• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Perkalian Bilangan 1 10 den

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembelajaran Perkalian Bilangan 1 10 den"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN 1

10 DENGAN

MATEMATIKA GASING UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR

Sulistiawati

Pendidikan Matematika, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya, Gd. Sure Lt.4 Jalan Scientia Boulevard Blok U/7, Gading Serpong, Tangerang, Banten

Surel: sulistiawati@stkipsurya.ac.id

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi siswa yang memiliki kecenderungan sulit dalam belajar materi perkalian terutama perkalian 1–10. Masih banyak siswa di minta untuk menghafalkan perkalian dengan cara menghafalkan begitu saja tanpa mengerti makna dari perkalian itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pembelajaran dengan Matematika GASING terhadap kemampuan konsep perkalian, terhadap kemampuan tertulis perkalian bilangan 1–10, dan terhadap kemampuan mencongak perkalian bilangan 1–10. Selain itu juga untuk mengetahui rata-rata peningkatan kemampuan pada konsep perkalian, rata-rata peningkatan pada kemampuan tertulis bilangan 1–10, dan rata-rata peningkatan pada kemampuan mencongak bilangan 1–10. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pre-experimental design dengan desain penelitian one group pretest-postest dengan sampel penelitian siswa kelas V SD Negeri Cipinang Besar Selatan 19 Pagi Jakarta sebanyak 31 siswa dengan cara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen tes yang terdiri dari tes konsep perkalian, tes perkalian bilangan 1–10 secara tertulis, dan tes perkalian bilangan 1–10 secara mencongak. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan Matematika GASING terhadap kemampuan tentang konsep perkalian, terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan Matematika GASING terhadap kemampuan tertulis perkalian bilangan 1–10, dan terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan Matematika GASING terhadap kemampuan mencongak perkalian bilangan 1–10. Selain itu rata-rata peningkatan (N-gain) untuk konsep perkalian tergolong kategori rendah sebesar 0,04; untuk perkalian bilangan 1–10 secara tertulis tergolong kategori sedang sebesar 0,345; dan untuk perkalian bilangan 1–10 secara mencongak tergolong kategori sedang sebesar 0,4.

Kata kunci: perkalian bilangan 1–10, Matematika GASING, perkalian secara mencongak

A. Pendahuluan

Perkalian merupakan salah satu topik matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar kelas II semester 2. Perkalian adalah salah satu topik matematika yang sangat penting dalam pembelajaran karena banyak penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagian awal dari perkalian yaitu perkalian 1–10 merupakan perkalian yang sangat dasar yang harus dikuasai oleh siswa karena menjadi pijakan untuk perkalian-perkalian berikutnya. Siswa harus mampu menguasai perkalian 1–10 agar lancar dan mudah menuju perkalian-perkalian di atasnya. Fakta bahwa hingga saat ini siswa masih kesulitan dalam menerima pelajaran perkalian dan pembagian, mereka tidak hafal perkalian dasar (perkalian dua bilangan satu angka) yang berarti perkalian 1–10 (Raharjo, dkk., 2009).

Masalah yang masih muncul dilapangan saat ini adalah bagaimana membelajarkan siswa supaya terampil dalam perkalian dasar. Siswa sulit memahami dan sulit diajak terampil perkalian dasar. Disisi lain perkalian dan pembagian adalah topik yang harus dikuasai oleh siswa sejak dini karena selalu terkait dengan pelajaran matematika di kelas berikutnya di jenjang yang lebih tinggi.

(3)

aritmetika dasar dan didefinisikan sebagai penjumlahan berulang (West dan Bellevue, 2011:1). Sebagai contoh 3 × 4 diartikan sebagai 4 + 4+ 4. Perkalian juga dapat dikatakan sebagai operasi matematika penskalaan satu bilangan dengan bilangan lainnya .

Matematika GASING merupakan salah satu solusi dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada logika sehingga siswa tidak perlu menghafal atau bergantung pada rumus. GASING merupakan singkatan dari Gampang, AsyIk, dan menyenaNGkan. Matematika GASING ini merupakan cara belajar matematika dengan mudah apapun latar belakang pendidikan orang tersebut (Surya & Moss, 2012). Pembelajaran dengan Matematika GASING memiliki ciri khas pembelajarannya dilakukan melalui tahapan-tahapan atau langkah-langkah.

