• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM REPRODUKSI (Eksperimental Semu pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri 1 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Ba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM REPRODUKSI (Eksperimental Semu pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri 1 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Ba"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

(Eksperimental Semu pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri 1 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

NOPRI JUMARNI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM REPRODUKSI

(Eksperimental Semu pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri 1 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

NOPRI JUMARNI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan aktivitas belajar siswa. Penelitian ini merupakan ekperimental semu dengan desain pretes-postes kelompok non-ekuivalen. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI IPA2 dan XI IPA3 yang dipilih dari populasi dengan teknik purposive sampling. Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari rata-rata nilai pretes dan postes yang dianalisis secara statistik menggunakan uji-t pada taraf kepercayaan 5%. Data kualitatif berupa keterampilan proses sains siswa, aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan angket tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri

(3)

v

adalah 79,38 dengan rata-rata peningkatan 62,93%. Peningkatan indikator keterampilan proses sains siswa yang paling tinggi adalah keterampilan proses siswa dalam mengobservasi (observing) yang mencapai 74,13% dengan kriteria peningkatan tinggi, sedangkan untuk indikator keterampilan proses sains siswa dalam menginterpretasi, memprediksi, menyimpulkan, dan mengomunikasikan memiliki peningkatan dengan kriteria sedang. Selain itu, sebagian besar siswa (90,32%) memberikan tanggapan positif terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Dengan demikian, pembelajaran menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan aktivitas belajar siswa.

(4)
(5)
(6)
(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

F. Kerangka Pikir ... 8

G. Hipotesis Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) ... 11

B. Keterampilan Proses Sains (KPS) atau Scientific Process Skills ... 16

C. Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar ... 19

III.METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

B. Populasi dan Sampel ... 22

C. Desain Penelitian ... 22

D. Prosedur Penelitian ... 23

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Teknik Analisis Data ... 34

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

(8)

xv

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN 1. Silabus ... 57

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 63

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 76

4. Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa ... 101

5. Rubrik Instrumen KPS pada Lembar Kerja Siswa ... 107

6. Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes ... 115

7. Soal Pretes dan Postes ... 123

8. Kunci Jawaban Soal Pretes-postes ... 126

9. Rubrik Penilaian Soal Pretes-postes ... 127

10. Angket Tanggapan Siswa ... 129

11. Data-data Hasil Penelitian ... 130

11. Analisis Uji Statistik Data Hasil Penelitian ... 146

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keterampilan proses sains sangat penting dimiliki oleh siswa untuk

menghadapi persaingan di era globalisasi yang menuntut persaingan

antarmanusia. Nandang (2009: 1) mengutarakan bahwa era globalisasi yang

berlangsung menuntut siswa untuk dapat menyelesaikan masalah yang

bersifat spesifik dan juga mampu mengoptimalkan kemampuan kognitif

(cognitive tools) serta berbagai kompetensi lainnya. Sehubungan dengan hal

tersebut, Haryono (2006: 1) mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains

sangat penting dikembangkan dalam pendidikan karena merupakan

kompetensi dasar untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa dan

keterampilan dalam memecahkan masalah, sehingga dapat membentuk

pribadi siswa yang kreatif, kritis, terbuka, inovatif, dan kompetitif dalam

persaingan pada dunia global di masyarakat.

Selain itu, beberapa alasan yang yang melandasi perlunya keterampilan proses

dalam kegiatan belajar mengajar dikemukakan oleh Semiawan, dkk (1987: 15)

bahwa siswa lebih mudah memahami konsep rumit dan abstrak jika disertai

(10)

secara aktif dan kreatif dalam mengembangkan keterampilan untuk

memproseskan perolehan konsep. Lebih lanjut Semiawan, dkk (1987: 15) juga

mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains sangat penting diterapkan

dalam proses belajar mengajar agar anak dapat berlatih untuk selalu bertanya,

berpikir kritis, menumbuh-kembangkan keterampilan fisik dan mental, serta

sebagai wahana untuk menyatukan pengembangan konsep siswa dengan

pengembangan sikap dan nilai yang penting sebagai bekal terhadap tantangan

di era globalisasi.

Meskipun demikian, kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan,

keterampilan proses sains belum dikembangkan di sekolah secara optimal.

Nandang (2009: 1) mengungkapkan bahwa proses penyelenggaraan

pendidikan di sekolah belum mengoptimalkan berbagai keterampilan yang

dimiliki siswa, hal ini salah satunya disebabkan oleh pembelajaran yang

masih bersifat umum dan teoritik serta kurang menuntut siswa untuk

menggunakan alat-alat pikirnya (tool-lessthought), sementara di masyarakat

siswa dituntut untuk mampu menggunakan keterampilan secara optimal.

Pernyataan di atas didukung dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hasil

observasi dan wawancara peneliti dengan guru biologi kelas XI di SMA

Negeri 1 Tumijajar pada November 2012 menunjukkan bahwa keterampilan

proses sains siswa di sekolah tersebut belum pernah diukur. Selain itu, metode

yang sering digunakan guru dalam pembelajaran biologi khususnya pada

(11)

tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan

keterampilan proses sains (KPS).

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa pengembangan keterampilan proses

sains baik dalam proses pembelajaran maupun evaluasi hasil belajar sangat

jarang dilakukan, sehingga siswa kurang mampu mengembangkan

keterampilan dalam menemukan dan menghubungkan konsep yang

disampaikan khususnya pada materi sistem reproduksi. Mengingat pentingnya

keterampilan tersebut, maka diperlukan model pembelajaran yang dapat

memfasilitasi terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang mampu

mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Salah satu model

pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan keterampilan proses

sains siswa adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

inkuiri terbimbing (guided inquiry).

Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam mengembangkan

keterampilan proses sains dikemukakan oleh Garton (dalam Komalasari,

2010: 73) bahwa inkuiri merupakan model pembelajaran yang juga berupaya

menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga siswa

mampu mengembangkan kreativitas dalam memahami konsep dan

memecahkan masalah. Nur (dalam Haryono, 2006: 2) mengungkapkan bahwa

model inkuiri terbimbing menekankan pada proses pencarian pengetahuan

daripada transfer pengetahuan. Siswa dipandang sebagai subjek belajar yang

perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru

(12)

kegiatan belajar siswa. Keberhasilan penerapan model inkuiri terbimbing

(guided inquiry) terhadap keterampilan proses sains siswa (scientific process

skills) telah dibuktikan oleh Hatminingsih (2011: ii) melalui penelitiannya

yang menyimpulkan bahwa penggunaan model inkuiri terbimbing dapat

meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA pada materi sistem gerak

manusia.

Sejalan dengan hal tersebut, Blonder (dalam Bilgin, 2009: 1039) juga

menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided

inquiry) memberikan dampak positif dalam membangun sikap dan

keterampilan proses sains siswa. Hal serupa dikemukakan oleh Paidi (2007: 1)

melalui hasil penelitiannya, yang mengungkapkan bahwa guided inquiry

meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA Negeri 1 Sleman pada

mata pelajaran biologi hingga 22%.

