini merupakan pergeseran
paradigma tentang sahnya suatu RUPS. Keberadaaan pasal 77 Nomor. 40 Tahun
2007 adalah untuk memenuhi asas manfaat yang diterjemahkan bahwa RUPS
melalui video konferensi dapat dilakukan dimanapun tidak terbatas pada ruang,
tempat, wilayah tertentu sebagaimana RUPS konvensional yang disyaratkan
dalam Pasal 76 Nomor 40 Tahun 2007.
Video konferensi atau yang biasa disebut telekonferensi telah lama dikenal
lebih dari sepuluh tahun silam yang kemudian ditandai dengan ditetapkannya
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Telekonferensi
dalam telekomunikasi merupakan pertemuan berbasis elektronik secara langsung
(live) di antara dua atau lebih partisipan manusia atau mesin yang dihubungkan dengan suatu sistem telekomunikasi yang biasanya berupa saluran telepon.
Penggunaan telekonferensi memiliki kelebihan efektifitas biaya dan waktu.
Telekonferensi dapat berbentuk konferensi audio atau konferensi video.
Konferensi audio merupakan salah satu jenis telekonferensi dimana seseorang
dapat melakukan percakapan interaktif didalamnya. Dengan audio konferensi ini,
seseorang dapat berbicara dengan lebih dari satu orang melalui speaker.
Sedangkan dalam video konferensi para partisipannya dapat saling melihat
gambar (video) dan saling mendengar melalui perantaraan kamera, monitor, atau
pengeras suara masing-masing.
Pada praktiknya konferensi yang sering disaksikan melalui layar televisi
masih sebatas wilayah indonesia saja. Misalnya pada saat Presiden Republik
Propinsi di Indonesia secara bersamaan sedangkan presiden tetap berada di
Jakarta namun dapat saling melihat, mendengar dan berpatisipasi secara langsung
antara Presiden dengan para Menteri dan Gubernur beserta jajarannya
ditempatnya masing-masing melalui video konferensi (jaringan komputer) yang
terhubung dengan sambungan telepon atau peralatan komunikasi. Hanya saja pada
waktu itu masih bersifat pengenalan saja terhadap teknologi informasi yang
memang baru berkembang di Indonesia. Sejak saat itu hingga saat ini penggunaan
video konferensi melalui media elektronik semacam itu terus berkembang pesat
dalam dunia bisnis. Seiiring dengan perkembangan teknologi informasi dan
telematika, dokumen elektronik yang dihasilkan dari alat cetak (printer, fax dan
scanner) yang terhubung langsung dengan media elektronik seperti video
konferensi sudah diaakui sebagai alat bukti yang sah sejak ditetapkannya
Undang-undang Informasi Transaksi Eletronik Nomor 11 Tahun 2008 pada tanggal 21
April 2008 (UUITE).
Dengan demikian ketentuan mengenai RUPS PT melalui video konferensi
seperti telekonferensi atau video konferensi seperti yang dimaksud dalam Pasal 77
UUPT Nomor 40 Tahun 2007 benar-benar dapat diterapkan dalam dunia bisnis di
Indonesia, meskipun RUPS melalui video konferensi ini masih rawan terhadap
pemalsuan oleh karena sampai saat tesis ini dibuat belum ada Peraturan
Pemerintah yang mengatur dengan tegas mengenai tanda tangan elektronik yang
harus dibubuhkan/diterakan oleh peserta RUPS pada Notulen/Risalah RUPS
melalui video konferensi tersebut.
Pada ketentuan Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 sudah secara jelas
telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya sangat
berbeda dengan ketentuan-ketentuan untuk mengadakan RUPS secara
konvensional yang dimaksud dalam Pasal 76 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
RUPS melalui video konferensi dapat dilakukan dengan mengabaikan
ketentuan-ketentuan yang diterapkan dalam pelaksanaan RUPS secara konvensional.
Adapun perbedaan yang dimaksud yaitu apabila RUPS melaui video konferensi
dapat dilakukan tanpa kehadiran fisik para pemegang saham sebagai peserta
RUPS serta persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan dihitung
berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS, dalam hal ini pemegang saham tidak
diperkenankan untuk menguasakan keikutsertaannya dalam RUPS kepada orang
lain.
RUPS tersebut hanya dapat dilakukan di wilayah negara Republik
Indonesia. Namun apabila pemegang saham tidak dapat hadir secara langsung
dalam RUPS, mereka dapat menggunakan media telekonferensi, video konferensi,
atau sarana media elekronik lainnya baik dari dalam maupun dari luar wilayah
negara Republik Indonesia. Hasil RUPS dimaksud dibuatkan risalahnya dengan
disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS baik secara fisik atau
secara elektronik. Ketentuan UUPT yang dimaksud seakan membuka jalan untuk
diakuinya dokumen elektronik sebagai alat pembuktian di depan hakim.