Dalam penelitian ini pembelajaran perkalian bilangan 1–10 dengan Matematika GASING diberikan kepada siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) Negeri Cipinang Besar Selatan 19 Pagi Jakarta Timur. Siswa ini sebelumnya sudah pernah mendapatkan pembelajaran perkalian dengan cara umum/konvensional ketika mereka berada di kelas II atau kelas III. Secara umum penelitian ini ingin mengetahui hasil belajar siswa terkait perkalian bilangan 1–10 dengan pembelajaran Matematika GASING. Hasil belajar dilihat dalam tiga aspek kemampuan yaitu konsep perkalian, kemampuan perkalian bilangan 1–10 secara tertulis, dan perkalian bilangan 1–10 secara mencongak. Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini diantaranya 1) adakah pengaruh kemampuan tentang konsep perkalian siswa pada perkalian bilangan 1–10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING?, 2) adakah pengaruh kemampuan tertulis siswa pada perkalian bilangan 1–10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING?, 3) adakah pengaruh kemampuan mencongak siswa pada perkalian bilangan 1–10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING?, 4) bagaimana rata-rata peningkatan kemampuan tentang konsep perkalian siswa setelah belajar dengan Matematika GASING?, 5) bagaimana rata-rata peningkatan kemampuan tertulis siswa setelah belajar dengan Matematika GASING?, dan 6) bagaimana rata-rata peningkatan kemampuan mencongak siswa setelah belajar dengan Matematika GASING?.

B. Tinjauan Pustaka 1. Matematika GASING

Matematika GASING merupakan salah satu cara baru dalam pembelajaran Matematika yang dikembangkan oleh Prof. Yohanes Surya dari Surya Institute. Istilah GASING merupakana singkatan dari GAmpang, aSyik, dan MenyenaNGkan (Surya, 2013). Pembelajaran Matematika GASING terurut dari yang mudah sampai dengan yang sulit dan mengarahkan siswa untuk menemukan faktor “AHA”nya oleh diri sendiri. Selain itu pembelajaran dimulai dengan benda-benda konkret melalui kegiatan bermain dan eksplorasi. Di dalam Matematika GASING ada yang disebut dengan titik kritis GASING. Titik kritis GASING diartikan sebagai hal-hal dasar yang harus dikuasai siswa agar dapat mengerjakan soal-soal dalam topik yang bersangkutan dengan lancar atau tidak kesulitan lagi (Surya, 2013). Harapannya setelah siswa melewati titik kritis GASING mampu mengerjakan setiap soal dengan baik.

(4)

bilangan 1, 10, 9, 2, dan 5. Selanjutnya adalah perkalian untuk bilangan yang sama, perkalian bilangan 3 dan 4, dan yang terakhir adalah perkalian 8,7, dan 6 (Surya, 2013). Gambaran untuk mencapai titik kritis perkalian tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1

Titik Kritis GASING Perkalian Gambar 1. Titik Kritis Gasing Perkalian

Dalam tulisan ini disajikan beberapa contoh pembelajaran perkalian bilangan 1–10 dengan Matematika GASING, seperti konsep perkalian, perkalian 1, dan perkalian bilangan 9. Sebagai tahap pertama dalam pembelajaran perkalian dengan Matematika GASING tujuannya adalah untuk mengenalkan konsep perkalian dengan Matematika GASING kepada siswa. Pemahaman konsep perkalian dimulai dari tahap konkret kemudian dilanjutkan dengan tahap abstrak atau penyajian dalam bahasa matematikanya. Berikut ini contoh pengenalan konsep perkalian secara konkret.

Gambar 2. Konkret Perkalian 2×5

Dari gambar di atas, dalam pembelajaran dengan Matematika GASING dapat dikatakan dengan “Ada 2 kotak masing-masing berisi 5 nanas”. Selanjutnya pernyataan ini dapat digantikan dengan pernyataan “2 kotak isi 5” yang selanjutnya dilambangkan 2□5, dibaca “2 kotak 5”. Setelah konsep pernyataan dipahami oleh siswa, berikutnya

adalah mengenalkan konsep dengan simbol matematika. Simbol 2□5 dapat dituliskan

dalam 2×5 yang berarti 5+5 hasilnya 10.

Pengenalan konsep perkalian ini kepada siswa dilakukan beberapa kali sampai siswa memahami dengan baik arti dari perkalian. Ada dua istilah dalam pengenalan konsep perkalian ini yaitu istilah kotak dan istilah isi. Kotak disini merupakan pengali sedangkan isi merupakan bilangan yang dikalikan. Setelah siswa memahami, dengan indikasi dapat membedakan mana yang sebagai kotak dan mana yang sebagai isi, selanjutnya adalah meminta siswa untuk berlatih konsep perkalian ini dari perkalian 1×1 sampai 10×10.