Bukti keberhasilan model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses

sains siswa (scientific process skills) lainnya dikemukakan oleh Taraban

(dalam Carlson, 2008: 12-13) yang menyatakan bahwa penerapan model

tersebut di Texas juga menunjukkan hasil yang signifikan dalam

meningkatkan keterampilan poses sains siswa di sekolah pada bidang biologi.

Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Terhadap

Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Pokok Sistem Reproduksi

(Eksperimental Semu pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri 1

(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah

dari penelitian ini antara lain:

1. apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry)

berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses

sains siswa kelas XI pada materi pokok sistem reproduksi di SMA Negeri

1 Tumijajar tahun pelajaran 2012/2013?

2. bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing

(guided inquiry) terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa pada materi

pokok sistem reproduksi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui:

1. pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided

inquiry) terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas XI

pada materi pokok sistem reproduksi di SMA Negeri 1 Tumijajar tahun

pelajaran 2012/2013.

2. pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided

inquiry) terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa pada materi pokok

(14)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. bagi peneliti berguna sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman mengenai pembelajaran yang mampu mengembangkan

keterampilan proses sains siswa (scientific process skills) melalui model

pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry).

2. bagi guru berguna sebagai gambaran mengenai penerapan model

pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) serta sebagai motivasi

dalam memilih model pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa

untuk mengembangkan keterampilan proses sains.

3. bagi siswa berguna untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui

proses penemuan fakta, sehingga melatih siswa dalam mengembangkan

keterampilan proses sains (scientific process skills) dalam rangka untuk

memahami konsep-konsep biologi.

4. bagi sekolah berguna sebagai landasan untuk meningkatkan mutu

pendidikan dan sekolah melalui perbaikan proses pembelajaran dengan

menerapkan model pembelajaran yang melatih siswa untuk melakukan

proses penemuan fakta dan konsep, sehingga mampu mengembangkan

(15)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam penafsiran penelitian ini,

maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. model inkuiri terbimbing (guided inquiry) yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: (1) orientasi

(orientation); (2) eksplorasi (exploration); (3) membangun konsep

(concept formation); (4) aplikasi (application); dan (5) penutup (closure)

(Hanson, 2012: 1).

2. keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini meliputi

beberapa keterampilan, yaitu: (1) mengobservasi (observing);

(2) menafsirkan (interpreting); (3) memprediksi (predicting);

(4) menyimpulkan (inferring); dan (5) mengomunikasikan

(communicating) (Funk dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 140).

3. aktivitas belajar siswa yang diamati pada penelitian ini antara lain: (1)

mengajukan pertanyaan; (2) bertukar informasi; dan (3) menyampaikan

hasil diskusi (Diedrich dalam Nasution, 2004: 91).

4. subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tumijajar

semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

5. materi pokok dalam penelitian ini adalah sistem reproduksi pada kelas XI

semester genap dengan kompetensi dasar 3.7 “Menjelaskan keterkaitan

antara struktur, fungsi, dan proses yang meliputi pembentukan sel kelamin,

(16)

kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem reproduksi” (Depdiknas,

2006: 456).

F. Kerangka Pikir

Keterampilan proses sains sangat penting dimiliki oleh siswa karena

merupakan kompetensi dasar untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa dan

keterampilan dalam memecahkan masalah, namun kenyataan yang terjadi

justru berbeda. Fakta menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa

belum dikembangkan dalam pembelajaran serta belum pernah diukur.

Kesenjangan tersebut dimungkinkan terjadi karena guru menggunakan metode

atau model pembelajaran yang kurang mampu memfasilitasi siswa untuk

mengembangkan keterampilan proses sains seperti keterampilan mengamati,

menginterpretasi, memprediksi, dan menghubungkan konsep. Oleh karena itu,

diperlukan suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat memfasilitasi

siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sains.

Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan

keterampilan sains siswa adalah model inkuiri terbimbing (guided inquiry).

Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melatih siswa untuk

mengembangkan sikap ilmiah dan meningkatkan kemampuan dalam

menemukan konsep.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan model inkuri terbimbing meliputi

beberapa langkah kegiatan. Pada fase orientation, siswa berlatih untuk

(17)

dengan pengetahuan sebelumnya (prior knowledge). Fase exploration,

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempertajam daya observasi,

melatih siswa menggumpulkan dan menganalisis data atau informasi

berdasarkan permasalahan yang diajukan guru.

Selanjutnya, fase concept formation menuntut siswa untuk menemukan

hubungan antarkonsep (interpreting), memprediksi hal yang mungkin akan

terjadi berdasarkan hasil pengamatan, serta mendorong siswa untuk berpikir

kritis dan analitis untuk membangun kesimpulan (inferring). Fase application

melatih siswa untuk mengaplikasikan konsep yang diperoleh ke dalam situasi

tertentu hingga permasalahan di kehidupan nyata (real-world problems). Fase

closure merupakan fase penutup yang menuntut siswa untuk mampu

melaporkan hasil temuannya (communicating), merefleksi apa yang telah

dipelajari, hingga mengonsolidasikan pengetahuannya. Dengan demikian,

diharapkan keterampilan proses sains siwa dapat berkembang melalui

langkah-langkah dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided

inquiry) yang menunjang terciptanya keterampilan tersebut.

Penelitian ini mengenai pengaruh penerapan model inkuiri terbimbing (guided

inquiry) terhadap keterampilan proses sains siswa (scientific process skills).

Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran inkuiri

terbimbing (guided inquiry), sedangkan variabel terikatnya adalah

keterampilan proses sains siswa. Hubungan antara kedua variabel tersebut

(18)

Keterangan:

X = Variabel bebas (Model pembelajaran inkuiri terbimbing) Y = Variabel terikat (Keterampilan proses sains siswa)

Gambar 1. Hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini antara lain:

Ho = penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry)

tidak berpengaruh signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses

sains siswa pada materi pokok sistem reproduksi.

H1 = penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry)

berpengaruh signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains

siswa pada materi pokok sistem reproduksi.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

dapat melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan proses investigasi

untuk mengumpulkan data berupa fakta dan memproses fakta tersebut

sehingga siswa mampu membangun kesimpulan secara mandiri guna

menjawab pertanyaan atau permasalahan yang diajukan oleh guru (

teacher-proposed research question) (Bell dan Smetana dalam Maguire dan Lindsay,

2010: 55). Dalam penerapan model pembelajaran ini, Ibrahim (dalam Paidi,

2007: 8) menerangkan guided inquiry sebagai kegiatan inkuiri di mana siswa

diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis

hasil, dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal

menentukan topik, pertanyaan, dan bahan penunjang, guru hanya sebagai

fasilitator.

Lebih lanjut, Wallace dan Metz (dalam Bilgin, 2009: 1038) mengemukakan

bahwa hal terpenting dalam penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing

(guided inquiry) adalah kegiatan siswa sebagai peneliti dengan bimbingan

guru, yang melatih siswa agar mampu berperan sebagai problem solver.