Mari kita melihat ketentuan mengenai Alat Bukti dalam Hukum Acara
Perdata Menurut Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata
akte dan dokumen lainnya. Alat bukti antara lain:surat, pengakuan,kesaksian,
persangkaan, sumpah.
Dalam kaitannya dengan pasal 77 UUPT tersebut, alat bukti yang paling
berhubungan adalah alat bukti surat. Berikut beberapa definisi menurut RUU
tersebut :
1) Surat adalah segala sesuatu yang mengandung buah pikiran yang
ditandatangani atau dibubuhi cap jempol tangan.
2) Akta adalah surat yang ditandatangani dan dibuat dengan tujuan untuk
dibuat sebagai alat bukti.
3) Akta terdiri dari akta otentik dan bawah tangan, akta otentik adalah akta
yang dibuat dengan bentuk tertentu yang ditentukan UU dan dibuat oleh
atau dihadapan pejabat berwenang.
Setiap daftar hadir maupun risalah rapat yang dibuat dalam rapat yang
dilakukan dengan media elektronik merupakan akta dibawah tangan, karena
merupakan surat yang ditandatangani (oleh orang-orang yang berkepentingan)
yang dibuat dengan tujuan sebagai alat bukti. Dalam RUU tersebut tidak dibahas
apakah alat bukti surat itu dalam arti luas hingga mencakup alat bukti surat secara
elektronik.
Untuk selanjutnya kita patut menelisik ke Undang-Undang baru yang
merupakan Lex Specialis mengenai masalah Teknologi Informasi, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena menurut Ketentuan Pasal 2 UU ITE :
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan
hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah
hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 77 jo Pasal 79 Ayat (1), (5), (6), (7) jo Pasal 81 jo Pasal 82 jo Pasal 83 jo Pasal 86 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 jo Pasal 1 angka 12 jo Pasal 11 UUITE Nomor 11 Tahun 2008, maka pelaksanaan RUPS melalui video konferensi adalah sebagai berikut :
a.Menyusun Bahan Yang Akan Dibicarakan Dalam RUPS
Direksi sebagai pimpinan PT harus mempersiapkan dan menyusun
bahan-bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS melalui video konferensi dan
menyediakan dikantor Perseroan tersebut sejak tanggal dilakukan pemanggilan
RUPS kepada para pemegang saham sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
Direksi wajib memberikan salinan bahan-bahan yang akan dibicarakan dalam
RUPS kepada para pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta sesuai
ketentuan Pasal 82 Ayat (3) dan Ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Dan
apabila perlu dengan mengirimkannya kepada para pemegang saham melalui
sarana pos kilat atau ekspres, surat elektronik (electronic mail), yang biasa disebut e-mail, atau melalui fax (faximile) agar lebih cepat diterima oleh pemegang saham
sehingga pemegang saham mempunyai cukup waktu untuk mempelajari terlebih
dahulu bahan-bahan RUPS.
b.Melakukan Pemanggilan Kepada Para Pemegang Saham
Pemanggilan RUPS kepada para pemegang saham Perseroan harus sesuai
dengan ketentuan Pasal 79 ayat (1) jo Pasal 81 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pemanggilan harus dilakukan oleh Direksi kepada para pemegang saham
pelaksanaan RUPS melalui video konferensi diselenggarakan, hal ini apabila
RUPS diadakan atas permintaan seperti yang dimaksud padala Pasal 79 Ayat (2)
UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Pemanggilan ini dapat dilakukan dengan surat
tercatat dan/atau dengan memuat iklan dalam surat kabar. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Pemanggilan RUPS melalui video konferensi menurut ketentuan Pasal 82
ayat (3) disyaratkan bahwa :
Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat dan mata
acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam
RUPS telah tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemaggilan
RUPS dampai dengan tanggal diadakannya RUPS.
Persyaratan pencantuman ”tempat” dalam panggilan RUPS melalui video
konferensi tidak mungkin dilakukan karena tempat berlangsungnya RUPS melalui
video konferensi tersebut sesungguhnya berlangsung dibanyak tempat sesuai
keberadaan masing-masing para pemegang saham pada saat menjadi peserta dan
secara langsung turut berpartisipasi dalam RUPS melalui video konferensi.
Oleh karena itu dalam pemanggilan RUPS yang diadakan melalui video
konferensi tidak perlu dicantumkan ”tempat” di mana RUPS tersebut diadakan,
akan tetapi harus dicantumkan dan dijelaskan bahwa RUPS akan dilaksanakan
melalui video konferensi. Mengenai penjelasan tentang video konferensi pada
pemanggilan RUPS harus dijelaskan pula perangkat yang harus disediakan atau
pada saat RUPS berlangsung peserta RUPS dapat mengikuti pelaksanaan RUPS
yang sedang berlangsung dengan lancar.