Pada pembelajaran konsep perkalian ini dikenalkan istilah komutatif kepada siswa, sebagai contoh adalah 3×6 dan 6×3. Dalam pengenalan istilah komutatif ini kita dapat

(5)

6□3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 18. Hasil kedua perkalian ternyata memiliki hasil yang

sama yaitu 18. Dari sini dapat dikatakan bahwa 3×6 tidak sama artinya dengan 6×3 tetapi memiliki hasil yang sama. Hal yang perlu ditekankan adalah kedua perkalian memiliki hasil yang sama namun artinya berbeda. Hasil yang sama dari kedua perkalian inilah yang disebut dengan istilah komutatif, namun istilah komutatif sendiri tidak perlu diberitahukan ke siswa.

Tahap kedua untuk mencapi titik kritis perkalian adalah perkalian bilangan 1, 10, 9, 2, dan 5. Pertama dimulai dengan pengenalan perkalian 1, kemudian perkalian 10, perkalian 9, perkalian 2, dan perkalian 5. Urutan ini tidak dimulai dari bilangan yang kecil ke bilangan yang besar namun lebih kepada bilangan yang mudah dikenal oleh siswa dan mudah untuk menghafalkannya.

Perkalian 1 dimulai dengan cara konkret, misalnya dengan menunjukkan kartu berisi gambar apel. Perkalian 1×1 dapat diperagakan dengan menunjukkan satu kartu yang berisi satu apel, 2×1 dapat diperagakan dengan menunjukkan dua kartu yang berisi satu apel, dan seterusnya. Setelah pengenalan secara konkret selanjutnya adalah menyajikan apa yang telah diperagakan ke dalam bentuk tulisan dan bentuk abstraknya, seperti di bawah ini.

Konkret Abstrak

1 x 1 = 1 □1 = 1

2 x 1 = 2 □1 = 1 + 1 = 2

3 x 1 = 3 □1 = 1 + 1 + 1 = 3

4 x 1 = 4 □1 = 1 + 1 + 1 + 1 = 4

5 x 1 = 5 □1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5

6 x 1 = 6 □1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 6

7 x 1 = 7 □1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 7

8 x 1 = 8 □1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 8

9 x 1 = 9 □1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 9

10 x 1 = 10 □1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 10

1 x 1 = 1 2 x 1 = 2 3 x 1 = 3 4 x 1 = 4 5 x 1 = 5 6 x 1 = 6 7 x 1 = 7 8 x 1 = 8 9 x 1 = 9 10 x 1 = 10 Gambar 3. Konkret dan Abstrak Perkalian 1

Langkah selanjutnya setelah siswa mengetahui bentuk abstrak perkalian 1 adalah menghafal perkalian 1. Dalam menghafal perkalian 1 ini caranya adalah dengan melihat pola. Siswa diminta mengamati seperti 1×1=1, 2×1=2, ..., 10×1=10 dan dapat menyimpulkan bahwa perkalian 1 hasilnya adalah bilangan itu sendiri.

Cara mencongak perkalian 9 adalah dengan menggunakan jari. Cara ini dapat dikatakan “bukan matematika” tetapi memudahkan penghafalan. Untuk menghitung 3×9 tekuk jari nomor 3. Lihat di sebelah kiri jari adalah ada 2 jari, dan disebelah kanan ada 7 jari. Jadi hasil perkalian ini 2 dan 7 yaitu 27. Untuk menghitung 6×9 tekuk jari nomor 6. Lihat di sebelah kiri jari adalah ada 5 jari, dan disebelah kanan ada 4 jari. Jadi hasil perkalian ini 5 dan 4 yaitu 54, dan seterusnya. Selain menggunakan jari, perkalian 9 dapat dihafal dengan melihat pola. Pola untuk 7×9 misalnya, cari dulu bilangan sebelum 7 yaitu 6, setelah itu cari pasangan 9 dari 6 yaitu 3, maka jawabnya adalah 63. Di sini perlu diingatkan bahwa perkalian 1×9 dan 10×9 sudah tidak perlu dihafal lagi karena sudah termasuk dalam perkalian 1 dan 10.

2. Kemampuan Siswa dalam Perkalian

(6)

perkalian siswa dalam tiga aspek, yaitu kemampuan pemahaman konsep perkalian, kemampuan menghitung perkalian bilangan 1–10 secara tertulis, dan kemampuan menghitung perkalian bilangan 1–10 secara mencongak. Kemampuan yang hendak dilihat ini sesuai dengan apa yang diinginkan dalam Matematika GASING.