(20)

mampu memberikan dampak positif untuk meningkatkan aktivitas dan

keterampilan ilmiah siswa.

Selanjutnya, berdasarkan National Research Council (NRC) tahun 2000,

Bilgin (2009: 1039) mengungkapkan bahwa model pembelajaran guided

inquiry dapat melatih siswa untuk membangun jawaban dan berpikir cerdas

dalam menemukan berbagai alternatif solusi atas permasalahan yang diajukan

oleh guru, mengembangkan keterampilan pemahaman konsep (understanding

skills), membangun rasa tanggung jawab (individual responsibility), dan

melatih proses penyampaian konsep yang ditemukan.

Inkuiri yang diterapkan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam melakukan observasi dan mengemukakan jawaban

atas suatu permasalahan melalui interpretasi data hingga diperoleh suatu

kesimpulan (Carlson, 2008: 33). Inkuiri terbimbing tidak hanya menuntut

siswa untuk dapat melakukan proses investigasi secara mandiri, tetapi juga

menuntut siswa untuk mampu memahami implikasi suatu hasil eksperimen,

hal tersebut secara rinci dijelaskan oleh MMC tahun 2007. Menurut Michigan

Merit Curiculum atau MMC (dalam Carlson, 2008: 9) “...Inquiry require

students not only to conduct their own investigations, but also to understand

their implications”.

Pembelajaran inquiry menurut National Science Education Standards atau

NSES (dalam Paidi, 2007: 9) dapat menciptakan terjadinya konfrontasi

intelektual pada diri tiap siswa. Objek belajar atau lingkungan dapat

(21)

memungkinkan siswa untuk mempertanyakan sampai pada upaya

pemecahannya. Sementara itu, Kunandar (2007: 372) menambahkan bahwa

pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry based learning)dapat memacu

keinginan siswa untuk memahami konsep, memotivasi mereka untuk

melanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan jawaban atas suatu

permasalahan, serta memberikan siswa pengalaman-pengalaman yang nyata

dan aktif. Siswa juga diharapkan dapat mengambil inisiatif guna memecahkan

masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan. Dengan

demikian, inkuiri memungkinkan terjadinya integrasi berbagai disiplin ilmu.

Lebih lanjut, Susanto (dalam Paidi, 2007: 9) juga menyatakan bahwa dalam

proses pembelajaran berbasis inkuiri, guru dapat memfasilitasi siswa secara

penuh atau sebagian kecil saja melalui LKS atau petunjuk lainnya sehingga

siswa mampu menemukan permasalahannya sampai dengan jawaban dari

permasalahan tersebut. Hal itulah yang menurutnya guided inquiry sangat

penting untuk diterapkan. Hanafiah dan Suhana (2012: 77) menambahkan

bahwa inquiry based learning terdiri dari tiga jenis, yaitu inkuiri terpimpin,

inkuiri bebas, dan inkuiri bebas yang dimodifikasi. Perbedaan ketiganya

terletak pada kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Hanafiah dan Suhana (2012: 77) menjelaskan bahwa pada inkuiri terpimpin,

pelaksanaan pembelajaran dilakukan atas petunjuk dari guru berupa

pertanyaan inti dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik ke titik

kesimpulan yang diharapkan, sedangkan pada inkuiri bebas siswa belajar

(22)

memperoleh kesimpulan sendiri. Inkuiri bebas yang dimodifikasi

dilaksanakan sebagai penyelidikan dalam rangka membuktikan kebenaran

teori melalui pengajuan masalah dari guru yang didasarkan pada teori yang

sudah dipahami oleh peserta didik.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan model inkuri terbimbing meliputi

beberapa langkah kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Hanson (2012: 1)

sebagai berikut:

Orientation

Fase orientasi dilaksanakan untuk memunculkan ketertarikan siswa

terhadap proses pembelajaran (creates interest), memberikan motivasi,

membangitkan keingintahuan (generates curiosity), dan membangun

informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya (prior knowledge).

Exploration

Fase eksplorasi memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan

observasi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, serta

membangun hipotesis berdasarkan permasalahan yang diajukan guru.

Concept Formation

Fase ini merupakan tindak lanjut dari tahap eksplorasi yang menuntut

siswa untuk menemukan hubungan antarkonsep dan mendorong siswa

untuk berpikir kritis dan analitis untuk membangun kesimpulan.

Application

Konsep berupa pengetahuan baru yang telah diperoleh diaplikasikan

(23)

siswa untuk menerapkannya pada situasi sederhana hingga

permasalahan di kehidupan nyata (real-world problems).

Closure

Fase penutup (closure) mengarahkan siswa untuk mampu melaporkan

hasil temuannya, merefleksi apa yang telah dipelajari, hingga

mengonsolidasikan pengetahuannya.

Berkaitan dengan penerapan model inkuiri terbimbing (guided inquiry) di

sekolah, Rustaman, dkk (2005: 95) mengemukakan bahwa dalam model

pembelajaran ini, berarti guru merencanakan situasi sedemikian rupa

sehingga siswa didorong untuk mengenal masalah, hingga membuat

penjelasan dari hasil temuan. Sementara itu, Herron (dalam Paidi, 2007: 8)

telah lebih dahulu mengkaji pembelajaran berbasis guded inquiry. Herron

membagi guided inquiry ke dalam empat tingkatan yang berbeda, dalam

tingkatan tersebut terdapat perbedaan pembagian mengenai kegiatan siswa

dan bimbingan yang diberikan oleh guru. Macam bimbingan guru pada siswa

untuk tiap tingkatan guided inquiry ini ditabulasikan sebagai berikut:

Tabel 1. Tingkatan Guided Inquiry dan Macam Bimbingan Guru pada Siswa

Tingkatan Inquiry Persoalan Prosedur Solusi

Confirmation/Verification   

StructuredInquiry   -

GuidedInquiry  - -

Open Inquiry - - -

(24)

Setiap model pembelajaran yang diterapkan, memiliki berbagai kelebihan dan

kekurangan. Roestiyah (1998: 76-77) menerangkan bahwa strategi

pembelajaran berbasis inkuirimemiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat

membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa, mengembangkan bakat

dan kecakapan individu, serta memfasilitasi siswa dalam mengasimilasi,

mengakomodasi, dan mentransfer pengetahuan. Sedangkan Slameto (1991: 73)

mengemukakan bahwa strategi pembelajaran berbasis inkuiri memiliki

kelemahan, diantaranya tidak dapat diterapkan pada semua tingkatan kelas

secara efektif, terlalu menekankan pada aspek kognitif, dan memerlukan

banyak waktu dalam penerapannya pada proses belajar mengajar.

B. Keterampilan Proses Sains (KPS) atau Scientific Process Skills

Keterampilan proses sains sangat penting dikembangkan oleh siswa.

Keterampilan poses sains atau scientific process skills diartikan oleh

Depdikbud (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 138) sebagai wawasan

pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang

bersumber dari kemampuan mendasar yang telah ada dalam diri siswa.