Oleh karena Pasal 77 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007
mengharuskan penggunaan sarana video konferensi yang digunakan tersebut
memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Kata memungkinkan tersebut bersifat
imperatif. Oleh karena itu, tidak dapat dikesampingkan atau dilanggar. Sehingga
melalui sarana media elektronik yang dipergunakan adalah sarana media
elektronik yang dapat menampilan gambar (video) dan suara (audio) secara
sekaligus. Maka jenis media elektronik yang dapat dipilih berdasarkan ketentuan
Pasal 77 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 adalah video konferensi.Tetapi
dapat juga dipergunakan sarana media elektronik lainnya yang dapat
menampilkan gambar dan suara secara sekaligus.
c.Pelaksananaan RUPS melalui video konferensi
Menurut Pasal 76 jo Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun, RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan
usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam AD Namun dalam Ayat (2)
ditentukan bahwa RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan
bursa di mana saham Perseroan dicatatkan. Dalam Ayat (3) dinyatakan bahwa
tempat pelaksanaan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2)
harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam hal ini jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang
agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3). RUPS sebagaimana dimaksud
pada Ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui
dengan suara bulat.
Dalam ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa Pasal 76 Ayat (4) 77
UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa RUPS dapat diadakan di
manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3).
Hal ini menunjukkan bahwa RUPS tidak wajib dilakukan di lokasi dimana
Perseroan Terbatas berada. RUPS yang diselenggarakan melaui video konferensi
dengan mengacu pada ketentuan Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yaitu
merupakan pelaksanaan RUPS yang diselenggarakan tanpa memerlukan
kehadiran fisik dan berkumpulnya para pemegang saham pada satu tempat, tetapi
cukup saling bertatap muka dan berbicara melaui monitor dari video konferensi
yang dapat memunculkan dan merekam gambar visual dari para pemegang saham
yang turut seta dalam RUPS tersebut meskipun tempat pelaksanaan RUPS
diantara para pemegang saham tersebut saling berjauhan, tetapi keputusan RUPS
tetap sah dan mengikat.
RUPS tersebut hanya dapat dilakukan di wilayah negara Republik
Indonesia. Namun apabila pemegang saham tidak dapat hadir secara langsung
dalam RUPS, mereka dapat menggunakan media telekonferensi, video konferensi,
atau sarana media elekronik lainnya baik dari dalam maupun dari luar wilayah
negara Republik Indonesia Para pemegang ketika melakukan RUPS video
Setiap peserta RUPS melalui video konfrensi dapat tetap berada pada
tempat keberadaannya masing-masing (tidak bertemu dan berkumpul di satu
tempat) pada tanggal dan waktu yang telah ditentukan dalam surat panggilan
kepada pemegang saham. Para pemegang saham harus siap berada dihadapan
seperangkat media elektronik komputer yang minimal telah dilengkapi dengan
alat cetak (printer), pemindai (scanner), pengirim-penerima surat atau dokumen
tercetak dia tas kertas (faksimile) atau program fasilitas pengirim-penerima surat
atau dokumen elektronik (e-mail), kamera (web camera), mikropon (micropon),
speaker (headset) serta pesawat telepon yang dilengkapi fasilitas koneksi internet
cepat yang tersambung pada perangkat komputer.
Perangkat video konfrensi sebagai sarana penghubung antara peserta
RUPS sehingga semua peserta RUPS dapat saling melihat melaui layar monitor
hasil rekaman web camera, mendengar pembicaraan atau berbicaa secara
langsung melalui scanner atau faksimile atau e-mail serta langsung berinteraksi
dalam pengambilan keputusan-kepusan RUPS tersebut sekaligus menyetujui dan
menandatangani Notulen/Risalah RUPS baik secara fisik maupun secara
elektronik. Jenis RUPS inilah yang baru dikenal dalam UUPT Nomor 40 Tahun
2007.
Pelaksanaan RUPS melaui video konfrensi pada hari, tanggal dan jam
yang telah ditentukan sesuai panggilan diselenggarakan dengan ketentuan dan tata
cara yang sama dengan pelaksanaan RUPS secara konvensional baik untuk RUPS
Tahunan maupun untuk RUPSLB. Yakni dimana sejak dibukanya sampai
ditutupnya RUPS oleh ketua rapat sama dengan pelaksanaan RUPS Konvensional
sarana media elektronik seperti video konferensi sedangkan pada pelaksanaan
RUPS secara Konvensional dilagsungkan tanpa adanya media perantara.
Perbedaanya hanya pada teknik penandatanganan Notulen/Risalah RUPS.
Menurut ketentuan Pasal 77 Ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Risalah
RUPS melalui video konfrensi dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
Sedangkan pada pelaksanaan RUPS secara Konvensional Notulen/Risalah RUPS
sekurang-kurangnya ditandatangani oleh ketua rapat dan salah satu pemegang
saham yang ditunjuk oleh peserta RUPS dalam Rapat. Dalam hal RUPS dengan
menggunakan media elektronik sangat erat kaitannya dengan informasi elektronik
dan atau dokumen elektronik maupun hasil cetaknya.