Mencongak dapat diartikan seseorang mampu menghitung di luar kepala tanpa menggunakan alat bantu dan langsung menuliskan hasilnya. Menurut Depdiknas (2008) mencongak adalah kemampuan menghitung di luar kepala, dalam artian dengan ingatan saja dan yang dituliskan hasilnya (Depdiknas, 2008). Aktivitas pembelajaran yang dilakukan adalah guru memberikan pertanyaan lisan kepada siswa dikelas kemudian siswa langsung menuliskan jawabannya di kertas. Alternatif lain adalah guru memberikan pertanyaan secara lisan kemudian siswa menjawab secara lisan dan relatif cepat. Kemampuan mencongak sangat berguna agar siswa mampu menghitung dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat. Disamping itu kemampuan mencongak dapat melatih daya nalar siswa sehingga akan bertambah baik.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian one group pretest-postest design. Penelitian kuantitatif one group pretest-postest design adalah penelitian dengan membandingkan nilai pretes dan postes (Sugiyono, 2010). Dalam hal ini adalah nilai pretes dan postes siswa pada pembelajaran perkalian 1–10 dengan Matematika GASING. Desain penelitian ini adalah:

O1 X O2

Keterangan:

O1 : nilai pretes

X : pembelajaran perkalian bilangan 1–10 dengan Matematika GASING O2 : nilai postes

(Sumber : Sugiyono, 2010)

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Cipinang Besar Selatan 19 Pagi Jakarta Timur yang berjumlah 31 orang. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan panduan buku Matematika GASING Volume 1. Pembelajaran ini dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sebelumnya telah diberikan pelatihan tentang Matematika GASING sebanyak tiga orang berasal dari Sekolah Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya, Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berama-sama dengan guru Matematika di SD Negeri Cipinang Besar Selatan 19 Pagi Jakarta Timur. Pemilihan kelas sebagai sampel dalam penelitian ini bersifat purposive sampling.

(7)

berupa judgment materi dari pakar Matematika GASING STKIP Surya. Validasi selanjutnya adalah mengenai keterbacaan soal yang didisikusikan dengan dosen-dosen Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Surya yang paham tentang isntrumen.

Prosedur dalam penelitian ini diantaranya: 1) mengidentifikasi masalah dan tujuan, 2) menentukan desain penelitian sesuai masalah dan tujuan penelitian, 3) menyusun instrumen tes dilanjutkan dengan validasi, 4) memberikan pretes konsep perkalian, perkalian bilangan 1–10, dan tes mencongak, 5) memberikan pembelajaran perkalian bilangan 1–10 dengan Matematika GASING, 6) memberikan postes konsep perkalian, perkalian bilangan bilangan 1–10, dan tes mencongak, 7) melakukan analisis terhadap hasil tes, 8) Membuat kesimpulan dari hasil penelitian, 9) menulis laporan penelitian. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari Maret sampai April 2014.

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis kuantitatif. Analisis dilakukan terhadap hasil pretes dan postes untuk tes konsep perkalian, tes tertulis perkalian 1-10, dan tes mencongak. Uji statistik yang digunakan adalah uji non parametrik untuk dua sampel yang berkorelasi (2 related sample). Uji non parametriknya adalah uji wilcoxon. Penelitian menggunakan uji non parametrik wilcoxon karena asumsi-asumsi untuk menggunakan uji parametrik, seperti normalitas dan homogenitas tidak dapat dipenuhi. Desain penelitian one-group pretest-postest mengakibatkan asumsi homogenitas tidaklah mungkin dipenuhi dari awal, sehingga dalam penelitian ini tidak perlu dilakukan uji normalitas. Dengan demikian uji hipotesis menggunakan uji wilcoxon.

Analisa data kuantitatif selanjutnya adalah untuk melihat besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran dengan Matematika GASING yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer (2002). Rumus gain tersebut seperti berikut ini:

N-gain ( )

Nilai gain yang diperoleh selanjutnya diinterpretasikan menurut klasifikasin indeks N-gain menurut Hake (1999) sebagai berikut:

Tabel 1. Interpretasi Indeks N-gain

Indeks N-gain ( ) Interpretasi

Tinggi

1) Statistik Deskriptif Skor Pretes dan Postes pada Kemampuan tentang Konsep Perkalian

Kemampuan awal (pretes) dan kemampuan akhir (postes) siswa meliputi skor maksimum ( ) dan skor minimum ( ), skor rata-rata ( ), dan standar deviasi

( ). Data-data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(8)

Tabel 2. Statistik Deskriptif Kemampuan Konsep Perkalian

Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kemampuan awal siswa dalam konsep perkalian sebesar 1.1935 dan 6.0323, yang nampak cukup berbeda. Untuk mengetahui apakah perbedaan antara skor pretes dengan berbeda cukup signifikan atau tidak dilakukan uji perbedaan kemampuan siswa tentang konsep perkalian. Uji yang digunakan adalah uji wilcoxon.