Sejalan dengan hal tersebut, Funk (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 139)

juga mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains merupakan tindakan

instruksional yang dimaksudkan untuk mengembangkan

kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

Pentingnya pengembangan keterampilan proses sains oleh siswa di sekolah

diutarakan oleh Semiawan, dkk (1987: 18) yang mengungkapkan bahwa

(25)

mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta

menumbuh-kembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian,

keterampilan-keterampilan tersebut menjadi roda penggerak dalam proses

penemuan dan pengembangan fakta serta konsep, juga pertumbuhan dan

pengembangan sikap dan nilai-nilai tertentu.

Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi berbagai keterampilan,

diantaranya keterampilan proses sains dasar (basic scientific process skills)

yang meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,

mengukur, menyimpulkan, dan mengomunikasikan seperti yang dikemukakan

oleh Funk (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 140). Selanjutnya, sejumlah

keterampilan proses tersebut, dijabarkan oleh Lancour (2009: 1) sebagai

berikut: (1) mengobservasi(observing), yaitu menggunakan indera untuk

memperoleh informasi tentang peristiwa atau objek; (2) mengklasifikasikan

(classifying), yaitumenggolongkan beberapa objek ke dalam kategori tertentu

berdasarkan karateristik yang ditentukan; (3) memprediksi (predicting), yaitu

meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan pola atau fakta tertentu;

(4) menyimpulkan (inferring), yaitu membuat kesimpulan sementara

berdasarkan hasil observasi; dan (5) mengomunikasikan (communicating),

yaitu menyampaikan informasi yang diperoleh dengan menggunakan kalimat,

simbol, atau grafik untuk menggambarkan suatu peristiwa atau objek.

Lebih lanjut, Lancour (2009: 1) kembali menjelaskan bahwa basic scientific

process skills akan terintegrasi dalam keterampilan kompleks (integrated

(26)

(formulating hypothesis); (2) mengidentifikasi variabel (identifying of

variable); (3) mendefinisikan variabel secara operasional (defining variables

operationally); (4) menggambarkan hubungan antar-variabel (describing

relationships between variables); (5) merancang penelitian (designing

investigations); (6) melaksanakan eksperimen (experimenting); (7)

mengumpulkan dan mengolah data (acquiring data); (8) menyajikan data

dalam bentuk grafik (organizing data in tables and graphs).

Seperti halnya SAPA (Science a Process Approach), keterampilan proses

sains dalam pembelajaran berorientasi kepada proses IPA. Pengembangan

keterampilan proses sains (menurut Rustaman, dkk. 2005: 78) sangat ideal

dikembangkan bila guru memahami hakikat sains sebagai produk dan proses.

Pengembangan keterampilan tersebut memungkinkan siswa mempelajari

konsep dan sekaligus mengembangkan keterampilan dasar sains, sikap ilmiah,

dan sikap kritis.

Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains (Rustaman, dkk. 2005: 86-87)

Keterampilan Proses Sains

(Scientific Process Skills) Indikator

Mengobservasi (Observing)

 Menggunakan sebanyak mungkin indera.

 Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan.

Menafsirkan (Interpreting)  Menghubungkan hasil-hasil pengamatan. Menemukan pola dalam pengamatan.

Mengelompokkan (Classifying)

 Mencatat setiap pengamatan secara terpisah.

 Mencari perbedaan dan persamaan.

 Mengontraskan ciri-ciri.

 Membandingkan.

 Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan.

(27)

Memprediksi (Predicting)

 Menggunakan pola-pola hasil pengamatan.

 Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

Menyimpulkan (Inferring)  Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh.

Mengomunikasikan (Communicating)

 Menggambarkan data empiris hasil

percobaan atau pengamatan dengan grafik, tabel, atau diagram.

 Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis.

 Menjelaskan hasil percobaan.

 Membaca grafik, tabel, atau diagram.

 Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Melalui kerja ilmiah dan pengembangan keterampilan proses sains (scientific

process skills) diharapkan siswa dapat menemukan produk sains seperti

berbagai fakta atau konsep, serta mampu membangun sikap sains seperti rasa

ingin tahu (Thornton dalam Paidi, 2007: 5).

C. Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar

Pengajaran yang berlangsung efektif adalah pengajaran yang menyediakan

kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Hal tersebut

dikemukakan oleh Montessori (dalam Hamalik, 2004: 171-172) yang

mengungkapkan bahwa siswa dapat belajar sambil bekerja sehingga

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek tingkah laku lainnya.

Proses pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) yang diterapkan

menuntun siswa melakukan berbagai aktivitas guna mengembangkan

keterampilan proses sains yang menunjang dalam kehidupan bermasyarakat

sesuai dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing

(28)

Tabel 3. Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran Melalui Model Inkuiri Terbimbing (Diedrich dalam Nasution, 2004: 91)

Tahapan/Fase dalam Model Inkuiri Terbimbing

Aktivitas yang Dapat Dilakukan oleh Siswa

Orientation

Listening activities seperti mendengarkan motivasi dari guru, emotional activities seperti menaruh minat dan membangun rasa ingin tahu, serta mental activities seperti mengingat dan membangun hubungan antara pengetahuan yang telah dipelajari dengan pengetahuan baru.

Exploration

Motor and visual activities seperti melakukan observasi, membaca, dan mengamati suatu objek, mental activities seperti berpikir, melihat suatu hubungan, dan mengambil keputusan, oral and listening activities seperti mengajukan pertanyaan dan berdiskusi, serta writing activities seperti menulis hasil penemuan konsep.

ConceptFormation

Visual activities seperti mengamati hasil eksplorasi, mental activities seperti menganalisis, melihat suatu hubungan, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan, serta writing activities seperti menulis hasil analisis dan kesimpulan berdasarkan

hubungan antar konsep.

Application

Mental activities seperti menganalisis konsep untuk diterapkan dalam situasi tertentu, serta writing activities seperti menulis hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh ke dalam latihan.

Closure

Mental activities seperti berpikir dan merefleksi konsep yang dipelajari, oral activities seperti menyatakan pendapat, mengemukakan suatu fakta atau prinsip, mengajukan pertanyaan, dan memberi saran, listening activities seperti mendengarkan pendapat orang lain, writing activities seperti menulis hasil pengetahuan yang telah dipelajari, serta drawing activities seperti menggambar dan membuat grafik.

Sementara itu, menurut pendapat Suryosubroto (2002: 71-72), aktivitas siswa

yang umumnya tampak dalam kegiatan pembelajaran diantaranya siswa

mempelajari, mengalami, dan menemukan sendiri bagaimana memperoleh

(29)

mengomunikasikan hasil pemikiran serta penemuan secara lisan atau tertulis.

Aktivitas dalam kegiatan pembelajaran juga memiliki arti penting bagi diri

siswa, guru, dan sekolah.

Pentingnya aktivitas dalam kegiatan pembelajaran bagi diri siswa, guru, dan

sekolah dikemukakan oleh Hamalik (2004: 175-176) bahwa aktivitas

memiliki manfaat bagi siswa agar dapat mencari pengalaman secara langsung

serta mampu mengembangkan seluruh aspek pribadi dengan berbuat sendiri.