Pasal 1 UUITE Nomor 11 Tahun 2008 meyebutkan :
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan,diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Dalam Penjelasan Pasal 77 Ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007
disebutkan bahwa :
Yang dimaksud dengan disetujui dan ditandatangani adalah disetujui dan
ditandatangani secara fisik atau secara elektronik. Berdasarkan ayat tersebut,
Notulen/Risalah RUPS melaui video konferensi dapat ditandatangani oleh peserta
1)Ditandatangani oleh semua peserta RUPS secara fisik.
2)Ditandatangani oleh semua peserta RUPS secara elektronik.
3)Ditandatangani oleh sebahagian peserta RUPS secara fisk dan
sebahagian peserta RUPS secara elektronik.
Penandatanganan Notulen/Risalah RUPS tidak harus dilakukan oleh
semua peserta atau seluruh pemegang saham, oleh karena adanya ketentuan Pasal
90 Ayat (1 ) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa :
Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan
ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham
yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
Dalam penjelasan Pasal 90 Ayat (1 ) UUPT Nomor 40 Tahun 2007
tersebut disebutkan sebagai berikut :
Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang
pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk
menjamin kepastian dan kebenaran isi Notulen/Risalah RUPS tersebut.
Berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam UUPT Nomor 40 Tahun
2007 tersebut di atas, maka Notulen/Risalah RUPS yang diselenggarakan melalui
video
Penandatanganan secara elektronik masih diragukan keabsahannya karena
belum ada peraturan perundang-undangan yang dapat menafsirkan bagaimana
bentuk, cara, teknik, metode pembuatan tanda tangan elektronik, maka cara
penandatangan yang dipilih adalah penandatanganan secara fisik pada
elektronik. konferensi dapat ditandatangani dengan memilih salah satu dari ketiga
cara sebagai berikut :
1)Ditandatangani oleh Ketua RUPS dan paling sedikit 1 (satu) orang
pemegang saham secara fisik.
2)Ditandatangani oleh ketua RUPS secara fisik dan paling sedikit 1 (satu)
orang pemegang saham secara elektronik.
3)Ditandatangani oleh ketua RUPS dan paling sedikit 1 (satu) orang
pemegang saham secara elektronik.
Notulen/Risalah RUPS yang dilakukan melalui video konferensi juga
dapat memuat keputusan-keputusan mengenai perubahan AD tertentu yang harus
dimintakan persetujuan dari dan/atau yang harus diberitahukan atau dilaporkan
kepada menteri hukum dan hak ajasi manusia dimana keputusan-keputusan RUPS
tersebut harus dinyatakan dalam akta notaris yang dalam prakteknya disebut Akta
Persetujuan Keputusan Rapat (PKR). Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 21
Ayat (5) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, maka di dalam Notulen/Risalah RUPS
harus dimuat juga pemberian kuasa kepada ketua RUPS yakni direksi untuk
menyatakan keputusan-keputusan RUPS tersebut kedalam Akta Otentik (Akta
PKR). Untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi Notulen/Risalah RUPS
tersebut sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan Pasal 90 Ayat (1) UUPT
Nomor 40 Tahun 2007, hingga lebih lanjut Notulen/Risalah RUPS melalui video
konferensi yang ditandatangani dengan cara demikian itu dapat dianggap sebagai
dokumen yang sah dan dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah menurut hukum
pemegang kuasa dari RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik seperti
video konferensi.
d.Penandatanganan Notulen Rapat
Yang dimaksud dengan tanda tangan secara fisik adalah tanda tangan yang
dilakukan dengan menggunkan tinta di atas media kertas atau disebut secara
manual seperti yang biasa dilakukan dalam praktek sehari-hari, sedangkan yang
dimaksud dengan tanda tangan secara elektronik menurut penjelasan Pasal 10 ayat
(6) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 adalah :
Yang dimaksud dengan tanda tangan secara elektronik adalah tanda tangan
yang dilekatkan atau disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang
yang membuktikan keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda
tangan pejabat yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.
Menurut Pasal 1 angka 12 UUITE Nomor 11 Tahun 2008, yang dimaksud
dengan tanda tangan elektronik adalah :
Tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Pada dasarnya tanda tangan elektronik merupakan identitas elektronik
yang bertujuan untuk menunjukan identitas dan status subjek hukum sebagai
bentuk persetujuan terhadap kewajiban-kewajiban yang melekat pada sebuah surat
elektronik.
Jadi setiap risalah rapat yang dibuat dalam RUPS dengan menggunakan
media elektronik (telekonferensi lalu penandatanganan secara elektronik) berlaku
suatu perseroan terbatas yang berkedudukan di wilayah Indonesia dan dari
perbuatan hukum tersebut mempunyai akibat hukum di wilayah Indonesia44
a. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan,diterima, atau disimpan dalam bentuk analog
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,yang dapat dilihat,
ditampilkan,dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik,termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol
atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
.
Dalam hal RUPS dengan menggunakan media elektronik sangat erat
kaitannya dengan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik maupun hasil
cetaknya. Mari kita pelajari bagaimana UU ITE mengatur mengenai dokumen
elektronik dan penandatanganan secara elektronik yang dianggap sah sehingga
memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti.