2) Uji Perbedaan Kemampuan Siswa tentang Konsep Perkalian

Uji wilcoxon merupakan uji non parametrik untuk dua sampel yang berkorelasi untuk data yang termasuk ordinal. Data dalam penelitian tergolong ke dalam data ordinal. Pasangan uji hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan siswa tentang konsep

perkalian

HA : Terdapat perbedaan kemampuan siswa tentang konsep perkalian.

Kriteria pengujian H0 ditolak jika nilai absolut , dan H0 diterima jika

nilai absolut . Berdasarkan perhitungan uji Wilcoxon untuk statistik non

parametrik dengan SPSS tentang konsep perkalian dengan Matematika GASING, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Uji Perbedaan Kemampuan Skor Pretes dan Skor Postes Konsep Perkalian

Kemampuan Tes Absolut Asymp. Sig

(2-tailed)

terdapat perbedaan kemampuan tentang konsep perkalian siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan Matematika GASING. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika GASING mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan tentang konsep perkalian siswa pada perkalian bilangan 1–10.

b. Kemampuan Tertulis Perkalian Bilangan 1-10

1) Statistik Deskriptif Skor Pretes dan Postes Siswa pada Kemampuan Tertulis Perkalian 1-10

Kemampuan awal (pretes) dan kemampuan akhir (postes) siswa meliputi skor maksimum ( ) dan skor minimum ( ), skor rata-rata ( ), dan standar deviasi

( ). Data-data tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

(9)

Tabel 4. Statistik Deskriptif Kemampuan Tertulis Perkalian 1-10

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, tes tertulis kemampuan perkalian bilangan 1– 10 rata-rata kemampuan awal dan kemampuan akhir siswa cukup berbeda. Untuk melihat apakah perbedaan ini signifikan atau tidak dilakukan uji perbedaan kemampuan tertulis siswa pada perkalian bilangan 1–10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING.

2) Uji Statistik dengan Uji Non Parametrik Uji Wilcoxon

Untuk melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan tertulis siswa pada perkalian bilangan 1 – 10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING sebelum dan sesudah pembelajaran, maka data diuji dengan uji dua sampel berpasangan yaitu uji wilcoxon. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan tertulis siswa pada perkalian bilangan

1–10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING.

HA : Terdapat perbedaan kemampuan tertulis siswa pada perkalian bilangan 1–10

terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING.

Kriteria pengujian H0 ditolak jika nilai absolut , dan H0 diterima jika

nilai absolut .Berdasarkan perhitungan uji Wilcoxon untuk statistik non

parametrik dengan SPSS untuk perkalian bilangan 1–10 secara tertulis, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Uji Perbedaan Kemampuan Skor Pretes dan Skor Postes Kemampuan Tertulis

Kemampuan Tes Absolut Asymp. Sig

(2-tailed)

terdapat perbedaan kemampuan tertulis siswa pada perkalian bilangan 1 – 10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika GASING mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan tertulis siswa pada perkalian bilangan 1 – 10.

(10)

c. Kemampuan Perkalian 1–10 dengan Matematika GASING Secara Mencongak 1) Statistik Deskriptif Tes Kemampuan Mencongak Perkalian 1–10 dengan

Matematika GASING.

Statistik Deskriptif untuk kemampuan mencongak dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Statistik Deskriptif Kemampuan Mencongak Perkalian 1-10

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Sebelum 31 21 100 74.48 18.419

Sesudah 31 64 100 86.65 12.246

Valid N (listwise) 31

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, tes mencongak kemampuan perkalian bilangan 1–10 rata-rata kemampuan awal dan kemampuan akhir siswa cukup berbeda. Untuk melihat apakah perbedaan ini signifikan atau tidak dilakukan uji perbedaan kemampuan mencongak siswa pada perkalian bilangan 1–10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING.