Sedangkan manfaat aktivitas bagi pengajaran di sekolah diantaranya agar

(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMA Negeri 1

Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester genap

SMA Negeri 1 Tumijajar Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 5 kelas.

Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA3 (sebagai kelompok

eksperimen) dan kelas XI IPA2 (sebagai kelompok kontrol) yang dipilih

dengan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan dua

kali sampling. Sampling pertama dilakukan untuk menentukan kelas yang akan

menjadi sampel, sedangkan sampling kedua dilakukan untuk menentukan

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Margono, 2005: 128).

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan eskperimental semu (quasi eksperiment) dengan

desain pretes-postes kelompok non-ekuivalen. Kelompok eksperimen (kelas

(31)

yang sama di awal kegiatan pembelajaran (pretes). Selanjutnya, kelompok

eksperimen (XI IPA3) diberi perlakuan dengan menggunakan model inkuiri

terbimbing sedangkan kelompok kontrol (XI IPA2) diberi perlakuan

menggunakan metode diskusi seperti biasanya guru mengajar. Setelah itu,

kedua kelompok diberi tes yang sama di akhir kegiatan pembelajaran (postes).

Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan: I = Kelompok Eksperimen (Kelas XI IPA3) II = Kelompok Kontrol (Kelas XI IPA2)

X = Perlakuan di Kelas Eksperimen dengan Model Guided Inquiry

C = Perlakuan di Kelas Kontrol dengan Metode Diskusi O1 = Pretes

[image:31.595.133.493.247.450.2]

O2 = Postes

Gambar 2. Desain Penelitian Pretes-Postes Kelompok Non-ekuivalen (Riyanto, 2001: 43).

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu prapenelitian dan pelaksanaan

penelitian. Kegiatan yang dilakukan pada kedua tahap tersebut yaitu:

1. Tahap Prapenelitian

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap prepenelitian antara lain:

a. Membuat surat izin penelitian ke sekolah dari fakultas.

(32)

untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan dan keadaan kelas

yang akan menjadi subjek penelitian.

c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol.

d. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lembar kerja siswa (LKS).

e. Membuat instrumen penelitian yaitu soal pretes/postes, lembar

observasi aktivitas siswa, dan angket tanggapan siswa.

f. Membentuk kelompok diskusi yang bersifat heterogen pada kedua

kelompok berdasarkan tingkat intelegensi dan jenis kelamin.

2. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran

inkuiri terbimbing (guided inquiry) untuk kelas eksperimen dan

pembelajaran dengan metode diskusi untuk kelas kontrol. Penelitian ini

dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dengan langkah-langkah

pembelajaran sebagai berikut:

a. Kelas Eksperimen (Pembelajaran dengan Model Guided Inquiry)

Kegiatan Awal

1) Siswa mengerjakan pretes dalam bentuk soal benar-salah

beralasan, untuk materi pokok sistem reproduksi di pertemuan

pertama.

2) Orientasi dilakukan oleh siswa dengan memperhatikan

(33)

Pertemuan I : “Bagaimanakah keterkaitan antara struktur organ

reproduksi laki-laki dan perempuan dengan fungsinya dalam

menjalankan proses-proses pada sistem reproduksi?”.

Pertemuan II : “Bagaimanakah proses terjadinya kehamilan?

Dapatkah satu ovum dibuahi oleh lebih dari satu sperma?”.

3) Siswa memperoleh motivasi dari guru sebagai berikut:

Pertemuan I : “Dengan mempelajari materi sistem reproduksi,

maka kita dapat mengetahui keterkaitan antara struktur dan

fungsi dari tiap organ reproduksi sehingga kita mampu

menyadari pentingnya organ tersebut bagi tubuh kita”. Pertemuan II : “Dengan mempelajari materi ini, kita dapat

mengetahui proses terjadinya fertilisasi dan kehamilan, serta

gangguan yang dapat terjadi dalam sistem reproduksi hingga

analisis gangguan tersebut di tingkat struktur yang dapat

mempengaruhi fungsi tiap organ sehingga kita mampu menghindari gangguan tersebut dengan pola hidup sehat”.

Kegiatan Inti

1) Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing, setiap

kelompok terdiri dari lima orang (pembagian kelompok

dilakukan pada hari sebelumnya, yang terdiri dari enam

kelompok heterogen berdasarkan tingkat intelegensi dan jenis

(34)

2) Siswa bereksplorasi dan mengumpulkan informasi guna

menemukan jawaban dari berbagai permasalahan yang

disediakan guru tentang sistem reproduksi.

3) Siswa membangun konsep (concept formation) dengan

berdiskusi kelompok untuk menganalisis hasil eksplorasi dan

mencari hubungan antarkonsep, hingga mengaplikasikan

konsep yang diperoleh secara tertulis.

4) Siswa mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan, selanjutnya

mempresentasikan hasil penemuan melalui diskusi kelas.

Kegiatan Penutup

1) Melalui bantuan guru, siswa mengadakan refleksi dan

menyimpulkan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, siswa

mengerjakan tes akhir (postes).

2) Siswa diminta untuk membaca materi yang akan dibahas pada

pertemuan selanjutnya.

b. Kelas Kontrol (Pembelajaran dengan Metode Diskusi)

Kegiatan Awal

1) Siswa mengerjakan pretes dalam bentuk soal benar-salah

beralasan, untuk materi pokok sistem reproduksi di pertemuan

pertama.

2) Apersepsi dilakukan oleh siswa dengan memperhatikan

(35)

Pertemuan I : “Bagaimanakah keterkaitan antara struktur

organ reproduksi laki-laki dan perempuan dengan fungsinya

dalam menjalankan proses-proses pada sistem reproduksi?” Pertemuan II : “Bagaimanakah proses terjadinya kehamilan?

Dapatkah satu ovum dibuahi oleh lebih dari satu sperma?”.

3) Siswa memperoleh motivasi dari guru sebagai berikut:

Pertemuan I : “Dengan mempelajari materi sistem reproduksi,

maka kita dapat mengetahui keterkaitan antara struktur dan

fungsi dari tiap organ reproduksi sehingga kita mampu menyadari pentingnya organ tersebut bagi tubuh kita”.

Pertemuan II : “Dengan mempelajari materi ini, kita dapat

mengetahui proses terjadinya fertilisasi dan kehamilan, serta

gangguan yang dapat terjadi dalam sistem reproduksi hingga

analisis gangguan tersebut di tingkat struktur yang dapat

mempengaruhi fungsi tiap organ sehingga kita mampu

menghindari gangguan tersebut dengan pola hidup sehat”.

Kegiatan Inti

1) Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing, setiap

kelompok terdiri dari lima orang (pembagian kelompok

dilakukan pada hari sebelumnya, yang terdiri dari enam

kelompok heterogen berdasarkan tingkat intelegensi dan jenis

kelamin), dan setiap siswa memperoleh LKS tidak berbasis

(36)

2) Siswa berdiskusi untuk menjawab berbagai permasalahan yang

disediakan guru mengenai sistem reproduksi.