Dalam UU ITE dalam Ketentuan Umum dijelaskan beberapa definisi
sebagai berikut:
b. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi
Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Menurut Pasal 5 UU ITE, informasi elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah namun bukanlah alat bukti
44
baru, melainkan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara
yang berlaku di Indonesia45
Dalam Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
mengatur bahwa penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media
telekonferensi, video konferensi,atau sarana media elekronik lainnya yang . Ketentuan yang perlu diperhatikan agar suatu
informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik adalah sah harus
menggunakan Sistem Elektronik yang diatur dalam UU ITE ini -antara lain
terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7, mengenai persyaratan tandatangan elektronik,
karena dalam hakekatnya semua informasi dapat disajikan bukan hanya dalam
media kertas, namun juga media elektronik.
Namun informasi dalam Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan
salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada
dasarnya beroperasi dengan carapenggandaan yang mengakibatkan informasi
yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya, oleh karena itu perlu
cara/sistem yang dapat memastikan bahwa informasi yang diberikan adalah
benar/valid, diberikan oleh pihak yang berhak/berwenang dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Apabila semua informasi dan dokumen elektronik yang dihasilkan dalam
RUPS dengan media elektronik tersebut telah memenuhi semua persyaratan
sebagaimana ditentukan dalam UU ITE, maka semua informasi dan dokumen
elektronik tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum
Negara ini.
45
memungkinkan semua peserta RUPS melihat dan mendengar serta secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat46
1. RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan
melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam
anggaran dasar.
.
Beberapa Dasar Hukum Sebagai Acuan Pasal 76 Undang-Undang PT
Nomor 40 Tahun 2007
2. RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa
dimana saham Perseroan dicatatkan.
3. Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) harus
terletak di wilayah negara Republik Indonesia.
4. Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan
semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda
tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3).
5. RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dapat mengambil keputusan
jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Penjelasan Pasal 76
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
46
Ayat (4) Yang dimaksud dengan “ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)” adalah RUPS harus diadakan di wilayah negara Republik Indonesia. Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 77 – Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007
1. Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76,
RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video
konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan
semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat.
2. Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah
persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dihitung berdasarkan
keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
4. Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus
dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua
peserta RUPS.
Penjelasan Pasal 77
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandatangani” adalah disetujui
D.Legalitas dan Akibat Hukum Pengambilan Keputusan RUPS Melalui
Teleconference Dikaitkan dengan UU Perseroan Terbatas dan UU ITE
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki
asas diantaranya netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini
termasuk memilih jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk
menandatangani suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara berhati-hati,
dan para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya menggunakan
tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang
sah seperti diatur dalam pasal 11 Ayat (1) UU ITE.
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
b. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik
hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Dengan adanya UU ITE paling tidak sudah ada pagar yang menjaga kita
dalam bertransaksi dengan menggunakan media elektronik. Jadi tidak ada
salahnya jika kita mencoba melaksanakan RUPS dengan media elektronik.
Pasal 5
1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang‐Undang ini.
4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang‐Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis
(Penjelasan Huruf a-Surat yang menurut Undang‐Undang harus dibuat tertulis
meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat
yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan
administrasi Negara); dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang‐Undang harus dibuat dalam
bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 Ayat
(4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli,
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.
Penjelasan Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen
yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau
dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik.
Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannyatidak
relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi
dengan carapenggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat
dibedakan lagi dari salinannya.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau
menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang
memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang‐Undangan.
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang
sah selama memenuhipersyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik
ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi
berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah....
Dalam pasal 5 Ayat 1 dan 2 UU ITE hanya disebutkan bahwa dokumen
elektronik dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
tersebut dapat dipersamakan akta dibawah tangan (risalah rapat yang dibuat di
bawah tangan) atau bahkan setara dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris
dalam kedudukan, nilai, derajat dan kekuatan pembuktiannya dalam Hukum
Acara Perdata di Indonesia.
Oleh UU PT bahwa setiap perubahan anggaran dasar baik yang
memerlukan persetujuan maupun yang hanya cukup diberitahukan kepada
Menteri wajib dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa
Indonesia47. Jika tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat oleh
notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tigapuluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS48
Dapatlah diambil kesimpulan bahwa risalah rapat dari RUPS modern yang
merupakan Dokumen Elektronik tidak dapat disetarakan dengan akta otentik yang . Selanjutnya ditentukan bahwa jika
lewat dari batas waktu yang telah ditentukan di atas, maka risalah rapat perubahan
anggaran dasar tersebut tidak dapat dinyatakan dalam akta notaris.
Oleh karena itu berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas dan ketentuan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (4) huruf b UU ITE :
“ Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.”
47
G.H.S. Lumban Tobing. “Peraturan Jabatan Notaris”. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999) hal 53.
48
dibuat oleh atau dihadapan notaris; oleh karena otensitas dari akta notaris
bersumber dari Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun
2004, yaitu notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat
oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik.
Akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena
undang-undang menerapkan demikian, tetapi karena akta itu dibuat oleh atau
dihadapan pejabat umum. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868
KUHPerdata yang menyatakan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam
bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan
pegawai pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya”49
Singkatnya, segala bentuk tulisan atau akta yang bukan akta otentik
disebut akta di bawah tangan atau dengan kata lain segala jenis akta yang tidak
dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Tetapi dari segi hukum pembuktian,
agar suatu tulisan bernilai sebagai akta dibawah tangan, diperlukan persyaratan
pokok : .
Jika tidak dapat disetarakan dengan akta otentik baik dari segi fungsi
maupun dari segi kekuatan pembuktiannya, apakah kekuatan hukum pembuktian
Dokumen Elektronik dalam hal ini risalah RUPS modern dapat disetarakan
dengan akta yang dibuat di bawah tangan.
50
49
http://notarissby.blogspot.com/
50
http://www.legalitas.org/artikel/alat/bukti/elektronik/dokumen/elektromik/kedudu kan/nilai/ derajat/kekuatan/pembuktian/hukum.
2. isi yang diterangkan di dalamnya menyangkut perbuatan hukum
(rechtshandeling) atau hubungan hukum (recht bettrekking);
3. sengaja dibuat untuk dijadikan bukti dari perbuatan hukum yang disebut
didalamnya.
Daya kekuatan pembuktian akta dibawah tangan, tidak seluas dan setinggi
derajat akta otentik. Akta otentik memiliki daya pembuktian lahiriah, formil dan
materiil. Tidak demikian dengan akta dibawah tangan, yang padanya tidak
mempunyai daya kekuatan pembuktian lahiriah, namun hanya terbatas pada daya
pembuktian formil dan materiil dengan bobot yang jauh lebih rendah
dibandingkan akta otentik51
Dalam UU ITE diatur bahwa informasi elektronik/dokumen elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, dan merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di
Indonesia. Tapi, tidak sembarang informasi elektronik/dokumen elektronik dapat
dijadikan alat bukti yang sah .
52
1. dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan;
. Menurut UU ITE, suatu informasi elektronik/
dokumen elektronik dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila
menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
UU ITE, yaitu sistem elektronik yang andal dan aman, serta memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
51
R. Ali Rido. “Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf”. (Bandung: Alumni, 2001) hal 17
52
2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik
tersebut;
3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan
sistem elektronik tersebut;
4. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
5. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan,
dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
Pihak yang mengajukan informasi elektronik tersebut harus dapat
membukt ikan bahwa telah dilakukan upaya yang patut untuk memastikan bahwa
suatu sistem elektronik telah dapat melindungi ketersediaan, keutuhan,
keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik tersebut53
53
Sentosa Sembiring. “Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas”. (Jakarta: Nuansa Mulia, 2006) hal 34
.
Bagaimanapun juga UU ITE harus bisa menjelaskan bagaimana
membuktikan suatu sistem elektronik memenuhi syarat yg diatur dalam UU ITE,
agar alat bukti berupa informasi/dokumen elektronik tidak dipertanyakan lagi
keabsahannya. Karena dalam UU ITE sendiri pengaturan mengenai sistem
elektronik masih akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, maka
sangat diharapkan pengaturannya nanti dapat menghindari perdebatan yang tidak
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum dokumen elektronik
dapat dijadikan suatu bukti yang sah, maka harus diuji lebih dahulu syarat
minimal yang ditentukan oleh undang-undang yaitu pembuatan dokumen
elektronik tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem elektronik yang andal,
aman dan beroperasi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu dapat dipertanyakan apakah dokumen elektronik (dalam
hal ini risalah RUPS modern) sudah memenuhi batas minimal pembuktian, oleh
karena dalam teori hukum pembuktian disebutkan bahwa agar suatu alat bukti
yang diajukan di persidangan sah sebagai alat bukti, harus dipenuhi secara utuh
syarat formil dan materiil sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang54
a. dibuat secara sepihak atau berbentuk partai (sekurang-kurangnya dua
pihak);
.
Batas minimal pembuktian akta otentik cukup pada dirinya sendiri, oleh
karena nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah
sempurna dan mengikat, pada dasarnya ia dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan
bantuan atau dukungan alat bukti yang lain. Sedangkan pada akta dibawah tangan
agar mempunyai nilai pembuktian haruslah dipenuhi syarat formil dan materil
yaitu :
b. ditanda tangani pembuat atau para pihak yang membuatnya;
c. isi dan tanda tangan diakui.
Kalau syarat diatas dipenuhi, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1975
KUH Perdata juncto Pasal 288 RBG maka nilai kekuatan pembuktiannya sama
54
dengan akta otentik; dan oleh karena itu juga mempunyai batas minimal
pembuktian yaitu mampu berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti lain.