2) Uji Perbedaan Kemampuan Tes Mencongak Siswa pada Perkalian Bilangan 1 -10

Untuk melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan mencongal siswa pada perkalian bilangan 1 – 10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING sebelum dan sesudah pembelajaran, maka data diuji dengan uji dua sampel berpasangan yaitu uji t apabila asumsi bahwa data berdistribusi normal dan variansi kedua distribusi populasinya sama. Berdasarkan perhitungan uji normalitas dan uji homogenitas diketahui bahwa data berdistribusi normal namun asumsi homogenitas tidak dipenuhi. Oleh karena itu uji statistik yang digunakan adalah uji non parametrik, yaitu uji wilcoxon. Uji wilcoxon digunakan untuk dua sampel yang berpasangan. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan mencongak siswa pada

perkalian bilangan 1 – 10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING.

HA : Terdapat perbedaan kemampuan mencongak siswa pada perkalian

bilangan 1 – 10 terhadap pembelajaran dengan Matematika GASING.

Berdasarkan perhitungan uji Wilcoxon untuk statistik non parametrik dengan SPSS untuk perkalian bilangan 1 – 10 secara mencongak, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Uji Perbedaan Kemampuan Skor Pretes dan Skor Postes Kemampuan Mencongak

Kemampuan Tes Absolut Asymp.

Sig (2-pembelajaran dengan Matematika GASING. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

(11)

pembelajaran Matematika GASING mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mencongak siswa pada perkalian bilangan 1 – 10.

2. Peningkatan (N-gain) Kemampuan Siswa dalam Perkalian Bilangan 1 – 10 dengan Matematika GASING

Untuk melihat peningkatan kemampuan siswa dalam perkalian bilangan 1 – 10, analisis yang digunakan adalah dengan menghitung selisih skor pretes dan skor postes untuk tes konsep perkalian, tes tertulis perkalian bilangan 1-10, maupun tes mencongak. Untuk melihat peningkatan ini digunakan uji terhadap satu perlakukan yaitu uji t. Uji t dapat digunakan jika data memiliki sebaran normal.

a. Peningkatan dalam Konsep Perkalian

1) Uji Normalitas Skor Peningkatan (N-gain) Kemampuan tentang Konsep Perkalian

Uji normalits untuk peningkatan kemampuan tentang konsep perkalian siswa yang belajar menggunakan pembelajaran Matematika GASING dihitung menggunakan SPSS yaitu uji satu sampel dengan One-Sample kolmogorv-Smirnov. Pasangan hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

HA : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi dan . H0 diterima

jika sig. >taraf signifikansi yang berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan jika sig. < taraf signifikansi maka H0 ditolak yang berarti data berdistribusi tidak normalData

peningkatan kemampuan tertulis perkalian bilangan 1-10 seperti tertera pada tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Uji Normalitas Skor N-gain Siswa tentang Konsep Perkalian

Aspek Kemampuan

Kolmogorov- Smirnov

Kesimpulan Keterangan

Statistic Sig.

Konsep

Perkalian 2.205 0,000 H0 diterima Normal

Dari data skor N-gain tentang konsep perkalian berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis satu rata-rata dengan menggunakan uji t.

2) Uji satu rata-rata Skor N-gain Kemampuan tentang Konsep Perkalian

Untuk menjawab hipotesis bagaimana rata-rata peningkatan kemampuan tentang konsep perkalian siswa setelah belajar dengan Matematika GASING, dilakukan uji satu rata-rata. Uji yang digunakan adalah uji t karena asumsi uji ini dapat dilakukan yaitu normlitas terpenuhi. Pasangan hipotesis statistiknya sebagai berikut:

H0 : Rata-rata peningkatan kemampuan tentang konsep perkalian dengan

pembelajaran Matematika GASING termasuk tidak kategori minimal 0,04. HA : Rata-rata peningkatan kemampuan tentang konsep perkalian dengan

pembelajaran Matematika GASING termasuk kategori kurang dari 0,04. 05

, 0 

(12)

Kriteria pengujian hipotesis adalah Ho ditolak jika dan Ho diterima

jika . Hasil uji satu rata-rata skor N-gain kemampuan tentang konsep

perkalian adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Uji Satu Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Tertulis Perkalian Bilangan 1-10

Aspek

Kemampuan Uji-t

Asymp.Sig.