3) Siswa menyajikan data hasil diskusi dalam bentuk tertulis dan

mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan. Selanjutnya, siswa

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, siswa lain

dapat mengajukan pertanyaan.

Kegiatan Penutup

1) Melalui bantuan guru, siswa mengadakan refleksi dan

menyimpulkan kegiatan pembelajaran, selanjutnya siswa

mengerjakan tes akhir (postes).

2) Siswa diminta untuk membaca materi yang akan dibahas pada

pertemuan selanjutnya.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis dan teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Data

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif berupa skor keterampilan proses sains siswa pada

materi pokok sistem reproduksi yang diperoleh dari nilai pretes dan

postes yang kemudian dihitung berdasarkan perbandingan gain (g),

lalu dianalisis secara statistik dengan menggunakan rumus Hake

(37)

Spost – SPre

SMax– SPre g =

Keterangan:

g = Average gain atau rata-rata gain

[image:37.595.169.393.279.364.2]

SPost = Postscore class averages atau rata-rata skor postes SPre = Prescore class averages atau rata-rata skor pretes SMax = Maximum score atau skor maksimum

Tabel 4. Kriteria Gain (Loranz dalam Anggraini, 2012: 35)

Gain (g) Kriteria

g > 0,7 0,7 > g > 0,3

g < 0,3

Tinggi Sedang Rendah

Note that: a positive Hake gain indicates a student learning gain; the maximum gain possible is 1; a negative Hake gain occurs when the post-test score is less than the pre-test score; a zero result occurs when the post-test score is equal to the pre-test score (Loranz dalam Suwandi, 2012: 30).

b. Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa data aktivitas siswa selama

proses pembelajaran dan angket tanggapan siswa terhadap penerapan

model inkuiri terbimbing (guided inquiry).

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

a. Pretes dan Postes

Data keterampilan proses sains siswa berupa nilai pretes yang diambil

pada pertemuan I dan nilai postes diambil setelah pembelajaran pada

(38)

Xi n

kelas eksperimen (XI IPA3) dan kelas kontrol (XI IPA2). Soal pretes

dan postes yang diberikan masing-masing berjumlah 15 soal benar

salah beralasan. Teknik penskoran nilai pretes dan postes yang dipakai

dalam penelitian ini dikutip dari Purwanto (2008: 112) yaitu:

S = x 100

Keterangan:

S = Nilai yang diharapkan atau dicari; R = Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar; N = Jumlah skor maksimum dari tes

tersebut.

b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berisi aspek kegiatan yang diamati

pada saat proses pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Pengamatan terhadap aktivitas siswa dilakukan dengan cara memberi

tanda check list () pada lembar observasi aktivitas siswa sesuai

dengan aspek yang telah ditentukan. Aktivitas yang diamati pada

penelitian ini yaitu: (1) aktivitas mengajukan pertanyaan; (2) bertukar

informasi; dan (3) menyampaikan hasil diskusi (Diedrich dalam

Nasution, 2004: 91).

Rata-rata skor aktivitas kemudian dianalisis dengan menggunakan

rumus Carolina (dalam Anggraini, 2012: 40) sebagai berikut:

X = x 100% R

(39)

Keterangan:

[image:39.595.169.518.180.361.2]

X = Rata-rata skor aktivitas siswa; Xi = Jumlah skor maksimal yang diperoleh siswa; n = Jumlah skor maksimum.

Tabel 5. Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa

No Nama Siswa

Aspek yang diamati dalam pembelajaran

Xi X Ket

A B C

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

2 3 ... dst

Xi

X Ket

Sumber : Anggraini (2012: 40). Keterangan:

A = Aktivitas mengajukan pertanyaan; B = Bertukar informasi; C = Menyampaikan hasil diskusi; Xi = Jumlah skor maksimal yang diperoleh siswa; X = Rata-rata skor aktivitas siswa.

Kriteria penilaian lembar observasi aktivitas siswa dijabarkan sebagai

berikut:

A. Aktivitas mengajukan pertanyaan

1. Tidak mengajukan pertanyaan.

2. Mengajukan pertanyaan, tetapi tidak sesuai dengan pembahasan materi pokok sistem reproduksi.

3. Mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan pembahasan materi pokok sistem reproduksi.

B. Bertukar informasi

1. Tidak bertukar informasi secara lisan/tulisan dengan anggota kelompok dalam pembelajaran (diam saja).

2. Bertukar informasi secara lisan/tulisan dengan anggota

(40)

3. Bertukar informasi secara lisan/tulisan dengan anggota kelompok yang sesuai dengan pembahasan materi pokok sistem reproduksi.

C. Menyampaikan hasil diskusi

1. Siswa dalam kelompok kurang mampu mempresentasikan hasil diskusi kelompok secara sistematis dan tidak dapat menjawab pertanyaan.

2. Siswa dalam kelompok kurang mampu mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan secara sistematis dan menjawab pertanyaan dengan benar atau mampu

mempresentasikan hasil diskusi secara sistematis tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

3. Siswa dalam kelompok dapat mempresentasikan hasil diskusi secara sistematis dan menjawab pertanyaan dengan benar.

Kategori indeks aktivitas siswa dalam pembelajaran diinterpretasikan

melalui tabel yang dimodifikasi dari Hidayati (dalam Suwandi, 2012:

[image:40.595.169.414.456.547.2]

37) sebagai berikut:

Tabel 6. Klasifikasi Indeks Aktivitas Siswa

Kategori (%) Interpretasi 87,50 – 100 Sangat Baik 75,00 – 87,49 Baik 50,00 – 74,99 Cukup

1 – 49,99 Kurang

c. Angket Tanggapan Siswa

Angket tanggapan siswa berisi tentang semua pendapat siswa

mengenai penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided

inquiry) dalam pembelajaran berupa modifikasi skala Likert. Angket

ini berisi delapan pertanyaan yang terdiri dari empat pertanyaan

(41)

Angket ini memiliki dua pilihan jawaban yaitu setuju dan tidak setuju

[image:41.595.170.547.179.550.2]

seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Item Pernyataan pada Angket

No. Pernyataan-pernyataan S TS

1.

Saya lebih mudah memahami materi dan dapat menyimpulkan hasil pembelajaran mengenai sistem reproduksi yang dipelajari melalui model

pembelajaran yang digunakan oleh guru.

2.

Model pembelajaran yang digunakan guru melatih saya berpikir lebih cerdas dan analitis untuk memahami materi sistem reproduksi.

3.

Saya tidak tertarik atau termotivasi untuk mempelajari sistem reproduksi dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

4.

Model pembelajaran yang digunakan menjadikan saya lebih aktif dalam mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah melalui diskusi kelompok. 5. Saya merasa sulit berinteraksi dengan teman dalam

proses pembelajaran yang berlangsung.

6.

Model pembelajaran yang digunakan guru membuat saya lebih mudah menghubungkan hasil pengamatan dan pengetahuan yang saya miliki sebelumnya.

7.

Saya merasa sulit memprediksi hal yang akan terjadi terkait proses yang berlangsung dalam sistem

reproduksi manusia.