Dari Pasal 1 point 4, Pasal 5 Ayat (3), Pasal 6 dan Pasal 7 UU ITE dapat
dikategorikan syarat formil dan materil dari dokumen elektronik agar mempunyai
nilai pembuktian, yaitu :
a. berupa informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima
atau disimpan, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tulisan, suara, gambar...dan
seterusnya yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya;
b. dinyatakan sah apabila menggunakan/berasal dari Sistem Elektronik sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang;
c. dianggap sah apabila informasi yang tecantum didalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan
sehingga menerangkan suatu keadaan.
Dari syarat-syarat formil dan materil tersebut dapat dikatakan bahwa
dokumen elektronik agar memenuhi batas minimal pembuktian haruslah didukung
dengan saksi ahli yang mengerti dan dapat menjamin bahwa sistem elektronik
yang digunakan untuk membuat, meneruskan, mengirimkan, menerima atau
menyimpan dokumen elektronik adalah sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang; kemudian juga harus dapat menjamin bahwa dokumen elektronik tersebut
tetap dalam keadaan seperti pada waktu dibuat tanpa ada perubahan apapun ketika
berasal dari orang yang membuatnya (authenticity) dan dijamin tidak dapat diingkari oleh pembuatnya (non repudiation).
Hal ini bila dibandingkan dengan bukti tulisan, maka dapat dikatakan
dokumen elektronik mempunyai derajat kualitas pembuktian seperti bukti
permulaan tulisan (begin van schriftelijke bewijs), dikatakan seperti demikian oleh karena dokumen elektronik tidak dapat berdiri sendiri dalam mencukupi batas
minimal pembuktian, oleh karena itu harus dibantu dengan salah satu alat bukti
yang lain. Dan nilai kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan
hakim, yang dengan demikian sifat kekuatan pembuktiannya adalah bebas (vrij bewijskracht).
Berdasarkan penalaran hukum di atas, maka dapatlah disimpulkan
dokumen elektronik dalam hukum acara perdata dapat dikategorikan sebagai alat
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan pada bagian penulisan
skripsi ini, maka rumusan yang dapat dikemukakan sebagai kesimpulan adalah
sebagai berikut:
1) Tujuan dilaksanakannya RUPS pada perseroan adalah untuk menyetujui,
mengesahkan, mengambil keputusan ataupun menolak mengenai:
pertanggung jawaban direksi, laporan keuangan yang disampaikan
Direksi, rancangan rencana kerja pengurus untuk satu tahun berikutnya,
rencana penambahan modal, pengangkatan dan pemberhentian anggota
Direksi dan atau Komisaris, rencana penjualan asset dan pemberian
jaminan hutang sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan, rencana
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan dan rencana
pembubaran perseroan. Sedangkan tata cara pelaksanaan RUPS pada
perseroan terdapat dalam ketentuan pasal 69 UU PT No. 40 Tahun 2007
2) Keberadaan RUPS sebagai sebuah organ perseroan yang mempunyai
kekuasaan tertinggi pada perseroan mempunyai peranan yang penting,
dimana keberadaan RUPS merupakan suatu wadah untuk menentukan
operasional dari perseroan. Kehendak pemegang saham bersama-sama
dijelmakan dalam suatu keputusan yang dianggap sebagai kehendak
perseroan, yang tidak dapat ditentang oleh siapapun dalam perseroan,
perseroan dan hal ini telah sesuai dengan tugas dan wewenang RUPS
sebagaimana diatur dalam UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
3) Menyangkut penggunaan media teleconference dalam Rapat Umum
Pemegang Saham di Perseroan Terbatas yaitu sebelum dokumen
elektronik dapat dijadikan suatu bukti yang sah, maka harus diuji lebih
dahulu syarat minimal yang ditentukan oleh undang-undang yaitu
pembuatan dokumen elektronik tersebut dilakukan dengan menggunakan
sistem elektronik yang andal, aman dan beroperasi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu dapat dipertanyakan apakah dokumen elektronik (dalam
hal ini risalah RUPS modern) sudah memenuhi batas minimal
pembuktian, oleh karena dalam teori hukum pembuktian disebutkan
bahwa agar suatu alat bukti yang diajukan di persidangan sah sebagai alat
bukti, harus dipenuhi secara utuh syarat formil dan materiil sesuai dengan
yang ditentukan oleh undang-undang. Batas minimal pembuktian akta
otentik cukup pada dirinya sendiri, oleh karena nilai kekuatan pembuktian
yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat, pada
dasarnya ia dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau
dukungan alat bukti yang lain.
B. Saran
Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan pada bagian penulisan
skripsi ini, maka rumusan yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah sebagai
berikut:
1) Mengingat bahwa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
memilih teknologi. Hal ini termasuk memilih jenis tanda tangan elektronik
yang dipergunakan untuk menandatangani suatu informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik, maka hendaknya asas netral teknologi
dalam UU ITE perlu dipahami secara berhati-hati. Hal ini dilakukan
supaya para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya
menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah seperti diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE. Perlu
dipahami dengan baik bahwa tanda tangan bertujuan untuk menyatakan
persetujuan atas informasi yang disepakati oleh para pihak yang
bertransaksi, dan mengidentifikasi siapa yang menandatangani.
2) Dari Pasal 1 point 4, Pasal 5 Ayat (3), Pasal 6 dan Pasal 7 UU ITE dapat
dikategorikan syarat formil dan materil dari dokumen elektronik agar
mempunyai nilai pembuktian. Oleh karenanya dari syarat-syarat formil
dan materil tersebut dapat dikatakan bahwa dokumen elektronik agar
memenuhi batas minimal pembuktian haruslah didukung dengan saksi ahli
yang mengerti dan dapat menjamin bahwa sistem elektronik yang
digunakan untuk membuat, meneruskan, mengirimkan, menerima atau
menyimpan dokumen elektronik adalah sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang; kemudian juga harus dapat menjamin bahwa dokumen
elektronik tersebut tetap dalam keadaan seperti pada waktu dibuat tanpa
ada perubahan apapun ketika diterima oleh pihak yang lain (integrity), bahwa memang benar dokumen tersebut berasal dari orang yang
3) Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan para organ Perseroan
Terbatas pada umumnya dan pemegang saham pada khususnya, adalah
suatu hal yang esensial dan perlu mengadkan/memberikan penyuluhan
hukum berkenaan dengan instrument hukum mengenai Rapat Umum
Pemegang Saham melalui media teleconference berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 11 Tahun 2008
BAB II
REGULASI MENGENAI RUPS MENURUT UU NO.40 TAHUN
2007 TENTANG PT
A. Pengertian Perseroan Terbatas Menurut UU No. 40 Tahun 2007
Kata “perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau
organisasi usaha atau badan usaha. Sedangkan “perseroan terbatas” adalah suatu
bentuk organisasi yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia
Kata “perseroan” menunjuk kepada modal nya yang terdiri atas sero (saham).
Sedangkan “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang
tidak melebihi nilai nominal saham yang di ambil bagian dan dimilikinya Sebutan
atau bentuk PT datang dari hukum dagang belanda (WvK) dengan singkatan NV
atau Naamlooze Vennootschap16, yang singkatannya juga lama digunakan di Indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT. Sebenarnya bentuk ini berasal
dari Perancis dengan singkatan SA atau Societe Anonyme yang secara harfiah artinya “Perseroan tanpa nama”17
Terhadap perseroan terbatas ini di dalam beberapa bahasa disebut sebagai
berikut: Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company, atau
Limited Liability Company, ataupun Limited (Ltd.) Corporation. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennootschap atau yang biasa sering disebut . Maksudnya adalah bahwa PT itu tidak
menggunakan nama salah seorang atau lebih diantara para pemegang sahamnya,
NV saja18
16
I.G. Rai Widjaja. “Hukum Perusahaan.(Jakarta: Kesaint Blanc, 2002) Hal 1
17
Ibid
18
I.G Rai Widjaja Loc Cit hal 73
. Dalam bahasa Jerman disebut dengan Gesselschaft mit Beschrankter Haftung. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad De Responsabilidad Limitada
Di Malaysia disebut dengan sendirian berhad (SDN BHD). Di Singapura disebut Private Limited (Pte Ltd). Di Jepang disebut dengan Kabushiki Kaisa Secara etymology, kata “corporation” diturunkan dari bahasa latin, yaitu corpus, yang berarti suatu badan (body), yang mewakili “a body of people”; that is, a group of people authorized to act as an individual (oxford English dictionary) yang artinya adalah sekelompok orang yang diberi kuasa untuk bertindak sebagai seorang individu. Corporation menurut black’s law dictionary adalah : “An entity (usu. A business) having authority under law to act a single person distinct from the shareholders who own and having rights to issue stock and axist indefinitely; a group of succession of persons established in accordance with legal rules into a legal or juristic person that has legal personality distinct from the natural persons who make it up, exists indefinitely apart for them, and has the legal powers that its constitution gives it.”
Artinya: sebuah kesatuan, biasanya sebuah bisnis, yang mempunyai
kewenangan berdasarkan hukum untuk bertindak seperti seseorang secara nyata
dari pemegang saham yang memiliki dan mempunyai hak untuk mengeluarkan
saham dan eksis untuk jangka waktu yang tidak terbatas; sebuah kelompok
pengganti orang yang didirikan berdasarkan aturan hukum ke dalam hukum atau
orang yang ahli yang mempunyai kepribadian hukum secara nyata dari orang
yang mengusahakannya, eksis untuk jangka waktu yang lama terpisah dengan
mereka, dan mempunyai kekuatan hukum yang diberikan konstitusi.
Rumusan tersebut menunjukkan bahwa korporasi adalah badan hukum
yang dipersamakan dengan manusia. Sebagai badan hukum, korporasi dibedakan
dari pemegang sahamnya, dalam pengertian bahwa semua kewajiban korporasi
dijamin dengan harta kekayaannya sendiri, terlepas dari harta kekayaan para