(2-tailed) Kesimpulan Keterangan

Konsep

Perkalian -0,080 0,937 H0 diterima Peningkatan rendah

Selain itu, diperoleh bahwa test value sebesar 0,04 dengan nilai thitung = -0,080 dan

nilai sig. (2-tailed) = 0,937 > maka Ho diterima. Hal ini berarti rata-rata peningkatan kemampuan tertulis dengan pembelajaran Matematika GASING termasuk kategori minimal 0,04. Berdasarkan hasil perhitungan dengan SPSS diperlihatkan bahwa rata-rata N-gain kemampuan tertulis adalah 0.0382 dan simpangan baku = 0,1231. Kategori rata-rata peningkatan N-gain tentang konsep perkalian tergolong rendah.

b. Peningkatan (N-gain) Kemampuan Tertulis Bilangan 1-10

1) Uji Normalitas Skor Peningkatan (N-gain) Kemampuan Tertulis Bilangan 1-10 Uji normalits untuk peningkatan kemampuan tertulis siswa yang belajar menggunakan pembelajaran Matematika GASING dengan menggunakan SPSS yaitu uji satu sampel dengan One-Sample Kolmogorv-Smirnov. Pasangan hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

HA : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi dan . H0 diterima

jika sig. >taraf signifikansi yang berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan jika sig. < taraf signifikansi maka H0 ditolak yang berarti data berdistribusi tidak normalData

peningkatan kemampuan tertulis perkalian bilangan 1-10 seperti tertera pada tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Uji Normalitas Skor N-gain Siswa

Aspek

Dari data di atas diperoleh bahwa data berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis satu rata-rata dengan menggunakan uji t.

2) Uji satu rata-rata Skor N-gain Kemampuan Tertulis Perkalian Bilangan 1-10

Untuk menjawab hipotesis Bagaimana rata-rata peningkatan kemampuan tertulis siswa setelah belajar dengan Matematika GASING, dilakukan uji satu rata-rata. Uji yang digunakan adalah uji t karena asumsi uji ini dapat dilakukan yaitu normlitas terpenuhi. Pasangan hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(13)

H0 : Rata-rata peningkatan kemampuan tertulis dengan pembelajaran

Matematika GASING minimal 0,345.

HA : Rata-rata peningkatan kemampuan tertulis dengan pembelajaran

Matematika GASING kurang dari 0,345

Kriteria pengujian hipotesis adalah Ho ditolak jika dan Ho diterima

jika . Hasil uji satu rata-rata skor N-gain kemampuan tertulis perkalian

bilangan 1-10 adalah sebagai berikut:

Tabel 11. Uji Satu Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Tertulis Perkalian Bilangan 1-10

Aspek

Kemampuan Uji-t

Asymp.Sig.

(2-tailed) Kesimpulan Keterangan

Tertulis

Perkalian 0,003 0,998 H0 diterima Peningkatan tinggi

Untuk test value sebesar 0,345, nilai thitung = 0,003 dan nilai sig. (2-tailed) = 0,998 >

maka Ho diterima. Hal ini berarti rata-rata peningkatan kemampuan tertulis dengan pembelajaran Matematika GASING minimal 0,345. Berdasarkan perhitungan SPSS rata-rata peningkatannya sebesar 0,345 dan standar deviasinya 0,348.

c. Peningkatan (N-gain) Kemampuan Mencongak Perkalian

1) Uji Normalitas Skor Peningkatan (N-gain) Kemampuan Mencongak Perkalian 1-10 Uji normalits untuk peningkatan kemampuan mencongak perkalian siswa yang belajar menggunakan pembelajaran Matematika GASING dengan menggunakan SPSS yaitu uji satu sampel dengan One-Sample kolmogorv-Smirnov. Pasangan hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

HA : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi dan . H0 diterima

jika sig. >taraf signifikansi yang berarti data berdistribusi normal, sedangkan jika sig. < taraf signifikansi maka H0 ditolak yang berarti data berdistribusi tidak normal. Data

peningkatan kemampuan mencongak perkalian bilangan 1-10 seperti tertera pada tabel 12 di bawah ini.

Tabel 12. Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Mencongak Perkalian 1-10

Aspek

Dari data di atas diperoleh bahwa data berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis satu rata-rata dengan menggunakan uji t.

2) Uji satu rata-rata Skor N-gain Kemampuan Mencongak Perkalian Bilangan 1-10 Untuk menjawab hipotesis bagaimana rata-rata peningkatan kemampuan mencongak siswa setelah belajar dengan Matematika GASING, dilakukan uji satu

(14)

rata. Uji yang digunakan adalah uji t karena asumsi uji ini dapat dilakukan yaitu normlitas terpenuhi. Pasangan hipotesis statistiknya sebagai berikut:

H0 : Rata-rata peningkatan kemampuan tertulis dengan pembelajaran

Matematika GASING minimal 0,4.