8.

Saya merasa sulit menyampaikan hasil pembelajaran yang saya peroleh mengenai sistem reproduksi kepada orang lain.

d. Catatan Lapangan

Catatan lapangan digunakan oleh observer untuk mengamati proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru/peneliti di kelas eksperimen

(42)

F. Teknik Analisis Data

Nilai pretes, postes, dan gain pada kelas eksperimen dan kontrol dianalisis

menggunakan uji t dengan program SPSS versi 17, yang sebelumnya

dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas dan kesamaan dua varians

(homogenitas) data berupa:

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Lilliefors dengan

program SPSS versi 17.  Hipotesis

H0 = Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 = Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

 Kriteria Pengujian

Terima Ho jika Lhitung < Ltabel atau p-value > 0,05, tolak Ho untuk harga yang lainnya (Pratisto dalam Suwandi, 2012: 34).

Apabila data tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney U.

 Hipotesis

H0 = Tidak terdapat perbedaan nilai pada kedua sampel H1 = Terdapat perbedaan nilai pada kedua sampel  Kriteria Pengujian

Tolak H0 jika nilai signifikansi p-value < 0,05 (Mufusai, 2013: 2).

b. Uji Kesamaan Dua Varians

Apabila masing masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan

dengan uji kesamaan dua varians dengan menggunakan program SPSS

(43)

 Hipotesis

H0 = Kedua sampel mempunyai varians sama H1 = Kedua sampel mempunyai varians berbeda  Kriteria Pengujian

Dengan kriteria uji yaitu jika F hitung < Ftabel atau probabilitasnya> 0,05 maka H0 diterima, jika Fhitung > F tabel atau probabilitasnya < 0,05 maka H0 ditolak (Pratisto dalam Suwandi, 2012: 35).

c. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata dan uji

perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan program SPSS versi 17.

Uji Kesamaan Dua Rata-rata

 Hipotesis

H0 = Rata-rata gain kedua sampel sama H1 = Rata-rata gain kedua sampel tidak sama  Kriteria Pengujian

Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima.

Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel maka Ho ditolak (Pratisto dalam Suwandi, 2012: 35).

Uji Perbedaan Dua Rata-rata

 Hipotesis

H0 = Rata-rata gain pada kelompok eksperimen sama dengan kelompok kontrol.

H1 = Rata-rata gain pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol.

 Kriteria Pengujian

Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima.

(44)

d. Analisis Keterampilan Proses Sains oleh Siswa

Untuk mendeskripsikan keterampilan proses sains (scientific process

skills) siswa dalam pembelajaran biologi adalah sebagai berikut:  Memberikan skor sesuai dengan kriteria skor penilaian KPS siswa

seperti yang tertera pada Tabel 8 yang dimodifikasi dari Rustaman,

[image:44.595.180.525.275.750.2]

dkk (2005: 86-87).

Tabel 8. Kriteria Skor Penilaian Keterampilan Proses Sains Siswa

No Aspek KPS yang

Dinilai Kriteria Penilaian Skor

1. Mengobservasi (Observing)

Mampu mengumpulkan informasi dari suatu

objek/peristiwa dengan benar.

3

Kurang tepat dalam

mengumpulkan informasi dari suatu objek/peristiwa.

2

Salah atau tidak mampu mengumpulkan informasi dari suatu objek/peristiwa.

1

2. Menafsirkan (Interpreting)

Mampu menghubungkan hasil pengamatan/konsep yang ditemukan dengan benar.

3

Kurang tepat dalam menghubungkan hasil pengamatan/konsep yang ditemukan.

2

Salah atau tidak mampu menghubungkan hasil pengamatan/konsep yang ditemukan.

1

3. Memprediksi (Predicting)

Mampu memprediksi dengan benar suatu keadaan yang mungkin akan terjadi.

3

Kurang tepat dalam

memprediksi suatu keadaan yang mungkin akan terjadi.

2

(45)

memprediksi suatu keadaan yang mungkin akan terjadi.

4. Menyimpulkan (Inferring)

Mampu memberikan kesimpulan dari data yang diperoleh dengan benar.

3

Kurang mampu memberikan kesimpulan dari data yang diperoleh.

2

Salah atau tidak mampu memberikan kesimpulan dari data yang diperoleh.

1

5. Mengomunikasikan (Communicating)

Mampu menjelaskan hasil pengamatan/konsep yang ditemukan dengan benar dan sistematis.

3

Kurang mampu menjelaskan hasil pengamatan/konsep yang ditemukan dengan benar dan sistematis.

2

Salah atau tidak mampu menjelaskan hasil

pengamatan/konsep yang ditemukan.

1

 Memasukkan skor ke dalam rubrik penilaian keterampilan proses

[image:45.595.176.526.82.451.2]

sains seperti yang tertera pada Tabel 9 di bawah ini:

Tabel 9. Rubrik Penilaian Keterampilan Proses Sains Siswa

No Nama Siswa

Skor pada Aspek Keterampilan Proses Sains (KPS)

A B C D E

(46)

R N

Keterangan: A = Mengobservasi (Observing); B = Menafsirkan (Interpreting); C = Memprediksi (Predicting); D = Menyimpulkan (Inferring) ; E = Mengomunikasikan (Communicating); R = Jumlah skor keterampilan proses sains yang diperoleh siswa; N = Jumlah skor keterampilan proses sains maksimum, S = Nilai keterampilan proses sains yang diharapkan (dicari), (Paidi dalam Anggraini, 2012: 39).

 Menjumlahkan skor seluruh siswa.

 Menentukan skor tiap indikator keterampilan proses sains seluruh

siswa dengan menggunakan rumus yang dikutip dari Purwanto

(2008: 112) sebagai berikut:

S = x 100

Keterangan: R = Jumlah skor keterampilan proses sains yang diperoleh siswa; N = Jumlah skor keterampilan proses sains maksimum, S = Nilai keterampilan proses sains yang diharapkan (dicari).

 Menginterpretasikan data yang diperoleh ke dalam kriteria menurut

[image:46.595.176.383.511.615.2]

Arikunto (2008: 245) yang tersaji pada tabel berikut:

Tabel 10. Kriteria Keterampilan Proses Sains Siswa

Poin yang Diperoleh Kriteria 80,1 – 100

60,1 – 80 40,1 – 60 20,1 – 40 0,0 - 20

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

e. Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing (Guided Inquiry)

Data tanggapan siswa terhadap pembelajaran dikumpulkan melalui

(47)

terdiri dari empat pernyataan positif dan empat pernyataan negatif.

Pengolahan data angket dilakukan sebagai berikut:

1) Menghitung skor angket pada setiap jawaban sesuai dengan

[image:47.595.170.449.229.343.2]

ketentuan pada Tabel 11.

Tabel 11. Skor Penilaian Angket

Sifat Pertanyaan Skor

1 0

Positif S TS

Negatif TS S

Keterangan:

S = Setuju; TS = Tidak Setuju (Rahayu, 2010: 29).

2) Melakukan tabulasi data temuan pada angket berdasarkan klasifikasi

yang dibuat, dengan tujuan untuk memberikan gambaran frekuensi

dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan

angket.

Tabel 12. Data Angket Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Nomor Pertanyaan

Angket

Pilihan Jawaban

Nomor Responden

(Siswa) Persentase 1 2 3 dst

1. S

TS

2.

S TS

dst.

[image:47.595.177.491.510.712.2]
(48)

3) Menafsirkan atau menentukan persentase tanggapan siswa terhadap

penggunaan model inkuiri terbimbing sesuai dengan pendapat

[image:48.595.177.400.209.362.2]

Hendro (dalam Suwandi, 2012: 13) pada Tabel 13.

Tabel 13. Kriteria Presentase Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Persentase (%) Kriteria 100

76 – 99 51 – 75

50 26 – 49

1 – 25 0

Semuanya Sebagian besar Pada umumnya Setengahnya Hampir setengahnya

(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry)

berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan proses sains (scientific

process skills) siswa.

2. penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry)

berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa.

B. Saran

Penulis menyarankan agar dalam pelaksanaan model inkuiri terbimbing

hendaknya guru mampu mengorganisasikan siswa untuk disiplin mengikuti

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, B. 2012. Penerapan Praktikum dengan Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD) Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Bilgin, I. 2009. The Effects of Guided Inquiry Instructions Incorporating a

Cooperative Learning Approach on University Students’ Achievement of

Acid and Bases Concept and Attitude Toward Guide Inquiry Instruction. Diakses dari

http://www.academicjournals.org/sre/pdf/pdf2009/Oct/Bilgin.pdf pada Jum’at, 30 November 2012 09:30 a.m.

Carlson, J. L. 2008. Effect of Theme-based Guided Inquiry Instruction on Science Literacy in Ecology. (Thesis). Michigan Tecnological University.

Washington DC. Diakses dari

http://www.mtu.edu/cls/education/pdfs/reports/Carlson_Thesis_2009.pdf pada Jum’at, 30 November 2012 10:30 a.m.

Colburn, A. 2000. How to Make Lab Activities More Open-Ended. Diakses dari http://www.exploratorium.edu/resources/workshop/lab-activities.pdf pada Jum’at 7 Desember 2012 10.40 a.m.

Depdiknas. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus SMA/MA. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Hake, R. R. 1999. Analizing Chenge/Gain Score. Diakses dari

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf pada Jum’at, 7 Desember 2012 10:35 a.m.

(51)

Hamdiyati Y. dan Kusnadi. 2006. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Kerja Ilmiah pada Matakuliah

Mikrobiologi. Diakses dari

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/1966110319 91012-YANTI_HAMDIYATI/BUAT_KE_JURNALMIPA.pdf pada Senin, 06 Mei 2013 06.41 a.m.

Hanafiah, N. dan C. Suhana. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Penerbit PT Refika Aditama. Bandung.

Hanson, D. M. 2012. Designing Process-Oriented Guided-Inquiry Activities. Diakses dari

http://quarknet.fnal.gov/fellows/TLDownloads/Designing_POGIL_Activitie s.pdf pada Rabu, 09 Januari 2013 11:00 a.m.

Haryono. 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains. Diakses dari

http://dikdas.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/Model_Pembelajaran_Berbasis_ Peningkatan_Ketrampilan_Proses_Sains.pdf pada Rabu, 09 Januari 2013 10:15 a.m.

Hatminingsih, E. S. 2011. Pengaruh Penggunaan Model Inkuiri Terbimbing Trerhadap Keterampilan Proses Sains oleh Siswa Materi Pokok Sistem Gerak pada Manusia. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Ismail, Z. dan I. Jusoh. 2001. Relationship Between Science Process Skills and

Logical Thinking Abilities of Malaysian Students. Diakses dari

http://www.recsam.edu.my/R&D_Journals/YEAR2001/2001Vol24No2/67-77.pdf pada Kamis, 02 Mei 2013 11.24 a.m.

Komalasari. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Penerbit PT Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2007. Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Rajawali Press. Jakarta. Lancour, K. 2009. Process Skills for Life Science. Diakses dari

http://scioly.org/wiki/images/d/d6/Pslsl_training_hammond04.pdf pada Jum’at, 30 November 2012 09:40 a.m.

Maguire, L. dan M. Lindsay. 2010. Exploring Osmosis and Diffusion in Cells. Diakses dari

http://ctge_5634.wikispaces.com/file/view/Difusion.Osmosis.pdf pada Jum’at, 30 November 2012 09:00 a.m.

Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Mufusai. 2013. Uji Mann-Whitney. Diakses dari

(52)

Nandang. 2009. Pendidikan Sains di Sekolah dan Kebutuhan Masyarakat. Diakses dari http://nandang.blogdetik.com/2009/04/08/pendidikan-sians-di-sekolah-dan-kebutuhan-masyarakat/ pada Rabu, 09 Januari 2013 10:00 a.m. Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-asas Mengajar. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Paidi. 2007. Peningkatan Scientific Skill Siswa Melalui Implementasi Metode

Guided Inquiry pada Pembelajaran Biologi di SMAN 1 Sleman. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/20Paidi/UNY.pdf pada Jum’at, 30 November 2012 09:35 a.m.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Penerbit Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rahayu, S.P. 2010. Deskripsi Sikap Siswa Terhadap Lingkungan Melalui Pendekatan Pengungkapan Nilai (Values Clarification Approach) Pada Kelas VII MTs Guppi Natar. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Pendidikan. Penerbit SIC. Jakarta.

Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S., Achmad, Y., Subekti, R.,

Rochintawati, D., dan Nurjhani, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Penerbit Universitas Negeri Malang. Malang.

Semiawan, C., A. F.Tangyong, S. Belen, dan S.Wahjudi. 1987. Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Slameto. 1991. Proses Belajar mengajar dalam Sistem SKS. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Suwandi, T. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah oleh Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gambar

Gambar 1. Hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Tabel 1. Tingkatan Guided Inquiry dan Macam Bimbingan Guru pada Siswa
Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains (Rustaman, dkk. 2005: 86-87)
tabel, atau diagram.
+7

Referensi

Dokumen terkait

kelas eksperimen hasil belajar yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan.. hasil belajar kelas kontrol dengan model

Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang ada di kawasan karst, menghitung valuasi ekonomi dari dampak lingkungan dengan cara menghitung

DIREKTORAT PAMOBVIT POLDA NTB.. EKO

[r]

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, persentasenya mencapai 88%. Bahkan merupakan jumlah muslim terbesar di dunia. Berkaitan dengan harta dan

Sebab, lingkungan yang juga dikenal dengan institusi itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan, yang secara umum lingkungan tersebut dapat dilihat dari

Ketika orang-orang yang tidak menikah dikelompokkan ke dalam beberapa sub grup (tidak menikah, bercerai, janda), hasilnya menunjukkan bahwa sesuatu yang berlawanan dimana orang

Dalam rangka mengatasi permasalahan penyelenggaraan pemilu terkait dengan ketidaksempurnaan rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional dan pemberian tanda lebih