HA : Rata-rata peningkatan kemampuan tertulis dengan pembelajaran

Matematika GASING kurang dari 0,4

Kriteria pengujian hipotesis adalah Ho ditolak jika dan Ho diterima

jika . Hasil uji satu rata-rata skor N-gain kemampuan tertulis perkalian

bilangan 1-10 adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Uji Satu Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Mencongak Perkalian Bilangan 1-10

Aspek

Kemampuan Uji-t

Asymp.Sig.

(2-tailed) Kesimpulan Keterangan

Tertulis

Perkalian 0,000 1,000 H0 diterima Peningkatan sedang

Untuk test value sebesar 0,4, nilai thitung = 0,000 dan nilai sig. (2-tailed) = 1,000 <

maka Ho diterima. Hal ini berarti rata-rata peningkatan kemampuan mecongak dengan pembelajaran Matematika GASING minimal 0,4. Berdasarkan perhitungan SPSS rata-rata peningkatannya sebesar 0,4.

E. Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka diperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan pertanyaan penelitian yang diajukan. Kesimpulan dalam penelitian ini diantaranya: 1) pembelajaran dengan Matematika GASING berpengaruh terhadap kemampuan tentang konsep perkalian bilangan 1-10 siswa, 2) pembelajaran dengan Matematika GASING berpengaruh terhadap kemampuan tertulis perkalian bilangan 1-10 siswa, 3) pembelajaran dengan Matematika GASING berpengaruh terhadap kemampuan mencongak perkalian bilangan 1-10 siswa, 4) rata-rata kemampuan konsep perkalian siswa termasuk dalam ketegori rendah, 5) rata-rata kemampuan siswa dalam kemampuan tertulis perkalian bilangan 1-10 termasuk dalam kategori sedang, dan 6) rata-rata kemampuan siswa dalam kemampuan mencongak perkalian bilngan 1-10 termasuk dalam kategori sedang.

Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan di atas, nampak bahwa kemampuan siswa tentang konsep perkalian tergolong rendah. Siswa masih memiliki kesulitan memahami sesuatu yang bersifat konseptual. Untuk itu pada pembelajaran perkalian selanjutnya sebaiknya perlu penekanan yang lebih tinggi tentang konsep perkalian ini.

Materi perkalian bilangan 1-10 merupakan bagian awal dalam belajar perkalian dengan Matematika GASING. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilanjutkan untuk membelajarkan bilangan-bilangan yang lebih besar dengan Matematika GASING.

F. Daftar Pustaka

Raharjo, M., Waluyati, A., & Sutanti, T. 2009. Pembelajaran Operasi Hitung Perkalian dan Pembagian Bilangan Cacah di SD. Jakarta: Depdiknas Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.

tabel hitung t

t 

tabel hitung t

t 

05 , 0 

(15)

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Surya, Y. 2013. Modul Pelatihan Matematika GASING SD Bagian 1. Tangerang: PT. Kandel

Surya, Y. & Moss, M. 2012. Mathematics Education in Rural Indonesia. Proceeding in the 12th International Congress on Mathematics Education: Topic Study Group 30, 6223-6229.

Gambar

Gambar 2.  Konkret Perkalian 2×5
Gambar 3. Konkret dan Abstrak Perkalian 1
Tabel 1. Interpretasi Indeks N-gain
Tabel 2. Statistik Deskriptif Kemampuan Konsep Perkalian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pengolahan pangan, kehilangan vitamin C akibat reaksi enzimatis jumlahnya sangat sedikit, sedangkan reaksi non enzimatis menjadi penyebab utama hilangnya

Hasil yang optimal tersebut dipergunakan sebagai bahan baku untuk proses deproteinasi menggunakan basa kuat (NaOH 2N) dengan variabel waktu proses 6, 12, 18, 24 jam sehingga

Cara ini dapat diketahui dengan menggunakan metode The American Produktivity Center (APC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Proses transaksi pembelian dan penjualan

Selain itu juga ditemukan adanya tiga karakteristik terjadinya proses berpikir pseudo dalam menyelesaikan masalah proporsi: (a) adanya ketidaksempurnaan

Masih menurut Marmanto, pengajaran ini akan lebih baik apabila pada tahap latihan siswa diarahkan untuk membandingkan budaya bahasa target (Inggris) dengan budaya siswa

Secara umum peningkatan terjadi pada setiap indikator, namun indikator yang banyak dikuasai dan disempurnakan oleh calon konselor dalam proposal penelitiannya

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Walikota Batu tentang Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi

Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, patomekanisme, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi